1409 2718 1 SM
1409 2718 1 SM
ABSTRACT
Kekawinas a literary works contain a deep variety of poetic value in
every word and sentence. Anauthorchoosesdiction with full of aesthetic and poetic
calculations to create a stylistic that makes the reader drift away in his verses.
Kekawin Smaradahana by Mpu Dharmaja is an Old Javanese literary work that
indulges readers with interpretations of stylistics. The consciousness of
worshiping Shiva is represented by the romance of Smara-Ratih which gives birth
to puspa hredaya, the highest form of consciousness. This research reveals the
existence of stylistics in Kekawin Smaradahana, using Pierce's semiotic theory.
The signs of poetic language will be presented through the interpretation of the
Puspa Hredaya structure.
Keywords:puspa hredaya, stylistic, kekawin smaradahana.
ABSTRAK
Karya sastra kekawin memuat ragam puitika yang begitu dalam di setiap
kata dan kalimatnya. Seorang pengarang kekawin meletakkan diksi dengan penuh
perhitungan estetika dan puitika sehingga melahirkan stilistika yang menjadikan
pembaca kekawin hanyut dalam bait-bait karyanya. Kekawin Smaradahana
gubahan Mpu Dharmaja merupakan karya sastra Jawa Kuno yang memanjakan
pembaca dengan interpretasi terhadap stilistika. Kesadaran pemujaan terhadap
Siwa dibalut dengan romantika Smara-Ratih yang melahirkan puspa hredaya,
sebuah kesadaran tertinggi. Penelitian ini mengungkap keberadaan stilistika dalam
Kekawin Smaradahana, menggunakan teori semiotika Pierce. Tanda-tanda bahasa
puitika akan disuguhkan melalui interpretasi terhadap bangunan struktur puspa
hredaya.
Kata kunci: puspa hredaya, stilistika, kekawin smaradahana.
1
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
2
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
3
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
4
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
5
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
6
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
7
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
8
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
(wukir), pantai, hutan, dan sungai dengan Pencipta. Bakti yang tulus
dijalankan sambil berlaku tapa. tanpa meninggalkan jejak di dunia
Penyatuan antara semesta dan adalah kekekalan seorang kawi
penyair kemudian menjelma dalam karena hidup seorang kawi selalu
bentuk karya. Selalu ada kerinduan mengalir dan menemukan muara lalu
untuk melakukan penyatuan. Betapa lebur menjadi satu dalam samudra
uniknya penyatuan ini, sungguh kesunyian.
mepesona dengan bebasnya jiwa Seorang kawi tidak hanya
pada saat melakukan ritual menuturkan dirinya, tetapi
kepengarangan. Penyair menuturkan aku (atma) sebagai
menggabungkan pengalaman estetik kekuatan karyanya. Aku yang bisa
dan religiusnya ke dalam karya. saja berarti dirinya (kawi) adalah
Pengalaman-pengalaman bagian yang penuh romantika dalam
pengembaraan penyair tidak selalu Kekawin Smaradahana. Dia (kawi)
tenggelam ke dalam keindahan alam, seolah tidak terlibat, tetapi terlibat.
sesuatu yang sensual, dan fenomena Cara menyembunyikan diri di setiap
belaka, tetapi tenggelam dalam Yang kata merupakan keistimewaan yang
Mutlak, di mana penyair mengatasi dimiliki. Ketika karya Kekawin
segala nafsu dan godaan. Dalam arti Smaradahan dibaca, pembaca
penyair sudah menjalani tahap-tahap (penulis) merasa menjadi aku (atma),
dhyana dan dharana, lalu sampai aku (kawi), aku (semesta para kawi
pada Samadhi. Hal itu diterapkan atau tubuh). Sungguh Kekawin
dalam hubungan kekawin dengan Smaradahana penuh misteri, setiap
pembaca dan pendengarnya sehingga kalimatnya adalah nyanyian sunyi
dapat dikatakan bahwa kekawin yang datang dari beberapa abad
menyebabkan para pembaca atau silam.
pendengarnya akan merasakan Puspa Hredaya juga
pengalaman penyair, yaitu tenggelam dikatakan yanyian sunyi menjadi
ke dalam alam fenomenal, tembus nyanyian pengiring dalam segala
sampai ke hakikatnya, bertemu kehidupan aku (atma). Rumah sunyi
dengan Sang Keindahan sendiri (bdk. dapat ditemukan dengan iringan
Agastia, 2010:41--42). Inilah yang nyanyian sunyi yang konstan, terus
penulis pahami tentang penyair menerus didengar, dinyanyikan, dan
kekawin, yaitu sebagai pembawa dilaksanakan. Suara merdu nyanyian
pesan peradaban. sunyi berasal dari hati seorang
Seorang bijak juga sunyi.Kesunyian merupakan pilihan
merupakan sebutan untuk seorang kata yang tidak terlupakan dalam
kawi, hanya orang bijak yang dapat Kekawin Smaradahana, seolah-olah
menuliskan kebajikan dan kesunyian menjadi penekanan
ketidakbajikan secara bersama penting kawi Kekawin Smaradahan.
sebagai cerminan ataupun tuntunan. Kesunyian (sunya, putus, nirbhana),
Swadharmma saŋ sājjana masihiŋ apa pun yang disebut tetaplah ia
dadi (kewajiban seorang bijak adalah adalah kehampaan, tidak bisa
mengasihi sesama). Hal itu berarti dibayangkan (tan paŋěn-aŋěn), tidak
bahwa artinya setiap yang terperikan (tan patuduhan), dan di
melahirkan cinta dan kasih sayang luar jangkauan pikiran (acintya). Jika
merupakan cara untuk mengobati digambarkan dalam bentuk tabel,
kerinduan bertemu (baca menyatu) maka kesunyian letaknya paling
9
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
10
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
11
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.1, Mei 2021
12