Anda di halaman 1dari 4

TUGAS KEMUHAMMADIYAHAN

Dosen:
Dr. Sopa, M.Ag

Kelompok 5 Cempaka Putih:


 Alifka Vadya Mashita 2019730114
 Alisyah Siti Khodijah 2019730115
 Fauziah Zafira 2019730128

PENDIDIKAN KEDOKTERAN 2020/2021

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


Perbedaan Muhammadiyah Dengan Gerakan Salafi

Muhammadiyah menerima budaya Barat jika sesuai dengan ajaran Islam dan
menolak yang tidak sesuai. Salafi menolak budaya Barat, meskipun dalam realitas juga
menirunya. Muhammadiyah menerima budaya lokal dan melakukan islamisasi terhadap
budaya lokal yang tidak sesuai nilai Islam. Salafi menolak budaya lokal dan mengacu pada
budaya Arab masa Nabi yang tergambar dalam hadis. Muhammadiyah berdakwah kepada
Muslim dan non-Muslim. Kepada objek non-Muslim, didakwahi agar mengerti Islam. Kepada
objek Muslim didakwahi agar menjadi muslim ideal yang lebih baik. Pendekatannya dengan
prinsip hikmah, edukasi, dan dialog. Salafi berdakwah kepada muslim saja agar menjadi
Muslim ideal yang bermanhaj salaf. Adapun non-Muslim dipandang kafir. Muhammadiyah
menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam memahami al-Quran dan al-
Sunnah. Teks keagamaan tersebut dipahami dengan menggunakan akal, karena Islam
diturunkan untuk semua umat manusia dengan berbagai latar budaya dan peradaban yang
berbeda. Salafi mengabaikan peran akal dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka,
kebenaran itu tunggal dan hanya terletak dalam wahyu. Wahyu adalah sumber yang tidak
bisa diperselisihkan, dan respons manusia terhadap wahyu terbelah menjadi taat dan
ingkar.
Bagi Muhammadiyah, berpakaian yang penting adalah menutup aurat. Boleh
memakai pakaian tradisional, lokal, Arab ataupun Barat. Bisa berbentuk batik, sarung, peci,
jas, celana panjang, kebaya, dan sejenisnya. Cara berpakaian Salafi membiasakan empat
identitas: jalabiya (baju panjang terusan atau jubah), tidak isbal (celana di atas mata kaki),
lihya (memelihara jenggot), dan niqab (memakai cadar bagi perempuan).

Salafi Wahabi di Indonesia


Fenomena dakwah Salafi modern di Indonesia terutama sejak era 1980-an dipelopori
lulusan LIPIA Jakarta dan perguruan atau ma’had di Saudi Arabia, Yordan, dan Yaman.
Mereka menyebarkan dakwah di tengah masyarakat, pesantren, dan kampus, melalui forum
pengajian. Mereka juga eksis melalui Majalah As Sunnah dan Majalah Al-Furqon. Mereka
mengklaim Salafi sebagai kegiatan dakwah, bukan organisasi. Jaringan Salafi di Indonesia
beragam, dan tergantung pada ulama Timur Tengah yang dijadikan rujukan. Semisal ketika
Syeikh Yahya al-Hajuri (menantu sekaligus pengganti Syeikh Muqbil di Dar al-Hadis) terlibat
perselisihan dengan Syeikh Rabi’ al-Madkhali, berdampak pada perselisihan pengikutnya di
Indonesia. Pada mulanya, tokoh Salafi tersebut merupakan kolega, namun seiring waktu,
perselisihan doktrinal di antara mereka menjadi permasalahan serius hingga terfragmentasi
menjadi beberapa faksi. Masing-masing faksi mengklaim sebagai yang paling selamat dan
berjalan di atas manhaj salaf, sebagai firqah najiyah, dan thaifah mansurah. Perselisihan di
antara mereka sering membingungkan publik.

Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi


Tulisan ini akan menunjukkan perbedaan mendasar antara Muhammadiyah dan
Salafi Wahabi. Muhammadiyah mengedepankan sikap moderat dalam paham keagamaan.
Islam yang mengandung nilai-nilai kemajuan tidak harus diformalisasi dalam bentuk negara
Islam, namun diaktualkan nilai ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid menggunakan manhaj tersendiri.
Muhammadiyah merupakan perpaduan banyak gagasan besar, mulai dari Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, hingga Ibn Wahab, yang diramu oleh KH Ahmad Dahlan
dan para penerusnya. Muhammadiyah melakukan purifikasi pada aspek akidah dan
ibadah mahdhah, sementara dalam aspek muamalah melakukan modernisasi atau
dinaminasi. Muhammadiyah selain sebagai gerakan purifikasi, juga merupakan gerakan
pembaharuan. Wahabi penekanannya pada purifikasi tanpa rasionalisasi. Dalam hal rujukan
pada sumber ajaran Islam, al-Quran dan as-Sunnah, Muhammadiyah memahami dengan
menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Sementara Salafi
memahaminya secara literal. Muhammadiyah menerima kemajuan dan kemoderenan serta
melakukan modernisasi dalam bidang muamalah. Salafi menolak modernisasi, tapi
menerima produk teknologi. Muhammadiyah tidak menjadikan Barat sebagai musuh,
namun sebagai pemacu untuk berfastabiqul khairat.
Soal Budaya, Beda Muhammadiyah dan Salafi
Muhammadiyah menerima budaya Barat jika sesuai dengan ajaran Islam dan
menolak yang tidak sesuai. Salafi menolak budaya Barat, meskipun dalam realitas juga
menirunya.
Muhammadiyah menerima budaya lokal dan melakukan islamisasi terhadap budaya lokal
yang tidak sesuai nilai Islam. Salafi menolak budaya lokal dan mengacu pada budaya Arab
masa Nabi yang tergambar dalam hadis. Muhammadiyah berdakwah kepada Muslim dan
non-Muslim. Kepada objek non-Muslim, didakwahi agar mengerti Islam. Kepada objek
Muslim didakwahi agar menjadi muslim ideal yang lebih baik. Pendekatannya dengan
prinsip hikmah, edukasi, dan dialog. Salafi berdakwah kepada muslim saja agar menjadi
Muslim ideal yang bermanhaj salaf. Adapun non-Muslim dipandang kafir. Muhammadiyah
melakukan amar makruf nahi munkar secara individual dan kelembagaan. Secara individual
dilakukan melalui pengajian, kultum, dan tabligh. Secara kelembagaan dilakukan secara
sistematis melalui AUM (amal usaha Muhamamdiyah) dan filantropi pemberdayaan
masyarakat.
Salafi melakukannya dengan tahzir (memperingatkan) dan hajr al-mubtadi’ (mengisolasi
atau menyingkirkan pelaku bid’ah).
Hubungan dengan NKRI
Muhammadiyah turut mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
memperjuangkan agar NKRI menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Salafi Yamani
patuh pada pemerintah NKRI, tetapi pasif. Salafi haraki dan jihadi menyimpan harapan
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Muhammadiyah memandang Negara
Pancasila sebagai Dar al-Ahdi wa al-Syahadah, tinggal mengisinya agar sesuai dengan ajaran
Islam. Salafi Yamani berprinsip apolitik, tetapi mengidolakan kehidupan berbangsa seperti
zaman Nabi. Salafi haraki dan jihadi memperjuangkan terbentuknya negara Islam dan
pemberlakukan hukum syariah. Muhammadiyah berpandangan bahwa akal adalah
perangkat yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk bisa survive. Akal berfungsi
untuk memahami alam semesta dan teks keagamaan. Muhammadiyah menggunakan
pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam memahami al-Quran dan al-Sunnah. Teks
keagamaan tersebut dipahami dengan menggunakan akal, karena Islam diturunkan untuk
semua umat manusia dengan berbagai latar budaya dan peradaban yang berbeda.
Salafi mengabaikan peran akal dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka, kebenaran
itu tunggal dan hanya terletak dalam wahyu. Wahyu adalah sumber yang tidak bisa
diperselisihkan, dan respons manusia terhadap wahyu terbelah menjadi taat dan ingkar.
Muhammadiyah berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu-ilmu sosial
humaniora diperlukan untuk memahami teks dan untuk membangun peradaban manusia
yang maslahah dan islami. Salafi mengharamkan filsafat dan tasawuf. 
Beberapa Perbedaan Hukum
Menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik. Perempuan
boleh menjadi pemimpin atau pejabat publik jika memiliki kapasitas, serta boleh bepergian
tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga dari fitnah. Muhammadiyah bahkan
memfasilitasi perempuan untuk berorganisasi melalui Aisyiyah. Menurut Salafi, peran
perempuan adalah di sektor domestik. Adapun sektor publik diperuntukkan bagi laki-laki.
Perempuan bepergian harus selalu didampingi mahram. Muhammadiyah memandang
perempuan sebagaimana laki-laki, harus mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya di
semua bidang ilmu. Menurut Salafi, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik
terutama bidang keagamaan dan bidang yang menopang peran domestiknya.
Muhammadiyah mendukung prinsip pernikahan monogami untuk menciptakan keluarga
sakinah, walaupun tidak mengharamkan praktik poligami. Salafi mendukung poligami,
meskipun membolehkan monogami.
Cara Berpakaian yang Berbeda
Bagi Muhammadiyah, berpakaian yang penting adalah menutup aurat. Boleh memakai
pakaian tradisional, lokal, Arab ataupun Barat. Bisa berbentuk batik, sarung, peci, jas, celana
panjang, kebaya, dan sejenisnya. Cara berpakaian Salafi membiasakan empat
identitas: jalabiya (baju panjang terusan atau jubah), tidak isbal (celana di atas mata
kaki), lihya (memelihara jenggot), dan niqab (memakai cadar bagi perempuan). Bidang seni
semisal aktivitas bermusik, bernyanyi, bermain drama, teater, menurut Muhammadiyah
bisa menjadi media dakwah Islam. Objek dakwah perlu didekati dengan berbagai
pendekatan, termasuk seni. Bagi Salafi, seni adalah bid’ah dan haram. Menonton TV,
bermusik, dan hiburan adalah terlarang. Dalam hal penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri,
menurut Muhammadiyah, metodenya menggunakan ilmu hisab. Salafi menggunakan
metode rukyat dan untuk penentuan Idul Adha mengikuti ketentuan wukuf di Arafah di
Saudi Arabia. Muhammadiyah membolehkan zakat fitrah dengan menggunakan uang dalam
keadaan tertentu. Menurut Salafi, zakat fitrah harus berbentuk makanan pokok.
Muhammadiyah berpandangan bahwa zakat bisa diberikan ke panitia pembangunan masjid
dan kesejahteraan umum lainnya. Menurut Salafi, zakat harus diberikan kepada
delapan asnaf. Dalam hal peringatan maulid Nabi, Muhammadiyah memandang bahwa jika
membawa mashlahat dan dilakukan dengan cara yang makruf, peringatan maulid boleh
dilakukan. Maulid termasuk bidang muamalah. Menurut Salafi, peringatan maulid nabi
mutlak haram.

Anda mungkin juga menyukai