Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
ii
39. Eka Setiawati
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah mata kuliah PROMOSI KESEHATAN dapat kami selesaikan.
Penyelesaian tugas ini juga berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini perkenankan peneliti menghaturkan rasa terimakasih kepada yang terhormat Ibu Hellen
Febrianti, S.ST.,M.Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah Promosi Kesehatan membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini. semoga Allah SWT
berkenan membalas kebaikan serta bantuan yang telah memberikan bimbingan serta arahan
selama penulisan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak dari kekurangan untuk itu,
penulis mengharapkan masukan yang membangun guna perbaikan selanjutnya. Semoga Allah
SWT senantiasa melindungi kita semua.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembelajaran dari kemitraan dalam promosi dan pendidikan kesehatan
yaitu :
a. Dapat mengetahui pengertian dari kemitraan dalam pendidikan dan promosi kesehatan.
b. Dapat mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip kemitraan dalam pendidikan dan
promosi kesehatan di masyarakat.
c. Dapat mengetahui dan menjelaskan model-model dalam kemitraan.
d. Dapat mengetahui dan menerapkan kerangka berpikir dalam kemitraan.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut
Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan
tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua
pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling
menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan
bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk
bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas,
menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang
hubungan masing masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan.
e. Adanya interaksi dua pihak atau lebih, dimana kedua belah pihak merupakan mitra atau
partner.
f. Penggabungan dari berbagai unsur untuk mencapai sesuatu sasaran/ tujuan yang tidak
dapat sepenuhnya dicapai secara efektif dan efisien hanya oleh salah satu unsur saja.
g. Hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih berdasarkan kesetaraan, keterbukaan
dan saling menguntungkan ( memberi manfaat ).
h. Upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok, masyarakat, lembaga
pemerintah atau non pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama
berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.
vii
i. Suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasiuntuk bekerja sama
mencapai tujuan, mengambil danmelaksanakan serta membagi tugas, menanggung
bersama baikyang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-
masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.
j. Adalah suatu bentuk ikatan bersama antara dua atau lebih pihakyang bekerjasama untuk
mencapai tujuan dengan cara berbagikewenangan dan tanggung jawab dalam bidang
kesehatan, salingmempercayai, berbagi pengelolaan, investasi dan sumber dayauntuk
program kesehatan, memperoleh keuntungan bersama dari kegiatan yang dilakukan.
Indonesia sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh departemen kesehatan, mempunyai
visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya hidup dalam
lingkunganan prilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Untuk mewujudkan visi
tersebut telah ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan yang harus dilaksanakan
beriringan :
1. Mengerakkan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta
lingkungannya.
5. Untuk merealisasi visi ini, jelas tidak dapat terwujud jika dibebankan pada sektor
kesehatan saja karena kesehatan merupakan dampak dari pembangunan dari semua faktor
pembangunan, oleh karena itu semua sektor harus saling bahu
membahu mewujudkan misi Indonesia Sehat 2010. memang Departemen Kesehatan yang
paling bertanggung jawab namun dalam mengimplementasi kebijakan dan program,
intervensi harus bersama sama dengan sektor lain baik pemerintah maupun
swasta. Dengan kata lain sektor kesehatan merupakan pemrakarsa dalam menjalin
kerjasama atau kemitraan ( partnership ) dengan sektor terkait.
viii
Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu
tujuan ujian bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Dengan
demikian untuk membangun kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu
persamaan perhatian, saling percaya dan saling menghormati, harus saling menyadari
pentingnya kemitraan, harus ada kesepekatan misi , visi, tujuan dan nilai yang sama harus
berpijak pada landasan yang sama, kesediaan untuk berkorban.
ix
2.4 Prinsip Kemitraan
a. Saling menguntungkan (mutual benefit)
b. Saling menguntungkan disini bukan hanya materi tetapi juga non materi, yaitu dilihat dari
kebersamaan atau sinergisme dalam mencapai tujuan
c. Pendekatan berorientasi hasil
Tindakan kemanusiaan yang efektif harus didasari pada realitas dan berorientasi pada
tindakan. Hal ini membutuhkan koordinasi yang berorientasi hasil dan berbasis pada
kemampuan efektif dan kapasitas operasional yang konkrit
1. Keterbukaan (transparansi)
Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan m-amsainsging anggota mitra harus
diketahhui oleh anggota yang lain Transparansi dicapai melalui dialog (pada tingkat yang
setara) dengan menekankan konsultasi dan pembagian informasi terlebih dahulu.
Komunikasi dan transparansi, termasuk transparansi finansial, membantu meningkatkan
kepercayaan antar organisasi
2. Kesetaraan
Masing-masing pihak yang bermitra harus merasa duduk sama rendah dan berdiri sama
tinggi, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain. Kesetaraan
membutuhkan rasa saling menghormati antar anggota kemitraan tanpa melihat besaran
dan kekuatan. Para peserta harus saling menghormati mandat kewajiban dan kemandirian
dari anggota yang lain serta memahami keterbatasan dan komitmen yang dimiliki satu
sama lain. Sikap saling menghormati tidak menghalangi masing-masing organisasi untuk
terlibat dalam pertukaran pendapat yang konstruktif
3. Tanggung Jawab
Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis terhadap satu sama lain dalam
menempuh tugas-tugasnya secara bertanggung jawab dengan integritas dan cara yang
relevan dan tepat. Organisasi kemanusiaan harus meyakinkan bahwa mereka hanya akan
berkomitmen terhadap sesuatu kegiatan ketika mereka memang memiliki alat,
kompetensi, keahlian dan kapasitas untuk mewujudkan komitmen tersebut. Pencegahan
yang tegas dan jelas terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para pekerja
kemanusiaan harus menjadi usaha yang berkelanjutan
x
4. Saling Melengkapi
Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah aset bila dibangun atas kelebihan-
kelebihan komparatif dan saling melengkapi kontribusi yang satu dengan yang lain.
Kapasitas lokal adalah salah satu aset penting untuk ditingkatkan dan menjadi dasar
pengembangang. Ketika memungkinkan, organisasi-organisasi kemanusiaan harus
berjuang untuk menjadikan aset lokal sebagai bagian integral dari tindakan tanggap
darurat dimana hambatan budaya dan bahasa harus diatasi
xi
Berkaitan dengan praktik keperawatan komunitas di atas, maka model kemitraan
yang sesuai untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan derajat
kesehatan masyarakat dalam jangka panjang adalah model kewirausahaan
(entrepreneurialism). Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama, yaitu prinsip
otonomi (autonomy) kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi masyarakat dan
prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination) yang selanjutnya diterjemahkan sebagai
prinsip kewirausahaan.
Menurut penulis model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada
pengembangan model praktik keperawatan komunitas dan model kemitraan dalam
pengorganisasian pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik keperawatan
mandiri atau kelompok hubungannya dengan anggota masyarakat dapat dipandang sebagai
sebuah institusi yang memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi dan
institusi yang dapat memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan
dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan bidang kesehatan. Oleh karenanya praktik
keperawatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan dinamika perkembangan
masyarakat (William, 2004; Korsching & Allen, 2004), dan perkembangan kemasyarakatan
tentunya juga akan mempengaruhi bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang
dikembangkan (Robinson, 2005) sesuai dengan slogan National Council for Voluntary
Organizations (NCVO) yang berbunyi :“New Times, New Challenges” (Batsler dan Randall,
1992).
Pada bagian lain, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan pola
permintaan pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari pelayanan
kesehatan tradisional di rumah sakit beralih ke pelayanan keperawatan di rumah disebabkan
karena terjadinya peningkatan pembiayaan kesehatan yang cukup besar dibanding
sebelumnya (Depkes RI, 2004a, 2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000). Sedangkan secara
filosofis, saat ini telah terjadi perubahan “paradigma sakit” yang menitikberatkan pada upaya
kuratif ke arah “paradigma sehat” yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan
bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga situasi tersebut dapat dijadikan
peluang untuk mengembangkan praktik keperawatan komunitas beserta pendekatan
kemitraan yang sesuai di Indonesia.
xii
2.7 Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Nies dan Mc. Ewan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan
masyarakat (community health development) sebagai pendekatan dalam pengorganisasian
masyarakat yang mengkombinasikan konsep, tujuan, dan proses kesehatan masyarakat dan
pembangunan masyarakat. Dalam pengembangan kesehatan masyarakat, perawat spesialis
komunitas mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan
kemudian mengembangkan, mendekatkan, dan mengevaluasi tujuan-tujuan pembangunan
kesehatan melalui kemitraan dengan profesi terkait lainnya (Nies & Mc.Ewan, 2001;
CHNAC, 2003; Diem & Moyer, 2004; Falk-Rafael, et al.,1999).
