Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS SIKLUS I ( KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN )

PEMASANGAN INFUS PADA Ny. D DENGAN CA COLON DI RAWAT


INAP BEDAH RSUD PADANG PARIAMAN

OLEH
DITA LESTIANI NURALIFAH
1840322052

PRESEPTOR LAPANGAN : Riza Yusrina, STr. Keb

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Laporan Studi
Kasus Siklus 1 (Keterampilan Dasar Kebidanan) “Pemasangan infus pada an R dengan
suspect leukimia di rawat inap anak di rsudpadang pariaman”.

Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik dalam rangka
menyelesaikan siklus 1 (Keterampilan Dasar Kebidanan) di RSUD Padang Pariaman.
terselesainya penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan semua pihak,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Dengan terselesainya laporan ini penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan oleh
kerena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun
maupun pembaca.             

Padang Pariaman,   Maret 2019

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui
intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus dapat menggantikan air dan memperbaiki
kekurangan cairan elektrolit serta merupakan suatu medium untuk pemberian obat secara
intravena (Smeltzer & Bare, 2010).
Kemampuan pemasangan infus merupakan kompetensi dan tanggung jawab perawat
dan tenaga kesehatan lain nya. Kompetensi tenaga kesehatan yang diharapkan adalah
memilih tempat vena yang sesuai, jenis kanula yang paling sesuai untuk pasien tertentu,
mahir dalam teknik aseptik, dan teknik penusukan vena. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemasangan infus antara lain jenis larutan yang akan diberikan, lamanya
terapi intravena, keadaan umum pasien dan tempat vena yang digunakan, dan keterampilan
orang yang akan melakukan pemasangan infus. Banyak tempat yang dapat digunakan untuk
pemasangan infus, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di setiap vena
(Smeltzer & Bare, 2010).
Vena di ekstremitas atas dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini relatif aman
dan mudah dilakukan pemasangan infus, sedangkan vena di kaki jarang di gunakan karena
resiko tinggi terjadinya tromboemboli vena. Tempat lain yang harus dihindari dalam
pemasangan infus adalah vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area yang
flebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus, lengan dengan arteriovena atau fistula, atau
lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, dan kerusakan kulit (Smeltzer & Bare,
2010). Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan
dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi dari
pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis.
Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan
oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan
pembentukan trombus (Royal College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh
pergerakan benda asing (kanula) yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena
(Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk vena
yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan kanula terlalu dekat dengan katup,
akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding pembuluh darah dengan
ujung kanula. Flebitis kimia disebabkan oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kanula.
Faktor-faktor seperti pH dan osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap
kejadian flebitis. Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang
kurang dari keterampilan tenaga kesehatan dalam memasang infus (Kohno et al, 2009).
Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien rawat inap di Amerika Serikat telah dilaporkan menerima
pemasangan dan perawatan infus. Tingkat flebitis karena pemasangan infus telah dilaporkan
oleh Maki dan Ringer (2011) sebesar 41,8%, serta Kocaman dan Sucuoglu (2011) sebesar
64,7%. Indonesia tahun 2010, Jumlah kejadian flebitis pada pasien rawat inap menurut
distribusi penyakit sistem sirkulasi darah, berjumlah 744 orang atau 17,11% (DepKes RI,
2008). Dalam makalah ini akan di bahas tentang hubungan pemasangan infus terhadap pasien
Ca Colon Post Operasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapat adalah
bagaimana hubungan pemasangan infus RL terhadap pasien dengan kasus Ca Colon?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemasangan infus RL dengan penanganan kasus Ca
Colon.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi infus
2. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan infus
3. Untuk mengetahui definisi pemasangan infus
4. Untuk mengetahui indikasi pemasangan infus
5. Untuk mengetahui kontraindikasi pemasangan infus
6. Untuk mengetahui lokasi pemasangan infus.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Agar mahasiswa kesehatan dan tenaga kesehatan mengetahui perannya dalam
pemasangan infus untuk pasien Ca Colon.
2. Agar mahasiswa kesehtan, tenaga kesehatan dan masyarakat mengetahui dan
memahami tentang kasus Ca Colon dan penanganannya
3. Agar mahasiswa, masyarakat, dan institusi kesehatan mengetahui tentang studi
kasus Ca Colon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infus
Infus disebut juga dengan Intravenous Fluid Drops (IVFD), diartikan sebagai jalur
masuk cairan melalui pembuluh vena. Cairan infus terdiri dari beberapa jenis, sehingga tidak
selalu di katakan bahwa infus adalah makanan pengganti bagi orang sakit. Infus cairan
intravena ( intravenous fluids infusion ) adalah pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh,
melalui sebuah jarum, kedalam sebuah pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Infus terdiri dari beberapa komponen
utama yaitu :
1. Botol infus : merupakan wadah dari cairan infus, biasa dijumpai dijual dalam tiga ukuran
500mL, 1000mL dan 1500mL.
2. Selang infus : merupakan sarana tempat mengalirnya cairan infus.
3. Klem selang infus : merupakan bagian untuk mengatur laju aliran dari cairan infus, dengan
mempersempit atau memperlebar jalur aliran pada selang.
4. Jarum infus : Sarana masuknya cairan infus dari selang infus menuju pembuluh vena.
Prinsip kerja dari cairan infus sama seperti sifat dari air yaitu mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dipengaruhi oleh gaya grafitasi bumi
sehingga cairan akan selalu jatuh kebawah. Pada sistem infus laju aliran infus diatur melalui
klem selang infus, jika klem digerakan untuk mempersempit jalur aliran pada selang maka
laju cairan akan menjadi lambat ditandai dengan sedikitnya jumlah tetesan infus/menit yang
keluar dan sebaliknya bila klem digerakan untuk memperlebar jalur aliran pada selang infus
maka laju cairan infus akan menjadi cepat ditandai dengan banyaknya jumlah tetesan.

