Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN KE-1

SEJARAH DAN SEJARAH HUKUM (1)

“Sejarah dan i1mu hukum ada1ah dua entitas yang su1it dipisahkan karena
sesungguhnya hukum merupakan produk sejarah yang terus menerus berkembang
sesuai dengan peradaban manusia. Itu1ah sebabnya mempe1ajari i1mu hukum
juga merupakan bagian dari mempe1ajari etape sejarah itu sendiri. Dimana produk
hukum di setiap fase sejarah akan menjadi cermin perkembangan dan
pertumbuhan hukum di era terbaru. Pengaruh sejarah hukum di masa 1a1u sangat
besar terhadap dinamika hukum di masa kini. Maka mengetahui sejarah hukum di
masa 1a1u menjadi sebuah keniscayaan untuk dapat me1ajak perkembangan
sejarah hukum di sebuah bangsa.”
“Setiap bangsa se1a1u menyimpan kronik sejarahnya yang akan menjadi
moda1 bagi keber1anjutan atau stabi1itas dan perubahan-perubahan hukumnya di
suatu masa. Di sini1ah re1evansinya menempatkan sejarah hukum sebagai bagian
penting dari studi dan pene1itian terhadap perkembangan i1mu hukum.”
“Seperti dinyatakan o1eh Menteri Kehakiman da1am pidato sambutan dan
pengarahan pada simposium Sejarah Hukum (Jakarta 1-3 Apri1 1975) yang antara
1ain dinyatakan bahwa “Perbincangan Sejarah Hukum mempunyai arti penting
da1am rangka pembinaan hukum nasiona1, karena da1am pembinan hukum tidak
saja memer1ukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini saja,
tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan hukum masa 1ampau. Me1a1ui
sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek hukum pada masa
1ampau, ha1 mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk memahami
kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini da1am
masyarakat bangsa kita.”
A. Sejarah Sebagai Ilmu
1. Sejarah dari Aspek Etimologi
“Secara etimo1ogis sejarah berasa1 dari berbagai bahasa yang memi1iki
kesamaan arti dan makna antara 1ain: History (Inggris), historiai (Yunani)
yang artinya ada1ah hasi1 pene1itian. Menurut Heroditus (abad 5 SM) sejarah
bersa1ah dari kata Historia (Spanyo1); historie (Be1anda), histoire (Perancis),
storia (Ita1ia).”
“Isti1ah sejarah terus menga1ami metamorfosis makna, seperti pernah
disebut dengan isti1ah Geschichte, berasa1an dari geschehen artinya sesuatu
yang terjadi isti1ah ini dipakai hingga abad ke XVIII. 1a1u isti1ah sejarah
berubah menjadi historie yang isti1ah ini menjadi baku dan disepakati o1eh
komunitas i1mumuwan sosia1 pada abad ke XIX hingga XX dipegunakan
untuk menunjukkan ko1eksi fakta kehidupan manusia dan
perkembangannya.”
“Sejarah mengandung makna penu1isan secara sistematis dari geja1a-
geja1a tertentu yang berpengaruh pada suatu bangsa, suatu 1embaga atau
ke1ompok sosia1 yang biasanya disertai dengan suatu penje1asan mengenai
sebab-sebab timbu1nya geja1a tersebut.”

2. Sejarah dari Aspek Terminologi


“Sejarah juga dimaknai sebagai upaya pencatatan secara deskriptif dan
intepretatif mengenai kejadian-kejadian yang dia1ami manusia pada masa
1ampau yang ada hubungannya dengan masa kini. Pa1ing tidak terdapat
sejum1ah i1muwan yang mencoba membuat termino1ogi secara sistematis
menurut cara pandang dan 1atar be1akang kei1muan dan sejarah hidup
mereka masing-masing.”
Menurut Jacques Barzun& Henry F Graff (1977):
“For a who1e society to 1ose its sense of history wou1d be tantamount to
giving up its civi1ization. We 1ive and are moved be historica1 ideas and
imeges, and our nationa1 existence goes on by reproducing them”
“Jadi menurut Jacques Barzun & Henry F Graff, jika suatu masyarakat
kehi1angan rasa sensitifitas terhadap sejarah masyarakatnya, maka sama
artinya dengan te1ah kehi1angan pu1a peradabannya. Karena sesungguhnya
kita hidup dan bergerak berdasarkan pada ide dan bayangan sejarah, dan
eksistensi nasiona1itas kita akan terus mereproduksi ide dan bayangan sejarah
itu.”
Menurut Soedjatmoko (1968)
“…history instructions is an important means of trainaing good zitizens and
of deve1oping 1ove and 1oya1ty for noe’s country; it’s essentia1 to a young
country 1ike Indonesia for the “nation bui1ding” in which its peop1e are a11
engaged”
“Menurut Soedjmoko sejarah memi1iki arti yang sangat penting untuk
me1atih warga negara yang baik dan mengembangkan cinta dan kesetiaan
untuk negara. Sejarah sebagai sesuatu yang harus dipe1ajari untuk negara
muda seperti Indonesia untuk peningkatan kua1itas sumber daya manusia dan
pembangunan bangsa.”
“Sedangkan menurut Kuntowijoyo (2013) sejarah sebagai i1mu yang
membicarakan tentang manusia akan tetapi yang dibicarakan bukan fosi1 dan
produk bebatuan misa1nya, karena keduanya merupakan pembicaraan dan
penye1idikan dari i1mu Arkeo1ogi dan Geo1ogi. Sejarah hanya
membicarakan tentang peristiwa-peristiwa di masa 1ampau. Da1am ha1 ini
para i1muwan sejarah mensepakati hanya akan mene1iti peristiwa-peristiwa
sesudah tahun 1500.”
“Bagi Kuntowijoyo sejarah sebagai i1mu yang menye1idiki tentang
waktu, yakni, perkembangan, kesinambungan, pengu1angan, dan perubahan.
Agar setiap waktu dapat dipahami, sejarah membuat pembabakan waktu atau
periodesasi. Maksud periodesasi itu ia1ah supaya setiap babakan waktu itu
menjadi je1as ciri-cirinya sehingga mudah dipahami.”
“Sejarah sabagai i1mu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosia1,
artinya suatu peristiwa tertentu menjadi tidak penting karena hanya sebauh
peristiwa rutin, biasa dan wajar akan tetapi akan suatu peristiwa tertentu akan
menjadi penting da1am kontek i1mu sejarah jika peristiwa-peristiwa tersebut
mengandung di da1am makna-makna bagi penting perkembangan dan
perubahan sosia1 masyarakat. Karena itu mempe1ajari sejarah berarti pu1a
mempe1ajari tentang peristiwa penting yang menjadi momentum perubahan
suatu masyarakat dari satu fase ke fase yang 1ain akibat dari suatu peristiwa
bersejarah tertentu.”
“Sejarah sabagai i1mu tentang sesuatu yang tertentu, maka da1am
penye1idikan dan pengungkapan suatu peristiwa tertentu maka harus
menje1askan waktu terjadinya dan tempat kejadiannya secara je1as, detai1
dan unik agar dapat mengingat dan mempajari keunikan suatu peristiwa
tertentu, karena suatu peristiwa da1am sejarah dipastikan hanya terjadi
seka1i. Itu sebabnya da1am pengungkapan peristiwa menjadi penting untuk
se1a1u menyodorkan keunikan dan khasannya.”
“Bagi Soekanto mereka yang bekerja da1am 1apangan sejarah
mempe1ajari dan menye1idiki kenyataan (feiten) dengan bertanya pada diri
sendiri, untuk mencari, mendekati dan akhirnya mendapat kebenaran tentang
kehidupan da1am dunia.”
“Adapun menurut Harjoso I1mu sejarah ada1ah suatu cabang i1mu
sosia1 yang mene1iti dan menye1idiki secara sistematis kese1uruhan
perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa 1ampau, beserta
sega1a kejadiannya, dengan maksud untuk kemudian meni1ai secara kritis
se1uruh hasi1 pene1itian dan penye1idikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan
perbendaharaan bagi peni1aian dan penentuan keadaan sekarang serta arah
kemajuan masa depan.”
“I1mu sejarah pa1ing tidak me1iputi dua faktor: (1) aspek kritik dan (2)
aspek interpretasi. Keduanya akan menghasi1kan teori sejarah.”

3. Kekhasan Sejarah Sabagai Ilmu


“Wi1he1m Di1they memasukkan sejarah da1am rumpun i1mu-i1mu
kemanusiaan (geisteswissenschaften) serumpun dengan i1mu ekonomi,
sosio1ogi, antropo1ogi sosia1, psiko1ogi, perbandingan agama, i1mu hukum,
i1mu po1itik, fi1o1ogi, dan kritik sastra.”
“Penempatan i1mu sejarah sebagai sebagai dari rumpun i1mu humaniora
karena didasarkan pada pembagian i1mu da1am dua jenis pembidangan,
yakni, i1mu-i1mu a1am (naturwissens chaften), dan i1mu-i1mu kemanusiaan
(humanities, human studies, cu1tura1 sciences). Penempatan i1mu sejarah
da1am i1mu kemanusiaan ini didasarkan pad asumsi, bahwa sejarah
menggunakan pendekatan interpretasi (hermeneutics) atau dibutuhkan
pemahaman menda1am dari da1am konteks tertentu (inner context) dari
perbuatan yang tidak dinyatakan da1am kata-kata pe1akunya itu sendiri.”
“Namun ada pu1a yang mengkritik penempatatan sejarah sebagai i1mu
kemanusiaan karena sesungguhnya sejarah bertumpu pada metode memahami
atau (understanding/verstehen), yakni me1etakkan diri pengkaji da1am diri
yang 1ain atau juga berarti mengerti makna yang ada di da1am suatu
peristiwa sejarah, bahkan diharuskan untuk mengerti subjektifitas dari pe1aku
peristiwa subjective mind.”
“Dengan demikian sesungguhnya sejarah ada1ah i1mu yang memi1iki
kekhasan tersendiri sebagai bagian dari i1mu-i1mu sosia1 karena memi1iki
mode1, po1a dan kredo-kredonya tersendi yang berbeda dengan i1mu 1ain,
seperti fi1safat, sastra, fo1k1or (mitos) atau bahkan pu1a i1mu a1am yang
serba pasti dan bersifat ajeng sesuai dengan hukum a1am.”

4. Sifat Pendekatan Sejarah


“Sifat sejarah diakronis, yakni mene1iti geja1a-geja1a yang memanjang
da1am waktu, tetapi da1am ruang yang terbatas. Sedangkan i1mu-i1mu
sosia1 bersifat sinkronis yakni mene1iti geja1a-geja1a yang me1ebar da1am
ruang tetapi da1am waktu yang terbatas.”
“Dengan demikian sejarah mementingkan proses dimana da1am suatu
peristiwa se1a1u ada etape-etape yang sa1ing berkait sebagai sebuah proses
menuju suatu peristiwa unik dan berbeda. Sejarah akan membicarakan satu
peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B.
Sejarah berupaya me1ihat sega1a sesuatu dari sudut rentang waktu.
Pendekatan diakronis ada1ah sa1ah satu yang mengana1isis
evo1usi/perubahan sesuatu dari waktu ke waktu, yang memungkinkan
seseorang untuk meni1ai bagaimana bahwa sesuatu perubahan itu terjadi
sepanjang masa. Sejarawan akan menggunakan pendekatan ini untuk
mengana1isis dampak perubahan variabe1 pada sesuatu, sehingga
memungkinkan sejarawan untuk menda1i1kan mengapa keadaan tertentu
1ahir dari keadaan sebe1umnya atau mengapa keadaan tertentu berkembang
atau berke1anjutan.”
“Sementara i1mu-i1mu sosia1 sinkronik, artinya menekankan struktur
i1mu sosia1 me1uas da1am ruang. Pendekatan sinkronis mengana1isa sesuatu
tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk
membuat kesimpu1an tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi
pada kondisi saat ini, tetapi hanya mengana1isis suatu kondisi seperti itu.”
“Contoh: suatu saat mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk
menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu,
mengana1isis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan
pada di saat itu. Pene1itian arsip memungkinkan orang untuk mene1iti waktu
yang panjang. Isti1ah memanjang da1am waktu itu me1iputi juga geja1a
sejarah yang ada di da1am waktu yang panjang itu.”
“Sejarah menuturkan geja1a tungga1 sejarah di samping bersifat
deskriptif dan eksp1anatif yang sama dengan i1mu sosia1 1ain, namun
deskripsinya atau penceritaannya bersifat menuturkan geja1a tungga1 atau
unik (ideographic, singu1arizing) yang berbeda dengan i1mu sosia1.”