Bidang tugas perawat spesialis komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok
masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu:
individu, keluarga, dan kelompok khusus. Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat
spesialis komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat,
yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat. Berkaitan dengan
pengembangan kesehatan masyarakat yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan
pendekatan pengorganisasian masyarakat dengan model pengembangan
masyarakat (community development).
Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah :
1. Agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif dalam
setiap tahapan proses keperawatan, dan
2. Perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan kemandirian masyarakat yang
dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatannya
di masa mendatang (Nies & McEwan, 2001; Green & Kreuter, 1991).
Menurut Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas
adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional klien / komunitas melalui
pengembangan kognisi dan kemampuan merawat dirinya sendiri. Pengembangan kognisi dan
kemampuan masyarakat difokuskan pada dayaguna aktifitas kehidupan, pencapaian tujuan,
perawatan mandiri, dan adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan
berdampak pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat.
xiii
Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi
sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya kesehatan
masyarakat. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model
keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner
model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama
keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model yang
menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kesehatan, dan (2)
proses keperawatan.
Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas dengan masyarakat
tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus yaitu
meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat
(Kreuter, Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka
dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap
kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat (Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004).
Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya
masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta
keberlanjutan koalisi perawat spesialis komunitas-masyarakat (Bracht, 1990).
xiv
memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan (Mapanga & Mapanga,
2004).
Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan
mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat
maka ia juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin
memiliki prinsip “bekerja bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja untuk” masyarakat,
oleh karena itu perawat spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan
kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun
kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas,
kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan, 2001), namun perawat spesialis
komunitas perlu membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang
terkait (Robinson, 2005), misalnya: profesi kesehatan lainnya, penyelenggara pemeliharaan
kesehatan, Puskesmas, donatur / sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh
masyarakat.
Berdasarkan hubungan elemen-elemen di atas, maka penulis mencoba untuk
merumuskan sebuah model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan
kesehatan masyarakat yang dijiwai oleh ideologi entrepreneurialisme. Model kemitraan
keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat merupakan suatu
paradigma yang memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep penting, tujuan dan
proses dalam tindakan pengorganisasian masyarakat yang difokuskan pada upaya
peningkatan kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies & McEwan, 2001). Konsep utama
dalam model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai dan kepercayaan yang
dianut, pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan kepemimpinan yang didasarkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip kewirausahaan dan advokasi masyarakat.
xv
c. Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui surat menyurat, telepon,
kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi, AD/ART.
d. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama mitra dalam upaya
mencapai tujuan, melalui: diskusi, forum pertemuan, kunjungan kedua belah pihak, dll
e. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan dan tanggung
jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan sumberdaya yang tersedia di masing-
masing mitra kerja, dll. Kalau ini sudah ditetapkan, maka setiap pihak terbuka
kesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang lebih bervariasi sepanjang
masih dalam lingkup kesepakatan.
f. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja dan jadwal
kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab.
g. Melaksanakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang telah disepakati
bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan berkala, dll.
h. Pemantauan dan evaluasi
xvi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
xvii
3.2 Saran-Saran
1. Dapat dikembangkannya model praktik keperawatan komunitas yang terintegrasi antara
praktik keperawatan dengan basis riset ilmiah.
2. Mengenalkan model praktik keperawatan komunitas.
3. Meningkatkan proses berpikir kritis dan pengorganisasian pengembangan kesehatan
masyarakat.
4. Meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan masyarakat dan sektor terkait.
5. Meningkatkan legalitas praktik keperawatan spesialis komunitas.
6. Mendorong praktik keperawatan komunitas yang profesional
xviii
DAFTAR PUSTAKA
xix