2.2 Jenis-Jenis Cairan Infus

1. Cairan hipotonik:

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi
sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar
gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik:

Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari


komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik:

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan


elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin.

 Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

1. Kristaloid:

Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

2. Koloid:

ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,
dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan
steroid.

Jenis cairan infus lainnya yaitu :

 ASERING

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam
berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

 Na 130 mEq
 K 4 mEq
 Cl 109 mEq
 Ca 3 mEq
 Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebral.

 KA-EN 1B
Indikasi:

1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam

 KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3

 KA-EN MG3

Indikasi :

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

 KA-EN 4A
Indikasi :

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak


2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai
kadar konsentrasi kalium serum normal
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml):

 Na 30 mEq/L
 K 0 mEq/L
 Cl 20 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 40 gr/L

 KA-EN 4B

Indikasi:

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi:

o Na 30 mEq/L
o K 8 mEq/L
o Cl 28 mEq/L
o Laktat 10 mEq/L
o Glukosa 37,5 gr/L

 Otsu-NS
Indikasi:

1. Untuk resusitasi
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

Otsu-RL

Indikasi:

1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik

MARTOS-10

Indikasi:

1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik


2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi
berat, stres berat dan defisiensi protein
3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4. Mengandung 400 kcal/L

AMIPAREN

Indikasi:

1. Stres metabolik berat


2. Luka bakar
3. Infeksi berat
4. Kwasiokor
5. Pasca operasi
6. Total Parenteral Nutrition
7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
AMINOVEL-600

Indikasi:

1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI


2. Penderita GI yang dipuasakan
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
4. Stres metabolik sedang
5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

PAN-AMIN G

Indikasi:

1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan


2. Nitrisi dini pasca operasi
3. Tifoid

2.3 Definisi dan Tujuan Pemasangan Infus


Pemasangan infus / terapi intravena adalah tindakanyang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan, elektrolit, obat – obat intravena, darah dan nutrisi parenteral ke dalam
tubuh melalui intravena. Tindakan ini merupakan tindakan penyelamatan (life saving) untuk
penggantian cairan seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi berat dan syok.
Pemasagan infus merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan cairan ke dalam
tubuh melalui intravena. Terapi intravena diberikan berdasarkan order dokter, perawat
bertanggung jawab dalam pemasangan terapi intravena, pemeliharaan, dan pantauan efek dari
pemberian terapi intravena. Tujuan pemasangan infus / terapi intravena :
a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang hilang yang tidak dapat
diberikan /dipertahankan melalui oral.
b. Mengoreksi dan mempertahankan keseimbangancairan dan elektrolit
c. Mengoreksi dan mempertahankan keseimbanganasam basa.
d. Memberikan transfusi darah, pada pasien yang mengalami perdarahan karena
berbagai sebab, sehingga tidak memungkinkan untuk dikoreksi dalam waktu cepat
melalui asupan nutrisi dan obat – obatan
e. Memberikan obat intravena. Pemasangan infus merupakan media yang efektif
untuk pemberian obat – obatan.
f. Memberikan nutrisi parenteral, dukungan nutrisi parenteral dapat diberikan melalui
infus bilamana tidak dapat diberikan melalui enteral (oral).

2.4 Indikasi Pemasangan Infus

1. dehidrasi, pada pasien diare atau muntah.

2. Luka bakar,menunjukkan banyak cairan tubuh yang keluar akibat luka bakar,
sehingga perlu di jaga jumlah cairan tubuh.

3. Pasien yang tidak mampu atau sulit mendapatkan asupan air secara normal, seperti
pasien yang tidak dapat menelan.

4. Pasien dengan demam tinggi, yang beresiko menyebabkan penurunan cairan tubuh,
seperti pada pasien demam berdarah, tifus yang tidak dapat diobati di rumah atau tifus
dengan komplikasi. Sehingga pasien demam perlu dipastikan penyebabnya sebelum
dilakukan pemberian infus.

5. Kondisi umum pasie lemah, seperti pada pasien anemia, atau pasien penyakit
kronis.

2.5 Kontraindikasi Pemasangan Infus

Infus dikontraindikasikan pada daerah:


1. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis
2. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
3. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
4. Vena yang sklerotik atau bertrombus
5. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
7. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
8. Lengan yang mengalami luka bakar

2.6 Lokasi pemasangan pemasangan infus


BAB III

“ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. D DENGAN POST OP CA COLON


DI RSUD PADANG PARIAMAN TANGGAL 18 MARET 2019”
 No. Mr : 06.23.76
Bidan Pemeriksa : Dita Lestiani Nuralifah, S.Keb
Pukul : 12.30 WIB
SUBJEKTIF (S)
1. Biodata
Nama Ibu : Ny. D
Umur : 64 Tahun/ 01-Feb-1955
Suku Bangsa : Minang/Ind
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kabun Mudiak
No Hp : 085343294245
2. Anamnesis
• Keluhan :Pasientidak mau makan sejak 3 hari datang ke RS.
3. Riwayat Penyakit Sistemik yang Pernah diderita
Ny. D tidak sedang / tidak pernah menderita penyakit Jantung, DM, Asma, TBC,
Hepatitis dan Hipertensi
4. Riwayat Kesehatan dan Peyakit Keluarga
Keluarga Ny. M tidak memiliki/sedang menderita penyakit diabetes, HIV,
TBC,Hepatitis B dan Asma. 
5. Pola Aktivitas Sehari – hari
5.1 Pola Nutrisi
• Makan : 2 x sehari
Porsi : Sedikit
Keluhan : nafsu makan berkurang
• Minum: 5 gelas perhari
Keluhan : Tidak ada
5.2 Pola Eliminasi
• BAK
Sebelum Operasi : ibu memakai kateter jumlah urin 300 cc
Keluhan : ibu tidak bisa BAK spontan
Setelah Operasi : ibu di pasang kateter baru
Keluhan : ibu tidak bisa bak spontan
• BAB
Frekuensi : 1 hari sekali
Konsistensi : Padat , warna kuning kecoklatan
Keluhan : Sulit BAB
5.3 Personal hygiene:
• Ibu mengatakan mandi 1x/hari.
5.4 Pola Kebiasaan
• Merokok : Tidak ada
• Alkohol : Tidak ada
• Obat-obatan : Tidak ada
• Minum jamu : Tidak ada
5.5Riwayat Perkawinan
• Status Perkawinan : Sah
• Pernikahan yang ke :1
• Usia saat Menikah : 18 tahun
• Lama Menikah : 45 tahun
OBJEKTIF (O)
1. Pemeriksaan Umum
1.1 Keadaan umum: Lemah
1.2 Kesadaran : Composmentis
1.3 TTV
 TD : 140/100 mmHg
 Nadi : 101 x/menit
 Suhu: 39oC
 FN : 20 x/menit
2. Pengukuran
BB : 48 kg
TB : 148 cm
LILA : 23 cm
3. Pemeriksaan Fisik
3.1 Kepala : Tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan.
3.2 Wajah : Pucat, tidak ada oedema, ada cloasma gravidarum
3.3 Mata : Bersih tidak ada sekret,konjungtiva pucat, kedua sklera putih, penglihatan
baik.
3.4 Mulut : Bibir pucat, tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak ada sariawan, gusi tidak
pucat.
3.5 Payudara : tidak ada retraksi, papila mammae menonjol, aereola mamae hiperpigmentasi
3.6 Abdomen : tidak ada distensi, terdapat luka post operasi pada perut ibu sebelah kanan
bagian bawah
3.7Ekstremitas atas : tidak ada lesi, tidak ada oedema, akral dingin.
3.8 Ekstremitas bawah : tidak ada lesi, tidak ada oedema,tidak ada varises, akral dingin.
3.9 Genitalia: tidak ada varises dan oedema, tidak ada masa pada kelenjar bartholini, kelenjar
scene dan kateter telah terpasang sejak 2 mg yang lalu.
3.10 Anus: merah di sekitar anus
4. Pemeriksaan Khusus
• Hb : 10 gr %
• Luekosit : 15.050 (5000-10.000/mm3)
• Eritrosit : 4.1 (4.5-5.5 jt/mm3)
• Ht : 32 (37-43%)
• Gol Darah :A

ASSESSMENT (A)
• Diagnosa
Ny. Dahliar dengan Ca Colon
• Masalah : Tidak nafsu makan, nyeri perut bagian kananbawah dan tidak bisa BAK
spontan
• Diagnosa Potensial: Fistula Enterocutaneous
• Kebutuhan
1. Informasikan hasil pemeriksaan.
2. Pemantauan TTV
3. Lanjutkan IVFD RL 8 J/K.
4. Terapi obat sesuai orderan dokter
5. Berikan dukungan moril pada ibu dan keluarga
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan labor.
7. Lakukan transfusi darah
8. Memandikan klien diatas tempat tidur
9. Pemasangan kateter baru.

PLANNING
1. Informasikan hasil pemeriksaan.
2. Pemantauan TTV
3. Lanjutkan IVFD RL 8 J/K.
4. Terapi obat sesuai orderan dokter
5. Berikan dukungan moril pada ibu dan keluarga
6. Kolaborasi untuk pemeriksaan labor.
7. Lakukan transfusi darah
8. Memandikan klien diatas tempat tidur
9. Pemasangan kateter baru.

CATATAN PELAKSANAAN ASUHAN

No. Hari/ Asuhan yang Pelaksanaan Keterang


Tangg diberikan an/Bidan
al Pelaksan
Jam ana
1. Senin / Menjelaskan hasil Menjelaskan hasil pemeriksaan yang
18Mar pemeriksaan. telah didapatkan yaitu
et  TD : 140/100 mmHg
2019  Nadi : 101 x/menit
pukul  Suhu: 39oC
12.30  FN: 20 x/menit
WIB
 Dx : Ca Colon
Evaluasi : Klien dan keluarga
mengerti dengan penjelasan dokter,
bidan dan perawat.
2. Senin / Melakukan Melakukan Pemantauan TTV untuk
18 Pemantauan TTV memantau kondisi pasien dalam
Maret keadaan baik.
2019 Evaluasi :pemantauan TTV telah
pukul dilakukan
13.00
WIB
3. Senin / Lanjutkan pemberian Melanjutkan pemberian infus RL 8 J/K
18 IVFD RL 8 J/K Evaluasi :Infus RL 8 J/Ktelah
Maret diberikan.
2019 Prosedur Pemasangan Infus
pukul Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan
12.30
cairan dengan kebutuhan pasien.
WIB
2. Saluran infus (infus set) : infus set
dilengkapi dengan saluran infus,
penjepit selang infus untuk mengatur
kecepatan tetesan.

Jenis infus set berdasarkan


penggunaannya :
a. Macro drip set
b. Micro drip set
c. Tranfusion Set

4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan


povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien
anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak
mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis
Persiapan penderita :
1. Perkenalkan diri dan lakukan
validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau
orang tua penderita) mengenai tujuan
dan prosedur tindakan, minta informed
consent dari pasien atau keluarganya.

3. Pasien diminta berbaring dengan


posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan
menjadi lokasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan
oleh pasien (tangan kiri bila pasien
tidak kidal, tangan kanan bila pasien
kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang
infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan
ditusuk.
Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan
dibawa ke dekat penderita di tempat
yang mudah dijangkau oleh dokter/
petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan
cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan
pasien.

Dilihat kembali keutuhan kemasan dan


tanggal kadaluwarsa dari setiap alat,
obat dan cairan yang akan diberikan
kepada pasien.

2. Perlak dipasang di bawah anggota


tubuh yang akan dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung
infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara,
kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan
keluar dengan membuka kran selang
sehingga tidak ada udara pada saluran
infus, lalu dijepit dan jarum ditutup
kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½
penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta
salurannya pada tiang infus.

Cucilah tangan dengan seksama


menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih dan
kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal
dibendung dengan torniket.

6. Kenakan sarung tangan steril,


kemudian lakukan desinfeksi daerah
tempat suntikan

7. Jarum diinsersikan ke dalam vena


dengan bevel jarum menghadap ke
atas, membentuk sudut 30-40o
terhadap permukaan kulit.

8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam


lumen vena, akan terlihat darah
mengalir keluar.

9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik


jarum tajam dalam kateter vena (stylet)
kira-kira 1 cm ke arah luar untuk
membebaskan ujung kateter vena dari
jarum agar jarum tidak melukai
dinding vena bagian dalam. Dorong
kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk
menstabilkannya.

10. Tarik stylet keluar sampai ½


panjang stylet. Lepaskan ujung jari
yang memfiksasi bagian proksimal
vena. Dorong seluruh bagian kateter
vena yang berwarna putih ke dalam
vena.

11. Torniket dilepaskan. Angkat


keseluruhan stylet dari dalam kateter
vena.
12. Pasang infus set atau blood set
yang telah terhubung ujungnya dengan
kantung infus atau kantung darah.

13. Penjepit selang infus dilonggarkan


untuk melihat kelancaran tetesan.
Gambar 15. Penjepit selang infus :
(kiri) posisi dikencangkan, (kanan)
posisi dilonggarkan
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum
direkatkan pada kulit menggunakan
plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan
kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup
dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester.

Gambar 16. Tutup dengan kassa steril,


fiksasi dengan plester dan bidai
17. Pada anak, anggota gerak yang
dipasang infus dipasang bidai (spalk)
supaya jarum tidak mudah bergeser.

Gambar 17. Bidai untuk fiksasi pada


pemasangan infus anak
18. Buanglah sampah ke dalam tempat
sampah medis, jarum dibuang ke dalam
sharp disposal (jarum tidak perlu
ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus
sudah selesai diberikan, plester dilepas,
jarum dicabut dengan menekan lokasi
masuknya jarum dengan kapas alkohol,
kemudian diplester

.
4. Senin / Memberikan Terapi Memberikan Terapi obat sesuai
18 obat dan nutrisi sesuai orderan dokter.
Maret orderan dokter  IVFD Kabiven 12J/K
2019  Injeksi Lansoprazol 1x1
pukul  Injeksi Paracetamol 3x1
14.00  Injeksi Keterolac 3x1
WIB
 Curcuma 3x1
Evaluasi :terapi obat telah diberikan
sesuai orderan dokter.
7. Selasa Memberikan dukungan Memberikan dukungan moril pada
/19 moril pada pasien dan pasien dan keluarga
Maret keluarga Evaluasi :pasien dan keluarga merasa
2019 tenang dengan kondisi pasien saat ini
pukul setelah diberikan dukungan moril.
16.30
WIB
6. Selasa Melakukan kolaborasi Melakukan kolaborasi untuk
/19 untuk pemeriksaan pemeriksaan labor untuk melakukan
Maret labor. pemeriksaan khusus
2019 • Hb : 10 gr %
pukul • Luekosit : 15.050
16.30 (5000-10.000/mm3)
WIB • Eritrosit : 4.1 (4.5-5.5 jt/mm3)
• Ht : 32 (37-43%)
• Gol Darah : A
Evaluasi :Pemeriksaan Labor telah
dilakukan
8. Selasa Melakukan tindakan Melakukan tindakan transfusi darah
/19 transfusi darah Evaluasi :transfusi darah telah
Maret dilakukan.
2019
pukul
23.00
WIB
9. Rabu/ Memandikan klien Memandikan klien diatas tempat tidur
20 diatas tempat tidur dan dan menjaga rasa nyaman
Maret menjaga rasa nyaman. Evaluasi :pasien bersedia dimandikan
2019 di tempat tidur dan pasien telah
pukul dimandikan.
09.00
WIB
9. Rabu/ Melakukan Melakukan pemasangan kateter
20 pemasangan kateter Evaluasi :pasien bersedia dilakukan
Maret baru pemasangan kateter dan kateter baru
2019 telah dipasang
pukul
11.30
WIB
Catatan Perkembangan Asuhan

