OLEH:
P1267424821454
Hari :
Tanggal :
Magelang,
2. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini yaitu sebagai berikut:
a. Multipara dan Grandemultipara
b. Hidramnion
c. Kelainan letak: sungsang atau lintang
d. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
e. Kehamilan ganda
f. Pendular abdomen (perut gantung)
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum jelas.
Menjelang usia kehamilan cukup bulan, terjadi kelamahan pada selaput janin
yang memicu robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti
perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD. Penyebab
terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin
dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara. KPD disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua
faktor tersebut.(Saifudin, 2014)
3. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada
daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini
sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerah lapisan retikuler atau trofoblas. (Mamede, 2012)
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada daerah di sekitar
pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of
exteme altered morphologi (ZAM)”.(Rangaswany, 2014)
Penelitian oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan adanya
sebuah area yang disebut dengan “high morphological change” pada selaput
ketuban di daerah sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2 – 10% dari
keseluruhan permukaan selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan kemudian lebih
lanjut menemukan bahwa area ini ditandai dengan adanya penigkatan MMP-9,
peningkatan apoptosis trofoblas, perbedaan ketebalan membran, dan peningkatan
myofibroblas. (Rangaswany, 2014)
Penelitian oleh (Rangaswany, 2014) mendukung konsep paracervical
weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal
akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan yang dibutuhkan
untuk robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian mendukung
konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban, khususnya zona di sekitar
serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya
seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi.
Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput
ketuban dan berperan sebagai initial breakpoint
Selaput ketuban di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas
dari petanda protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada
amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa
ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar
serviks dibandingkan daerah fundus (Rangaswany, 2014)
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui
jalur intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi dari
caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang dominan berperan
pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm. Pada penelitian ini
dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan pada Bcl-2, cleaved
caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah supraservikal, di mana protein-protein
tersebut merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya,
Fas-L yang menginisiasi apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh
sampel selaput ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada
remodeling selaput ketuban. (Prawirohardjo, 2018)
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim
matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini dihambat
oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat menjelang
persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix MMP dan
TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan protease, penigkatan tekanan
intrauterin. (Rangaswany, 2014)
6. Komplikasi
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017)yaitu:
a. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/
dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama,
perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric
(khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
b. Prognosis Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia
sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres
pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia
paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas
dan mortalitas perinatal
I. Pengkajian
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk nilai kepada pasien secara
keseluruhan, antara lain:
1. Identitas Pasien
a. Nama
Nama merupakan identitas khusus yang membedakan seseorang dengan
orang lain.Hendaknya klien dipanggil sesuai dengan nama panggilan
yang biasa baginya atau yang disukainya agar ia merasa nyaman serta
lebih mendekatkan hubungan interpersonal bidan dengan klien.
(Widatiningsih, 2017)
b. Umur
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk resiko tinggi atau tidak. Usia di
bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun mempredisposisi wanita terhadap
sejumlah komplikasi. Usia di bawah 16 tahun meningkatkan insiden
preeklamsia. Usia di atas 35 tahun meningkatkan insiden diabetes,
hipertensi kronis, persalinan lama, dan kematian janin. (Varney, 2017)
Usia kurang dari 20 tahun merupakan usia menunda kehamilan, dimana
organ-organ reproduksinya belum berfungsi secara maksimal, jalan lahir
belum bisa menyanggah bagian yang ada didalamnya secara sempurna.
Organ reproduksi yang belum maksimal mengakibatkan kurang
terbentuknya jaringan ikat dan vaskularisasi yang belum sempurna
sehingga membentuk selaput ketuban yang tipis dan tidak kuat yang
dapat memicu terjadinya ketuban pecah dini.(Maharrani & Nugrahini,
2017)
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses melalui pengajaran atau pelatihan
yang mampu meningkatkan perkembangan mental, emosional dan
intelektual individu. Dengan tingginya pendidikan, ibu hamil akan lebih
mudah menghadapi dan mengatasi setiap perubahan psikologis maupun
fisiologis selama kehamilan karena tingginya pemahaman terhadap
informasi kesehatan yang didapat serta akan meningkatkan juga
keinginan dalam melakukan pemeriksaan kehamilan demi kesehatan ibu
dan bayi dalam kandungan serta mempersiapkan dalam persalinan. (Sari
Priyanti, 2020)
d. Agama
Tanyakan pilihan agama klien dan sebagai praktik terkait agama yang
harus diobservasi. (Marmi, 2017)
e. Pekerjaan
Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai suatu aktifitas individu di
luar pekrjaan rumah tangga untuk memperoleh uang yang digunakan
untuk menunjang kebutuhan rumah tangga. Pekerjaan menunjang
kemampuan ibu hamil untuk dapat melakukan pemeriksaan kehamilan
baik dari segi biaya maupun waktu. (Sari Priyanti, 2020). Hubungan
karakteristik pekerjaan dengan kejadian persalinan preterm pada
penelitian ini menunjukkan hasil dengan p-value 0,001 (p<0.05) artinya
ada hubungan pekerjaan ibu dengan kejadian persalinan preterm di
RSUD Wonosari tahun 2016. Beban kerja yang berat dapat
meningkatkan hormon prostaglandin, dengan peningkatan inilah yang
dapat memicu terjadinya persalinan lebih dini. Ibu hamil yang bekerja
memiliki pekerjaan dengan sistem shift, jam kerja lebih lama>7 jam/hari
atau >49 jam/minggu, bekerja di pabrik dengan waktu istirahat rata-rata
1 jam dan kegiatan seperti mengangkat atau mendorong 10 barang akan
menyebabkan persalinan preterm. (Syarif et al., 2017)
f. Alamat
Memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh pasien
menuju pelayanan kesehatan,serta mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.(Widatiningsih, 2017)
I. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang
Hal hal yang mendasari kedatangan ibu hamil sesuai dengan ungkapan ibu.
(Widatiningsih, 2017)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama atau alasan utama wanita datang ke rumah sakit atau bidan
ditentukan dalam wawancara. (Marmi, 2016)
Pada kasus persalinan, informasi yang harus didapat dari pasien adalah
kapan mulai terasa kenceng-kenceng, bagaimana intensitas dan frekuensinya.
Apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih,
apakah sudah ada pengeluaran lendir yang disertai darah, serta pergerakan
janin untuk memastikan kesejahteraannya.(Sulistyawati, 2013)
Penyebab KPD sebagian kasus belum bisa diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD
adalah multipara/paritas, malposisi, serta disproporsi panggul, amniotomi
dimana ketuban dipecahkan terlalu dini. Kehamilan ini menjadi berisiko jika
terjadi KPD.(Maria & Sari, 2016)
3. Tanda-tanda Persalinan
a. Kontraksi
Informasi ini sangat penting untuk menetapkan awal persalinan,biasanya
dimulai sejak kontraksi menjadi teratur dan untuk membedakan antara
kontraksi persalinan palsu dan sejati. (Varney, 2017)
b. Frekuensi
Informasi ini membantu membantu membedakan antara kontraksi
persalinan sejati dan palsu.Pada persalinan sejati,intensitas kontraksi
menjadi semakin kua dengan berjalan,sementara pada persalinan palsu
hal ini jarang terjadi dan bahkan menghilang. (Varney, 2017)
c. Lokasi Ketidaknyamanan
Kontraksi persalinan palsu biasanya diirasakan pada abdomen bagian
bawah dan lipat paha. Kontraksi persalinan sejati biasanya dirasa sebagai
nyeri yang menyebar dari fundus ke punggung. (Varney, 2017)
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang dan Dahulu
Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang, penyakit
umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami saat masa
kehamilan maupun saat hamil (Marmi, 2017)
Dikaji untuk membantu bidan mengidentifikasi kondisi kesehatan yang
dapat mempengaruhi kehamilan.
a. Sistem kardiovaskuler
- Penyakit jantung
Perubahan fisiologis normal pada masa hamil meningkatkan curah
jantung wanita hingga mencapai 40 % melebihi curah jantungnya
ketika tidak hamil saat ia berada pada keadaan istirahat. Peningkatan
ini terjadi pada awal kehamilan dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 20 hingga 24 minggu. Peningkatan curah jantung selama
kehamilan, persalinan, dan pelahiran akan meningkatkan resiko
dekompensasi jantung pada wanita yang mempunyai riwayat
penyakit jantung. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Wiyati &
Wibowo, 2013) menunjukkan terdapat 59 kasus (66%) hamil dengan
penyakit jantung yang disertai gagal jantung. Sebanyak 35,6% terjadi
komplikasi kardiovaskuler maternal. Angka kematian ibu sebanyak
8,5%. Luaran perinatal meliputi 57 bayi lahir hidup (90,5%);
komplikasi perinatal prematur 24 bayi (38,1), sisanya masa
kehamilan 16 bayi (25,4%) dan IUGR 7 (11,1), IUFD 6 kasus (9,5%)
dan kematian dalam 7 hari 5 kasus (7,9%).
- Hipertensi
Wanita hipertensi yang ditanyakan hamil perlu mendiskusikan
dengan dokternya tentang pengobatan mana yang aman digunakan
selama mengandung. Selain itu wanita dengan hipertensi yang sudah
ada sebelumnya mengalami peningkatan resiko terjadinya
preeklmasia selama kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh
(Alatas Haidar, 2019) menyatakan bahwa hipertensi pada kehamilan
sering terjadi (6- 10 %) dan meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Pre- eklampsia/eklampsia
dan hipertensi berat pada kehamilan risikonya lebih besar.
- Anemia
Anemia di definisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah
atau penurunan konstrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.
Definisi anemia yang diterima secara umum adalah kadar Hbkurang
dari 12,0 gram per millimeter (12 gram/desiliter) untuk wanita tidak
hamil dan kurang dari 10,0 gram permilimeter (10 gram/desiliter)
untuk wanita hamil. Penelitian yang dilakukan oleh (Purwaningtyas
& Prameswari, 2017) menyatakan bahwa salah satu factor terjadinya
anemia dalam kehamilan adalah status gizi ibu hamil. Kekurangan
gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan
janin. Kekurangan gizi dapat menyebabkan ibu menderita
anemia, suplai darah yang mengantarkan oksigen dan makanan
pada janin akan terhambat, sehingga janin akan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu
pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan.
b. Sistem pernapasan
- Asma
Wanita yang memilik riwayat asma berat sebelum hamil terbukti
akan terus mengalaminya dan menjadi semakin buruk selama masa
hamil. Asma dihubungkan dengan peningkatan angka kematian
perinatal, hyperemesis gravidarum, pelahiran preterm, hipertensi
kronis, preeklamsia, bayi berat lahir rendah dan perdarahan
pervaginam.
- TBC
Pada kehamilan dengan infeksi TBC resiko prematuritas, IUGR, dan
berat badan lahir setelah rendah meningkat, serta resiko kematian
perinatal meningkat 6 x lipat. Keadaan ini terjadi akibat diagnosa
yang terlambat, pengobatan yang tidak teratur dan derajat keparahan
lesi di paru. Infeksi TBC dapat menginfeksi janin yang dapat
menyebabkan tuberculosis conginetal.
c. Sistem endokrin
- Diabetes Melitus
Factor resiko utama diabetes maternal ini adalah berat badan
berlebih, peningkatan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Jelas
hal ini menjadi pertimbangan bagi semua bidan dalam menganjurkan
pola hidup sehat kepada wanita. Diabetes juga merupakan
permasalahan yang terus meningkat pada wanita usia subur. Oleh
sebab itu penapisan diabetes harus dilakukan pada semua wanita
hamil.
Diabetes dapat memberikan penyulit pada ibu berupa preeklamsia,
polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesaria,
trauma persalinan akibat bayi besar. Bagi bayi dapat menimbulkan
makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, cacat bawaan,
hipoglikemia,hipokalsemia,hipomagnesemia,hiperbilirubinemia
asfiksia perinatal, dan sindrom gawat nafas neonatal
(Prawirohardjo, 2018).
- Hipertiroid
Hipertiroid dalam kehamilan pada umunya disebabkan oleh penyakit
Grave (struma difusa toksika). Insidensi penyakit Grave dalam
kehamilan diatas 20 minggu adalah 2%. Penyebab terbanyak lainnya
adalah struma multinodosa, tetapi kelainan ini hanya terjadi pada
golongan usia diatas 40 tahun. Hipertiroid dalam kehamilan
menyebabkan resiko abortus dan janin mati dalam rahim 3 kali dari
kehamilan normal. (Prawirohardjo, 2018). Penelitan yang dilakukan
oleh (Suparman, 2021) menyatakan bahwa Hipertiroid dalam
kehamilan yang tidak dikendalikan dengan baik dikaitkan dengan
insidensi preeklampsia yang lebih tinggi, gagal jantung, krisis tiroid,
dan hasil perinatal yang buruk. Hasil perinatal yang buruk berupa
persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), IUGR,
stillbirth, hydrops fetalis, hipotiroidism, dan goiter.
- Hepatitis B
Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus hepatitis, akan
tetapi jika terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa menimbukan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi.
d. Sistem urogenital
- Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih merupakan komplikasi medic utama pada
wanita hamil. Sekitar 15% wanita, mengalami paling sedikit satu kali
serangan akut infeksi saluran kemih selamaa hidupnya. Akibat
infeksi inin dapat mengakibatkan masalah pada ibu dan jnain. ISK
berkaitan dengan kejadian anemia, hipertensi, kelahiran premature
dan BBLR (Prawirohardjo, 2018).
e. Sistem reproduksi
- Kista ovarium
Kista ovarim dalam kehamilan dapat menyebabkan nyeri perut oleh
karena putaran tangkai, pecah atau perdarahan (Prawirohardjo, 2018).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat mengenai ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan
pasien, dituliskan tentang umur, keadaan kesehatan masing-masing bila
masih hidup, atau umur waktu meninggal dan sebabnya. Tuliskan hal-
hal yang berhubungan dengan peranan keturunan atau kontak diantara
keluarga. Ada atau tidaknya penyakit spesifik dalam keluarga, misalnya
jantung, hipertensi, diabetes dan sebagainya. (Kemenkes RI, 2017)
5. Riwayat Obstetrik
Menurut Sulistyawati (2013) riwayat obstetri meliputi :
Riwayat Haid
a. Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi. Wanita
Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia 12 tahun
sampai 16 tahun.
b. Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami dengan
menstruasi berikutnya,dalam hitungan hari.Biasanya sekitar 23
sampai 32 hari.
c. Volume
Jawaban yag diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif, namun
kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan beberapa pertanyaan
pendukung, misalnya sampai berapa kali mengganti pembalut dalam
sehari.
d. Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
mengalami menstruasi, misalnya nyeri hebat, sakit kepala sampai
pingsan atau jumlah darah yang banyak
6. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Status paritas
Paritas menunjukkan jumlah kehamilan yang pernah dialami dan
memberikan pengalaman ibu dalam menghadapi kehamilan. (Sari
Priyanti, 2020)
Faktor yang berpengaruh dan mengancam adalah berkaitan
dengan fungsi organ reproduksi yang sudah menurun sehingga bisa
mengakibatkan kelainan dalam proses persalinan seperti ketuban pecah
dini, perdarahan dan eklamsia. Oleh karena itu, resiko lebih banyak
terjadi pada multipara dan grandemultipara yang disebabkan mortilitas
uterus berlebih, kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga dapat
terjadi pembukaan dini pada serviks, kemungkinan panggul sempit
(CPD), perut gantung dan bagian terendah belum masuk pintu atas
panggul dapat juga berpengaruh. Jadi paritas yang aman untuk
menjalankan kehamilan adalah 2-3 kali. Oleh karena itu ketuban pecah
dini banyak yang dialami oleh ibu multiparitas.(Maharrani & Nugrahini,
2017)
b. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
Hari pertama haid terakhir (HPHT) sangat penting untuk dikaji agar
dapat menentukan umur kehamilan dan perkiraan tanggal persalinan,
mengetahui usia kehamilan sangat berguna untuk memantau
perkembangan kehamilan sesuai dengan usia kehamilan sedangkan
taksiran persalinan berguna untuk menentukan apakah pada saat
persalinan kehamilan dalam keadaan aterm, preterm atau posterm
(Khairoh & Arka, 2019)
c. Taksiran persalinan
Untuk menentukan taksiran persalinan dengan memakai rumus neagele.
Rumus neagele dihitung berdasarkan asumsi bahwa usia kehamilan
normal adalah 266 hari sejak ovulasi (38 minggu/ 9 bulan 7 hari).
(Khairoh & Arka, 2019)
d. Usia Kehamilan
Kehamilan aterm (cukup bulan) merupakan kehamilan dengan masa
gestasi 37-42 minggu. (Prawirohardjo, 2018)
Penelitian yang dilakukan oleh (Maria & Sari, 2016) didapatkan hasil
bahwa 50% ibu yang mengalami KPD pada usia kehamilan cukup bulan
(aterm) akan mulai mengalami proses persalinan dalam waktu 12 jam,
70% dalam waktu 24 jam, 85% dalam waktu 84 jam, 95% dalam waktu
72 jam. Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan fokal terjadi
pada selaput janin diatas os serviks internal yang memicu robekan
dilokasi ini. Adapun proses patologi adalah perdarahan dan infeksi yang
bisa menyebabkan KPD sehingga dapat meningkatkan angka kematian
ibu dan anak
e. Gerakan janin
Gerakan janin pertama kali ditanyakan untuk mengetahui gerak janin
yang pertama kali dirasakan ibu pada usia kehamilan berapa dan
mengetahui maslaah yang mungkin terjadi pada janin.
f. Riwayat ANC
Riwayat ANC perlu dikaji apakah ibu sudah memenuhi standar
kunjungan ANC atau belum. Selama kehamilan setidaknya ibu sudah
melakukan ANC 4 kali yang dibagi menjadi 1 kali pada trimester I, 1
kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III. (Widatiningsih, 2017)
g. Status imunisasi TT
Pemberian imunisasi tetanus toksoid untuk mencegah terjadinya tetanus
neonatorum. Ibu hamil skrining status imunisasi TT pada saat kontak
pertama ANC. Pemberian disesuaikan dengan status imunisasi ibu, jika
belum pernah atau ragu mendapat imunisasi diberikan sebanyak 2 kali
dengan interval pemberian minimal 1 bulan, jika pernah mendapatkan
imunisasi sebanyak 2 kali pemberian pada kehamilan sebelumnya atau
pada saat calon pengantin, maka hanya diberikan 1 kali. (Khairoh &
Arka, 2019)
Jadwal Pemberian Suntikan TT
Antigen Interval Lama
(selang waktu minimal) perlindungan
TT1 Pada kunjungan antenatal pertama -
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun
TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun
7. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama hamil untuk mengetahui paparan
penyakit yang dialami selama/sejak hamil untuk mengetahui efek yang dapat
ditimbulkan dari masalah tersebut pada kehamilan. (Khairoh & Arka, 2019)
6) Payudara
Perhatikan kesimetrisan bentuk payudara, bentuk putting payudara
menonjol atau mendatar, apabila putting payudara mendatar, berikan ibu
konseling melakukan perawatan payudara agar puing payudara
menonjol.Kemudian perhatikan adanya bekas operasi dan lakukan palpasi
untuk mengetahui adanya benjolan yang abnormal dan nyeri tekan
dimulai dari daerah axilla sampai seluruh bagian payudara. Periksa
adanya pengeluaran colostrum/cairan lain. Pemeriksaan payudara ini
bertujuan untuk mempersiapkan ibu dalam menyusui bayi.
7) Abdomen
Pembesaran abdomen yang tidak sesuai usia kehamilan ialah faktor resiko
terjadinya kehamilan dengan mola hidatidosa, kehamilan kembar,
polihidramnion
B) Status Obstetrik
Inspeksi
a) Muka
Kloasmagravidarum,keadaan selaput mata pucat atau merah,adakah
oedema pada muka,bagaimana keadaan lidah,gigi.
b) Leher
Apakah vena terbendung di leher (misalnya pada penyalit jantung),
apakah kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfe
membengkak.
c) Dada
Bentuk payudara, pigmentasi putting susu, dan gelanggang susu,
keadaan putting susu, adakah colostrum.
d) Perut
Perut membesar ke depan atau ke samping (pada ascites misalnya
membesar ke samping), keadaan pusat, pigmentasi di linea alba,
nampakkan gerakan anak atau striae gravidarum atau bekas luka.
e) Vulva
Keadaan perinium, carilah varises, tanda chadwick ,condyloma,
flour. (Marmi, 2011)
Palpasi
Menuut Marmi(2011) maksud pemeriksaan raba ialah untuk menentukan:
- Besarnya rahim dan dengan ini menentukan umur kehamilan.
- Menentukan letaknya anak dalam rahim.
- Selain dari pada itu harus diraba apakah ada tumor-tumor lain dalam
rongga perut, kista, myoma,pembesaran limpa
- Cara melalukan palpasi ialah menurut leopold yang terdiri atas 4
bagian:
Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher sebaiknya dilakukan 4 jam selama kala I persalinan dan
setelah selaput ketuban pecah, catat pada jam berapa diperiksa, oleh siapa dan
sudah pembukaan berapa dengan VT dapat diketahui muga effeccement,
konsistensi, keadaan ketuban, presentasi, denominator dan hodge. (Marmi,
2016)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan
dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari
vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut
dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.Pemeriksaan
melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk melihat jumlah air
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit. namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
(Marmi, 2016)
III. ANALISA
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi (kesimpulan) dari
data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan,
karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan
ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka
proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan
untuk 44 sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka
mengikuti perkembangan pasien dan analisis yang tepat dan akurat mengikuti
perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada
pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan/tindakan yang tepat. Analisis
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen varney
langkah kedua, ketiga, dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini:
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah
potensial dan kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut
kewenangan bidan, meliputi: tindakan mendiri, tindakan kolaborasi dan tindakan
merujuk klien. (Rukiyah, 2013)
a. Diagnosis Kebidanan
Dalam bagian ini yang disimpilkan oleh bidan antara lain sebagai berikut
1) Paritas
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan
dengan kehamilannya (jumlah kehamilannya).
2) Usia Kehamilan dalam minggu
dan penyebab langsung terjadinya perdarahan postpartum.
3) Keadaan janin
4) Normal atau tidak normal. (Marmi, 2011)
b. Masalah
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik
yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta
penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri
meliputi peningkatan tekanan darah,denyut nadi, pernapasan, keringat,
diameter pupil, dan ketegangan otot.(D. P. Sari et al., 2018)
Penelitian yang dilakukan oleh (Gultom, 2019) didapatkan hasil uji
statistik chi-square diperoleh nilai p.value adalah 0,000 berarti p value
< 0,05 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
kelompok kelainan his pada ibu bersalin dengan partus lama. Faktor
power atau his dan kekuatan yang mendorong janin keluar adalah
faktor yang sangat penting dalam proses persalinan. Kelainan his
menyebabkan kerintangan jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
c. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil terus mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-
siap bila diagnosis atau masalah potensial benar benar terjadi.
(Sulistyawati, 2013)
Komplikasi yang sering terjadi pada KPD adalah infeksi,karena ketuban
yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada
KPD, flora vagina yang normal bisa menjadi pathogen yang akan
membahayakan ibu maupun janinnya. Insidensi KPD berkisar antara 8-
10% dari semua kehamilan dan lebih banyak terjadi pada kehamilan
cukup bulan (sekitar 95%) sedangkan pada kehamilan preterm terjadi
sekitar 34%..(Maria & Sari, 2016)
Komplikasi ketuban pecah dini yang paling sering terjadi pada ibu
bersalin yaitu infeksi dalam persalinan, infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan post partum, meningkatkan kasus bedah caesar, dan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan komplikasi
yang paling sering terjadi pada janin yaitu prematuritas, penurunan tali
pusat, hipoksia dan asfiksia, sindrom deformitas janin, dan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal.(Rahayu & Sari, 2017)
IV. PENATALAKSANAAN
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan
inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara
konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu rawat di rumah sakit
(Prawirohardjo, 2016)
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26
minggu karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila sudah
mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi. Apabila
terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang diikuti
histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah
reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin. Pemberian
batametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis
24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari, pemberian betakortison dapat diulang
apabila setelah satu minggu janin belum lahir. Pemberian tokolitik untuk
mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah dapat dipastikan
tidak terjadi infeksi korioamninitis. Meghindari sepsis dengan pemberian
antibiotik profilaksis. (POGI, 2016)
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm
dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup
serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih
tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud. Dorong kepala janin
keatas degan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva
dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam atau
dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6
jam, makan berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan
ampisislin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik
selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2
hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada
kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian
induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka
pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan.
Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013).
Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi
dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan
misoprostol 25µg– 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. (POGI, 2016)
Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan kebidanan secara
menyeluruh dengan tepat dan berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah
sebelumnya. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil
b. Lakukan pemantauan DJJ setiap jam
c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu
d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan,
perhatikan juga hal-hal berikut:
1) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
2) Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
3) Warna rabas atau cairan di sarung tangan anda
e. Beri perhatian lebih seksama pada hidrasi agar dapat diperoleh gambaran
jelas dari setiap infeksi yang timbul. Sering kali terjadi peningkatan suhu
tubuh akibat dehidrasi.
1) Penatalaksanaan Konservatif (mempertahankan kehamilan)
Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 – 72 jam setelah ketuban
pecah. Kemungkinan infeksi berkurang jika tidak ada alat yang
dimasukkan ke vagina, kecuali spekulum steril dan jang melakukan
pemeriksaan dalam.
Beri antibiotika bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisillin 4 x 500
mg atau Gentamycin 1 x 80 mg. Umur kehamilan < 32 – 34 minggu
dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak
keluar lagi serta berikan steroid selama untuk memacu kematangan
paru-paru janin
2) Penatalaksanaan Aktif
Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin.Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas Haidar. (2019). Hipertensi Pada Kehamilan. Herb Medicine Journal, 2, 4005–
4008.
Aminatubillah, V. T., Widjajanegara, H., & Yuniarti. (2016). Hubungan Antara Usia
dan Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Puskesmas
PONED Cingambul Kabupaten Majalengka Tahun 2016-2017. Jurnal UNISBA,
4(1), 1–9. karyailmiah.unisba.ac.id
Asih, Y., & Risneni. (2016). Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan (Pertama). Trans Info
Media.
Gultom, L. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama Pada Ibu
Bersalin Di Rsu Haji Medan Tahun 2014. Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist,
Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist), 10(1), 18–25.
https://doi.org/10.36911/pannmed.v10i1.199
JNPK-KR. (2017). Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini. Depkes RI.
Khairoh, K. U., & Arka, R. dan M. (2019). Asuhan Kebidanan Kehamilan. CV.Jakad
Publishing Surabaya.
Maharrani, T., & Nugrahini, E. (2017). Hubungan Usia, Paritas Dengan Ketuban Pecah
Dini Di Puskesmas Jagir Surabay. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
VIII(2), 102–108.
Mamede AC, Carvalho MJ, Abrantes AM, Laranjo M, Maia CJ, B. M. (2012). Amniotic
membrane: from structure and functions to clinical applications. Aug;349(2)(doi:
10.1007/s00441-012-1424-6. Epub 2012 May 18. PMID: 22592624.), 447–458.
Maria, A., & Sari, U. S. C. (2016). Hubungan Usia Kehamilan dan Paritas Ibu Bersalin
dengan Ketuban Pecah Dini. Jurnal Vokasi Kesehatan, II(1), 10–16.
Purwaningtyas, M. L., & Prameswari, G. N. (2017). Faktor Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil. Higeia Journal of Public Health Research and Development, 1(3), 84–94.
Rahayu, B., & Sari, A. N. (2017). Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah
Dini (KPD) pada Ibu Bersalin. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 5(2), 134.
https://doi.org/10.21927/jnki.2017.5(2).134-138
RI, K. (2017). Pedoman Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Saifudin. (2014). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari Priyanti, Dian Irawati, & Agustin Dwi Syalfina. (2020). Frekuensi Dan Faktor
Risiko Kunjungan Antenatal Care. Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of
Midwifery), 6(1), 1–9. https://doi.org/10.33023/jikeb.v6i1.564
Sari, D. P., St, S., Rufaida, Z., Bd, S. K., Sc, M., Wardini, S., Lestari, P., St, S., & Kes,
M. (2018). Nyeri persalinan. Stikes Majapahit Mojokerto, 1–117.
Sari, S. D. (2017). Kehamilan, Persalinan, Bayi Preterm & Postterm Disertai Evidence
Based. Noerfikri.
Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir (Erlangga
(ed.)).
Syarif, A. B., Santoso, S., & Widyasih, H. (2017). Usia Ibu dan Kejadian Persalinan
Preterm. Jurnal Kesehatan Ibu Dan Anak, 11(2), 20–24.
https://doi.org/10.29238/kia.v11i2.35
Wiyati, P., & Wibowo, B. (2013). Luaran Maternal Dan Perinatal Pada Hamil Dengan
Penyakit Jantung Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Obstetri & Ginekologi, 21(1),
20–30.