Anda di halaman 1dari 2

Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia,

salah satunya yaitu permasalahan dalam integrasi nasional. Arti dari integrasi nasional ini
sendiri. Integrasi nasional merupakan suatu usaha dan proses mempersatukan perbedaan-
perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional.

Sekarang banyak kesalahpahaman yang timbul dalam masyarakat. Misalnya saja


dalam hal agama. Sekarang ini sedang marak kasus “radikal” dan “radikalisme”. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian radikal dalam bidang politik adalah
amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan).
Sementara radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan sosial dan
politik dengan cara kekerasan atau drastic. Sedangkan menurut Zahratul Mahmudati
radikalisme adalah sikap yang ditandai oleh empat hal yang sekaligus menjadi
karakteristiknya, yaitu: pertama, sikap tidak toleran dan tidak menghargai keyakinan orang
lain. Kedua, sikap fanatik. Ketiga, sikap eksklusif, yakni sikap tertutup dan berusaha berbeda
dengan kebiasaan orang banyak. Keempat, sikap revolusioner, yakni kecenderungan untuk
menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan (Hifni, 2013).

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, maka banyak
orang yang beranggapan bahwa radikalisme disebabkan oleh kaum tersebut. Mengapa
radikalisme sering dikaitkan dengan Islam? Hal ini dikarenakan yang pertama banyak orang
yang berpikiran bahwa karena di Indonesia Islam adalah mayoritas jadi terdapat beberapa hal
yang harus dilakukan dengan syariat Islam dan semua muslim harus berusaha menuju
tegaknya syariat Islam tersebut. Padahal belum tentu radikalisme disebabkan oleh orang yang
beragama Islam. Yang kedua Banyak juga yang beranggapan bahwa radikalisme menjadi
penyebab Islamophobia. Islamophobia adalah bentuk ketakutan berupa kecemasan yang
dialami seseorang maupun kelompok terhadap Islam dan orang muslim yang bersumber dari
pandangan tertutup tentang Islam, disertai prasangka bahwa Islam sebagai agama yang
“inferior” tidak pantas untuk berpengaruh terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat.
(Moordiningsih, 2015).

Di Indonesia kecemasan yang menyebar di masyarakat terutama tuduhan di kalangan


muslim muncul terutama pasca terjadinya ledakan bom Bali, 12 Oktober 2002. Rentetan
penangkapan beberapa orang Islam yang dianggap terkait seperti Amrozi, Ali Imron, Imam
Samudra, bahkan seorang ustadz tua seperti Abu Bakar Baasyir pun dicurigai sebagai dalang
terjadinya kekacauan di negeri ini. Pria pemelihara jenggot dan keluarganya pun tak luput
dari kecemasan karena ada kemungkinan menjadi sasaran penangkapan dari pihak kepolisian.
Pemilik rumah kontrakan juga mengalami kecemasan ketika rumah kontrakannya ditinggali
oleh pria berjenggot. Peristiwa tersebut menjadi pemicu Islamophobia di Indonesia, dan
menjadi ancaman integrasi nasional.

Dengan demikian, pemerintah bersama masyarakat sebaiknya membentuk konsep


pola pikir baru dan strategi menghadapi identik radikalisme islam. Selanjutnya melalui
strategi dan konsep baru tersebut dapat merealisasikan Indonesia.

Dalam artikel Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam


https://s3pi.umy.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/PIDATO-GB-Haedar-Nashir-UMY.pdf
yang berjudul MODERASI INDONESIA DAN KEINDONESIAAN Perspektif Sosiologi
dijelaskan bahwa masalah tersebut dapat diatasi dengan menanamkan sifat moderasi pada
setiap individu. Dengan menanamkan sifat moderasi harapanya dapat mengembalikan
keutuhan Indonesia dari radikalisme dan ekstrimisme. Indonesia dengan nilai Pancasila yang
terrkandung dalam identitas bangsa, sesuai perkembangan zaman akan bersifat tidak statis
dan dogmatis. Pandangan moderasi pada Indonesia dengan tidak melupakan nilai luhur
didalamnya, artinya moderasi harus menempatkan ajaran positif dan fungsi penting bagi
kehidupan bangsa Indonesia karena jika moderasi membawa efek pada jauhnya Indonesia
dari jati dirinya maka akan timbul berbagai masalah, salah satunya raddikalisme islam. Sifat
moderasi ini cenderung mengambil pada jalan tengah, tidak memihak siapapun, dan mampu
menguasai dirinya sendiri dari sikap kekurangan dan kelebihan.

Dengan demikian, kehidupan moderat akan membentuk integritas bangsa apabila


dilakukan dengan tepat. Seharusnya moderasi islam dapat menjadi lawan agar radikal tidak
semakin merembet. Dengan adanya moderasi islam akan membumikan ajaran islam moderat,
tanpa menghapuskan agama—agama di Indonesia. Moderasi islam bukan berarti tidak
mentoleransi perbedaan, tetapi moderasi adalah pemulihan dari kekacauan radikalisme dan
ektremisme, meskipun terjadinya radikalisme bukan hanya terkait dengan islam.

Anda mungkin juga menyukai