No Tangg Catatan Perkembangan Pelaksanaan Keteran


. al gan/
TTD
Jam
Dokter/
(WIB) Bidan
Pelaksan
ana
1. 18 Subjektif (S) Menjelaskan hasil
Maret  Pasien dengan ke IGD pemeriksaan yang telah
2019 dengan keluhan tidak mau didapatkan yaitu
12.30 makan sejak 3 hari sejak  TD : 140/100 mmHg
masuk RS.  Nadi : 101 x/menit
Objektif (O)  Suhu: 39oC
 KU : Lemah  FN: 20 x/menit
 TD : 140/100 mmHg  Memenuhi kebutuhan
 Nadi : 101 x/menit cairan klien dengan
 Suhu: 39oC IVFD RL 8J/K.
 FN : 20 x/menit  Pemberian paracetamol
Assesment (A)
Nn. D usia 64 tahun dengan
peningkatan suhu tubuh, risiko
kekurangan cairan tubuh dan
nutrisi.
2. 18 Subjektif (S)  Menjelaskan hasil
Maret Pasien masuk ke ruang inap pemeriksaan yang telah
2019 bedah dan keluarga pasien didapatkan pada keluarga
20.00 mengatakan nafsu makan pasien yaitu
menurun dan nyeri pada bagian  TD : 110/70 mmHg
anus.  Nadi : 70 x/menit
Objektif (O)  Suhu: 36 oC
 TD : 110/70 mmHg  FN: 22 x/menit, dan
 Nadi : 70 x/menit berisiko mengalami
 Suhu: 36oC kekurangan cairan
 FN: 22 x/menit tubuh, dan
Assesment (A) gangguan pola
Nn. D usia 64 tahun dengan nutrisi
peningkatan suhu tubuh, resiko  IVFD Kabiven 12J/K, RL
kekurangan cairan, dan 8J/K
gangguan pola nutrisi  Injeksi Lansoprazol 1x1
 Injeksi Paracetamol 3x1
 Injeksi Keterolac 3x1
 Curcuma 3x1
 Menganjurkan klien
makan sedikit demi
sedikit tapi sering dan
sediakan makanan dalam
keadaan hangat

3. 19 Subjektif (S)  Mengajarkan pasien teknik


Maret Pasien mengeluh nyeri bagian relaksasi.
2019 anus dan nafsu makan masih  Mengajarkan pasien untuk
08.00 menurun memenuhi diet yang
Objektif (O) disediakan.
-Terdapat nyeri perut dan anus  IVFD Kabiven 12J/K
Assasment (A)  Memberikan obat
Nn. D usia 64 tahun dengan -Injeksi Paracetamol 3x1
gangguan pola nutrisi dan rasa -Injeksi Keterolac 3x1
nyaman. -Curcuma 3x1

4. 19 Subjektif (S)  Mengajarkan pasien teknik


Maret Pasien mengeluh nyeri bagian relaksasi.
2019 anus, rasa mual sudah  Mengajarkan pasien untuk
15.00 berkurang, nafsu makan masih memenuhi diet yang
kurang disediakan.
Objektif (O)  Memberikan obat
-Terdapat nyeri perut dan anus -Injeksi Paracetamol 3x1
Assasment (A) -Injeksi Keterolac 3x1
Nn. D usia 64 tahun dengan -Curcuma 3x1
gangguan rasa nyaman.

5. 19 Subjektif (S)  Mengajarkan pasien teknik


Maret Pasien mengeluh nyeri bagian relaksasi.
2019 anus  Mengajarkan pasien untuk
20.00 Objektif (O) memenuhi diet yang
-Terdapat nyeri perut dan anus disediakan.
- Hb 10  Memberikan obat
Assasment (A) -Injeksi Paracetamol 3x1
Nn. D usia 64 tahun dengan -Injeksi Keterolac 3x1
gangguan rasa nyaman dan -Curcuma 3x1
anemia.  Melakukan transfusi
darah 1 kantong.

