Anda di halaman 1dari 39

Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdullillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa karena dengan nikmat dan rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan pembuatan Laporan Teks Cerpen oleh siswa kelas XI MIPA 2 di
SMA Negeri 1 Cawas Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan baik.

Dalam menyusun Laporan ini, penulis banyak mengalami kendala. Namun,


berkat bantuan, bimbingan, serta arahan dari berbagai pihak, penulisan Laporan
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:

1. Drs. Sahana M.M selaku Kepala SMA N 1 Cawas;


2. Vina , S.Pd selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia serta
membimbing penulis dalam menyelesaikan Laporan ini dengan baik;
3. Orang tua penulis selaku pemberi motivasi;
4. Teman- teman penulis;
5. Dan semua pihak yang telah mendukung proses pembuatan Laporan ini.
Penyusunan Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis terbuka dengan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Untuk
itu penulis ucapkan terimakasih.

Cawas , Maret 2018

Penulis
Daftar Isi

Halaman Cover.............................................................................................i
Halaman Judul.............................................................................................ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Cerpen
B. Jenis-Jenis Cerpen
C. Ciri-Ciri Cerpen
D. Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen
E. Struktur Teks Cerpen
F. Unsur-Unsur Cerpen
1. Unsur Intrinsik Cerpen
2. Unsur Ekstrinsik Cerpen
G. Contoh Cerpen
1. Cerpen Pop
2. Cerpen Kedaerahan
3. Cerpen Nasional
Bab III Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Cerpen
           Pengertian Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa,
yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian,
peristiwa yang mengharukan dan menyenangkan, serta mengandung pesan
yang tidak mudah dilupakan.

Sedangkan Pengertian Cerpen Menurut Ahli, Jakob Sumardjo


(2004: 10) : Cerita pendek adalah cerita atau narasi (bukan analisa
argumentatif) yang fiktif (tidak benar- benar terjadi tapi bisa terjadi kapan
saja dan di mana saja) serta relatif pendek. Dan cerita fiktif yang pendek
berdasarkan realitas tersebut hanya mengandung satu kejadian untuk satu
efek bagi pembaca.

Menurut wikipedia Cerita pendek atau sering disingkat sebagai


cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung
padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain
yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.
Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-
teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas
dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam
berbagai jenis.

Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang


digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan
paralel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang
realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan
contoh-contoh dalam cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton
Chekhov.
B. Jenis-Jenis Cerpen
1. Berdasarkan jumlah katanya cerpen dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Cerpen mini (flash) adalah cerpen dengan jumlah kata antara 750-
1.000 kata.
b. Cerpen yang ideal adalah cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-
4000 kata.
c. Cerpen panjang, adalah cerpen yang jumlah kata 4000 – 10.000
kata.
2. Berdasarkan teknik pengarangannya cerpen dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Cerpen sempurna (well made short-story) adalah teknik penulisan
cerpen oleh pengarang dimana cerpen yang  ditulis hanya terfokus
pada satu tema dan memiliki plot yang sangat jelas, serta ending
atau penyelesainya mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada
umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta).
b. Cerpen tak utuh (slice of life short-story) adalah teknik penulisan
cerpen dimana pengarang menulis cerpen dengan tidak terfokus
pada satu tema atau berpencar, susunan plot atau alurnya tidak
tertata, serta endingnya mengambang . Cerpen jenis ini umumnya
bersifat kontemporer dan ceritanya ditulis berdasarkan gagasan
atau ide yang orisinil.
3. Berdasarkan jenisnya cerpen dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Cerpen Kedaerahan
Contoh : - Rumah untuk Kemenakan
-    Gampong
-    Orang kaya baru, dll.
b. Cerpen Nasional
Ciri-ciri cerpen nasional sebagai berikut:
1) Menggunakan bahasa baku.
2) Gaya bertutur yang enak, lincah walau kadang-kadang penuh
kejutan.
3) Kata-kata yang bertenaga, sederhana tapi menusuk dalam,
cerpen sastra tidak selamanya berat-berat kecuali yang aliran
surealisme/abstrak.
4) Tema yang diangkat biasanya masalah humanisme yang
beragam dan sering memasukan kritik sosial. Bisa tentang
lokalitas atau isu masyarakat urban.
5) Bisa diterima oleh semua kalangan.
6) Tokoh cerita tidak dibatasi, bisa anak-anak, remaja, wanita, laki-
laki dewasa, nenek-nenek atau kakek-kakek pun bisa masuk
cerita.
Contoh : Jalan Soeprapto, Jiwa yang Terguncang, Senyuman
Terakhir, dll.
c. Cerpen Pop
Ciri-ciri cerpen pop sebagai berikut:
1) Menggunakan bahasa yang encer bahkan cenderung forkem
(bahasa gaul).
2) Gaya bercerita yang ringan dengan alur dan plot mudah ditebak.
3) Kurang memperhatikan kaidah bahasa baku sesuai EYD.
4) Segmentasi khusus pembaca remaja, sehingga tema yang
diangkat selalu tentang dinamika dan permasalahan remaja.
5) Belum tentu cocok dibaca semua kalangan.
6) Tokoh utama adalah remaja.
Contoh : Perempuan disimpang Tiga, Roda Kehidupan, Pelabuhan
Makin Jauh, Anggap Auk Bulan, Kisah dikantor Pos, dll.

C. Ciri - Ciri Cerpen


Untuk membedakan Cerita Pendek (cerpen) dengan novel atau teks
lainnya maka kita perlu mengetahui ciri-cirinya, sehingga berdasarkan ciri-
ciri tersebut maka kita akan lebih mudah menganalisa sebuah teks untuk
membedakan apakah teks itu cerpen atau bukan, bahkan kita juga akan
lebih mudah memproduksi teks cerita pendek, yang koheren sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat.
           Adapun ciri-ciri dari cerpen secara umum adalah sebagai berikut:
1. Kata dalam cerita tidak lebih dari 10.000 kata.
2. Tulisannya lebih singkat jika dibandingkan dengan novel.
3. Isi kebanyakan mencerminkan kisah sehari-hari.
4. Tokoh cerpen itu sederhana dan karakternya tidak mendetail.
5. Ceritanya fiktif dan rekaan.
6. Habis dibaca sekali duduk.
7. Kata-kata mudah sekali untuk dipahami oleh pembacanya.
8. Pesan dan kesan yang diberikan dalam cerita sangat mendalam
sehingga pembaca juga ikut serta merasakan kesan dari cerita itu.
9. Tokoh-tokohnya mengalami konflik sampai pada penyelesaian.
10. Penggunaan kata-katanya (khas) dan mudah dikenal masyarakat. 
11. Meninggalkan kesan mendalam dan efek terhadap perasaan pembaca.
12. Menceritakan satu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan
krisis.
13. Beralur tunggal dan lurus. 
D. Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen

Cerpen juga karakteristiknya dapat dikenal dari bahasa yang


digunakan di dalamnya, ciri bahasa dari cerpen adalah sebagai berikut:

1. Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan


fisik juga kepribadian tokoh yang diceritakan dalam cerpen, misalnya
sosoknya tinggi atau perawakannya gagah, rambutnya beruban dan
sifat tokoh lainnya.
2. Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat
dan suasana, misalnya: di pagi hari yang cerah, di kebun bambu yang
rimbun dengan dedaunan dan lain sebagainya.
3. Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk
penulisan dalam percakapan di dalam cerpen
4. Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi, misalnya :
pucuk langit, memanggang bus, bajing loncat dan mulut terminal.
5. Bahasa yang digunakan  tidak baku dan tidak formal.
6. Bisa menggunakan gaya bahasa (majas) Perbandingan, pertentangan,
pertautan maupun perulangan.

E. Struktur Teks Cerpen

           Untuk lebih memahami isi sebuah cerpen maka kita perlu
mengetahui struktur isi yang biasa dilibatkan dalam sebuah cerpen, sebagai
berikut:

1. Abstrak adalah ringkasan/inti cerita, dalam cerpen abstrak ini sifatnya


opsional boleh di libatkan atau tidak, tidak jadi masalah.
2. Orientasi adalah pengenalan latar cerita atau bagian pendahuluan dalam
sebuah cerita, baik pengenalan sifat tokoh tempat terjadinya peristiwa
dalam cerita, maupun pengenalan suasana dalam cerita.
3. Komplikasi adalah bagian yang memuat masalah konflik dalam cerita,
masalah mulai timbul karena sebab-akibat rangkaian peristiwa,
kemudian sampai pada klimaks.
4. Evaluasi adalah penurunan masalah yaitu struktur konflik yang terjadi
yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesaian dari
konflik tersebut.
5. Resolusi adalah penyelesaian masalah yaitu struktur teks yang
mengungkapkan solusi yang dialami tokoh atau pelaku.
6. Koda adalah pelajaran yang bisa dipetik dari cerita oleh si pembaca,
koda ini sifatnya opsional boleh dilibatkan atau pun tidak.

Abstrak

Orientasi

Komplikasi
Struktur Teks
Cerpen
Evaluasi

Resolusi

Koda
F. Unsur - Unsur Cerpen

Unsur-unsur cerpen terdiri dari dua macam, dua macam itu adalah
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dibawah ini adalah penjelasan lengkap
mengenai unsur-unsur itu.
1. Unsur Intrinsik Cerpen
a. Tema
Tema adalah suatu pokok masalah yang mendasari sebuah cerita
(gagasan pokok dasar cerita). Tema biasanya terlihat jelas dalam
cerita, namun tidak dalam keadaan langsung, yang mana pembaca
itu harus menyimpulkan terlebih dahulu untuk menentukan tema
dari sebuah cerita itu. Biasanya tema dirumuskan dalam bentuk
sebuah kalimat pernyataan.
b.  Alur atau Plot
Alur atau plot ialah sebuah langkah atau jalan dari sebuah cerita.
Urutan cerita biasanya bisa terjalin atas urutan waktu, kejadian atau
hubungan dari sebab dan akibat.
Alur dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Alur maju ialah susunan peristiwa yang urutannya sesuai
dengan waktu kejadian atau cerita yang bergerak maju.
2) Alur mundur ialah susunan peristiwa yang urutannya tidak
sesuai dengan waktu kejadian atau cerita yang bergerak
mundur atau flashback.
3) Alur campuran ialah rangkaian cerita yang merupakan
gabungan antara alur maju dan alur mundur.
Alur meliputi beberapa tahap:
a) Pengantar: pada  bagian ini  cerita mulai dilukiskan
mulai waktu, tempat atau kejadian yang merupakan
awal cerita.
b) Penampilan masalah: pada bagian ini  mulai
menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
c) Puncak ketegangan / klimaks : pada bagian ini masalah
dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah
memuncak.
d) Ketegangan menurun / antiklimaks : pada bagian
ini masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan
kekhawatiran mulai hilang.
e) Penyelesaian / resolusi : pada bagian ini masalah telah
dapat diatasi atau diselesaikan.
c. Penokohan atau Perwatakan
Penokohan adalah pemberian suatu watak atau sifat
(karakter) pada tokoh cerita. Pemberian sifat tersebut akan
tercermin dalam fikiran, tingkah laku, ucapan atau pandangan
tokoh terhadap sesuatu hal.
1) Metode penokohan tokoh ada 2 jenis yaitu:
a) Metode analitik adalah metode penokohan yang
dicerminkan atau dipaparkan secara langsung. seperti sadis,
pemarah, keras kepala dan lain-lain. 
b) Metode dramatik adalah metode penokohan yang
dicerminkan atau dipaparkan secara tidak langsung atau
pengambaran sifat melalui penggambaran fisik, dialog antar
tokoh dan lain-lain. 
2) Penampilan tokoh dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a) Tokoh Protagonis adalah tokoh yang memerankan atau
memiliki watak baik, jujur, dapat dipercaya, cepat tanggap
dan lain-lain (lebih jelas tokoh ini berwatak baik-baik).
b) Tokoh Antagonis adalah tokoh yang memerankan/memiliki
watak jelek ( pendendam jahat, sombong dan lain- lain.)
c) Tokoh Tritagonis adalah tokoh penengah dari tokoh utama
dan tokoh lawan ( watak tokoh ini lebih netral dari kedua
tokoh diatas.)
d. Setting atau Latar
Setting atau latar adalah tempat peristiwa, waktu dan suasana
cerpen itu dilakukan. Atau lebih jelasnya latar atau setting itu
terdiri dari 3 unsur yaitu :
1) Latar Tempat (Berkaitan dengan dimana peristiwa
dalamcerpen itu terjadi).
Contoh:
2) Latar Waktu (Berkaitan dengan kapan peristiwa dalam cerpen
terjadi).
Contoh:
3) Latar Suasana(Berkaitan dengan perasaan atau suasana
kejadian peristiwa dalam cerpen itu terjadi).
Contoh:
e. Sudut Pandang atau Point of view
Sudut pandang adalah cara bercerita atau cara pandang visi
seorang pengarang pada suatu peristiwa dalam cerpen. Sudut
pandang dibagi menjadi beberapa yang diantaranya yaitu, sudut
pandang orang pertama atau dengan gaya bahasa "aku" dll., sudut
pandang peninjau atau orang ke-3, sudut pandang campuran (bisa
orang pertama atau ketiga). 
Dalam sudut pandang, kata ganti orang dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Sudut pandang orang pertama, yaitu orang yang berbicara.
Kedudukan pengarang dapat dikategorikan menjadi 3 macam :
a) Pengarang sebagai tokoh utama.
b) Pengarang sebagai pengamat tidak langsung.
c) Pengarang sebagai pengamat langsung.
Contohnya seperti kata aku, saya, gue (untuk tunggal), seperti
kami, kita, (untuk jamak ).
2) Sudut pandang orang kedua, yaitu orang yang dibicarakan.
Contohnya seperti kamu, engkau (untuk tunggal ), seperti
kalian ( untuk jamak ).
3) Sudut pandang orang ketiga, yaitu orang yang dibicarakan.
Secara eksplisit memakai kata ganti dia, ia atau nama
orang. Dalam pola ini pengarang dapat diibaratkan sebagai
dalang, orang yang bercerita tetapi tanpa harus terlibat dalam
peristiwa yang dialami tokoh-tokoh yang diceritakannya. Pola
ini dibedakan menjadi 2 tipe:
a) Sudut pandang serba tahu
b) Sudut pandang terarah
Contohnya seperti ia, dia ( untuk tunggal), seperti mereka
(untuk jamak).
f.  Amanat
Amanat adalah sebuah pesan atau harapan seorang penulis cerita
kepada pembaca agar pembaca mau bertindak atau melakukan
sesuatu.
g. Gaya Penceritaan
Gaya penceritaan itu dapat dilihat dari segi bahasa dan
nada. Dari segi bahasa, kalian bisa mencermati adakah kekhasan dari
sebuah cerpen itu dalam pemilihan sebuah gaya bahasa (majas),
ungkapan yang digunakan. Jika dari segi nada, kalian dapat
mencermati apakah ada kesan nada yang menimbulkan rasa
romantis, simpatik dan sebagainya dalam cerpen tersebut.

2. Unsur Ekstrinsik Cerpen


Selain unsur intrinsik di dalam sebuah cerpen juga terdapat unsur
ektrinsik atau unsur -unsur yang berada diluar karya sastra yang dapat
dijadikan pembentuk sebuah karya sastra, biasanya selalu menyangkut
sebuah latar belakang, meliputi latar belakang masyarakat, latar
belakang penulis dan juga nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen
itu sendiri
Untur ektrinsik sebuah cerpen secara lengkap adalah sebagai berikut:
a. Latar belakang  masyarakat
  Latar belakang masyarakat merupakan unsur yang
mempengaruhi cerpen berupa faktor-faktor di dalam lingkungan
masyarakat dimana penulis berada sehingga berpengaruh terhadap
penulis itu sendiri.
Diantara latar belakang yang mempengaruhi penulis dalam menulis
cerpen adalah:
1) Ideologi suatu negara, konsisi ideologi suatu negara sangat
mempengarui hasil karya sastra, diantaranya cerpen. Setiap
negara yang mempunyai ideologi yang berbeda akan melahirkan
hasil karya sastra yang berbeda pula.
2) Kondisi politik suatu negara, konsisi politik suatu negara atau
wilayah akan sangat mempengaruhi hasil sebuah karya sastra,
semisal cerpen. Misalnya, pergolakan konsisi polikit dalam
suatu waktu akan mempengaruhi hasil sebuah karya sastra. 
3) Kondisi ekonomi suatu negara, kondisi perekonomian sebuah
bangsa atau negara juga akan ikut berpengaruh terhadap hasil
dari sebuah karya sastra termasuk karya sastra cerpen.
4) Konsisi sosial suatu negara, Selain kondisi ideologi, politik dan
perekonomian suatu negara, kondisi sosial juga akan
mempengaruhi hasil sebuah karya sastra.
b. Biografi pengarang atau latar belakang penulis
  Latar belakang penulis adalah faktor-faktor yang terdapat
dari dalam diri pengarang itu sendiri yang memotivasi atau
mempengaruhi penulis dalam menulis sebuah cerpen. Latar belakang
penulis terdiri dari beberapa faktor, antara lain:
1) Aliran sastra penulis, aliran sastra merupakan agama bagi
seorang penulis dan setiap penulis memiliki aliran sastra yng
berbeda-beda. Hal ini sangat berpengaruh jug terhadap gaya
penulisan dan genre cerita yang biasa diusung oleh sang penulis
di dalam karya-karyanya.
2) Riwayat hidup sang penulis,  Riwayat hidup sang penulis berisi
tentang biografi sang penulis secara keseluruhan. Faktor ini akan
mempengaruhi jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka
tentang suatu cerpen yang dihasilkan dari pengalaman-
pengalaman hidup mereka. Kadang-kadang faktor ini
mempengaruhi gaya bahasa dan genre khusus seorang penulis
cerpen.
3) Kondisi psikologis, Kondisi psikologis merupakan mood atau
motivasi seorang penulis ketika menulis cerita. Mood atau
psikologis seorang penulis ikut mempengaruhi apa yang ada di
dalam cerita mereka, misalnya jika mereka sedang sedih atau
gembira mereka akan membuat suatu cerita sedih atau gembira
pula.
c. Nilai-Nilai Yang Terkandung Di Dalam Cerpen
           Unsur ektrinsik yang ke 3 yang terdapat di dalam sebuah
cerpen adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen itu sendiri
yang meliputi:

1) Nilai moral, Nilai moral adalah nilai-nilai yang terkandung di


dalam cerita dan berkaitan dengan akhlak atau etika yang
berlaku di dalam masyarakat. Di dalam suatu cerpen, nilai moral
bisa menjadi suatu nilai yang baik maupun nilai yang buruk.

2) Nilai budaya, Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan


dengan nilai-nilai kebiasaan, tradisi, adat istiadat yang berlaku.

3) Nilai agama, Nilai agama adalah hal-hal yang bisa dijadikan


pelajaran yang terkandung di dalam cerpen yang berkaitan
dengan ajaran agama.
4) Nilai sosial, Nilai sosial adalah nilai yang bisa dipetik dari
interaksi-interaksi tokoh-tokoh yang ada di dalam cerpen dengan
tokoh lain, lingkungan dan masyarakat sekitar tokoh.

E. Langkah-Langkah Menulis Cerpen

             Agar anda mampu memproduksi sebuah cerpen maka anda harus
menggunakan pendekatan khusus berupa langkah-langkah dalam menulis
cerpen, sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan) dan menentukan tema 

Melakukan observasi (pengamatan, penelitian, mengungkap


pengalaman) dapat memunculkan tema tertentu. Rumusan tema kadang-
kadang membutuhkan penjabaran melalui observasi. Jadi observasi dan
tema bisa saling melengkapi. Observasi dapat dilakukan dengan melihat
suatu peristiwa, mendengar cerita orang lain, atau pengalaman pribadi. 

2. Menentukan latar , tokoh ,sudut pandang, dan konflik 

Menentukan latar,tokoh,konflik dan sudut pandang dalam cerpen yang


akan ditulis berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan.

3. Menyusun peristiwa-peristiwa 

Menyusun peristiwa-peristiwa yang akan diceritakan dalam rangkaian


alur yang dimainkan dalam latar tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut
memuat konflik yang dialami oleh tokoh dalam cerpen. 

4. Memilih kata-kata 

Mengembangkan peristiwa menjadi cerpen dengan pilihan kata yang


menarik. Pilihan kata yang digunakan dapat menggunakan kata-kata
dari bahasa daerah, bahasa asing , dan bahasa gaya remaja.
G. Contoh Cerpen

1. Cerpen Pop

Bertepuk Sebelah Tangan


Karya Nh. Dini

Suara sunyi malam mulai datang suara angin mengalun berhembus, lampu
seperti semakin temaram walau sebenarnya tidak meredup. Hanya saja Nina sudah
merasa sangat terkantuk, kelopak matanya ingin mengatup, dan matanya tak kuasa
menahan beban kelelahannya. Terkadang kantuk itu menguat membuatnya hanyut
sebentar namun tidak lama ia tersadar dan meneruskan kegiatannya. Sudah tiga
jam dia mengerjakan tugas rumahnya, tugas Fisika. Mata pelajaran paling tajam
dari pada matematika, dengan rumus-rumus rumit berselang-seling. Ditambah
dengan guru pengajarnya yang galak dan tegas pada setiap murid yang tidak
mengerjakan tugasnya, ia akan memberikan hukuman seperti dikeluarkan selama
pelajaran atau mengerjakan soal di papan tulis sampai bisa dan dilarang melihat
rumus.
Pelajaran SMA paling menyeramkan pikirnya dalam hati, Nina lalu
membalikkan referensi buku yang ia pinjam dari perpustakaan tadi siang.
Sebenarnya ia jarang meminjam buku disana hanya saja ada sebuah alasan.
Seseorang yang ia suka, Hafid terlihat olehnya memasuki perpustakaan saat ia dan
Putri baru saja membeli jajanan di kantin. Terpikir olehnya bahwa ia ingin
menyapa walau hanya sebentar mungkin bisa mengobati hatinya yang rindu
melihat wajahnya, ia mengajak Putri memasuki perpustakaan dan menulis daftar
hadir pengunjung. Putri berjalan mendahuluinya sedangkan ia mencari dimana
Hafid berada, ia menyusuri jajaran buku, tangannya menyentuh deretan buku tapi
matanya berkeliaran mencari Hafid. Nina bahkan melupakan sahabatnya yang
sedang sibuk duduk di bangku memilih-milih buku untuk dibacanya.
Akhirnya terlihat olehnya seseorang, ia hapal betul postur tubuhnya,
tercium olehnya buku-buku usang yang sudah berwarna kuning dimakan waktu.
Dilihat olehnya Hafid sedang berbungkuk mencari buku-buku dalam sebuah
kardus-kardus yang tersusun, sepertinya buku-buku dalam kardus itu sudah akan
dibuang karena sudah uzur. Terdengar olehnya suara kardus yang tersetuh lengan
Hafid dan suara buku yang disimpannya kembali kedalam.
“Sedang apa kak?” Nina yang tepat di belakangnya siap memperlihatkan senyum
termanisnya.
“Oh.. Nina, ini lagi nyari buku. Kata Bapak perpus buku yang kakak cari ada
disini. Di tumpukan buku usang.” Hafid berdiri dan memegang buku di
tangannya, buku itu terlihat usang dengan robekkan dan coretan tak berarti di
covernya.
“Sedang cari buku?” Hafid bertanya membuat Nina terkejut harus menjawab apa.
“e..e.. ia lagi nyari novel Kak,”
“suka novel ya? Pernah baca karya NH.Dini?”
Nina menggeleng.
“Coba baca deh, novelnya sederhana tapi menurut Kakak berkesan” Nina
mengangguk, lalu Hafid pergi setelah sebelumnya meminta izin pada Nina.
Walau hanya sekejap pertemuan tadi siang dengan Hafid, ia sudah sangat
senang. Entah perasaan apa itu? ia sedang jatuh cinta. Cinta yang entah keberapa
kalinya ia sekarang sedang menjomblo, namun kali ini berbeda Nina menutup diri
dan memendamnya. Tidak ada yang tahu bahwa ia mencintai seorang ketua OSIS,
bukan karena ia malu. Namun ia hanya ingin membuat Hafid terkesan dan
akhirnya jatuh cinta padanya. Cintanya kali ini berbeda, sungguh hanya ia yang
tahu. Namun cinta ini memiliki kesamaan dengan cinta sebelumnya, ia tidak bisa
tidur kerena memikirkannya, ia selalu melamun memikirkannya dan bahkan
akhir-akhir ini ia menjadi rajin akibat motif cintanya kepada Hafid, itu pengaruh
jatuh cinta yang bagus. Terang saja Nina merasa sangat bergairah saat belajar
akhir-akhir ini, ia merasa malu jika ia mendapatkan nilai jelek. Hatinya selalu
mengira-ngira bagaimana kalau Hafid tau bahwa dirinya payah dalam hal prestasi
di kelas, saat itulah timbul semangat dalam dirinya.
Hafid adalah seorang laki-laki yang sopan dan cerdas apalagi saat ia
berbicara, tidak salah dia terpilih menjadi ketua OSIS. Ia seorang lelaki yang
mudah bergaul dan tidak pilih-pilih dalam berteman. Perawakannya tinggi dan
kurus, dengan senyum yang selalu mewarnai wajahnya.
Jam dinding tua di ruangan tengah berbunyi dua belas kali, namun
matanya kini sudah bisa beradaptasi dengan suasana ditambah secangkir
moccacino yang ia buat sendiri. Namun ia sadar ia harus tidur. Nina mampu
terjaga setelah dalam hatinya teringat Hafid, ‘mungkin ia juga sedang belajar’
pikirnya. Tugas Fisika itu sudah hampir selesai, ia sibuk menghapus, menulis,
mengotret dengan banyak sisa-sisa kotoran penghapus yang sudah menyebar di
buku catatannya. Ia menulis jawaban terakhirnya, merapihkan peralatan tulis dan
buku catatannya lalu memasukannya ke tas. Nina mengambil cangkir Moccacino-
nya dan meneguk minuman Mocca terakhirnya, ia beranjak menuju kamar mandi
dan menggosok giginya. Lalu pergi ke tempat tidur mengistirahatkan diri sambil
mengucap doa.
Pagi terasa lain hari ini, entah apa yang akan terjadi. Sesuatu seperti
mengganggu hatinya namun apakah itu? ia bertanya-tanya dalam hati. Nina
berusaha menghilangkan perasaan itu dan cepat menyibukkan dirinya dengan
berangkat ke sekolah. Pagi itu cerah, matahari bahkan menerangi bumi sangat
awal, kehangatannya menemani angin pagi yang masih berhembus. Nina berjalan
menyusuri jalan gang, baru saja ia turun dari angkot hijau. Biasanya ia melewati
gang untuk sampai ke sekolah walau ada jalan lain yaitu jalan raya utama, kau
tahu juga alasannya karena Hafid. Ia selalu melewati gang ini. Beberapa kali Nina
beruntung bisa berjalan bersama atau bahkan hanya saling sapa, ada kepuasan
tersendiri dalam hatinya. Namun pagi ini berbeda, Hafid tidak tampak melewati
gang.
Sesampainya di kelas ia duduk di depan, sahabat dan sekaligus teman
sebangkunya sudah terlihat dengan beberapa alat tulis dan catatan di mejanya.
Suasana kelas sudah tampak gaduh, Nina baru sadar karena hari ini ada tugas
Fisika. Biasanya ia juga sama dengan teman-teman yang lain, mondar-mandir
sebelum jam masuk mencari teman yang sudah menyelesaikan tugas lalu
menyontek jawaban teman yang baik dan malang. Namun kali ini ia tidak
melakukannya, ia sudah berusaha keras sampai tengah malam untuk
mengerjakannya.
“Tugas Fisikanya sudah selesai?” Putri bertanya dengan wajah sayu seperti
kelelahan.
“Sudah, aku berusaha keras tadi malam” Nina menunjukkan senyum bangganya.
“Aku sudah berusaha mengerjakan, tapi tidak ketemu hasilnya” Putri menghapus
catatan yang ditulisnya mungkin jawabannya belum tepat. Nina termenung tidak
biasanya Putri kali ini kesulitan mengerjakan tugas pikirnya.
“Sini aku bantu” Nina mendekatkan diri ke arah putri duduk, agar bisa
menjangkau catatan dan alat-alat tulis. Sampai bel masuk berbunyi, suasana
menjadi sunyi. Murid-murid terlihat rapi dan sikap taat yang dibuat-buat karena
terihat dari jendela Ibu Mira pengajar Fisika berjalan menuju kelas.
Dentum bel berbunyi, menyuarakan sebuah nada bel yang khas tanda
waktu istirahat para murid. Siswa-siswi disibukkan dengan kesibukkan masing-
masing, makan, mengobrol, membaca, mengerjakan tugas dan lain-lain. Nina dan
Putri berjalan menuju kantin, mereka berencana membeli beberapa gorengan Bu
Entin yang juga istri penjaga sekolah. Itulah kebiasaan mereka selalu bersama-
sama kemanapun, seperti tidak pernah terpisahkan.
Sejak kelas satu mereka selalu bersama, bahkan sampai sekarang mereka
kelas dua selalu saja duduk sebangku. Nina sudah menganggap Putri seperti
saudaranya sendiri, dimana ada Nina pasti disana ada Putri, jika tidak mungkin
mereka sedang bertengkar itulah yang dikatakan teman-teman mereka. Putri lebih
dari sahabat baginya, selalu menemani disaat suka dan duka, bersedia
mendengarkan cerita-ceritanya tentang keluarga ataupun tentang pacar-pacarnya.
Putri adalah perempuan yang menarik menurut Nina, ia tertutup dalam mesalah
cinta ia bahkan tidak percaya dengan pengakuan Putri bahwa ia belum memiliki
pacar sampai sekarang. Wajahnya cukup cantik dengan tubuh mungil, rambut
panjangnya terlihat sering di ikatnya katanya agar tidak menganggu saat sedang
belajar. Putri orangnya susah untuk ditebak, ia pendiam tapi bersikap tegas dalam
mengambil keputusan, Putri juga terlihat sering membela dirinya dan
membantunya dalam mengerjakan tugas yang dianggapnya sulit.
Mereka duduk di depan Perpustakaan sambil memakan jajanan gorengan,
Nina dan Putri saling berpandangan dan mengobrol kadang tiba-tiba mereka
tertawa bersama mengingat pelajaran fisika tadi, ada kejadian menarik. Bu Mira
tiba-tiba mengatakan akan mengadakan ulangan, tadi. Sontak siswa-siswi protes
dan tidak setuju dengan keputusan Guru Fisika itu. Namun bukan Bu Mira
namanya kalau tidak menuai kontroversinya dalam hal mengajar yang terbilang
ekstrem, Ibu bilang ‘Ibu sudah pernah berkata pada kalian, untuk belajar bukan
karena hanya ada perkerjaan rumah saja, tapi setiap hari karena saya akan selalu
mengadakan ulangan secara mendadak’. Dengan terpaksa siswa-siswi yang
terlihat pasrah mengeluarkan kertas selembar yang di perintahkan Bu berparas
cantik namun terlihat sangar jika marah, sementara Bu Mira sudah menulis soal-
soalnya di papan tulis. Tiba-tiba terdengar suara ketuk pintu, ternyata seorang
guru piket yang menyampaikan ada rapat di ruangan guru, semua guru harus hadir
saat itu juga. Bu Mira berhenti menulis soal di papan tulis, ia lansung mengambil
alih pembicaraan dan berkata bahwa ulangan diundur disaat siswa-siswi sudah
berteriak riuh karena lega untuk sementara mereka selamat. Bu Mira lalu pergi
membawa tas dan peralatannya yang menandakan bahwa rapat akan
menghabiskan semua jam pelajarannya di kelas 8C.
Di tengah obrolan yang masih mengarah pada pelajaran Fisika, Hafid dan
seorang temannya melintas di hadapan Nina. Hafid dan temannya melihat dan
menyapa ke arah Nina, Nina langsung semangat menyapa Ketua OSIS pujaannya.
Sementara Putri terlihat malu-malu saat Hafid lewat, ia menunjukkan sikap tidak
seperti biasa. Nina bertanya-tanya melihat sikap sahabatnya itu, ‘apa mungkin
Putri juga menyimpan rasa pada Hafid?’ namun pikiran itu ditangkisnya,
sahabatnya itu terlalu pemalu untuk suka pada seseorang pikirnya. Nina juga
yakin Putri mengerti bahwa ia menyukai Hafid walau Nina tidak pernah
menceritakan perasaannya itu. Baginya mungkin perilakunya pada Hafid mungkin
cukup untuk membuat Putri paham kalau ia menyimpan rasa padanya.
Bel tanda masuk berbunyi, Nina dan Putri berjalan menuju kelas mereka.
Kelas sudah penuh sesak, teman-teman mereka riuh bercampur ribut seperti
kebiasaan istirahat. Tiba-tiba Ketua kelas Nina berdiri di depan kelas, ia
meninggikan suaranya bersiap mengeluarkan teriakannya untuk menghentikan
kebisingan kelas.
“Mohon perhatiannya..” Kata Johar dengan nada bijaksana yang sepertinya ia buat
sebulat mungkin. Seisi kelas langsung menghentikan kesibukkan mereka, suasana
kelas menjadi hening. Mereka sudah siap menerima informasi yang akan
disampaikan Sang ketua kelas.
“Hari ini, kalian di bubarkan. Karena ada kepentingan rapat para guru, tapi kalian
harus tertib dan jangan ribut” Johar lalu melangkah maju menuju tasnya,
sepertinya ia akan segera pulang. Teman-teman yang lain juga begitu, mereka
senang karena dipulangkan lebih awal. Sebagian siswa sudah meninggalkan kelas
sementara yang lain masih dalam kesibukkannya, mereka biasa berdiam dulu
dalam kelas merapihkan pakaian seragam mereka atau berdadan terlebih dahulu
sebelum pulang.
Nina mengambil cermin dari tasnya, ia memperhatikan wajahnya barang
kali ada kotoran menempel pada wajahnya. Sementara Putri hanya berdiam diri
memperhatikan Nina dan menunggunya selesai sebelum akhirnya mereka pulang
menuju gerbang sekolah.
Putri menggeser kursinya lebih dekat dengan posisi Nina yang masih asyik
bercermin.
“Nin aku mau cerita, boleh?”
“Boleh” Nina mengangguk, lalu memberikan senyum ke arah putri.
“Tapi ini rahasia” Putri melirik-lirikan matanya ke arah teman-temannya yang
masih cukup banyak dalam kelas namun tampak tidak terlalu memperhatikan
mereka berdua. Nina lalu mengangguk meyakinkan sahabatnya agar
mempercayainya menyimpan rahasia apapun padanya. Nina menduga-duga, kira-
kira rahasia apakah yang akan Putri ceritakan padanya, baru kali ini Putri bermain
rahasia-rahasiaan biasanya ia yang selalu seperti itu.
“ini tentang Hafid” jantung Nina terasa berhenti saat mendengar nama itu terucap
dari mulut sahabatnya yang kalem itu. Nina menghentikan kegiatannya bercermin,
kini ia tertarik dengan ucapan Putri.
“Dia nembak aku tadi malam.” Nina terlihat kaget mendengarnya, terucap di
bibirnya kekagetan itu seakan tidak percaya perkataan sahabatnya. Putri kini
terlihat menunduk mungkin malu memperlihatkan wajahnya yang merah pada
Nina. Ekspresi Nina jadi tidak karuan, ia berusaha mengatur napasnya, hatinya
seperti sakit tertekan entah oleh apa. Ada beban di hatinya yang begitu perih
terasa. Apa yang terucap dari mulut Putri sulit untuk ia cerna dalam pikirannya.
‘Hafid nembak Putri’ hatinya terasa amat perih mendalam, matanya mulai
berkaca-kaca tapi ia berusaha agar Putri tidak memperhatikannya.
Ia tahu Putri ingin mengabarkan kabar gembira ini padanya, Nina sudah
pernah mendesaknya agar ia mempunyai pacar. Dan kini ada seseorang yang
mengatakan cinta padanya, seharusnya sebagai sahabat ia harus ikut senang
merasakan kebahagian sahabatnya. Walaupun orang yang dicintainya yang
menembak sahabatnya, walau kenyataan ini memang perih ia harus siapa
menerimanya. Ia mencoba menabahkan hatinya terlihat Putri masih
menyembunyikan wajahnya menunduk lalu tersenyum-senyum tanda bahagia di
hatinya.
“Lalu bagaimana jawaban kamu?” Nina akhirnya bisa berucap walau ada sesuatu
yang berat meganjal dadanya.
“Aku ingin minta pendapatmu” Putri lalu memegang bahu Nina, Nina terlihat
agak gemetar walau ia dengan susah payah berusaha tabah.
“Me.. menurutku ia baik, Ketua OSIS lagi, terima saja Put,” Nada bicara Nina
mulai gemetar ia menahan air mata yang mulai berembun menyelimuti matanya,
napasnya terasa mulai tidak beraturan, mengapa begitu sakit pikirnya.
“Baiklah, aku akan bilang malam ini jawabannya” Putri tersenyum terlihat sangat
bahagia, baru kali ini Nina melihatnya begitu sangat bahagia, ia sadar bahwa
sahabatnya itu sedang jatuh cinta.
“Put, aku duluan ya, soalnya ada perlu disuruh jemput adik” Nina beranjak dan
mengambil tas selendangnya dengan tangan yang masih gemetar, rasa sakit di
hatinya tidak dapat terbendung lagi. Matanya sudah berkaca-kaca dan seperti tidak
dapat terbendung lagi oleh kelopak matanya, mana mungkin di tengah kebahagian
sahabatnya ia berkata jujur tentang hatinya. Rasanya juga percuma untuk
mengatakan itu, buktinya Hafid sebenaranya mencintai sahabatnya, Putri. Wajah
Putri masi berseri-seri karena senang, ia mengangguk mengizinkan Nina untuk
pulang duluan.
“Aku akan cerita besok ya Nin” Putri berteriak saat Nina akan segera melewati
pintu, ia menoleh sebentar dan memberikan anggukan kepada sahabatnya itu.
Nina bingung harus kemana ia pergi, tidak mungkin baginya menangis
sepanjang perjalanan pulang menggunakan angkot. Ia berjalan menuju toilet
menggantung tas selendangnya dan mengambil sapu tangannya, ia menghapus air
matanya walau terasa sia-sia, air mata yang sempat tertahan tadi mengalir deras,
rasa perih itu makin nyata. Ia rasa lututnya lemas, beban di dadanya semakin berat
saja, sebegitu besarnyakah rasa cintanya pada Hafid sehingga seperti ini rasanya.
Nina sadar bahwa cintanya telah bertepuk sebelah tangan. Ia berusaha menghibur
dirinya sendiri, bahwa dirinya patut senang karena kebahagian sahabatanya.
Ia juga harus yakin bahwa Putri adalah yang terbaik bagi Hafid, ia cantik,
baik dan pintar sementara dirinya terkenal di kelas sebagai anak yang sering
mengganti-ganti pacarnya terlebih selama ini Nina belum menunjukkan
prestasinya di kelas. Sedangkan Putri adalah seorang siswi pandai yang tidak
pernah absen masuk lima besar di kelas. Nina menyadari kesalahan-kesalahannya
ia terlalu banyak berbuat sewenang-wenang pada adik kelas, dan merasa paling
senior. Ia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Putri yang bisa membatasi
pergaulannya walau terkadang ia sering mengabaikannya untuk berkumpul
dengan anak-anak yang terkenal kerena kecantikannya dan exisnya di sekolah.
‘Putri adalah seorang yang terbaik untuk Hafid, seharusnya aku bahagia’ pikirnya.
Ia menghapus air matanya yang mengering dengan tisu basah dari tasnya. Hatinya
sudah membaik sekarang. Rasa perih itu mulai berkurang, hatinya mulai bisa
menerima. Ia membasahi kedua matanya yang terlihat bengkak karena menangis,
lalu mengusapnya dengan saputangan, ia lalu keluar dari toilet. Sebelumnya ia
melihat-lihat barang kali ada orang yang akan melihatnya bila ia keluar. Tapi
ternyata seisi sekolah sudah sepi, yang terdengar hanya suara kepala sekolah yang
sedang memimpin rapat di ruang guru, Nina keluar dengan mata yang terlihat
merah dan bengkak.
Ia berjalan menyusuri kelas di lorong menuju Perpustakaan, ia teringat lagi
oleh Hafid lalu ia buang pikiran itu jauh-jauh. Ia masuk ke Perpustakaan untuk
mengembalikan buku referensi Fisika yang ia pinjam kemarin saat ada Hafid, dan
tentunnya sebelum kejadian ini.
Ia mengisi daftar pengunjung, Bapak penjaga Perpus yang rambutnya
sudah dipenuhi uban itu memandangnya aneh karena Nina terlihat berantakan
dengan mata seperti kemasukan air, bengkak. Untung Bapa Perpus tidak bertanya
apa-apa, Nina lalu duduk di bangku Perpus. Ia memutuskan mengistirahatkan
dirinya sebentar sebelum pulang. Teringat olehnya bahwa Putri akan bercerita
tentang Hafid saat ia menjawab cintanya besok, ia harus siap dan melupakan
Hafid.
Ia juga sadar bahwa ia harus mengubah sifatnya mulai sekarang, ia
bertekat untuk fokus belajar untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Ia sadar
bahwa selama ini banyak membuat orang tuanya sedih karena ia sering membuat
ulah di sekolah, bertengkar dengan adik kelas ataupun karena nilainya yang
kurang dari ketuntasan beberapa mata pelajaran. Di meja tempat ia duduk terlihat
sebuah buku novel yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya, ia lalu
mengambilnya, di cover novel tersebut tertulis, ‘Padang ilalang di belakang rumah
karya NH.Dini’.
2. Cerpen Kedaerahan

Sebuah Nama di Desa Kecil


Karya Amilia Rahestri

Di sebuah daerah yang jauh dari bisingnya kota dan ramainya kendaraan.
Sebuah Desa yang berada di pulau kecil. Desa yang sangat sederhana itu hanya
berpenduduk sedikit. Kecil, reot dan pengap adalah suasana dan kenyataan rumah-
rumah di Desa itu. Desa Makmur Jaya adalah namanya. Ironi, masyarakat yang
tinggal disana jauh dari kata Makmur, bahkan sangat jauh dari kata Jaya.
Pendidikan masih menjadi sayatan hati bagi siapa yang melihatnya.
Di sebuah rumah kecil, hiduplah seorang nenek janda miskin bersama
cucunya yang masih sekolah di seberang pulau lain. Nek ira adalah panggilannya,
ia mempunyai cucu satu-satunya, sekaligus menjadi teman hidupnya selama ini.
Yusuf namanya, Yusuf sangat menyayangi neneknya, bahkan baginya neneknya
adalah sebagai sosok ibunya. Ibu Yusuf telah lama meninggal sejak melahirkan
Yusuf, sementara itu Ayahnya pergi merantau ke Jakarta beberapa bulan
kemudian semenjak kepergian ibunya dan semenjak itu tidak ada sosok Ayah dan
Ibu untuk Yusuf.
Dalam hatinya terkadang ada rasa rindu yang menggebu, namun di sisi
lain ada rasa marah yang membara. Ingin ia memeluk Ayahnya, namun ia pun
ingin membalas perbuatan Ayahnya yang telah mensia-siakan dirinya. “Ayah,
mengapa kau tak izinkan aku mengenal sosok dirimu, mengapa kau memilih
untuk meninggalkanku?”, desah ia dalam hati.
Setiap hari Yusuf bangun sebelum fajar tiba, bahkan sebelum ayam-ayam
berkokok nyaring. Ia memang bukan seorang wanita, namun kegiatannya mencuci
pakaian, mengurus rumah adalah aktivitas rutinnya sebelum ia berangkat menuju
sekolah. Sekolah Yusuf cukup jauh, berada di seberang pulau.
“Nek, Yusuf berangkat sekolah dahulu”, ucap Yusuf di suatu pagi.
“Iyah nak hati-hati dan jangan lupa baca doa sebelum melakukan aktivitas”, sahut
nek Ira.
“Baik nek, Assalamualaikum”
“Walaikumsalam nak”
Yusuf berangkat menuju sekolah menggunakan sampan bersama teman-
temannya. Latar belakang kehidupan yang sama, keluarga nelayan kecil. Tidak
menyurutkan dan memupuskan harapan meraka anak Desa makmur Jaya yang
ingin bersekolah menempuh gelanggang pendidikan yang tinggi setinggi mimpi
mereka. Kebiasaan setiap pagi sebelum berangkat adalah saling menunggu satu
sama lain. Sampan kecil dengan panjang 1,5 meter dan berdiameter 60 cm
menjadi kendaraan 12 orang yang akan bersekolah baik SD, SMP maupun SMA,
seperti Yusuf.
Yusuf bersekolah di SMA Harapan Bangsa. Sekolah yang sangat
sederhana dan kecil itu adalah tempat Yusuf bernaung menuntut ilmu. Guru yang
masih sedikit dan sarana yang kurang memadai adalah fakta dari sebuah nama
Sekolah Harapan Bangsa. Pak Mito adalah salah satu guru yang sangat setia
memberikan ilmu walau dengan kekurangannya.
Pak Mito adalah potret dan semangat bagi Yusuf dan anak-anak lainnya.
Di tengah kekurangannya dalam melihat, mata hatinya belum tertutup. Ia yang
mengajarkan mereka tentang pendidikan bagi Warga Negara dan hal-hal lain yang
dianggap mudah, tetapi sebenarnya sangat berat bagi setiap generasi ini.
“Anak-anak menurut kalian apa yang di maksud Kemerdekaan?”, tanya pak Mito
kepada murid-muridnya.
“Kemerdekaan itu yang sekarang telah kita raih pak”, jawab Sani
“Bagi saya kemerdekaan adalah meratanya seluruh keadilan di Negari ini pak. Itu
arti kemerdekaan yang sesungguhnya”, jawab Yusuf dengan nada lantang.
“Baik anak-anak jawaban yang bagus. Apakah menurut kalian, kalian telah
menerima kemerdekaan yang benar-benar merdeka?”, tanya pak Mito kembali.
“Bagi saya, saya belum mendapatkan kemerdekaan itu pak. Saya dan teman-
teman disini belum mendapat hak secara adil dalam pendidikan, padahal kami dan
mereka anak-anak kota adalah pemuda-pemudi harapan bangsa. Saya dan warga
di Desa saya belum sepenuhnya merdeka dan makmur, kami masih hidup dalam
kekurangan dan keterbatasan”, jawab Yusuf dengan beraninya.
“tetap harus mensyukuri dan mengisi kemerdekaan yang telah kita raih. Lalu,
bagaimana caramu agar kamu mendapatkan kemerdekaan itu?”, lontaran
pertanyaan dari pak Baik Yusuf itu memang fakta dan kenyataan yang ada. Tapi,
sebagai warga negara yang baik kita Mito.
“Saya yakin pak, dengan bersekolah, bekerja dan berusaha, saya mampu
menciptakan perubahan di lingkungan masyarakat, sekolah bahkan Bangsa saya.
Bukankah itu harapan para Pahlawan terhadap pemuda Indonesia?”
“Bapak sungguh bangga mempunyai anak didik sepertimu Yusuf. Teruskan
mimpi dan cita-citamu itu, bapak akan mendoakanmu untuk mewujudkan
impian perubahanmu. Beri tepuk tangan dan dukungan untuk Yusuf”, ucap
pak Mito dengan bangga dan penuh harapan.
Semua anak-anak seisi kelas itu pun memberi tepuk tangan dan tersirat harapan
kepada Yusuf.
Siang hari itu, lonceng sekolah berbunyi. Menandakan anak-anak sudah
boleh pulang ke rumahnya masing-masing. Begitupun Yusuf dan teman-teman 1
Desanya. Mereka pun meninggalkan Sekolah, tetapi mereka tidak langsung
pulang ke rumah. Mereka berganti pakaian, lalu menaiki sampan dan memulai
aktivitasnya pada siang hari di laut. Tas, sepatu dan pakaian sekolah mereka
jadikan 1 dan mereka kumpulkan bersama.
Mengarungi laut dengan doa dan harapan untuk melakukan kegiatan
di siang yang terik itu. Ada yang memancing, mengumpulkan kerang dan
mengumpulkan rumput laut.
Yusuf dengan kail pancingnya berharap ada ikan yang memakan
umpannya, dan terkumpullah banyak ikan untuk ia jual di pengepul ikan yang
biasanya setiap sore lewat dan berhenti sejenak untuk menegepul ikan, kerang dan
rumput laut yang dikumpulkan petani-petani kecil. Lagi-lagi, di tengah laut, ia
merindukan sosok seorang Ayah, namun ia mencoba menutupinya karena rasa
kemarahannya.
Beberapa jam kemudian, mereka pun menyudahkan kegiatan mereka, lalu
bergegas untuk pulang. Sampan kecil yang berisikan tas, sepatu, baju sekolah dan
hasil melaut mereka. Yusuf, Reza, Ahmad dan Bahri bertugas mendayung sampan
untuk sampai ke Desa mereka.
Ketika tiba di rumah, nenek menyambut Yusuf dengan wajah bahagia dan penuh
harap.
“Alhamdulillah nek, hasil melaut hari ini lumayan”, sapa Yusuf dengan ceria.
“Alhamdulillah nak. Tapi, jangan terlalu cape sup, kamu kan sudah kelas 3
sebentar lagi ujian, nanti kamu malah sakit”, nenek berkata dengan nada
menasihati.
“Yusuf tidak mengapa nek, yang terpenting kita bisa makan, dan Yusuf tetap bisa
bersekolah, Yusuf pingin jadi orang nek. Yusuf pingin jadi pemuda yang di
banggakan nek, doakan Yusuf yah nek”, ucap Yusuf meyakinkan,
“Iyah nak, nenek akan selalu mendoakanmu”, balas nenek dengan raut sedih tetapi
tersenyum.
Yusuf adalah pemuda yang sederhana, berpenampilan apa adanya serta ia
selalu jujur denagan apa yang terjadi, sehingga walaupun ia bukan anak orang
kaya, tetapi orang di kampungnya sangat menyeganinya.
Pulang sekolah dan melaut Yusuf tidak hanya duduk manis di rumah. Ia makan
serta bersiap-siap, ia pun tidak pernah meninggalkan sholat, sebagai media
komunikasi ia dengan Tuhannya. Ia bersiap-siap untuk mengambil air di pulau
lain, sebab air di daerah laut sangat asin, dan ia harus mencari air untuk keperluan
memasak dan minum sehari-hari.
Kegiatan Yusuf yang padat tidak menyurutkan hatinya untuk tetap belajar.
Ia selalu menyempatkan belajar dan berdoa untuk Ibu dan neneknya, meski sering
ia mendokan Ayahnya tanpa ia sadari.
“Suatu hari, aku ingin mencari dan membuktikan kepada Ayah, bahwa tanpa dia
aku juga masih bisa tetap hidup dan menjadi seorang pemuda yang dapat
dibanggakan”, ucap ia dalam hati.
Tiga bulan lagi, Ujian Nasional akan diadakan. Semua siswa-siswi
menyiapkan mental dan materi untuk menempuh Ujian Nasional, tidak terkecuali
dengan Yusuf, ada rasa senang. Sebab ia akan meluluskan bangku pendidikan
SMA, namun di sisi lain ada rasa khawatir tentang Ujian.
Suatu hari pak lurah datang ke Desa Makmur Jaya dan berkata akan memberikan
kabar gembira.
“Bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara sekalian, saya akan memyampaikan kabar
gembira disini”, ucap pak lurah.
“Kabar gembira apa pak? Apa tentang BLSM atau sembako gratis?”, tanya salah 1
warga.
“Oh tentu saja bukan”
“Lantas apa pak?”
“Pemerintah kota mencanangkan akan memberi Beasiswa bagi murid SMA yang
mendapatkan nilai tertinggi serta berprestasi untuk melanjutkan kuliah di Jakarta
dengan biaya yang ditanggung pemerintah”, ucap pak lurah dengan percaya
dirinya.
“Apakah ucapan bapak benar? Walau anak-anak kami adalah anak nelayan kecil,
pemerintah akan tetap memberi bantuan untuk kuliah?”, tanya salah satu warga
dengan nada kurang yakin.
“Oh tentu saja ucapan saya benar. Pemerintah tidak akan pandang bulu, apalagi
ini menyangkut tentang pendidikan, pendidikan kan masa depan Indonesia. Tentu
hal itu akan sangat diperhatikan oleh Pemerintah”, ucap pak lurah dengan nada
yang meyakinkan.
“Yah semoga saja ucapan bapak benar dan dapat dipertanggung jawabkan”, tegas
salah satu warga.
Yusuf yang ketika itu mendegar ucapan pak lurah, marasa senang dan
mempunyai harapan. Ia ingin sekali Kuliah walau saat ini hal itu belum pasti.
“Kalau aku berhasil mendapatkan nilai tertinggi Ujian Nasional, pasti aku akan
mendapat beasiswa itu. Dengan demikian aku akan mendapatkan pendidikan yang
tinggi tanpa harus membebani nenek. Dan aku punya harapan untuk bertemu ayah
di Jakarta. Tapi, bagaimana nenek disini, ia akan hidup sebatang kara”, bisiknya
dalam hati di selimuti rasa bimbang.
Yusuf pun pulang meninggalkan pak lurah dan kerumunan warga, dalam
perjalanan hatinya masih saja terus bergejolak. Pikiran tentang beasiswa di Jakarta
tidak pernah berhenti terpikir di pikiran Yusuf, hingga ia pun sampai ke rumah.
“Nak, pak lurah memberi pengumuman apa?”, tanya nek ira memecahkan
lamunan Yusuf.
“Pak lurah memberi kabar tentang beasiswa nek. Kata pak lurah, kalau ada siswa
yang mendapatkan nilai tertinggi Ujian Nasional, ia akan dapat beasiswa kuliah di
Jakarta dari pemerintah nek”, jawab Yusuf.
“Alhamdulillah. Itu kesempatan kau cucuku. Kau harus rajin belajar dan berusaha
serta berdoa agar kau mendapat hasil Ujian yang memuaskan dan kau dapatkan
Beasiswa kuliah di Jakarta itu secara gratis”, ucap nenek dengan nada semangat.
“Iyah nek, Yusuf ingin sekali kuliah di Jakarta untuk menempuh pendidikan yang
tinggi. Dan di Jakarta nanti Yusuf ingin bertemu ayah. Namun, bagaimana dengan
nenek disini? Siapa yang akan mengurus dan menjaga nenek?”, ucap Yusuf
dengan nada bimbang.
“Tidak perlu kau perdulikan nenek cucuku. Yang terpenting adalah masa
depanmu, kau ini pemuda harapan Desa ini nak. Nenek masih sanggup untuk
hidup sendiri. Yang terpenting sekarang kau harus rajin belajar agar kau
memperoleh beasiswa itu. Tolong, jangan kau kecewakan nenek”, ucap nenek
dengan nada meyakinkan.
Yusuf tidak menjawab dan ia hanya tersenyum, lalu meninggalkan
neneknya. Ada gejolak yang begitu besar di dalam hatinya. Yusuf pun berwudhu
dan melaksanakan sholat.
“Ya Allah beri hambamu ini petunjuk. Hanya kepadaMu hamba serahkan takdir
hamba”, bisik ia dalam hati dengan nada lirih lalu meneteskan air mata.
Hari yang ditunggu-tunggu yaitu Ujian Nasional pun tiba. Seminggu
sebelum Ujian Nasional sekolah Yusuf mengadakan doa bersama agar diberi
kemudahan dan dapat lulus dengan hasil yang memuaskan.
Hari pertama Ujian Nasional pun tiba. Anak-anak Desa Makmur Jaya pun
berangkat lebih awal dari biasanya. Mereka takut kalau sampai harus terlambat.
“Teman-teman jika nanti lulus kalian akan bekerja dimana?”, tanya Reza sambil
mendayung sampan.
“Aku akan ikut bapakku bekerja seperti biasanya. Mencari ikan pada malam hari
dan membuat garam pada siang hari”, jawab Bahri.
“Aku ingin kuliah di Jakarta!”, jawab Yusuf.
“Hahaha ada-ada saja kau suf, emang kau sudah bertemu bapakmu? Atau
nenekmu punya biaya? Hidup di Jakarta keras suf”, ucap Ahmad dengan nada
meledek.
“Jaga ucapanmu kawan. Aku ingin kuliah di Jakarta dengan tidak merepotkan
siapapun, aku ingin mendapatkan beasiswa dari pemerintah itu secara gratis”,
jawab Yusuf dengan yakin.
“Yusuf aku sarankan padamu, kalau bermimpi jangan tinggi-tinggi. Kalau jatuh
pasti rasanya sakit, hahaha”, Ahmad dengan nada menertawakan.
Hampir saja Yusuf terpancing emosi, ia merasa jika direndahkan. Lalu, suara Sani
menghentikan percakapan itu.
“Sudah teman-teman jangan berkelahi. Ahmad kamu tidak boleh seperti itu,
harusnya sebagai teman kita saling mendukung”, ucap Sani dengan nada
menasihati.
“Iyah aku mengaku salah. Maafkan aku Yusuf, aku berjanji tidak akan
mengulanginya kembali”, kata Ahmad meminta maaf.
“Iya. Aku sudah memaafkanmu. Lagi pula sebentar lagi kita akan berpisah, kita
tetap harus menjaga kekompakkan”“Nah begitu baru namanya anak-anak desa
Makmur Jaya”, kata Sani menambahkan.
Mereka pun melanjutkan perjalanan mengarungi laut untuk menuju
Sekolah. Setibanya di Sekolah mereka memasuki kelas masing-masing untuk
melaksanakan Ujian Nasional pertama bahasa Indonesia.
Hari-hari yang dilalui ketika Ujian Nasional menjadi sangat berarti untuk
Yusuf. Ia tidak sabar untuk mengetahui nilainya. Di dalam hatinya ada rasa yakin
yang menguat, namun ada pula keraguan yang mendalam.
Hari-hari yang di tunggu semua anak-anak pun tiba. Hari ini mereka akan
mendengar pengumuman kelulusan. Yusuf tidak sabar untuk mendengar
pengumuman itu.
“Aku berharap akulah yanag mendapat beasiswa itu”, ucap ia dalam hati dengan
penuh rasa harap.
Semua anak berkumpul di lapangan beserta bapak kepala sekolah, guru,
serta perwakilan pemerintah yang akan memberi tahu nilai kelulusan dan
memberikan beasiswa bagi murid berprestasi.
“Baik anak-anak bapak akan memberi tahu kabar gembira untuk kalian. Semua
siswa-siswi SMA Harapan Bangsa dinyatakan lulus. Dan yang lebih
meneggembirakan lagi, salah satu murid SMA ini mendapat nilai tertinggi 1
Kabupaten dan ia berhak mendapatkan beasiswa di Jakarta secara gratis”, kata
bapak kepala sekolah.
Semua siswa-siswi SMA Harapan Bangsa bersuka-ria mendengarnya,
mereka pun berpeluk serta melepas kegembiraan bersama.
“Oh iya pak, siapa salah satu dari kami yang mendapat nilai tertingi itu dan berhak
mendapatkan beasiswa ke Jakarta?”, tanya salah seorang murid dengan nada
penasaran.
“Nama murid itu adalah Muhammad Yusuf Pratama”, ucap bapak kepala sekolah.
Semua siswa-siswi bersorak histeris dan seakan tidak percaya, begitu pun dengan
Yusuf. Ia bangga, sekalipun bahagia, walaupun ada perasaan bimbang dan
bingung. Yusuf pun maju ke depan mimbar dan mendapatkan ucapan selamat dari
kepala sekolahm guru-guru, serta dari perwakilan Dinas Pendidikan.
“Selamat Yusuf atas prestaasimu. Minggu depan kamu bisa kami kirim ke jakarta
untuk mnegurus surat-suratmu”, kata bapak perwakilan Dinas Pendidikan.
Yusuf pun hanya tersenyum dan hanya mengiyakan. Setelah pengumuman itu
selesai mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan anak-
anak desa Makmur Jaya.
Anak-anak desa Makmur Jaya tiba di desa mereka dengan penuh rasa
senang. Semua warga memberikan selamat kepada Yusuf atas prestasinya. Yusuf
pun pulang menuju ke rumah.
“Assalamualaikum nek. Nek ternyata Yusuf yang mendapat nilai tertinggi itu dan
Yusuf akan mendapatkan beasiswa kuliah di Jakarta seperti yang waktu itu Yusuf
katakan”, kata Yusuf.
“Alhamdulillah nak, nenek bangga denganmu. Jangan kau pikirkan nenek, pasti
nenek akan baik-baik saja disini”, ucap nenek memberi semangat.
“Baik nek Yusuf akan menuriti nenek. Yusuf akan mengambil beasiswa itu.
Terimakasih nek untuk semuanya yang nenek berikan pada Yusuf. Yusuf janji
akan membanggakan nenek”, ucap Yusuf dengan penuh keyakinan.
Minggu yang di tunggu-tunggu pun tiba. Hari ini Yusuf akan berangkat
menuju Jakarta, menggapai semua mimpi dan cita-citanya untuk memeruskan
bangku pendidikan, setinggi mimpinya selama ini. Semua warga dan aparat desa
melepas kepergian Yusuf dengan penuh suka cita. Begitupun dengan nek ira,
nenek yang telah mengasuh dan merawat Yusuf sejak ia dilahirkan.
“Yusuf, kalau kau sudah pintar dan jadi orang berpendidikan tinggi, jangan kau
lupakan desamu ini. Desa yang telah membesarkanmu”, ucap pak lurah
“Baik pak saya janji akan menempuh pendidikan dan akan membanggakan desa
ini”, ucap Yusuf meyakinkan.
“Kau jangan lupakan nenekmu ini nak. Doa nenek akan selalu menyertaimu.
Nenek sangat menyayangimu”, ucap nenek dengan menitihkan air mata.
“Iya nak, Yusuf pun sangat menyayangi nenek dan Yusuf berjanji akan menjadi
orang sukses di Jakarta nanti”, ucap Yusuf untuk yang terakhir kalinya sebelum ia
meninggalkan desanya.
Terpaan angin laut membawa Yusuf dengan kapalnya bersama perwakilan
Dinas Pendidikan. Lama-lama kapalnya pun tidak terlihat dari tepi pantai. Dan,
pada akhirnya, seorang pemuda Desa yang terpencil dengan keterbatasan
hidupnya, mampu membawa ia pada cita-citanya untuk melanjutkan gelanggang
pendidikan yang tinggi yang selama ini ia impikan.
Payung tidak akan menghentikan hujan. Tetapi, payung dapat membantu
kita ubtuk menembus hujan. Untu itu, janganlah menyerah pada keadaan.
SELESAI..

3. Cerpen Nasional

Penyesalan Pahlawan
Karya Zula muhammad
Waktu bergulir. Matahari kembali ke peraduanya. Bintang mulai
berserakan di langit luas. Bulan sedikit menampakan dirinya, malu-malu tertutup
gumpalan mega hitam. Aku pandangi sekelilingku, sepi, sunyi. Sangat berbeda
dengan beberapa jam yang lalu. Kini bunyi senapan yang memuntahkan isinya tak
lagi terdengar. Hanya jangkrik dan binatang lain yang bersuara, mendominasi
malam gulita. Aku bersyukur masih bisa selamat.
Aku duduk di bawah pohon beringin yang berusia ratusan tahun. Usia
yang cukup untuk menyaksikan bangsaku dijajah oleh orang-orang biadab. Aku
letakkan senapan di pangkuan. Aku bersihkan dia, aku lap. Inilah nyawaku.
Tiba-tiba ada tangan menepuk pundaku. Aku kaget bukan kepalang. Aku tenggok
dengan ragu. Joko rupanya. Nyaris saja dia menjadi santapan senapanku.
“ada apa?” tanyaku kesal
“komandan menyuruh kita berkumpul”
Aku bergegas bangkit. Kepalaku pusing, tapi aku biarkan. Kaki, tangan,
badanku terasa pegal, tapi aku acuhkan. Tubuhku pedih penuh luka, aku hiraukan.
Semua itu tidak penting, yang lebih penting adalah memerdekakan bangsaku.
Aku berlari menuju tempat berkumpul. Api unggun dinyalakan. Aku dan para
pejuang lain mengitari api itu. Kupandangi wajah mereka satu-persatu. Nyaris
tidak ada keceriaan yang terlihat. Apa yang aku rasakan mungkin juga dirasakan
mereka, atau bahkan lebih.
“Besok, kita selesaikan semua ini, kita selesaikan tugas kita. Tepat pukul empat
pagi, kita semua berkumpul di sini, bersiap menyerang. Ini komando dari markas
pusat. Kita hancurkan kamp-kamp mereka!!” kami terdiam, mencoba menerka apa
yang akan terjadi esok hari.
“kita bagi tim ini menjadi empat kelompok. Kelompok pertama akan dipimpin
Mayor Joko, menyerang dari arah depan. Kelompok kedua dipimpin oleh Mayor
Amir mencari jalan alternatif menyerang dari arah kiri. Kelompok ketiga saya
langsung yang pimpin, juga mencari jalan alternatif meyeberang sungai
menyerang dari sektor kanan. Dan kelompok yang terakhir, kelompok empat
dipimpin oleh Mayor Hasan, membantu kelompok satu. Biar kelompok satu yang
menjadi tim penggedor, setelah itu kelompok empat langsung menyerang. Kita
kejutkan mereka dengan serangan mendadak. Kita tumpas habis orang-orang
biadab itu. Merdeka atau mati!!”
Aku tertegun, namaku disebut. Apakah aku bisa memimpin kelompok empat?
Apakah aku bisa, diumurku yang baru seumuran jagung ini?
“sekarang istirahat. Kumpulkan tenaga. Tenangkan pikiran. Ingat, jam empat
tepat”
Aku matikan api unggun. Semua kembali ke tempat masing-masing. Aku
kembali ke pohon beringinku. Aku lihat arloji. Pukul sepuluh lebih tujuh menit.
Masih ada waktu sekitar enam jam untuk rehat, untuk merasakan hidup yang
mungkin esok tak bisa kurasakan lagi. Aku letakkan senapan. Perlahan aku
rebahkan tubuh penuh lukaku. Terasa sakit, amat sakit. Tapi, akan lebih sakit lagi
jika terus-terusan bangsaku diinjak-injak oleh an*ing-an*ing Belanda itu.
Berkali-kali aku mencoba tidur, aku picingkan mata berkali-kali, namun sulit
rasanya. Banyak pikiran menghantuiku. Aku bangun, kulihat sekeliling. Aku lihat
kawan-kawanku, ada yang terlelap dalam tidur, menikmati mimpi yang mungkin
ini mimpi terakhir mereka. Ada yang menulis surat, padahal mereka tahu surat itu
mungkin tidak akan pernah sampai.
Pandanganku tertuju pada Joko. Ia termenung aku dekati ia.
“kenapa belum tidur?” tanyaku sembari duduk di sampingnya.
“apakah kita bisa merdeka San?” matanya masih tertuju kedepan. Tatapan kosong.
Badanya belum bergerak.
“kenapa kau tanya seperti itu?”
Ia terdiam sejenak, kemudian menghela nafas panjang.
“lebih dari 300 tahun kita dijajah. Lebih dari 300 tahun pula kita berjuang, namun
apa hasilnya? Nihil. Tidak pernah ada hasil” kini tatapannya diarahkan kepadaku.
Begitu tajam.
“ini yang terakhir. Dahulu kita berjuang di masing-masing daerah tanpa ada
persatuan. Esok semua pelosok di negeri ini akan bangkit dan menyerang
bersama. Kita akan merdeka”
“apa kau yakin? Lantas setelah merdeka apa, apa yang akan kau lakukan?
Bukankah nanti pada akhirnya kita kembali akan dijajah?”
Aku kaget mendengar pertanyaan Joko. Aku tidak mengerti apa yang
dimaksudnya dengan ‘dijajah kembali’
“apa maksudmu?”
“kita sekarang dijajah, kita lawan, lalu merdeka. Setelah itu ada penjajahan lagi,
kita lawan, merdeka dan seterusnya. Semua ini tidak akan ada akhirnya. Sama
halnya dengan hari. Setiap hari matahari datang lalu pergi, lalu datang lagi. Hanya
saja setiap hari berikutnya tidak akan sama dengan hari sebelumnya. Penjajahan
juga seperti itu. Penjajahan selanjutnya akan berbeda dengan penjajahan sekarang
ini. Beda yang menjajah, beda sistem penjajahanya. Mungkin di masa depan
penjajahan akan lebih mengerikan dari sekarang ini. Bisa jadi penjajah itu berasal
dari saudara sebangsa sendiri”
“maksudmu akan ada anak cucu kita yang saling menjajah?” tanyaku semakin
keheranan. Sorot matanya tetap tajam. Seakan ikut membenarkan argumenya.
“begitulah. Apakah itu tidak lebih menyakitkan?” aku terdiam. Ada benarnya juga
omongan Joko. Pasti akan sangat menyakitkan jika sesama saudara sebangsa akan
saling menjajah. Musuh dalam selimut akan lebih sulit dikalahkan ketimbang
musuh yang nampak di depan mata.
“lalu apa yang harus kita lakukan?”
“kita tidak usah ikut dalam pertempuran”
“maksudmu kita lari? Kita bersembunyi? Tidak” jawabanku tegas.
“apa yang kau cari dari pertempuran kali ini. Mustahil kita menang. Mati, itu yang
akan kau dapat”
“walaupun aku mati, aku akan mati dengan terhormat. Mati atau tidak itu urusan
belakang. Aku tidak takut mati. Roda kehidupan biar tetap berjalan. Kalau setelah
ini ada penjajah lagi, itu bukan urusanku. Ini zamanku, biar aku yang kali ini
mengentaskan bangsa dari an*ing-an*ing Belanda. Untuk masa yang akan datang,
itu bukan tanggung jawabku, itu tanggung jawab generasi mendatang” suaraku
meninggi. Aku naik pitam. Darahku mendidih oleh ocehan-ocehan tak berguna
Joko.
“apa kau yakin bangsa ini akan benar-benar merdeka? Dan akan diridhai yang
maha kuasa?” tanyanya tenang.
“merdeka atau tidak itu bukan urusanku. Urusanku hanya terus berjuang dan
berjuang sampai titik darah penghabisan. Diridhai atau tidak tinggal kita lihat
nanti kedepanya”
Aku beranjak pergi, meninggalkannya. Aku tidak ingin terus-terusan terbawa
emosi. Aku tidak ingin termakan omongan tak bergunanya.
Tepat jam empat pagi, kami para pejuang bangsa mulai menyerbu kamp-
kamp musuh. Sesuai rencana. Aku akan menjadi kelompok pembantu untuk
kelompoknya Joko. Jeritan senapan terdengar di mana-mana. Musuh tidak
mengira akan diserang pagi-pagi buta. Dengan sekejap mereka membalas
serangan kami dengan senjata yang tentunya lebih mutakhir.
Hujan peluru mulai mendera. Korban berjatuhan di kedua pihak. Satu, dua,
tiga, sepuluh, seratus, bahkan tak terhingga jumlahnya. Bau anyir darah mulai
menusuk hidung. Suara jeritan senapan makin menggila, diiringi jeritan manusia
yang tak berdaya.
“dorrr!!!” kakiku tertembus peluru musuh, aku terkapar. Aku menjerit. Aku
mencoba terus bertempur, aku tidak ingin menyurutkan semangat merdekaku.
Aku tembaki an*ing-an*ing itu dengan semampuku.
Dari kejauhan aku lihat Joko berlari menuju kamp musuh sendirian dengan
pistol di tanganya. Ia lihai menghindari timah-timah panas yang siap menghujam
dirinya. Aku tidak habis pikir dengan apa yang sedang ia rencanakan. Ia terus
melaju, ia nampaknya kehabisan amunisi. Ia buang pistolnya. Di tanganya kini
tergenggam dua granat jagung. Aku alihkan pandanganku ke musuh yang
membidiknya. Sebelum an*ing itu menarik pelatuknya, kepalanya bolong
tertembus timah panasku, menjadi santapan senapanku. Sesaat kemudian.
“bummmm!!!” suara ledakan dari kamp musuh. Api membumbung tinggi di
angkasa. Semua memekikkan kata “Merdeka!!!”.
“dasar bodoh!!!” teriakku. Aku benar-benar tidak habis pikir. Joko mengorbankan
dirinya untuk meledakkan kamp musuh. Kepalaku pusing, dunia berputar. Semua
gelap, hitam pekat. Beberapa saat kemudian aku lihat ada cahaya putih menyala,
aku dekati. Semakin dekat, semakin besar cahayanya.
Ada orang memanggilku.
“kakek bangun!” aku kenal jelas suara itu. Suara cucuku, Zahra. Aku terkejut,
Zahra sudah berada di depanku.
“kakek mengigau lagi ya” aku hanya tersenyum. Ternyata tadi hanya mimpi,
mimpi yang benar-benar pernah terjadi tujuh puluh tahun lalu.
“kau benar Joko. Sekarang bangsa ini telah dijajah lagi. Kini penjajah menjelma
jadi tuan-tuan berdasi. Dasar biadab. Kemiskinan tak teratasi walau sudah tujuh
puluh tahun lamanya. Kesenjangan sosial sangat terpampang. Banyak orang yang
terjajah di atas kemerdekaan. Dan yang lebih mengerikan, sekarang ini banyak
generasi muda kita yang bobrok moralnya. Tidak punya sopan santun. Miras,
nark*ba, po*nografi, tawuran telah meraja-lela. Bukan tidak mungkin para
generasi inilah yang akan menjajah kita masa depan. Sungguh mengerikan.
Dahulu aku menghadapi penjajah dengan angkat senjata, tapi sekarang aku
tidak tahu apa yang harus aku perbuat untuk mengusir penjajah ini. Mungkin kau
di sana tertawa puas atas kebenaran prediksikmu. Tapi, aku di sini sungguh
tersakiti dengan kondisi ini.
Di umurku yang sudah renta ini aku sangat tidak kuat melihat kekacauan
di mana-mana. Aku meyesal telah memperjuangkan Republik ini, Joko. Kalau aku
tahu akan jadi sehancur ini, aku tidak akan mau bertempur waktu itu. Jika para
pejuang masih hidup, niscaya mereka juga akan menyesal. Mereka akan menangis
dengan keadaan sekarang.
Jika para generasi muda mau mendengarkan aku, niscaya aku akan suruh
mereka mengisi kemrdekaan dengan hal-hal yang positif, bukan dengan Miras,
nark*ba, po*nografi, tawuran dan hal negatif lainya, agar dapat memutus roda
‘penjajahan-merdeka-penjajahan’. Mereka akan aku suruh merenungkan
perjuangan pahlawan waktu itu. Bagaimana seorang pahlawan yang mau
mengorbankan segalanya untuk Republik ini, harta bahkan jiwa, semua di
korbankan. Kalau dipikir rasional, pahlawan berjuang bukan untuk diri mereka
sendiri. Namun untuk para generasinya. Agar generasinya tidak merasakan
pahitnya penjajahan waktu itu. Tapi sekarang apa yang terjadi. Aku menyesal,
Joko. Semoga penyesalanku akan hilang bersama hilangnya roda ‘penjajahan-
merdeka-penjajahan’”
Sumber :  http://referensisiswa.blogspot.co.id/2017/01/teks-cerita-pendek-cerpen-
pengertian.html

http://www.lokerilmu.com/2017/11/struktur-cerpen-dan-cerpen-singkat.html

https://blogsuletik.wordpress.com/2014/09/07/struktur-teks-cerpen/

https://3sahabatgamers.blogspot.com/2018/02/teks-cerpen-pengertian-ciri-
ciri.html

http://turisqoh-futicha.blogspot.com/2011/07/perbedaaneda-cerpen-sastra-
dengan.html

Anda mungkin juga menyukai