OLEH
DITA LESTIANI NURALIFAH
1840322052
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Laporan Studi
Kasus Siklus 1 (Keterampilan Dasar Kebidanan) “Pemasangan infus pada an R dengan
suspect leukimia di rawat inap anak di rsudpadang pariaman”.
Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik dalam rangka
menyelesaikan siklus 1 (Keterampilan Dasar Kebidanan) di RSUD Padang Pariaman.
terselesainya penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan semua pihak,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Dengan terselesainya laporan ini penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan oleh
kerena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
maupun pembaca.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui
intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus dapat menggantikan air dan memperbaiki
kekurangan cairan elektrolit serta merupakan suatu medium untuk pemberian obat secara
intravena (Smeltzer & Bare, 2010).
Kemampuan pemasangan infus merupakan kompetensi dan tanggung jawab perawat
dan tenaga kesehatan lain nya. Kompetensi tenaga kesehatan yang diharapkan adalah
memilih tempat vena yang sesuai, jenis kanula yang paling sesuai untuk pasien tertentu,
mahir dalam teknik aseptik, dan teknik penusukan vena. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemasangan infus antara lain jenis larutan yang akan diberikan, lamanya
terapi intravena, keadaan umum pasien dan tempat vena yang digunakan, dan keterampilan
orang yang akan melakukan pemasangan infus. Banyak tempat yang dapat digunakan untuk
pemasangan infus, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di setiap vena
(Smeltzer & Bare, 2010).
Vena di ekstremitas atas dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini relatif aman
dan mudah dilakukan pemasangan infus, sedangkan vena di kaki jarang di gunakan karena
resiko tinggi terjadinya tromboemboli vena. Tempat lain yang harus dihindari dalam
pemasangan infus adalah vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area yang
flebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus, lengan dengan arteriovena atau fistula, atau
lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, dan kerusakan kulit (Smeltzer & Bare,
2010). Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan
dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi dari
pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis.
Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan
oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan
pembentukan trombus (Royal College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh
pergerakan benda asing (kanula) yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena
(Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk vena
yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan kanula terlalu dekat dengan katup,
akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding pembuluh darah dengan
ujung kanula. Flebitis kimia disebabkan oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kanula.
Faktor-faktor seperti pH dan osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap
kejadian flebitis. Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang
kurang dari keterampilan tenaga kesehatan dalam memasang infus (Kohno et al, 2009).
Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien rawat inap di Amerika Serikat telah dilaporkan menerima
pemasangan dan perawatan infus. Tingkat flebitis karena pemasangan infus telah dilaporkan
oleh Maki dan Ringer (2011) sebesar 41,8%, serta Kocaman dan Sucuoglu (2011) sebesar
64,7%. Indonesia tahun 2010, Jumlah kejadian flebitis pada pasien rawat inap menurut
distribusi penyakit sistem sirkulasi darah, berjumlah 744 orang atau 17,11% (DepKes RI,
2008). Dalam makalah ini akan di bahas tentang hubungan pemasangan infus terhadap pasien
Ca Colon Post Operasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapat adalah
bagaimana hubungan pemasangan infus RL terhadap pasien dengan kasus Ca Colon?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemasangan infus RL dengan penanganan kasus Ca
Colon.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi infus
2. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan infus
3. Untuk mengetahui definisi pemasangan infus
4. Untuk mengetahui indikasi pemasangan infus
5. Untuk mengetahui kontraindikasi pemasangan infus
6. Untuk mengetahui lokasi pemasangan infus.
1. Cairan hipotonik:
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi
sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar
gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik:
3. Cairan hipertonik:
1. Kristaloid:
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid:
ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,
dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan
steroid.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam
berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebral.
KA-EN 1B
Indikasi:
1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam
Indikasi:
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3
KA-EN MG3
Indikasi :
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
Na 30 mEq/L
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
o Na 30 mEq/L
o K 8 mEq/L
o Cl 28 mEq/L
o Laktat 10 mEq/L
o Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
1. Untuk resusitasi
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
AMIPAREN
Indikasi:
Indikasi:
PAN-AMIN G
Indikasi:
2. Luka bakar,menunjukkan banyak cairan tubuh yang keluar akibat luka bakar,
sehingga perlu di jaga jumlah cairan tubuh.
3. Pasien yang tidak mampu atau sulit mendapatkan asupan air secara normal, seperti
pasien yang tidak dapat menelan.
4. Pasien dengan demam tinggi, yang beresiko menyebabkan penurunan cairan tubuh,
seperti pada pasien demam berdarah, tifus yang tidak dapat diobati di rumah atau tifus
dengan komplikasi. Sehingga pasien demam perlu dipastikan penyebabnya sebelum
dilakukan pemberian infus.
5. Kondisi umum pasie lemah, seperti pada pasien anemia, atau pasien penyakit
kronis.
ASSESSMENT (A)
• Diagnosa
Ny. Dahliar dengan Ca Colon
• Masalah : Tidak nafsu makan, nyeri perut bagian kananbawah dan tidak bisa BAK
spontan
• Diagnosa Potensial: Fistula Enterocutaneous
• Kebutuhan
1. Informasikan hasil pemeriksaan.
2. Pemantauan TTV
3. Lanjutkan IVFD RL 8 J/K.
4. Terapi obat sesuai orderan dokter
5. Berikan dukungan moril pada ibu dan keluarga
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan labor.