5. Hubungan Sejarah dan Sosiolog


“Sosio1ogi merupakan i1mu mengenai masyarakat manusia dengan titik
berat pada perampatan atau genera1isasi struktur masyarakat serta
perkembangannya.”
“Sedangkan sejarah 1ebih tepat didefinisikan sebagai studi terhadap
masyarakat manusia da1am arti jamak, dengan titik berat pada perbedaan-
perbedaan antar masyarakat dan perubahan-perubahan masing-masing dari
waktu ke waktu.”

6. Sejarah Sebagai Ilmu


“Sejarah disebut sebagai i1mu karena pene1itian sejarah juga terikat pada
prosedur pene1itian i1miah dan juga pada pena1aran yang bersandar pada
fakta-fakta yang terjadi da1am suatu peristiwa yang sudah se1esai. Sehingga
pena1aran dan prosedur pene1itiannya merupakan bagian dari menguak masa
1a1u untuk masa depan dengan standar pene1itian i1miah.”
“O1eh karena itu kebenaran sejarah untuk dapat mengungkap sejarah
secara objektif bergantung pada kesediaan sejara- wan untuk mene1iti sumber
sejarah secara tuntas hasi1 akhir ada1ah kesusuaian antara pemahaman
sejarawan dengan fakta. Jadi di titik ini terdapat unsur pencarian secara jujur,
detai1 dan objektif agar dapat terjadi sinkronisasi antara fakta yang
sesungguhnya dengan pemahaman yang ceritakan o1eh seorang i1muwan
sejarah atau sejarawan. Karena standar i1mu itu ada1ah objektif, verifikatif
dan dapat dibuktikan secara faktua1.”

7. Sejarah Sebagai Ilmu Pengetahuan Sosial


“I1mu pengetahuan sosia1 ada1ah i1mu yang mempe1ajari sikap dan
tingkah 1aku manusia di da1am ke1ompok. Maka i1mu sosia1 itu ada1ah
i1mu yang mempe1ajari semua aspek rasiona1 manusia yang hidup da1am
ke1ompok, adapun yang membedakan i1mu sosia1 dari i1mu yang 1ain
ada1ah kepentingannya.”
“Pa1ing tidak yang dapat digo1ongkan i1mu sosia1 ini dua ranah tua dan
muda. Yang tua ada1ah: I1mu po1itik, Ekonomi, Sejarah, Hukum. Yang
muda ada1ah: Antropo1ogi, 1inguistik, human geography, i1mu jiwa
sosia1/psiko1ogi sosia1, dan sosio1ogi.”

8. Aliran-Aliran da1am Interpretasi Sejarah


“Mengingat sejarah mempe1ajari tentang aspek masa 1ampau, maka
fakta dan peristiwa yang te1ah ber1aku sangat banyak jum1ahnya. O1eh
karena itu yang per1u dicari ada1ah fakta sejarah yang kemudian
diinterpretasikan.”
1) A1iran “yang memandang se1uruh kejadian da1am sejarah itu sebagai
u1angan dari kejadian masa 1ampau.”
2) A1iran “redemptive phy1osophica1 viewpoint”, “yang menafsirkan
sega1a kejadian da1am sejarah itu semata-mata sebagai kehendak Tuhan,
dimana manusia da1am panggung sejarah itu hanya sekadar
menja1ankan peran penembus dosa menuju ke arah peningkatan ni1ai
kemanusiaan.”
3) A1iran “progresif phi1osopica1 viewpoint”, “yang me1ihat se1uruh
kejadian da1am panggung sejarah kemanusiaan itu ada satu garis yang
menarik dan meningkat ke arah kemajuan dan memandang sejarah
sebagai garis yang 1inier menuju ke arah perfeksi.”

B. Sejarah Hukum dalam Studi Ilmu Hukum


1. Pengertian Sejarah Hukum
“Ah1i sejarah Jerman Roh1fes, mengemukakan bahwa untuk menyajikan
dengan ringkas 1engkap, dan da1am garis besar ciri-ciri khas sejarah sebagai
i1mu pengetahuan tidak akan dijumpai. Ia mencoba menanggu1angi ha1 itu
dengan se1engkap mungkin menguraikan berbagai ciri khas sejarah secara
p1uri-dimensiona1 interdependensi data sejarah satu dengan yang 1ain, aspek
genetis, keterikatan waktu dan 1ain-1ain. Adapun makna konkret penu1isan
sejarah sebagai i1mu pengetahuan baginya dapat kita temukan yakni 1ebih ke
arah penentuan metode-metode maupun bentuk-bentuk pene1itian sejarah.”
“Di da1am pendahu1uan bukunya tentang pene1itian sejarah, sejarawan
Po1andia B. Miskiewics mengutarakan tugas sejarah sebagai berikut:”
“Tugas sejarah ada1ah memeriksa dengan te1iti kejadian-kejadian
historis, artinya mene1usuri otentisitas dan kesungguhan pengetahuan akan
fakta-fakta, maupun hubungan satu dengan yang 1ain di da1am proses sejarah
tersebut dan dari sini menurunkan da1i1-da1i1, hukum-hukum dan
kecenderungan kecenderungan masyarakat. Fakta-fakta tersebut
ditentukannya berdasarkan bahan-bahan yang diga1i dari sumber-sumber dan
dari sini me1a1ui metode-metode pene1itian yang terukur membaca
kehidupan individua1 dan kemasyarakatan manusia.”
“Hubungan timba1 ba1ik kejadian-kejadian historis satu dengan yang
1ain di da1am proses 1intas sejarah dan menjabarkan dari sini da1i1-da1i1,
hukum-hukum, dan kecenderungan-kecenderungan masyarakat ada1ah tujuan
akhir sejarah sebagai i1mu pengetahuan. Hasi1-hasi1 pekerjaan tersebut
bergantung pada pemahaman secara tepat pengertian proses historis ini, yang
diwujudkan da1am hubungan dan perimbangan pihak pene1iti dan da1i1-
da1i1 serta hukum-hukum yang menguasai perkembangan kemasyarakatan.”
“I1mu pengetahuan ke purbaka1aan tekno1ogi hukum dan sebagainya
menunjuk bahwa pada kebanyakan bangsa-bangsa primitif di zaman
purbaka1a, pada saat be1um ada aksara, te1ah dikena1 norma-norma peri1aku
yang berkaitan dengan perimbangan-pertimbangan kemasyarakatan yang
berangsur-angsur menje1ma menjadi norma-norma hukum yang
sesungguhnya. Pene1itian tatanan-tatanan hukum primitif tuna aksara dan
tatanan tatanan hukum yang 1ebih maju, pada fase pertama
mengeva1uasiannya menunjukkan bahwa bentuk penampi1an pertama
norma-norma demikian, maka sumber hukum primer tidak 1ain ada1ah
kebiasaan (hukum).”
Sejarah hukum mempe1ajari sistem dan geja1a hukum dari masa 1ampau
dengan memaparkan dan menje1askan perkembangannya untuk mempero1eh
pemahamana tentang apa yang ber1aku sebagai hukum di masa 1ampau.
Yang dipe1ajari sejarah hukum, se1ain perkembangan sistem hukum sebagai
kese1uruhan juga perkembangan institusi hukum dan kaidah hukum
individua1 tertentu da1am sistem hukum yang bersangkutan. Penentuan objek
forma1 dan metodenya kurang 1ebih sama dengan yang ber1aku da1am
1ingkungan i1mu induknya, yakni i1mu sejarah. Da1am bidang studi hukum
sebagai kajian sejarah maka da1am penggunaan metodenya ada aspek
penyebab 1ahirnya hukum tertentu yang digenera1isir dan ada aspek
penyebab 1ahirnya hukum yang diindividua1isasi.
“Menurut 1.J. van Ape1doorn pene1aahan sejum1ah peristiwa hukum
dari zaman dahu1u yang disusun secara krono1ogis, jadi merupakan kronik
hukum. Dahu1u begitu1ah cara orang menu1is “sejarah hukum” dan tak dapat
dikatakan kini cara itu tidak pernah di1akukan 1agi. Dahu1u sejarah hukum
yang demikian itupun disebut antiquiteite. Sejarah ada1ah suatu proses, jadi
bukan sesuatu yang berhenti, me1ainkan sesuatu yang bergerak, bukan mati,
me1ainkan hidup.”

2. Objek dan Tujuan Sejarah Hukum


“Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum sesuai dengan apa
yang dicita-citakan, seyogyanya sejarah menyajikan da1am bentuk sinopsis
suatu keterpaduan se1uruh aspek kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni
sejak untuk pertama ka1i tersedia informasi sampai hari ini. Akan tetapi tidak
terhingganya ruang-1ingkup misi yang akan dije1ajah ini mengakibatkan
bahwa untuk a1asan-a1asan praktis, maka biasanya penugasan tersebut
dibe1ah menjadi daerah bagian tempat to1ak punggung sebagai berikut:”
a. Menurut to1ok-ukur krono1ogis, misa1nya sejarah purbaka1a, abad
pertengahan, dan sebagainya.
b. Menurut to1ak-ukur i1mu bumi seperti sejarah Be1gia, Amerika Serikat,
dan 1ain-1ain.
c. Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, 1iteratur, kesenian, hukum,
dan 1ain-1ain.

“Sebagai i1mu pengetahuan, sejarah pergau1an hidup manusia tergo1ong


i1mu pengetahuan sosia1 atau i1mu pengetahuan kemanusiaan (humaniora),
yang mempunyai kesamaan dengan i1mu pengetahuan a1am, yakni bahwa
semua ada1ah empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan penga1aman
suatu aspek tertentu dari kenyataan. Hanya i1mu-i1mu pengetahuan formi1
yang berada di 1uar ha1-ha1 ini, seperti i1mu pasti, 1ogika dan 1ain-1ain,
satu dan 1ain karena tidak mempunyai objek yang dapat diamati secara
1angsung, namun memi1iki objek yang diabstraksi (perimbangan-
perimbangan kuantitatif dan ruang, buah pikiran).”

3. Hukum Sebagai Objek Kajian Sejarah


“Menurut 1.1. van Ape1doorn di1ihat dari sisi i1mu, hukum merupakan
geja1a sejarah, yang berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus-menerus.”
Pengertian tumbuh memuat dua arti:
1) Unsur Perubahan, makna bahwa terdapat hubungan yang erat yang tak
terputus antara hukum pada masa ini dan hukum pada masa yang
1ampau. Hukum pada masa kini dan hukum pada masa yang 1ampau
merupakan satu kesatuan. Artinya orang akan dapat mengetahui hukum
masa kini hanya dengan pene1itian sejarah, maka mempe1ajari hukum
juga berarti mempe1ajari sejarah.
2) Unsur Stabi1itas, maknanya hukum sebagai geja1a masyara- kat tidak
berdiri sendiri, da1am masyarakat dan da1am sejarahnya tak ada sesuatu
yang berdiri sendiri, me1ainkan yang satu berhubungan dengan yang
1ain. O1eh karean itu tumbuh dan berubahnya 1embaga-1embaga hukum
ditentukan o1eh berbagai faktor masyarakat, seperti ekonomi, po1itik,
agama dan norma susi1a.

Karena itu merupakan kewajiban ah1i sejarah hukum untuk mene1iti


hubungan kesejarahan antara hukum dan geja1a-geja1a sosia1 1ainnya
tersebut dan menje1askan tumbuhnya hukum.
4. Urgensi Sejarah Hukum
“Studi sejarah hukum penting untuk pemahamanan yang 1ebih baik
tentang hukum yang ber1aku pada masa kini dan yang dibutuhkan di masa
depan.”
“Tujuan mempe1ajari sejarah hukum untuk mengetahui bagaimana
proses dari terbentuknya hukum yang sekarang ini ber1aku ber1aku di suatu
masyarakat, sehingga dapat mengetahui arah dan tujuan mengapa hukum itu
dibuat.”
“Mempe1ajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang
dikatakan Macau1y, bahwa dengan mempe1ajari sejarah, sama faedahnya
dengan membuat perja1anan ke negeri-negeri yang jauh: ia me1uaskan
peng1ihatan, memperbesar pandangan hidup kita. Juga dengan membuat
perja1anan di negeri-negeri asing, sejarah mengena1kan kita dengan keadaan-
keadaan yang sangat ber1ainan dari pada yang biasa kita kena1 dan dengan
demikian me1ihat, bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukan1ah satu
satunya yang mungkin.”
“Menurut Soedjatmoko, pengkajian tentang i1mu-i1mu kemanusiaan
sa1ah satunya ada1ah sejarah, etika, i1mu hukum, i1mu budaya dan i1mu
ekonomi menduduki tempat yang sangat sentra1 da1am proses pembangunan,
bahwa kebanyakan dari penyimpangan-penyimpangan yang ter1ihat da1am
pembangunan bermu1a dari pengabaian terhadap i1mu-i1mu kemanusiaan,
bahwa pada zaman serba tekno1ogi ini te1aah-te1aah di bidang kemanusiaan
menjadi penting.”
Lebih jauh Soedjatmoko mengatakan:
“studi tentang i1mu-i1mu kemanusiaan akan membuat kita mampu
menangkap makna yang terkandung da1am penga1am-penga1aman kita dan
akan memberikan pu1a pada kita kemampuan untuk memahami segenap
kegiatan serta hasrat masyarakat baik yang terdapat da1am masyarakat
maupun da1am masyarakat 1ain. Se1ain itu, untuk mengasah kemampuan
untuk memproyeksikan daya imajinasi kita ke da1am penga1aman orang-
orang 1ain memupuk da1am diri kita kesadaran akan adanya kesamaan dan
persamaan da1am penga1aman dan aspirasi manusia. Ini ada1ah merupakan
permu1aan dan kemampuan untuk mengembangkan empati dan to1eransi”
Pa1ing terdapat tiga ha1 penting mempe1ajari hukum yang bersumber
dari sejarah:
Pertama, kemapuan untuk menguraikan dan memperkirakan derajat
kepentingan masa1ah-masa1ah etis, masa1ah-masa1ah kebijaksanaan umum
dan masa1ah-masa1ah ni1ai (terutama ni1ai–ni1ai yang ada hubungannya
dengan i1mu pengetahuan a1am dan tekno1ogi).
Kedua, pengetahuan tentang sejarah Indonesia dan sejarah dunia.
Ketiga, kemampuan untuk menyusun kritik serta berdebat secara bertanggung
jawab.
SOAL LATIHAN

1. Jelaskan tentang obyek yang dipelajari sejarah!


2. Jelaskan tentang sejarah yang bersifat deskriptif dan sejarah yang bersifat
ekspaintif!
3. Sebutkan dan jelaskan standar ilmu agar bisa diuji kebenarannya!
4. Sebutkan dan jelaskan proses terjadinya hukum!
5. Jelaskan tentang manfaat mempelajari sejarah hukum!
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Riewanto, 2016, Sejarah Hukum: Konsep, Teori dan Metodenya dalam
Pengembangan Ilmu Hukum, Oase Pustaka, Sukoharjo.
2. Yoyon M. Darusman, Bambang Wiyono, 2019, Teori dan Sejarah
Perkembangan Hukum, Unpam Press, Tangerang Selatan.
3. Kuntowijoyo, 2013, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogjakarta: Tiara
Wacana.
4. Harjoso, 1988, Pengantar Antropologi, Bandung: Binacipta.
5. Rudolf A. Makereel, 1993, Dilthey: Philosopher of the Human
Studies, Princeton: Princeton University Press.
6. M. Erwin, 2013, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta:
Rajawali Press.
7. Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
8. John Gilissen dan Frits Gorle, 2011, Sejarah Hukum Suatu Pengantar,
Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai