Anda di halaman 1dari 27

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

DEVELOPMENTAL DELAY DENGAN METODE NEURO


DEVELOPMENT TREATMENT (NDT)

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan program


pendidikan Diploma III Fisioterapi

Diajukan oleh:

Farid Nur Wijayanto

P27226020120

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI

2022
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
DEVELOPMENTAL DELAY DENGAN METODE NEURO
DEVELOPMENT TREATMENT (NDT)

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan program


pendidikan Diploma III Fisioterapi

Diajukan oleh:

Farid Nur Wijayanto

P27226020120

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI

2022
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
DEVELOPMENTAL DELAY DENGAN METODE NEURO
DEVELOPMENT TREATMENT (NDT)

Disusun oleh:

Farid Nur Wijayanto

P27226020120

Telah disetujui
Pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II

Yulianto Wahyono, Dipl. PT., M. Kes Dr. Bambang Trisnowiyanto, M. Or


NIP. NIP.

Mengetahui;

Ketua Prodi D III Fisioterapi

Pajar Haryatno, Ftr., M. Kes


NIP. 19790214 200604 1 002
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak yang telah lahir akan bertumbuh dan berkembang secara


berkelanjutan sesuai tahap yang dapat diperkirakan. Bertumbuh berarti
bertambahnya ukuran tubuh dan jumlah sel serta jaringan diantara sel.
Berkembang adalah bertambahnya struktur, fungsi dan kemampuan anak yang
lebih kompleks, meliputi kemampuan sensorik (kemampuan mendengar,
melihat, meraba, merasa, dan mencium), kemampuan motorik (terdiri dari
gerak kasar, halus, dan kompleks), kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi (tersenyum, menangis, bicara, dll), kemampuan kognitif
(kemampuan mengenal, membandingkan, mengingat, memecahkan masalah,
dan kecerdasan), kemampuan bersosialisasi, dll (Kemenkes RI, 2011).

Pada tumbuh kembang anak terdapat salah satu masalah yang sering
dijumpai yaitu developmental delay. Keterlambatan dalam mencapai tahapan
bahsa, berpikir, dan keterampilan motorik disebut developmental delay atau
keterlambatan tumbuh kembang (Henrichs, 2010).

Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar


15% anak-anak antar usia 3 dan 17 tahunn memiliki satu atau lebih cacat
perkembangan. Sebagian besar keloainan perkembangan terjadi sebelum anak
lahir tetapi beberapa dapat terjadi setelah lahir karena infeksi, cedera, atau
faktor lainnya (Zuckerman et al., 2017). Penyebab keterlambatan
perkembangan bisa sulit untuk ditentukan dan berbagai hal daapt berpengaruh
pada kondisi anak. Beberapa kondisi bersifat genetik, seperti sindrom down,
infeksi atau masalah lain selama kehamilan dan persalinan, serta kelahiran
prematur, juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan (Miclea et
al., 2015).
Permasalahan yang ditimbulkan pada anak yang mengalami
development delay cukup komplek, antara lain pada: (1) kemampuan motorik
kasar untuk menegakkan kepala, tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan,
berlari dan sebagainya, (2) kemampuan motorik halus untuk memegang benda
kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari, memasukkan benda kedalam botol,
menulis, menggambar dan lain-lain, (3) kemampuan perkembangan bahasa
dan komunikasi untuk mengidentifikasi suara, menirukan percakapan dan
mengoceh, (4) kemampuan perkembangan kognitif untuk mempelajari hal
baru (Noah, 2008).

Pada kasus development delay, teknologi yang dapat digunakan antara


lain stimulasi mototorik, terapi latiha, play therapy dan metode neuro
developmental treatment. Pada karya tulis ini penulis akan menggunakan
metode neuro developmet treatment (NDT). NDT adalah treatment yang
menggunakan input aferen untuk mendidik kembali sitem referensi internal
pasien dengan tujuan memungkinkannya memiliki lebih banyak pilihan gerak
dan efisiensi gerakan yang lebih besar (Gladstone, 2010).

Dengan penjelasan tersebut, penulis menyusun karya tulis ilmiah


dengan judul penataksanaan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
developmental delay dengan metode neuro development treatment (NDT).

(epidemiologis, permasalahan pasien secara umum dan yang terkait dengan


gangguan gerak dan fungsi, penatalaksanaan fisioterapi dan mekanisme
pengaruh penatalaksanaan fisioterapi terhadap problematic.)

Seorang anak yang telah lahir akan mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan adalah? Perkembangan adalah? Perkembangan
anak dipengaruhi oleh apa? Oleh karena penting bagi orang tua untuk
memperhatikan hal hal yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Pengertian global developmental delay?
Faktor faktor yang mempengaruhi developmental delay/

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar berlakang masalah di atas, rumusan masalah yang
penulis ambil adalah bagaimanakah penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
developmental delay dengan metode neuro development treatment (NDT)?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus developmental delay dengan metode
neuro development treatment (NDT).
D. Manfaat Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut; (1) bagi penulis dapat menambah pengetahuan
tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kasus developmental delay dengan
metode neuro development treatment (NDT), (2) bagi mahasiswa fisioterapi
bermanfaat untuk memperluas pengetahuan dibidang pediatri dan dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan penangan pada kasus
development delay, (3) bagi institusi Poltekkes Kemenkes Surakarta
khususnya jurusan fisioterapi dapat memberikan bahan referensi pengetahuan
untuk mahasiswa maupun dosen yang berkaitan dengan kasus development
delay, (4) bagi masyarakat umum dapat memberikan informasi agar mengerti
bahwa kasus development delay dapat ditangani oleh fisioterapi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI KASUS

1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang


sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu
pertembuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) menurut
(Soetjiningsih dan Ranuh, 2015) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel,
organ, maupun individuPerkembangan merupakan suatu perubahan, dan
perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi
fungsional. Menurut Yusuf Syamsu dalam Erna Setiyaningrum (2017, 4)
perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah).
Pola pertumbuhan adalah cephalocaudal, pertumbuhan paling awal
selalu terjadi di bagian atas mulai dari kepala, dengan pertumbuhan fisik
bertahap bekerja dari atas turun ke bawah. Pertumbuhan mengikuti pola
proximodistal (proximodistal pattern), urutan pertumbuhan dimulai dari
bagian bawah tengah tubuh dan bergerak kearah kaki dan tangan (Pedroso,
2008, dikutip oleh Santrock, 2009).
2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
3. Tahap Perkembangan anak usia 1 – 12 bulan
4. Reflek bayi
Menurut Santrock (2009) Reflek mengatur pergerakan bayi yang
baru lahir yang otomatis dan diluar kendali bayi tersebut. Secara genetik,
reflek membuat mekanisme pertahanan hidup yang memungkinkan untuk
merespon secara adaptif terhadap lingkungan sebelum memiliki
kesempatan untuk belajar.
Jenis reflek pada bayi di bagi menjadi 4 level yaitu: spinal level,
brainsteam level, mid brain level, dan cortical level. Reflek pada bayi dan
level reflek dapat dilihat pada tabel berikut :

Sifat Tumbuh Tumbang


Kategori Reflek Eksistensi
Kembang Motorik

Neonatal Moro Natal – 6 bulan Apedal Tengkurap/


(level Crossed ekstensor Natal – 1 / 2 bulan terlentang
spinal) Fleksor withdrawl Natal – 1 / 2 bulan
Extensor thrust Natal – 1 / 2 bulan
Reflek walking Natal – 6 bulan
Grasp reflek Natal – 6 bulan

Postural Tonic labyrinthine Natal – 6 bulan Quadrupedal Duduk/


(Level ATNR 2 – 6 bulan merangkak
Brainstem) STNR 4/6 – 10 bulan
Supporting reaction Natal – 2 bulan

Righting Neck Natal – 4/6 bulan Bipedal Berdiri/


dan Labyrinthine 2 bulan – akhir hayat berjalan
protective Optical 7/12 bulan – akhir hayat
(Level Body on body 7/12 bulan – akhir hayat
Midbrain) Protective – extension:
1. Forwards 6/9 bulan – akhir hayat
2. Sideways 8 bulan – akhir hayat
3. Backward 10 bulan – akhir hayat
4. Landau 3/6 bulan – 1/2 tahun

Righting Equilibrium: Bipedal Berdiri/


dan 1. Prone 6 bulan – akhir hayat berjalan
protective 2. Supine & sitting 7/8 bulan – akhir hayat
(Level 3. All-fours 9/12 bulan – akhir hayat
Cortical) 4. Standing 12/21 bulan – akhir hayat

5. Developmental Delay
a. Definisi
Developmental delay adalah ketinggalan secara signifikan pada
fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial
seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang
anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau
lebih perkembangan kemampuannya. Suatu keadaan ditemukannya
keterlambatan yang bermakna lebih atau sama dengan 2 aspek
perkembangan. Keterlambatan yang dimaksud adalah pencapaian
kemampuan tertinggal 2 standar deviasi (SD) dibandingkan dengan
ratarata populasi pada umur yang sesuai. Tumbuh kembang dikatakan
terlambat jika seorang anak tidak mencapai tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang diharapkan pada umur yang semestinya (Salimo dkk,
2013).
b. Patologi
Developmental delay disebabkan karena kurangnya suatu
rangsangan pada anak, rangsangan harus diberikan sedini mungkin dan
sesering mungkin untuk meningkatkan perkembangan anak agar lebih
cepat berkembang dan lebih terarah. Maka suatu rangsangan sangat
penting untuk diberikan kepada anak yang mengalami gangguan
perkembangan seperti keterlambatan perkembangan. Keterlambatan
perkembangan juga bisa disebabkan karena hipotonus otot tubuh dan
gangguan kontrol kepala. Dengan terganggunya kontrol kepala maka akan
berakibat pada gangguan yang selanjutnya, seperti kontrol gerak dan
gangguan kontrol postur.

