Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HISTORIOGRAFI INDONESIA

ORIENTASI PADA EKSPEDISI PKI VIA PERISTIWA MADIUN 1948

Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Kriteria Penilaian Ujian Akhir

Semester Mata Kuliah Historiografi Indonesia

Dosen Pengampu : Aan Ratmanto, M.A

Disusun oleh :

Rizky Suwarno (206131027)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada saya khususnya sebagai penulis makalah untuk menyelesaikan tulisan ini. Atas rahmat
dan hidayah nya lah saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Historiografi
Indonesia : Orientasi Pada Ekspedisi PKI Via Peristiwa Madiun 1948”.

Adapun pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UAS pada mata
kuliah Historiografi Indonesia, UIN Raden Mas Said Surakarta. Selain itu tujuannya agar
dapat menambah wawasan bagi pembaca dan khalayak ramai tentang sejarah dari salah satu
peristiwa penting di negara ini yaitu Pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun.

Saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Aan Ratmanto, M.A.
sebagai dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini dan juga bimbingannya agar dapat
menambah wawasan bagi saya dan teman-teman pembaca semua. Saya juga mengucapkan
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Akhir kata, saya pun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati demi
kesempurnaan penulisan atau pembuatan makalah kedepannya.

Surakarta, 30 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Misi Pemberontakan..................................................................................................................3
B. Prolog Dan Skenario Pemberontakan........................................................................................4
C. Siasat Untuk Ending Dari Pemberontakan.................................................................................8
D. Stigma Pada Penduduk Eks Zona Pemberontakan...................................................................15
BAB III................................................................................................................................................17
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................................17
B. Saran........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Historiografi secara bahasa merupakan gabungan dari dua kata, yaitu histori yang
berarti sejarah dan grafi memiliki arti deskripsi/penulisan.1 Kata Historia sendiri berasal
dari bahasa Yunani yang berarti ilmu. Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, kata
“historia” dipakai untuk pemaparan mengenai tindakan – tindakan manusia yang bersifat
kronologis terjadi di masa lampau.2

Penulisan sejarah adalah puncak segala sesuatu. Sebab apa yang dituliskan itulah
sejarah sebagai historie-recite, sejarah sebagaimana dikisahkan yang mencoba mengangkat
dan memahami historie – realitie, sejarah sebagaimana terjadinya. Dan hasil penulisan
inilah yang disebut historiografi.3 Badri Yatim menyatakan bahwa historiografi sebagai
penulisan sejarah, yang didahului oleh penelitian (analisis) terhadap peristiwa-peristiwa di
masa lampau. Penelitian dan penulisan sejarah itu berkaitan pula dengan latar belakang
teoritis, latar belakang wawasan, latar belakang metodologis penulisan sejarah, latar
belakang sejarawan/penulis sumber sejarah, aliran penulisan sejarah, dan lain sebagainya. 4

Penulisan sejarah mengalami perkembangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh


zaman, lingkungan kebudayaan, dan tempat dimana historiografi dihasilkan. Pada masa
lampau, seorang sejarawan mempunyai peran untuk menafsirkan tradisi bangsanya.5 Jadi
disinilah peran sejarawan sebagai informan untuk menyampaikan informasi seputar
peristiwa sejarah dimasa lampau. Yang mana semua peristiwa yang ia tulis adalah karya
sejarah yang memuat ciri khas zamannya. Penulisan sejarah itulah yang pada akhirnya
memberikan informasi kepada kita yang dikenal dengan historiografi.

Salah satu peristiwa yang menarik untuk dituliskan dan dipelajari bersama adalah
sepak terjang sebuah partai politik yang pernah besar di salah satu negara berlambang

1
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 1
2
Nina Herlina Lubis, Historiografi Barat, (Bandung:Satya Historika, 2000), hlm. 11
3
Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Hhistoriografi; Arah dan Persfektif,
(Jakarta: Garmedia, 1985), hlm. xv.
4
Badri Yatim, Historiografi Islam , (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1997), hlm. 6.
5
Nina Herlina Lubis, Historiografi Barat, (Bandung:Satya Historika, 2000), hlm. 11.

1
negara Pancasila yaitu, Negara Indonesia. Partai Komunis Indonesia, siapa yang tidak
mengetahuinya atau mungkin dengan mendengar akronimnya saja yaitu PKI, pasti setiap
orang dinegeri ini tau akan hal itu bahkan tidak sedikit yang sensitif terhadap hal tersebut.
Semua tahu apa yang mereka lakukan selama berada di tanah negeri ini. Bahkan sulit untuk
mendapat pandangan positif dimata rakyat Indonesia karena masa lalu yang telah mereka
lakukan.

Di Indonesia sendiri PKI sempat ditentang kemudian malah disambut baik oleh
Pemimpin bangsa ini, padahal sudah jelas keganasan dan kebiadaban yang mereka perbuat
sehingga menimbulkan stigma yang selalu negatif terhadap PKI itu sendiri. Banyak
peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Indonesia ini di masa lalu yang semua didalangi oleh
PKI, diantaranya awal mula kenapa PKI dianggap suatu hal yang benar-benar berbahaya
bagi bangsa ini yaitu Peristiwa Madiun tahun 1948. Peristiwa yang tak akan bisa berlalu
begitu saja dari ingatan warga kota Pecel dahulu maupun kini.

Adapun beberapa jumlah kabupaten yang mengalami peristiwa Madiun tersebut,


seperti Madiun, Cepu, Ngawi, Kudus, Purwodadi, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Pacitan,
dan Pati. Pada peristiwa tersebut banyak sekali pembunuhan yang terjadi, mulai dari guru,
toko, kiai, organisasi, hingga mayoritas kepala desa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tujuan dibalik pemberontakan PKI di Madiun?
2. Bagaimana situasi pelaksanan pemberontakan PKI pada masa itu?
3. Bagaimana akhir dari pemberontakan PKI di Madiun?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang tujuan pemberontakan PKI di Madiun
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai jalannya pemberontakan pada masa itu
3. Untuk mengetahui akhir dari pemberontakan PKI di Madiun

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Misi Pemberontakan

Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh
masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun
1948 terjadi suatu peristiwa bersejarah yang melekat dalam ingatan rakyat Indonesia,
terutama bagi masyarakat Madiun. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan pemberontakan
PKI di Madiun tahun 1948 atau pemberontakan PKI-Muso di Madiun. PKI (Partai Komunis
Indonesia) pada awalnya merupakan bagian dari Syarekat Islam. Berdirinya PKI sendiri
dipelopori oleh para tokoh-tokoh SI (Serikat Islam) yang keluar dari organisasi, yang
kemudian mendirikan organisasi sendiri pada 23 Mei 1920 yang berpusat di Semarang.6

Di awal kemunculannya Partai Komunis Indonesia sudah dianggap sebagai sebagai


suatu organisasi yang dicap memiliki sifat “radikal”. Sebelum berbentuk partai, para kaum
komunis mulai membangunnya melalui sebuah organisasi yang bernama Indische Sosiale
Democratie Veereningen (ISDV). Organisasi tersebut terbentuk pada zaman kolonial
Hindia Belanda atau lebih tepatnya di tahun 1913.

Sementara itu, di eropa sekitar tahun 1917 terutama negara Rusia mulai membentuk
republik dengan ideologi komunis. Dengan kehadiran paham komunis, maka bangsa-bangsa
yang terjajah akan tertarik untuk menggunakan paham ini termasuk negara Indonesia
(dijajah Belanda). Paham ini dipercaya dapat memberikan kebebasan kepada bangsa dan
negara yang sedang dijajah. Dengan alasan itu juga, maka para kaum komunis Indonesia
segera membentuk sebuah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut buku yang berjudul “Pemberontakan PKI-Moeso di Madiun”,


mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tujuan PKI memberontak di Madiun pada tahun
1948, yaitu yang pertama PKI ingin mendirikan pemerintahan sosialistis. Pemerintahan yang
digadang-gadang bakal berlandaskan ideologi Marxisme-Leninisme. Kemudian PKI juga
bertujuan mencari massa untuk menentang pemerintahan Soekarno dan Hatta, serta
menghancurkan siapa pun yang berusaha menghalangi tujuannya. Dan terakhir mereka

6
Abidin A. Z, Bahaya Komunis, 1982, (Jakarta: Bulan Bintang), 86.

3
bertujuan menguasai negara Republik Indonesia dan mengubah sistem pemerintahan
Indonesia yang diawali dari pemerintahan kota Madiun. (Susatyo, 2008) Pada intinya
memang PKI melakukan pemberontakan tersebut lantaran PKI ingin menggalang kekuatan
rakyat untuk mewujudkan tercapainya Republik Soviet Indonesia yang berhaluan komunis.

B. Prolog Dan Skenario Pemberontakan

PKI telah menghimpun kekuatan dalam rangka pemberontakan sejak proklamasi.


Dalam menyusun kekuatan bersenjata, PKI membentuk organisasi kelaskaran yang terdiri
dari Pesindo, Laskar Merah, Laskar Buruh, Laskar Rakyat, Laskar Minyak, Tentara Laut
Republik Indonesia, sampai ke TNI masyarakat. Mereka berambisi untuk menguasai
Angkatan Perang. Dengan berbagai upaya mereka memasukkan kader-kader ataupun
pengaruhnya ke kubu Angkatan Perang.7 Hingga sampai tahun 1947, kekuatan PKI ditaksir
berjumlah 25 batalyon dengan penguasaan terhadap TNI sebesar 35 %.8

Tidak diketahui sejak kapan Madiun direncanakan menjadi basis pemberontakan.


Yang diketahui setelahnya adalah pemindahan markas Pesindo dari Surabaya diduduki sekutu
pada bulan januari 1946. Usaha Pesindo lainnya adalah memindahkan Kantor Dewan
Pekerja/Pembangunan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) ke Madiun
dengan maksud agar agar kompartemen BKPRI tersebut berada satu kota dengan markas
Pesindo. Dewan Pekerja/Pembangunan BKPRI yang tugasnya mengurus mobilisasi kekuatan
dipimpin oleh tokoh-tokoh Pesindo Sumarsono, Kusnandar.

Kantor yang dipilih untuk markas besar BKPRI adalah jalan Kediri no.17, di
Kompleks Pabrik Gula Rejoagung. Pada bulan Maret 1946 Dewan ini mendirikan Radio
Gelora Pemuda untuk kepentingan propaganda. Rupanya secara ideologi dan politis Madiun
telah dipersiapkan sebagai basis. Letak Madiun berada di jalur Transportasi kereta api
jombang-Yogyakarta dimana pengangkutan pasukan dan mobilitasnya terjamin. Madiun juga
memiliki bengkel induk kereta api, letaknya berdekatan dengan pabrik gula Rejoagung yang
para buruhnya telah dipengaruhi PKI.9

Perkembangan selanjutnya di Madiun seringkali diadakan rapat umum. Rapat umum


terbesar terjadi pada tanggal 10 September 1948, yang dihadiri Amir Syarifuddin dan Musso.

7
Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Hlm. 109
8
Ibid, Hlm. 112
9
Ibid, Hlm. 114

4
Sebelum rapat itu, Madiun mulai didatangi pasukan berseragam hitam yang pekerjaannya
selalu menteror warga. Mereka menggeledah setiap pejalan kaki dan para anggota lawan
politik PKI dan para pamong praja dikejar-kejar dan diculik. Antara tanggal 10 dan 18
September beberapa tokoh lawan politik PKI diculik dan dibunuh, antara lain:10

1. Ketua PNI Suradji dan bendaharanya Atim Sudarso

2. Tokoh Taman Siswa, Iskandi

3. Tokoh partai Murba, Hardjowiryo

4. Suhud dari Apolo

5. Tokoh Masyumi, Kusen dan Abdul Hamid

Sedangkan tokoh pemerintahan yang diculik antara

lain:

1. Walikota Supardi (dari Banyumas)

2. Patih Madiun Sarjono

3. Wedana Dungus Charis Bagyo

4. Camat Manisrenggo Martolo beserta staf kecamatan

5. Camat Jiwan Abdul Rachman

6. Guru sekolah pertanian Suharto

7. Pegawai Dinas Kesehatan Muhammad

8. Camat Kebonsari Ngadino

9. Mantri Polisi Kustejo

10. Wedana Uteran Sukamto

11. Camat Takeran Priyontomo

Di Magetan Bupati Sudibyo, Patih Sukardono, pemilik sekolah Prawoto Yudokusumo


dan guru Sukardi dibunuh secara mengerikan. Kepala Kepolisian Karesidenan Madiun
Komisaris Besar Sunaryo, diculik dari kantornya kemudian dinaikkan ke atas truk dan diarak

5
10
Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Hlm. 115

6
keliling kota, diiringi barisan demonstran berseragam hitam. Ia dihina dengan kata-kata kotor
yang diselingi dengan teriakan (yel): “Sayap kiri, Yes! Sayap kanan, No!” akhirnya
Komisaris Sunaryo dibawa ke suatu tempat yang tidak pernah diketahui dan tidak pernah
kembali. Juga Kepala Polisi Distrik Uteran Achmad dan Inspektur Polisi Suparlan dari
Mobile Brigade menjadi korban penculikan. Disamping para tokoh politik dan pemerintahan,
juga tokoh-tokoh agama dibunuh. Antara lain Kyai Selo, bersama anaknya, Kyai Zubir
dimasukkan ke dalam sumur hidup-hidup.11

Dengan demikian perebutan kekuasaan dan pemberontakan PKI di Madiun ini telah
dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Perebutan kekuasaan di Madiun bukan hanya tidak
diduga pemerintahan Indonesia, karena Indonesia sedang waspada menghadapi agresi militer
Belanda, tetapi juga pimpinan politik PKI sedang berada di luar kota Madiun. Mereka
mencari dukungan rakyat dan melakukan kampanye politik. Sekalipun Amir Syarifudin
belum memandang saatnya, masih terlalu dini melakukan tindakan “revolusioner”, Muso
mengambil alih tanggung jawab atas pemberontakan Madiun. Dia kemudian berseru kepada
rakyat Indonesia untuk bangkit memberontak, menentang pemerintahan Soekarno-Hatta.
Tetapi gaungan pemberontakan Madiun hanyalah di Madiun dan daerah Pati, daerah lain
seperti PKI Bojonegoro, Banten, Sumatera tetap setia pada pemerintahan Hatta.

Didorong oleh situasi kekalahan militer di Surakarta, para pemimpin muda komunis
Soemarsono didukung oleh satuan-satuan TNI Brigade XXIX di Madiun mengambil
keputusan untuk merebut kekuasaan, ketika para pimpinan pusat komunis masih berada di
luar kota Madiun. Muso dan Amir mendengar siaran melalui pemancar: Radio Gelora
Pemuda, pidato Soemarsono menggelora dengan menyatakan:12

“Madiun telah bangkit menghancurkan sebuah musuh revolusi. Rakyat telah melucuti
polisi dan tentara. Kaum buruh dan tani telah mendirikan suatu pemerintahan baru.
Kita harus terus menggunakan senjata sampai seluruh wilayah Indonesia kita
bebaskan. Detik revolusi telah datang.”

Dini hari tanggal 18 September 1948, terdengar suara letusan pistol di beberapa
tempat. Letusan ini menjadi awal baru bagi PKI dan sebagai isyarat bahwa pemberontakan
berdarah akan segera dimulai. Pasukan berseragam hitam PKI mulai menguasai objek-objek
vital di dalam kota. Sasaran pertama adalah kediaman Residen Madiun, Samadikun.

11
Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Hlm. 116
12
Himawan Soetanto, Hlm. 12

7
Karesidenan dikepung, kebetulan pada saat itu residen sedang berada di luar kota. Kemudian
wakil residen Sidarto dilarang ke luar rumah. Markas Sub territorial Comando (STC)
dikepung. Beberapa pejabatya, antara lain Letkol Sumantri, Mayor Rukmito Hendraningrat
ditahan, Juga markas staf pertahanan Jawa Timur (SPTD) diduduki. Kepala staf SPDT,
Letkol Marhadi, Letkol Wijono, Mayor Bismo, Kapten Sidik Purwoko, dan Mayor Istiklah,
Letnan Tjoek Harsono ditangkap. Tidak luput pula Markas Corps Polisi Militer dan Markas
Kompi Mobile Brigade Polisi disergap. Di samping itu, para pengawal kantor pemerintah
dilarang meninggalkan tempat. Mereka yang tidak hadir dicari dan di jemput dari
rumahnya.13

Bersamaan dengan peristiwa itu, Soemarsono, Supardi, dan kawankawannya


“memproklamasikan” berdirinya “Soviet Republik Indonesia” dan pembentukan
pemerintahan Front Nasional. Proklamasi diucapkan oleh Supardi, tokoh Pesindo, di halaman
karesidenan Madiun dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah. Madiun dinyatakan
sebagai daerah “yang dibebaskan”. Pimpinan pemerintahan daerah yang telah dipersiapkan
mulai diaktifkan. Abdul Mutholib, yang diangkat sebagai residen Madiun mulai berkantor di
kantor Karesidenan. Sementara itu, tokoh PKI yang lain silih berganti berpidato di depan
corong radio, baik di RRI maupun di Gelora Pemuda milik BKPRI. Isi pidato antara lain
mendiskreditkan pemerintah RI dibawah pimpinan Soekarno-Hatta. Dengan adanya pelbagai
pidato ini, rakyat mulai mengerti bahwa kota Madiun telah menjadi Pusat dari Pemerintahan
yang menamakan dirinya “Pemerintahan Front Nasional”.14

Liputan wartawan ‘Sin Po’ yang berada di Madiun, menuliskan detik-detik ketika PKI
pamer kekejaman itu dalam reportase yang diberi judul: 'Kekedjeman kaoem Communist;
Golongan Masjoemi menderita paling heibat; Bangsa Tionghoa "ketjipratan" djoega’.
Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1.500 orang pasukan PKI (700
orang di antaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko Prijono) bergerak
ke pusat Kota Madiun. Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika
diserang mendadak. Terjadi perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi.
Pasukan Pesindo bergerak cepat menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar
terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan PKI. Sekitar 350 orang ditahan.

13
Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Hlm. 118
14
Djamal Marsudi, Hlm. 27

8
Pergerakan PKI tidak hanya ada di pusat Kota Madiun, tapi juga di daerah pedesaan
seperti Kresek dan Takeran, Madiun. Mereka tidak hanya menargetkan tokoh pemerintahan
setempat tapi juga pesantren dan ulama. Di Desa Kresek, PKI yang dipimpin Musso datang
dengan membawa banyak tawanan. pasukan PKI ini lari ke Desa Kresek setelah dipukul
mundur oleh pasukan Divisi Siliwangi.

Saksi pilu lain dari kekejaman PKI adalah Pondok Pesantren Sabilil Muttaqien (PSM)
di Takeran, Madiun. Para kiai menjadi korban, salah satunya Kiai Imam Mursyid.
Diceritakan ketika di Madiun, saat itu KH Yusuf Hasyim sedang bermusyawarah di PSM.
Saat itu juga disana sudah ada pasukan-pasukan dan ada firasat tidak enak sehingga beliau
keluar dari sana ada keperluan. Setelah ia kembali lagi, ternyata para kiai di sana sudah tidak
ada lagi, termasuk Kiai Imam Mursyid.

Antropolog Amerika, Robert Jay, yang ke Jawa Tengah pada tahun 1953 mencatat
bagaimana PKI melenyapkan tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama
ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam:
mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang. Masjid dan madrasah
dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu madrasahnya
dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua yang
sepuh, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah itu,
rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.

C. Siasat Untuk Ending Dari Pemberontakan

Musso tiba di Madiun pada tanggal 19 September pagi hari, yang ketika itu
pemerintah tandingan yang menamakan dirinya Pemerintah Front Nasional telah terbentuk.
Menanggapi pemberontakan yang dilakukan PKI di Madiun, menyulut amarah Presiden
Soekarno pada masa itu, yang mengecam tindakan tersebut Soekarno menyatakan bahwa
pengacau-pengacau tersebut hanya menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat agar suatu
kepercayaan terhadap pemerintah menjadi hiilang. Hal inilah yang akhirnya menghilangkan
rasa persatuan untuk mengusir Belanda menjadi berkurang. Selain itu, Soekarno juga
mengajak rakyat Indonesia memilih mengikuti pemerintahannya daripada mengikuti seruan
Muso;

“Atas nama perjuangan untuk Indonesia merdeka, aku berseru padamu: Pada saat
yang begini genting, dimana engkau dan kita sekalian mengalami percobaan yang

9
sebesar-besarnya dalam menentukan nasib kita sendiri, dan kita adalah memilih antara
2: ikut Muso dengan PKI-nya, yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia
merdeka, atau mengikuti Soekarno-Hatta, yang, insya Allah dengan bantuan Tuhan,
akan memimpin Negara RI yang merdeka, tidak dijajah oleh Negara apapun jua.”15

Setelah presiden memberi perintah kepada Angkatan Perang untuk segera


mengembalikan keamanan dengan segera diadakan penangkapan terhadap orang-orang yang
membahayakan negara dan diadakan penggerebegan tempat-tempat yang dianggap perlu.
Supaya dapat melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang segera
menetapkan dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai
Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah
timur. Karesidenan Madiun untuk menumpas Pemberontakan PKI Musso dan mengamankan
kembali seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat perintah tersebut
Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad bergerak menuju Madiun.
Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jonosewojo yang terdiri atas Batalyon Sabirin
Muchtar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan Pimpinan
Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun, Batalyon
Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan bergerak Divisi Siliwangi yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Sadikin.16

Untuk tugas operasi ini Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 Batalyon, yaitu :

1. Batalyon Achmad Wiaranatakusumah


2. Batalyon Lukas yang menggantikan Batalyon Umar
3. Batalyon Daeng
4. Batalyon Nasuhi
5. Batalyon Kusno Utomo. Letkol Kusno Utomo memegang dua batalyon dan menjabat
sebagai Kepala Staf Brigade.
6. Batalyon Sambas, yang kemudian diganti oleh Batalyon Darsono
7. Batalyon A. Kosasih
8. Batalyon Kemal Idris

15
A. H. Nasution, Sejarah Perang Kemerdekaan, Jilid VIII; “Pidato Presiden Soekarno tentang Pemberontakan
PKI”, Hlm. 243-246.
16
Dr. A.H. Nasution, Sedjarah Perdjuangan Nasional Dibidang Bersendjata, Mega Book Store, Jakarta, 1966,
hal. 135.

1
Di samping itu juga Pasukan Panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Slamet
Ryadi, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi dan Pasukanpasukan
dari Banyumas yang dipimpin oleh Mayor Surono.152 Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A.
Kosasih yang didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke Utara dengan tujuan Pati. Batalyon
Daeng bergeruk ke Utara dengan tujuan Cepu, Blora, Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad
Wiranatakusumah bergerak ke Selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon
Darsono dan Batalyon Lukas bergerak ke Madiun. Sedangkan Pasukan Panembahan Senopati
bergerak ke Utara, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke
Timur menuju Madiun melalui Sarangan.17

Dalam wawancara dengan wartawan AP, Kolonel Nasution Kepala Staf TNI
menerangkan, bahwa Pemerintah Republik Indonesia mengharap akan dapat merebut kembali
kota Madiun dalam waktu satu minggu. Diakui juga bahwa gerakan pasukan pemerintah yang
sudah-sudah sangat lambat, dan hanya dapat maju tidak lebih dari 12 mil sehari. Pasukan TNI
giat melakukan pengintaian di tempat-tempat yang diduduki kaum pemberontak ; dengan
menyebarkan pamfletpamflet dari udara untuk memberikan penjelasan tentang keadaan
sebenarnya.18

Pada waktu hampir sepertiga potensi Angkatan Darat dikerahkan untuk menumpas
pmberontakan Madiun, maka Angkatan Kepolisian juga tidak tinggal diam. Bahkan tidak
sedikit prestasi-prestasi yang dicapai oleh Pasukan Mobile Brigade Angkatan Polisi Negara
di berbagai medan pertempuran, khususnya di front Timur, yaitu antara Nganjuk-Madiun dan
juga dalam pembebasan kembali kota Ponorogo dari kekuasaan pemberontak. Pada tanggal
19 September 1948 Markas Besar Mobile Brigade Besar di Jawa Timur di Blitar menerima
berita laporan, bahwa di Madiun telah terjadi penangkapan dan pembunuhan yang dilakukan
oleh pasukan bersenjata Brigade 29. Sore hari itu juga Komandan Mobile Brigade Besar Jawa
Timur Muhammad Jasin, memerintahkan Wakil Komandan Sutjipto Judodihardjo untuk
bersama dengan pasukan TNI yang lain segera menuju Madiun menumpas pemberontakan
tersebut dengan mengerahkan pasukanpsaukan Mobile Brigade Besar Jawa Timur.19

Dalam Gerakan Operasi Militer terhadap PKI Musso, ikut serta Mobile Brigade Jawa
Timur dan Mobile Brigade Jawa Tengah. Pada tanggal 19 September 1948 malam, satu

17
Yayasan Penerbit Diponegoro, Sedjarah TNI Angkata n Darat Kodam VII/Diponegoro, Sirnaning Jaks o
Katon Gapuraning Ratu, Semarang, 1966, hal. 145.
18
Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (II) Surat Kabar Kedaulatan Rakjat, tanggal 28 September
1948.
19
Pinardi, Peristiwa Madiun 1948, Inkopak-Hazera, Jakarta, 1966, hal. 131.

1
Batalyon Mobile Brigade yang terdiri dari dua Kompi Gabungan Basuki – Malang yang
dipimpin oleh Pembantu Inspektur Polisi II Imam Bachri telah diperintahkan ikut menumpas
pemberontakan tersebut. Menurut rencana semula bahwa Batalyon Mobile Brigade (Mobrig)
tersebut akan diberi arah gerak menuju Madiun dengan melewatii Gunung Wilis dan Dungus.
Tetapi karena Nganjuk perlu dikuasai kembali, maka Batalyon tersebut diperintahkan oleh
Komandan Militer setempat supaya bergerak menguasai jalan raya Nganjuk yang diduduki
PKI Musso. Kota Nganjuk dapat direbut kembali, setelah itu Batalyon tersebut bergerak
menuju Guyangan menduduki Bagor dan Wilangan. Pertempuran terjadi dengan seru, tetapi
akhirnya pasukan pemberontak dapat dipukul mundur.20

Dalam Operasi Militer tersebut menurut Panglima Besar Sudirman ; Madiun harus
ditundukan terlebih dahulu karena Madiun merupakan motor penggerak dalam
pemberontakan tersebut. Bila Madiun sudah jatuh baru daerahdaerah yang lain ikut berontak
ditundukan pula, dan menurut rencana paling lambat dalam waktu setengah bulan hendaknya
Madiun sudah dapat dikuasai kembali oleh Republik.21

Kota-kota yang telah diduduki oleh pasukan pemberontak dalam waktu singkat dapat
diduduki kembali oleh pasukan pemerintah. Pasukan komunis yang dipimpin oleh pasukan
Sujoto telah dapat dipukul mundur dari daerah Surakarta dan melarikan diri ke daerah
Purwodadi, sedang pasukan ex Mayor Sudigdo yang menduduki sebelah Selatan Surakarta
mundur ke Baturetno dan Purwantoro. Sementara pengejaran terhadap kaum pemberontak
dilancarkan, dilakukan pula penerangan-penerangan melalui selebaran-selebaran dari pesawat
udara, siaran RRI dan penerangan ke pelosok-pelosok. Dengan adanya penerangan tersebut,
pasukan-pasukan yang dulu terhasut oleh propaganda PKI menjadi insap kembali dan
berbalik memberi bantuan kepada kesatuan-kesatuan pemerintah yang bergerak ke Madiun.
Pasukan Panembahan Senopati yang sebagian besar terseret ingin menuntut balas atas
kematian Kolonel Sutarto dapat diselamatkan kembali oleh Letkol Slamet Ryadi dan
ditampung dalam Kesatuan Panembahan Senopati kembali, setelah terlebih dahulu diberi
penjelasan-penjelasan kepada mereka akan keadaan yang sebenarnya. Daerah-daerah yang
sempat mereka kuasai antara lain adalah daerah Surakarta, ke Utara sampai Pati, Grobogan,

20
Inspektur Jendral Polisi Memet Tanumihardja SH, Sedjarah Perkembangan Angkatan Kepolisisan,
Departemen Pertahanan Keaman an Pusat Sedjatah ABRI , 1971, hal. 55.
21
Muhammad Dimjati, Op.cit., hal. 183-184.

1
Purwodadi, Cepu, Rembang, Juwana, sebelah Selatan Wonogiri dan Pacitan, selain daerah
Madiun sendiri.22

Pasukan pemberontak dalam usahanya mendapatkan simpati rakyat telah melakukan


hasutan dan tipuan, sehingga beberapa orang penduduk berhasil diperalat supaya memusuhi
pasukan pemerintah. Pasukan pemberontak yang terdiri dari 20 orang yang mendapat bantuan
dari beberapa orang penduduk yang bersenjatakan golok mengadakan penyerangan terhadap
asrama TNI dari Divisi Siliwangi. Serangan itu mereka lakukan pagi hari sekitar jam 03.45
tanggal 28 September 1948 di sebuah tempat beberapa kilometer di sebelah Selatan
Magelang ; serangan pertama dilakukan dari dua arah, yakni dari arah Timur dan Barat.
Sehingga terjadi tembak-menembak antara kedua belah pihak hingga jam 04.50. Serangan
balasan dipimpin oleh Kamil yang dapat memukul mundur pasukan pemberontak ke arah
Timur. Jam 05.45 untuk kedua kalinya mereka menyerang asrama tersebut dari arah Timur
dan Selatan, pertempuran terjadi hingga jam 06.45. Serangan kedua inipun dapat digagalkan,
sehingga mereka dapat digagalkan dalam usahanya menguasai jalan raya Magelang-
Yogyakarta.23

Sedangkan pasukan pemerintah yang lain sudah dapat menduduki Sukoharjo, antara
Wonoguri dan Ponorogo sejak tanggal 26 September 1948. dalam pertempuaran yang terjadi
di Sukoharjo tealah gugur Letnan Bakir; kemudian jenazahnya dimakamkan dengan upacara
kemiliteran pada tanggal 27 September 1948 di Surakarta. Kemudian pasukan pemerintah
melanjutkan gerakannya ke daerah Ngawi, telah terjadi pula pertempuran di sekitar Magetan.
Sedang dari arah Timur pasukan TNI telah pula bergerak ke arah Madiun. Gerakan pasukan
TNI yang lain berada 25 kilometer dekat Ponorogo, sedang di Kebumen gerakan
penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin PKI Musso telah berhasil.24

Sewaktu di Maospati Batalyon Sukowati mengalami perlawanan hebat dari kaum


pemberontak, karena itu pasukan tersebut kemudian menggabungkan diri dengan induk
pasukannya. Sisa-sisa psaukan pemberontak di Kaliyoso (Sebelah Utara Surakarta) dapat
dipukul mundur oleh pasukan TNI. Kemudian pada tanggal 28 September 1948 pasukan TNI
berhasil menduduki Genong. Antara Ngawi – Madiun. Dengan demikian kedudukan kaum
pemberontak di Madiun terancam. Sementara itu tersiar kabar bahwa Musso dengan beberapa

22
Yayasan Penerbit Diponegoro, op.cit., hal. 146
23
Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (28) Surat Kabar Kedaulatan Rakjat, tanggal 28 September
1948.
24
Muhammad Dimjati, Op.cit., hal. 184.

1
pemimpin pemberontak telah meninggalkan Madiun, karena di Madiun dirasakan tidak aman
lagi.25

Perlawanan yang hebat ialah di sepanjang jalan raya Ngawi – Madiun, karena di
sanalah ditempatkan pasukanpasukan pemberontak yang bersenjata lengkap ; sehingga
pasukan TNI mengalami hambatan ke Madiun. Pasukan yang dipimpin oleh Mayor Achmad
Wiranatakusumah lebih cepat sampai di Madiun, karena melalui Gunung Lawu. Pasukan
pemberontak yang bertahan di Madiun tidak menyangka bahwa mereka akan diserang dari
lambung kiri, sehingga pertahanan mereka dipusatkan di Ngawi saja.26

Gerakan Operasi Militer yang dialncarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah
RI berjalan dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun dapat dikuasai kembali, tepatnya tanggal
30 September 1948 jam 16.15. Malam harinya jam 22.00 Gubernur Militer Gatot Subroto
memerintahkan Angkatan Perang supaya terus melakukan pengejaran terhadap pasukan
pemberontak yang bersarang di Purwodadi, Pacitan, Ponorogo, Juru Bicara Menteri
Pertahanan dalam pengumumannya menayatakan; bahwa Musso melarikan diri ke Dungus,
sebelah selatan Madiun. Komandan Pasukan Pemberontak mengirim surat kepada Letkol
Kretarto untuk mengadakan perundingan, akan tetapi pemerintah tidak mau mengadakan
hubungan dengan kaum pemberontak.27

Waktu pasukan TNI memasuki Madiun, Musso dan lainnya tidak berada di Madiun.
Sebelum mengundurkan diri kaum pemberontak sempat menghancurkan Kantor Telepon
dengan mempergunakan trekbom. Oleh orang-orang pemerintah kemudian dibentuk kembali
pemerintahan di Madiun. Bendera Merah putih dikibarkan kembali di seluruh kota. Menurut
wartawan – antara Madiun; sebelum kaum pemberontak melarikan diri, mereka terlebih
dahulu mempersiapkan pesediaan bahan makanan dan memindahkan alat-alat perlengkapan
ke daerah pegunungan. Radio Gelora Pemuda sudah sejak lama tidak lagi mengadakan siaran,
ternyata telah mereka rusak. Sebagian dari Percetakan Negara dan Percetakan Muda juga
diangkut. Sewaktu mereka menguasai Madiun pemerintah komunis di sana sempat
mengedarkan uang RI yang baru, di lain daerah belum beredar, karena sejak pecahnya
pemberontakan Percetakan Uang RI jatuh ke tangan PKI.28

25
Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (28) Surat Kabar Kedaulatan Rakjat, tanggal 30 September
1948.
26
Muhammad Dimjati, Op.cit., hal. 185.
27
Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (28) Surat Kabar Kedaulatan Rakjat, tanggal 1 Oktober 1948.
28
Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (28) Surat Kabar Kedaulatan Rakjat, tanggal 2 Oktober 1948.

1
Pada bulan September 1948 Kepala Penerangan Sdr. Maladi, menuju Cepu dan
Purwodadi melakukan penerangan sesudah Pemberontakan Madiun yang menjalar ke Jawa
Tengah itu dapat ditumpas oleh kesatuan TNI. Di berbagai tempat sepanjang jalan yang
dilalui oleh petugas-petugas penerangan masih terjadi pertempuran dengan pihak
pemberontak yang tidak mau menyerahkan diri.29

Dalam penyerbuan ke Madiun tersebut jatuh beberapa korban perwira menengah dan
perwira pertama, antara lain adalah : Letkol Marhadi, Letkol Wijono, Kapten Bismo, Kepala
Kepolisian Karesidenan Madiun dan lain-lain. Gerakan Operasi Militer pembasmian
pemberontakan Madiun tersebut dikenal dengan nama “Gerakan Operasi Militer I” atau
disingkat dengan “GOM I”.

Setelah gerakan PKI berhasil ditumpas TNI secara tuntas, dibantu masyarakat, awal
Januari tahun 1950 sumur-sumur ‘neraka’ yang digunakan PKI mengubur korban-korban
kekejaman mereka dibongkar oleh pemerintah. Puluhan ribu masyarakat dari Magetan,
Madiun, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek datang menyaksikan pembongkaran sumur-sumur
‘neraka’ tersebut. Mereka bukan sekadar melihat peristiwa itu, namun sebagian di antara
mereka ingin mencari anggota keluarganya yang diculik PKI dan ditaruh diantara sumur-
sumur ‘neraka’ yang dibongkar itu. Informasinya diketahui justru berdasar pengakuan orang-
orang PKI sendiri. Fakta kekejaman PKI tahun 1948 ini disaksikan ribuan warga masyarakat
yang menyaksikan langsung pembongkaran sumur-sumur ‘neraka’ itu. Setelah diidentifikasi
diperoleh sejumlah nama pejabat pemerintahan maupun TNI, ulama, tokoh Masyumi, tokoh
PNI, polisi, camat, kepala desa, bahkan guru.

Pemberontakan PKI Musso mengalami kegagalan, karena pemimpin-pemimpin


komunis seperti Musso, Sumarsono, Amir Sjarifuddin dan lain-lain tidak mempelajari pola
berpikir, pandangan hidup dan struktur sosial bangsa Indonesia yang memang sudah sejak
lama merupakan masyarakat yang memiliki bermacam-macam paham, pandangan hidup dan
struktur sosial. Juga mereka telah salah perhitungan dalam menganalisa dan menilai situasi
politik di Indonesia pada waktu itu. FDR/PKI menganggap bahwa kaum buruh dan tani yang
merupakan kelompok terbesar masyrakat Indonesia adalah merupakan pendukung-
pendukungnya, karena FDR/PKI memperjuangkan nasib buruh dan tani.

29
Kementerian Penerangan Djawatan Republik Indonesia, Sedjarah Republik Indonesia, 1953, hal. 136

1
Adanya perbedaan pandapat diantara pimpinan-pimpinan FDR/PKI mengakibatkan
pemberontakan PKI Musso di Madiun yang direncanakan akan diadakan bulan Nopember
1948, tetapi karena kurang pengendalian sehingga cepat meletus.30 dan mengalami
kegagalan. Kegagalan ini menurut Aidit; karena mereka tidak mengambil kesempatan baik
sejak Kemerdekaan Indonesia dengan mempengaruhi tenaga-tenaga bersenjata, bahwa masa
antara 1945-1948 mereka telah bekerja untuk pembangunan partai dan memimpin revolusi
tidak intensif. Kekurangan dan keterlambtan dalam mempengaruhi tenaga bersenjata itu telah
mengakibatkan lambatnya pembangunan partai, hal ini terbukti bahwa perintang dari gerakan
komunis adalah kekuatan bersenjata.31

Dengan terjadinya Pemberontakan Madiun, maka secara nyata telah terjadi pula
Rasionalisasi dan Rekonstruksi TNI dalam arti mental dan phisik. Pemberontakan di Madiun
telah mempersatukan segala potensi yang masih ada menjadi satu kebulatan tenaga yang
lebih kompak, seolah-olah terjadi suatu operasi yang berbahaya akan tetapi dapat
menyembuhkan penyakit yang berat. Pemerintah dapat mengakhiri segala macam dualisme
dalam negara RI yang ada pada waktu itu.32

D. Stigma Pada Penduduk Eks Zona Pemberontakan

Bagi warga Madiun, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1948
merupakan bagian dari sejarah yang amat kelam. Apalagi ribuan nyawa berjatuhan saat
peristiwa tersebut.

Dalam sejarahnya, PKI disebut dapat menduduki Madiun hanya selama 13 hari.
Selama itulah PKI melakukan pembantaian pada sejumlah tokoh maupun ulama di Madiun.
Ironisnya, hal ini justru memicu anggapan bahwa Madiun adalah basis atau kota PKI,
sehingga warga Kota Pecel ini kerap dituding sebagai keturunan atau bahkan simpatisan PKI.
Stigma bahwa madiun adalah kota PKI masih kerap dilontarkan oleh kalangan masyarakat
dari luar daerah, hal ini juga kadang dirasakan oleh para perantau yang berasal dari madiun
yang sering dinilai atau mendapat stigma-stigma tersebut.

Padahal sebenarnya PKI sama sekali bukan berasal dari Madiun, sudah dijelaskan
juga diatas PKI menguasai Madiun karena strategis dan tujuan-tujuan lainnya. Singkatnya,

30
Nugroho Notosusanto, Sedjarah Hankam , Cetakan I, Departemen Pertahanan Keamanan Lembaga Hankam,
1968, hal.80.
31
Dinas Sedjarah Militer Angkat an Darat, Kontra Revolusi Gestapu PKI , Bandung, 1966, hal. 15
32
Jendral A.H. Nasution, Tentara Nasional Indonesia, Jilid II, Seruling Massa, Jakarta, 1971, hal 240

1
bisa dilihat tujuan PKI memang menguasai Madiun, jika memang PKI berasal dari Madiun
“untuk apa bertujuan menguasai daerahnya sendiri?”. Kemudian juga para tokoh-tokoh PKI
seperti Musso,Amir Syarifudin,dll bukan dan tidak ada yang berasal dari Madiun ataupun
sekitarnya. Hal ini juga yang menjadi bukti bahwa memang Madiun bukan sarang atau
basis PKI melainkan korban dari Pemberontakan PKI itu sendiri.

Memang terkadang berat untuk menghapus suatu sejarah. Apalagi sejarah penting
dan kelam dari suatu bangsa yang berdiri. Demikianlah diperlukan sosialisasi dan
penanaman nilai-nilai pancasila dan mengingatkan pada generasi penerus bangsa agar
jangan pernah melupakan sejarah yang fakta dan sesungguhnya. Pada akhirnya kita tidak
bisa menghapus sebuah sejarah, yang dapat kita lakukan hanyalah merenungkan dan
mengatasinya agar tidak terulang kembali di masa mendatang jika sejarah itu adalah yang
buruk. Dan bisa dikembangkan atau dipelajari agar bermanfaat di masa mendatang jika
sejarah itu adalah baik.

1
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Di awal kemunculannya Partai Komunis Indonesia sudah dianggap sebagai sebagai


suatu organisasi yang dicap memiliki sifat “radikal”. Sebelum berbentuk partai, para kaum
komunis mulai membangunnya melalui sebuah organisasi yang bernama Indische Sosiale
Democratie Veereningen (ISDV). Organisasi tersebut terbentuk pada zaman kolonial Hindia
Belanda atau lebih tepatnya di tahun 1913.

Menurut buku yang berjudul “Pemberontakan PKI-Moeso di Madiun”,


mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tujuan PKI memberontak di Madiun pada tahun
1948, yaitu yang pertama PKI ingin mendirikan pemerintahan sosialistis. Pemerintahan yang
digadang-gadang bakal berlandaskan ideologi Marxisme-Leninisme. Kemudian PKI juga
bertujuan mencari massa untuk menentang pemerintahan Soekarno dan Hatta, serta
menghancurkan siapa pun yang berusaha menghalangi tujuannya. Dan terakhir mereka
bertujuan menguasai negara Republik Indonesia

Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18-21 September 1948 gerakan PKI yang
dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai
pemberontakan. Sebab dalam tempo hanya tiga hari, PKI telah membunuh pejabat-pejabat
negara baik sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan,
bahkan tokoh agama.

Bagi warga Madiun, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1948
merupakan bagian dari sejarah yang amat kelam. Apalagi ribuan nyawa berjatuhan saat
peristiwa tersebut. Dalam sejarahnya, PKI disebut dapat menduduki Madiun hanya selama 13
hari. Selama itulah PKI melakukan pembantaian pada sejumlah tokoh maupun ulama di
Madiun. Ironisnya, hal ini justru memicu anggapan bahwa Madiun adalah basis atau kota
PKI, sehingga warga Kota Pecel ini kerap dituding sebagai keturunan atau bahkan simpatisan
PKI.

Stigma bahwa madiun adalah kota PKI masih kerap dilontarkan oleh kalangan
masyarakat dari luar daerah, hal ini juga kadang dirasakan oleh para perantau yang berasal

1
dari madiun yang sering dinilai atau mendapat stigma-stigma tersebut. Padahal sebenarnya

1
PKI sama sekali bukan berasal dari Madiun. Singkatnya, bisa dilihat tujuan PKI memang
menguasai Madiun, jika memang PKI berasal dari Madiun “untuk apa bertujuan menguasai
daerahnya sendiri?”. Kemudian juga para tokoh-tokoh PKI seperti Musso,Amir Syarifudin,dll
bukan dan tidak ada yang berasal dari Madiun ataupun sekitarnya. Hal ini juga yang menjadi
bukti bahwa memang Madiun bukan sarang atau basis PKI melainkan korban dari
Pemberontakan PKI itu sendiri.

B. Saran

Memang terkadang berat untuk menghapus suatu sejarah. Apalagi sejarah penting dan
kelam dari suatu bangsa yang berdiri. Demikianlah diperlukan sosialisasi dan penanaman
nilai-nilai pancasila dan mengingatkan pada generasi penerus bangsa agar jangan pernah
melupakan sejarah yang fakta dan sesungguhnya. Pada akhirnya kita tidak bisa menghapus
sebuah sejarah, yang dapat kita lakukan hanyalah merenungkan dan mengatasinya agar tidak
terulang kembali di masa mendatang. Dan bisa dikembangkan atau dipelajari agar
bermanfaat di masa mendatang.

2
DAFTAR PUSTAKA

Abidin A. Z. Bahaya Komunis. Bulan Bintang. Jakarta. 1982.

Badri, Yatim. Historiografi Islam. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. 1997.

Dimjati, Muhammad. Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Penerbit Widjaja. Jakarta. 1951.

Dokumen Semdam VII/Diponegoro, A No. 7 p (28), Surat Kabar Kedaulatan Rakjat,


tanggal 28 September 1948.

Kementerian Penerangan Djawatan Radio Republik Indonesia. Sedjarah Radio Indonesia.


1953.

Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Bahaya Laten Komunisme di


Indonesia; Perkembangan Gerakan dan Pengkhianatan Komunisme di Indonesia, (1913-
1948). Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Jakarta. 1991.

Nasution, A.H. Tentara Nasional Indonesia, Jilid II, Seruling Masa, Jakarta, 1971

Nasution, A. H. Sejarah Perang Kemerdekaan, Jilid VIII; “Pidato Presiden Soekarno


tentang Pemberontakan PKI”

Nasution, A. H. Sedjarah Perdjuangan Nasional Dibidang Bersenjata, Mega Book Store,


Jakarta, 1966.

Nina Herlina Lubis, Historiografi Barat, Satya Historika, Bandung, 2000.

Nugroho Notosusanto, Sedjarah Hankam , Cetakan I, Departemen Pertahanan Keamanan


Lembaga Hankam, 1968.

Pinardi, Peristiwa Madiun 1948, Inkopak-Hazera, Jakarta, 1966

Pusat Sedjarah Militer Angkatan Darat, Kontra Revolusi Gastepu PKI, Bandung, 1966

Soetanto, Himawan. Artikel yang berjudul “Jalan Menuju Pemberontakan PKI di Madiun,
dan Siapa yang Bertanggung Jawab”

Susatyo, Rachmat. Pemberontakan PKI-Musso di Madiun. Koperasi Ilmu Pengetahuan


Sosial, Bandung, 2008.

2
Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah
dan Persfektif, Gramedia, Jakarta, 1985.

Tanumiharja, SH., Inspektur Djendral Polisi Memet, Sedjarah Perkembangan Angkatan


Kepolisian, Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sedjarah ABRI, 1971.

Yayasan Penerbit Diponegoro, Sedjarah TNI-AD Kodam VII/Diponegoro, Sirnaning Jakso


Katon Gapuraning Ratu, Semarang, 1968.

Anda mungkin juga menyukai