7. Lakukan transfusi darah
8. Memandikan klien diatas tempat tidur
9. Pemasangan kateter baru.
PLANNING
1. Informasikan hasil pemeriksaan.
2. Pemantauan TTV
3. Lanjutkan IVFD RL 8 J/K.
4. Terapi obat sesuai orderan dokter
5. Berikan dukungan moril pada ibu dan keluarga
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan labor.
7. Lakukan transfusi darah
8. Memandikan klien diatas tempat tidur
9. Pemasangan kateter baru.
.
4. Senin / Memberikan Terapi Memberikan Terapi obat sesuai
18 obat dan nutrisi sesuai orderan dokter.
Maret orderan dokter IVFD Kabiven 12J/K
2019 Injeksi Lansoprazol 1x1
pukul Injeksi Paracetamol 3x1
14.00 Injeksi Keterolac 3x1
WIB
Curcuma 3x1
Evaluasi :terapi obat telah diberikan
sesuai orderan dokter.
7. Selasa Memberikan dukungan Memberikan dukungan moril pada
/19 moril pada pasien dan pasien dan keluarga
Maret keluarga Evaluasi :pasien dan keluarga merasa
2019 tenang dengan kondisi pasien saat ini
pukul setelah diberikan dukungan moril.
16.30
WIB
6. Selasa Melakukan kolaborasi Melakukan kolaborasi untuk
/19 untuk pemeriksaan pemeriksaan labor untuk melakukan
Maret labor. pemeriksaan khusus
2019 • Hb : 10 gr %
pukul • Luekosit : 15.050
16.30 (5000-10.000/mm3)
WIB • Eritrosit : 4.1 (4.5-5.5 jt/mm3)
• Ht : 32 (37-43%)
• Gol Darah : A
Evaluasi :Pemeriksaan Labor telah
dilakukan
8. Selasa Melakukan tindakan Melakukan tindakan transfusi darah
/19 transfusi darah Evaluasi :transfusi darah telah
Maret dilakukan.
2019
pukul
23.00
WIB
9. Rabu/ Memandikan klien Memandikan klien diatas tempat tidur
20 diatas tempat tidur dan dan menjaga rasa nyaman
Maret menjaga rasa nyaman. Evaluasi :pasien bersedia dimandikan
2019 di tempat tidur dan pasien telah
pukul dimandikan.
09.00
WIB
9. Rabu/ Melakukan Melakukan pemasangan kateter
20 pemasangan kateter Evaluasi :pasien bersedia dilakukan
Maret baru pemasangan kateter dan kateter baru
2019 telah dipasang
pukul
11.30
WIB
Catatan Perkembangan Asuhan
Kajian Atau Analisis Kasus Kebidanan Dengan Teori Ataupun Hasil Penelitian
Pada pasien post operasi Ca Colon yang memiliki hb rendah, pemberian infus RL
sangat di anjurkan. Ringer laktat yang merupakan bagian dari cairan isotonik, memiliki
osmolaritas (tingkat kepekatan) yang cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. RL sangat bermanfaat pada pasien
yang mengalami syok hipovolemik (kekurangan cairan tubuh dan darah, sehingga tekanan
darah terus menurun).
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang
disebabkan oleh perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi
yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction,
peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau
muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat. Kemungkinan
besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume
darah intravascular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam
sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolic.
Pemasangan infus RL merupakan tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik
post operasi, syok hipovolemik secara keseluruhan dapat di atasi dengan (1) memulihkan
volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi
jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki
penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin. Jika pasien sedang mengalami
hemoragi, upaya yang dilakukan menghentikan perdarahan dan memperbaiki KU dengan
pemasangan infus. Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar, dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Akhirnya memungkinkan pemberian
secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat
dan Natrium clorida 0,9 %.
4.2 Kombinasi Ringer Laktat dan Ringer Asetat Malat
Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan untuk cairan
pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid. Ringer laktat digunakan diantaranya
untuk luka bakar, syok post operaasi, dan cairan preload pada operasi. Ringer laktat
merupakan cairan yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma. Satu liter cairan
ringer laktat memiliki kandungan 130 mEq ion natrium setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq
ion klorida setara dengan 109 mmol/L, 28 mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion
kalium setara dengan 4 mmol/L, 3 mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat
yang terdapat dalam ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan diubah menjadi bikarbonat
untuk mengkoreksi keadaan asidosis, sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis.
Laktat dalam ringer laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses glukoneogenesis.
Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbonat. Pasien dengan kondisi hamil
memiliki kadar laktat yang berbeda karena plasenta menghasilkan laktat yang akan menuju
sirkulasi maternal.
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
a. Kanker kolorektal atau Ca Colon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan rektum
(bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).
b. Penatalaksanaan yang diberikan salah satunya pemasangan infus dengan
pemberian cairan RL 8 J/K.
5.2 Saran
a. Tenaga Kesehatan
Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyebab utama Ca
Colon adalah riwayat KKR atau polip adenoma individual dan keluarga
dan riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus.
Salah satu tata laksana pada kasus Ca Colon yaitu pemasangan infus
dengan pemberian cairan RL 8 J/K dengan syarat hb <11 gr %.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2. No. 2. Juni 2010, 93-
96.Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik.
Nurse Line Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 113-119. Efektivitas Pemberian Cairan Infus
Ringer Lactat.
Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Hal : 45-47.
Brunner dan Suddarth. (2007).Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.