Selain itu, development delayed berawal dari munculnya reflek


primitif yang harusnya menghilang sebelum gerak dapat dilakukan.
Maturasi saraf tingkat spinal, brainstem, midbrain dan cortical
menyebabkan gerak reflek digantikan dengan gerakan volunter. Namun
perkembangan tersebut tidak disebabkan oleh maturasi saraf saja,
melainkan 11 diperlukan latihan serta stimulasi untuk mengoptimalkannya
(Soetjiningsih, 2012).

c. Tanda dan gejala


Anak dengan developmental delay ditemui adanya hipotonus otot,
gangguan kontrol kepala dan keterlambatan kemampuan motorik. Tanda
dan gejala klinis keterlambatan kemampuan motorik diantaranya: (1)
keterlambatan perkembangan motorik kasar yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan usia, misalnya tidak bisa berguling di usia 5 bulan,
tidak bisa duduk tanpa sandaran di usia 8 bulan, tidak dapat berjalan
sendiri di usia 15 bulan, (2) keterlambatan kemampuan motorik halus
yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan usianya, misalnya anak
belum bisa memegang benda dan mempertahankannya di usia yang sudah
5 bulan dan anak belum bisa menaruh benda di mulutnya di usia yang
sudah 8 bulan (Soetjiningsih, 2012).
d. Prognosis
Secara umum, perjalanan penyakit developmental delay tidak
memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak. Prognosis anak
developmental delay tergantung pada diagnosis yang mendasari,
pengobatan yang sedini mungkin, dan banyaknya stimulasi yang
diberikan pada anak serta dukungan dari orang tua. Semakin banyak
stimulasi dan dukungan dari orang tua kepada anak maka pertumbuhan
dan perkembangan anak akan semakin optimal.

B. Problematik fisioterapi

Berdasarkan international classification of function (ICF) problematik


fisioterapi dibagi menjadi tiga yaitu impairment, functional limitation, dan
participation restriction. Problematika fisioterapi yang terjadi pada anak
dengan kondisi developmental delay adalah :

1. Impairment
Impairment merupakan gangguan kapasitas fisik yang
berhubungan dengan aktifitas fungsional dasar. Impairment yang biasa
terjadi pada anak DD adalah (1) adanya hipotonus otot, (2) adanya
gangguan kontrol kepala, (3) gangguan kontrol gerakan, dan (4) adanya
refleks yang belum hilang.
2. Functional limitation
Functional limitation merupakan hambatan seorang dalam
melakukan aktifitas fungsional dasar bagi dirinya sendiri. Functional
limitation yang biasa terjadi pada anak developmental delay adalah anak
belum mampu berdiri dan berjalan sesuai dengan usia perkembangannya.
3. Participation restriction
Pariticipation restriction merupakan keterbatasan seseorang dalam
melakukan aktifitas dalam berinterkasi dengan teman-teman di
lingkungan sekitar rumahnya.

C. Teknologi Fisioterapi

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan modalitas


fisioterapi berupa neuro developmental treatment (NDT).
1. Definisi Neuro Developmental Treatment (NDT)
NDT adalah treatment yang menggunakan input aferen untuk
mendidik kembali sitem referensi internal pasien dengan tujuan
memungkinkannya memiliki lebih banyak pilihan gerak dan efisiensi
gerakan yang lebih besar (Gladstone, 2010).

Neuro Development Treatment (NDT) adalah salah satu


pendekatan yang paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak
dengan gangguan perkembangan. Metode ini pertama kali digunakan
untuk terapi anak-anak pada kondisi cerebral palsy. Kemudian metode ini
digunakan juga untuk kondisi gangguan perkembangan pada anak
lainnya. Pendekatan dengan NDT berfokus pada normalisasi otot
hipertonus atau hipotonus. Intervensi menggunakan NDT melatih reaksi
keseimbangan, gerakan dan fasilitasi. Neuro developmental treatment
(NDT) adalah metode terapi yang populer dalam pendekatan intervensi
pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi neuromotor (Uyanik and
Kayihan, 2013).

2. Konsep Neuro Developmental Treatment (NDT)

Konsep dari neuro developmenal treatment (NDT) telah


berkembang secara empiris oleh Mrs. Bertha Bobath dari tahun 1942, dari
pengalaman klinis yang cermat pada kasus hemiplegi, cerebral palsy,
down syndrome dan gangguan perkembangan motorik lainnya. Neuro
development treatment (NDT) adalah metode yang membangun kembali
perkembangan otak, ini merupakan proses berkesinambungan yang
dipengaruhi oleh genetika, struktur dan fungsi otak maupun dari interaksi
lingkungan (Velickovic and Perat, 2004).

Neuro developmental treatment merupakan pendekatan holistik


yang berkaitan dengan kualitas pola koordinasi dan tidak hanya
permasalahan pada fungsi otot, sensor-motorik, tetapi juga masalah
perkembangan, persepsi-kognitif, emosional, masalah sosial dan fungsi
dari kehidupan sehari-hari. Perkembangan sensor-motorik abnormal
mengganggu seluruh perkembangan anak (sensorik, persepsi-kognitif,
psikologis). Kurangnya masukan sensorik atau persepsi dapat bersifat
primer (karena kerusakan otak). Gangguan pengalaman sensor-motorik
akan mempengaruhi postur kontrol dan body image yang jelek
(Velickovic and Perat, 2004).

Prinsip-prinsip neuro developmental treatment yaitu dengan


mengontrol dan menghambat gerakan abnormal dan memberikan fasilitasi
serta stimulasi untuk membentuk automatic postural reactions. Terapis
mengkombinasikan berbagai tehnik stimulasi untuk mengurangi kelainan
postural dan fasilitasi gerak dengan tujuan mengirimkan berbagai
pengalaman sensor-motorik untuk melatih gerakan fungsionalnya
(Velickovic and Perat, 2004).

3. Mekanisme

Setelah mendapatkan tonus postur yang baik, pasien perlu belajar


untuk bergerak dalam berbagai kombinasi ke pola gerak normal. Hanya
dengan rasa mendekati pola yang normal dengan gerakan aktif dan sedikit
usaha pasien akan belajar untuk merasakan pola tersebut. Selama
pekembangan normal anak, pada awalnya ada pengaruh refleks tonik
yang kemudian menghilang dan ditekan oleh pengemabangan righting
reactions. Kemudian di integrasikan ke dalam reaksi keseimbangan dan
voluntary movements. Pengetahuan ini membantu mereka melakukan
latihan yang lebih dinamis fasilitasi urutan righting reactions
keseimbangan dan reaksi otomatis lainnya (Velickovic dan perat, 2005).

Fasilitasi adalah proses intervensi yang menggunakan teknik


perbaikan tonus postural dalam aktifitas yang terarah. Pasien aktif dan
terapis membimbing dan mengendalikan kegiatan. Fasilitasi membuat
gerakan lebih dan menjadi mungkin untuk dilakukan. Terapis harus
membuat gerakan yang mudah bagi anak, menyenangkan dan aman,
sehingga anak suka bergerak dan termotivasi untuk melakukan gerakan
tersebut (Velickovic dan perat, 2005).
Terapi dengan menggunakan metode neuro developmental
treatment sebaiknya dilakukan secara berkala sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Berikut ini adalah latihan yang akan diberikan terapis :
a. Mobilisasi anggota gerak
Untuk ekstremitas bawah, posisi pasien tidur terlentang
dengan salah satu tungkai tetap lurus, kemudian terapis
menggerakkan tungkai yang satunya menekuk ke arah dada, fleksi
hip, fleksi knee dan dorsal fleksi ankle. Lakukan gerakan dengan
LGS penuh, kemudian luruskan kembali. Lakukan secara bergantian
tungkai yang lainnya, masing-masing gerakan dilakukan delapan kali
pengulangan.
b. Aproximasi tangan dan tungkai
Aproximasi bertujuan untuk meningkatkan tonus otot.
Pelaksanaannya posisi anak tidur terlentang, kemudian pegang satu
tangan anak dan gerakkan dorong untuk saling mendekatkan sendi,
gerakkan secara perlahan dan lakukan pada tangan yang satunya,
dilakukan juga pada kedua tungkainya. Setiap gerakan dilakukan
delapan kali pengulangan.
c. Fasilitasi duduk tegak
Fasilitasi ini bertujuan untuk koreksi postur pasien dan
memfasilitasi anak untuk duduk tegak. Fasilitasi untuk duduk tegak
dengan cara pasien diposisikan duduk long sitting, terapis berada
dibelakang pasien. Kemudian melakukan handling atau pegangan
pada satu tangan di sternum, satu tangan pada vertebra lumbal dengan
pegangan lumbrical, kemudian ditekan agar anak duduk tegak serta
lakukan pembenaran postur dengan mengoreksi bahunya sedikit
diretraksikan kepala anak akan tegak.
d. Fasilitasi merangkak
Fasilitasi merangkak bertujuan untuk penguatan otot-otot
pada tangan anak. Fasilitasi merangkak dapat dilakukan dengan cara
posisikan anak bersujud, kemudian untuk penguatan tekan ke bawah
kedua bahu anak.
e. Fasilitasi berdiri
Posisi pasien dengan jongkok dan posisi terapis dibelakang
pasien kemudian pegangan terapis pada lutut pasien. Lalu gerakan
fleksi trunk kepala menunduk ke bawah. Kemudian terapi membantu
pasien untuk berdiri dengan fiksasi pada gluteus maximum atau bisa
juga dengan baju pasien.
BAB 3

RENCANA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. RENCANA PENGKAJIAN

Pengkajian fisioterapi merupakan tahap penting dalam proses


fisioterapi karena dengan cara ini fisioterapis mampu mengidentifikasi
masalah serta mendapatkan data yang diperlukan. Penentuan masalah pada
kasus development delay dimulai dari beberapa tahap, mulai dari pemeriksaan,
diagnosis, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Pemeriksaan yang diperlukan
dalam developmental delayed meliputi: indentitas pasien, pemeriksaan umum,
pemeriksaan fisioterapi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien yang dibutuhkan meliputi: nama, tempt dan
tanggal lahir, nama ayah, nama ibu, alamat, nomor telepon, dan diagnosis
medis.
2. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum yang akan dilakukan oleh fisioterapis
meliputi: pemeriksaan suhu, denyut nadi, pernapasan, status gizi, dan
lingkar kepala.
a. Pemeriksaan Suhu
Pemeriksaan suhu tubuh digunakan untuk mengetahui suhu
tubuh anak dalam keadaan normal atau tidak. Pengukuran suhu tubuh
dilakukan dengan cara: (1) menempelkan thermometer digital pada
ketiak anak, (2) menunggu hingga terdengar bunyi “bib-bib” pada
thermometer digital, (3) kemudian keluarkan thermometer dan
mengetahui suhu tubuh anak yang tertera pada thermometer.
b. Denyut Nadi
Pemeriksaan denyut nadi bertujuan untuk mengetahui jumlah
denyut nadi selama satu menit. Pengukuran denyut dilakukan dengan
cara, (1) raba arteri radialis pada anak (2) setelah merasakannya,
hitung frekuensi denyut nadi selama 1 menit menggunakan jam atau
stopwatch, (3) setelah selesai, maka kita memperoleh denyut nadi per
menit pada anak.
c. Pernapasan
Pemeriksaan pernafasan bertujuan untuk mengetahui pola
pernafasan pada anak. Pemeriksaan pernafasan pada anak daapat
dilakukan dengan cara, (1) anak diposisikan dalam keadaan yang
rileks, (2) mengamati gerakan dada/perut dan menghitung jumlah
pernafasan dalam satu menit, (3) setelah selesai dapat diketahui
frekuensi nafas anak dalam satu menit.
d. Status Gizi
Pemeriksaan status gizi terdiri dari dua macam yaitu berat
badan dan tinggi badan anak. Status gizi berguna untuk mengetahui
berat badan ideal sesuai dengan IMT atau tingginya sesuai dengan
tumbuh kembang normalnya. Dalam hal ini dilakukan dengan
mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan sedangkan
tinggi badan dengan menggunakan midline. Untuk menentukan berat
badan normal yaitu dengan dengan mengetahui nilai IMT (Indeks
Masa Tubuh) menggunakan rumus :

Berat badan (Kg)


IMT =
(Tinggi badan(m))2

Tabel 3.1
Indeks Massa Tubuh Normal

Klasifikasi IMT
Berat badan kurang (Underweight) < 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Berat badan berlebih (overweight) 23,0 – 24,9
Obesitas I 25,0 – 29,9
Obesitas II ≥ 30,0

Sumber : WHO Western Pacific Region, 2000

e. Lingkar Kepala.
Pemeriksaan lingkar kepala bertujuan untuk mengetahui
pertumbuhan otak anak, karena pertumbuhan ukuran lingkar kepala
anak umumnya mengkuti pertumbuhan otak. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara berikut ini, (1) siapkan midline, (2) ukur lingkar kepala
anak dengan posisi anak tidur terlentang, (3) lalu diperoleh hasilnya
dalam satuan sentimeter (cm).
3. Pemeriksaan Fisioterapi
Rencana pemeriksaan fisioterapi yang akan dilakukan oleh terapis
adalah (1) anamnesis, (2) kesan awal saat bertemu klien, (3) kemampuan
sensorik, (4) kondisi keseimbangan, (5) kemampuan dan tidak
kemampuan klien, (6) tonus postural, (7) pola postural, (8) pemeriksaan
khusus, (9) pemeriksaan penunjang dan (10) deformitas atau kecacatan.
a. Anamnesis
Anamnesis awal pasien, juga dikenal sebagai riwayat
kesehatan atau riwayat subjektif tidak dapat dipungkiri menjadi
komponen paling penting dalam pemeriksaan pasien—dasar
membentuk rencana pemeriksaan fisik dan intervensi berkelanjutan.
Anamnesis ini bersifat kompleks dan mencakup banyak hal seperti
riwayat kondisi pasien saat ini, riwayat medis sebelumnya, factor
personal dan lingkungan, periksa semua obat yang didapat pasien,
asesmen status fungsional pasien, dan evaluasi tujuan pasien untuk
fisioterapi (Stacie j. fruth , 2014).
Anamnesis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu auto-anamnesis
dan hetero-anamnesis. Pada auto-anamnesis dilakukan jika pasien
memungkinkan untuk dilakukan wawancara, misal orang yang sudah
dewasa atau sudah paham apa yang di rasakan oleh pasien sendiri,
sedangkan hetero-anamnesis dilakukan jika pasien tidak bisa dimintai
keterangan tentang apa yang dikeluhkannya saat ini, sehingga perlu
adanya pihak ketiga misal orang tua atau orang yang paling tahu
tentang keadaan pasien. Keadaan tersebut terjadi jika pasien masih
kecil, orang dengan gangguan kejiwaann atau dengan orang
gangguan pendengaran atau bicara. Anamnesa terdiri dari: keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat prenatal, natal dan
postnatal, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat psikososial, dan riwayat tumbuh kembang.
b. Kesan Awal Saat Bertemu Klien
Fisioterapis perlu memahami bagaimana sifat dasar klien/
anak sebelum dilakukannya terapi. Maka fisioterapis harus
melakukan tes pada beberapa aspek yang meliputi: (1) atensi, (2)
emosi, (3) motivasi, (4) problem solving, (5) komunikasi, dan (6)
kognisi.
c. Kemampuan Sensorik
Kemampuan sensorik adalah kemampuan dalam menyerap
informasi dari visual, auditori, penciuman, pengecapan (oral), taktil,
propioceptif dan vestibular. Tujuan pemeriksaan sensorik imi untuk
menentukangangguan sensorik dengan hubungan nya dengangerak
dan sebagia acuan untuk menyusun sasarandan rencana tindakan.
d. Kondisi Keseimbangan
Kondisi keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan tubuh ketika di tempatkan diberbagai posisi
terutama pada saat posisi tegak. Terdapat dua pemeriksaan
keseimbangan yaitu keseimbangan statik dan dinamis. Pemeriksaan
keseimbangan statik merupakan kemampuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan pada posisi tetap atau tidak melakukan aktivitas.
Pemeriksaan keseimbangan dinamik dilakukan dengan melihat
keseimbangan pasien saat melakukan aktivitas apakah sering terjatuh
atau tidak.
e. Kemampuan dan tidak kemampuan klien
Pemeriksaan kemampuan menggunakan DDST untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan anak sehingga terapis dapat
menentukan fase mana yang akan dibenahi setelah mengetahui
keterlambatanya. Denver Development Screening Test (DDST)
merupakan salah satu alat ukur ata screening pada kasus kelainan
dalam tumbuh kembang anak. Pemeriksaan dengan DDST
bertujuan untuk mendeteksi kemampua anak dalam keterlambatan
bahasa mengganti item yang sulit ditemukan dan mengganti
masalah lain yang sudah tercantum di dalamnya. Terdapat 4 aspek
di dalamnya, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus (fine
motor), bahasa, dan gerakan motorik kasar (gross motor) (Adnan
Faris Naufal, ).
ddst
f. Tonus postural
Tonus postural diperiksa dengan 3 macam yaitu: (1) reaksi
tarikan dengan posisi pasien tidur terlentang kemudian terapis
meletakkan jari telunjuknya pada telapak tangan pasien maka
responnya dengan refleks menggenggam, kemudian pasien akan
menarik tangan terapis hingga ke posisi duduk serta kepala mengikuti
tegak, hasil pemeriksaan pasien memposisikan kepala tidak tertinggal
jauh tetapi siku dan lutut tetap ekstensi selama tarikan, (2) palpasi
dengan tiga jari pada otot-otot ekstremitas atas, perut, pungung dan
ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan tonus postural yaitu tonus
dalam batas normal.
g. Pola postural
Pola postural dinilai dari pemeriksaan dengan metode
pengamatan atau observasi menggunakan panca indera untuk
mendeteksi masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan dilakukan pada
beberapa posisi dan gerak yaitu: (1) posisi terlentang mampu
mengangkat kepala, bahu, pelvis tampak simetri, (2) posisi tengkurap
kepala, bahu, pelvis tampak simetris, kontrol kepala bagus mampu
mengangkat kepala 90◦, (3) saat berguling dengan bantuan lengan
dan rotasi trunk, serta dapat kembali keposisi semula, (4) posisi ke
duduk sudah mampu duduk dari posisi tengkurap maupun terlentang,
(5) saat posisi duduk sudah mampu duduk tegak, (6) sudah mampu
merangkak dan ngesot, (7) belum mampu berdiri secara mandiri,
harus dengan bantuan, (8) ke posisi berdiri belum mampu secara
mandiri, harus dengan bantuan dan (9) berjalan belum mampu secara
mandiri, harus dengan bantuan.
h. Pemeriksaan khusus
Rencana pemeriksaan khusus yang akan dilakukan penulis
adalah pemeriksaan reflek dan pemeriksaan kekuatan otot dengan
XOTR.
1) Pemeriksaan Reflek Primitif
a) Reflek Flexion Withdrawl
Pemeriksaaan refleks flexion withdrawl dilakukan
dengan cara terapis memposisikan pasien tidur terlentang
diatas matras dan terapis memberikan stimulasi pada telapak
kaki pasien dengan menggelitik atau dengan yang lain.
Reflek positif jikatungkaiyang diberi stimulasi fleksi. Reflek
ini ada sampai bayi berusia ± 2 bulan.
b) Refleks Extensor Trust
Pemeriksaan refleks blinking dilakukan dengan cara
terapis memposisikan anak tidur telentang di atas matras
dangan kepala mid posisi,satu tungkai fleksi dan satu
tungkai ekstensi. Terapis memberikan stimulasi dengan cara
menggelitik pada telapak kaki yang fleksi, respon positif jika
tungkai yang diberikan stimulasi menjadi ekstensi. Reflek
ini ada sampai bayi berusia ± 2 bulan.

c) Refleks Crossed Extensor


Pemeriksaan refleks crossed extensor dilakukan
dengan cara terapis memposisikan anak terlentang dengan
satu tungkai fleksi. Terapis memberikan stimulasi
dengancara memfleksikan tungkai yang lurus. Reaksi yang
terjadi adalah ektensi tungkai yang lain. Normal reflek ini
menghilang pada usia anak 1-2 bulan.
d) Refleks moro
Pemeriksaan refleks moro dilakukan dengan cara
memposisikan bayi tidur terlentang dan memberikan tekanan
mendadak di kepalanya, reflek positif bila anak terkejut dan
mengangkat kedua lengannya. Normal reflek ini menghilang
pada usia anak 6 bulan.
e) Asymmetrical Tonic Neck Reflex (ATNR)
Pemeriksaan ATNR dilakukan dengan cara
memposisikan bayi tidur terlentang, lengan dan tungkai
ekstensi lalu terapis memutar kepala bayi ke salah satu sisi.
Normalnya lengan dan tungkai sisi wajah akan ekstensi
sedangkan pada sisi yang berlawanan dengan wajah akan
menyebabkan lengan dan tungkai fleksi. Refleks ini muncul
pada usia 2 bulan dan menghilang pada usia 6 bulan. Dari
pemeriksaan didapatkan hasil reflek ATNR pada pasien
sudah terintegrasi.
f) Symmetrical Tonic Neck Reflex (STNR)
Pemeriksaan STNR dilakukan dengan cara
memposisikan bayi tidur tengkurap di atas pangkuan terapis
lalu terapis menggerakkan kepala bayi fleksi. Normalnya
lengan dan tungkai fleksi. Sedangkan apabila terapis
menggerakkan kepala bayi ekstensi maka, normalnya
lengan dan tungkai ekstensi. Refleks ini muncul pada usia 4
sampai 6 bulan dan menghilang pada 28 usia 10 bulan. Dari
pemeriksaan didapatkan hasil reflek STNR pada pasien
sudah terintegrasi.
g) Refleks Tonic Labyrinthine
Pemeriksaan refleks tonic labyrinthine dilakukan
dengan cara memposisikan pasien terlentang dan tengkurap,
observasikan tonus otot pada kedua posisi tersebut, respon
positif jika pada terlentang terdapat tonus otot yang
maksimal sedangkan pada posisi tengkurap terdapattonus
otot fleksor yang maksimal. Reflek ini muncul pada saat
lahir dan menghilang pada usia 6 bulan.
h) Refleks Supporting Reaction
Pemeriksaan refleks supporting reaction dilakukan
dengan cara memposisikan pasien diangkat dalam posisi
berdiri diberi tekanan ke arah lantai, respon positif jika
pasien makin menekan sesaat dan respon negatif pasien
akan melemah, reflek ini ada sekitar umur 3-8 bulan.
i) Refleks Neck Righting
Pemeriksaan refleks neck righting dilakukan dengan
cara terapis memposisikan pasien tidur terlentang dengan
lengan dan tungkai lurus, kemudian terapis memutar kepala
pasien ke salah satu sisi, hasil pemeriksaan positif jika badan
pasien ikut rotasi, reaksi positif normal muncul dari lahir
sampai usia 6 bulan.
j) Refleks Optical Righting
Pemeriksaan refleks optical righting dilakukan
dengan cara terapis menutup mata anak dengan sapu tangan,
terapis menggendong anak kemudian tubuh anak
dicondongkan kesisi kanan, reaksi positif jika didapatkan
hasil anak condong kesisi berlawan kepala tegak, wajah
vertikal, mulut horizontal, reaksi positif normal muncul
sekitar usia 8 bulan dan bertaha seumur hidup.
k) Reflek Neck Righting Body on Body
Pemeriksaan reflek neck righting body on body
dilakukan dengan cara anak diposisikan tidur terlentang
diatas matras, kemudian terapis memegang salah satu
tungkai anak, difleksikan diarakan kesalah satu sisi kanan
atau kiri. Respon positif adalah seluruh tubuh berputar
mengikuti kepala secara segmental satu per satu dimulai dari
kepala, badan, kemudian alat gerak bawah. Reflek ini
dimulai dari usia 4 bulan.
l) Keseimbangan terlentang
Pemeriksaan reaksi keseimbangan terlentang
dilakukan dengan cara memposisikan pasien tidur
terlentang diatas papan goyang, terapis menggoyangkan
papan ke kanan, amati responnya hasil positif jika tangan
dan kaki kiri ekstensi, dan sebaliknya. Normaljika
dijumpaipada usia 6 bulan hingga akhir hayat.
m) Keseimbangan tengkurap
Pemeriksaan reaksi keseimbangan tengkurap
dilakukan dengan cara memposisikan pasien tidur
tengkurap diatas papan goyang, terapis menggoyangkan
papan kekanan, amati responnya, hasilnya positif jika
papan digoyangkan kekanan maka tangan dan kaki kiri
ekstensi dan sebaliknya. Normal jika dijumpai pada usia 6
bulan hinga akhir hayat.
n) Keseimbangan merangkak
Pemerksaan reaksi keseimbangan merangkak
dilakukan dengan cara memposisikan pasien merangkak
diatas papan goyang, terapis menggoyangkan papan
kekanan, amati responnya, hasilnya positif jika papan
digoyangkan kekanan maka tangan dan kaki kiri ekstensi,
dan sebaliknya. Normal jika dijumpaipada usia 12 bulan
hingga akhir hayat.
o) Keseimbangan duduk bersimpuh
Pemeriksaan reaksi kseimbangan duduk bersimpuh
dilakukan dengan cara memposisikan duduk bersumpu
diatas papan goyang, terapis menggoyangkan papan, amati
responya, hasilnya positif jika papan digoyangkan maka
tangan lurus ke samping, normal jika dijumpai pada usia 21
tahun hingga akhir hayat.
2) Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan XOTR
Pada kondisi tertentu fisioterapis tidak bias melakukan
pemeriksaan kekuatan otot menggunakan MMT. Misalnya saja
pada kondisi gangguan sistem saraf pusat yang mengakibatkan
gangguan motoric pada anak. Untuk itu fisioterapis dapat
melakukan dengan XOTR. Pemeriksaan ini dilakukan pada grup
otot flexor shoulder, abductor shoulder,flexor elbow, ekstensor
wrist, fleksor hip, abductor hip, adductor hip, flexor knee, flexor
ankle, extensor ankle, rotasi trunk.
Adapun poin-poin XOTR yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
Tabel Skala XOTR

Skala XOTR Pengertian

X Anak mampu menggerakan persendian dengan normal

O Tidak ada gerakan dan tonus otot.

T Terdapat tonus otot namun tidak memiliki gerakan pada persendian

R Munculnya gerakan yang diakibatkan karena reflek

i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mencakup data-data media yang
mampu menggambarkan tentang tingkat keparahan kondisi anak
sehingga diharapkan dapat membantu dalam penentuan tindakan
terapi. Data penunjang misalnya CT Scan, MRI, BERA, ECG, EEG
dan lain-lain. Hasil yang didapatkan bahwa anak tidak melakukan
pemeriksaan penunjang seperti yang dijelaskan diatas.
j. Pemeriksaan Deformitas atau Kecacatan

Anda mungkin juga menyukai