Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

NASIONALISME

DISUSUN OLEH :
NAMA : FAHRUDIN
NIM : 201003222011377
KELAS :D

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
Jl. Pawiyatan Luhur I, Bendan Duwur, Kec. Gajah Mungkur, Kota Semarang
2021
BAB VI
NASIONALISME INDONESIA YANG TANGGUH

A. Tahap perkembangan nasionalisme di Indonesia


Perkembangan nasionalisme di Indonesia melalui tahap-tahap berikut.
1. Masa perintis
Masa perintis adalah masa di mana semangat kebangsaan melalui
pembentukan organisasi-organisasi pergerakan mulai dirintis. Masa ini
ditandai dengan munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei
1908. Hari kelahiran Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
2. Masa penegas
Masa penegas merupakan masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan
pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Masyarakat Indonesia yang beraneka
ragam, melalui Sumpah Pemuda tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa
yang memiliki satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.
3. Masa percobaan
Melalui organisasi pergerakan, bangsa Indonesia mencoba meminta
kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung
dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan
Indonesia Berparlemen. Tetapi, perjuangan menuntut Indonesia merdeka
tersebut belum berhasil.
4. Masa pendobrak
Semangat dan gerakan nasionalisme Indonesia pada masa ini telah berhasil
mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu, bangsa
Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain.
Nasionalisme telah mendasari pembentukan negara kebangsaan Indonesia
modern. Semangat kebangsaan ini dibangun dan digelorakan oleh para putra
putri bangsa Indoensia, khususnya di kalangan terpelajar. Kalangan ini mulai
menyadari bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih
kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan
bangsa-bnagsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa
yang merasa satu nasib dan penderitaan sehingga mau bersatu menggalang
kekuatan bersama.

B. Nasionalisme Indonesia dilandasai Pancasila


Nasionalisme merupakan paham mendasar bagi eksistensi satu negara. Sikap itu
secara naluri timbul untuk menjamin kelangsungan hidupnya dan mewujudkan
kesejahteraannya. Dalam kondisi dunia demikian bangsa Indonesia jga perlu sekali
mengembangkan nasionalisme yang tangguh untuk menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan terjaminnya kepentingan nasional bangsa Indonesia. Ada kalangan
tertentu elit bangsa kita yang mencemoohkan nasionalisme; mereka menganggap
nasionalisme sebagai pandangan yang ketinggalan zaman. Hakikatnya sikap kaum
elit ini melemahkan dan membahayakan masa depan bangsa kita, karena bangsa
Indonesia menghadapi kondisi umat manusia dengan bangsa-bangsa yang
mengutamakan nasionalisme bagi perkembangan negaranya.
Namun Nasionalisme Indonesia tidak bisa dan tidak boleh lepas dari Dasar
Negara RI Pancasila. Nasionalisme bisa mempunyai macam-macam muka, dan
Nasionalisme Indonesia yang benar dan kuat hanya terwujud bila dilandasi Pancasila.
Adalah Bung karno, Presiden RI pertama, yang pada 1 Juni 1945 menyampaikan
pandangannya depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) tentang Pancasila. Beliau katakan bahwa negara Indonesia yang akan kita
dirikan memerlukan satu Weltanschauung atau Pandangan Hidup Bangsa.
Kemudian beliau menguraikan pandangan yang beliau namakan Pancasila. Bung
Karno menyatakan bahwa negara yang kita dirikan harus dilandasi Nasionalisme,
tetapi nasionalisme yang kita bangun harus nasionalisme yang tumbuh dalam
tamansari internasionalisme bukan nasionalisme yang sempit dan chauvinis.
Melainkan nasionalisme yang ber-Perikemanusiaan yang adil dan beradab. Selain itu
nasionalisme yang kita bangun harus menjunjung tinggi kerakyatan dan Demokrasi,
bukan nasionalisme yang Diktator, sebab kedaulatan bangsa harus di tangan rakyat
dan juga nasionalisme yang mengutamakan kesejahteraan yang tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia disertai keadilan sosial yang menjadikan rakyat selalu setia kepada
negara dan bangsa.
Nasionalisme Indonesia ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, buka nasionalisme
atheis atau secular artinya nasionalisme yang menjunjung tinggi kehidupan bermoral
sesuai ajaran agama-agama yang ada dalam kehidupan umat manusia.
Sidang BPUPKI menerima dan menyetujui pandangan Bung Karno. Ketika
kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merumuskan Pancasila
maka digunakan beberapa istilah lain dan susunan berbeda dari yang dikemukakan
Bung Karno pada 1 Juni 1945 , namun pengertiannya tetap sama. Kata nasionalisme
diganti dengan Persatuan Indonesia, internasionalisme dengan kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Dalam susunan Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Sila
Pertama, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila Kedua, Persatuan Indonesia Sila
Ketiga, Sila Keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin Hikmah Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan /Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia Sila Kelima.
Dasar Negara Pancasila ini menjadi landasan setiap aspek kehidupan Negara
Republik Indonesia dan bangsanya. Nasionalisme Indonesia akan tangguh dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa serta mencapai Tujuan Nasional bangsa selama
ia dilandasi Pancasila Dasar Negara.

C. Keadaan Nasionalisme Indonesia


Adalah satu kenyataan bahwa Nasionalisme Indoensia dewasa ini dalam
kenyataan yang jauh dari memuaskan. Hal itu tidak selalu demikian dan
Nasionalisme Indonesia pernah kokoh dan kuat. Dengan Nasionalisme yang kuat
bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya dan mendirikan Negara Republik
Indonesia yang diakui semua bangsa di dunia. Bahwa keadaannya sekarang kurang
baik adalah akibat dari perkembangan yang terjadi selama bangsa Indonesia merdeka.
Setelah Negara RI berdiri kokoh pada tahun 1951 sebetulnya kepemimpinan nasional
harus melakukan konsolidasi ke dalam untuk memantapkan Pancasila sebagai Dasar
Negara RI, sebab mayoritas rakyat belum paham benar tentang Pancasila. Selain itu
dalam perjuangan kemerdekaan cukup banyak orang Indonesia yang berpihak kepada
Belanda dan yang sikapnya setengah-setengah lebih banyak lagi.
Bung Karno sebagai Presdien RI pertama bicara tentang perlunya nation and
character building, tetapi dalam kenyataan tak pernah dilakukan secara sungguh-
sungguh, disamping kurang memperhatikan kesejahteraan rakyat dan terlalu
menitikberatkan pada perjuangan politik dalam arena internasional. Oleh karena itu
pemahaman Pancasila yang tidak/kurang mendalam dan meluas, ditambah makin
menurunnya kesejahteraan rakyat membuat kurangnya pemeliharaan nasionalisme.
Dalam kepemimpinan Presiden Soeharto sebagai Presiden RI ke-2 mula-mula dicapai
kemajuan ketika kesejahteraan rakyat membaik dan Pancasila diperluas
pemahamannya melalui Penataran Pemahaman dan Pengamalan Pancasila.
Sayangnya permulaan baik itu mengendor ketika kepemimpinan Pak Harto berat
kepada kepentingan yang bersifat nepotisme. Di samping itu pembangunan ekonomi
amat dipengaruhi IMF dan Bank Dunia yang membawa paham neo-liberalisme.
Akibatnya kesenjangan antara pihak kaya dan miskin makin lebar. Sikap masyarakat
makin berorientasi pada individualisme dan materialisme, pada uang dan benda.
Mulai meluas korupsi di berbagai aspek kehidupan. Sumber daya alam Indonesia
yang tinggi potensinya makin dikuasai pihak asing sedangkan rakyat Indonesia
sendiri kurang menikmati manfaatnya. Akibatnya makin sulit bagi rakyat untuk
bangga akan negara dan bangsanya.
Kemudian datang masa Reformasi yang bukannya menjadikan Pancasila
kenyataan di bumi Indonesia, melainkan justru makin menghilangkan peran dan arti
Pancasila dalam kehidupan bangsa. UUD 1945 di-amandemen 4 kali yang
menjadikan konstitusi itu pernah kontradiksi antara Pembukaan yang memuat Dasar
Negara dengan Batang Tubuh yang penuh dengan pasal yang bertentangan dengan
Pancasila. Ekonomi makin didominasi paham neo-liberal yang membanggakan
kemajuan macro seperti pertumbuhan 6% setahun, tapi tidak menghiraukan bahwa
kemiskinan masih dan makin menjerat kehidupan rakyat banyak. Jadi kalau sekarang
Nasionalisme Indonesia kurang kuat itu adalah akibat dari Kepemimpinan yang
kurang kredibel dan Manajemen Nasionali yang tidak efektif. Indonesia kaya dengan
Teori dan Konsep yang brilyan, antara lain Pancasila tetapi sangat lemah dalam
implementasi yang konsisten dan efektif dari berbagai teori dan konsep yang brilyan
itu. Para pemimpin hebat sekali berwacana, tapi sayangnya kebanyakan tinggal pada
wacana belaka dan tidak ada kenyataannya.
Oleh karena itu untuk membuat Nasionalisme Indonesia tangguh dan kokoh
kembali syarat:
1. Perbaikan dan peningkatan mutu kepemimpinan pada semua tingkat dan
aspek kehidupan bangsa, disertai pelaksanaan manajemen yang efektif.
2. Kepemiminan yang menyadari perlunya Pancasila menjadi kenyataan dalam
kehidupan bangsa Indonesia serta dengan penuh kesungguhan melaksanakan
berbagai usaha untuk itu.
Dengan demikian potensi nasional yang besar dan bernilai tinggi pada Sumber
Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan potensi lainnya akan
memberikan manfaat efektif dan nyata untuk kehidupan rakyat banyak sehingga
rakyat akan sejahtera dan negara kuat dan Nasionalisme Indonesia akan tangguh
melebihi sediakala.
CHAPTER VI
POWERFUL INDONESIAN NATIONALISM

A. Stages of development of nationalism in Indonesia


The development of nationalism in Indonesia goes through the following stages.
1. Pioneer period
The pioneering period was the time when the spirit of nationalism through
the formation of movement organizations began to be pioneered. This period
was marked by the emergence of the Budi Utomo movement on May 20,
1908. Budi Utomo's birthday was later commemorated as National
Awakening Day.
2. Confirmation period
The affirmation period llmwas the time when the national spirit began to be
affirmed in the Indonesian nation which was marked by the Youth Pledge
event on October 28, 1928. The diverse Indonesian people, through the
Youth Pledge, declared themselves as one nation with one homeland, one
nation and one language, namely Indonesian.
3. Trial period
Through movement organizations, the Indonesian people tried to ask for
independence from the Dutch. Movement organizations that were members
of the GAPI (Indonesian Political Association) in 1938 proposed a
parliamentary Indonesia. However, the struggle to demand an independent
Indonesia has not been successful.
4. Break-in time
The spirit and movement of Indonesian nationalism at this time had
succeeded in breaking the shackles of colonialism and resulting in the
independence that was proclaimed on August 17, 1945. Since then, the
Indonesian nation has become an independent nation, free, and on an equal
footing with other nations. Nationalism has underpinned the formation of the
modern Indonesian nation state. This national spirit was built and inflamed
by the sons and daughters of the Indonesian nation, especially among the
educated. These people are starting to realize that their nation is a colonized
nation that must fight for independence if it wants to become an independent
nation and be equal to other nations. They come from various regions and
ethnic groups who feel one fate and suffering so they want to unite to unite
together.

B. Indonesian nationalism is based on Pancasila


Nationalism is a fundamental understanding for the existence of a state. This
attitude instinctively arises to ensure their survival and realize their welfare. In such a
world condition, the Indonesian nation also really needs to develop a strong
nationalism to ensure the survival of the nation and guarantee the national interest of
the Indonesian nation. There are certain circles of our nation's elite who ridicule
nationalism; they regard nationalism as an outmoded view. In essence, the attitude of
these elites weakens and endangers the future of our nation, because the Indonesian
nation faces the condition of mankind with nations that prioritize nationalism for the
development of their country.
However, Indonesian Nationalism cannot and should not be separated from
the Indonesian Constitution, Pancasila. Nationalism can have various faces, and true
and strong Indonesian Nationalism can only be realized if it is based on Pancasila. It
was Bung Karno, the first President of the Republic of Indonesia, who on June 1,
1945 presented his views before the Indonesian Independence Preparatory Agency
for Research (BPUPKI) on Pancasila. He said that the Indonesian state that we were
going to establish needed a Weltanschauung or the Nation's Way of Life.
Then he elaborated the view which he called Pancasila. Bung Karno stated
that the country we founded must be based on nationalism, but the nationalism that
we build must be nationalism that grows in the garden of internationalism, not narrow
and chauvinist nationalism. Rather, it is nationalism that is just and civilized. In
addition, the nationalism that we build must uphold democracy and democracy, not
dictatorial nationalism, because the nation's sovereignty must be in the hands of the
people and also nationalism that prioritizes high welfare for all Indonesian people
accompanied by social justice that makes the people always loyal to the state and
nation.
Indonesian nationalism with the belief in God Almighty, not atheist or secular
nationalism means nationalism that upholds moral life according to the teachings of
religions that exist in human life.
The BPUPKI session accepted and agreed with Bung Karno's views. When
later the Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI) formulated
Pancasila, several other terms and different structures were used from those proposed
by Bung Karno on June 1, 1945, but the meaning remained the same. The word
nationalism was replaced with Indonesian Unity, internationalism with just and
civilized humanity. In the composition of Pancasila, Belief in the One and Only God
becomes the First Precept, Just and Civilized Humanity, Second Precept, Indonesian
Unity, Third Precept, Fourth Precept is Democracy led by Wisdom Wisdom in
Deliberation/Representation and Social Justice for all Indonesian People, Fifth
Precept.
The Pancasila State Foundation is the foundation of every aspect of the life of
the Republic of Indonesia and its people. Indonesian nationalism will be strong in
ensuring the survival of the nation and achieving the nation's National Goals as long
as it is based on the Basic Pancasila of the State.

C. The State of Indonesian Nationalism


It is a fact that Indonesian Nationalism today is in reality far from satisfactory.
This was not always the case and Indonesian Nationalism was once strong and strong.
With strong nationalism, the Indonesian nation won its independence and established
the Republic of Indonesia, which is recognized by all nations in the world. That the
current situation is not good is the result of the developments that occurred during the
Indonesian nation's independence. After the Republic of Indonesia was firmly
established in 1951, the national leadership had to consolidate inwardly to establish
Pancasila as the State Foundation of the Republic of Indonesia, because the majority
of the people did not understand properly about Pancasila. In addition, in the struggle
for independence, there were quite a number of Indonesians who sided with the
Dutch and many more were half-hearted.
Bung Karno as President of the Republic of Indonesia first spoke about the
need for nation and character building, but in reality it was never done seriously,
aside from not paying attention to the welfare of the people and placing too much
emphasis on political struggle in the international arena. Therefore, the understanding
of Pancasila which is not deep and widespread, plus the decreasing welfare of the
people makes the maintenance of nationalism less. During the leadership of President
Soeharto as the 2nd President of the Republic of Indonesia, progress was first
achieved when the welfare of the people improved and Pancasila was expanded in
understanding through Upgrading the Understanding and Practice of Pancasila.
Unfortunately, the good start was loosened when Pak Harto's leadership focused on
nepotistic interests. In addition, economic development is strongly influenced by the
IMF and the World Bank, which carry neo-liberalism. As a result, the gap between
the rich and the poor is widening. People's attitudes are increasingly oriented towards
individualism and materialism, on money and objects. Corruption began to spread in
various aspects of life. Indonesia's natural resources, which have high potential, are
increasingly being controlled by foreign parties, while the Indonesian people
themselves are not enjoying the benefits. As a result, it is increasingly difficult for the
people to be proud of their country and nation.
Then came the Reformation period, which instead of making Pancasila a
reality on Indonesian soil, it actually eliminated the role and meaning of Pancasila in
the life of the nation. The 1945 Constitution was amended 4 times which made the
constitution contradictory between the Preamble which contained the Basic State and
the Body which was full of articles that contradicted Pancasila. The economy is
increasingly dominated by neo-liberalism, which boasts of macro progress such as
growth of 6% a year, but ignores the fact that poverty is still and increasingly
ensnares the lives of many people. So if now Indonesian Nationalism is not strong
enough, it is the result of less credible Leadership and ineffective National
Management. Indonesia is rich in brilliant theories and concepts, including Pancasila,
but is very weak in the consistent and effective implementation of these brilliant
theories and concepts. Great leaders have a lot of discourse, but unfortunately most of
them stay on mere discourse and do not have reality.
Therefore, to make Indonesian Nationalism tough and strong again, the
following conditions must be met:
1. Improvement and improvement of leadership quality at all levels and aspects of the
nation's life, accompanied by the implementation of effective management.
2. Leadership that recognizes the need for Pancasila to become a reality in the life of
the Indonesian nation and sincerely carries out various efforts for it.
Thus the great national potential and high value in Natural Resources (SDA),
Human Resources (HR) and other potentials will provide effective and tangible
benefits for the lives of many people so that the people will prosper and the country
will be strong and Indonesian Nationalism will be tougher than ever.
Implementasi Nilai Pancasila Dalam Membenagun Semangat Nasionalisme

Sila Ke I : Ketuhanan yang Maha Esa


 Kebebasan dalam memilih agama dan menjalankannya
Hendaknya setiap individu saling menghormati antara agama yang satu
dengan yang lainnya, misalnya :
1. Jika umat islam sedang merayakan ibadah hari raya idul fitri, sebaiknya
umat yang lain tidak mengganggu ibadahnya
2. Tidak melarang umat islam untuk mengenakan jilbab pada suatu tempat.
Dengan demikian, rasa nasionalis akan terpupuk dalam diri bangsa Indonesia.

Sila ke 2 : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


 Mengamalkan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Sila ke dua dari pancasila dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari dengan cara menanamkan dan memberi rasa cinta kepada bangsa, antar
individu, masyarakat dan lingkungan, misalnya dengan melakukan hal berikut
:
1. Peduli terhadap sesama, saling membantu jika ada teman atau tetangga
yang kesulitan.
2. Membantu korban bencana alam baik dengan dana maupun tenaga.
3. Memiliki etika dan sopan santun yang baik terhadap semua orang.

Sila Ke 3 : Persatuan Indonesia


 Sila ke tiga dari pancasila dapat diamalkan jika masyarakat menyadari bahwa
manusia itu berada dalam keragaman dan golongan-golongan yang berbeda
dan mempunyai keinginan untuk hidup bersama.
 Sila ke tiga dapat diimplementasikan dengan cara-cara berikut ini :
1. Bergotong royong dalam menyelesaikan suatu masalah, misalnya gotong
royong memperbaiki jalan yang rusak atau bergotong royong
membersihkan lingkungan.
2. Saling melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, hal ini
dapat dilakukan dari berbagai profesi, misalnya tentara yang melindungi
rakyat dari serangan musuh, pegawai BPS yang membangun Indonesia
dengan data-data yang dihasilkan, atau dokter yang mengobati pasiennya.
3. Tidak Membedakan masyarakat berdasarkan etnis, agama dan
kebudayaannya serta saling menjunjung tinggi rasa persaudaraan.

Sila ke 4 : Kemusyawaratan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan
Negara Menjamin Demokrasi
 Di Indonesia cara mengimplementasikan sila ke empat yaitu dengan cara
bermusyawarah untuk memutuskan suatu hal yang menyangkut kepentingan
banyak orang.
 Setiap orang berhak untuk memberi pendapat, saran, masukan, serta memilih
wakil rakyat. Dengan cara memberikan suara untuk memilih wakil rakyat,
maka artinya individu tersebut sudah mengamalkan sila ke empat dan turut
berdemokrasi.

Sila ke 5 : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


 Menghormati Hak-Hak Orang Lain
1. Implementasi sila ke lima dari pancasila bisa dilakukan dengan cara
menghormati hak-hak orang lain dan berlaku adil agar terpupuk rasa
nasionalisme, misalnya pimpinan berlaku adil terhadap bawahannya dalam
hal pemberian gaji dan memberikan tugas secara adil terhadap bawahannya
atau seorang hakim yang memberikan hukuman seadil-adilnya kepada para
narapidana.
2. Memberikan peluang kepada orang lain dalam mencapai hak dan tidak
menghalang-halanginya.
LEMBAR ASISTENSI
MATA KULIAH NASIONALISME TAHUN 2021

Nama Praktikan : Fahrudin


NIM : 201003222011377
Fakultas : Teknik
Program Studi : Teknik Sipil
NO.HP : 085645276781

NO TANGGAL KETERANGAN PARAF

Dosen Pembimbing Asisten Pembimbing

Drs.Resti Dwiyantoro,MA Ryan Angga Kusuma S.Pd MM

Anda mungkin juga menyukai