Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

TEKNIK PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA PASIEN TIRAH BARING

Ditujukan untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan

Stase Keperawatan Medikal Bedah Ners

Semester I

Disusun Oleh :

Yolanda Sri Bhunga (I4B022001)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2022
Satuan Acara Pembelajaran (SAP)

Pokok bahasan : Teknik pencegahan decubitus pada pasien tirah baring


Sub pokok bahasan :
a. Penjelasan terkait dekubitus, penyebab dan faktor risiko
b. Penjelasan Teknik-teknik pencegahan dekubitus
Sasaran : Wanita usia 51 tahun dan Keluarga klien.
Tempat : Ruang cempaka, RSUD Margono Soekarjo
Hari dan tanggal :
Waktu : 12.30 WIB
Pembicara/pengampu : Yolanda Sri Bhunga
A. Deskripsi Pembelajaran :
Pembelajaran ini dilaksanakan sekitar 15 menit dan akan membahas tentang
pengertian dekubitus serta teknik yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya dekubitus
B. Capaian Pembelajaran Umum :
Peserta didik mampu mengaplikasikan Teknik pencegahan dekubitus secara
rutin agar integritas kulit tetap terjaga
C. Capaian Pembelajaran Khusus :
1. Peserta didik Mampu menjelaskan dekubitus
2. Peserta didik Mampu menjelaskan dan melakukan salah satu Teknik
pencegahan dekubitus.
D. Metode : Ceramah dan Demonstrasi
E. Media : Leaflet
F. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) :
Kegiatan
No. Waktu Pemateri Peserta
Pembelajaran
1. 2 menit Pembukaan  Perkenalan  Memperhatikan
 Kontrak Waktu  Menyetujui
 Penyampaian waktu
Tujuan dilakukannya
Pendidikan
kesehatan
 Menanyakan  Menjawab
pengetahuan pertanyaan
peserta didik sesuai
terkait dekubitus pengetahuan
 Menyampaikan  Memperhatikan
secara singkat penjelasan dan
2. 3 menit Ceramah pengertian mencatat
dekubitus penjelasan yang
 Menjelaskan penting
Teknik yang
dapat dilakukan
untuk mencegah
dekubitus
 Menjelaskan  Menjawab teknik
ulang Teknik apa pencegahan
saja yang dapat dekubitus
Praktik untuk dilakukan untuk  Membantu
3. 4 menit mencegah mencegah pasien
dekubitus menerapkan
dekubitus
 Mencoba salah pencegahan
satu teknik untuk decubitus
diterapkan saat
itu
Membuka sesi Menanyakan materi
4. 3 menit Diskusi pertanyaan bagi klien yang belum
maupun keluarga dipahami
 Meminta  Peserta didik
keluarga untuk menyampaikan
menyimpulkan
kesimpulan
5. 3 menit Penutup hal yang ia
dapatkan selama berdasarkan
Pendidikan pemahamannya
kesehatan

G. Evaluasi :
1) Evaluasi struktur:
Adanya pembicaraan dan peserta di tempat, adanya materi dan media
yang disiapkan
2) Evaluasi proses:
 Peserta mendengarkan dan memerhatikan pembicara
 Pesrta mengajukan pertanyaan kepada pembicara
 Proses Pendidikan kesehatan berjalan lancar dan kondusif
3) Evaluasi output :
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan pengertian decubitus
 Pasien dan keluarga mampu menyebutkan Teknik yang dapat
dilakukan untuk mencegah decubitus
 Pasien dan keluarga mampu melakukan salah satu Teknik
untuk mencegah dekubitus

H. Daftar Pustaka :
Chou R et al. Pressure Ulcer Risk Assessment and Prevention. Ann
Intern Med. 2013; 159(10):718.

Madadi Z, Zeighami R, Azimian J, Javadi. A. The Effect of Topical Olive Oil


on Prevention of Bedsore in Intensive Care Units Patients. Int J Res Med
Sci. 2015; 3 (9):2342–7.

Ningsih, A., & Darwis, I. (2019). Risti Graharti I Terapi Madu Pada Penderita Ulkus Diabetikum Medula.
Medula, 9(1).

Prastiwi, F., & Lestari, S. P. (2021). Tinjauan Literatur EFEKTIFITAS MINYAK ZAITUN DALAM PENCEGAHAN
ULKUS DEKUBITUS. In Majalah Kesehatan (Vol. 8, Issue 4).

 
Lampiran (materi):

1. Pengertian Dekubitus
Ulkus dekubitus didefinisikan sebagai kerusakan pada kulit dan jaringan di
bawahnya yang disebabkan oleh proses iskemik pada kulit yang tertekan. Faktor risiko
untuk komplikasi ini termasuk suhu kulit tinggi, kelembaban, kurangnya
pergerakan pada pasien tirah baring dan adanya gaya gesek pada kulit. Ulkus dekubitus
cenderung muncul ketika jaringan lunak dikompresi pada tulang yang menonjol pada
pasien (Chou et al, 2013; and Madadi et al, 2015). Bagian tubuh yang sering mengalami
ulkus/ luka dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit,
pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Lokasi yang
sering terkena dekubitus adalah daerah tumit, siku, kepala bagian belakang, dan daerah
sekitar bokong.
2. Etiologi
Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke seluruh lapisannya.

Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka kulit akan mati, yang dimulai pada

lapisan kulit paling atas (epidermis).

Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan

menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang mengalami kekurangan oksigen

pada mulanya akan tampak merah dan meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus).

Gerakan yang normal akan mengurangi tekanan sehingga darah akan terus mengalir.

Kulit juga memiliki lapisan lemak yang berfungsi sebagai bantalan pelindung terhadap

tekanan dari luar (Kozier, 1991).

3. Tanda dan gejala dekubitus


Perlu diwaspadai terjadinya dekubitus jika ditemui tanda-tanda seperti kulit

tampak kemerahan yang tidak hilang setelah tekanan ditiadakan, pada keadaan yang lebih

lanjut kulit kemerahan di sertai adanya pengelupasan sedikit. Bila keadaan ini dibiarkan

setelah 1 minggu akan terjadi kerusakan kulit dengan batas yang tegas. Biasanya kerusakan
ini bisa mencapai tulang dan lapisan di bawah kulit. Luka tekan yang tidak ditangani

dengan baik dapat mengakibatkan infeksi yang lebih luas sehingga masa perawatan pasien

menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit.

4. Grade dekubitus

Berikut merupakan tingkatan luka decubitus:

- Grade 1 : Terjadi kemerahan pada kulit


- Grade 2 : Kehilangan kulit superfisial ( dermis dan epidermis )
- Grade 3 : Kehilangan jaringan subkutan
- Grade 4 : Kehilangan jaringan sampai pada otot, tendon dan tulang

5. Faktor resiko
Faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu :

1) Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,

sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus

menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi berisiko tinggi untuk

terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian

luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di

Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk

perkembangan luka tekan.

2) Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk

merasakan sensari nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi

dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.
3) Kelembaban

Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya

maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah

mengalami erosi. Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena

pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih

signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia urin karena adanya

bakteri dan enzim pada feses dapat

merusak permukaan kulit.

4) Tenaga yang merobek ( shear )

Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh

darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang

menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika

pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat. Pada posisi ini

pasien bisa merosot ke bawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah

namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah,

serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan

sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

5) Pergesekan ( friction)

Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan.

Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit.

Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
6) Nutrisi

Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi

sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter

(2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan

penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak

mencukupi.

7) Usia

Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena

kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan

kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,

penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis.

Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi

berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8) Tekanan arteriolar yang rendah

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan

sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan

menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom (1992) menemukan

bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada

perkembangan luka tekan.

9) Stress emosional

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan

faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.


10) Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek

toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002)

ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka

tekan.

11) Temperatur kulit

Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor

yang signifikan dengan risiko terjadinya luka tekan.

6. Pencegahan dekubitus
Upaya pencegahan dekubitus menurut berbagai ahli secara garis besar meliputi

mobilisasi, perawatan kulit, penggunaan alat/ sarana dan penataan lingkungan perawatan

serta pendidikan kesehatan (Basta, 1991; Mc. Farland, 1993; Bell & Mathew, 1993;

Ortwitch, 1995 dalam Noviaestari, 1997) serta pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi

yang adekuat (Kozier, 1991).

Perawatan yang dapat dilakukan adalah :

1) Rubah posisi pasien sedikitnya 2 jam sekali. Ketika merubah hindari pergesekan

seperti menggeser pasien dengan linen atau alat-alat lain.Merubah posisi dapat

menghindari penekanan pada area kulit yang lama.

2) Anjurkan masukan nutrisi yang tepat dan cairan yang adekuat. Cairan yang adekuat

dapat memberikan hidrasi/kelembaban yang baik pada kulit.

3) Segera bersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat iritatif terhadap kulit. Cuci

dan keringkan daerah tersebut dengan segera. Kulit yang terkenan fesef atau urin yang

lama dapat merusak lapisan kulit.


4) Laporkan adanya area kemerahan dengan segera. Iritasi dapat ditandai dengan adanya

kemerahan pada kulit.

5) Jaga agar linen tetap kering, bersih dan bebas dari kerutan/ tidak kusut dan benda

keras.

6) Lakukan latihan ROM minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Latihan

gerak / ROM dapat mencegah terjadinya atrofi otot pada tirah baring yang lama.

7) Gunakan kasur busa, kasur kulit, atau kasur perubah tekanan. Jika pasien harus

menjalani tirah baring dalam waktu yang lama, bisa digunakan kasur khusus, yaitu

kasur yang diisi dengan air atau udara.

8) Jaga agar kulit tetap bersih dan kering kelembaban kulit yang berlebih dapat beresiko

mengalami dekubitus. lipatan dan kerutan dapat meningkatkan tekanan pada

permukaan kulit. Serta berikan masase menggunakan minyak zaitun atau minyak

kelapa

 EBN Penggunaan minyak zaitun untuk mencegah decubitus:

Berdasarkan penelitian (Ningsih & Darwis, 2019; Prastiwi & Lestari, 2021)

P : Pasien tirah baring yang berisiko mengalami dekubitus

I : Pemberian minyak zaitun dengan memijat dan mengoleskannya pada

daerah-daerah tonjolan tulang secara rutin setiap hari.

C : Dikombinasikan dengan madu dapat mempercepat proses penyembuhan

luka dekubitus

O : Setelah 30 hari pengobatan, perbaikan signifikan dalam ukuran luka,

kedalaman, dan tepi; jenis dan jumlah jaringan nekrotik; jenis dan jumlah

eksudat; warna lingkungan luka; dan skor edema jaringan perifer

Anda mungkin juga menyukai