Anda di halaman 1dari 3

Determinan Kesehatan

Kerangka konsep determinan kesehatan yang diterima luas dewasa ini adalah bahwa tingkat
kesehatan individu dan distribusi kesehatan yang adil dalam populasi ditentukan oleh banyak
faktor yang terletak di berbagai level. Dahlgren dan Whitehead (1991) menggambarkan
determinan sosial kesehatan terletak di berbagai level dalam model eko-sosial kesehatan
(Gambar 1). Perhatikan bahwa pelayanan kesehatan bukan satu-satunya determinan kesehatan,
melainkan hanya salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan individu dan
populasi.

Gambar 1 Model determinan eko-sosial kesehatan.

Sumber: Dahlgren and Whitehead (1991)

Dalam teori eko-sosial kesehatan, Dahlgren dan Whitehead (1991) menjelaskan bahwa
kesehatan/ penyakit yang dialami individu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terletak di
berbagai lapisan lingkungan, sebagian besar determinan kesehatan tersebut sesungguhnya dapat
diubah (modifiable factors). Gambar 1 memeragakan, individu yang kesehatannya ingin
ditingkatkan terletak di pusat, dengan faktor konstitusional (gen), dan sistem lingkungan mikro
pada level sel/ molekul. Lapisan pertama (level mikro, hilir/ downstream) determinan kesehatan
meliputi perilaku dan gaya hidup individu, yang meningkatkan ataupun merugikan kesehatan,
misalnya pilihan untuk merokok atau tidak merokok. Pada level mikro, faktor konstitusional
genetik berinteraksi dengan paparan lingkungan dan memberikan perbedaan apakah individu
lebih rentan atau lebih kuat menghadapi paparan lingkungan yang merugikan. Perilaku dan
karakteristik individu dipengaruhi oleh pola keluarga, pola pertemanan, dan norma-norma di
dalam komunitas.

Lapisan kedua (level meso) adalah pengaruh sosial dan komunitas, yang meliputi norma
komunitas, nilai-nilai sosial, lembaga komunitas, modal sosial, jejaring sosial, dan sebagainya.
Faktor sosial pada level komunitas dapat memberikan dukungan bagi anggota-anggota
komunitas pada keadaan yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebaliknya faktor yang ada pada
level komunitas dapat juga memberikan efek negatif bagi individu dan tidak memberikan
dukungan sosial yang diperlukan bagi kesehatan anggota komunitas.

Lapisan ketiga (level ekso) meliputi faktor-faktor struktural: lingkungan pemukiman/


perumahan/ papan yang baik, ketersediaan pangan, ketersediaan energi, kondisi di tempat
bekerja, kondisi sekolah, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan, akses terhadap
pelayanan kesehatan yang bermutu, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, lapangan kerja
yang layak.

Lapisan terluar (level makro, hulu/ upstream) meliputi kondisi-kondisi dan kebijakan makro
sosial-ekonomi, budaya, dan politik umumnya, serta lingkungan fisik. Termasuk faktor-faktor
makro yang terletak di lapisan luar adalah kebijakan publik, stabilitas sosial, ekonomi, dan
politik, hubungan internasional/ kemitraan global, investasi pembangunan ekonomi, peperangan/
perdamaian, perubahan iklim dan cuaca, eko-sistem, bencana alam (maupun bencana buatan
manusia/ man-made disaster seperti kebakaran hutan).

Berdasarkan model determinan eko-sosial kesehatan Dahlgren dan Whitehead (1991) dapat
disimpulkan bahwa kesehatan individu, kelompok, dan komunitas yang optimal membutuhkan
realisasi potensi penuh dari individu, baik secara fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi,
pemenuhan ekspektasi peran seorang dalam keluarga, komunitas, tempat bekerja, dan realisasi
kebijakan makro yang dapat memperbaiki kondisi lingkungan makro.

Pada tahun 1986, WHO dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan (the Ottawa Charter for
Health Promotion) menegaskan bahwa kesehatan merupakan hak azasi  manusia (human right).
Di samping itu, sesuai dengan model kesehatan Dahlgren dan Whitehead (1991), Piagam Ottawa
menegaskan bahwa untuk menciptakan kesehatan individu dan populasi dibutuhkan sejumlah
prasyarat. Prasyarat tersebut meliputi  perdamaian, sumberdaya ekonomi yang cukup, pangan
dan papan yang cukup, ekosistem yang stabil, serta penggunaan suberdaya yang berkelanjutan.

Dengan memahami prasyarat terjadinya kesehatan dapat disimpulkan, kesehatan tidak dapat
dipisahkan hubungannya dengan kondisi sosial ekonomi, lingkungan fisik, perilaku dan gaya-
hidup individu. Hubungan tersebut memberikan pemahaman yang holistik dan sistemik tentang
kesehatan. Holistik dalam arti kesehatan individu yang ingin ditingkatkan meliputi aspek
biopsikososial. Sistemik dalam arti kesehatan individu dan populasi dipengaruhi oleh faktor-
faktor pada berbagai level, yang tertata dalam suatu sistem di masing-masing level, dan lintas
level, suatu paradigma yang disebut “eko-epidemiologi” (Susser dan Susser, 2001). Implikasi
bagi kebijakan, diperlukan kebijakan publik yang sehat (“healthy public policy”), yakni
kebijakan publik yang secara langsung maupun tidak langsung (melalui perubahan dan perbaikan
determinan kesehatan pada level makro) dapat meningkatkan kesehatan individu dan kesehatan
kolektif komunitas, serta menciptakan distribusi kesehatan yang adil.

Model-model Kesehatan : Antara Model Barat dan Model Timur

Model kesehatan Barat yaitu model biomedis atau yang sering disebut sebagai model medis
(Joesoef,1990; Freud, 1991, Helman, 1990, Tamm,1993), model Psikiatris (Helman,1990), dan
model psikosomatis (Tamm,1993). Model kesehatan Timur umumnya disebut model kesehatan
holistic (Joesoef,1990) yang menekankan pada keseimbangan (Helman,1990)
Model biomedis adalah berakar jauh pada pengobatan tradisional Yunani. Pengobatan ini
dipengaruhi oleh filosofi Yunani, terutama dari pemikiran plato dan Aristoteles yang bersifat
abstrak dan sistematis serta dijalankan rasional dan logis.
Model biomedis (Freud,1991) memiliki 5 asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian
tubuh tertentu. Asumsi kedua adalah bahwa penyajit dapat direduksi pada gangguan fungsi
tubuh, entar secara biokimia atau neurofisiologis. Asumsi ketiga adalah keyakinan bahwa setiap
penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang secara potensial dapat didefinisikan. Asumsu
keempat adalah melihat tubuh sebagai suatu mesin. Asumsi kelima adalah konsep bahwa tubuh
adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.

Model psikiatris (Helman,1990), sebenarnya masih berkaitan dengan model biomedis. Model ini
pada dasarnya masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu penyakit dan
penggunaan treatmen fisik (obat-obatan atau pembedahan) untuk mengoreksi abnormalitas.

Model psikosomatis (Tamm,1993), merupan model yang muncul kemudian karena adanya
ketidak puasan terhadap model biomedis. Model ini dikembangkan oleh Helen Flanfers Dunbar
sekitar tahun 1930-an.

Anda mungkin juga menyukai