Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MANAJEMEN SDM

Tentang

ETIKA , HAK DAN DISIPLIN SDM

UIN IMAM BONJOL


PADANG

Disusun Oleh : Sovia Saputri (2014030050)

Dosen Pembimbing : Usdarisman, M.Pd

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (B)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Etika,
Relasi Karyawan, dan Perlakuan Adil di Tempat Kerja” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Usdarisman, M.Pd
selaku Dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia di Universitas Jambi yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan tentang Etika, Relasi Karyawan, dan Perlakuan Adil di Tempat Kerja. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Lima Puluh Kota, 3 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUS AN MASALAH
C. TUJUAN PENULIS AN

BAB II PEMBAHASAN

A. DASAR-DASAR DAN PERLAKUAN ADIL DI TEMPAT KERJA


B. MENGGUNAKAN ALAT-ALAT SDM UNDTUK MEMPROMOSIKAN ETIKA DAN
PERLAKUAN ADIL
C. MENGELOLAH PRIVASI DAN DISIPLIN KARYAWAN
D. PHK

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan asset penting untuk menunjang
keberhasilan suatu organisasi. SDM adalah pelaksana seluruh kebijakan organisasi
sehingga perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Pentingnya sumber daya
manusia ini perlu disadari oleh semua tingkatan manajemen diperusahaan.
Bagaimanapun majunya teknologi saat ini, namun faktor manusia tetap memegang
peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi.
Sebagai inti dari manajemen sumber daya manusia, sebagian besar karyawan
mengaharapkan lebih. Sebagai contoh, mereka mengharapkan pemberi kerja
memperlakukan mereka secara adil dan mendapat kan lingkungan keija yang aman. Oleh
karena itu pada pembahasan kali ini kita berfokus pada etika, keadilan karyawan, dan
relasi pekerja. Tujuan utama dari pembahasan ini adalah memahami etika, hak-hak
karyawan, dan perlakuan adil, semuanya merupakan pembentuk dari relasi karyawan
yang positif.
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang
lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif
bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul
dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri
yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang
bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran
dirinya diberhentikan dari pekeijaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu dasar- dasar dan perlakuan adil di tempat kerja
b. Bagaimana menggunakan alat-alat msdm untuk mempromosikan etika dan perlakuan
adil
c. Bagaimana mengelola privasi dan disiplin karyawan
d. Apa itu PHK

C. Tujuan Penulisan
Untuk bisa Memahami etika, perlakuan adil ditempat kerja dan phk . Hal ini dapat
menjadi sesuatu yang serius mengingat perilaku yang tidak etis dapat menjurus kearah
tindakan criminal serta perilaku lain yang merugikan perusahaan, baik finansial maupun
nonfinansial .

BABU
PEMBAHASAN
A. Dasar Dasar Dan Perlakuan Adil Di Tempat Kerja
Manajer menghadapi masalah etika setiap hari, sebagai contoh seorang manajer
mempunyai proposal dimejanya dari sebuah perusahaan yang memasok alat pengawasan
piranti lunak. Alat ini memungkinkan perusahaannya memeriksa apa yang dikatakan dan
dilakukan karyawan dan kandidat pekerjaan mereka di situs jejaring sosial. Ia harus
memutuskan apakah membeli dan menggunakan piranti lunak pemantau tersebut
merupakan ide bagus. Apakah penggunaan piranti lunak seperti itu dapat diterima, atau
akankah anda memandangnya sebagai sesuatu yang tidak etis dianggap memata-matai
karyawan. Hal tersebut sebagian tergantung pada perspektif etika anda.
1. Makna Etika

Etika (ethtics) adalah prinsip-prinsip tingkah laku yang mengatur seorang individu atau
kelompok. Prinsip-prinsip yang digunakan orang untuk memutuskan bagaimana tingkah
laku mereka seharusnya. Akan tetapi, keputusan etika tidak meliputi semua tingkah laku.
Memutuskan mobil mana yang akan dibeli biasanya tidak perlu melibatkan etika, alih-alih,
keputusan etis selalu berakar dari moralitas. Moralitas berarti standar perilaku yang
diterima masyarakat, dan selalu melibatkan pertanyaan mendasar mengenai benar salah
seperti mencuri, membunuh, dan bagaimana memperlakukan orang lain.

2. Etika dan Hukum

Sebenarnya, hukum adalah pedoman yang jauh dari sempurna mengenai apa itu etika
karena, sesuatu mungkin saja sah secara hukum tetapi tidak benar, atau benar tetapi tidak
sah secara hukum. Misalnya, memecat seorang karyawan yang berusia 38 tahun dengan
masa kerja 20 tahun tanpa alasan atau pemberitahuan mungkin tidak etis, tetapi masih sah
secara hukum. Seorang wakil presiden praktik bisnis di United Technologies Corp, (dan
seorang bekas pengacara pengadilan) berkata seperti ini :”Etika berarti mengambil
keputusan yang mewakili apa yang anda perjuangkan, tidak hanya bagaimana hukumnya”.

Hukum mungkin bukan pedoman yang sangat mudah memutuskan mengenai apa yang etis
untuk dilakukan, tetapi beberapa beberapa manajer memperlakukannya seperti itu. Bisnis
ada untuk menghasilkan laba, jadi profitabilitas cendrung menjadi penyaring awal yang
digunakan manajer dalam mengambil keputusan. Setelah laba diperoleh, “apakah ini etis?”
hanya setelah merenungkannya kembali itu pun jika mereka mau memikirkannya.

3. Hak Karyawan dan Kebij akan Publik


a. Hak Karyawan

Title VII dari Civil Rights Act memberikan hak kepada karyawan untuk mengajukan
tuntutan hukum terhadap pemberi kerja jika ia meyakini telah dideskriminasi karena
rasnya. Berikut hak-hak pekeija tersebut:
1. Hak untuk cuti dan liburan
2. Hak luka-luka dan sakit
3. Hak persetujuan untuk tidak menyaingi
4. Hak karyawan pada kebijakan pemberi kerja
5. Hak pendisiplinan
6. Hak atas berkas pribadi
7. Hak uang pension karyawan
8. Hak tunj angan karyawan
9. Hak referensi
10. Hak atas catatan criminal
11. Hak kesedihan karyawan
12. Hak pencemaran nama baik
13. Hak karyawan atas penipuan
14. Hak atas serangan dan kekerasan
15. Hak pengabaiaian karyawan
16. Hak atas aktivitas politik
17. Hak aktivitas serikat pekeija/kelompok
18. Hak mengungkap dugaan pelanggaran
19. Hak kompensasi pekeija.
Namun, tidak semua hak berasal dari hukum. Banyak hak yang mengalir dari hak
“asasi manusia” atau “hak yang tidak dapat dirampas”. Keyakinan tidak tertulis yang
yang dianut masyarakat secara luas. Sebagai contoh, Deklarasi kemerdekaan Amerika
Serikat yang tersohor mengatakan “kami menganggap kebenaran ini berdiri sendiri,
bahwa semua orang diciptakan setara, bahwa mereka diberkati oleh sang pencipta dengan
Hak tertentu yang tidak dapat dirampas, yang diantaranya adalah kehidupan, kebebasan,
dan pencarian kebahagiaan.”

b. Kebijakan Publik
Kebanyakan hukum juga mencerminkan kebijakan publi. Dengan kata lain, pemerintah
memberlakukan hukum untuk mendukung tujuan kebijakan publik. Jadi, jika New York
City memutuskan untuk mewajibkan semua perusahaan bisnisnya memberikan cuti sakit
karyawan merupakan kepentingan dari wrganya, mereka akan mengesahkan hukum untuk
melakukannya. Kebijakan public terdiri atas keputusan politik untuk menerapkan
program untuk mencapai sasaran kemasyarakatan, seperti halnya hukum cuti sakit,
pemerintah mengekspresikan kebijakan publik pilihan mereka dalam hukum dan regulasi
yang mereka tetapkan.
4. Ketidakadilan di tempat kerja
Salah satu cara melihat kejelasan etika perusahaan adalah mengetahui seberapa adil
perusahaan tersebut memperlakukan karyawannya. Seseorang yang mengalami perlakuan
tidak adil di tempat kerja mengetahui bahwa hal ini demoralisasi. Perlakuan tidak adil
merusak moral,meningkatkan stres,dan membawa pengaruh negatif bagi
kinerja. Karyawan dengan penyelia yang kasar memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
berhenti,dan menyampaikan kepuasan keija dan hidup yang lebih rendah dan stres yang
lebih tinggi. Sikap kasar tersebut memiliki pengaruh lebih besar pada karyawan ketika
penyelia yang kasar tersebut tampak mempunyai dukungan dari atasan. Sering kali,
ketidak adilan di tempat keija bersifat halus dan tidak kentara.

5. Mengapa kita harus memperlakukan karyawan secara adil?


Terdapat banyak alasan mengapa manajer harus bersikap adil. Kaidah yang baik adalah
satu alasan yang jelas. Hal yang mungkin tidak begitu jelas adalahh bahwa ketidakadilan
penyelia dapat menjadi bumerang bagi peruhaan. Sebagai contoh, korban ketidakadilan
menunjukan lebih banyak penyimpangan di tempat kerja, seperti pencurian dan sabotase.
Persepsi adanya keadilan berhubungan dengan komitmen karyawan yang lebih tinggi,
kepuasan yang lebih tinggi dengan organisasi,pekeijaan,dan pemimpin dan prilaku
kewarganegaraan organisasi yang lebih baik. Orang yang memandang diri mereka sendiri
sebagai korban ketidakadilan juga mengalami berbagai pengaruh buruk termasuk
kesehatan yang buruk, ketegangan, dan kondisi psikologis. Ketidakadilan menyebabkan
adanya ketegangan yang lebih tinggi antara karyawan dan keluarga pasangannya.
Penyelia yang agresif dapat melemahkan efektifitas bawahan mereka dan dapat
mendorong mereka untuk bertindak desstruktif.

B. Menggunakan alat-alat manajemen SDM untuk mempromosikan etika dan


pelakuan adil.
Manajer mempunyai berbagai alat manajemen sumber daya manusia yang dapat ia
gunakan untuk memelihara etika dan perlakuan adil. Kita akan membahas hal-hal
tersebut.
1. Alat seleksi
Cara yang paling sederhana untuk menyetel sebuah organisasi, secara etika, adalah
dengan mempekerjakan lebih banyak orang etis. “Penyaringan etika” harus dimulai
bahkan sebelum pelamar melamar; gunakan materi perekrutan yang menekankan
komitmen perusahaan terhadap etika.
2. Alat-alat pelatihan
Pelatihan etika biasanya dilakukan dengan memperlihatkan kepada karyawan cara untuk
mengenali dilema etika, cara menerapkan kode perilaku untuk memecahkan masalah, dan
cara menggunakan aktivitas personel seperti praktik disipliner dengan cara etis. Pelatihan
harus menekankan dukungan moral dari pilihan etis dan komitmen perusahaan yang
mendalam terhadap integritas dan etika.
3. Meningkatkan kinerja melalui SISDM
Untuk mengelola suatu program etika tidaklah mudah atau murah. Untuk melakukannya,
dibutuhkan perhatian yang hampir terus-menerus dari manajer puncak perusahaan, serta
investasi dalam menetapkan dan memantau kode etik dan melatih karyawan.
4. Alat penilaian kinerja
Penilaian yang tidak adil dapat mengirimkan sinyal bawah pemberi kerja akan
memaafkan perilaku tidak etis. Minimumnya:
•Standar karyawan harus jelas.
•Karyawan harus memahami dasar penilaian mereka.
•Penyelia harus melakukan penilaian secara objektif dan adil.
•Pemberi kerja harus memasukan sasaran etika dalam penilaian terhadap para
pemimpinnya, khususnya pemimpin senior.

C. Mengelolah Disiplin Dan Privasi Karyawan


Tujuan disiplin adalah untuk mendorong karyawan untuk berperilaku hati-hati dalam
pekeijaan (sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan). Dalam satu organisasi
peraturan dan perundang-undangan memiliki tujuan yang sama dengan apayang di
lakukan oleh hukum dalam masyarakat, disiplin dibutuhkan saat satu dari peraturan dan
perundang-undangan ini dilanggar. Proses yang adil dan disiplin di dasarkan pada tiga
pilar (peraturan perundang-undangan yang jelas, sistem hukuman yang progresif dan
proses yang serius).
• Peraturan perundang-undangan menyelesaikan permasalahan seperti pencurian,
perusakan properti perusahaan, mabuk di tepat keija, dll
• Sistem hukuman yang progresif bisa mencakup dari peringatan yang di sampaikan
secara langsung maupun tertulis.
• Proses yang serius, menindak lanjuti pelangaran-pelangaran dengan serius sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

a. Disiplin Tanpa Hukuman


Disiplin tanpa hukuman biasanya melibatkan sistem peringatan langsung secara oral
dan penerapan cuti dibayar satu hari sebagai pengganti dari hukuman tradisional.
Disiplin tanpa hukuman bertujuan untuk menghindari masalah-masalah pendisplinan.
Cara ini melakukannya dengan membuat para karyawan menerima aturan dan
mengurangi hukuman dari disiplin itu sendiri. Berikut ini adalah cara penerapanya:
1. Mengeluarkan peringatan dengan kata-kata.
2. Bila pelanggaran meningkat dalam enam minggu, keluarkan peringatan tertulis
yang formal, copy dari peringatan tertilis dimasukkan dalm file personel
karyawan.
3. Berikan cuti, satu hari untuk “membuat keputusan yang dibayar”.
4. Jika tidak terjadi lagi pelanggaran dalam setahun kedepan, cuti satu hari yang
dibayar tersebut dihapus dari filenya pribadinya.

b. Privasi Karyawan
Empat jenis pelanggaran privasi terhadap karywan yang utama yang disutujui oleh
pengadilan adalah pelanggaran terhadap area pribadi (pengintipan diruang ganti dan
kamar mandi), publikasi masalah pribadi, membuka catatan kesehatan dan
pemanfaatan nama karyawan atau kemiripan dengan dia untuk tujuan komersial.
Pengecekan latarbelakang, pengawasan kegiatan diluar keija dan gaya hidup,
pencarian tempat kerja dan pengawasan kegiatan di tempat keija memicu sebagian
besar pelanggaran privasi.
Ada dua pembatasan dalam pengawasan ditempat keija: Undang-Undang Privasi
Komunikasi Elektronik (Electronic Communication Privacy Act-ECPA) dan
perlindungan hukum terhadap invasi privasi. ECPA sebagian tujuannya untuk
membatasi penghalang dan mengawasi komunikasi oral dan kabel, tapi dengan dua
pengecualian, yaitu pengusaha dapat menunjukan alasan bisnis yang sah menurut
hukum untuk melakukannya dan harus mendapatkan izin dari karyawan untuk
melakukannya.

D. PHK
1. Pengertian Pemutusan Hubungan Keij a (Phk)
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Apabila kita mendengar
istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena
kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi negatif.
Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakeijaan, dijelaskan Pemutusan Hubungan kerja dapat terjadi karena bermacam
sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. Tergantung alasannya,
Pemutusan Hubungan kerja mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam
praktek tidak semua Pemutusan Hubungan kerja yang butuh penetapan dilaporkan kepada
instansi ketenagakeijaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, Pemutusan Hubungan
kerja tidak berujung sengketa hukum, atau karena karyawan tidak mengetahui hak mereka.

2. Pengadilan Hubungan Industrial


Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di
tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas
pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, serta menerima permohonan dan melakukan
eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat
adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan
Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta
Pengadilan Tata Usaha Negara.

3. Jenis - Jenis Pemutusan Hubungan Kerja


a. Pemutusan Hubungan kerja Pada Kondisi Normal (Sukarela)

Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan
yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai
dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba saatnya
seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya
tersebut.

Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekeija dan tingkat
kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya.
Ketika seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa
pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan
kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk
memasuki masa kehidupan yang tanpa peran.

Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk


melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan
selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan
meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini
akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan
yang dirasakannya selama ini.

Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan
pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat
berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti
dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus
memenuhi syarat:

(a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,

(b) tidak ada ikatan dinas,

(c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan


diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak
perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini
merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi
karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon
lebih besar apabila perusahaan harus melakukan Pemutusan Hubungan kerja tanpa ada
persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran
pesangon yang disepakati.

Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti
sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai
Pasal 156

(4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat peijanjian. Untuk
biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait
apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan
penghargaan masa kerja.

b. Pemutusan Hubungan kerja Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)

Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan


beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins,
1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar
(outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan- perubahan,
termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi
sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini
tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai
tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri,
dan berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam
proses produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan
mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekeija di perusahaan
tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya teijadi kasus pemutusan hubungan
kerja.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan keija dapat


memberikan beberapa pengertian, yaitu :

1. Termination: yaitu putusnya hubungan keija karena selesainya atau berakhirnya


kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
2. Dismissal: yaitu putusnya hubungan keija karena karyawan melakukan Tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan
kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika,
madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
3. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat
yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah
tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan keija yang dikaitkan dengan masalah-
masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan
tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3
kategori, yaitu :

1. Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-
benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena
perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
2. Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan
ingin mengurangi banyak tenaga keija, baik tenaga profesional, manajerial, maupun
tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk
mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orangorang yang
tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang
yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang.
Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja
yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan
pasar terhadap keahlian atau skill ini masih tersembunyi.
3. Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak
nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan keija yang ada. Kegiatan ini
dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan
perilaku keija yang memuaskan.

Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan keija,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.

Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan
keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu
mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-
kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Etika dan perlakuan adil memainkan peran penting dalam mengelola karyawan di
tempat kerja. Etika merujuk pada prinsip-prinsip perilaku yang mengatur individu
atau kelompok. Beberapa masyarakat hanya mengandalkan pada etika atau rasa
keadilan manajer, dan oleh karenanya mengatur hak-hak karyawan, seperti mengenai
hak uang pensiun karyawan, hak referensi, hak pencemaran nama baik, dan hak
aktivitas serikat buruh.
2. Terdapat banyak hal yang mempengaruhi perilaku etis ditempat kerja. Sebuah studi
menyimpulkan bahwa perilaku etis mencerminkan “apel busuk, peti buruk, dan tong
buruk”.
3. Manajer dapat menggunakan metode SDM untuk mempromosikan etika dan
perlakuan adil.
4. Mengelola disiplin dan privasi karyawan merupakan keterampilan manajemen yang
penting. Dasar-dasar dari proses disipliner yang adil meliputi aturan dan regulasi yang
jelas.
5. Pemutusan Hubungan kerja sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada
kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan
karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang
murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau
memindahkan pabriknya ke Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dessler, Gary. Ed (14) 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba Empat.

Dessler Gary, Pearson. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba 4

http://lutfidamavanti.blogspot.com/2013/06/bab-14-etika-hukum-dan-perlakuan-

yang.html

http://fakhirahumar.blogspot.com/2018/07/makalah-tentang-phk-pemutusan-
hubungan.html

Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGrawHill International
Book Company.

Manulang, S. H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakeijaan di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi Mengoptimalkan Diri, Balai
Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai