Anda di halaman 1dari 24

Referat

KARSINOMA CAECUM

Disusun oleh:
Irna Nadilla, S.Ked.
1908437652

Pembimbing:
dr. Taufik Hidayat, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Karsinoma Caecum”.
Referat ini disusun sebagai sarana untuk memahami Tumor Caecum,
meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran khususnya di
Bagian Ilmu Bedah dan memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau-Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr.
Taufik Hidayat, Sp.B selaku pembimbing serta pihak yang telah membantu
penulis dalam mengumpulkan bahan sumber tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat
diharapkan penulis dari dokter pembimbing serta rekan-rekan Dokter Muda demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 2 November 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga
angka kematiannya. Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling
sering pada traktus gastrointestinal.
Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis
kanker. Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling
sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang.
Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA,
104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus
dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600
kasus Ca rectal.
Di Negara barat, perbandingan insidensi laki-laki : perempuan adalah 3:1,
kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid. Di Indonesia, insidensi pada wanita
sebanding dengan pria. Sekitar 75% ditemukan di rectosigmoid. Penyakit ini
berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun.
Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang
dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal.1,2
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat
suatu literatur khusus yang membahas mengenai karsinoma caecum ini.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang anatomi, fisiologi, etiologi dan faktor risiko,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, histopatologi,
penatalaksaan, komplikasi dan prognosis.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami anatomi, fisiologi, etiologi dan faktor risiko, patofisiologi,


gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, histopatologi, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah dibidang ilmu
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu kepada beberapa literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi colorectal

Struktur Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang


90-150 cm, sampai perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon
ascendens, colon transversum, colon descendens dan colon sigmoideum. Caecum
merupakan bagian terlebar (7,5 – 8,5 cm), sedangkan colon sigmoideum
merupakan bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum
merupakan bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah
mucosa, submucosa, otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia
coli dan serosa. Kekuatan mekanis dari dinding colon berasal dari lapisan
submucosa yang memiliki kandungan kolagen tertinggi. Colon ascendens dan
colon descendens terfiksasi pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon
transversum dan colon sigmoideum berada pada intraperitoneal. Omentum
menempel pada colon transversum. Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai
dari perbatasan sigmoid-rectum sampai perbatasan rectum-anus. Taenia coli
berakhir pada distal colon sigmoideum dan lapisan otot longitudinal dari rectum
terus berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan peritoneum di
bagian anterior, sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi
oleh fascia pelvis.1
Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti
periarcaden yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang
membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri
colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca
sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica
inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya
pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri
sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid.
Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica
media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh
darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica
inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke nn.
ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn.
mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus
intestinalis.
Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi
colon ascendens. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm.
Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale.
Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri
haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang
terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior
dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang
bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena
haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi
terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral
(vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta
misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal.
Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya
letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra
menjadi cabang-cabangnya dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus
intersigmoideus.

Vakularisasi

Arteri
Cabang A. Mesenterika superior :
A. ileokolika sekum, kolon asenden

A. Kollika dextra kolon transversum kanan

A. Kolika media

Vena

Pembuluh vena berjalan paralel dengan arterinya:

V. Mesenterika Superior kolon asendens, sekum

kolon transversum

Pembuluh limfe
Aliran pembuluh limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini
penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingan
dalam reseksi keganasan kolon.
Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu
keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa, kemungkinan besar
belum ada metastasis.
Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium
dan retroperitoneal pada arteri koliaka sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di
kelenjar regional di regio inguinalis.
Fungsi dari kolon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi mukus
(lendir) serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya ke luar. Absorpsi
terhadap air dan elektrolit terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di
caecum dan kolon ascenden dan sebagian kecil dibagikan kolon lainnya.
Empat fungsi sekum pada titik persatuan ileum dan sekum, terdapat katup
atau otot sfingter yang membuka dan mendorong makanan dari ileum ke dalam
perluasan sekum. Sekum dari usus besar menerima makanan yang dicerna dari
usus kecil dan mendorong ke arah kolon asendens. Serat makanan tidak tercerna
diterima dari makanan yang dikonsumsi, air, vitamin, mineral dan garam.

2.2 Fisiologi

Pertukaran air dan elektrolit


Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit.
Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari.
Natrium diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat
mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti
dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke
dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif
melalui pertukaran klorida-bikarbonat.5
Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia
adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia
ini tergantung dari pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan
penurunan bakteri usus dan penuranan pH intraluminal yang akan menyebabkan
penurunan absorpsi amonia.5

Asam lemak rantai pendek


Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi
oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek
ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus
seperti transportasi natrium. Kekurangan sumber penghasil Asam lemak rantai
pendek atau kolostomi, ileostomi akan menyebabkan atrofi mukosa.5

Mikroflora kolon dan gas intestinal


Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri.
Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah
Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak. Mikroflora
endogen ini penting dalam pemecahan karbohidrat dan protein di kolon serta
berpartisipasi dalam metabolisme bilirubin, asam empedu, estrogen dan
kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen seperti Clostridium Difficle. Tetapi tingginya jumlah
bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan
produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen,
karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari
udara yang tertelan. Karbondioksida diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion
hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan methane
diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan
dikeluarkan melalui flatus.

Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari
kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten.
Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di
kolon dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum,
aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon.5
Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting
dalam stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan
emosi. Waktu transit di kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung
serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan yang tidak larut dan terdiri dari selulosa,
hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan kolon normal lambat, kompleks dan
bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum dalam 4 jam dan 24 pada
rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan feses.5
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang
mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur,
jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.
Jenis- jenis gerakan :
- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini
memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit
- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan
sirkular.
- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan
kontraksi antegrade dan propulsif.5

Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan
pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta
relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki
rektum dan menstimulasi reseptor di dinding rektum atau otot levator. 5 Distensi
dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter ani yang menyebabkan kontak
dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses padat dari
gas dan cair.5

2.3 Etiologi & faktor risiko


Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui
bahwa proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan
perubahan kode genetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat.
• Faktor herediter
Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan bahwa 10
-15% carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada Familial
adenomatous Polyposis (FAP) dan sindroma Lynch.
• Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal. Insidensi
meningkat diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun tetap saja
dapat menderita carcinoma colorectal, sehingga bila ditemukan gejala-gejala
keganasan harus tetap dievaluasi.
• Diet dan lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering terjadi pada
populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan rendah serat. Diet
lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan risiko carcinoma
colorectal, sedangkan diet asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa,
minyak zaitun) tidak meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung
meracuni mukosa colorectal dan menginduksi perubahan ke arah keganasan.
Sebaliknya, diet tinggi serat dapat menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan
antara konsumi alkohol dengan insidensi carcinoma colorectal. Konsumsi
calcium, selenium, vitamin A, C, dan E, carotenoid, fenol tumbuhan dapat
menurunkan risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya hidup sedenter
dapat meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan diet dan
gaya hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma colorectal.
• Inflammarory bowel disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis ulceratif kronis,
berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma colorectal. Hal ini diduga
bahwa inflamasi kronis merupakan predisposisi perubahan mukosa ke arah
keaganasan. Risiko tinggi terjadi keganasan bila onset pada usia muda,
mengenai seluruh colon dan menderita lebih dari 10 tahun. Oleh karena itu perlu
dilakukan skrining colonoscopy dengan biopsi mukosa multipel secara acak
setiap tahunnya pada pasien setelah 7-10 tahun menderita pancolitis.
• Faktor risiko lainnya
Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon, khususnya
setelah penggunaan lebih dari 35 tahun. Pasien dengan ureterosigmoidostomy
meningkatkan risiko terjadinya adenoma dan carcinoma. Tingginya kadar
growth hormon dan insulin like growth factor-1 akan meningkatkan risiko.
Irradiasi pelvis dapat meningkatkan risiko carcinoma recti. Identifikasi faktor
risiko carcinoma colorectal penting untuk menentukan program skrining dan
surveillance.

2.4 Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara
pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi
dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan
sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain
adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker.
Tumor-tumor pada sekum merupakan lesi yang pada umumnya
berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding
kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik,
hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat
terkena.

Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid


atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan
penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di
colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di
bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2

2.5 Gejala Klinik


Gejala awal dari karsinoma colorectal biasanya tidak jelas, seperti
kehilangan berat badan dan kelelahan. Gejala lokal pada usus biasanya jarang, dan
baru timbul ketika tumor telah tumbuh menjadi berukuran besar. Biasanya makin
dekat dengan anus, maka gejala lokal pada usus semakin sering muncul. Gejala
klinik dibagi menjadi gejala lokal, gejala konstitusi dan gejala metastasis. ·

Gejala lokal:1,3,4

 Perubahan Pola BAB, dapat berupa konstipasi maupun diare.


 Perasaan BAB yang tidak tuntas (tenesmus) dan diameter feces mengecil
sering ditemukan pada karsinoma colorectal.
 Feces yang bercampur darah
 Feces dengan mucus
 Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya lebih
berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal bagian atas seperti
kelainan pada lambung atau duodenum.
 Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung dan muntah yang seperti feces.
 Dapat teraba massa di abdomen.
 Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria
menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina
menyebabkan pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada stadium
akhir, menunjukkan tumor yang besar. ·

Gejala konstitusi (sistemik)1,3,4

 Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum, disebabkan
karena hilangnya nafsu makan
 Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan dan palpitasi. Secara klinik
pasien akan terlihat pucat dan hasil tes darah menunjukkan kadar haemoglobin
yang rendah.

Gejala metastasis1,3,4

 Metastasis pada hati menyebabkan :


1. Ikterus
2. Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari epigastrium atau
dinding kanan abdomen.
3. Pembesaran hepar
 Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang
berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dibantu


dengan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
BAB berdarah, merah segar, berlendir dan berbau disertai gangguan
kebiasaan BAB (diare selama beberapa hari yang disusul konstipasi selama
beberapa hari). Nyeri pada saat BAB, tenesmus, dan pada kasus yang lebih lanjut
ileus obstruksi.

2. Pemeriksaan Fisik
Dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur. Teraba tumor berbenjol,
rapuh, tukak, mudah berdarah. Bila letaknya rendah (2/3 bawah) dapat dicapai
dengan baik, bila letaknya tinggi (1/3 atas) biasanya tidak dapat diraba. Dari
pemeriksaan colok dubur ditetapkan mobilitasnya untuk mengetahi prospek
pembedahan. Bila dapat digerakkan berarti masih terbatas pada mukosa rektum
saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya sudah terjadi penetrasi hingga ke struktur
ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau
dinding anterior uterus.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher)
Dokter memasukkan jarinya yang telah memakai sarung tangan dan diberi
lubrikasi untuk meraba daerah yang abnormal. Tindakan ini hanya dapat
mendeteksi tumor yang cukup besar pada bagian distal dari rektum, tetapi berguna
sebagai pemeriksaan skrining awal3.
 Fecal occult blood test (FOBT)
Pemeriksaan terhadap darah dalam feces.
Ada 2 tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan
kimiawi) dan immunochemical. Pemeriksaan dengan cara kimiawi tidak spesifik,
sebab 90% pasien dengan FOBT positif tidak menderita karsinima colon.
Sensitivitas dari pemeriksaan immunochemical jauh lebih baik daripada
pemeriksaan secara kimiawi1,3.
 Endoskopi
- Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
sigmoideum bagian distal. Sigmoidoskopi dan colonoskopi yang fleksibel
dengan video atau fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan
rectum dengan mutu yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat
digunakan untuk diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling
akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan
dapat untuk melakukan biopsi. Colonoskopi untuk diagnostik memiliki satu
saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter dan
sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskopi untuk
terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara simultan untuk
irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
- Double contrast barium enema (DCBE)
Pertama-tama persiapan untuk membersihkan colon dilakukan sejak
semalam sebelumnya. Barium enema dimasukkan, diikuti dengan pemasukan
udara untuk mengembangkan colon. Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium
akan meliputi dinding sebelah dalam dari colon yang akan terlihat pada hasil
pemeriksaan sinar X. Karsinoma atau polip prekarsinoma dapat dideteksi
dengan cara ini. Namun teknik ini dapat gagal mendeteksi polip yang datar
(jarang ditemukan) atau berukuran kurang dari 1 cm.
- Virtual colonoscopy menggantikan film sinar X pada pemeriksaan double
contrast barium enema dengan CT-Scan sehingga hasilnya lebih akurat1,3,7
 Pencitraan
- X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus
yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk
mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif
untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa
yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi
massa colon yang nonobstruksi.
- CT scan Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk staging carcinoma colorectal, karena kesensitivitasnya
dalam mendeteksi metastasis.
- CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan
kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras per
oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat carcinoma
colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. Colonoskopi tetap dibutuhkan jika
terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon
proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false positif akibat faeces,
penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak dan ketidakmampuan mendeteksi
adenoma yang datar.
- MRI Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Lebih sensitif daripada CT scan dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau
dinding pelvis akibat perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal
coil akan menambah sensitivitas.
 Laboratorium
- Pemeriksaan darah samar pada feces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik,
pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini
merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam
haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil
positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah dan sayuran dan viamin C)
dapat memberikan false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari
sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan
menggunakan immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya
dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.
- Pemeriksaan DNA feces
Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang untuk
skrining karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan karsinoma
menghasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan
dan tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas 71-91%
- Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9 dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat
meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA
bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak
spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain
carcinoma colorectal.
- Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT dan
LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.

- Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat
pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
- Biopsi nodus limfatikus sentinel
Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada carcinoma
mammae dan melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk mengidentifikasi
nodus limfatikus pertama yang sering menjadi tempat pertama metastasis. Pada
colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk meningkatkan hasil staging.
Pemeriksaan yang intensif dengan potongan histopatologi yang multipel,
imunohistokimia dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR) dapat mendeteksi mikrometastasis pada pasien yang diketahui N0 pada
teknik konvensional.1,4,6

TNM klasifikasi dan AJCC 7 edisi Staging Kanker Colon


Klasifikasi tumor primer (T)
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor menginvasi submukosa
T2 Tumor menginvasi muskularis propria
T3 Tumor menginvasi melalui propria
muskularis ke jaringan pericolonic
T4a Tumor menembus ke permukaan
peritoneum visceral (serosa)
T4b Menginvasi tumor dan / atau patuh
terhadap organ atau struktur lainnya
Kelenjar getah bening regional (N)
N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah
bening daerah
N1a Metastasis di kelenjar getah bening
daerah 1
N1b Metastasis pada 2-3 kelenjar getah
bening regional
N1c Deposito tumor di subserosa,
mesenterium, atau perikolik
nonperitonealized atau jaringan
perirectal tanpa metastasis nodal
daerah
N2a Metastasis pada 4-6 kelenjar getah
bening regional
N2b Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar
getah bening regional
Jauh metastasis (M)
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1a Metastasis terbatas pada 1 organ atau
situs
M1b Metastasis di lebih dari 1 organ / situs
atau peritoneum

2.7 Diagnosis Banding


Colon kanan Colon tengah Colon kiri Rectum
Apendicular Ulcus pepticum Colitis ulcerative Polip
abscess Carcinoma gaster Polip Prokitis
Massa Abscess hepar Diverticulitis Fissura ani
periappendicular Hepatocellular Endometriosis Haemorrhoid
Enteritis carcinoma Carcinoma ani
regionalis Cholecystitis
Kelainan
pancreas
Kelainan saluran
empedu
2.8 Histopatologi

Hasil histopatologi biasanya didapatkan dari analisis jaringan yang diambil


dari biopsi ataupun pembedahan. Tipe yang paling umum adalah adenocarcinoma,
yang didapatkan pada 95% kasus. Tipe lain yang lebih jarang adalah lymphoma
dan squamous cell carcinoma. Karsinoma pada colon kanan (colon ascendens dan
caecum) biasanya exophytic, di mana tumor tumbuh keluar dari dinding usus,
maka jenis ini sangat jarang menyebabkan obstruksi usus dan biasanya muncul
dengan gejala awal anemia. Sedangkan karsinoma pada colon kiri seringnya
sirkumferential dan dapat menyebabkan obstruksi usus3.

Pada pemeriksaan histopatologi adenocarcinoma adalah tumor ganas


epitelial, berasal dari kelenjar epitel dari mukosa colorectal. Tumor ini akan
menginvasi mukosa, menginvasi muscularis mucosa, submucosa, lalu ke
muscularis propria. Sel tumor memiliki struktur tubular yang irregular, inti yang
beragam, berlumen banyak dan stroma yang sedikit. Terkadang, sel tumor
menginvasi jaringan intersistial dan menghasilkan banyak mucus. Pada
pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai daerah-daerah yang kosong, ini disebut
mucinous (colloid) adenocarcinoma dan merupakan jenis yang berdiferensiasi
buruk. Jika mucus tertahan di dalam sel dan mendorong intinya ke tepi maka akan
memberikan gambaran Signet ring cell. Berdasarkan arsitektur kelenjarnya,
pleomorfisme seluler dan pola sekresi mucus, adenocarcinoma dapat dibedakan
menjadi berdiferensiasi baik, sedang, ataupun buruk. Jika perubahan histologis
mengarah pada squamous cell carcinoma maka lesi tersebut akan lebih responsif
terhadap kemoterapi dan radioterapi3,8,9

2.9 Penatalaksanaan

Terapi
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
- sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
- ada metastasis ke kelenjar limfe regional
- masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada
metastasis jauh.
1. Pembedahan
- Hemikolektomi
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon
beserta pembuluh darah dan saluran limfe.
b. Ruang lingkup
- Keganasan pada sekum, kolon asenden, fleksura hepatika dan kolon
tranversum kanan
- Keganasan pada kolon transversum kiri, fleksura lienalis, kolon
desenden.
- Poliposis kolon
- Trauma kolon.
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau
penyakit pada kolon kanan . Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif
dengan melakukan reseksi pada kasus karsinoma sekum, kolon asenden.
Pembuluh darah ileokolika, kolika kanan dan cabang kanan pembuluh darah
kolika media diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal juga
harus direseksi, yang selanjutnya dibuat anastomosis antara ileum dan kolon
transversum.
2. Obat sitostatika.
Diberikan bila :
a. Inoperabel
b. Operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah
menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian
residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut.
Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan
total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus
operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif.
Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.
Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Stadium Terapi

Stadium 0 (Tumor In Situ) Eksisi lokal secara komplit melalui


endoskopi
Stadium 1 (Carcinoma Colorectal Reseksi colon atau rectum
terlokalisasi) Dapat ditambah adjuvant kemoterapi
pada pasien tertentu (usia muda,
temuan histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 2 (Carcinoma Colorectal Reseksi colon atau rectum
terlokalisasi) Dapat ditambah adjuvant kemoterapi
pada pasien tertentu (usia muda,
temuan histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 3 (Metastasis ke nodus Adjuvant kemoterapi, radioterapi
limfatikus) imunoterapi.
Reseksi radikal
Stadium 4 (Metastasis jauh) Adjuvant kemoterapi
Reseksi hepar bila terdapat metastasis
ke hepar
Terapi Paliatif
Terapi carcinoma colorectal menurut stadium1

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau lengkap,
perforasi, perdarahandan penyebaran ke organ lain.

2.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran carcinoma dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai diferensiasi
sel tumor yang buruk, maka prognosisnya sangat buruk. Angka harapan hidup
pada stadium awal adalah 5 kali lipat lebih besar dari stadium akhir.
BAB III
PENUTUP

• Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan
rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

• Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga


angka kematiannya.

• Beberapa etiologi : faktor herediter, usia, diet dan lingkungan, IBD dan
faktor risiko lainnya.

• Pendekatan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang serta histopatologi kanker.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum,


and anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-
Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan
anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-
53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In
Sabiston’s Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier
Saunders. P 1443-65.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s
Abdominal operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-
1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.
7. Mayoclinic. 2006. Colon cancer.
http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/
8. GE.2007. Carcinoma colorectal
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for
colorectal cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp

Anda mungkin juga menyukai