Anda di halaman 1dari 4

BAB ATHAF

PENTAS ALFIYAH KELOMPOK 11

Disudut bumi bagian manapun, semuanya sedang menghadapi pandemic virus corona,
Mestinya dalam keadaan seperti ini kita harus lebih pandai menangkap mana berita yang fakta
mana yang hoax. Sudah banyak upaya yang kita coba untuk menghadapi virus ini, pemerintah
pun selalu menerapkan protocol Kesehatan, salah satunya ialah upaya untuk jaga jarak
Apa sih maksud jaga jarak itu? Tolong diperjelas kang apri
Begini yah kang,, Memperjelas makna kata jaga jarak yang diumumkan dimana-mana, Virus
ini menyadarkan kita agar kita tetap bergenggam erat menyambung jiwa kemanusiaan, dimana-
mana semboyan jaga jarak, pamplet 3m dipajang di setiap kota. Namun upaya jaga jarak ini
jangan berlebihan, jaga jarak bukan berarti kita bebas mengusir orang atau menolak jenazah,
perawat dan tenaga kesehatan itu misalnya. Pasien pdp atau odp itu adalah korban, bantu
mereka mengisolasi diri di rumah masing-masing, kita mesti menyambung rasa kemanusiaan ke
mereka. Tanpa kita menyadari dampak yang paling ditakutkan dari virus corona bukan hanya
tentang penyakitnya, tapi lebih ke penyakit mental untuk bisa hidup normal dengan manusia
lagi
Ingat jargon lama “Jauhi penyakitnya bukan orangnya” . seharusnya ini jadi pegangan kita
agar kita bisa menyambung erat solidaritas jiwa kemanusiaan. Jarak fisik memang harus di
renggangkan tapi menyambung erat jiwa kemanusiaan harus di eratkan.
Berbicara tentang kata memperjelas terdapat juga dalam salah satu kitab nahwu yaitu kitab
alfiyah ibnu malik, dalam kitab tersebut terdapat bab, yaitu bab athof
Seperti dalam bait :

‫ َحقِيقَةُ ْالقَصْ ِد بِ ِه ُم ْن َك ِشفَ ْه‬# ‫ان تَاب ٌع ِش ْبهُ الصِّ فَ ْه‬


ِ َ‫فَ ُذو ْالبَي‬
Athaf Bayan adalah Tabi’ yang menyerupai sifat berfungsi untuk menjelaskan hakekat yang
dimaksud agar terungkap

“Athaf Bayan adalah Tabi’ yang berfungsi untuk penjelas atau pengkhususan, jika bentuk sifat
adalah Musytaq atau Muawwal Bil Musytaq, maka untuk ‘Athaf Bayan adalah Jamid.”

Jadi bisa disimpulkan bahwa Athaf bayan adalah Isim yang i’rabnya mengikuti Isim sebelumnya,
dimana bentuknya mesti Jamid (bukan musytaq seperti Isim Fa’il, Isim Maf’ul dan lainya. Atau
bentuknya berupa musytaq yang diperkirakan ke dalam bentuk Mashdar. Di antara fungsi ‘athaf
bayan yaitu untuk memperjelas, mengkhususkan isim pertama yang menjadi mat’bunya agar
lebih jelas.

Fungsi athaf bayan terbagi menjadi dua :

a. ‘Athaf Bayan berfungsi sebagai penjelas apabila Matbu’nya Makrifat

ٍ ‫َجا َء َأبُو َح ْف‬


Contoh : ‫ص ُع َم ُر‬
Telah datang bapaknya abu hafsh yaitu umar
Lafadz umaru merupakan athof bayan karena berfungsi menjelaskan lafadz abu hafsh sebagai
matbunya

b. ‘Athaf Bayan berfungsi sebagai Pengkhusus apabila Matbu’nya Nakirah dan terkadang
َ ‫ِّم ْن َّو َر ۤا ِٕى ٖه َجهَنَّ ُم َويُس ْٰقى ِم ْن َّم ۤا ٍء‬
keduanya Nakirah. Contoh : ‫ص ِد ْي ٍد‬
َ merupakan athof bayan gunanya untuk mengkhususkan matbunya lafadz ‫ ِم ْن َّم ۤا ٍء‬dan
Lafadz i‫ص ِد ْيد‬
keduanya berbentuk nakiroh
Hukum athaf bayan pun akan dijelaskan pada bait selanjutnya yaitu :

ُ ‫اق اَأل َّو ِل النَّع‬


‫ْت َولِي‬ ِ َ‫ َما ِم ْن ِوف‬¤ ‫اق اَأل َّو ِل‬
ِ َ‫فََأولِيَ ْنهُ ِم ْن ِوف‬
Punten kang anis mau bertanya, Bagaimanakah cara mencirikan athaf bayan ?
Jadi gini kang kamal, mengingat athaf bayan itu mirip dengan sifat maka diharuskan
menyesuaikan diri dengan matbunya, perihalnya sama dengan naat. Untuk itu harus disesuaikan
dengan matbu’nya baik dalam masalah ta’rif dan tankirnya, baik dalam masalah tadzkir dan
ta’nisnya dan baik dalam masalah ifrad, tasniyah dan jamaknya.
Ntar dulu kang anis, ada juga Sebagian ulama nahwu berpendapat, bahwa athaf bayan dan
matbu’nya kedua-duanya nakirah itu merupakan hal yang dilarang.
ntar dulu kang parij, ada juga segolongan ahli nahwu lainnya, antara lain adalah imam ibnu
malik berpendapat bahwa hal itu diperbolehkan. Dengan demikian berarti keduanya
diperbolehkan dalam bentuk nakirah, sebagaimana boleh keduanya dalam bentuk makrifat.
Sudah cukup kang, seperti yang di katakana Imam ibnu malik dalam khulasohnya ;

ِ َ‫ َك َما يَ ُكون‬¤ ‫ان ُمنَ َّك َري ِْن‬


‫ان ُم َع َّرفَي ِْن‬ ِ َ‫فَقَ ْد يَ ُكون‬
“Terkadang athaf dan ma’thuf kedua-duanya dalam bentuk nakiroh dan terkadang pula kedua-
duanya dalam bentuk ma'rifat”
Seperti Firman Allah.

  ‫ض َم َث ُل ُن ْو ِرهٖ َك ِم ْش ٰكو ٍة ِف ْي َها‬ ۗ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫هّٰللَا ُ ُن ْو ُر الس َّٰم ٰو‬
ٌّ‫ب ُدرِّ ي‬ٌ ‫اج ُة َكا َ َّن َها َك ْو َك‬َ ‫لز َج‬ َ ‫ِمصْ َبا ۗ ٌح اَ ْل ِمصْ َبا ُح ِفيْ ُز َج‬
ُّ َ‫اج ۗ ٍة ا‬
‫ي ُّْو َق ُد ِمنْ َش َج َر ٍة م ُّٰب َر َك ٍة َز ْي ُت ْو َن ٍة اَّل َشرْ ِق َّي ٍة وَّ اَل َغرْ ِب َّي ٍۙة‬
Lafadz zaitunatin adalah atof bayan dari lafadz syajarotin sebagai mathufalaih dalam kondisi jerk
arena di masuki min yang berupa huruf jer, maka zaitunatin yang menjadi athof bayannya juga di
jerkan. Alamat jer nya yaitu kasroh dzohiroh. Status dari syajarotin itu berupa matbu. Begitu
juga athof bayan yang berupa nakiroh

Punten kang apri mau bertanya, apakah setiap athof bayan bisa dijadikan badal?
Begini kang anis, Setiap lafadz yang dapat dijadikan athaf bayan dapat pula dijadikan sebagai
badal. Contoh : ‫“ ضربت ابا عبد هللا زيدا‬aku telah memukul abu abdulloh alias si zaid.”
Lafadz zaidan ini bisa dijadikan badal dari lafadz aba abdillah
Tidak semuanya begitu kang apri,
Lantas bagaimana kang parij?
Ada sesuatu yang Dikecualikan dari hal tersebut, dua masalah yang didalamnya tabi’ hanya
menjadi athof bayan dan tidak dapat dijadikan sebagai badal salah satunya yaitu
, hendaknya tabi’ terbebas dari al. sedangkan matbu’nya memakai al, lalu dimudhafkan pula
kepada sifat yang mengandung al.
Seperti : ‫“ انا الضارب الرجل زيد‬aku adalah orang yang memukul lelaki itu alias si zaid.”
Dalam keadaan seperti contoh diatas, lafadz zaidin ditentukan hanya sebagai athaf bayan, tidak
boleh dianggap sebagai badal dari lafadz ar-rojuli. Karena sesungguhnya bentuk ungkapan badal
itu disertai dengan niat mengulangi amil, jika demikian berrati makna contoh tadi adalah seperti
‫ انا الضارب زيد‬dan hal itu tidak boleh, karena telah diketahui dalam bab idhofah, bahwa sifat
apabila dibarengi dengan al tidak boleh dimudhafkan kecuali hanya kepada lafadz yang
mengandung al atau dimudhafkan kepada lafadz yang dimudhafkan lagi kepada lafadz yang
mengandung al. Seperti : ‫انا الضارب الرجل زيد‬ aku adalah orang yang memukul lelaki itu alias si
zaid.
Punten kang apri, lafadz doribun kan berupa isim fail, coba kang kamal tasrifkan lafadz doribun
dalam tingkah rofa?
Kalau dalam tingkah nashob bagaimana kang pii? Coba tashrifkan.

Lalu bagaimana kang anis Ketika tingkah jer ? coba tashrifkan

Anda mungkin juga menyukai