Anda di halaman 1dari 2

Budaya persalinan Papua

tersebut yaitu pertama memandang para pendatang yang membangun tersebut sebagai pembawa
kemajuan, pembaharu serta produsen, kedua pendatang tersebut sebagai penghancur, perusak dan
perampas

.(8) Sumber lain mengatakan bahwa Suku Amungme mempercayai penggalian batu tambang merupakan
proses pembunuhan ibu kandung atau penghancuran tubuh mama, oleh karena itu banyak ibu-ibu yang
mengalami kesulitan dalam persalinan sehingga bayi-bayi yang dilahirkan cacat dan mati. Mereka juga
meyakini bahwa pertambangan itu membuat generasi muda terancam menderita berbagai macam
penyakit pencernaan dan pernapasan.

(9) Suku Amungme adalah penduduk asli suku gunung atau pedalaman yang terbanyak di Kabupaten
Mimika, sedangkan Suku Kamoro adalah penduduk asli suku pantai yang terbanyak di Kabupaten
Mimika. Meskipun sudah pindah atau dipindahkan ke pemukiman baru di Timika dan desa-desa baru
sekitar Timika, kedua suku ini masih sulit bersatu dalam satu area dikarenakan perbedaan sejarah dan
prinsip. Penelitian ini dilakukan terhadap kedua suku tersebut pada desa-desa yang berbeda

.(10) Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang budaya penatalaksanaan persalinan
ibu Suku Amungme dan Kamoro. METODE Rancangan penelitian Rancangan penelitian adalah studi
potong silang (cross sectional) dengan pengambilan data secara kuantitatif dan kualitatif. Sampel
Responden adalah ibu pasca persalinan (antara satu minggu sampai satu tahun) baik ditolong oleh
petugas kesehatan ataupun tidak. Sebanyak 99 ibuibu Suku Amungme dan 105 rumah ke rumah
sepanjang ada ibu pasca persalinan dengan kriteria seperti tersebut di atas.

Kedokter Trisakti sejengkal, darah yang keluar dari potongan itu saya tekan dengan tangan saya
beberapa lama. Setelah darah agak berkurang, ujung tali pusat saya bungkus dengan potongan/sobekan
kain yang sudah saya siapkan. Saya mengelap bayi, membungkusnya dan saya panggil adik saya yang
menunggu di depan pintu kamar mandi. Adik saya membawa bayi ke kamar, sayapun membersihkan diri
lalu berjalan perlahan-lahan ke kamar. Ibu JS Suku Amungme menceritakan peristiwa ini dengan sedikit
berbeda sebagai berikut:

Tidak ada orang lain di rumah selain saya, suami dan anakanak pada malam itu. Setelah menghidupkan
api, suami saya menunggu saya di ruang tengah. Saya menangani persalinan sendiri di kamar mandi
yang dialasi dengan kain-kain. Setelah ari-ari keluar, saya potong tali pusatnya dengan silet yang baru,
lalu saya panggil suami saya untuk mengambil bayi. Suami saya mengambil petatas yang sedang dibakar,
lalu ditutupkannya ke ujung tali pusat bayi sampai darahnya berhenti. Pengamatan terhadap ibu KM
Suku Kamoro yang bertempat tinggal di Hiripao Mapurujaya menunjukkan di bagian sudut bawah rumah
KM di pasang segi empat dinding triplek darurat, yang dalam kunjungan-kunjungan sebelumnya dinding
ini tidak ada. Tumpukan kayu api yang sedang di bakar di bagian belakang rumah dekat dinding tersebut.
Asapnya tidak hanya menyelusup ke bawah rumah, tetapi juga sampai ke atas rumah KM. Ibu JS
melakukan persalinan di kamar mandi dan dapur. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut: di lantai
dapur, terlihat tumpukan kayu bakar yang masih berasap meski apinya tidak menyala lagi, juga
tumpukan daun pisang yang masih baru. Kamar mandi (tempat dilakukan persalinan) tidak berfungsi
sebagai kamar mandi lagi, tidak ada air dalam bak dan bak menjadi tempat menyimpan sisa bahan
bangunan. Di bagian kloset yang masih basah ada sebuah baskom hitam besar yang berisi air dan
pakaian kotor. Di dapur yang hitam berasap, ada mangkok plastik berisi ubi bakar dan panci berisi rebus
daun gedi bercampur potongan tempe. Dalam kamar tidur ada selembar kasur yang sudah tipis dan di
ruang tamu, hanya ada selembar tikar tempat kami duduk.

Anda mungkin juga menyukai