Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 26

Disusun oleh: Kelompok A3


Tutor: dr. Agung Muda Patih, Sp. BS

Sigit Nur Prastowo 04011181924023


Tsabitah Iftinan Jalilah 04011181924024
Nadira Mumtaz Hasbiallah 04011181924025
Muhammad Fajri Khoirul Mubarak 04011181924026
Alma Putri Andani 04011181924027
Muhammad Faiz Rizani 04011181924028
Princeka Khoirunnisa 04011181924029
Alfiatunnisa 04011181924030
Fatharani Azka Toer 04011181924031
Emmeralda Pancanitha 04011181924032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyusun Laporan Tutorial ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan
secara kelompok berdasarkan sistematika nya mulai dari Klarifikasi Istilah, Identifikasi
Masalah, Menganalisis, Meninjau ulang, dan Menyusun keterkaitan antarmasalah, serta
mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan Laporan ini kami dapat kan dari hasil diskusi antar
anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepadaTuhan Yang Maha Kuasa,
Orang tua, Tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung materi dalam pembuatan
laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Sekian dan Terima Kasih.

Palembang, September 2022

Penyusun

i
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor: dr. Agung Muda Patih, Sp. BS


Moderator: Nadira Mumtaz Hasbiallah
Sekretaris 1: Alma Putri Andani
Sekretaris 2: Alfiatunnisa
Waktu pelaksanaan: 5 - 7 September 2022 13.00-15.30 WIB
Peraturan selama tutorial:
1. Mengaktifkan kamera selama kegiatan tutorial berlangsung
2. Angkat tangan/izin sebelum berpendapat
3. Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial
4. Dilarang memotong pembicaraan orang lain
5. Izin sebelum ke toilet

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK .................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
A. Skenario ................................................................................................................................ 1
B. Klarifikasi istilah ................................................................................................................... 2
C. Identifikasi masalah............................................................................................................... 3
D. Analisis Masalah ................................................................................................................... 5
E. Sintesis Masalah .................................................................................................................. 16
F. Kerangka Konsep................................................................................................................. 44
G. Kesimpulan ......................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 46

iii
iv
A. Skenario

Nn. Yati, 30 tahun, diantar oleh tetangganya ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang disertai
mengi dan batuk yang makin memberat dalam satu hari ini.Tiga hari yang lalu, Nn.Yati mengeluh
mulai timbul sesak setelah ± 10 menit menyapu dan membersihkan kamar tidurnya. Nn. Yati
memakai obat inhaler pelega nafas dan salbutamol tablet. Dua hari sebelumnya, Nn.Yati bekerja
lembur di kantornya dan dia merasa stres dan kelelahan. Sejak 1 hari ini sesak makin sering dan
Nn. Yati memakai obat semprot yang lebih sering dari biasanya namun tidak berkurang sesaknya.
Sesak semakin berat meskipun istirahat, sampai harus duduk membungkuk untuk mengurangi
sesaknya dan bila berbicara hanya dapat mengucapkan kata perkata.
Satu bulan terakhir, Nn Yati mengalami sesak rata-rata tidak lebih dari 2x seminggu dan tidak
terbangun di malam hari karena sesaknya. Sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Nn. Yati
mendapatkan inhaler pelega sesak dan inhaler pencegah serangan dari dokter di poliklinik.
Satu tahun yang lalu Nn.Yati pernah dibawa ke IGD karena mengalami serangan asma. Nn.Yati
dinebulisasi saat itu sebanyak dua kali dan setelah mendapatkan pengobatan Nn. Yati
diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol ke poliklinik. Tes spirometri saat rawat jalan pada
tanggal 15 November 2020 dan 20 desember 2020 (hasil terlampir). Tingkat kontrol asma Nn.Yati
pada bulan Juni 2021 dan Juli 2021tercatat asma terkontrol sebagian.
Nn.Yati memiliki riwayat asma sejak usia 12 tahun, sesak timbul saat cuaca dingin, terhirup debu,
tercium bau menyengat atau kelelahan. Nn.Yati sering bersin-bersin jika terhirup debu atau tercium
bau menyengat. Adik Nn.Yati memiliki riwayat rinitis alergika dan kakak perempuannya memiliki
dermatitis atopik. Nn.Yati seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak dan duduk membungkuk, hanya dapat berbicara kata perkata,
Sensorium gelisah, Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Frekuensi Nadi: 124 kali/menit, Frekuensi Nafas:
32 kali/menit, Suhu: 37,1C, Saturasi Oksigen: 85%

Keadaan Spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)
Leher: JVP (5-2) cmH2O
Thoraks: Paru: inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesikuler normal, ekspirasi memanjang.
wheezing di seluruh lapangan paru.

1
Pemeriksaan laboratorium:

Hb: 12,5 gr%, WBC: 12.000/mm³, hitung jenis: 0/5/6/78/10/1; LED: 20 mm/jam.

Pemeriksaan spirometri tanggal 15 November 2020

Pemeriksaan spirometri tanggal 20 desember 2020

B. Klarifikasi istilah
No. Istilah Arti
1. Mengi/wheezing Jenis bunyi kontinu seperti bersiul. (Kamus Kedokteran Dorland)
• Kesulitan bernafas yang disertai dengan suara seperti siulan.
(Merriam-webster)
• Manifestasi gejala dari setiap proses penyakit yang
menyebabkan obstruksi jalan napas. Mengi umumnya dialami
oleh penderita asma tetapi juga dapat terjadi pada individu dengan
benda asing saluran napas, gagal jantung kongestif, keganasan
saluran napas, atau lesi apa pun yang menyebabkan penyempitan
saluran napas. (NCBI)
2. Inhaler alat untuk memberikan uap atau obat-obatan yang diuapkan
melalui inhalasi (Dorland)
3. Asma serangan dispnea paroksismal berulang, disertai mengi akibat
kontraksi spasmodik bronki. (Dorland)
4. Nebulisasi pengobatan pada penyakit pernapasan dengan memasukkan obat
dalam bentuk uap/spray dengan alat nebulizer (Merriam Webster)
5. Tes spirometri Pengukuran kapasitas pernapasan (kapasitas paru-paru), seperti
pada uji fungsi paru (Dorland).
6. Rinitis alergika suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
(Jurnal Universitas Diponegoro)
7. Dermatitis atopi kelainan kulit yang merupakan peradangan konik, bersifat pruritik
dan eksematosa pada individu dengan predisposisi herediter
terhadap pruritus pada kulit. (Dorland)
8. Sesak Kesulitan bernapas atau napas terasa berat (Dorland)
9. Konjungtiva selaput lendir yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak
mata dan berlanjut di bagian depan bola mata (merriam webster)

2
10. Ikterik pigmentasi kekuningan pada kulit, jaringan, dan cairan tubuh
yang disebabkan oleh pengendapan pigmen empedu (merriam
webster)
11. JVP Tekanan Vena Jugularis; Teknik pemeriksaan fisik untuk
pengukuran tekanan atrium kanan dengan memberikan status
intravaskular (NCBI)
12. Retraksi tindakan menarik kembali, atau keadaan tertarik kembali
(dorland)
13. VEP1 Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 detik (VEP1) adalah jumlah
udara maksimum yang dapat dikeluarkan secara paksa oleh
subjek selama detik pertama setelah inhalasi maksimal. (NCBI)
14. KVP (Kapasitas Vital Paksa): Volume maksimal udara yang
dikeluarkan pada ekshalasi paksa maksimal dari inspirasi
maksimal. (Jurnal FK UNS)

C. Identifikasi masalah
No. Kalimat Prioritas
Masalah
1. Nn. Yati, 30 tahun, diantar oleh tetangganya ke UGD RS dengan 1
keluhan sesak nafas yang disertai mengi dan batuk yang makin
memberat dalam satu hari ini.Tiga hari yang lalu, Nn.Yati mengeluh
mulai timbul sesak setelah ± 10 menit menyapu dan membersihkan
kamar tidurnya. Nn. Yati memakai obat inhaler pelega nafas dan
salbutamol tablet. Dua hari sebelumnya, Nn.Yati bekerja lembur
dikantornya dan dia merasa stres dan kelelahan. Sejak 1 hari ini sesak
makin sering dan Nn. Yati memakai obat semprot yang lebih sering
dari biasanya namun tidak berkurang sesaknya. Sesak semakin berat
meskipun istirahat, sampai harus duduk membungkuk untuk
mengurangi sesaknya dan bila berbicara hanya dapat mengucapkan
kata perkata.
2. Satu bulan terakhir, Nn Yati mengalami sesak rata-rata tidak lebih dari 2
2 x seminggu dan tidak terbangun di malam hari karena sesaknya.
Sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Nn. Yati mendapatkan
inhaler pelega sesak dan inhaler pencegah serangan dari dokter di
poliklinik.
3. Satu tahun yang lalu Nn.Yati pernah dibawa ke IGD karena mengalami 3
serangan asma. Nn.Yati dinebulisasi saat itu sebanyak dua kali dan
setelah mendapatkan pengobatan Nn. Yati diperbolehkan pulang dan
dianjurkan kontrol ke poliklinik. Tes spirometri saat rawat jalan pada

3
tanggal 15 November 2020 dan 20 desember 2020 (hasil terlampir).
Tingkat kontrol asma Nn.Yati pada bulan Juni 2021 dan Juli 2021
tercatat asma terkontrol sebagian.
4. Nn.Yati memiliki riwayat asma sejak usia 12 tahun, sesak timbul saat 4
cuaca dingin, terhirup debu, tercium bau menyengat atau kelelahan.
Nn.Yati sering bersin-bersin jika terhirup debu atau tercium bau
menyengat.
5. Adik Nn.Yati memiliki riwayat rinitis alergika dan kakak 5
perempuannya memiliki dermatitis atopik. Nn.Yati seorang pegawai
di sebuah perusahaan swasta.
6. Pemeriksaan fisik: 6
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak dan duduk membungkuk, hanya
dapat berbicara kata perkata, Sensorium gelisah, Tekanan Darah: 120/80
mmHg, Frekuensi Nadi: 124 kali/menit, Frekuensi Nafas: 32 kali/menit,
Suhu: 37,1C, Saturasi Oksigen: 85%

Keadaan Spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)
Leher: JVP (5-2) cmH2O
Thoraks: Paru: inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesikuler
normal, ekspirasi memanjang. wheezing diluruh lapangan paru.
7. Pemeriksaan laboratorium: 6
Hb: 12,5 gr%, WBC: 12.000/mm³, hitung jenis : 0/5/6/78/10/1; LED : 20
mm/jam.
Pemeriksaan spirometri tanggal 15 November 2020

Pemeriksaan spirometri tanggal 20 desember 2020

4
D. Analisis Masalah

1. Nn. Yati, 30 tahun, diantar oleh tetangganya ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas
yang disertai mengi dan batuk yang makin memberat dalam satu hari ini.Tiga hari
yang lalu, Nn.Yati mengeluh mulai timbul sesak setelah ± 10 menit menyapu dan
membersihkan kamar tidurnya. Nn. Yati memakai obat inhaler pelega nafas dan
salbutamol tablet. Dua hari sebelumnya, Nn.Yati bekerja lembur dikantornya dan
dia merasa stres dan kelelahan. Sejak 1 hari ini sesak makin sering dan Nn. Yati
memakai obat semprot yang lebih sering dari biasanya namun tidak berkurang
sesaknya. Sesak semakin berat meskipun istirahat, sampai harus duduk
membungkuk untuk mengurangi sesaknya dan bila berbicara hanya dapat
mengucapkan kata perkata.

a. Apa saja kemungkinan penyakit yang diawali dengan keluhan sesak napas?
Chronic upper airway cough syndrome, inhalasi benda asing, bronkiektasis,
diskinesia silia primer, penyakit jantung kongenital, gagal jantung, emboli paru,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom hiperventilasi, displasia
bronkopulmoner, fibrosis kistik, disfungsi vocal cord, dan penyakit pada parenkim
paru.

b. Mengapa sesak timbul setelah menyapu dan membersihkan kamar tidur?


Berkaitan dengan faktor pencetus asma yaitu debu yang terpapar saat menyapu dan
membersihkan kamar tidur.

c. Apakah makna klinis Nn. Yati memakai inhaler dan salbutamol?


Nn. Yati memiliki penyakit asma.

d. Apa makna klinis sesak napas semakin berat meskipun beristirahat sampai harus
duduk membungkuk dan berbicara kata perkata?
Sesak napas tidak membaik walau sampai harus duduk membungkuk dan berbicara
kata perkata menunjukkan gejala serangan asma berat.

e. Bagaimana hubungan keluhan Nn. Yati dengan stres dan kelelahan yang dialaminya?

5
Faktor psikologis dan aktivitas yang menyebabkan Nn. Yati lelah merupakan salah satu
faktor pencetus terjadinya asma. Pada faktor psikologis rangsangan tersebut dapat
mengaktivasi sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan cemas.
Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos bronkious,
maka apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskan asma.
Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi akkibat gangguan
emosi. Pada aktivitas yang menyebabkan kelelahan, saat melakukan gerak badan
pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang
dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka disaluran
pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih sempit, yang
menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala asma

f. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?


Kasus asma sering terjadi pada Wanita sebelum menstruasi dan sesudah menopause
karena terdapat pengaruh dari estrogen dengan terjadinya asma.
Asma pada anak terjadi lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini
terjadi karena pada anak laki-laki memiliki ukuran jalan napas yang lebih kecil
dibandingkan ukuran jalan napas pada perempuan. Pada usia usia 20 tahun,
perbandingan asma pada laki-laki dan perempuan sama. Pada usia 40 tahun,
perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki. Berkenaan dengan sensitisasi dan
respons alergi, tinjauan baru-baru ini tentang proses imunologi yang terkait dengan
sensitisasi IgE menyimpulkan bahwa hormon seks wanita lebih mungkin
meningkatkan respons imunologis dan penyakit yang berlebihan, sedangkan hormon
pria cenderung meredam respons yang sama, sehingga meningkatkan risiko alergi.

g. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus?


Pemberian inhalasi SABA (setiap 20 menit, 3x dalam 1 jam) jika kondisi memburuk
segera minta pertolongan ke fasilitas kesehatan.

h. Bagaimana mekanisme sesak pada kasus?


Respons inflamasi→Hiperresponsivitas jalan nafas → Bronkokonstriksi→ penurunan
kecepatan aliran udara→ aliran udara terhambat→ kebutuhan oksigen berkurang dan
peningkatan CO2 di tubuh→sesak

6
i. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem respirasi?
Secara umum, anatomi saluran napas terbagi menjadi zona konduksi dan respiratori.
Zona konduksi dimulai dari rongga hidung dan mulut sampai bronkiolus terminal dan
berfungsi sebagai penyalur udara dari dan ke paru-paru. Trakea dan bronkus dilapisi
oleh sel epitel silinder berlapis semu bersilia, terdapat sel goblet, jaringan otot polos,
dan kartilago yang berbentuk huruf c. Bronkiolus tidak memiliki kartilago hyalin.
Bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh saraf otonom sehingga apabila terdapat zat
asing, refleks batuk akan terstimulasi.
Pada keadaan normal, aliran udara di saluran napas dijaga sedemikian rupa agar
resistensinya tetap rendah sehingga kita dapat bernapas dengan mudah. Namun, pada
penderita asma, akibat adanya obstruksi jalan napas yang mengakibatkan penyempitan
diameter bronkus dan bronkiolus, resistensi tersebut meningkat sehingga memerlukan
tekanan yang tinggi untuk melakukan ekspirasi dan hal tersebut berkontribusi terhadap
rasio VEP1/KVP.
Mekanisme Pernapasan
Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradien tekanan.
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah
mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara
bergantian yang ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan
yang berbeda yang berperan penting dalam ventilasi:
Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini
sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan
ketinggian di atas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi
juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan kecil pada tekanan
atmosfer karena perubahan kondisi cuaca (yaitu, ketika tekanan barometrik naik atau
turun).
Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonal, adalah
tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui
saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap kali
tekanan intraalveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir hingga kedua
tekanan seimbang (ekuilibrium).
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantong pleura. Tekanan ini, yang juga
dikenal sebagai tekanan intratoraks, adalah tekanan yang ditimbulkan di luar paru di

7
dalam rongga toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan
atmosfer, rerata 756 mm Hg saat istirahat.

2. Satu bulan terakhir, Nn Yati mengalami sesak rata-rata tidak lebih dari 2 x
seminggu dan tidak terbangun di malam hari karena sesaknya. Sesak tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari. Nn. Yati mendapatkan inhaler pelega sesak
dan inhaler pencegah serangan dari dokter di poliklinik.

a. Apa makna klinis sesak rata-rata tidak lebih dari 2 x seminggu, tidak terbangun di
malam hari karena sesaknya, dan sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari?
Maknanya bahwa asma terkontrol dan tidak ada gejala nokturnalisasi dan tidak ada
eksaserbasi

b. Apa perbedaan inhaler pelega sesak dan inhaler pencegah serangan serta jenis obat yang
dimasukkan pada inhaler pelega sesak dan inhaler pencegah serangan?

8
c. Apa indikasi dan kontraindikasi inhaler pelega sesak dan inhaler pencegah serangan?
Pemberian inhaler pencegah serangan sesak sebagai medikasi asma jangka panjang
bertujuan untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

3. Satu tahun yang lalu Nn.Yati pernah dibawa ke IGD karena mengalami serangan
asma. Nn.Yati dinebulisasi saat itu sebanyak dua kali dan setelah mendapatkan
pengobatan Nn. Yati diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol ke poliklinik. Tes
spirometri saat rawat jalan pada tanggal 15 November 2020 dan 20 desember 2020
(hasil terlampir). Tingkat kontrol asma Nn.Yati pada bulan Juni 2021 dan Juli 2021
tercatat asma terkontrol sebagian.

a. Apa saja klasifikasi asma berdasarkan derajat kontrol asma?

9
b. Apa indikasi dan kontraindikasi nebulisasi?
Indikasi: Pemeliharaan pengobatan bronkodilator dengan obstruksi aliran udara pada
pasien asma.
Kontraindikasi: hipersensitivitas.

4. Nn.Yati memiliki riwayat asma sejak usia 12 tahun, sesak timbul saat cuaca dingin,
terhirup debu, tercium bau menyengat atau kelelahan. Nn.Yati sering bersin-bersin
jika terhirup debu atau tercium bau menyengat.
a. Apa makna klinis riwayat asma sejak usia 12 tahun, sesak timbul saat cuaca dingin,
terhirup debu, tercium bau menyengat atau kelelahan?
Pasien sudah tergolong status asmatikus, dan pasien memiliki beberapa faktor
pencetusnya adalah cuaca dingin, debu, tercium bau menyengat dan kelelahan
merupakan pencetus dari asma yang disebabkan oleh faktor alergi dan juga aktivitas
fisik.
b. Apa makna klinis sering bersin-bersin jika terhirup debu atau tercium bau menyengat?
Pasien memiliki faktor pencetus alergi dan asma berupa debu atau tercium bau
menyengat

5. Adik Nn.Yati memiliki riwayat rinitis alergika dan kakak perempuannya memiliki
dermatitis atopik. Nn.Yati seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta.

10
a. Bagaimana hubungan riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang dialami Nn.
Yati?
Riwayat keluarga dapat menjadi faktor risiko dan merupakan faktor predisposisi pasien
dapat mengalami asma Seseorang dengan riwayat penyakit keluarga menderita alergi
(atopi) akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita asma.

b. Bagaimana hubungan pekerjaan dengan keluhan yang dialami Nn. Yati?


Adanya kemungkinan pasien terpapar faktor pencetus di tempat kerja atau menjadi
faktor psikologis stres dan kelelahan.

6. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak dan duduk membungkuk, hanya dapat berbicara kata
perkata, Sensorium gelisah, Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Frekuensi Nadi: 124 kali/menit,
Frekuensi Nafas: 32 kali/menit, Suhu: 37,1C, Saturasi Oksigen: 85%
Keadaan Spesifik:
Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)
Leher: JVP (5-2) cmH2O
Thoraks: Paru: inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesikuler normal, ekspirasi
memanjang. Wheezing di seluruh lapangan paru.
a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan keadaan
spesifik pada kasus?

No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


Pemeriksaan
1. Keadaan Tampak sakit Sehat, tidak sesak, Abnormal
umum berat, sesak & duduk tegak, dapat
duduk mem- berbicara satu kalimat
bungkuk, hanya penuh.
dapat bicara kata
perkata
2. Sensorium Gelisah Compos mentis Abnormal
3. Tekanan 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
darah
4. HR 124 kali/menit 60-100 kali/menit Takikardi
5. RR 32 kali/menit 16-24 kali/menit Takipneu

11
6. Suhu tubuh 37,1°C 36,5 – 37,5°C Normal
7. SpO2 85% 1. Hipoksia berat: > Hipoksia
(Saturasi 85% (Abnormal)
Oksigen) 2. Hipoksia: 85%-94%
3. Normal dengan
COPD: 88%-92%
4. Normal pada
individu yang sehat:
≥ 95%

Keadaan Spesifik

No. Pemeriksaan Hasil Pemeriksaaan Nilai Normal Interpretasi


Kepala
Konjungtiva pucat (-
1. Konjungtiva Konjungtiva pucat (-) Normal
)
2. Sklera Sklera ikterik (-) Sklera ikterik (-) Normal
Leher
3. JPV (5-2) cmH2O (5-2) cmH2O Normal
Thorax (Paru)
4. Inspeksi Retraksi sela iga (+) Retraksi sela iga (-) Abnormal
Vesikuler normal,
Vesikuler normal,
Ekspirasi Normal,
Ekspirasi tidak
5. Auskultasi memanjang, Abnormal,
memanjang,
Wheezing di seluruh Abnormal
Wheezing tidak ada
lapangan paru

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik dan keadaan spesifik
pada kasus?
1. Keadaan umum: sakit berat, sesak, duduk membungkuk dan bicara per kata
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang → sakit
berat, sesak, duduk membungkuk dan bicara per kata.
2. Sensorium gelisah

12
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → gelisah.
3. HR 124x/menit
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang →
kompensasi tubuh → HR meningkat.
4. RR 32x/menit
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang →
kompensasi tubuh → RR meningkat.
5. Hipoksia (Saturasi Oksigen 85%)
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang →
saturasi menurun.
6. Ada retraksi sela iga
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → sulit bernapas → usaha napas meningkat → retraksi sela
iga.
7. Wheezing diseluruh lapangan paru
Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding
bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus →
obstruksi saluran napas → wheezing.

7. Pemeriksaan laboratorium:
Hb: 12,5 gr%, WBC: 12.000/mm³, hitung jenis : 0/5/6/78/10/1; LED : 20 mm/jam.
Pemeriksaan spirometri tanggal 15 November 2020

13
Pemeriksaan spirometri tanggal 20 desember 2020

a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari hasil laboratorium dan spirometri pada
kasus?

Pemeriksaan Laboratorium
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
1. Hemoglobin 12,5 gr% 12-15 gr% Normal
2. Leukosit 12.000/mm3 5.000-10.000/mm3 Leukositosis
3. Hitung jenis 0/5/6/78/10/0 Basofil: 0-1 Eosinofilia,
Eosinofil: 1-3 Neutrofilia,
Neutrofil batang: 2-6 Limfositopenia,
Neutrofil segmen: 50- Monositopenia
70
Limfosit: 20-40
Monosit: 2-8
4. LED 20 mm/jam 0-20 mm/jam Normal
Pemeriksaan Spirometri
Tanggal Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
15 Nov 2020 VEP1: 67% VEP1 >80% VEP1 menurun
KVP normal
KVP: 95% KVP > 80%
VEP1:KVP
VEP1:KVP: 60% VEP1:KVP: menurun
>70%
Derajat: VEP1
pasien/VEP1
prediksi x 100% =
1,68/2,505 x 100%
= 67,06% (derajat
sedang)
14
20 Des 2020 VEP1: 88% VEP1 >80% VEP1,KVP, dan
VEP1:KVP normal
KVP: 96% KVP > 80%
VEP1:KVP: 82% VEP1:KVP:
>70%

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil laboratorium dan spirometri pada


kasus?
c. Mekanisme abnormal
1. Leukositosis
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas dimana banyak sel yang
berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.
Pada individu yang rentan, proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing
berulang, sesak napas, dada rasa tertekan dan batuk terutama malam hari dan atau
menjelang pagi (Yudhawati and Krisdanti, 2017).

2. Eosionofilia, Neutrofilia, Limfositopenia, Monositopenia


Peningkatan eosinofil pada kasus asma berhubungan dengan kerusakan mukosa
dan bronkus yang hiperresponsif. Secara klinis hal ini nampak dalam beratnya
serangan asma. Eosinofil mempengaruhi patofisiologi asma dengan cara
meningkatkan lepasan mediator inflamasi seperti MBP, CysLTs, ROS dan sitokin.
Peningkatan lepasan ini menyebabkan reaksi inflamasi pada asma yang lebih berat.
Mediator yang dilepaskan juga menyebabkan bertahannya eosinofil dari proses
apoptosis sehingga semakin meningkatkan jumlahnya. Proses ini diperantarai oleh
Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) yang dilepaskan
oleh trombosit. Neutrofil terdapat dalam jumlah banyak di sekresi saluran napas
orang sehat maupun penderita asma. Neutrofil jalan napas tidak meningkat pada
asma ringan atau sedang, tetapi meningkat pada asma yang lebih berat dan asma
eksaserbasi. Netrofil sendiri berperan sebagaimana eosinofil dalam proses
hiperreaktifitas bronkus. Monositopenia pada kasus asma dapat terjadi akibat
stress, penggunaan imunosupresan, penggunaan glukokortikoid. (Rahayu et al.,
2018).

Mekanisme abnormal tes spirometri

15
Asma→obstruksi jalan napas→gangguan aliran udara→bermanifestasi pada
penurunan volume dinamik→hasil tes spirometri VEP1:KVP 60%

d. Apa indikasi pemeriksaan spirometri?


Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau hasil
laboratorium yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko penyakit
paru; mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru;
menilai risiko preoperasi; menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan
respirasi dan menilai status kesehatan sebelum memulai program latihan.
Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan penyakit yang
mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko
terhadap fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang membutuhkan
program rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit obstruktif dan
restriktif) menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis.

E. Sintesis Masalah
1. Anatomi dan fisiologi sistem respirasi
Anatomi sistem respirasi
a. Hidung

Gambar 1 Anatomi hidung.

16
Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cavum nasi dibagi oleh septum nasi
menjadi dua bagian, kanan dan kiri.
1) Hidung Luar
Hidung luar mempunyai dua lubang berbentuk lonjong disebut nares, yang dipisahkan
satu dengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, ala nasi, berbentuk bulat dan
dapat digerakkan. Rangka hidung luar dibentuk oleh os nasale, processus frontalis
maxillaris, dan pars nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka hidung dibentuk oleh
lempeng-lempeng tulang rawan hialin.
2) Cavum Nasi
Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke apertura nasalis posterior atau
choanae di belakang, di mana hidung bermuara ke dalam nasopharynx. Vestibulum nasi
adalah area di dalam cavum nasi yang terletak tepat di belakang nares. Cavum nasi dibagi
menjadi dua bagian kiri dan kanan oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh cartilago
septi nasi, lamina verticalis osis ethmoidalis, dan vomer.

b. Pharynx

Gambar 2 Anatomi faring.

Pharynx terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan larynx dan dibagi menjadi
bagian-bagian nasopharynx, oropharynl dan laryngopharynx. Pharynx berbentuk seperti
corong, dengan bagian atasnya yang 1ebar, terletak di bawah cranium dan bagian
bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicalis ke
enam. Pharynx mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak sempurna di bagian
depan.

17
c. Larynx
Larynx adalah organ yang berperan sebagai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan
nafas dan berperan dalam pembentukan suara. Larynx terletak di bawah lidah dan os
hyoid, di antara pembuluh-pembuluh besar leher, dan terletak setinggi vertebra cervicalis
keempat, kelima, dan keenam. Ke atas, larynx terbuka ke laryngopharynx, ke bawah
larynx berlanjut sebagai trachea. Di depan, larynx ditutupi oleh ikatan otot-otot
infrahyoid dan di lateral oleh glandula thyroidea. Kerangka larynx dibentuk oleh
beberapa cartilago, yang dihubungkan oleh membrana dan ligamentum, dan digerakkan
oleh otot. Larynx dilapisi oleh membrana mucosa.

Gambar 3 Anatomi laring.

d. Trachea

18
Gambar 4 Anatomi trakea, bronkus, dan bronkiolus.

Trachea adalah sebuah tabung cartilaginosa dan membranosa yang dapat bergerak.
Dimulai sebagai lanjutan larynx dari pinggir bawah cartilago cricoidea setinggi corpus
vertebrae cervicalis VI. Berjalan turun ke bawah di garis tengah leher. Di dalam rongga
thorax, trachea berakhir pada catina dengan cara membelah menjadi bronchus principalis
dexter dan sinister setinggi angulus sterni (di depan discus antara vertebra thoracica IV
dan V), terletak sedikit agak ke kanan dari garis tengah. Pada ekspirasi, bifurcatio trachea
naik sekitar satu vertebra, dan selama inspirasi dalam bifurcatio dapat turun sampai
setinggi vertebra thoracica VI. Pada orang dewasa, panjang trachea sekitar 11.25 cm dan
diameter 2.5 cm. Pada bayi, panjang trachea sekitar 4-5 cm dan diameter sekitar 3 mm.
Selama pertumbuhan anak-anak, diameter trachea bertambah sekitar 1 mm setiap
tahunnya. Tabung fibroelastika dipertahankan utuh dengan adanya cartilago hyalin
berbentuk U (cincin) di dalam dindingnya. Ujung posterior cartilago yang bebas
dlhubungkan oleh otot polos, Musculus trachealis.
e. Bronchi
Trachea bercabang dua di belakang arcus aortae menjadi bronchus principalis dexter dan
sinister (primer atau utama). Bronchus principalis dexter meninggalkan trachea dengan
membentuk sudut sebesar 25 derajat dengan garis vertikal. Bronchus principalis sinister
meninggalkan trachea dengan membentuk sudut 45 derajat dengan garis vertikal. Pada

19
anak-anak dengan usia lebih kecil dari 3 tahun, kedua bronchus meninggalkan trachea
dengan membentuk sudut yang hampir sama. Bronchus terus-menerus bercabang dua
sehingga akhirnva membentuk jutaan bronchiolus terminalis yang berakhir di dalam satu
atau lebih bronchiolus respiratorius. Setiap bronchiolus respiratorius terbagi menjadi 2
sampai 11 ductus alveolaris yang masuk ke dalam saccus alveolaris.

f. Paru

Gambar 5 Anatomi paru dan alveolus.

Pleura dan paru terletak pada kedua sisi mediastinum di dalam rongga dada. Pleura
merupakan dua kantong serosa yang mengelilingi dan melindungi paru. Setiap pleura
terdiri dari dua lapisan: lapisan parietalis, yang meliputi dinding thorax, meliputi
permukaan thoracal diaphragma dan permukaan lateral mediastinum, dan meluas sampai
ke pangkal leher; dan lapisan visceralis, yang meliputi seluruh permukaan luar paru dan
meluas ke dalam fissura interlobaris. Lapisan parietalis melanjutkan diri menjadi lapisan
visceralis pada lipatan pleura yang mengelilingi alat-alat yang masuk dan keluar dari
hilus pulmonis pada setiap paru

Fisiologi Sistem Respirasi


Aliran udara melalui sistem pernapasan dapat dipecah menjadi tiga bagian yang saling
berhubungan: saluran napas atas; saluran napas konduksi ; dan saluran napas alveolar
(juga dikenal sebagai parenkim paru-paru atau jaringan acinar ). Bagian konduksi dimulai
di trakea dan bercabang secara dikotomi untuk sangat memperluas luas permukaan
jaringan di paru-paru. Zona konduksi adalah saluran udara yang mengangkut gas dari

20
dan ke jalan napas atas yang dijelaskan di atas. Cabang-cabang ini terdiri dari bronkus,
bronkiolus, dan bronkiolus terminal. Epitel mukosa melekat pada membran basal tipis,
dan di bawahnya, lamina propria. Secara kolektif ini disebut sebagai "mukosa jalan
napas." Sel-sel otot polos ditemukan di bawah epitel dan jaringan ikat yang membungkus
juga diselingi dengan tulang rawan yang lebih dominan di bagian jalan napas konduktor
kaliber yang lebih besar.

Epitel diatur sebagai epitel pseudostratified dan mengandung beberapa jenis sel,
termasuk sel bersilia dan sekretori (misalnya, sel piala dan acini kelenjar) yang
menyediakan komponen kunci untuk kekebalan bawaan jalan napas, dan sel basal yang
dapat berfungsi sebagai sel progenitor selama cedera. Ketika jalan napas konduktor
beralih ke bronkiolus terminal dan transisional, penampilan histologis tabung konduktor
berubah. Kelenjar sekretori tidak ada di epitel bronkiolus dan bronkiolus terminal, otot
polos memainkan peran yang lebih menonjol dan tulang rawan sebagian besar tidak ada
dari jaringan yang mendasarinya. Sel Clara, sel epitel kubus tidak bersilia yang
mengeluarkan penanda pertahanan penting dan berfungsi sebagai sel progenitor setelah
cedera, membentuk sebagian besar lapisan epitel di bagian terakhir dari jalan napas
konduktor. Sel-sel epitel di jalan napas konduktor dapat mengeluarkan berbagai molekul
yang membantu pertahanan paru-paru. Imunoglobulin sekretori (IgA), kolektin
(termasuk protein surfaktan (SP) -A dan SP-D), defensin dan peptida dan protease
lainnya, spesies oksigen reaktif, dan spesies nitrogen reaktif semuanya dihasilkan oleh
sel epitel jalan napas. Sekresi dapat bertindak langsung sebagai antimikroba untuk
membantu menjaga jalan napas bebas dari infeksi. Sel epitel jalan napas juga
mengeluarkan berbagai kemokin dan sitokin yang merekrut sel kekebalan tradisional dan
sel efektor kekebalan lainnya ke lokasi infeksi. Partikel yang lebih kecil yang berhasil
melewati jalan napas atas, ∼2-5 μm, umumnya jatuh di dinding bronkus saat aliran udara
melambat di bagian yang lebih kecil. Di sana mereka dapat memulai penyempitan
bronkial refleks dan batuk. Atau, mereka dapat dipindahkan dari paru-paru oleh
"eskalator mukosilier” (Barret, et al. 2012)

21
Gambar 6 Histofisiologi sistem respirasi.
Dinding bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Sel-sel saraf di
saluran udara merasakan rangsangan mekanis atau adanya zat yang tidak diinginkan di
saluran udara seperti debu yang dihirup, udara dingin, gas berbahaya dan asap rokok.
Neuron ese dapat memberi sinyal kepada pusat pernapasan untuk mengontraksi otot-
otot pernapasan dan memulai refleks bersin atau batuk. Reseptor menunjukkan adaptasi
yang cepat ketika mereka terus dirangsang untuk membatasi bersin dan batuk dalam
kondisi normal. Reseptor β 2 memediasi bronkodilatasi. Mereka juga meningkatkan
sekresi bronkial (misalnya, lendir), sementara α reseptor 1 adrenergik menghambat
sekresi (Barret, et al. 2012).

2. Asma bronkiale
a. Definisi
Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“sukar bernapas”. Penyakit Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran
pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini
menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan
terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan
pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang
bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk
terutama pada malam hari atau dini hari/subuh (Pusdatin Kemenkes RI, 2019).

b. Epidemiologi
Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data
dari WHO, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma
dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma mencapai 400 juta. Jumlah ini
dapat saja lebih besar mengingat Asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.
22
Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan
menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai negara
menunjukan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18%. Sedangkan
untuk nasional prevalensi penyakit Asma di Sumatera Selatan sendiri berada di
posisi 5 besar. (Kemenkes RI, 2019)

Gambar 7 Grafik jumlah kasus rawat inap dan rawat jalan penyakit Asma.
c. Etiologi
Asma terdiri dari berbagai penyakit dan memiliki berbagai fenotipe yang
heterogen. Faktor yang diketahui terkait dengan asma adalah kecenderungan
genetik, khususnya riwayat atopi pribadi atau keluarga (kecenderungan alergi,

23
biasanya terlihat sebagai eksim, demam, dan asma). Etiologi keseluruhannya
kompleks dan masih belum sepenuhnya dipahami, terutama ketika sampai pada
kemampuan untuk mengatakan anak-anak dengan asma pediatrik mana yang akan
terus menderita asma saat dewasa. (Hashmi et al., 2022).
d. Patogenesis

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen,
virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi
asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.(PDPI,
2019)
1. Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi
sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin
dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi. (PDPI, 2019)
2. Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. (PDPI,
2019)
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus. (PDPI, 2019)
a) Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ (subtipe Th2). Limfosit
T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan
sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan
dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel
limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi,
aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinophil. (PDPI, 2019)
b) Sel Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma.
Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi,
endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian

24
mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat
disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical,
TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel. (PDPI, 2019)
c) Eosinophil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik.
Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan
teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin
antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain
LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi,
aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang
mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic
protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin
(EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas. (PDPI, 2019)
d) Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan
protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4.
(PDPI, 2019)
e) Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang
normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan
bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin,
PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga
berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi
growth promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-beta. (PDPI,
2019)
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel
yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan
yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan
yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan jaringan skar.

25
Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan
inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway
remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat
dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit
jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan
struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan
kelenjar mukus. (PDPI, 2019)
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen
lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos,
kelenjar mukus. (PDPI, 2019)
Perubahan struktur yang terjadi:
1) Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
2) Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3) Penebalan membran reticular basal
4) Pembuluh darah meningkat
5) Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6) Perubahan struktur parenkim
7) Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Gambar 8 Perubahan struktur tubuh yang terjadi saat asma. (PDPI, 2019)
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan

26
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut. (PDPI,
2019)

Gambar 9 Patogenesis Asma. (Calgary Guide, 2021)

3. Klasifikasi

Klasifikasi berat asma berdasarkan gejala klinis sebelum pengobatan. (PDPI, 2019)

27
Klasifikasi berat serangan asma akut. (PDPI, 2019)

Klasifikasi berdasarkan level control asma. (GINA, 2016)

4. Faktor risiko
Faktor risiko asma berdasarkan Kemenkes adalah sebagai berikut:

28
5. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Pusdatin Kemenkes, tanda dan gejala asma adalah sebagai berikut:

6. Alur Penegakan Diagnosis


Berdasarkan GINA 2022, alur diagnosis asma adalah sebagai berikut:

29
7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding asma adalah sebagai berikut: (GINA, 2016)


a) Chronic upper airway cough syndrome
b) Inhalasi benda asing
c) Bronkiektasis
d) Diskinesia silia primer
e) Penyakit jantung kongenital
f) Gagal jantung
g) Emboli paru
h) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
i) Sindrom hiperventilasi
j) Displasia bronkopulmoner
k) Fibrosis kistik
l) Disfungsi vocal cord
m) Penyakit pada parenkim paru

30
8. Tatalaksana
Tatalaksana asma menurut GINA 2022 adalah sebagai berikut:

(Global Initiative for Asthma, 2022)


Tatalaksana asma pada fasilitas pelayanan primer menurutu GINA 2022 adalah
sebagai berikut:

31
Tatalaksana asma di rumah sakit menurut PDPI adalah sebagai berikut:

(PDPI, 2019)

9. Prognosis
Prognosis asthma umumnya baik apabila terkontrol. Apabila asthma tidak
terkontrol, maka dapat timbul komplikasi seperti penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK). Apabila asthma tidak terkontrol dengan baik dan berlangsung terus-
menerus dapat terjadi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

32
10. Komplikasi
1. Komplikasi Jangka Pendek
a. Tidak dapat beraktivitas dengan normal Gejala asma yang berupa batuk,
wheezing, dan sesak napas dpaat membuat pasien tidak dapat beraktivitas dengan
normal dan mempengaruhi produktivitas. Gejala asma juga dapat mengganggu tidur
sehingga menurunkan produktivitas.
b. Penggunaan Obat Dalam menatalaksana asma, terdapat beberapa efek samping
yang jarang ditemukan bahkan minor pada penggunaan inhaler. Efek samping
tersebut berupa suara serak dan radang tenggorokan. Pada penggunaan
kortikosteroid oral dapat menyebabkan gangguan tidur, hiperaktivitas, dan
peningkatan nafsu makan. Pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan risiko infeksi, gula darah yang tinggi, dan osteoporosis.

2. Komplikasi Jangka Panjang


a. Remodeling saluran udara Pada pasien asma, saluran udara akan menjadi radang
dan menyebabkan pembengkakan dan menghasilkan lendir yang berlebih. Akan
tetapi remodeling ini dapat diturunkan risikonya jika asma sudah ditatalaksana
dengan menggunakan kortikosteroid atau bronkodilator sehingga jaringan parut
tidak terbentuk dan saluran udara dapat terbuka.
b. Kecemasan dan Depresi Seperti beberapa penyakit kronis lainnya, asma dapat
meningkatkan risiko kecemasan dan depresi. Beberapa penelitian telah menemukan
bahwa orang dengan asma hampir dua kali lebih mungkin mengalami depresi
dibandingkan mereka yang tidak menderita asma.

11. Edukasi dan Pencegahan


Berikut adalah edukasi dan pencegahan menurut (PB IDI, 2017) :

1) Memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai seluk beluk


penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau memburuk),
jenis dan mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan harus meminta
pertolongan dokter.
2) Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor berat asma
secara berkala (asthma control test/ ACT)
3) Pola hidup sehat.

33
4) Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:
a) Menghindari setiap pencetus.

b) Menggunakan bronkodilator/ steroid inhalasi sebelum melakukan


exercise untuk mencegah exercise induced asthma.

12. SNPPDI

3. Pemeriksaan fisik dan keadaan spesifik


a. Interpretasi dan nilai normal
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
1. Keadaan Tampak sakit Sehat, tidak sesak, Abnormal
umum berat, sesak & duduk tegak, dapat
duduk mem- berbicara satu kalimat
bungkuk, hanya penuh.
dapat bicara kata
perkata
2. Sensorium Gelisah Compos mentis Abnormal
3. Tekanan 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
darah
4. HR 124 kali/menit 60-100 kali/menit Takikardi
5. RR 32 kali/menit 16-24 kali/menit Takipneu
6. Suhu tubuh 37,1°C 36,5 – 37,5°C Normal
7. SpO2 85% 5. Hipoksia berat: > Hipoksia
(Saturasi 85% (Abnormal)
Oksigen) 6. Hipoksia: 85%-94%
7. Normal dengan
COPD: 88%-92%
8. Normal pada
individu yang sehat:
≥ 95%

34
Keadaan Spesifik

No. Pemeriksaan Hasil Pemeriksaaan Nilai Normal Interpretasi


Kepala
Konjungtiva pucat (-
1. Konjungtiva Konjungtiva pucat (-) Normal
)
2. Sklera Sklera ikterik (-) Sklera ikterik (-) Normal
Leher
3. JPV (5-2) cmH2O (5-2) cmH2O Normal
Thorax (Paru)
4. Inspeksi Retraksi sela iga (+) Retraksi sela iga (-) Abnormal
Vesikuler normal,
Vesikuler normal,
Ekspirasi Normal,
Ekspirasi tidak
5. Auskultasi memanjang, Abnormal,
memanjang,
Wheezing di seluruh Abnormal
Wheezing tidak ada
lapangan paru

b. Mekanisme abnormal
1. Keadaan umum: tampak sakit berat, sesak & duduk membungkuk, hanya
dapat bicara kata perkata

Kejadian fisiologis dominan yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis asma adalah
penyempitan saluran napas yang diikuti gangguan aliran udara. Pada asma eksaserbasi
akut, kontraksi otot polos bronkus (bronkokonstriksi) terjadi secara cepat,
menyebabkan penyempitan saluran napas sebagai respons terhadap paparan berbagai
stimulus termasuk alergen atau iritan. Bronkokonstriksi akut yang diinduksi oleh
alergen ini merupakan hasil IgE-dependent release of mediators dari sel mast, yang
meliputi histamin, tryptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara langsung
mengakibatkan kontraksi otot polos saluran napas. Saat penyakit asma menjadi lebih
persisten dengan inflamasi yang lebih progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor
lain yang lebih membatasi aliran udara. Faktor-faktor tersebut meliputi edema,
inflamasi, hipersekresi mukus dan pembentukan mucous plug, serta perubahan
struktural termasuk hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas. Hal ini dapat
menyebabkan pasien sulit bernapas dan kadar oksigen dalam tubuh berkurang sehingga
menyebabkan terjadinya keadaan hipoksia dan pasien menjadi gelisah. Kesulitan
bernapas yang dialami pasien juga dapat menyebabkan pasien mengalami sakit berat,

35
sesak, duduk membungkuk dan hanya bisa bicara kata perkata. (Yudhawati and
Krisdanti, 2017)

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang → sakit berat, sesak,
duduk membungkuk dan bicara per kata.

2. Sensorium gelisah

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → sulit bernapas → gelisah.

3. Takikardi

Pada asma eksaserbasi akut, kontraksi otot polos bronkus (bronkokonstriksi) terjadi
secara cepat, menyebabkan penyempitan saluran napas sebagai respons terhadap
paparan berbagai stimulus termasuk alergen atau iritan. Faktor-faktor lain yang dapat
membatasi aliran udara pada pasien asma seperti terjadinya edema, inflamasi,
hipersekresi mukus dan pembentukan mucous plug, serta perubahan struktural
termasuk hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas dapat menyebabkan pasien
sulit bernapas dan kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Peningkatan frekuensi napas
merupakan pertanda adanya hipoksia jaringan yang ditandai oleh adanya penurunan
saturasi oksigen atau SpO2. Pada keadaan hipoksia, denyut nadi dan tekanan darah
meningkat karena jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak
oksigen. (Yudhawati and Krisdanti, 2017)

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang → kompensasi tubuh
→ HR meningkat.

4. Takipneu

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi

36
saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang → kompensasi tubuh
→ RR meningkat.

5. Hipoksia

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → sulit bernapas → oksigen dalam tubuh berkurang → saturasi menurun.

6. Ada retraksi sela iga

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → sulit bernapas → usaha napas meningkat → retraksi sela iga.

7. Wheezing diseluruh lapangan paru

Asma → inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas → vasodilatasi, edema dinding


bronkus, hipersekresi mukus, kontriksi dan hipertrofi otot polos bronkus → obstruksi
saluran napas → wheezing.

4. Pemeriksaan laboratorium dan spirometri


a. Interpretasi dan nilai normal
Pemeriksaan Laboratorium
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
1. Hemoglobin 12,5 gr% 12-15 gr% Normal
2. Leukosit 12.000/mm3 5.000-10.000/mm3 Leukositosis
3. Hitung jenis 0/5/6/78/10/0 Basofil: 0-1 Eosinofilia,
Eosinofil: 1-3 Neutrofilia,
Neutrofil batang: 2-6 Limfositopenia,
Neutrofil segmen: 50- Monositopenia
70
Limfosit: 20-40
Monosit: 2-8
4. LED 20 mm/jam 0-20 mm/jam Normal
Pemeriksaan Spirometri

37
Tanggal Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
15 Nov 2020 VEP1: 67% VEP1 >80% VEP1 menurun
KVP normal
KVP: 95% KVP > 80%
VEP1:KVP
VEP1:KVP: 60% VEP1:KVP: >70% menurun

Derajat: VEP1
pasien/VEP1
prediksi x 100% =
1,68/2,505 x 100%
= 67,06% (derajat
sedang)
20 Des 2020 VEP1: 88% VEP1 >80% VEP1,KVP, dan
VEP1:KVP normal
KVP: 96% KVP > 80%
VEP1:KVP: 82% VEP1:KVP: >70%

b. Mekanisme abnormal
1. Leukositosis
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas dimana banyak sel yang
berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.
Pada individu yang rentan, proses inflamasi tersebut menyebabkan wheezing
berulang, sesak napas, dada rasa tertekan dan batuk terutama malam hari dan atau
menjelang pagi (Yudhawati and Krisdanti, 2017). Leukositosis adalah peningkatan
jumlah leukosit dalam sirkulasi hingga melebihi nilai normal. Hal ini paling sering
disebabkan oleh infeksi atau proses inflamasi. Peningkatan leukosit menunjukkan
aktivasi pertahanan dan sistem kekebalan tubuh dan menunjukkan ada peradangan
pada jaringan (Aulia dan Kusumastuti, 2015).

2. Eosionofilia, Neutrofilia, Limfositopenia, Monositopenia


Peningkatan eosinofil pada kasus asma berhubungan dengan kerusakan mukosa
dan bronkus yang hiperresponsif. Secara klinis hal ini nampak dalam beratnya
serangan asma. Eosinofil mempengaruhi patofisiologi asma dengan cara
meningkatkan lepasan mediator inflamasi seperti MBP, CysLTs, ROS dan sitokin.
Peningkatan lepasan ini menyebabkan reaksi inflamasi pada asma yang lebih berat.
Mediator yang dilepaskan juga menyebabkan bertahannya eosinofil dari proses
apoptosis sehingga semakin meningkatkan jumlahnya. Proses ini diperantarai oleh

38
Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) yang dilepaskan
oleh trombosit. Neutrofil terdapat dalam jumlah banyak di sekresi saluran napas
orang sehat maupun penderita asma. Neutrofil jalan napas tidak meningkat pada
asma ringan atau sedang, tetapi meningkat pada asma yang lebih berat dan asma
eksaserbasi. Netrofil sendiri berperan sebagaimana eosinofil dalam proses
hiperreaktifitas bronkus. Monositopenia pada kasus asma dapat terjadi akibat
stress, penggunaan imunosupresan, penggunaan glukokortikoid. (Rahayu et al.,
2018).

Mekanisme Abnormal Hasil Tes Spirometri pada Kasus


Asma → obstruksi jalan napas → gangguan aliran udara → bermanifestasi pada
penurunan volume dinamik → hasil tes spirometri VEP1/KVP 60%
c. Tes spirometri

Spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik


paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume
udara yang dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu
(Uyainah et al., 2014).

Indikasi Spirometri
Indikasi spirometri dibagi dalam 4 manfaat, yaitu (Uyainah et al., 2014):

1. Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau hasil


laboratorium yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko penyakit
paru; mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru;
menilai risiko preoperasi; menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan
respirasi dan menilai status kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan penyakit
yang mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko
terhadap fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang membutuhkan
program rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit obstruktif
dan restriktif) menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis.

39
Kontraindikasi Spirometri
Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial, space
occupying lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk dalam kontraindikasi relatif antara lain: hemoptisis yang tidak diketahui
penyebabnya, pneumotoraks, angina pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia
inguinalis, hernia umbilikalis, Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat
keparahan, dan lain-lain (Uyainah et al., 2014).

Interpretasi Hasil Pemeriksaan


Sebelum melakukan interprestasi hasil pemeriksaan terdapat beberapa standar yang
harus dipenuhi. American Thoracic Society (ATS) mendefinisikan bahwa hasil
spirometri yang baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan (1) gangguan
minimal pada saat awal ekspirasi paksa, (2) tidak ada batuk pada detik pertama
ekshalasi paksa, dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a)
peningkatan kurva linier yang halus dari volume-time ke fase plateau dengan durasi
sedikitnya 1 detik; (b) jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran
plateau ekspirasi, waktu ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15
detik; atau (c) ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan
ekshalasi paksa berdasarkan alasan medis (Uyainah et al., 2014).
Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV, dan FVC pasien
berdasarkan ienis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat
menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil
FEV, dan FC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya
dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
mendapatkan persentase nilai prediksi (Uyainah et al., 2014).
a. Fungsi Paru Normal
Hasil spirometri menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80% (Uyainah et al., 2014).

40
b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD)

Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran napas dan
gangguan aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam
mengatasi resistensi nonelastik dan akan bermanifestasi pada penurunan volume
dinamik. Kelainan ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu
berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat
tidak berkurang. Pada orang sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV 1:FVC,
namun nilai FEV dan FVC tetap normal (Uyainah et al., 2014).
Ketika sudah ditetapkan diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai: beratnya
obstruksi, kemungkinan reversibelitas dari obstruksi, menentukan adanya
hiperinflasi, dan air trapping (Uyainah et al., 2014).

41
c. Restrictive Ventilatory Defects (RVD)
Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam pengembangan
paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi elastik.
Manifestasi spirometrik yang biasanya timbul akibat gangguan ini adalah
penurunan pada volume statik. RVD menunjukkan reduksi patologik pada TLC
(<80%) (Uyainah et al., 2014).

42
Dari hasil penilaian pemeriksaan spirometri, penilaian fungsi faal paru dapat
dilihat dalam tabel berikut (Uyainah et al., 2014):

43
F. Kerangka Konsep

G. Kesimpulan
Nn. Yati, berusia 30 tahun, menderita serangan asma derajat berat karena paparan debu, stres,
dan kelelahan.

44
45
DAFTAR PUSTAKA

1. Afgani, A.Q. And Hendriani, R. (2020) ‘Review Artikel: Diagnosis Dan Manajemen
Terapi Asma’, Farmaka, 18(2), Pp. 26–36.
2. Asthma: Findings on Investigations | Calgary Guide. (n.d.). Retrieved September 7,
2022, from https://calgaryguide.ucalgary.ca/asthma-findings-on-investigations/
3. Asthma: Pathogenesis | Calgary Guide. (n.d.). Retrieved September 7, 2022, from
https://calgaryguide.ucalgary.ca/asthma-pathogenesis/
4. Bakhtiar, A., Irviana, R. and Tantri, E. (2017) ‘Faal Paru Dinamis’, Jurnal Respirasi,
3(3), pp. 89–96.
5. Farthing K., MJ Ferill, JA Generally, B Jones, BV Sweet, JN Mazur, et al. Drug Facts
& Comparison 11th ed., St.Louis:Wolter Kluwer Health, 2007: 417-459
6. GINA, C. científico de l. (2016). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention ( 2016 update ). Guía Gina Actualización.
7. Global Initiative for Asthma. (2022). Pocket guide for asthma management and
prevention (for adults and children older than 5 years). Global Initiative for Asthma.
8. Hashmi, M. F., Tariq, M., & Cataletto, M. E. (2022). Asthma. StatPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430901/
9. John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
10. Karakaya, Z., Demir, Ş., Sagay, S. S., Karakaya, O., & Özdinç, S. (2012). Bilateral
Spontaneous Pneumothorax, Pneumomediastinum, and Subcutaneous Emphysema:
Rare and Fatal Complications of Asthma. Case Reports in Emergency Medicine, 2012.
11. Mims, J.W. (2015) ‘Asthma: definitions and pathophysiology’, International forum of
allergy & rhinology, 5 Suppl 1, pp. S2–S6.
12. PDPI. (2019). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. In
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia.
13. Pusdatin Kemenkes RI. (2019). Infodatin Asma. Journal of Chemical Information and
Modeling, 01(01).
14. PB IDI (2017) Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia.

46
15. Rahayu, E. T., et al. 2018. Gambaran Leukosit Pro Inflamasi pada Status Asmaticus di
RSUD Kebumen. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 18(1), pp. 8–12.
doi: 10.18196/MM.180108.

16. Stern, J., Pier, J. and Litonjua, A.A. (2020) ‘Asthma epidemiology and risk factors’,
Seminars in immunopathology, 42(1), pp. 5–15.
17. Sly, R. M. (1994). Changing asthma mortality. Annals of Allergy, 73(3).
18. Uyainah, A., et al. 2014. Spirometri. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 1(1): 35-38.
19. University of Virginia (2022) Asthma Attacks, Department of Pediatrics.
20. Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton, Pharmacoterapy Handbook
6th ed International edition, Singapore, McGrawHill, 2006:826-848.
21. Yudhawati, R., Putu, D. and Krisdanti, A. (2017) ‘Imunopatogenesis Asma’, Jurnal
Respirasi, 3(1), pp. 26–33.
22. Yernault, J. C. and Lenclud, C. (1990) Wheezing and Asthma, Progress in asthma and
COPD: proceedings of the Symposium ‘Progress in asthma and COPD’. ICS849.
Butterworths. doi: 10.1542/9781581108514-part04-ch084.

47

Anda mungkin juga menyukai