PENDAHULUAN
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang
dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua
keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara
100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya
serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia
15–35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik
paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang
dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis
(thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
2. Klasifikasi
a) Tirotoksikosis
1. Lapar
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan lebih
berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia. Serangan dapat
ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl.
Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium 2.
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis
hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini 3.
KCNJ2: Kir2.1
(pottasium channel
subunit)
3. Etiologi
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat
untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi
otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma,
yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh
depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur
sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion.
Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan
pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung
menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto
skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu
sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan
kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal
merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis 8.
4. Patofisiologi
A. Kalium
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan
tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia
pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan
atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas
vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang
timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya
serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun
dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat
melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini
dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi
beberapa hari dari kelumpuhan tersebut 3,8.
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding
lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya
dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi
sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian
diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot
lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah,
pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan
ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon
menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir,
kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali
menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan
terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia
maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.
5. Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium
2) Fungsi ginjal
4) pH darah
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
B. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang
T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan
QT interval 8.
C. EMG
D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis
yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin
terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik
hiperkalemik sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.
6. Penatalaksanaan
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan
pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita
edukasi dan berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian
serangan melalui menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang
berat, hindari kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan
kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESA
KeluhanUtama : Lemah pada kedua kaki
Telaah :
Pasien datang ke RSUD HAMBA melalui IGD pada tanggal 1
Agustus 2017 dengan keluhan lemah pada kedua kaki. Hal ini dirasakan sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya kelemahan pada kedua kaki di
rasakan dari telapak kaki dan tungkai bawah menjalar sampai ke paha. Pasien
hanya mampu menggerakkan ujung-ujung jari kedua kaki. Akibat kelemahan
ini pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Rasa
kesemutan dan mati rasa pada anggota tubuh yang lain tidak ada. Pasien juga
mengeluhkan mual dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Muntah tidak ada.
Demam tidak ada. Nafsu makan berkurang tidak ada. Buang air besar dan
buang air kecil dalam batas normal.
Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
KEADAAN UMUM
STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT
Sensorium : Compos mentis Anemia : Tidak ada
TekananDarah : 130/60 mmHg Edema : Tidak ada
Temperatur : 36c °C Ikterus : Tidak ada
Pernafasan : 20x/menit Eritema : Tidak ada
Nadi : 106x/menit Sianosis : Tidak ada
Turgor : Baik
Dispnoe : Tidak ada
Sikap Tidur Paksa: Tidak ada
Palpasi Palpasi
Paru : Paru :
- Nyeri tekan : Tidak ada - Nyeritekan : Tidak ada
- Fremitus taktil : Kanan = kiri - Fremitus taktil : Kanan = kiri
Jantung :
- Ictus cordis : teraba di ICS V Perkusi
linea midclavikula sinistra 1 jari ke Paru : Sonor
medial, tidak kuat angkat.
Perkusi Auskultasi
Paru : Sonor - Suara pernafasan : Vesikuler
- Batas Relatif : ICS V dextra - Suara tambahan : Ronki(-/-),
- Batas Absolut : ICS VI dextra wheezing(-/-)
Jantung :
- Batas jantung atas : ICS II linea
parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri : ICS V 1 jari
medial linea midclavicularis sinistra
- Batas jantung kanan : linea
parasternalis dextra.
Auskultasi
- Suara pernafasan : Vesikuler
- Suara tambahan : Ronki(-/-),
wheezing (-/-)
- Bunyi Jantung : M1 > M2
A2 > A1 P2 > P1 A2 = P2
ABDOMEN GENITALIA
Inspeksi Tidak dilakukan pemeriksaan
Simetris, Bengkak (-), Venektasi (-),
EKSTREMITAS
Ekstremitan Atas Ekstremitas Bawah
Bengkak : Tidak ada Bengkak : Tidak ada
Merah : Tidak ada Merah : Tidak ada
Pucat : Tidak ada Pucat : Tidak ada
Gangguan fungsi : Tidak ada Gangguan fungsi : Ada
2.3 STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif, GCS E4M6V5
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
3. Nervus kranial:
NI : Penciuman baik
N III, IV, VI : Bola mata dapat bergerak ke segala arah, pupil isokor, diameter
3mm/3mm,
NV : Kanan Kiri
Motorik
Sensorik
Divisi oftalmika
Divisi maksila
Difisi mandibula
N VII :
Kanan Kiri
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir / bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
Hiperakusis − −
Ekstrimitas superior
Ekstrimitas inferior
5. Fungsi Otonom.
Miksi defekasi dan sekresi keringat baik.
6. Refleks.
Refleks fisiologis:
Bisep : +/+
Trisep : +/+
KPR : +/+
APR : +/+
Refleks Patologis:
Babinski : −/−
Chaddoks : −/−
Oppenheim : −/−
Gordon : −/−
Schaffer : −/−
7. Fungsi Luhur
Kesadaran : Baik
8. Sensorik
Respon (+) terhadap rangsangan nyeri, taktil,termis, kortikal,pengenalan 2
titik dan rabaan.
2.7 PENATALAKSANAAN
Farmakologis :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi Ranitidin 1 ampul /12 jam
- Drip Ketorolak 1 ampul/12 jam
- Aspar K 3x1 tablet
Non Farmakologis:
- Bed rest
2.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Tanggal S O A P
DISKUSI
Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi umum dengan pemberian
IVFD RL 20 gtt/i. Terapi khusus yang diberikan adalah injeksi ranitidin 1 ampul/12
jam, drip ketorolak 1 ampul/12 jam, dan Aspar K 3x1 tablet. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan adalah elektromiografi. Prognosis dari kasus ini adala dubia ad
bonam.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
10. Sternberg, D., Tabt,i N., Haingue, B., Fontaine, B., 2004, Hypokalemic
periodic Paralysis,. Gene Reviews. Funded by NIH University of Washington,
Seattle 19 May, 1–22.