5. 20 Subjektif (S)  Mengajarkan pasien teknik


Maret Keluarga mengatakan nafsu relaksasi.
2019 makan klien masih kurang, mual  Menganjurkan klien untuk
08.00 sudah berkurang dan nyeri banyak minum dan makan
akibat slang kateter. sedikit demi sedikit tapi
Objektif (O) sering
-terdapat nyeri perut dan anus.  Melakukan pelepasan
-terpasang kateter. kateter lama
Assasment (A)  Melakukan pemasangan
Nn. D usia 64 tahun dengan kateter baru
gangguan rasa nyaman  Mengobservasi intake dan
output cairan pasien
 Menjaga kebersihan dan
kenyamanan pasien
BAB IV

Kajian Atau Analisis Kasus Kebidanan Dengan Teori Ataupun Hasil Penelitian

4.1 Efektivitas Infus Ringer Laktat

Pada pasien post operasi Ca Colon yang memiliki hb rendah, pemberian infus RL
sangat di anjurkan. Ringer laktat yang merupakan bagian dari cairan isotonik, memiliki
osmolaritas (tingkat kepekatan) yang cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. RL sangat bermanfaat pada pasien
yang mengalami syok hipovolemik (kekurangan cairan tubuh dan darah, sehingga tekanan
darah terus menurun).
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang
disebabkan oleh perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi
yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction,
peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau
muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat. Kemungkinan
besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume
darah intravascular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam
sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolic.
Pemasangan infus RL merupakan tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik
post operasi, syok hipovolemik secara keseluruhan dapat di atasi dengan (1) memulihkan
volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi
jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki
penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin. Jika pasien sedang mengalami
hemoragi, upaya yang dilakukan menghentikan perdarahan dan memperbaiki KU dengan
pemasangan infus. Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar, dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Akhirnya memungkinkan pemberian
secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat
dan Natrium clorida 0,9 %.
4.2 Kombinasi Ringer Laktat dan Ringer Asetat Malat

Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan untuk cairan
pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid. Ringer laktat digunakan diantaranya
untuk luka bakar, syok post operaasi, dan cairan preload pada operasi. Ringer laktat
merupakan cairan yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma. Satu liter cairan
ringer laktat memiliki kandungan 130 mEq ion natrium setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq
ion klorida setara dengan 109 mmol/L, 28 mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion
kalium setara dengan 4 mmol/L, 3 mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat
yang terdapat dalam ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan diubah menjadi bikarbonat
untuk mengkoreksi keadaan asidosis, sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis.
Laktat dalam ringer laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses glukoneogenesis.
Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbonat. Pasien dengan kondisi hamil
memiliki kadar laktat yang berbeda karena plasenta menghasilkan laktat yang akan menuju
sirkulasi maternal.

Berbagai penelitian tentang cairan pengganti dilakukan untuk menemukan cairan


yang paling tepat. Cairan pengganti yang diberikan pada pasien harus memiliki kadar
elektrolit yang mendekati kadar elektrolit plasma untuk mencegah terjadinya gangguan
elektrolit dan gangguan metabolisme. Ringer asetat malat berbeda dengan ringer laktat.
Ringer asetat malat mengandung anion asetat dan malat yang dapat dimetabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Asetat dan malat akan dimetabolisme di hati menjadi bikarbonat, satu
mol asetat akan diubah menjadi satu mol bikarbonat sedangkan satu mol malat akan dirubah
menjadi dua mol bikarbonat. Malat bekerja dalam waktu lebih lama dibandingkan asetat, oleh
karena itu kombinasi asetat dan malat merupakan pilihan yang baik dalam suatu cairan.
Braun (2010) mengatakan bahwa ringer asetat malat lebih baik dari ringer laktat karena
ringer asetat malat lebih isotonis. Ringer asetat malat memiliki kadar natrium, kalium dan
magnesium yang hampir sama dengan plasma.
BAB V

KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
a. Kanker kolorektal atau Ca Colon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan rektum
(bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).
b. Penatalaksanaan yang diberikan salah satunya pemasangan infus dengan
pemberian cairan RL 8 J/K.
5.2 Saran
a. Tenaga Kesehatan
 Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyebab utama Ca
Colon adalah riwayat KKR atau polip adenoma individual dan keluarga
dan riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus.
 Salah satu tata laksana pada kasus Ca Colon yaitu pemasangan infus
dengan pemberian cairan RL 8 J/K dengan syarat hb <11 gr %.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2. No. 2. Juni 2010, 93-
96.Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik.

Nurse Line Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 113-119. Efektivitas Pemberian Cairan Infus
Ringer Lactat.

Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Hal : 45-47.
Brunner dan Suddarth. (2007).Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai