Anda di halaman 1dari 270

11135

REUMATOLOGI

lntroduksi_Reumatologi Artritis Reumatoid 3130 Artritis Septik 3233


3063
Artritis Reumatoid Juvenil Osteomielitis 3243
Penerapan Evidence- (Artritis ldio-Patik Juvenil/
Based Medicine Dalam Artritis Kronis Juvenil) 3151 Sindrom Vaskulitis 3254
Bidang Reumatologi
Sindrom Sjogren 3160 Sklerosis Sistemik 3277
3070
Spondilitis Ankilosa 3167 Neoplasma Tulang don
Metrologi dalam Bidang
Sendi 3287
Reumatologi 3075
Artritis Psoriatik 3173
Opioid, Anti Depresan
Struktur Sendi, Otot,
Reactive Arthritis 3176 dan Anti Konvulsan
Saraf dan Endotel
pada Terapi Nyeri 3291
Vaskular 3080 Hiperurisemia 3179
Gangguan
lmunogenetika Penyakit Artritis Pirai (Artritis Gout) Muskuloskeletal Akibot
Reumatik 3093 3185 Kerja 3296
Artrosentesis don Analisis Kristal Artropati Non Sindrom Fibrosis 3300
Cairan Sendi 3099 Gout 3190
Obat Anti lnflomasi
Pemeriksaan Osteoartritis 31 97 Nonsteroid 3308
C-Reactive Protein,
Faktor Reumatoid , Reumatik Ekstraartikular Terapi Kortikosteroid di
Autoantibodi dan 3210 Bidang Reumatologi
Komplemen 3105 3315
Nyeri Spinal 3217
Nyeri 3115 Disease Modifying Anti
Fibromialgia dan Nyeri
Rheumatic Drugs
Nyeri Tulang 3127 Miofasial 3227
(DMARD) 3319
Agen Biologik dalam
Terapi Penyakit Reumatik
3325

llMU PENYAKIT DAlAM Edisi VI 2014


403
INTRODUKSI REUMATOLOGI
A.R. Nasution, Sumariyono

PENDAHULUAN banyaknya orang yang berumur lebih dari 50 tahun


pada tahun 2020. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan
Reumatologi merupakan ilmu yang relatif muda di dan WHO pada 30 Nopember 1999 telah mencanangkan
Indonesia dibandingkan dengan sejawatnya llmu Bedah suatu ajakan 10 tahun baru yang disebut Bone and Joint
Ortopedi. lstilah reumatologi pertama kali diperkenalkan Decade. Ajakan tersebut menghimbau pemerintah di
oleh Joseph I Hollander dalam buku ajar yang terbit seluruh dunia untuk segera mengambil langkah-langkah
tahun 1949. Dalam berbagai buku kuno penyakit reumatik dan bekerjasama dengan organisasi - organisasi untuk
jarang didiagnosis secara jelas seperti sekarang. Sebagai penyakit muskuloskeletal, profesi kesehatan di tingkat
contoh William Heberden tahun 1802 menggunakan istilah nasional maupun internasional untuk pencegahan dan
rheumatism untuk beragam keluhan nyeri pada send i penatalaksanaan penyakit muskuloskeletal. Di Indonesia
tan pa membedakan jenisnya. pencanangan Bone and Joint Decade dilakukan pada
Salah satu tonggak penting dalam perkembangan tanggal 7 Oktober tahun 2000 oleh Menteri Kesehatan
reumatologi adalah berdirinya International League dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia dr. Achmad
Against Reumatism (ILAR) pada tahun 1928. Pada tahun Sujudi, bersamaan dengan Temu llmiah Reumatologi ke
1953 ILAR memutuskan bahwa reumatologi adalah salah Ill di Jakarta.
satu cabang llmu Penyakit Dalam. Reumatologi adalah Banyak kemajuan reumatologi di dunia termasuk di
ilmu yang mempelajari penyakit sendi, termasuk penyakit Indonesia, di samping itujuga banyak permasalahan yang
artritis, fibrositis, bursitis, neuralgia dan kondisi lainya yang perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit
menimbulkan nyeri somatik dan kekakuan . Reumatologi reumatik (baik oleh masyarakat um um maupun kalangan
mencakup penyakit autoimun, artritis dan kelainan medis), diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit,
muskuloskeletal. Jenis, berat dan penyebaran penyakit pencegahan kecacatan dan rehabilitasi akibat penyakit
reumatik dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti reumatik serta pend idikan di bidang reumatologi .
faktor umur, jenis kelamin, genetik dan faktor lingkungan.
Saat ini telah dikenal lebih dari 110 jenis penyakit reumatik
yang sering menunjukkan gambaran klinik yang hampir EPIDEMIOLOGI DAN MASALAH PENYAKIT
sama . Dari sekian banyak penyakit reumatik ini yang REUMATIK DI INDONESIA
banyak dijumpai adalah osteoartritis, artritis reumatoid,
artritis gout, osteoporosis, spondioloartropati seronegatif, Osteoa rtritis
lupus eritematosus sistemik, serta penyakit reumatik Osteoartritis (OA) adalah sekelornpok penyakit yang
jaringan lunak. overlap dengan etiologi yang mungkin berbeda -beda,
Pelayanan kesehatan di seluruh dunia akan menghadapi namun mengakibatkan kelainan bilologis, morfologis
tekanan biaya yang berat pad a 10-20 tahun mendatang, dan gambaran klinis yang sama. Proses penyakitnya tidak
karena peningkatan yang luar biasa orang yang terkena hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai
penyakit muskuloskeletal. Organisasi kesehatan sedunia seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum,
(WHO) menyatakan bahwa beberapa juta orang telah kapsul danjaringan sinovial sertajaringan ikat periartikular.
menderita karena penyakit sendi dan tulang, dan angka Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak
tersebut diperhitungkan akan meningkat tajam karena di jumpai dan prevalensinya semakin meningkat dengan
3064 REUMATOLOGI

bertambahnya usia. Masalah osteoartritis di Indonesia karakteristik AR karena gambaran karakteristik AR


tampaknya lebih besar dibandingkan negara barat kalau berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah
melihat tingginya prevalensi penyakit osteoartritis di terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat.
Malang . Lebih dari 85 % pasien osteoartritis tersebut Diagnosis AR hingga saat ini masih mengacu pada kriteria
terganggu aktivitasnya terutama untuk kegiatan jongkok, diagnosis menurut ACR tahun 1987, tetapi di Indonesia
naik tangga dan berjalan. Arti dari gangguan jongkok dan gejala klinis nodul reumatoid sangat jarang dijumpai .
menekuk lutut sangat penting bagi pasien osteoartritis di Berdasarkan hal ini perlu dipikirkan untuk membuat
Indonesia oleh karena banyak kegiatan sehari-hari yang kriteria diagnosis AR versi Indonesia pada masa yang
tergantung kegiatan ini khususnya Sholat dan buang air akan datang berdasarkan data pola klinis AR di Indonesia.
besar. Kerugian tersebut sulit diukur dengan materi . Artritis reumatoid sering mengenai penduduk pada usia
Pemahaman yang lebih baik mengenai patogenesis produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi
osteoartritis (OA) akhir-akhir ini diperoleh antara lain yang besar.
berkat meningkatnya pengetahuan mengenai biokimia
dan biologi molekular rawan sendi. Dengan demikian Gout
diharapkan kita dapat mengelola pasien OA dengan lebih Gout adalah sekelompok penyakit yang terjadi akibat
tepat dan lebih aman. deposit kristal monosodium urat di jaringan. Deposit ini
Perlu dipahami bahwa penyebab nyeri yang terjadi berasal dari cairan ekstra selular yang sudah mengalami
pada OA bersifat multifaktorial. Nyeri dapat bersumber supersarurasi dari hasil akhir metabolisme purin yaitu
dari regangan serabut syaraf periosteum, hipertensi intra asam urat.
osseous, regangan kapsul sendi, hipertensi intra-artikular, Prevalensi gout di Eropa dan Amerika Utara hampir
regangan ligament, mikrofraktur tu lang subkondral, sama yaitu 0.30% dan 0.27%, sedang pada populasi Asia
entesopati, bursitis dan spasme otot. Dengan demikian Tenggara dan New Zaeland prevalensinya lebih tinggi.
penting difahami, bahwa walaupun belum ada obat yang Lebih dari 90% serangan gout primer terjadi pada laki-laki,
dapat menyembuhkan OA saat ini, namun terdapat berbagai sedang pada wanita jarang terjadi sebelum menopause.
cara untuk mengurang i nyeri dengan memperhatikan Manifestasi klinik gout meliputi artritis gout, tofus, batu
kemungkinan sumber nyerinya, memperbaiki mobilitas asam urat saluran kemih dan nefropati gout. Tiga stadium
dan meningkatkan kwalitas hidup. klasik perjalanan alamiah artritis gout adalah artritis gout
akut, gout interkritikal dan gout kronik bertofus.
Artritis Reumatoid (AR) Artritis gout atau lebih umum di masyarakat disebut
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun
dengan istilah sakit asam urat, selama ini banyak terjadi
yang ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan mispersepsi yaitu bahwa hampir semua keluhan reumatik
pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan yang berupa nyeri, kaku dan bengkak sendi dianggap
ekstraartikular. Sebagian besar kasus perjalananya kronik sebagai kelainan akibat asam urat atau artritis gout.
fluktuatif yang mengakibatkan kerusakan sendi yang Bahkan sejumlah kalangan medis ada yang masih memiliki
progresif, kecacatan dan bahkan kematian dini. persepsi yang sama dengan sebagian besar masyarakat
Prevalensi dan insidensi penyakit ini bervariasi antara tersebut . Selain itu , pemberian obat penurun asam
populasi satu dengan lainya, di Amerika Serikat, kanada urat juga masih perlu mendapat perhatian lebih, agar
dan beberapa daerah di Ero pa prevalensi AR sekitar 1% pemberian obat tersebut dapat lebih tepat sehingga akan
pada kaukasia dewasa. Di Indonesia dari hasil penelitian memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien.
di Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun
didapatkan prevalensi AR 0.5% di daerah Kotamadya Lupus Eritematosus Sistemik
dan 0.6% di daerah Kabupaten . Di Poliklinik Reumatologi Lupus eritematosus sistemik atau lebih dikenal dengan
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 nama systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan
kasus baru artritis reumatoid merupakan 4.1 % dari seluruh penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum diketahui
kasus baru . etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta
Dampak penting dari AR adalah kerusakan sendi dan berbagai perjalanan klinis dan prognosisnya. Penyakit ini
kecacatan . Kerusakan sendi pada AR terjadi terutama ditandai oleh adanya periode remisi dan episode serangan
dalam 2 tahun pertama perjalanan penyakit. Kerusakan ini akut dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan
bisa dicegah atau dikurangi dengan pemberian DMARD, dengan berbagai organ yang terlibat. SLE merupakan
sehingga diagnosis dini dan terapi agresif sangat penting penyakit yang kompleks dan terutama menyerang
untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien AR. wanita pada usia reproduksi . Fakto r genetik, imunologik
Pada sisi lain diagnosis dini sering menghadapi kendala dan hormonal serta lingkungan berperan dalam proses
yaitu pada masa dini sering belum didapatkan gambaran patofisiologi penyakit SLE.
INTRODUKSI REUMATOLOGI 3065

Prevalensi SLE di Amerika adalah 1:1.000 dengan negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada survey
rasio jender wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Data tahun kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk
2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta, didapatkan yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%,
1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poli klinik meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971 . Dengan
Reumatologi . Belum terdapat data epidem iolog i yang demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya,
mencakup semua wilayah Indonesia, namun insidensi SLE terutama fraktur diperkirakan jug a akan meningkat. Pad a
dilaporkan cukup tinggi di Palembang. Meskipun relatif studi epidemiologi yang dilakukan di Bandungan, Jawa
jarang, penyakit ini menimbulkan masalah tersendiri Tengah, ternyata jumlah pasien osteoporosis meningkat
karena seringkali mengenai wanita pada usia produktif secara bermakna setelah usia 45 tahun, terutama pada
dengan prognosis yang kurang baik . Kesintasannya wanita. Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan
(survival) SLE berkisar antara 85 % dalam kurun waktu bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34
10 tahun pertama dan 65% setelah 20 tahun menderita tahun dan rata - rata kehilangan massa tulang pasca
SLE . Mortalitas akibat penyakit SLE ini 3 kali lebih menopause adalah 1,4%/tahun. Penelitian yang dilakukan
tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahun-tahun di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor risiko
pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas osteoporosis meliputi umur, lamanya menopause dan
penyakit dan infeksi, sedangkan dalam jangka panjang kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya
berkaitan dengan penyakit vaskular ateroslerotik. Kalim adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan
H dan Kusworini H (1996) melaporkan bahwa meskipun lebih/obesitas dan latihan yang teratur.
gambaran klinis dan penyebab kematian pasien LES di Berbagai problem yang cukup prinsipiil masih
Malang tidak berbeda dengan pasien Kaukasia (kulit putih), harus dihadapi oleh Indonesia dalam penatalaksanaan
hara pan hid up pasien-pasien tersebut nyata lebih rendah osteoporosis yang optimal, seperti tidak meratanya alat
yaitu 67,5% 5 tahun dan 48,65% hara pan hidup 10 tahun. pemeriksaan densitas massa tulang (DEXA), mahalnya
Faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan dan pemeriksaan biokimia tulang dan belum adanya
penghasilan dipandang berperan penting pada timbulnya pengobatan standard untuk osteoporosis di Indonesia.
perbedaan harapan hidup pasien LES. Meskipun demikian
latar belakang genetik (ras) perlu diperhatikan. Kusworini
H (2000) melaporkan bahwa alel kerentanan untuk MASALAH PENYAKIT REUMATIK SEBAGAI
timbulnya LES pada populasi Indonesia ialah HLA-DR 2 PENYEBAB KETIDAKMAMPUAN
yang ternyata sama dengan yang dilaporkan pada Cina
(ras Mongoloid) dan Afro-Amerika (ras Negroid). Telah Dua jenis ketidakmampuan timbul dari penyakit
diketahui bahwa hara pan hidup pasien LES Cina dan Afro- reumatik . Ketidak mampuan fisik mengakibatkan
Amerika tersebut lebih buruk dari pada ras Kaukasoid, gangguan pada fungsi muskoloskeletal dasar seperti;
dengan alel kerentanan HLA-DR3. Dalam kaitan dengan membungkuk, mengangkat, berjalan dan menggenggam.
LES, orang-orang dengan alel HLA DR2 diduga mempunyai Ketidakmampuan sosial menunjuk pada aktivitas sosial
respons imun yang lebih patogenik dari pada orang-orang yang lebih tinggi seperti makan, memakai baju, pergi ke
dengan alel HLA-DR3. Apakah hal ini bahwa secara genetik pasar dan interaksi dengan orang lain. Penyakit reumatik
pasien lebih rentan terhadap LES, masih perlu penelitian pertama-tama menyebabkan gangguan fungsi fisik
lebih lanjut. Bagaimana interaksi latar belakang genetik yang kemudian menyebabkan gangguan fungsi sosial.
tersebut dengan faktor sosial ekonomi dalam menentukan Osteoartritis atau reumatisme merupakan penyebab paling
hara pan tetap hidup, juga perlu diteliti. sering dari ketidakmampuan di Amerika Serikat.
Ketidak mampuan kerja merupakan bagian terbesar
Osteoporosis dari beaya tak langsung dari penyakit reumatik. Telah
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditan- ditunjukkan bahwa ketidakmampuan kerja timbul dengan
dai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan cepat pada pasien artritis reumatoid (AR). Kerusakan sendi
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan yang memburuk timbul dalam 2 tahun setelah onset
mud ah patah. Pada tahun 2001 , National Institute of Health penyakit pada 50% pasien. Keadaan ini disusul dengan
(NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penurunan fungsional yang nyata dan ditunjukkan oleh
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised ketidakmampuan kerja. Sulit sekali dan hampirtak mungkin
bone strength sehingga tulang mudah patah. untuk menghitung nilai uang dari hambatan-hambatan
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka tersebut (Sharma, Fellson, 1998). Beberapa penelitian
berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk telah melihat akibat non -moneter dari penyakit reumatik.
osteoporosis akan menjadi problem muskuloskeletal Secara keseluruhan, hal itu disebut dengan hambatan
yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara - aktivitas. Hasil penelitian di Malang menunjukkan bahwa
3066 REUMATOLOGI

cukup banyak orang yang tak dapat aktif karena penyakit MASALAH PENATALAKSANAAN PENYAKIT
reumatik (Tabel 1). REUMATIK
Dari daftar National Health Interview Study, 1984
ditemukan bahwa 2,8% dari 38 juta (15% penduduk Penatalaksanaan penyakit reumatik merupakan upaya
Amerika Serikat) dengan artritis terhambat aktivitasnya. jangka panjang yang memerlukan pengertian dan
Artritis menjadi alasan utama hambatan artritis pada usia kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarganya.
di atas 50 tahun. Fibrositis dan SLE juga mengakibatkan Banyak pasien (dan juga dokter) kurang memahami hal
hambatan aktivitas yang lebih tinggi. ini sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan
pasien reumatik yang berobat. Selain itu sering dokter
tidak memberikan penjelasan yang cukup kepada pasien.
label 1. Ketidakmampuan Kerja Karena Penyakit Keadaan tersebut mungkin merupakan faktor penting
Reumatik di Masyarakat Malang yang berkaitan dengan banyaknya pasien yang mengobati
Kotamadya Ka bu paten sendiri penyakit reumatiknya dengan menggunakan obat
Pria yang kurang tepat atau campur-campur.
Jumlah 374 483
Jumlah dengan penyakit 198 (52.9%) 193 (43.1%)
reumatik MASALAH EFEKSAMPING OBAT ANTI REUMATIK
Jumlah tak dapat aktif 25 (6.7%) 21 (4.3%) NON-STEROID (OAINS)
Wanita
Jumlah 391 495 Banyaknya pasien yang mengobati sendiri penyakit
Jumlah dengan penyakit 219 (56.0%) 219 (45.5%) reumatiknya dapat menimbulkan efek samping yang
reumatik
serius. Di Indonesia dan Philipina, kebanyakan pasien
Jumlah tak dapat aktif 31 (7.9%) 35 (7.1%)
dengan keluhan ringan tidak berobat ke dokter, didiagnosis
dan diobati oleh tenaga kesehatan yang relatif kurang
berpengalaman. (WHO 1992).
label 2. Cara Pengobatan yang Dilakukan oleh Penekanan dari pendidikan masyarakat mengenai
Penderita Reumatik di Masyarakat Malang
penyakit reumatik ialah pada pemakaian obat, pengenalan
Cara pengobatan Kotamadya Ka bu paten penyakit-penyakit yang sering dijumpai dan faktor-faktor
1. Pengobatan sendiri 59.5% 64.5% risiko yang berperan. Harus disadari oleh pasien bahwa
Obat campur-campur 19.6% 13.8% walaupun reumatik menimbulkan nyeri yang dapat hebat
Jamu 26.3% 42.4% sekali, sebagian besar tidak berkaitan dengan kematian .
Obat dan jamu 21.3% 15.6% Dalam hal seperti itu maka penggunaan obat yang dapat
2. Pergi ke dokter 26.6% 16.6% menimbulkan risiko tinggi sedapat mungkin dihindari.
3. Berobat ke bukan dokter 13.9% 18.9% Salah satu efek samping yang serius dari obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) adalah perdarahan saluran
cerna. Risiko tersebiut akan semakin besar dengan semakin
Besarnya masalah penyakit reumatik di seluruh dunia
tingginya dosis, pemakaian campuran dan tingginya usia
dapat di dilihat dari data-data di bawah :
pasien. Tidak jarang dijumpai pasien reumatik (biasanya
1. Di seluruh dunia penyakit sendi merupakan separuh
orang tua) masuk rumah sakit bukan karena penyakit
dari semua penyakit menahun pada orang-orang di
reumatiknya tetapi karena efek samping obat atau jamu
atas 60 tahun.
anti reumatik yang diminumnya. Risiko tertinggi kematian
2. Osteoartritis dengan nyeri yang nyata dijumpai pada
akibat perdarahan saluran cerna tersebut adalah pada
25% masyarakat dengan usia di atas 60 tahun di
orang tua, pasien yang memakai banyak obat dan pasien
Amerika Serikat
dengan penyakit lain (misalnya ginjal dan hati).
3. Nyeri pinggang merupakan penyebab hambatan
aktivitas yang paling sering pada usia muda dan
pertengahan, menjadi salah satu penyebab yang
MASALAH BEBAN SOSIAL EKONOMI PENYAKIT
paling sering untuk pergi ke dokter dari masyarakat
REUMATIK
kerja (Editorial, 2000).

Hasil di atas sesuai dengan hasil penelitian di berbagai Melihat pada tingginya prevalensi , banyaknya
negara yang menunjukkan bahwa penyakit reumatik ketidakmampuan dan turunya produktivitas karena
merupakan penyakit dan penyebab ketidak mampuan penyakit reumatik, maka dapat dimaklumijika dilaporkan
yang paling besar (Chaia dkk, 1998). bahwa beban ekonomi (nasional maupun pribadi) penyakit
INTRODUKSI REUMATOLOGI 3067

reumatik adalah tingg i. Beban ekonomi dibagi menjadi 2 Kegiatan di bidang ini meliputi pelatihan untuk tenaga
komponen utama. Beban langsung menunjuk padajumlah kesehatan yang terpadu secara nasional, merancang
uang yang diperlukan untuk mengobati penyakit, sedang jaringan kerja sama, meningkatkan kesadaran
beban tak langsung menunjuk pada hilangnya produktivitas masyarakat, membentuk badan-badan penasehat,
karena morbiditas dan mortalitas. Hasil penelitian di negara- mengkoordinasikan aktivitas secara nasional dan uji
negara maju menunjukkan bahwa beban sosial-ekonom i coba usaha-usaha intervensi.
(baik bagi negara maupun pasien) penyakit reumatik adalah b. Memperbaiki sistem dan kebijakan kesehatan.
besar sekali. Besarnya beban tersebut timbul dari tingginya Melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi
prevalensi penyakit reumatik, lamanya pengobatan yang kesehatan yang berkecimpung di bidang reumatologi,
diperlukan dan efek samping obat, ketidakmampuan pasien dilakukan upaya-upaya perbaikan kebijakan dan
dan penurunan aktivitas atau jam kerja. sistem kesehatan yang seimbang . Tujuan utama
Besarnya beban sosial -ekonomi penyakit khususnya upaya ini ialah meningkatkan pelayanan kesehatan
penyakit reumatik sampai sekarang belum diteliti dengan pasien penyakit reumatik, menyebar luaskan upaya
baik di Indonesia, akan tetapi , beban tersebut dapat menolong sendiri pasien penyakit reumatik dengan
diperkirakan dengan melihat data di atas dan juga data merancang pendidikan menolong sendiri (self-help)
dari lnggris (Moll, 1987,) maupun negara -negara lain. pada penatalaksanaan reumatik sehari-hari, dan
menunjang program aktivitas fisik yang bermanfaat
untuk pasien reumatik .
UPAYA MENGATASI MASALAH PENYAKIT
REUMATIK DI INDONESIA
PERBAIKAN KURIKULUM PENDIDIKAN DOKTER
Masalah penyakit reumatik pada masa mendatang jelas YANG MENYANGKUT REUMATOLOGI
akan semakin meningkat karena :
1. Bertambahnya jumlah orang tua , urbanisasi , Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan dokter umum
peningkatan industri dan pencemaran lingkungan maupun ahli penyakit dalam sangat penting untuk segera
yang akan meningkatkan prevalensi penyakit reumatik. dilakukan. Kebutuhan ini tak hanya timbul di Indonesia,
2. Tuntutan akan pelayanan yang lebih baik dari akan tetapi jug a di negara-negara lain, oleh karena ternyata
masyarakat karena tingkat pendidikan dan kesadaran porsi yang diberikan untuk penyakit reumatik di berbagai
yang makin tinggi . fakultas kedokteran maupun di pendidikan ahli penyakit
3. Harga obat-obatan dan prosedur diagnostik yang dalam sangat tak memadai . Jam kuliah dan lamanya
semakin mahal karena datangnya obat-obat baru dan pelatihan hendaknya dikoreksi sehingga dapat sesuai
alat-alat canggih yang lebih baik. dengan kenyataan bahwa penyakit reumatik merupakan
4. Globalisasi di bidang kesehatan yang akan memaksa salah satu penyakit yang tersering dan dijumpai di mana-
dokter-dokter di Indonesia mengembangkan mana (Dequeker & Raskar, 1998). Dengan perubahan
kemampuanya sendiri untuk dapat bersaing dengan termaksud, maka hasil pendidikan dokter di masa depan
dokter-dokter dari luar negeri. dapat menjawab tantangan kesehatan, sesuai yang banyak
diharapkan oleh ahli kesehatan (Towle, 1998).
Berdasarkan ha I-ha I tersebut di atas jelas terlihat bahwa
Pentingnya pendidikan reumatologi dibicarakan
upaya mengatasi masalah penyakit reumatik merupakan
dengan mendalam pada suatu simposium liga anti
kebutuhan yang nyata yang harus dipikirkan mulai sekarang.
reumatik Eropa (EULAR) pada 1987. Pada saat itu beberapa
Upaya ini merupakan usaha yang terus menerus dengan
fakultas kedokteran di Eropa masih belum memberikan
tujuan pokok untuk pencegahan dan penatalaksanaan
pengajaran reumatologi , tapi pemeriksaan sistem
penyakit reumatik yang sebaik-baiknya . Supaya usaha
lokomotor telah masuk ke dalam kurikulum pendidikan
tersebut dapat berhasil, maka perlu adanya program terpadu
dokter. Di Australia, hasil-hasil terakhir telah menunjukkan
secara nasional mengenai penyakit reumatik.
bahwa lebih dari setengah mahasiswa kedokteran
tak cukup mendapat pendidikan reumatologi. Secara
keseluruhan, pendidikan dokter di fakultas kedokteran
PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN DAN
kurang menekankan pentingnya penyakit sendi, meskipun
SISTEM YANG MEMUNGKINKAN PENINGKATAN
pada kenyataannya, lebih dari 20% dari pasien di tempat
KUALITAS HIDUP PASIEN REUMATIK DAN UPAYA-
praktek adalah penyakit reumatik (WHO, 1992).
UPAYA PENCEGAHAN
Sistem pendidikan ahli penyakit dalam di Indonesia
pada saat ini juga menunjukkan kurangnya perhatian
a. Menyusun program penanganan penyakit reumatik
terhadap penyakit reumatik . Keberadaan sub bagian
yang terpadu .
3068 REUMATOLOGI

reumatologi dalam pusat pendidikan ahli penyakit dalam tetapi, sebenarnya banyak upaya yang dapat dilakukan
merupakan suatu keharusan . Sebelum ini as isten yang untuk mencegah atau mengurang i nyeri dan ketidak-
menempuh pendidikan penyakit dalam tak diharuskan mampuan karena penyakit reumatik. Misalnya, osteoartritis
bekerja di sub bagian tersebut. Jika kita ingin memperbaiki lutut dapat dicegah dengan mengurangi kegemukan dan
pelayanan pasien reumatik, maka sub bagian ini harus mencegah pekerjaan berat dan cedera olah raga. Nyeri
lebih diperhatikan (Nasution, 1988). dan ketidakmampuan yang menyertai penyakit reumatik
dapat dikurangi dengan diagnosis awal, penatalaksanaan
yang baik, termasuk mengontrol berat badan/aktivitas
PENELITIAN-PENELITIAN UNTUK PENCATATAN fisik, terapi fisik, dan operasi penggantian sendi kalau
PASIEN, EPIDEMIOLOGI DAN TINDAKAN PEN- diperlukan.
CEGAHAN YANG BERTUJUAN UNTUK MEM-
PERKUAT DASAR ILMIAH Klarifikasi Pentingnya Peran Nutrisi dan Aktivitas
Fisik yang Baik.
Penelitian Epidemiologik untuk Menetapkan Perlu dilakukan penelitian -penel itian untuk mengetahui
Besarnya Masalah Penyakit Reumatik peran aktivitas fisik dalam mencegah atau mengurangi efek
lnformasi tentang prevalensi dan kecenderungan penyakit reumatik . Hal ini penting, khususnya osteoartritis
penyakit reumatik sangat penting untuk merangsang lutut yang lebih sering timbul pada kegemu kan. Nutrisi
dan inplementasi program -program pencegahan . Dalam yang baik dan olah raga merupakan faktor yang perlu
survei kesehatan rumah ke rumah perlu ditambahkan dalam menjaga berat badan yang ideal. Latihan fis ik yang
hal-hal yang mencakup penyakit reumatik . Dalam kaitan baik jug a penting untuk menjaga kesehatan sendi.
dengan penelitian epidemiologi, maka perlu diperhatikan
peran keadaan sosial, kesesuaian kriteria diagnosis yang Evaluasi Strategi lntervensi
digunakan dan pandangan penyakit reumatik sebagai Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengembangkan
penyakit kerja (Bernard dan Fries, 1997). Di antara dan menilai efektivitas program pendidikan pasien dan
golongan sosial yang lebih rendah ternyata lebih sering masyarakat tentang penyakit reumatik dalam kerangka
dijumpai keluhan yang lebih berat. Di samping itu juga layanan terpadu .
terdapat lebih sering penyakit reumatik , kecuali gout
dan anklosing spondylitis (Adebayo, 1991 ). Prevalensi
beberapa penyakit yang lebih tinggi di pedesaan mungkin PENDi Di KAN MASYARAKATUNTUKMENINGKAT-
dapat dijelaskan karena perbedaan golongan sosial. KAN KESA DA RAN DAN M EM BERi KAN INFORMASI
Misalnya, terdapat bukti -bukti bahwa gout sering dijumpai YANG AKURAT TENTANG PENYAKIT REUMATIK.
pada masyarakat desa dari pada masyarakat kota yang
sebanding dan di Indonesia lebih sering dijumpai pada Peran masyarakat adalah penting oleh karena penyakit
suku tertentu (Padang, 1997; Tehupeiory, 1992). reumatik pada umumnya me rupakan penyakit yang
Dengan penelitian epidemiologis diharapkan dapat data menahun dengan beberapa faktor risiko yang dapat di-
yang bermanfaat untuk : kendalikan. Program pend idi kan masyarakat di Indonesia
Menetapkan besarnya penyakit dan ketidakmampuan akan memperoleh dukungan ji ka masyarakat dapat segera
yang ditimbulkannya di masyarakat menikmati hasilnya. Mengingat hal itu, maka perbaikan
Dikembangkannya kriteria klasifikasi penyakit pelayanan kesehatan pada pasien penyakit reumatik
reumatik merupakan upaya pertama yang perlu segera dilaksanakan.
Menilai perjalanan penyakit alami dan prognosanya Beberapa penyakit reumatik, misalnya bursitis dan tennis
Penetapan faktor-faktor etiologi yang meliputi dua elbow memang dapat membaik dengan pengobatan yang
unsur yaitu genetik dan lingkungan sederhana. Akan tetapi kebanyakan penyakit reumatik
Penilaian mengenai pengaruh dan efektivitas usaha- memerlukan penanganan yang lebih baik untuk mencapai
usaha pengobatan dan pencegahan hasil yang memuaskan. Hal ini memerlukan pengetahuan
yang lebih baik dari dokter-dokter di pusat pelayanan
Tindakan untuk Menghambat Ketidakmampuan kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) maupun di Rumah
karena Penyakit Reumatik Sakit. Di rumah sakit daerah, penatalaksanaan pasien
Upaya pencegahan penyakit reumatik di masyarakat reumatik memerlukan kerjasama yang baik dari dokter-
masih terhambat karena banyaknya mitos bahwa penyakit dokter yang terlibat (seperti ahli penyakit dalam, penyakit
reumatik merupakan akibat yang tak dapat dihindarkan sa raf, fisioterapi, ahli bedah tulang dan lain -lain).
dari ketuaan . Akibatnya banyak pasien dan keluarganya Di beberapa negara, iklan d i kendaraan umum
yang menyerah begitu saja pada penyakit reumatik. Akan dan televisi digunakan untuk menyampaikan pesan-
INTRODUKSI REUMATOLOGI 3069

pesan mengenai penyakit reumatik. Departermen


Kesehatan telah mengeluarkan iklan-iklan kampanye
yang memperingatkan masyarakat mengenai merokok,
narkotik, alkohol dan AIDS. Kampanye serupa hendaknya
juga diberikan untuk mencegah osteoporosis dan
beberapa penyakit reumatik yang lain.

RE FE REN SI

American College of Rheumatology Ad Hoc Commitie on Clinical


Guidelines. Guidelines for the management of rheumatoid
arthritis. Arthritis Rheum 1996; 39: 713 - 31.
American College of Rheumatology Subcommittee on Rheumatoid
Arthritis Guidelines. Guidelines for the Management of
Rheumatoid Arthritis 2002 Update. Arthrits Rheum 2002;
46 : 328-346.
American College of Rheumatology 2004. Frequently asked
question.
Becker MA, Jolly M. Clinical gout and the pathogenesis of hype-
ruricemia. In: Koopman WJ, Moreland LW. Arthritis and
allied conditions a textbook of rheumatology. 11 edit. 2005:
2303 - 2339.
Combe B, Eliaou JF, Daures JP, Meyer 0, Clot J Sany J. Prognostic
factor in rheumatoid arthritis : comparative study of two
subset of patients according to severity of articular damage.
Br J rheumatol. 1995; 34: 529-34.
DarmawanJ. Rheumatic condition in the northern part of Central
Java. An epidemiological survey. 1988: 97-111.
Emery P, Breedveld FC, Dougados M, Kalden JR, Schiff MH,
Smolen JS. Early referral recomendation for newly diagnosed
rheumatoid arthritis: evidence based development of clinical
guide. Ann Rheum Dis 2002; 61: 290-7
Handono Kalim, Kusworini Handono. Masalah penyakit reumatik
di Indonesia serta upaya-upaya penanggulanganya. Temu
Ilmiah Reumatologi 2000 : 1-11.
Ikatan Reumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelolaan
systemic lupus erythematosus. 2004
IkatanReumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelolaan
osteoporosis. 2005
Ikatan Reumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelo-
laan osteoartritis. 2004
Ikatan Reumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelo-
laan artritis reumatoid. In pres.
Nasution AR, Isbagio H, Setiyohadi B. Pendekatan diagnostik
penyakit reumatik. In : Syaifoelah Noer dkk. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 1996: 43 - 61.
Nasution AR. Pidato pengukuhan guru besar : Peranan dan
perkembangan reumatologi dalam penanggulangan penyakit
muskuloskeletal di Indonesia. 1995.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network: Management of Early
Rheumatoid Arthritis. A National Clinical Guide. 2000 :
1-44.
Terkeltaub RA. Gout: epidemiologi, pathology and pathogenesis.
In : Klippel JL. Primer on the rheumatic diseases. 12 edit.
2001 : 307-m312.
404
PENERAPAN EVIDENCE-BASED MEDICINE
DALAM BIDANG REUMATOLOGI
Joewono Soeroso

PENDAHULUAN 2. Tetap mengikuti perkembangan ilmu kedokteran


3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas riset
Evidence-based medicine (EBM) adalah pendekatan pada
pengelolaan pasien yang mengaplikasikan informasi
medis dari hasil penel it ian yang paling baik dan sahih MODEL PENGELOLAAN PASIEN MENU RUT EBM
(the best evidence) . Penelitian yang baik adalah yang
dilaksanakan melalu i metode yang baik. Sesungguhnya Terdapat 3 komponen utama pada pengelolaan pas ien
lebih baik kita mengambil acuan pengelolaaan (evidence) yaitu :
pasien dari artikel asli yang berisi informasi tentang
proses bagaimana peneliti dapat menyimpulkan hasilnya. Clinical Expertise
Tugas dokter adalah memilih hasil penelitian yang terbaik Adalah tingkat kompeten si seorang dokter dalam
untuk diterapkan pada pasien, tetapi kendalanya adalah menangani pasien. Dokter harus mela kukan anamnesis
bagaimana cara memilih artikel penelitian yang baik. Disini dan pemeriksaan secara ce rmat dan sistematik untuk
EBM memberi solusi bagaimana mencari dan mengkritisi menegakkan diagnosis, memilih terapi dan menentukan
literatur penelitian yang baik, melalui telaah kritis (critical prognosis. kompetensi seorang dokter ditentukan oleh
appraisal). EBM bahkan menyediakan secara instan data fa kt or
penelitian yang didapat melalui kritisi tersebut llmu (science) yang terdiri dari:
Di negara sedang berkembang, seperti di Indonesia,
pengetahuan (ilmu kedokteran)
tingkat kesehatan masyarakat belum optimal, sedangkan
logika; sintesis dan anali sis data klinis mis; melalui
dana sektor kesehatan terbatas , sehingga perlu
problem oriented medical record (POMR)
pemanfaatan sumber dana secara efisien . EBM juga
pengalaman
digunakan di negara maju untuk menyusun konsensus
Seni yang merupakan kompos it dari :
diagnosis dan pengelolaan pasien oleh berbagai organisasi
Keyakinan (beliefs),
profesi, pedoman diagnosis dan terapi (clinical practice
pertimbangan (clinicaljudgement),
guidelines) di rumah sakit. Bahkan di lnggris dan Australia
intuisi
EBM merupakan pilar pokok dalam Clinical Governance (CG.
CG merupakan bagian utama dari National Health Service Clinical expertise merupa kan bagian yang paling
(NHS) dan akreditasi RS di negara tersebut tergantung penting dari EBM. Evidence saja tidak bisa bekerja tanpa
baik tidaknya CG. CG juga membantu meminimasi masalah clinical expertise.
mediko-legal
Evidence yang Didapatkan dari Literatur
Tujuan EBM Literatur (luar negeri) t ida k selalu sahih . Kita harus
1. Meningkatkan akurasi, efektivitas dan efisiensi dalam mengkritisi metode literatur tersebut, ji ka sahih dapat
diagnosis, terapi dan penentuan prognosis. terapkan pada pasien.
PENERAPAN EVIDENCE BASED MEDICINE DALAM BIDANG REUMATOLOGI 3071

Pilihan Pasien (patient's preferences) terus meningkat, mencapai 1 juta artikel baru setiap
Kita harus memberikan informasi klinis terbaik (tersahih) tahun
kepada pasien seperti kausa penyakit, faktor yang Para dokter sering tidak berkesempatan memperoleh
mempengaruhi kesembuhan , efektivitas obat, efek evidence, padahal ada akses.
samping obat, harga obat dan tindakan lain yang akan Pengetahuan dan kinerja dokter menurun karena
kita lakukan pada pasien. Kita perlu mengakomodasi apa pengaruh umur.
yang dikehendaki pasien. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan sering tidak
efektif.
Agar dokter tetap up to date, karena banyak literatur
terakhir yang lebih bermanfaat bagi kita dan pasien

Clinical expertise LANGKAH PELAKSANAAN EBM

a. Pilih Suatu Masalah Klinis (clinical question)


Kita mendapatkan seorang pasien dengan SLE
yang harus menggunakan kortikosteroid jangka
Patients' preference
panjang, kita tentu ingin tahu obat apa yang terbaik
Best Evidence
untuk mencegahnya osteoporosis. Kita pernah
membaca bahwa bisfosfonat misalnya Drug A bisa
mencegah osteoporosis dan mencegah fraktur akibat
osteoporosis akibat penggunaan Kortikosteroid
jangka panjang. Jadi masalah klinis kita adalah:
Gambar. 1. Model pengelolaan pasien pada EBM Apakah benar Drug A bisa mencegah timbulnya
fraktur pada pasien dengan osteoporois akibat
kortikosteroid?
MENGAPA EBM DIPERLUKAN? b. Mencari Literatur yang Sesuai dengan Masalah
Klinis
Banyak artikel penelitian (sebagi evidence) tidak
sahih Strategi
Haynes et. al. (1986), melalui kritisi pada metode Lupakan buku ajar (textbook) .
artikel penelitian (research article), melaporkan Buku ajar terbitan terakhirpun sebetulnya sudah
bahwa pada artikel yang dimuat di 4 majalah ketinggalan, karena isinya diambil dari literatur
penyakit dalam terkemuka didunia, hanya 79% 8 1-3 tahun yang lalu atau bahkan lebih . Buku ajar
yang metode dasarnya me~enuhi sya rat. Untuk juga sering tidak mencantumkan metode yang
peneltian akurasi berbagi tes diagnosik mulai menginformasikan bagaimana proses pencapaian
dari tes celup urin sampai MRI, Reid, Lachs dan hasil penelitian, sehingga kita bisa melihat sejauh
Feinstein (1995) melaporkan hanya 6% 9 yang mana kesahihan penelitian tersebut.
metodenya baik· Mengetahui tingkat kesahihan desain penelitian.
Kasus Mesin Gastric Freezing Desain penelitian mempunyai berbagai tingkat
Pada awal tahun 70an di Amerika beredar kesahihan. Makin kurang kesahihannya makin kurang
mesin gastic freezing , yaitu mesin yang dapat baik hasilnya dan mungki n tidak relevan untuk
membekukan miliu gaster sampai -10° C, dengan diterapkan pada pasien. Pengetahuan ini diperlukan
tujuan untuk terapi perdarahan lambung. Mesin untuk memahami mengapa dilakukan telaah kritis
tersebut sempat terjual 2500 unit, setelah suatu itu (Ta be I 1).
saat sebuah penelitian independen randomized
clinical trial CRCT) yang membandingkan mesin
Tabel 1. Langkah Pelaksanaan EBM
tersebut dengan terapi konvesional menemukan
bahwa mesin tersebut tidak lebih baik dari terapi a. Pilih masalah (clim~al question) yang kita hadapi pada
konvensional. Banyak kasus yang mirip dengan pasien
kasus gastric freezing tersebut yang termuat b. Cari the best evidence dari literatur yang relevan
dalam berbagai literatur dengan masalah pasien melalui telaah kritis.
Jumlah artikel penelitian di majalah kedokteran c. Terapkan the best evidence pada pasien
3072 REUMATOLOGI

Jenis penelitian tidak hanya uji klinis terapi saja tetapi Drug A therapy prevents corticosteroid induced bone
juga penelitian tentang: loss. A six months, multicenter, randomized double blind,
Penyebab atau faktor risiko penyakit (misalnya placebo controlled, parallel group study Uncles MR, Brothers
asam urat sebagai faktor risiko strok) CJ, Aunties Get al. Acta Keroposa 2002: 34: 20007- 73
Uji saring (mis; tes ANA eek up tahunan, menjaring
Telaah kritis dapat kita lakukan dengan menelusuri
pasien HIV dan lain-lain)
bagian bahan dan cara (Materials and methods) dan hasil
Uji akurasi tes diagnostik (misalnya USG untuk
penelitian (results). Adapun kriteria telaah kritis untuk
mendiagnosis Ca Caput pankreas)
mengetahui baik tidaknya penelitian tentang terapi
Faktor prognosis (mis; hipotensi sebagai faktor
adalah:
yang meningkatkan kematian pada infarkjantung
Apakah desain penelitiannya minimal suatu RCT?
akut).
Apakah data dasar (baseline data) pada kelompok obat
Penelitian ekonomi klinis dll.
dan kelompok pembanding homogen?
Mencari literatur yang relevan dengan masalah
Apakah semua outcome penting ditampilkan dan
klinis. terukur obyektif?
Ke perpustakaan: akan memakan waktu lama dan
Apakah drop-out dari subyek penelitian kurang dari
tidak lengkap.
20%
Ke internet mencari literatur penelitian asli
Apakah di samping secara statistik bermakna, secara
(original article atau research article) . Tanda artikel
klinis juga bermakna?
asli terlihat pada abstrak, di mana terlihat ada kata
objective (Tujuan Penelitian), Methods. Situs yang Kalau dari salah satu kriteria di atas tidak lolos,
menyediakan literatur sangat banyak. Beberapa berarti metodenya belum dapat dikatakan sahih dan
malah menyediakan artikel fulltext secara gratis. hasil penelitian tersebut belum dapat diterapkan pada
Misalnya; PubMed (http://www.entrez.gov/), Free pasien. Penekanan pembahasan kali ini ada pada butir
Medical Journals (http:www.freemedical journal. 5 dan 6, yaitu apakah yang dimaksud dengan secara
com/), Highwire ( http://www.stanford.edu/) dan statistik bermakna, secara klinis juga bermakna? Sebagai
lain-lain. contoh suatu obat anti kolesterol dapat menurunkan
EBM instan . Kita bisa mendapatkan informasi kadar kolesterol yang secara statistik bermakna tetapi
medis secara instan yang sudah dilakukan kritisi juga harus dapat menurunkan angka komplikasi (outcome)
(critical appraissal) oleh tim yang terdiri dari yang secara klinis bermakna yang berkaitan dengan
para klinisi senior dan ahli epidemiologi klinis hiper-kolesterolemia seperti penyakit jantung koroner
senior. Untuk mendapatkan EBM instan Para dan stroke serta dapat menurunkan angka kematian yang
dokter mengunjungi situs tempat kelahiran EBM berkaitan dengan hiperkolesterolemia secara bermakna.
di Mc Master University (http://hiru.mcmaster.ca/ Angka kematian yang meningkat dapat disebabkan karena
ebm/default.htm) atau Cochrane Library (http:// efek samping obat yang tidak terdeteksi pada penelitian
www.kfinder.com/), Clincal Evidence BMJ (http:// klinis fase Ill. Pada konteks Drug A sebagai obat anti
www.clinicalevidence.org/), National Guidelines osteoporosis, apakah Drug A selain dapat meningkatkan
Clearing House (http://www.guideline.gov/) dll.) densitas mineral tulang secara bermakna juga dapat
Anda akan mendapatkan informasi lebih banyak menurunkan insidens fraktur secara bermakna?
tentang situs-situs EBM di dunia melalui email:
Mengukur Kemaknaan Klinis Suatu Terapi
mailbase@mailbase.ac.uk
Kemaknaan klinis diukur melalui Relatif Risk Reduction
(RRR) dalam konteks obat antiosteoporosis adalah dengan
Melaksanakan Telaah Kritis
Untuk menentukan terapi yang rasional dan efisien Proporsi fraktur kelompok plasebo - proporsi fraktur drug A
kita sebaiknya memilih the best evidence dari artikel
Proporsi fraktur kelompok plasebo
asli . Seharusnya kita mencari beberapa artikel yang
relevan dari beberapa literatur kemudian kita pilih formula:
yang terbaik metodenya melelui telaah kritis . Jika nilai RRR, misalnya obat X dibanding plasebo
Untuk melakukan telaah kritis kita perlu membaca buku, ~ 25%, maka obat X dapat dianggap mempunyai
misalnya: Evidence based medicine. How to practice makna klinis.
and teach EBM tulisan Sackett dkk atau buku yang lain. Jika RRR ~ 50%, bisa dianggap sangat bermakna.
Sebagai contoh penerapan EBM kita pilih satu literatur Contoh penghitungan RRR adalah sebagai berikut:
penelitian (hipotetis) yang kita ambil dari internet yang Dari literatur tersebut kita lakukan telaah kritis seperti
berjudul: tercantum pada tabel 2.
PENERAPAN EVIDENCE BASED MEDICINE DALAM BIDANG REUMATOLOGI 3073

Tabel 2. Tingkat Kesahihan (Scientific levels} Desain Untuk selanjutnya kita lakukan penghitungan RRR
Penelitian Terapan Desain Minimal yang Memenuhi Syarat pada Drug A 5 mg seperti tercantum pada tabel 4. Ternyata
dalam Penelitian Tentang Terapi adalah RCT Drug A 5 mg yang diberikan selama 12 bu Ian, secara klinis
Tingkat . sangat bermakna dibanding plasebo dalam menurunkan
0 esam Tujuan penelitian insidens fraktur untuk pasien osteoporosis akibat kortiko-
Kesahihan
1. Meta-regression Tera pi steroid, RRR = 67,5% (>50%) (Tabel 4).
2. Mega-trial Tera pi
3. Meta-analisis Terapi, Uji diagnositik,
Tabel 4. Penghitungan RRR pada Pemberian Drug A
uji saring, risiko,
2,5 mg/hari Selama 12 Bulan
prognosis
4. Randomized Clinical Terapi, uji saring, lnsidens Relative Risk Reduction
Trial (RCT) Fraktur vertebra (RRR}
5. Cohort Faktor prognosis Plasebo P Drug AR P - R 2,S/P
6. Case-Control Faktor Risiko 2,5 mg
7 Cross-sectional Akurasi Tes Diagnostik 0, 173 0,173-0,111/0,173 = 0,3S8
8 Case -series (seri- Membuat Kriteria = 3S,8%
kasus) Diagnostik 0, 111
9 Clinical opinion-
experience

Mengukur Efisiensi Terapi Secara Sederhana


Subyek Penelitian Kita tetap pada penelitian di atas. Disini diukur efisiensi
terapi secara sederhana melalui cara Number Needed to
Plasebo : N = 77
Treat (NNT) dengan formula
Drug A 2,5 mg/hari: N = 75
Drug A 5 mg/hari n= 76 NNT = 1/ARR
Lama penelitian 12 bulan .
Sedangkan formula ARR (absolute risk reduction)
dalam konteks obat antiosteoporosis adalah:
Penghitungan RRR
lnterpretasi hasil NNT terapi Drug A 2,5 mg/hari seperti
Penghitungan RRR pada Drug A 2,5 mg/hari terdapat pada
tercantum dalam tabel 5 adalah :
tabel 3. Ternyata Drug A 2,5 mg/hari yang diberikan
Pada pasien osteoporosis akibat kortikosteroid
selama 12 bulan, secara klinis cukup bermakna di banding
diperlukan 16.1 pasien yang diterapi dengan Drug A 2,5
plasebo dalam menurunkan insidens fraktur untuk pasien
mg/hari selama 12 bulan untuk mencegah terjadinya 1
osteoporosis akibat kortikosteroid, RRR = 35,8% (25-50%)
fraktur vertebra.
(Tabel 3)
Jika terapi Drug A 2,5 mg/hari memerlukan dana
sebesar Rp 5000,-/hari atau Rp. 150.000,- setiap bulan,
Tabel 3. Hasil Telaah Kritis pada Artikel di Atas maka dalam terapi selama 12 bulan diperlukan dana Rp
Kriteria Penjelasan 1.800.000,-. Jadi untuk mencegah 1 fraktur pada pasien
1. Apakah desain RCT? Ya (Ii hat Materials and Methods CIO, dalam waktu 12 bu Ian diperlukan dana sebesar 16, 1
section) x Rp 1.800.000,- = Rp 28.980.000, - (Tabel 5) .
2. Data dasar antara plasebo, Ya (Ii hat tabel 1. pada literatur
drug A 2,S mg dan S mg di atas)
homogen? Tabel 5. Penghitungan Efisiensi Melalui NNT pada Trial
3. drop-out < 20%? Tidak dan Ya Drug A 2,5 mg/hari Selama 12 Bulan
Total drop out 78/228 (34,2%)
Plasebo: 20/77 (2S,9%) lnsidens Fraktur NNT
Drug A 2,S mg: 44/7S (S8,6%) Vertebra
Drug A S mg: 1S/76 (19,6%) Plasebo Drug A RRR ARR 1/ARR
(lihat Patient and Methods p (RS)2,S mg (P-RS)
section)
4. Outcome diukur obyektif? Ya, BMD dan X-Ray etc 0,173 0, 111 0,3S8 0,062 1/0,062 = 16,1
Sa. Statistik bermakna? Ya, BMD dll. pada berbagai
tempat berbeda secara signifi-
kan (p<0,001-0,0S) (Tabel 3. lnterpretasi Hasil NNT pada Terapi Drug A 5 mg/
literatur di atas) hari adalah
Sb. Klinis bermakna? Lihat tabel penghitungan RRR Pada pasien osteoporosis akibat kortikosteroid diperlukan
Sc. Efisiensi Drug A Lihat tabel penghitungan NNT
8,6 orang yang diterapi dengan Drug A 5 mg/hr selama 12
3074 REUMATOLOGI

bu Ian untuk mencegah t erj ad inya 1 fraktu r vertebra. Drug A 2,5mg/hari dan 5 mg/hari selama 12 bulan pada
Jika terapi Drug A 5 mg memerlu kan dana sebesar pasien osteoporosis akibat penggunaan kortikosteroid .
Rp 10.000/ha ri atau Rp. 300.000,-/bulan maka dalam terapi Namun sebai knya dilakukan evaluasi EBM pada trial yang
selama 12 bu Ian diperlukan dana Rp 3.600.000,-, Jadi untuk lebih besar sampelya atau melaku kan meta-analisis. EBM
mencegah 1 fra ktur dalam waktu 12 bu Ian diperlukan dana sebaiknya memang dikembang kan di kalangan dokter
sebesar 8,6 x Rp 3.600.000,- = Rp 30.960.000,- dan seterusnya di ting kat yang lebih t inggi ya itu dalam
pengambilan kebijakan di Bag ia n, di Rumah Sakit, misalnya
dalam pembuatan Pedoman Diagnosis dan Terapi maupun
Tabel 6. Penghitungan Efisiensi Melalui NNT pada Trial oleh organ isasi profesi dalam penyusunan Konsensus
Drug A 5 mg/hari selama 12 bulan Diagnosis atau Konsensu s Te ra pi . Bahkan EBM bisa di-
lnsidens Fraktur NNT terap ka n dalam sistem pelayanan kesehatan secara
Vertebra nasional Dari penjelasan di atas kita Ii hat bahwa pengelolaan
Plasebo P Drug A RRR ARR 1/ARR pasien yang baik hampir sela lu berasal dari penelitian
(RS)S mg (P-RS) yang baik, Oleh karena itu pemahaman EBM diharapkan
0,173 0,057 67% 0,116 1/0,11 6 = 8,6 akan merangsang para klinisi untuk men ingkatkan kual itas
maupun kuantitas penel itian.

KESIMPULAN SEMENTARA REFERENSI

Pemberian Drug A 2, 5 mg/hari selama 12 bulan (Rp Dixon RA, Munro JF, Silcocks PB. The evidence based medicine
28.980.000,-) lebih efisien dibanding Drug A 5 mg/hari work book. Critical appraisal for clinical problem solving.
Oxford: Butterworth-Heineman. 1997
selama 12 bulan (Rp 30. 960 .000,- ) untu k mencegah
Geyman. E. Evidence based medicine in primary care: An
1 fraktur vertebra pada pas ien osteoporos is ak ibat overview. In: Evidence Based Clinical Practice: Concepts and
kortikosteroid . approaches. Eds. Geyman JP, Deyo RA, Ramsey SD. Boston:
Butterworth-Heineman. 2000. pp 111-
Gray TA. Clinical governance. Ann Clin Biochem 2000; 37: 915-.
Haynes RB et al. How to keep up with medical literature II.
TERAPKAN PADA PASIEN Deciding which journal to read regularly. Ann Intern Med
1986; 309:105
Jika dari hasil telaah kritis menu rut Anda sebagai seorang Kehoe R. Local initiatives in clinical effectiveness. Advances in
Psychiatric Treatment. 2000; 6: 373379-.
clinical expertise, Drug A 2. 5 mg memang efektif dan Rei d MC, Lachs MS, Feinstein AR. Use of methodological
efisien silahkan dterapkan pada pas ien. standards in d iagnostic test research. Getting better but still
EBM tidak hanya mengkritis artikel tentang terapi, not good. JAMA. 1995;274:651
Sackett DL, Hayn es RB, Guyatt GH, Tu gwell P: Clinica l
tetapi juga artikel tentang kausa penyakit, uj i saring, tes epidemiology. A basic science for clinical medicine. Boston:
diagnostik, faktor prognosti k dan sebaginya. Untuk mem- Little, Brown and Company 1991.
pelajai lebih lanjut silahkan baca buku/artikel pada daftar Sackett DL, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence
pustaka di bawaah. based medicine. How to practice and teach EBM. New York:
Churchil-Livingstone, 1999.

KESIMPULAN

EBM adalah upaya untu k melakukan pengelolaan pasien


dengan menerapkan informasi medis yang sahih agar
pasien tidak dirugikan secara moral maupun finansial.
Oleh karena itu seorang klinisi sebaiknya kritis terhadap
informasi medis yang akan digunakan untuk menentukan
diagnosis, terapi dan prognosis pasien, sebab tidak semua
informasi medis yang kita dapatkan adalah sah ih. Perlu
diluangkan sedikit wa ktu untuk mempelajari memahami
metode penelitian dan telaah kritis serta metode
kuantitatif agar ki ta dapat memberikan yang te rbai k
kepada pasien. Dalam konteks EBM pada terapi Drug A, telah
dapat ditunjukkan efikasi Drug Adan kompa rasi efisiensi
405
METROLOGI DALAM BIDANG REUMATOLOGI
Rizasyah Daud

Berlainan halnya dengan cabang kedokteran klinik lain sebenarnya telah dianggap valid dan cukup responsif.
pada umumnya, pengukuran outcome dalam bidang Dengan demikianjika kita ingin menggunakan instrumen
reumatologi tidak selalu mudah untuk dilakukan. Hal ini untuk mengurangi variasi yang mungkin terjadi,
ini disebabkan karena dalam mengelola pasien penyakit pengukuran sebaiknya harus dilakukan oleh seorang
reumatik, kita seringkali berhadapan dengan rasa nyeri, peneliti tunggal. Jika pengukuran ini harus dilakukan
pengaruh penyakit pada aktivitas sehari hari bahkan oleh beberapa orang peneliti, maka akan diperlukan
sampai mencakup masalah kesejahteraan pasien akibat jumlah sample yang lebih besar. Hal ini tentu saja akan
penyakit yang di deritanya. Berbagai ukuran ini agaknya meningkatkan biaya, mengurangi kelayakan dan efisiensi
lebih banyak mendekati suatu construct dari pada ukuran penelitian.
yang dapat diukur secara secara langsung seperti kadar Dalam 10 tahun terakhir ini terjadi beberapa per-
gula darah pada pasien NIDDM atau SGPT pada pasien kembangan penting dalam bidang pengukuran outcome
hepatitis virus. Akan tetapi, sejak 50 tahun terakhir ini penyakit reumatik. Bombardier5 dan kawan kawan pada
metrologi dalam bidang reumatologi dan muskuloskeletal tahun 1982 telah meng-identifikasi bahwa nyeri, joint
pada umumnya telah berkembang dari sekedar usaha count, global assessment, grip strength, kaku pagi hari dan
pengenalan deskriptif menuju kearah metode pengukuran penelitian fungsional merupakan indeks yang penting
yang lebih canggih yang lebih banyak menekankan dalam penelitian AR. Smythe dan kawan kawan mengajukan
pada faktor validitas dan efisiensi 54 , walaupun dengan pengunaan Pooled Index sebagai suatu teknik dalam
perkembangan yang demikian tersebut sampai saat ini pengukuran effect pengobatan pada AR 6 . The American
belum berhasil dijumpai adanya suatu ukuran tunggal College of Rheumatology3 juga telah membentuk suatu
yang seragam dan dapat memenuhi semua persyaratan core set dari ukuran aktivitas penyakit penelitian AR
serta dapat digunakan secara luas pada setiap aspek yang terdiri dari patient global assessments, patient pain,
yang ingin diteliti. Lebih jauh lagi, ketidak seragaman ini physical disability, tender joint count, swollen joint count,
juga terjadi karena perbedaan selera para peneliti yang physician global, assessment, dan pemeriksaan sinar x
juga berbeda dalam pola penggunaan outcome dalam jika penelitian dijalankan untuk menguji DMARD selama
penelitiannya 1• Dengan demikian, pada saat ini masih banyak lebih dari 1 tahun (persyaratan dari WHO dan ILAR). Core
terdapat heterogenitas yang membingungkan dalam set ini kemudian disempurnakan oleh Boers dan kawan
metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian kawan dalam konferensi OMERACT di Maastricht dengan
bidang reumatologi, di mana outcome yang di inginkan menambahkan ukuran reactant fase akut.
tidak selalu mudah untuk di ukur· Waiau pun masih terdapat banyak variasi yang cukup
Pentingnya pemilihan outcome penelitian yang tepat besar dalam preferensi pemilihan outcome penelitian, saat
dapat di ilustrasikan dalam contoh di bawah ini . Co- ini telah terlihat adanya suatu pola atau garis besar ke-
operating Clinics Articular Index yang di susun oleh the seragaman tertentu . Saat ini ukuran yang banyak
American Rheumatism Association (ARA) dan banyak di- digunakan dalam penelitian penyakit reumatik adalah
gunakan dalam penelitian artritis reumatoid (AR), seperti nyeri, jumlah sendi yang terlibat, penilaian global, indeks
juga indeks lain yang serupa memiliki variasi interob- fungsional, kekakuan dan performance test.
server yang lebih besar dari variasi intraobserver. Hal ini Pada sebagian besar penelitian AR, penggunaan ber-
tentu saja dapat mengecilkan arti ukuran nyeri sendi yang bagai outcome akan cenderung memperlihatkan bahwa
3076 REUMATOLOGI

suatu pengobatan hanya bermanfaat pada ukuran ukuran global di nilai send iri oleh pasien pada saat penelitian
tertentu saja dan tida k be rmanfaat pada ukuran yang lain. dimulai dan pada akhir penelitian . Pasien sendiri akan
Hal ini akan menyebabkan timbulnya kekacauan yang menilai restriksi fungsional yang dideritanya akibat AR
membingungkan dalam menginterpretasi hasil peng - sebagai asimtomatik, ringan, moderat, berat atau sangat
obatan, atau menyebabkan seorang peneliti dapat hanya be rat.
memilih atau melaporkan outcome yang menunjukkan Bombardier and Gotzsche pada penelitiannya
perbaikan akibat pengobatan yang bermakna saja . menemukan bahwa the patient's global categorical self-
Akhirnya sebagian besar penelitian yang sudah dijalankan assessment merupakan ukuran yang paling sensitif ter-
tidak sensitif terhadap perubahan, walaupun efek peng- hadap perubahan untuk penelitian AR. Walaupun per-
obatan sudah terlihat dengan jelas. baikan akibat pemberian obat obatan anti reumatik yang
Untuk mengatasi permasalahan di atas The American bermakna secara statistik dapat terjadi akibat persepsi
College of Rheumatologytelah menyusun core set untuk di- gejala pada beberapa individu dapat terpengaruh oleh
gunakan dalam penelitian effect pengobatan pada pasien berbagai faktor, yang mungkin sama sekali tidak ber-
AR. Outcome dalam core set dari The American College of hubungan dengan penyakit yang dideritanya, patient
Rheumatology yang akan dibahas ini terdiri da ri: global assessments dapat di anggap sebagai suatu ukuran
patient global assessments outcome yang penting pada AR.
patient pain
physical disability Rasa Nyeri
tender joint count Nyeri merupakan gejala utama pada penyakit reumatik,
swollen joint count walaupun menghilangkan rasa nyeri merupakan tujuan
physician global assessment utama dari banyak pengobatan, hampir seluruh literatur
acute phase reactants tentang rasa nyeri menyebutkan bahwa rasa nyeri memiliki
pemeriksaan sina r X kalau penelitian dilakukan untuk sifat yang kompleks dan sukar untuk di ukur secara
menguji DMARD dan berlangsung lebih dari 1 tahun akurat. Untuk dapat menunjukkan kemampuan peng-
(sesuai dengan persyaratan WHO dan ILAR) obatan dalam mengatasi rasa nyeri, nyeri harus di ukur
Keenam ukuran pertama bersama dengan secara langsung. Pengukuran tidak langsung seperti kadar
pemeriksaan sinar-x, dianggap telah dapat menggambar- obat obatan antireumatik dalam plasma, umumnya tidak
kan perbaikan pada AR secara luas, dan setidaknya bersifat berkorelasi dengan respons klinik. Juga penurunan laju
cukup sensitif terhadap perubahan . Beberapa outcome endap darah dan titer faktor reumatoid tidak selalu berarti
di antaranya bahkan dapat meramalkan outcome jangka sebagai terdapatnya perbaikan dari AR
panjang pada AR serta disabilitas fisik, kematian dan Rasa nyeri merupakan pengalaman yang sangat
kerusakan tulang secara radiologis . Kemudian pada pribadi dan karena itu umumnya bersifat sangat subjektif.
the International Conference on Outcome Measures in Sampa i saat ini belum terdapat ukuran objektif yang dapat
Rheumatoid Arthritis Clinical Trial (OM ERACT) in Maastricht, digunakan untuk dapat mengukur beratnya rasa nyeri.
The Netherlands, acute phase reactants juga dimasukan Karena itu rasa nyeri hanya dapat di ukur oleh pasien
oleh komite ACR ke dalam core set ini . Beberapa ukuran yang merasakannya sendiri . Selain dari pada itu, nyeri
aktivitas penyakit yang sering digunakan seperti grip pada artriti s dapat mempunyai kualitas yang berbeda
strength atau waktu berjalan 15 meter tidak dimasukan dan intensitasnya dapat berlainan pada persendian yang
kedalam core set ini karena berbagai alasan seperti: berbeda atau pada waktu tertentu . Akan tetapi telah
Tidak sensitif terhadap perubahan . diketahui bahwa beratnya rasa nyeri pada pengukuran
Cukup sensitif terhadap perubahan pada pengobatan pertama me rupakan faktor penentu utama dari respons
suatu regimen terapi akan tetapi tidak sensitif pada potens ial sehubungan dengan pengurangan rasa nyeri
pengobatan lainnya. tersebut. Pengukuran rasa nyeri merupakan usaha yang
Mendupl ikasi informa si yang diperoleh dari salah satu sangat penting dalam menila i hasil pengobatan . Rasa
ukuran yang terdapat dalam core set (seperti tender nyeri merupakan umumnya merupakan keluhan utama dari
joint score dan tender joint count) . pasien yang memerlukan pengobatan dan hilangnya rasa
nyeri merupakan tujuan utama dari hampir semua peng-
obatan. Waiau pun misalnya terdapat suatu ukuran outcome
PATIENT GLOBAL ASSESSMENT yang canggih dari suatu penyakit tertentu, pengukuran
rasa nyeri pasien umumnya masih harus dilakukan. Dari
Patient global assessment didasarkan pada kesan yang ukuran beratnya penyakit saja, tidak pernah akan dapat
diperoleh oleh seorang pasien tentang status kesehatan - ditentukan bahwa seorang pasien telah sembuh dengan
nya secara global pada saat ini . Kategori pasien secara sempurna. Dengan demikian jika kita ingin mengetahui
METROLOGI DALAM REUMATOLOGI 3077

apakah suatu pengobatan dapat mengu rangi rasa nyeri, Diketahuinya nilai pemeriksaan VAS yang pertama
kita haru s mengukur rasa nyeri tersebut atau pengurangan dapat mempengaruhi nilai VAS yang di ukur
rasa nyeri untuk mengetahuinya. kemudian . Saat ini telah disepakati untuk membiarkan
Saat ini terdapat 6 metoda untuk menilai rasa nyeri subjek yang di uji untuk mengetahui nilai sebelumnya.
atau pengurangan rasa nyeri yang relevan untuk di- Reprodusibilitas akan lebih baik pada kedua ujung
gunakan dalam penelitian obat obatan anti -reumatik yaitu : garis VAS, dibandingkan dari bagian tengahnya yang
visual analogue scale, likert scale, numerical rating scale, disebut sebagai golden section (kurang lebih 2 cm
graphic rating scale, continuous chromatic analogue scale dari t itik tengah .
and pain faces scales. Proses fotokopi dapat mengganggu panjang garis
Dari skala yang ada, visual analogue scale (VAS) yang sebenarnya, sehingga semua hasil reproduksi
merupakan skala yang paling umum digunakan dalam harus di teliti sebelum digunakan.
evaluasi obat obatan anti -reumatik. Selain untuk mengukur Karena nilai VAS tidak terdistribusi normal, untuk
rasa nyeri, VAS juga pernah digunakan untuk mengukur inferensi statistik harus d igunakan metode non
sejumlah ukuran lain seperti kekakuan, fungsi tubuh dan parametrik.
fungsi sosio-emotional. VAS merupakan garis sepanjang
10 cm yang di anggap mengambarkan kontinum dari rasa
nyeri. Kedua ujung garis tersebut ditentukan sebagai DISABILITAS FISIK
ekstrim rasa nyeri yang berupa "Tidak Nyeri Sama Sekal i"
dan "Nyeri Yang Amat Sangat". Pasien menentukan suatu Ukuran disabilitas fisik dimasukkan kedalam ACR Core Set of
titik pada garis tersebut yang sesuai dengan rasa nyeri Disease Activity karena ukuran ini menunjukkan sensitivitas
yang dirasakannya. Jarak antara "Tidak Nyeri Sama Seka Ii " terhadap perubahan dan ukuran ini sendiri merupakan gold
dan titik yang dibuat pasien di anggap merupakan berat- standard outcome yang penting secara klinis. Juga status
nya rasa nyeri. Waiau pun VAS merupakan skala penentuan disabilitas fisik pada pasien AR dapat meramalkan disabilitas
yang bersifat subjektif. VAS telah banyak diselidiki dan fisik dan kematian yang terjadi lam bat, lama setelah waktu
di anggap sebagai salah satu suatu metoda yang paling permulaan menderita penyakit tersebut.
akurat untuk mengukur rasa nyeri. Content validity dari Jika banyak ukuran aktivitas penyakit pada AR
VAS telah diketahui sebagai memenuhi syarat. berkorelasi dengan disabilitas fisik, ukuran ini agaknya
merupakan prediktor yang terbaik untuk disabilitas lam bat.
Terdapat beberapa instrumen status disabilitas fisik yang
h ua/ Ana/o u1 Scalt telah banyak digunakan seperti MACTAR dan AIMS.
Tldak nytrl N11 rl yang Pengaruh suatu penyakit kronik atau pengaruh suatu
sama kall r t 11ng1t pengobatan pada kualitas hidup pasien tidak dapat di
<...--------~ I 0 cm ------·--·~ > evaluasi dengan cara menggunakan uji laboratorium
spesifik tertentu atau dengan pemeriksaan klinis. Karena
keputusan klinis seringkali dipengaruhi oleh gangguan
VAS memiliki korelasi yang sangat baik dengan simple
fungsional , maka adalah sangat penting untuk dapat
verbal rating scales, akan tetapi VAS lebih sensitif ter- menggunakan suatu cara pengukuran disabilitas yang
hadap perubahan dibandingkan dari verbal rating scales. dapat mendeteksi perubahan yang penting secara klinis
Walaupun daya deteksi VAS pada perubahan kecil masih dan menggambarkan suatu situasi klinis dimana suatu
bersifat kontroversialdan reliabilitas test-retest masih keputusan penatalaksanaan harus diambil. Beberapa
dipertanyakan, tidak satupun instrumen pengukur peneliti telah membentuk berbagai instrumen yang spesifik
nyeri yang ada saat ini dapat dibuktikan mempunyai untuk artritis baru yang dapat mengukur fungsi dan status
kemampuan yang lebih baik dibandingkan dari VAS . Ber- kesehatan yangjuga memasukkan beberpa perkembangan
bagai sifat VAS telah di telaah oleh Bird dan Dixon yang baru dalam pengukuran klinis. Dari beberapa instrumen
diringkas sebagai berikut: yang ada pada saat ini, agaknya hanya MACTAR yang
Terdapat suatu korelasi yang cukup kuat (r = 0.75, memiliki kemampuan untuk mengkuantifikasi prioritas
p < 0.01) antara res pons yang dinilai dengan VAS dan fungsional spesifik dari setiap pasien. MACTAR merupa-
skala deskriptif nyeri sederhana (simple descriptive kan satu satunya kuesioner prioritas fungsional yang ada
pain scale) 20 . pada saat ini, yang di disain untuk dapat mengidentifikasi
Terdapat suatu korelasi yang sangat kuat (r = 0.99, disabilitas akibat RA secara individual dan kepentingannya
p < 0.001) antara respons yang dibuat pada VAS untuk pasien yang bersangkutan.
vertical dan horizontal analogues, walaupun nilai VAS MACTAR merupakan kuesioner yang di isi oleh
horizontal cenderung untuk lebih rendah dibanding- seorang pewawancara yang memungkinkan pasien
dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan kemampuan
kan dengan VAS vertical.
REUMATOLOGI
3078

fungsionalnya sendiri yang secara spesifik dipengaruhi JOINT COUNTS


oleh penyakit yang di deritanya. Dengan pendekatan
ini, "bising" statistik yang umumnya di dapatkan dengan Berbagai jenis joint counts seringkali digunakan pad a
menggunakan kwesioner konvensional yang mengandung penilaian pasien RA danjoint count menempati prioritas
item yang tidak relevan terhadap pasien tertentu dapat tertinggi yang disepakati dalam The 1982 Hamilton
dihindarkan. Index ini merupakan kuesioner multi- Structured Workshop for Endpoint Measures in Clinical Trials. 5
dimensional yang mencakup daerah daerah sosial, Joint count yang terbanyak digunakan adalah swollen
emosional and fungsional. Dimensi fungsional juga ter- joint count dan tender joint count menurut the ARA
diri dari 4 componen, termasuk mobilitas, self care, kerja, Co-operating Clinics Committee Articular Index.
aktivitas pada saat bersantai. Dengan menggunakan suatu Tender joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu-
interview yang bersifat semistructured, pasien diminta kan sebagai nyeri tekan atau nyeri gerak menurut skala
untuk menggambarkan aktivitas utama yang terganggu
sebagai berikut:
menurut pandangannya dan 5 aktivitas fungsional yang
0 = Sama sekali tidak nyeri
paling nyata terganggu akan di evaluasi . Pada penilaian
1 = Nyeri ringan (respons positif jika ditanyakan)
kembali pada pasien ditanyakan apakah kemampuannya
2 = Nyeri moderat (memperlihatkan respons spontan)
untuk melakukan 5 aktivitas tersebut telah membaik, tidak
3 = Nyeri berat (usaha pasien untuk menghindarkan rasa
berubah atau menjadi lebih buruk .
nyeri yang terlihat denganjelas seperti menarik bagian
Jika dibandingkan dengan kuisioner standard konven-
yang sakit pada pemeriksaan) .
sional, teknik "pencapaian tujuan" ini agaknya lebih sensitif
terhadap perubahan yang kecil. Juga jika dibandingkan Swollen joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu-
dengan indeks konvesional lainnya, penggunaan strategi kan sebagai pembengkakan yang bukan bony proliferation,
ini akan memungkinkan untuk mendapatkan persentasi menurut skala sebagai berikut:
perbaikan fungsi prioritas pasien yang lebih tinggi. 0 = Tidak terdapat pembengkakan
Dengan demikian penggunaan MACTAR akan memungkin- 1 = Pembekakan ringan (penebalan sinovial yang teraba
kan pengurangan jumlah sample yang dibutuhkan pada tanpa hilangnya kontur tulang)
suatu penelitian dibandingkan dari penggunaan kwesioner 2 = Pembengkakan moderat (hilangnya kontur tulang
konvensional sebagai ukuran outcome yang utama. yang jelas)
Sebagai suatu instrumen yang mengukur disabilitas 3 = Pembengkakan berat (bulging akibat proliferasi
fisik, MACTAR telah terbukti merupakan instrumen sinovial dengan karakteristik kistik.
yang valid dan reliable . Sensitivitas MACTAR terhadap
Setelah gradasi dibuat, penghitungan akan dilakukan
perubahan telah di uji oleh Tugwell dan kawan kawan
dan dilaporkan sebagai ada atau tidak adanya rasa nyeri
dalam suatu double blind, randomized trial pasien AR
atau pembengkakan pada 66 unit sendi. lndeks ini hanya
yang membandingkan methotrexate (63 pasien) dengan
menyatakan jumlah sendi yang secara klinis aktif tanpa
plasebo (60 pasien). Hasilnya menunjukkan bahwa
memperhatikan ukuran persendian. lndeks ini mengandung
methotrexate ternyata lebih baik, dimana kemajuan dari
66 sendi atau kelompok persendian seperti pergelangan
outcome yang di ukur ternyata lebih berkisar antara 2%
tangan termasuk articulatio temporomandibular, tetapi
sampai 39% lebih tinggi pada kelompok methotrexate
tidak menyertakan sendi panggul, karena pembengkakan
dibandingkan dari kelompok plasebo. Kuesioner quality of
sendi panggul tidak mungkin dapat ditentukan secara
life konvensional juga menunjukkan perbedaan yang
klinis. Metode ini memberikan reprodusibilitas yang lebih
bermakna secara statistik akan tetapi perbedaan ini
baik serta lebih cepat digunakan dibandingkan dari Ritchie
hanya berkisar antara 5% sampai 12%. Sangat mencolok
index tan pa kehilangan nilai klinis yang jelas.
bahwa nilai MACTAR menunjukkan perbaikan 29% pada
kelompok methotrexate dibandingkan dari kelompok
plasebo. Lebih sensitifnya MACTAR dibandingkan
PHYSICIAN GLOBAL ASSESSMENT
traditional standardized item function questionnaire
kemungkinan besar disebabkan oleh:
Physician global assessment didasarkan pada kesan yang
Pada MACTAR pertanyaan lebih menekankan pada
dirasakan oleh dokter pemeriksa tentang status kesehatan
terjadinya perubahan dan bukan hanya pertanyaan
pasien secara keseluruhan . Suatu penilaian keadaan pasien
sewaktu yang tidak mengukur terjadinya perubahan .
secara global, akan dilaksanakan oleh dokter pemeriksa
Item kwestioner disusun sesuai dengan disabilitas
masing masing pada awal dan akhir penelitian. Pemeriksa
yang spesifik bagi pasien, sehingga dapat meng-
akan menilai tingkat restriksi fungsional pasien akibat RA
hindarkan "bising statistik" seperti yang terdapat pada
kuesioner konvensional yang mengandung item yang sebagai asimptomatik, ringan, moderat, berat dan sangat
tidak relevan bagi pasien tertentu . be rat.
METROLOGI DALAM REUMATOLOGI
3079

ACUTE PHASE REACTANT sperti index Lequesnewomacz. Waiau pun demikian WOMAC
masih dipengaruhi oleh komorbiditas lain seperti fatig,
Peningkatan kadar protein fase akut umumnya terjadi depresi atau nyeri pinggang bawah sehingga dalam
akibat respons terhadap jejas jaringan atau infeksi. Pada interpretasi comorbiditas tersebut harus selalu diper-
manusia, konsentrasi C-reactive protein (CRP), serum amiloid hitungkanwomac
protein (SAA) dan a 1 antichymotrypsin akan meningkat
100 - 3000 kali jika terdapat suatu stimulus inflamasi. Laju
endap darah (LED) secara tidak langsung menggambarkan REFERENSI
peningkatan konsentrasi proteins serum, terutama molekul
asimetrik seperti fibrinogen, protein fase akut yang lain Bellamy N. Musculoskeletal Clinical Metrology. 1" ed. Kluwer
Academic Publioshers, Boston, 1993.
atau imunoglobulin. Waiau pun LED juga dipengaruhi oleh
faktor yang tidak berhubungan dengan inflamasi seperti
morfologi eritrosit, LED sering digunakan sebagai ukuran
protein fase akut karena sangat sederhana dan mudah
untuk dilakukan. Uji LED yang umum dilakukan adalah
menu rut cara Westergreen (pembacaan 1 jam) yang telah
terpilih oleh the International Committee for Standardiza-
tion in Hematology untuk mengukur LED.

PEMERIKSAAN SINAR-X

Pemeriksaan sinar-X hanya perlu dilakukanjika obeservasi


dilakukan lebih dari satu tahun.

OUTCOME PADA PENYAKIT REUMATIK YANG


LAIN

Untuk osteoartrosis (OA), belum terdapat suatukesepakatan


yang pasti mengenai outcome apa yang perlu digunakan
dalam penelitian. Akan tetapi dianjurkan untuk antara
lain menggunakan ukuran rasa nyeri dan status global.
lndeks fungsional sebaiknya disertakan dalam pengukuran
walaupun indeks yang terbaik yang terbaik untuk OA
masih harus ditetapkan. Ukuran seperti grip strength pada
OA tidak banyak berguna kecuali pada pasien OA dengan
keterlibatan persendian tangan .
Suatu hal yang perlu diperhatikan pada OA adalah
walaupun range of motion merupakan ukuran yang banyak
digunakan dalam penelitian OA, kesalahan tipe II pada
ukuran ini akan sangan tinggi jika keterlibatan sendi yang
ingin diukur sangat rendah. Hal ini dapat diatasi dengan
pemilihan subjek penelitian yang teliti.
Saat ini The Western Ontario McMaster (WOMAC)
Scales merupakan instrumen yang paling banyak
digunakan untuk mengukur status fungsional pada pasien
osteoartritis (OA). WOMAC adalah suatu instrumen
yang telah di validasi yang didisain secara spesifik untuk
penilaian nyeri ektremitas bawah dan status fungsional
pada pasien OA lutut atau panggul. WOMAC Scales pada
beberapa penelitian terbukti lebih responsif dibandingkan
instrumen lain yang pernah digunakan pada pasien OA
406
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF
DAN ENDOTEL VASKULAR
Sumariyono, Linda K. Wijaya

Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain tulang (sinostosis) misalnya persambungan antara os olium,
dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem osiskium dan os pubikum.
muskuloskeletal yang optimal. Aktivitas gerak tubuh Diartrosis adalah sambungan antara 2 tulang atau
manusia tergantung pada efektifnya interaksi antara sendi lebih yang memungkinkan tulang-tulang tersebut
yang normal dengan unit-unit neuromuskular yang meng- bergerak satu sama lain . Di antara tulang-tulang yang
gerakkanya. Elemen-elemen tersebut juga berinteraksi bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut kavum
untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar artikulare. Diatrosis disebut juga sendi sinovial. Sendi ini
sendi . Otot, tendon, ligamen, rawan sendi dan tulang tersusun atas bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa
saling bekerjasama di bawah kendali sistem saraf agar sendi dan ikat sendi (ligamentum) . Berdasarkan bentuknya
fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna. diartrosis dibagi dalam beberapa sendi, yaitu sendi engsel
Dahulu endotel vaskular hanya dilihat secara (interfalang, humereoulnaris, talokruralis), sendi kisar
sederhana yaitu hanya sebagai barier permeabel pasif, (radio ulnaris), sendi telur (radiokarpea), sendi pelana
akan tetapi pada saat ini telah banyak diketahui fungsi- (karpometakarpal I), sendi peluru (glenohumeral) dan
fungsi penting lainnya yang harus dipahami oleh semua sendi buah pala (coxae) .
dokter. Oleh karena itu pada bab ini selain akan membahas Amfiartrosis merupakan sendi yang memungkinkan
struktur sendi, otot dan saraf juga akan dibahas struktur tulang-tulang yang saling berhubungan dapat bergerak
dan fungsi dari endotel vaskular. secara terbatas, misalnya sendi sakroiliaka dan sendi-sendi
antara korpus vertebra.

STRUKTUR SENDI
RAWAN SENDI
Pengertian sendi adalah semua persambungan tulang,
baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut dapat Pada sendi sinovial (diartrosis), tulang tulang yang saling
bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak berhubungan dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupa-
satu sama lain. Secara anatomik, sendi dibagi 3, yaitu kan jaringan avaskular dan juga tidak memiliki jaringan
sinartrosis, diartrosis dan amfiartrosis. saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang
Sinartrosis adalah sendi yang tidak memungkinkan jatuh ke dalam sendi.
tulang-tulang yang berhubungan dapat bergerak satu Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit)
sama lain. Di antara tulang yang saling bersambungan dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis
tersebut terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan dan memelihara matriks rawan sehingga fungsi bantalan
ikat.(sindemosis), seperti pada tulang tengkorak, antara rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan
gigi dan rahang, antara radius dengan ulna dsb; atau sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen.
jaringan tulang rawan (sinkondrosis), misalnya antara Proteoglikan merupakan molekul yang kompleks yang
kedua os pubika pada orang dewasa; atau jaringan tersusun atas inti protein dan molekul glikosaminoglikan.
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3081

Glikosaminoglikan yang menyusun proteoglikan terdiri dan sintesis matriks. lnterleukin-1 (IL-1) yang dihasilkan
dari keratan sulfat, kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4- oleh makrofag berperan pada degradasi kolagen dan
sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteog- proteoglikan dan menghambat sintesis proteoglikan.
likan membentuk agregat yang dapat menghisap air dari Growth factors seperti transforming growth factor-beta
sekitarnya sehingga mengembang sedemikian rupa dan (TGF-b) dan insulin-like growth factor-7 (IGF-1) berperan
membentuk bantalan yang baik sesuai dengan fungsi merangsang sintesis proteoglikan dan menghambat
rawan sendi. Bagian proteoglikan yang melekat pada kerja IL-1.
asam hialuronat adalah terminal-N dari inti proteinnya. Rawan sendi merupakan salah satu jaringan sumber
Pada terminal ini juga melekat protein-link. Terminal inti keratan sulfat, oleh sebab itu keratan sulfat dalam serum
karboksi inti protein proteoglikan, merupakan ujung dan cairan sendi dapat digunakan sebagai petanda
bebas yang mungkin berperan dalam interaksinya dengan kerusakan rawan sendi.
matriks ekstraselular lainnya.
Kolagen merupakan molekul protein yang sangat
kuat. Terdapat berbagai tipe kolagen, tetapi kolagen yang MEMBRAN SINOVIAL
terdapat di dalam rawan sendi terutama adalah kolagen
tipe II. Kolagen tipe II tersusun dari 3 rantai alfa yang Membran sinovial merupakan jaringan avaskular yang
membentuk gulungan triple-heliks. Kolagen berfungsi melapisi permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak
sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi melapisi permukaan rawan sendi. Membran ini licin dan
pengembangan berlebihan agregat proteoglikan. lunak, berlipat-lipat sehingga dapat menyesuaikan diri
Rawan sendi merupakanjaringan yang avaskular, oleh pada setiap gerakan sendi atau perubahan tekanan intra-
sebab itu makanan diperoleh dengan jalan difusi. Beban artikular.
yang intermiten pada rawan sendi sangat baik bagi fungsi Membran sinovial tersusun atas 1-3 lapis sel-sel
difusi nutrien untuk rawan sendi . sinovial (sinoviosit) yang menutupi jaringan subsinovial di
Pada rawan sendi yang normal, proses degradasi dan bawahnya, tanpa dibatasi oleh membran basalis.
sintesis matriks selalu terjadi. Salah satu enzim proteolitik Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe di
yang dihasilkan oleh kondrosit dan berperan pada degra- dalam jaringan subsinovial, tetapi tidak satupun mencapai
dasi kolagen dan proteoglikan adalah kelompok enzim lapisan sinoviosit. Jaringan pembuluh darah ini berperan
metaloprotease, seperti kolagenase dan stromelisin . dalam transfer konstituen darah ke dalam rongga sendi
Berbagai sitokin juga berperan pada proses degradasi dan pembentukan cairan sendi .

:::-=::
:>-
Chondroitin sulfate chain (n=100)
keratan sulfate chain (n=JO)
_ N·linkedoligosaccllarides
0- linked ohgosaccharide (n=42)
~ Region ofprimary cleavage sites by MMPs and aggrecanase(s)

(a) (b)
Gambar 1. (a). Agregat proteoglikan; (b) . Matriks rawan sendi KS: Keratan Sulfat; CS:Kondroitin Sulfat; HA: Asam Hialuronat; DS:
Dermatan Sulfat
3082 REUMATOLOGI

Sel sinoviosit terdiri dari 2 tipe, yaitu sinoviosit tipe plasma tanpa halangan apapun melelaui sistem limfatik
A yang mempunyai banyak persamaan dengan makrofag walaupun ukurannya besar. Rasio protein cairan sendi
dan sinoviosit B yang mempunyai banyak persamaan dan plasma (JF/P) dapat menggambarkan keseimbangan
dengan fibroblas . Sebagian besar (70-80%) sinoviosit kedua proses di atas. JF/P untuk albumin pada sendi lutut
merupakan tipe B dan 20-30% merupakan sinoviosit tipe yang normal berkisar antara 0,2-0,3 . Untuk fibrinogen,
A. Selain itu ada sebagian kecil sinoviosit yang mempunyai tentu lebih rendah lagi, itulah sebabnya cairan sendi tidak
ultrastruktur antara sel Adan sel B yang disebut sel C. mudah beku.
Sel sinoviosit A befungsi melepaskan debris-debris Karakteristik cairan sendi pada berbagai keadaan
sel dan material khusus lainnya ke dalam rongga sendi . ditunjukkan pada tabel 1.
Sel sinoviosit B berperan menyintesis dan menyekresikan
hialuronat yang merupakan zat aditif dalam cairan sendi
yang berperan dalam mekanisme lubrikasi. Cairan sendi MENISKUS
yang normal bersifatjernih, kekuningan dan viskous, hanya
beberapa ml volumenya dalam sendi yang normal. Visko- Meniskus merupakan struktur yang hanya ditemukan di
sitas cairan ini diperlihara oleh hialuronat dan material dalam sendi lutut, temporomandibular, sterno- klavikular,
proteinaseus lainnya. Sela in itu sinoviosit Bjuga berperan radioulnar distal dan akromioklavikular. Meniskus
memperbaiki kerusakan sendi yang meliputi produksi merupakan diskus fibrokartilago yang pipih atau segitiga
kolagen dan melakukan proses remodelling . atau iregular yang melekat pada kapsul fibrosa dan
Sinovium dan kapsul sendi diinervasi oleh mekano- selalu pada salah satu tulang yang berdekatan. Sebagian
reseptor, pleksus saraf dan ujung bebas saraf yang tidak besar meniskus bersifat avaskular, tetapi pada bagian
dibungkus mielin . Ujung saraf ini merupakan neuron yang melekat pada tulang sangat kaya dengan pembuluh
aferen primer yang berfungsi sebagai saraf sensoris dan darah, tidak ada jaringan saraf atau pembuluh limfe.
memiliki neuropeptida yang disebut substansi-P (SP) Nutrisi diperoleh secara difusi dari cairan sendi atau dari
pleksus pembuluh darah pada bagian yang melekat pada
tulang .
CAIRAN SINOVIAL Berbeda dengan rawan sendi, meniskus mengandung
kolagen tipe I sampai 60-90%, sedangkan proteoglikan
Pada sendi yang normal, cairan sendi sangat sedikit, hanya 10%. Konstituen glikosaminoglikan yang terbanyak
sehingga sangat sulit diaspirasi dan dipelajari . Cairan adalah kondroitin sulfat dan dermatan sulfat, sedangkan
sendi merupakan ultrafiltrat atau dialisat plasma. Pada keratan sulfat sangat sedikit. Selain itu fibrokartilago
umumnya kadar molekul dan ion kecil adalah sama dengan meniskus juga lebih mudah membaik bila rusak.
plasma, tetapi kadar proteinnya lebih rendah . Molekul-
molekul dari plasma, sebelum mencapai rongga sendi
harus melewati sawar endotel mikrovaskular, kemudian DISKUS INTERVETERBRAL
melalui matriks subsinovial dan lapisan sinovium . Sawar
endotelial sangat selektif, makin besar molekulnya makin Diskus invertebral merupakan kompleks fibrokartilago
sulit melalui sawar tersebut, sehingga molekul protein yang membentuk persendian di antara 2 korpus vertebra
yang besar akan tetap berada dalam jaringan vaskular. yang berdekatan dan berfungsi sebagai peredam kejut
Sebaliknya, molekul dari cairan sendi dapat kembali ke atas beban yang yang jatuh pada pada tulang belakang.

Tabel 1. Karakteristik Cairan Sendi


Sifat cairan sendi Normal Grup I Grup II Grup Ill
(Non inflamasi ( lnflamasi) (Septik)
Volume (lutut, ml) < 3,5 >3,5 >3,5 >3,5
Viskositas Sangat tinggi tinggi rendah bervariasi
Warn a Tidak berwarna kekuningan Kuning Tergantung mikro-organismenya
kejernihan transparan transparan Translusen-opak opak
Bekuan musin Tak mudah putus Tak mudah putus Mudah putus Mudah putus
3 >500.000, umumnya
Leukosit/mm 200 200- 2000 2000-100.000
Sel PMN (%) < 25 < 25 > 50 >75
Kultur Mo Negatif Negatif Negatif Positif
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3083

Gerak anatara 2 korpus vertebra terbatas oleh karena saraf menjadi stimulus elektrik yang dialirkan se-
konfigurasi diskus intervetebral mempunyai lingkup gerak cara langsung ke permukaan permukaan otot atau
yang cukup luas untuk seluruh tulang belakang. tendonnya.
Bentuk dan ukuran diskus pada masing-masing regio Kontraktilitas : apabila otot menerima stimulus maka
tulang belakang adalah berbeda, tetapi bentuk dasarnya otot memiliki kemampuan untuk memendek.
sama. Diskus intervetebral dibentuk oleh 3 komponen, Ekstensibilitas : otot mampu memanjang baik pasif
yaitu lapisan luar yangmerupakan lapisan-lapisan cincin maupun aktif.
fibrosa yang disebut annulus fibrosus; bagian tengah yang Elastisitas : Setelah otot memendek atau memanjang,
merupakan massa semifluid yang disebut nukleus pulposus maka otot mampu untuk kembali pada kondisi
dan lempeng kartilago yang menutupi permukaan normal atau istirahat baik dalam hal panjang maupun
superior dan inferior. bentuknya.

KAPSUL DAN LIGAMEN TIPE OTOT

Struktur ligamen dan kapsul satu sendi berbeda dengan Terdapat tiga jenis jaringan otot :
sendi yang lain baik dalam hal ketebalannya maupun dalam Otot Polos atau sering disebut otot tak sadar. Otot ini
hal posisinya. Pada sendi bahu, struktur ligamennya tipis terdapat pada saluran cerna dan pembuluh darah dan
dan longggar, sedangkan pada sendi lutut tebal dan kuat. diatur oleh sistem saraf otonom.
Pada beberapa sendi, ligamen menyatu ke dalam kapsul Otot jantung, yang didapatkan pada jantung dan
sendi sedangkan pada sendi yang lain dipisahkan oleh dikontrol oleh sistem saraf otonom. Walaupun sel
lapisan areolar. Kelonggaran kapsul sendi sangat berperan otot jantung sangat banyak tetapi otot ini bereaksi
pada lingkup gerak sendi yang bersangkutan. secara sinkron dimana sel ototjantung ini mengalami
Ligamen dan kapsul sendi, terutama tersusun oleh kontraksi dan relaksasi dalam waktu yang hampir
serat kolagen dan elastin, dan sedikit proteoglikan . sama.
Komponen glikosaminoglikannya terutama adalah Otot rangka/otot skelet, disebut demikian karena otot
kondroitin sulfat dan dermatan sulfat. ini sebagian besar menempel ke tulang walaupun
dalam jumlah kecil menempel ke fascia, aponeurosis
dan tulang rawan. Otot ini juga disebut otot lurik
OTOT karena bila dilihat di bawah mikroskop terlihat lurik.
Otot ini kadang-kadang juga disebut otot sadar
Otot merupakanjaringan tubuh yang memiliki kemampuan karena umumnya dikendalikan oleh kemauan.
berkontraksi. Terdapat tigajenis otot dalam tubuh manusia
yaitu otot rangka (skelet), otot polos dan otot jantung.
Otot rangka secara normal tidak berkontraksi tanpa
rangsangan saraf, sedang otot yang lain akan berkontraksi
tanpa rangsangan saraf tetapi dapat dipengaruhi oleh
sistem saraf. Oleh karena itu maka sistem saraf dan otot
merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Kerangka
tubuh dibentuk oleh tulang dan sendi, adanya otot akan
memungkinkan tubuh untuk menghasilkan suatu gerakan.
Hampir 40% tubuh kita terdiri dari otot rangka yang ber-
jumlah lebih kurang 500 otot, sedangkan otot polos dan Gambar 2. Otot rangka (kiri) dan otot polos (kanan)
otot jantung hanya 10% saja. Pada bab ini dibatasi pada
otot rangka.
STRUKTUR DAN PERLEKATAN OTOT

KARAKTERISTIK OTOT Bila kita memperhatikan pergerakan tubuh pada


aktivitas sehari-hari maka kita akan mendapatkan kesan
Setiap otot memiliki 4 karakteristik: kompleksitas dari sistem muskuloskeletal. Kemampuan
lritabilitas : otot memiliki kemampuan untuk menerima otot untuk melakukan gerakan sangat tergantung pada
dan merespons berbagai jenis stimulus. Otot dapat bentuk otot dan arsitektur sistem skeletal. Otot bervariasi
merespons potensial aksi yang dialirkan oleh serabut dalam bentuk, ukuran dan strukturnya menurut fungsi
3084 REUMATOLOGI

Bone Sarcolemma

[ --Sarcoplasm

Endomysium
Muscle
r.!C::::::it--- Fiber
(Cell)

Endomysium
I
Nerve Ending
Tendon
Epimysium

Gambar 3. Struktur otot


Dikutip dari BIO 301 : Human physiology. (cited 2005 Sept). Available from : http//people.eku .edu

yang harus dilakukan. Beberapa otot di desain terutama dengan fascia dan kadang-kadang bergabung dengan
untuk kekuatan, untuk memungkinkan ruang gerak yang fascia . Pada ujung dari otot, jaringan ikat fibrosa dari
luas, untuk gerakan yang cepat, untuk gerakan yang lama dan epimisium dan perimisium bercampur dengan serabut
beberapa di desain untuk melakukan gerakan yang halus. putih dari tendon dan menempel pada periosteum atau
tulang . Setiap serabut otot rangka terdiri dari ratusan
miofibril. Miofibril merupakan kumpulan dari ribuan
STRUKTUR OTOT filamen miosin dan filamen aktin. Dua jenis filamen ini
tersusun pararel dimana masing - masing saling tumpang
Sel otot atau serabut otot rangka merupakan suatu silinder tindih . Miosin berwarna gelap dan tebal sedang aktin
panjang dan lurus yang mempunyai banyak inti . Serabut tipis dan terang .
ini berdiameter antara 0.01 mm sampai 0.1 mm dan
panjang antara beberapa sentimeter sampai lebih dari 30 Sarkomer
sentimeter. Inti sel terdapat didalam sarkoplasma. Serabut Unit dasar dari miofibril adalah sarkomer. Batas antara
otot dikelilingi oleh selaput jaringan ikat yang disebut akhiran filamen aktin dan akhiran filamen aktin berikutnya
endomisium. Serabut-serabut otot ini akan membentuk membentuk daerah gelap yang disebut Z line. Sarkomer
fasikulus yang dibungkus oleh perimisium. Pada sebagian memanjang antara satu Z line dengan Z line berikutnya.
besar otot, fasikulus-fasikulus ini terikat bersama-sama Filamen aktin yang terletak antara kedua sisi Z line ini
oleh epimisium, yang merupakan jaringan yang sama akan tampak terang sampai terdapat tumpang tindih
dengan filamen miosin. Daerah yang terang ini disebut
I band. Daerah gelap yang merupakan tempat tumpang
tindih aktin dan miosin ini disebut A band. Di tengah A
band, daerah yang normalnya berwarna gelap ini, terdapat
satu daerah yang pada kondisi tertentu akan berwarna

Sarcomere

Z line Z line

t
Molek ulm k>s•n
-!)
Thick filame-nt_s...______
~ Thick filaments
---11>-----_-:_-:_-:_-:_-:_____ :;::::> =t:
4 ..
I band Aband I band

Gambar 5. Sarkomer
Dikutip dari BIO 301 : Human physiology. (cited 2005 Sept).
Gambar 4. Struktur otot Available from: http//people.eku .edu
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3085

terang, daerah ini disebut H zone yang akan tampa k apa - beberapa serabut otot yang masing-masing diinervasi oleh
bila ujung dari filamen aktin tertarik lepas. Pada otot yang satu ca bang saraf dari satu motor neuron. Jumlah serabut
normal tidak mungkin filamen aktin ini terpisah sehingga otot pada satu motor unit bervariasi , yang berhubungan
H zone akan terlihat hanya apabila otot diregangkan dengan tipe gerakan dari otot tersebut. Sebagai contoh
secara paksa. otot gastrocnemius yang terdiri dari lebih kurang 2000
serabut otot per motor unit, bila sejumlah besar motor unit
diaktivasi maka akan terlaksana gerakan plantar fleksi yang
FILAMEN MIOSIN kuat, sebaliknya otot-otot yang menggerakkan bola mata
yang memerlukan ketepatan tinggi dengan tenaga ringan
Sebuah filamen miosin terdiri dari kumpulan sekitar 200 memiliki serabut otot yang sedikit per motor unit..
molekul miosin. Masing-masing molekul terdiri dari kepala Setiap serabut otot didalam motor unit berkontraksi
dan ekor. Kepala ini terdiri dari protein sedang ekor terdiri menu rut prinsip all-or-nothing apabila mendapat stimulus
dari dua untai peptida. Kepala ini sangat penting pada dari motor neuron.
mekanisme cross bridge pada kontraksi otot.

Myosin tail
-~~t~~~~~~~
Neuron

MYOSIN MOLECULE Myosin head


Hinge (cross bridge)

Gambar 6. Molekul miosin


Gambar 8. Motor unit.
Gabungan dari neuron motorik beserta semua otot yang
FILAMEN AKTIN dipersarafi disebut motor unit.

Filamen aktin terdiri dari dua untai aktin. Selain itu pada MEKANISME KONTRAKSI OTOT
filamen aktin ini juga terdapat dua untai protein lagi yang
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh dua untai aktin. Mekanisme kontraksi otot sama antara otot rangka, otot
Dua protein tambahan ini adalah molekul tropomiosin. polos dan otot jantung . Untuk lebih mudah memahami
Pada setiap molekul tropom iosin terdapat satu molekul mekanisme kontraksi otot ini sebaiknya pembaca mem-
troponin. Troponin ini teriri dari tiga sub unit yaitu T, C perhatikan dengan seksama gambar 3 dan 4 terlebih
dan I. Troponin T mengikatkan troponin ke tropomiosin, dahulu.
troponin C mengikat ion kalsium sedang troponin I ber- Pada saat kontraksi filamen aktin dan miosin saling
ikatan dengan aktin dengan cara menempel/menutupi tumpang tindih sehingga Z Line menjadi semakin dekat
tempat pada molekul aktin yang biasanya digunakan untuk antara satu dengan lainya, sedang H zone semakin
berikatan dengan molekul miosin. menyempit. Apabila otot diregangkan maka ujung dari
molekul aktin akan tertarik sehingga hanya molekul
Troponin complex miosin yang tertinggal pada H zone dan tampak lebih
terang dibandingkan pada saat kedua filamen tersebut
saling tumpang tindih . Kontraksi akan menyebabkan
kedua filamen tersebut saling tum pang tindih dan tampak

G- cti n

Gambar 7. Struktur molekular aktin dan hubunganya dengan


troponin dan tropomiosin
Dikutip dari BIO 301 : Human physiology. (cited 2005 Sept).
Available from : http//people.eku.edu

KONTRAKSI OTOT

Motor unit adalah unit fungsional dari otot skelet. Otot


terdiri dari ribuan motor unit. Motor unit terdiri dari Gambar 9. Kontraksi otot
3086 REUMATOLOGI

lebih gelap. I band hanya terdiri dari molekul aktin, pada pada aktin tidak tertutup dan kepala miosin sekarang
saat kontraksi ujung miosin akan masuk kedaerah ini bebas untuk melekat pada binding site tersebut.
sehinggga terlihat lebih gelap. Pada saat kontraksi pen uh Bila hipotesis ini benar maka ada dua asumsi lagi yang
seluruh filamen aktin dan miosin saling tumpang tindih harus dibuat yaitu : 1. Apabila ion kalsium dikeluarkan
sehingga tidak ada daerah yang terang. dari daerah cross bridge, maka tropomiosin akan kembali
menutupi binding site sehingga tidak terjadi perlekatan
aktin -miosin dan otot berhenti berkontraksi. 2. Harus ada
CROSS BRIDGES mekanisme yang mengantarkan dan mengeluarkan ion
kalsium ke daerah cross bridge. Sistema dari retikulum
Mekanisme sliding (tumpang tindih) antara filamen aktin sarkoplasma mengandung ion kalsium konsentrasi tinggi .
dan miosin adalah sebagai berikut. Kepala molekul Potensial aksi yang memulai suatu kontraksi akan
miosin akan melekat pada satu tempat di molekul aktin menyebabkan pelepasan ion kalsium . Sistema terletak
kemudian membuat lekukan dan menarik molekul aktin. sangat dekat dengan sarkomere dan terdapat dua sisterna
Selanjutnya kepala tersebut akan melepaskan diri dari tiap sarkomere. Sehingga ion kalsium yang dilepaskan dari
molekul aktin dan lekukan pada kepala tersebut kembali sisterna tersebut akan berdifusi ke filamen-filamen ter-
seperti posisi sebelumnya, kemudian membentuk ikatan sebut dan menyebabkan terj adinya kontraksi . Pompa
lagi dan terjadi proses seperti sebelumnya. Setiap gerakan kalsium diasumsikan sebagai kekuatan yang mampu
miosin menarik aktin tersebut hanya akan menyebabkan mengerakkan ion kalsium melawan gradien konsentrasi
pergerakan yang sedikt jaraknya, tetapi oleh karena kembali masuk ke sisterna. Pada saat potensial aksi ber-
adanya sejumlah gerakan menarik yang sangat cepat henti dan tidak ada lagi ion kalsium yang dilepaskan, maka
dari sejumlah besar molekul miosin, maka akan terjadi pompa kalsium akan dengan cepat memompa kalsium
pemendekan otot. Kepala miosin yang melekat ke filamen dari daerah filamen kembali ke sisterna.
aktin disebut sebagai cross bridge.

KOPEL EKSITASl-KONTRAKSI OTOT SKELETAL

Di dalam tubuh otot skeletal berkontraksi sebagai hasil


dari potensial aksi yang ditimbulkan pada membran
serabut otot. Hubungan antara potensial aksi (eksi-
tasi) dan kontraksi disebut sebagai excitation-contraction
coupling. Potensial aksi menyebar sepanjang sarkolema,
masuk dan melalui T tubule ke sistema. Melalui beberapa
cara, mungkin perubahan permeabilitas membran sisterna,
Gambar 1O. Struktur molekular dan hubungan dari miosin dan
ion kalsium akan dilepaskan ke sarkoplasma sekitar
aktin pada mekanisme kontraksi otot (Dikutip dari BIO 301 : miofibril. Selanjutnya kalsium akan bereaksi dengan
Human physiology. (cited 2005 Sept). Availablefrom : http// troponin dan selanjutnya terjadi mekanisme kontraksi
people.eku.edu) seperti yang disebutkan sebelumnya. Apabila potensial
aksi berhenti maka pelepasan kalsium jug a akan berhenti,
selanjutnya pompa kalsium akan segera mengembalikan
TROPOMIOSIN, TROPONIN DAN ION KALSIUM ion kalsium dari sarkoplasma ke sisterna.

Miosin dan aktin memiliki afinitas yang tinggi antara ked-


uanya, sehingga bila diletakkan bersama-sama pada suatu TIPE KONTRAKSI OTOT
tempat akan membuat ikatan yang kuat. Tetapi apabila
ada untaian tropomiosin di antaranya maka tidak akan Apabila suatu potensial aksi yang dijalarkan oleh motor
terjadi ikatan. Menurut hipotesis ini terdapat tempat ikatan neuron ke serabut otot cukup kuat untuk menimbulkan
spesifik (spesific binding site) pada molekul aktin dimana respons, maka serabut otot akan berkontraksi. Kontraksi
kepala miosin secara normal melekat. Untaian tropo- adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan
miosin diperkirakan terletak di atas tempat ikatan tersebut terbentuknya suatu respons tegangan otot terhadap
sehingga tidak terjadi ikatan keduanya . Selanjutnya ion stimulus. Otot hanya bisa menarik yang arahnya ke tengah
kalsium akan dikeluarkan dan bereaksi dengan troponin, otot. Tegangan pada tempat perlekatan biasanya sama.
akibatnya akan terjadi perubahan bentuk dan secara fisik Terdapat dua tipe kontraksi yaitu isotonik dan isometrik.
akan memindahkan tropomiosin sehingga binding site (Gambar 11 ).
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3087

kelompok otot disebu.t septa intramuskular, yang


memungkinkan kelompok otot tersebut bergerak secara
independen. Beberapa fascia dalam ini sangat tebal dan
kuat, yang selain berfungsi untuk membungkus ototjuga
berfungsi sebagai perlekatan otot. Contohnya adalah
fascia lata yang merupakan tempat perlekatan musculus
tensor fascia lata dan gluteus maxi mus.

Tendon dan aponeurosis. Sebuah tendon terdiri dari


sejumlah serabut kolagen putih yang berfungsi untuk
Kontrasi isometrik Kontraksi konsentrik Kontrasi eksentrik
menghubungkan otot dan perlekatanya di tulang . Pada
tempat perlekatan tersebut serabut-serabut ini akan
Gambar 11. Tipe kontraksi otot.
menyebar ke periosteum. Bentuk tendon bervariasi ter-
gantung dari fungsinya . Beberapa tendon berbentuk
Kontraksi isometrik terjadi apabila tegangan d i seperti ekor misalnya tenton otot hamstring, ada
dalam serabut otot tidak menyebabkan gerakan sendi. juga yang berbentuk lebar dan ceper yang disebut
lsometrik berarti panjang otot sama antara sebelum dan aponeurosis seperti aponeurosis pada otot-otot daerah
saat kontraksi . abdominal.
Kontraksi isotonik melibatkan kontraksi otot dan Origo dan insersio. Perlekatan dari otot anggota gerak
gerakan sendi. Pada kontraksi isotonik ini tegangan tetap disebut origo dan insersio. Para ahli anatomi menjelaskan
konstan sedang panjang otot memendek. Apabila suatu origo otot adalah perlekatan ke arah yang lebih proksimal,
otot menjadi aktif dan menghasilkan suatu tegangan sedang insersio adalah perlekatan ke arah yang lebih
yang menyebabkan otot menjadi memendek dan meng- distal. Beberapa ahli lain menjelaskan bahwa perlekatan
akibatkan gerakan disebut sebagai kontraksi konsentrik . yang biasanya stasioner pada suatu gerakan otot disebut
Contoh kontraksi konsentrik adalah apabila otot fleksor origo, sedang perlekatan yang lebih bergerak (more
lengan memendek yang mengakibatkan siku menjadi moveable attachment site) disebut insersio.
fleksi . Apabila lengan tersebut secara perlahan-lahan
menurunkan beban pada ujung lengan dari kondisi fleksi
ke relaksasi secara perlahan-lahan adalah contoh kontraksi
SISTEM SARAF
eksentrik.
Sistem saraf dan hormon memiliki tugas untuk memelihara
sejumlah aktivitas tubuh dan mempersiapkan respons
PERLEKATAN OTOT tubuh terhadap lingkungan eksternal. Sistem saraf ter-
sebar luas di dalam tubuh . lmpuls saraf dapat ditrans-
Fascia. Fascia adalah selaput membran yang menutupi misikan jaringan saraf dari satu akhiran saraf ke akhiran
berbagai struktur didalam tubuh . Fascia ini dapat di - saraf yang lain, sehingga banyak didapatkan interkoneksi
klasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu : fascia super- yang mengakibatkan aktivitas pada satu daerah di tubuh
fisial, fascia dalam, dan fascia subserosa. Fascia subserosa dapat dipengaruhi oleh kejadian di daerah tubuh yang
menutupi rongga-rongga tubuh sepanjang membrana lain.
serosa. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat
Fascia superficial didapatkan persis di bawah kulit dan dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
menutupi seluruh tubuh . Fascia ini terdiri dari dua lapis. medulla spinalis, sedang saraf perifer terbentuk dari saraf-
Fascia ini didapatkanjuga pada fascia yang membungkus saraf yang membawa impuls antara sistem saraf pusat
pembuluh darah, limfe, saraf-saraf kulit, deposit lemak dan dan otot, kelenjar, kulit serta organ-organ lainnya. Saraf
pada daerah -daerah kusus seperti muka dan leher serta perifer berdasarkan fungsinya dibagi atas serabut saraf
otot-otot yang melekat ke kulit. motorik, sensorik, dan autonom. Pada bab ini dibatasi
Fascia dalam terdiri dari sejumlah selaput membran pada saraf perifer.
yang padat dan bervariasi dalam bentuk ukuran dan
kekuatanya tergantung dari fungsinya . Fascia ini terletak
lebih dalam dari fascia superficial dan mendukung otot ANATOMI NEURON
dan struktur lainya pada posisi tertentu sehingga dapat
berfungsi secara efektif untuk menghasilkan atau Unit anatomi dan fungsional dasar dari sistem saraf
membatasi gerakan. Selaput fascia di antara kelompok- adalah sel saraf atau neuron. Secara struktural sel saraf
3088 REUMATOLOGI

merupakan sel yang paling kompleks dari sel tubuh. Sel saraf keluar dari badan sel pada daerah yang bebas dari Niss/
memiliki sebuah inti dan sitoplasma seperti sel yang lain, granule yang disebut axon Hillock. Panjang axon bervariasi
tetapi sitoplasmanya memanjang diluar badan sel mem- bisa pendek seperti neuron -neuron yang terdapat pada
bentuk tonjolan- tonjolan (processus) yang memanjang. medulla spinal is, tetapi ada juga yang sampai satu meter
Processus yang panjang disebut axon, sedang yang seperti neuron yang ke otot skeletal. Axon ini kemudian
pendek disebut dendrit membentuk cabang-cabang yang lebih kecil sampai ke
tempat terakhirnya sebagai sebaran dari serabut-serabut.
Axon mengandung neurofibril tetapi tidak mengandung
BADAN SEL (CELL BODY) Niss/ granule dan dibungkus oleh selaput tipis yang
disebut axolemma. Beberapa serabutjuga dibungkus oleh
Di dalam badan sel terdapat sebuah inti besar, sejumlah bahan lemak yang disebut myelin. Serabut yang demikian
granula (dark-staining granule) yang disebut Niss/ bodies, disebut myelinated atau medulated fiber. Di luar sistem
filamen-filamen yang disebut neurofibril, mitokondria, saraf pusat, axon akan dibungkus lagi oleh selaput dari
badan golgi, sejumlah lemak dan granula berpigmen. Schwann atau neurilemma.
Badan sel hampir selalu tidak memiliki centrosome yang Pada axon yang bermyelin pada interval-interval
mencerminkan bahwa sel saraf tidak mampu mengada- tertentu terdapat lekukan yang disebut nodes of Ranvier,
kan mitosis dan tidak di reproduksi, sekali badan sel mati disini bisa keluar cabang axon. Daerah di antara dua
maka tidak akan diganti lagi. Hampir seluruh badan sel lekukan ini di tutupi oleh satu sel Schwann.
terdapat didalam sistem saraf pusat, hanya sebagian kecil
yang berada diluar, yang biasanya berkelompok disebut
ganglion yang dikelilingi olehjaringan ikat. Di dalam otak DENDRIT
dan medulla spinalis badan sel ini berkelompok disebut
nukleus. Processus-processus pendek dari neuron multipolar
disebur dendrit. Dendrit mengandung Niss/ granule dan
neurofibril. Dendrit ini sering berhubungan dengan banyak
PROCESSUS akhiran dari neuron yang lain.

Processus saraf mengandung sitoplasma dan neurofibril.


Processus ini menentukan klasifikasi neuron. Neuron dis- NEURON AFEREN DAN EFEREN
ebut unipolar bila satu processus menempel pada badan
sel. Neuron bipolar bila didapatkan dua processus yang Pada keadaan normal suatu impuls saraf akan bergerak
terpisah sedang neuron multipolar adalah neuron dengan sepanjang neuron hanya satu arah . Pada neuron
beberapa processus pendek dan satu processus panjang. multi-polar, dendrit selalu membawa impuls ke badan
(Gambar 12) sel , sedang axon akan membawa impuls keluar sel.
Beberapa neuron hanya membawa impuls ke badan
sel saraf yang disebut neuron sensoris atau aferen,
beberapa hanya membawa impuls keluar badan sel
~ Dendrites -----
saraf yang disebut neuron motoris atau eferen . Di
dalam otak dan medulla spinalis terdapat neuron-
~ Nissl bodies
neuron lain yang berfungsi sebagai penghubung antara
neuron sensoris dan motoris, atau yang menyampai-
kan impuls ke pusat. Neuron ini disebut neuron asosiasi
atau interneuron .

SARAF
Gamt?ar 12. Neuron
Saraf adalah satu berkas serabut yang dibungkus oleh
jaringan ikat. Saraf motoris hanya mengandung serabut-
serabut motoris, saraf sensoris hanya mengandung
AXON serabut sensoris dan saraf campuran mengandung
serabut sensoris dan motoris. Sebagian besar saraf adalah
Processus panjang dari sebuah neuron disebut axon. Axon tipe campuran .
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3089

AKHIRAN SARAF KHUSUS 4. Natrium kemudian berdifusi ke dalam membran dan


menyebabkan potensial membran menjadi kurang
Terdapat beberapa akhiran saraf sensoris khusus yang negatif
disebut reseptor yang masing masing hanya responsif ter- 5. Apabila nilai ambang potensial terlampaui akan
hadap satu tipe stimulus. Akhiran saraf khusus ini didapat- terjadi potensial aksi dan impuls akan berjalan
kan di mata, hidung, telingga dan lidah. Selain itu terdapat sepanjang membran sel otot dan mengakibatkan otot
reseptor sensoris umum yang terdapat di semua bagian berkontraksi
tubuh yang responsif terhadap nyeri, perubahan suhu,
Otot skeletal tidak akan berkontraksi tanpa stimulasi
sentuhan dan tekanan. Reseptor yang paling sederhana
dari neuron, sedang otot polos dan otot jantung ber-
adalah free nerve ending yang menghantarkan stimulus
kontraksi tanpa stimulasi saraf, tetapi kontraksinya dapat
nyeri. Reseptor-reseptor yang lain diselimuti olehjaringan
dipengaruhi oleh sistem saraf
ikat. Contoh dari reseptor ini adalah Meissner 's corpuscle
yang responsif terhadap sentuhan, Ruffini dan Krause
yang merupakan thermoreceptor, Paccini yang responsif
ENDOTEL VASKULAR
terhadap sentuhan dalam atau tekanan dan Stretch recep-
tor (muscle spindle) yang terdapat pada otot dan tendon Seluruh sistem peredaran darah dilapisi oleh endotel
untuk proprioseptif. vaskular. Pada awalnya endotel hanya dipandang
sederhana sebagai barier permiabel pasif, akan tetapi
pada saat ini banyak fungsi penting lainnya yang sudah
SAMBUNGAN NEUROMUSKULAR dikenali. Secara anatomi, endotel vaskular memisahkan
antara kompartemen intra dan ekstra vaskular, men-
Si stem saraf berkomunikasi dengan otot melalui sambungan
jadi barier selektif yang permiable, dan merupakan suatu
neuromuskular. sambungan neuromuskular ini bekerja
lapisan yang nontrombogenik.
seperti sinap antar neuron yaitu :
Perubahan struktur dan fungsi endotel mengakibatkan
1. Impulse sampai pada akhiran saraf
perubahan interaksinya dengan sel-sel serta komponen
2. transmiter kimia dilepaskan dan berdifusi melewati/
makromolekul dalam sirkulasi darah dan jaringan di
menyeberangi celah neuromuskular bawahnya. Perubahan ini termasuk meningkatnya per-
3. Molekul transmiter mengisi reseptor pada membran
meabilitas endotel terhadap lipoprotein plasma, modifikasi
otot dan meningkatkan permeabilitas membran ter-
oksidatif dari lipoprotein tersebut, meningkatnya adesi
hadap natrium
leukosit, ketidakseimbangan antara fungsi pro dan anti

Ujung saraf bebas (nyeri) Sadan Ruffini (panas) Sadan Meissner (raba)

Sadan Pacini (tekanan) Muscle spindle Badan Krause (dingin)


(proprioseptif)

Gambar 13. Reseptor sensoris


3090 REUMATOLOGI

Akson neuron motorik

Serung mielin Perambatan potensial aksi


di neuron motorik

Terminal akson Saluran kalsium


Ca"
Terminal button
Vesikel asetikolin

(){)
/
Membran plasma
serat otot
\
Tempat reseptor asetilkolin
Saluran kation

Asetilkolinesterase

Gambar 14. Sambungan neuromuskular


1) Aksi potensial ke terminal button saraf motorik; 2). ion Ca•• masuk kedalam terminal button; 3). eksositosis vesikel ACh; 4). ACh
berdifusi ke ruang antara sel saraf dan sel otot dan berikatan dengan reseptornya (AChR) di motor end plate sel otot; 5). Ion Na•
masuk ke dalam sel otot sehingga menghasilkan aksi potensial di motor end plate; 6). Aksi potensial merambat ke seluruh serat otot;
7). ACh diuraikan oleh asetilkolinesterase di membran otot dan mengakhiri respons sel otot

trombotik dari faktor lokal, growth stimulator, growth protein C-trombomodulin, dan tissue plasminogen aktivator
inhibitor, dan substansi vasoaktif. Manifestasi perubahan mechanism. Disfungsi sel endotel dapat mengaktifkan
struktur dan fungsi endotel ini disebut dengan disfungsi sifat protrombotik dari trombosit yaitu sintesis kofaktor
endotel, yang berperanan pada inisiasi, progresi dan adesif, seperti faktor von Willebrand, fibronectin, dan
komplikasi dari berbagai bentuk penyakit inflamasi dan thrombospondin; komponen prokoagulan seperti faktor V
degenerasi. Growth promoting factors untuk sel endotel dan inhibitor jalur fibrinolitik dikenal sebagai plasminogen
seperti vascular endothelial growth factor (VEGH) dibentuk activator inhibitor- 7, yang mengurangi kecepatan peng-
pada tempat inflamasi, mengakibatkan penyimpangan hancuran fibrin. Sehingga endotel mempunyai peranan
respons angiogenik. Pada artritis reumatoid, pembuluh "pro" dan "anti" hemostatic-thrombotic.
darah yang baru ini mempunyai perananpenting dalam Sebelum ditemukannya endothelium-derived relaxing
membentuk dan mempertahankan pannus. factor (EDRF), "irama" kardiovaskular dipandang hanya
sebagai fungsi dari respons otot polos vaskular terhadap
rangsangan saraf atau hormon di sirkulasi . Ditemukanya
ANATOMI DAN FUNGSI DARI ENDOTEL NORMAL EDRF sebagai nitric oxide endogen dan pengenalan ter-
hadap mekanisme kerjanya pada vasodilatasi, pertahanan
Lokasi endotel merupakan faktor penting dalam interaksi- sel dan ekspresi gen telah banyak meningkatkan pengertian
nya dengan sel didalam peredaran darah dan jaringan kita terhadap regulasi "irama" vaskular. Sejumlah substansi
sekitarmya. dari endotel menyeimbangkan aksi vasorelaksasi dari
Endotel memegang peranan penting pada sistem nitric oxide dan prostasiklin. Vasokonstriktor ini termasuk
koagulasi dan fibrinolitik. Beberapa mekanisme anti- angiotensin II yang dihasilkan permukaan endotel oleh
koagu Ian alamiah berkaitan dengan endotel dan angiotensin-converting enzim; platelet-derived growth factor
ekspresinya bervariasi tergantung dari vaskular bed. Hal (PDGF), yang disekresi oleh sel endothel dan bekerja
ini meliputi mekanisme heparin-antitrombin, mekanisme sebagai agonis dari kontraksi otot polos; dan endothelin 1
STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN ENDOTEL VASKULAR 3091

yang merupakan vasokonstriktor yang unik. mukaan endotel sebagai respons terhadap agen-agen
Endotel vaskular menghasilkan bermacam-macam aktivator seperti interleukin 1, tumor nekrosis faktor a
sitokin, growth factor dan growth inhibitor yang bekerja lipo-polisakarida dan lipid teroksidasi.
lokal untuk mempengaruhi perilaku sel-sel vaskular yang Proses penempelan dan diapedesis leukosit melibat-
berdekatan dan beriteraksi dengan elemen darah. kan sejumlah molekul adesi dan kemokin. Endotel dan
leukosit memainkan peranan yang aktif dalam proses ini,
termasuk memulai rolling atau thetering, signaling process,
DISFUNGSI ENDOTEL/ENDOTEL TERAKTIVASI strong attachment step dan migrasi sel transendotel dari
leukosit. Banyak yang sudah dipelajari dari proses ini
Kerusakan atau aktivasi dari endotel dapat menyebabkan melalui genetika dari tikus dan bermacam-macam model
induksi gen yang pada keadaan fisiologis tertekan. Banyak inflamasi.
faktor yang mempengaruhi ekspresi gen endotel selama
inflamasi. Penyebabnya dapat berupa perubahan hemo-
dinamik, sitokin atau protease lokal, infeksi virus, rad ikal PRODUKSI GROWTH FACTOR MELALUI AKTIVASI
bebas dan lipid teroksidasi. ENDOTEL

Endotel teraktivasi merupakan sumber penting growth


EKSPRESI DARI MOLEKUL ADESI LEUKOSIT factor untuk sel otot polos dan fibroblast. Platelet-
derived groth factor (PDGF), mitogen yang berperanan
lnteraksi molekular antara leukosit dalam sirkulasi dan pada penyembuhan Iuka dan aterosklerosis, diekspresi-
endotel memegang peranan penting pada inflamasi . kan oleh sel endotel. Penginduksi alamiah paling efektif
Netrofil dan monosit menghasilkan parakrin growth factor produksi PDGF oleh sel endotel adalah a-trombin, yang
dan sitokin, faktor sitotoksik terhadap sel tetangga, dan merupakan komponen protease dari sistem koagulasi
menyebabkan degradasi dari jaringan ikat lokal. Langkah yang meningkatkan ekspresi gen PDGF melalui mekanisme
pertama pengambilan leukosit ke subendotelial adalah yang unik. Endotel juga memproduksi growth faktor lain-
melalui penempelan (attachment) sel leukosit ke endotel. nya untuk sel-sel jaringan ikat seperti insuli-like growth
Endotel yang sehat tidak akan mengikat leukosit. Tetapi faktor 7, basic fibroblast growth factor dan transforming
neutrofil, monosit, dan limfosit akan terikat dengan growth factor {3. Mitogens ini berperanan pada fibrosis
molekul adesi leukosit yang baru terekspresi pada per- yang terlihat pada banyak penyakit inflamasi.

( Aktivasi )
Lipid teroksidasi/
Radikal bebas
0 0 ° 0
0 Sitokine
Stres regangan

( Respons )
Perubahan permeabilitas Zat vasoaktif
Adhesi leukosit <> <> <>
<> <> <>
Aktivitas prokoagulan Faktor pertumbuhan/
Kemoatraktan

Gambar 15. Proses terjadinya disfungsi endotel.


Sejumlah stimulator yang berperanan terhadap proses aktivasi sel endotel. Sejumlah respons dari endotel yang dikaitkan
dengan progresi dari penyakit vaskular dan inflamasi. Dikutip dari Vaskular endothelium. Klippel J.H.K. Primer on the
rheumatic Diseases. 12'h ed, Canada : Arthritis Foundation. 2001 ; 2931-
3092 REUMATOLOGI

REFERENSI

Dicorleto P.E. Vaskular endothelium. KlippelJ.H.K. Primer on the


rheumatic Diseases. 12'" ed, Canada : Arthritis Foundation.
2001; 2931-
Isbagio H, Setiyohadi B. Sendi, membran sinovia, rawan sendi dan
otot skelet. Dalam Noer Syaifullah. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ketiga. 1996 : 16-.
Human physiology: Muscle (cited 2005 Sept). Available from:
http/ /people.eku.edu.
Langley LL, Telford IR, Christensen JB. Dynamic anatomy and
physiology. 5th"' Mc. Graw-Hill. New York. 1980: 112 - 40.
Langley LL, Telford IR, Christensen JB. Dynamic anatomy and
physiology. 5 th•d Mc. Graw-Hill. New York. 1980 : 212 - 28.
Landau RB. Essential human anatomy and physiology. 2 nd ed.
Scott and Foresman. London. 1980: 21934-.
Park K.D, Cornblath D.R. Peripheral Nerves. Klippel J.H.K.
Primer on the rheumatic Diseases. 12'" ed, Canada: Arthritis
Foundation. 2001; 3133-.
407
IMUNOGENETIKA PENYAKIT REUMATIK
Joewono Soeroso

PENDAHULUAN dapat berupa; 1) variasi/keragaman susunan nukleotida


pada gen yang disebut sebagai polimorfisme dan 2) defek
lmunogenetika adalah suatu konsep pendekatan genetik genetik akibat mutasi, defek pada proses translasi dan
untuk mengetahui hubungan antara gen respons imun modifikasi pasca translasi. Kedua keadaan tersebut bisa
deng~n suatu kondisi atau penyakit. Tujuan dari imuno- menimbulkan gangguan pada sistem sinyal selular yang
ge n eti ka adalah untuk membuka wawasan bagi akhirnya bisa menimbulkan suatu penyakit.
pencegahan primer, terapi, maupun pencegahan sekunder.
Dengan mengetahui gen yang berasosiasi dengan suatu
penyakit, bisa diperkirakan jenis antigen yang mencetus MHC
penyakit, dan bisa dilakukan modulasi, modifikasi, atau
koreksi pada gen tersebut. Berbagai gen yang berperan Region MHC pada manusia merupakan kelompok gen
pada penyakit yang terkait res pons imun antara lain; 1) yang berperan respons imun. Gen-gen pada MHC ter-
gen human leucocyte antigen (HLA) 2) gen cell receptor susun atas DNA yang terletak pada kromosom 6p21.31
(TCR T) 3) gen sitokin 4) gen reseptor sitokin dan 5) (pada kromosom no 6, lengan pendek, pita no 21 sampai
gen imunoglobulin, dan 6) gen HSP (heat shock 3. Lebih dari 200 gen disandi pada MHC, 40 di antaranya
protein) adalah gen human HLA. Pada MHC terdapat 3 regio
Komponen genetik yang banyak dihubungkan dengan penyandi yaitu, MHC kelas II yang menyandi HLA kelas
penyakit reumatik adalah gen respons imun yang terletak II (HLA-D [P,N,M,O,QRJ), gen transporter associated with
pada major histocompatibility complex (MHC). Pada MHC antigen processing (TAP), yang berperan pada pemrosesan
terletak gen penyandi berbagai molekul respons imun antigen oleh HLA kelas I, dan gen latent membrane
yang paling berperan pada penyakit yang terkait dengan protein (LMP). Urutan berikut adalah MHC kelas Ill yang
gen respons imun. Makalah ini difokuskan pada HLA, yang menyandi berbagai protein yang berperan pada respons
mana mekanisme molekularnya sudah difahami. imun dan inflamasi, seperti TNF-a dan ~. heat shock
Faktor risiko genetik dari penyakit reumatik otoimun protein (HSP), komplemen (C2 dan C4}, dan sebagainya.

HLA

DP ON OM DO DQ DR
~ ~ ~
I

TAPB pp p p p LMP/TAP p p p p p p B C A

:::=.::::fl:l----41~-
Tahap II Tahap Ill Tahap I

Gambar 1. Organisasi gen MHC manusia pada lengan pendek kromosom 6


3094 REUMATOLOGI

Urutan terakhir adalah MHC kelas I yang menyandi HLA ,------ - - ----
kelas I (HLA-B, HLA-C, HLA- A).

HLA

HLA merupakan molekul yang berperan pada presen-


tasi antigen. HLA kelas I berfungsi untuk mempresentasi
antigen oleh sel T CD8+ . HLA-kelas II pada presentasi
antigen oleh APC kepada sel T CD4+, untuk selanjutnya
terjadi aktivasi sistem kekebalan adaptif, kearah sistem
imun selular atau imun humoral. Pada HLA kelas I ter-
dapat 2 ranah pengikatan peptida (a 1 dan a 2), 2 ranah

Gambar 3. Kristalografi sinar X dari HLA-DRB1*(dari atas).


Lokasi asam amino residu 70 - 74 yang polimorfik pada celah
HLAI r Celah pengikatan
peptida
a2
l HLA II
pengikatan peptida pada HVR dari rantai ~ HLA-DRB1 *yang
sering dihubungkan dengan AR
Ranah
pengikatan peptida a1 a1

Ranah nukelotida tunggal atau single nucleotide polymorphism


mirip imonuglobin
Ranah (SNP), dan polimorfisme mikrosatelit yaitu pengulangan
transmembran
tandem tiga atau empat atau lima nukleotida yang sama
Ranah
sitoplasmik pada suatu gen. Struktur nukleotida pada HVR sering mi rip
Gambar 2 Gambaran skematik molekul HLA kelas I dan HLA dengan antigen eksogen, dan ini sering disebut sebagai
Kelas II. Pada HLA kelas I terdapat 2 ranah pengikatan peptida shared epitope (SE) .
(a 1 dan a 2), 2 ranah mirip imunoglobulin (~ 2 m dan a3), 1
ranah transmembran dan 1 ranah sitoplasmik. Pada HLA kelas
II terdapat 2 ranah pengikatan peptida (a1 dan ~1), 2 ranah
mi rip imunoglobulin (a2 dan ~2), 2 ranah transmembran dan LINKAGE DISQUILIBRIUM
2 ranah sitoplasmik.
Linkage disequilibrium (LD) adalah keberadaan bersama
suatu alel HLA dengan alel HLA lain seperti, HLA-DR,
mi rip imunoglobulin (~ 2 m dan a3), 1 ranah transmembran DP dan DQ atau dengan gen lain (mis; C4). Gen HLA di-
dan 1 ranah sitoplasmik HLA kelas II terdiri dari 2 rantai turunkan kepada filialnya tanpa mengikuti hukum Mendel,
polipeptida yaitu rantai a dengan berat molekul 33 kD sehingga frekuensinya pada filial sulit diperhitungkan.
(kilo Dalton) dan rantai ~ (28 kD) . LD antara suatu HLA dengan HLA yang lain atau gen lain
dapat menunjukkan peningkatan risiko suatu penyakit

POLIMORFISME HLA
PENENTUAN TIPE HLA
Polimorfisme adalah variasi sekuens nukleotida dari
orang ke orang pada suatu lokus gen. HLA merupakan Tipe HLA dapat ditentukan melalui 2 cara :
molekul paling polimorfik di antara semua molekul di
dalam tubuh manusia. Keadaan ini disebabkan merupa- Pada Gen Penyandi Molekul HLA:
kan molekul HLA paling sering terpapar dengan dunia Di sini ditentukan susunan nukleotida gen HLA ter-
luar, dalam hal ini adalah antigen eksogen (alloantigen). sebut. Metode yang sering dilakukan adalah polymerase
Karena paparan-paparan dari antigen yang berbeda- chain reaction (PCR), baik dengan hibridisasi maupun
beda, celah pengikatan peptida, strukturnya mengalami deteksi sekuens nukleotida (sekuensing). Cara penulisan
adaptasi dan evolusi sehingga susunan asam aminonya HLA adalah HLA-lokus gen-asterix (*)-digit, misalnya
sangat bervariasi. Variasi susunan asam amino pada HVR HLA-DRB1*01. (Tabel 1)
tersebut dapat mempengaruhi respons imun dan berkaitan
penyakit otoimun .. Gen yang paling polimorfik adalah Pada Molekul-Protein HLA
gen HLA-DR yang terdiri lebih dari 330 subtipe. Bentuk Molekul HLA adalah produk (ekspresi) dari gen HLA.
polimorfisme antara lain; polimorfisme biasa, polimorfisme Penentuan tipe HLA ini biasanya dilakukan dengan
IMUNOGENETIKA PENYAKIT REUMATIK 3095

Tabel 1. Contoh Nomenklatur Gen HLA kelas II Tabel 3. Hubungan HLA Kelas II dengan Berbagai
Na ma Menunjukkan Penyakit Reumatik Autoimun

HLA Regio HLA dan prefiks untuk gen Molekul HLA


penyandi HLA (tes serologis)
Gen HLA (PCR) Penya kit
HLA-DR81 Lokus gen HLA tertentu, misal: = serological
DR81 specities
HLA-DR81 *13 Kelompok alel penyand i molekul DP81*0201 JIA pausiartikular
DR13 DR81 *0301 SLE (*RR=3), Sindrom
DR3
HLA-DR81 *1301 HLA-DR81 * 13 yang spesifik Sjogren (RR=6), Juvenil
HLA-DR81*1301N Alel nol HLA- DR81 * 13 (tidak dermatomiositis
menyandi molekul HLA) (RR=4), JIA pausi-
HLA- DR81*13012 Alel HLA-DR81 *13 yang dibeda - artikular (RR=S)
kan karena mutasi
DR81 *0312 DR3 SLE (RR=3)
HLA- DR81 *1301102 Alel d HLA-DR81 *13 dengan mutasi
DR81 *1501/*1503, DR15 SLE (RR=3)
diluar region penyandian
DR81*08 DR8 SLE, (RR=3) demato-
HLA-DR81*1301102N Ale I nol HLA-DR81 *13dengan
miositis (RR=4)
mutasi di luar region penyandian
DR81 *0401 , DR4 RA (RR=7), JIA poli-
DR81 *0403 articular dengan
metode serologis (reaksi antigen -antibodi), oleh sebab DR81 *0404 RF+(RR=S)
itu disebut jug a dengan spesifisitas serologis (serological DR81*0102 DR1 RA (RR=3)
specificities). Cara penulisan hanya lokusnya (Tabel 1).

Setelah temuan ini banyak para peneliti lain yang melapor-


NOMENKLATUR GEN HLA kan hubungan antara HLA- Kelas II tipe lain dengan dengan
penyakit reumatik yang lain seperti SLE, dermatomiositis,
Di bawah ini adalah contoh cara pemberian nama gen Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA), skleroderma, sindrom
HLA kelas II berdasarkan nomenklatur HLA tahun 2000 Sjogren dan sebagainya . HLA- Kelas I seperti HLA-B27
(Bod mer). Nomenklatur tersebut dibuat atas dasar susunan juga dihubungkan dengan berbagai penyakit, seperti
nukleotida (ATGC) dari suatu gen. Untuk gen HLA kelas I, ankylosing spondilitis, artritis reaktif, sindrom Reiter (Tabel
juga berlaku cara yang sama. 2 dan 3) .

HU BU NGAN POLIMORFISME HLA DENGAN BER- HUBUNGAN HLA KELAS I DENGAN PENYAKIT
BAGAI PENYAKIT REUMATIK REUMATIK OTOIMUN
Hubungan Polimorfisme HLA. dengan berbagai penyakit
reumatik otoimun dilaporkan pertamakali oleh Stastny HLA- B27 berhubungan erat dengan ankylosing spondilitis
(1978) yang menemukan asosiasi antara molekul MHC (AS), 95 % pasien AS membawa HLA-B-27 (RR mencapai
kelas II, yaitu HLA-DR4 dengan artritis reumatoid (AR). > 90), chronic inflammatory bowel disease (180), artritis
reaktif dan dan psoriatik artritis. Hubungan HLA-B*2705
dengan AS terdapat pada ras Kaukasian, HLA-B*2706
Tabel 2. Hubungan HLA Kelas I dengan Berbagai
Penyakit Reumatik Autoimun pada orang Asia Tenggara, dan HLA- B* 2709 pada orang
Sardinia.
Molekul HLA
(tes serologis)
Gen HLA (PCR) Penya kit
= serological
specificities HUBUNGAN HLA KELAS II DENGAN PENYAKIT
REUMATIK AUTOIMUN
8* 2701, 8*2702 , 827 Ankylosing spondilitis
8*2703 , 8* 2704, (RR= 90*), reactive HLA-DPB1*0201 , HLA-DRB1*08 dan HLA-DRB1*05 mem -
8* 2708, 8* 2709, arthritis, Sindrom Reiter, punyai hubungan yang erat dengan JIA (dahulu disebut
8*2710 chronic inflammatory
bowel disease or psoriatic Juvenile chronic Arthritis) tipe pausiartikular. Sedangkan
arthritis DRB1 *0401 dan HLA- ORB 1*0404 behubungan denga JIA
dengan rheumatoid factor (RF) positif, poliartritis dengan
*RR = risiko relatif RR > 100.
3096 REUMATOLOGI

Pada AR gen HLA-DRB1*04, HLA-DRB1*01 HLA-


Tabel 4 Asosiasi Antara SE yang Berupa Sekuens
DRB1*10, HLA-DRB1*14, HLA-DQB1*03, HLA-DQB1*04, Asam Amino 70 - 74 pada Rantai ~. HLA-DRB1*
dan kombinasi haplotipe H LA-DRB 1*04-H LA-DQB 1*03 denganAR
dilaporkan di berbagai negara mempunyai hubungan erat
Sekuens Asam Amino Asosiasi
dengan AR. Di Indonesia HLA kelas II yang berhubungan HLA-DRB1*
denga AR adalah HLA-DRB1 *04 [OR= 2,41 (Signifikan/S)]. 70 71 72 73 74
sedangkan HLA-DRB1*01 HLA-DRB1*10, HLA-DRB1*14, 0401 Q K R A A Risiko
ditemukan tidak berhubungan dengan keberadaan AR 0403 Q R R A A Risiko
Di Indonesia, HLA-DQB1*04 juga berhubungan dengan 0404 Q R R A A Risiko
keberadaan AR [OR = 2,70(S] . HLA-DRB1*04 juga
0102 Q R R A A Risiko
berhubungan dengan peningkatan kecacatan dan
1001 R R R A A Risiko
peningkatan kadar RF (rheumatoid factor) . LD antara alel
HLA-DRB-HLA-DQB juga berhubungan dengan peningka- 1419 Q K R A A Risiko
tan kepekaan keberadaan dari berbagai penyakit reumatik. 0402 D E R A A Protektif
LD biasanya ditulis dengan istilah kombinasi haplotipe. 0439 Q R R A E Tidak ada
Pada AR kombinasi haplotipe HLA-DRB1 *04-HLA-DQB1 *03
~ Q = glutamin, K = lisin, R = arginin, A = alanin, D =
[OR = 4, 16(S)]. dan kombinasi haplotipe HLA-DRB 1* asam aspartat, E = asam glutamat
04-HLA-DQB1*03[0R=4,01] mempunyai hubungan
dengan AR.
HLA-DRB1*0312, HLA-DRB1*1501, HLA-*1503, HLA- (QKRAA, QRRAA, RRRAA) pada celah pengikatan peptida
DRB1*08 juga mempunyai berhubungan erat dengan HLA-DR ternyata mempunyai struktur yang sama dengan
keberadan SLE, mungkin keadaan ini juga berhubungan protein asing seperti E. Coli dnaJ, EBV-gp110 dsb.
dengan LD dari HLA-DR3 dan HLA-DR2 denga alel nol gen Dimulai sejak kehidupan janin, di mana terjadi seleksi sel
C4A Alel nol gen C4A menimbulkan defek struktural pada T di kelenjar timus. Sel epitel kelenjar timus mengajari
molekul C4 sehingga molekul C4 tidak berfungsi secara sel T yang dipapar dengan ribuan otoantigen termasuk
normal. Gen lain yang berhubungan dengan SLE antara peptida HLA kelas II, agar kelak sel T dapat toleran
lain gen FcgRlla, FcgRllla, MBL, dan IL-1 Ra . terhadap autoantigen tersebut. Kelompok sel T CD4+ yang
otoreaktif kuat terhadap SE akan mengalami apoptosis
(seleksi negatif), sedangkan kelompok sel T CD4+ yang
MEKANISME MOLEKULAR HUBUNGAN HLA otoreaktif rendah terhadap SE tetap hidup dan bersirkulasi
DENGAN PENYAKIT REUMATIK OTOIMUN (seleksi positif) .
Sebelum timbul penyakit secara klinis, sel T CD4+
HLA Kelas I otoreaktif rendah mengalami paparan berulang oleh anti-
Hubungan antara H LA kelas I dengan penyakit reumatik gen eksogen mirip SE misalnya E. Coli dnaJyang diekspresi
dapat jelaskan melalui konsep shared epitope/SE antara kontinyu oleh E. Coli di dalam usus manusia atau oleh SE
bakteri intraselular atau produknya dengan HLA-B27, yang dipresentasi HLA kelas II atau oleh HLA-DRB1*yang
yang mana HLA-B27 sebagai otoantigen dikenali oleh membawa SE (HLA-DRB 1*SE+). Papa ran berulang terse but
sistem kekebalan sebagai eksoantigen. Keadaan ini dapat merubah sel T CD4+ menjadi lebih otoreaktif terhadap
menimbulkan reaksi pengikatan oleh sistem kekebalan SE. Sel T CD4+ otoreaktif kemudian bermigrasi dari darah
selular. Pada AS misalnya, dapat terjadi aktivasi sel T perifer ke jaringan sinovia·
CD8+ oleh HLA-B27 pada APC yang berperan sebagi Di dalamjaringan sinovia, antigen artrotrofik, seperti
otoantigen, yang mana sel T CD8+ akan mengekspresi EBV-gp 110 (Epstein Barr Virus-glycoprotein 110), antigen
perforin dan granzyme untuk menghancurkan berbagai eksogen lain atau peptida diri yang membawa SE atau
sel yang mengekspresi HLA-B27. Konsep SE ini hampir HLA-DRB1*SE+ sendiri juga dapat memicu aktivasi dan
identik dengan yang terjadi pada HLA kelas II (lihat uraian proliferasi sel T CD4+ otoreaktif terhadap SE untuk
di bawah ini) mengawali penyakit AR+
HLA kelas II seperti HLA-DR, HLA-DQ HLA-DP, juga
HLA Kelas II mempunyai asosiasi yang kuat dengan SLE, demikian
Salah satu teori yang dapat diterima untuk menghubungan juga kombinasi haplotipe HLA-DQA1*0103-DQB1*0201,
polimorfisme HLA kelas II dengan AR adalah teori kombinasi haplotipe DPB 1*0301-DPB1 *1401, defisiensi
mimikri molekular. Kesamaan susunan nukleotida pada C2 , dan polimorfisme T-cel/ receptor b-chain [37,38].
HVR dengan antigen eksogen sering disebut dgn Keberadaan LD tidak berarti bahwa lokus HLA-DR secara
konsep SE. Sekuens asam amino nomor 70-71-72-73-74 tersendiri yang meningkatkan kepekaan timbulnya
IMUNOGENETIKA PENYAKIT REUMATIK 3097

Seleksi sel T di kelenjar Timus

- Sel T dipapar peptida HLA DRBl-SE +


- Linkage disequilibrium dengan HLA-DQBl

Sel T spesifik SE
!
Sel T spesifikasi SE
Paparan berulang
otoreaktif rendah otoreaktif tinggi
£.Colin dnaJ
tetap hidup apoptosis

APC mempresentasi
antigen artrotrofik Sel ThO spesifik SE
Bermigrasi ke sinovia
mirip SE atau peptida otoreaktif tinggi
HLA+SE

Sel Thl spesifik SE

IL-2
INF-ylll-12 NFy yy L2 integrin, Cd145
Aktivasi sel BI
IL-18 TNF-all-1
~---------- Makrofag
~----~
IL18
CD69- 0118 C069- 0118 VICAMl RF
IL18 !CAM
--~--~ ~-----~
Osteoklas Kondrosit Kompleks imun

Metaloproteinase & molekul efektor Aktivasi komplemen

I Reumatoid Artritis I Migran sel PMN

Gambar 4. Model peran HLA-DRB1* dan HLA-DQB1* pada patogenesis AR, berdasarkan kosep mimikri
molekular

SLE, tetapi mungkin akibat LD dengan gen lain seperti Bolstad AI, Roland R. Genetic aspects of Sjogren' s syndrome Jons-
polimorfisme gen tumor necrosis factor (TNF)~. yang son Arthritis Res 2002; 4:353-359
Creamer P, Loughlin J. Genetic Factors in Rheumatic Diseases
terletak pada MHC kelas Ill atau mungkin gen C1, C4, C2, In: Rheumatology. Editors; Klippel JH, Dieppe PA. St. Louis
FcgRlla, FcgRllla, MBL, dan IL-1 Ra Mosby Company 1999 (CD-ROM).
Dinarello CA, Moldawer LL, 2000. Proinflammatory and anti
Inflammatory cytokines in rheumatoid artrhritis. Thousand
Oaks : Amgen Inc, pp. 3-21.
REFERENSI Gregersen PK, 1997. Genetic analysis of rheumatic diseases. In
(Kelley WN, Ruddy S, Harris ED, Sledge CB eds.). Textbook
Anthony Nolan Bone Marrow Trust. 2001 (http:// anthonynolan. of Rheumatology 5'" ed. Philadelphia. WB Saunders Coy, pp.
com). 209-227.
Andreas J, Bengtsson AA, Sturfelt G, Truedsson L. Analysis of Hall FC, Bowness, 1996. HLA and disesase: From molecular
HLA DR, HLA DQ, C4A, Fca.RIIa, Fca.RIIIa, MBL, and IL-lRa function to disease association. In: (Browning M, McMichael
allelic variants in Caucasian systemic lupus erythematosus A eds.). HLA and MHC: genes, molecule and functions. Ox-
patients suggests an effect of the combined Fca.RIIa R/R and ford : Bios Scientific Publications, pp. 353-376.
IL-lRa 2/2 genotypes on disease susceptibility Arthritis Res Howard MC, Spack EG, Choudury K, Creten TF, Schneck JP,
Ther. 2004; 6(6): R557-R562. 1999. MHC-based diagnostics and theurapeutics-clinical
Albani S, Carson DA,. A multistep molecular mimicry hypothesis application for disesease-linked genes. Trends Immunology
for the pathogenesis of rheumatoid arthritis. Immunology 20(4): 161-164.
Today 1996; 17(10):466-470. IMGT(IMunoGeneTics)-HLA, 2003. Database sequence data.
Auger I, Roudier J,. A Function for the QKRAA amino acid motif http:/ /www.ebi.ac.uk/imgt/hla.
: mediating binding of dnaJ to dnaK implications for the as- Judajana FM. Kuliah immunologi molekular. Kursus Persiapan
sociation of rheumatoid arthritis with HLA DR4. J Clin Invest Disertasi. Graha Masyarakat Ilmiah. FK Universitas Airlanga,
1997; 99(8):1818-1822. Surabaya 2005
REUMATOLOGI
3098

Klein J, Sato A, 2000. The HLA system : First of two parts. N Engl
J Med 343(10):702-709.
La Cava A, Lee Nelson J, Ollier WER, McGregor A, Keystone CE,
Carter JC, Scaffuli JS, Berry CC, Carson DA, Albani S, 1997.
Genetic bias in immune responses to a cassette shared by
different microorganisms in patients with rheumatoid arthri-
tis. J Clin Invest 100(3):658-663.
Marsh SGE, Bodmer JG, Albert ED, Bodmer WF, Bontrop RE, Du-
pont B, Ehrlich HA, Hansen JA, Mach B, Mayr WR, Parham
P, Pertersdorf EW, Sasazuki T, Th Schreuder GM, Strominger
JL, Svejgaard A, Terasaki PI, 2001. Nomenclature for factors
of the HLA system, 2000. Tissue Antigen 57:236-283.
Reveille JD.Genetic studies in the rheumatic diseases: present
status and implications for the future. J Rheumatol Suppl.
2005 Jan;72:1031-.
Salamon H, Klitz W, Easteal S, Gao X,. Erlich HA, Femandez-Vifta,.
Trachtenberg EA, McWeeney SK, Nelson MP, Thomson
G, 1999. Evolution of HLA Class II Molecules : Allelic and
Amino Acid Site Variability Accross Populations. Genetics
152:393400-.
Soeroso J. Hubungan HLA-DRB dan HLA-DQBl dengan
reumatoid artritis. (Disertasi). Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga 2004.
Sediva A, Hoza J, Nemcova D, -Pospisilova D, Bartunkova J,
Vencovsky J.Immunological investigation in children with
juvenile chronic arthritis. Med Sci Monit. 2001 Jan-Feb;7(1):99-
104.
Vamavidou-Nicolaidou A, Karpasitou K, Georgiou D, Stylianou
G, Kokkofitou A, Michalis C, Constantina C, Gregoriadou
C, Kyriakides G.HLA-B27 in the Greek Cypriot population:
distribution of subtypes in patients with ankylosing
spondylitis and other HLA-B27-related diseases. The
possible protective role of B*2707. Hum Immunol. 2004
Dec;65(12):14511454-.
408
ARTROSENTESIS DAN
ANALISIS CAIRAN SENDI
Sumariyono

PENDAHULUAN SINOVIA

Artrosentesis (aspirasi cairan sendi) dan analisis cairan Sinovia (cairan sendi) adalah lapisan cairan tipis yang
sendi merupakan pemeriksaan yang sangat pentin g mengisi ruang sendi normal, cairan sendi ini memberikan
di bidang reumatologi, baik untuk diagnosis maupun nutrisi esensial dan membersihkan sisa metabolisme
tatalaksana penyakit reumatik . Analisis cairan sendi dari kondrosit di dalam rawan sendi. Selain itu sinovia
bisa di analogikan seperti pemeriksaan urinalisis untuk juga berfungsi sebagi pelumas dan sebagai perekat.
menilai kelainan traktus urinarius. Pemeriksaan ini terdiri Sebagai pelumas sinovia melumasi permukaan sendi yang
dari pemeriksaan makros, mikroskopis, dan beberapa mendapat beban mekanik, sedang sebagai perekat, sinovia
pemeriksaan khusus, dimana dari pemeriksaan ini cairan meningkatkan stabilitas dan menjaga agar permukaan
sendi abnormal dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, sendi tetap pada posisi normalnya (pada relnya) pada saat
yaitu non inflamasi, inflamasi, purulen dan hemoragik. sendi digerakkan. Viskositas yang tinggi dari cairan sendi
Walaupun dari masing-masing kategori tersebut terjadi karena adanya asam hyaluronat yang disekresi oleh
terdapat beberapa penyak it yang menyebabkanya, fibroblas-Like B cells di dalam sinovium.
tetapi paling tidak pemeriksaan ini dapat mempersempit
diagnosis banding. Berdasarkan hasil analisis sejumlah
penelitian, Shmerling menyimpulkan bahwa ada dua FISIOLOGI SINOVIA (CAIRAN SENDI)
alasan terpenting dari analisis cairan sendi adalah
untuk identifikasi infeksi sendi dan diagnosis artropati Cai ran sendi normal adalah ultra filtrat atau dialisat dari
kristal. Pada umumnya cairan sendi diperoleh dari lutut, plasma. Dengan demikian kadar ion-ion dan molekul-
walaupun dapat juga dari sendi-sendi lainnya seperti molekul kecil ekivalen dengan kadarnya didalam plasma,
bahu, siku, dan pergelangan kaki. sedang protein kadarnya lebih rendah. Molekul-molekul
yang berpindah dari plasma ke cairan sendi pertama
harus melewati endotel mikrovaskular, kemudian harus
SI NOVI UM melalui matriks di sekeliling sel sinovia . Barier yang
paling kritikal adalah endotel. Protein plasma yang
Sinovium adalah jaringan yang menutupi semua melewati barier ini bergerak melalui difusi dengan
permukaan sendi, kecuali weight bearing surface sendi tingkat kecepatan yang berbanding terbalik dengan
diartrodial manusia normal. Jaringan ini terdiri dari 1-3 ukuran molekulnya.
lapis sel dan menutupi suatu matriks, dimana matriks Sebaliknya kembalinya cairan dari cairan sendi ke
tersebut bisa berupa jaringan lemak, jaringan fibrosa, plasma tidak size selective. Setelah molekul protein
areolar atau periosteal, tergantung dari lokasinya di dalam melewati endotel dan masuk ke interstitiel, protein ini
sendi. Sinovium normal memiliki vaskularisasi yang baik akan dibersihkan kembali ke plasma melalui saluran
dan menghasilkan sinovia atau cairan sendi. limfe. Konsentrasi protein-protein tertentu di dalam
3100 REUMATOLOGI

cairan sinovia mencerminkan keseimbangan dari dua Bahan dan Alat


proses tersebut. Hal inilah yang menjelaskan kenapa Spuit sesuai dengan keperluan
rasio konsentrasi cairan sendi dengan plasma (CS/P) dari Jarum spuit : no 25 untuk sendi kecil, no 21 untuk sendi
protein besar lebih rendah dari protein yang lebih kecil lain, no 15 -8 untuk efusi purulen (pus)
seperti albumin. Rasio albumin adalah 0,2-0,3 pada sendi Desinfektan iodin
lutut normal, sedang rasio fibrinogen jauh lebih kecil Alkohol
karena ukuranya jauh lebih besar. Relatif tidak adanya Kasa steril
fibrinogen pada cairan sendi ini menjelaskan kenapa Anestesi lokal (bila diperlukan)
cairan sendi normal tidak membeku. Pada efusi patologis, Sarung tangan
permeabilitas endotel meningkat dan kadar proteinya Pu Ipen
meningkat mendekati kadarnya di plasma, sehingga Pl ester
kadar fibrinogen juga meningkat yang menyebabkan Tabung gelas
aspirat cairan sendi menjadi beku. Tabung steril untuk kultur
Lain-lain sesuai kebutuhan : media kultur, kortiko-
steroid
ARTROSENTESIS
Prosedur Tindakan (Umum)
lndikasi
Sebelum melakukan aspirasi cairan sendi :
Diagnostik Lakukan pemeriksaan fisik sendi dan bila perlu
Membantu diagnosis artritis periksa foto sendi yang akan diaspirasi
Memberikan konfirmasi diagnosis klinis Harus dikuasai anato mi regional sendi yang
Selama pengobatan artritis septik , artrosentesis akan diaspirasi untukmenghindari kerusakan
dilakukan secara serial untuk menghitung jumlah struktur-struktur vital seperti pembuluh darah
leukosit, pengecatan gram dan kultur cairan dan saraf.
sendi . Harus dilakukan teknik yang steril untuk menghindari
terjadinya artritis septik. Untuk desinfekti dipakai
Terapeutik
iodine dan alkohol . Dokter harus memakai sarung
Artrosentesis saja
tangan untuk menghindari kontak dengan darah dan
Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada
cairan sendi pasien.
pseudogout akut dan crytal induced artritis yang
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat digunakan
lain.
semprotan etilklorida. Bila diperlukan dapat digunakan
Evakuasi serial pada artritis septik untuk
prokain untuk anastesi lokal.
mengurangi destruksi sendi .
Sela ma dilakukan prosedur aspirasi harus diingatkan
Pemberian kortikosteroid intraartikular
kepada pasien untuk selalu rileks dan tidak banyak
Mengontrol inflamasi steril pada sendi , bila
menggerakkan sendi.
obat anti inflamasi non steroid telah gaga!,
kemungkinan akan gaga! atau merupakan
Prosedur Tindakan (Khusus)
kontraindikasi.
Mempersingkat periode nyeri pada artritis gout.
Menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat
Membantu terapi fisik pada kontraktur sendi . SENDI LUTUT

Pada efusi sendi lutut yang besar, tusukan dari lateral


Kontraindikasi
secara langsung pada tengah -tengah tonjolan supra-
Diagnostik patela lebih mudah dan lebih enak untuk pasien.Tonjolan
lnfeksi jaringan lunak yang menutupi sendi suprapatela ini dapat diperjelas dengan menekan ke
Bakteriemi lateral dari bagian medial. Dengan menggunakan ujung
Secara anatomis tidak bisa dilakukan pulpen dilakukan pemberian tanda pada daerah target
Pasien tidak kooperatif yaitu lebih kurang pada tepi atas patella (cephalad border
Terapeutik of patella) . Tada ini akan masih terlihat dalam waktu
Kontraindikasi diagnostik yang cukup untuk melakukan desinfeksi, anastesi dan
lnstabilitas sendi artrosentesi . Pada efusi sendi yang sedikit lebih baik
Nekrosis avaskular dilakukan tusukan dari medial di bawah titik tengah
Artritis septik patella.
ARTROSENTESIS DAN ANALISIS CAIRAN SENDI
3101

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Ujung sefalik patelik
I
Pemeriksaan makroskopis cairan sendi merupakan
pemeriksaan bedside . Tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk menentukan cairan sendi tersebut termasuk dalam
kelompok : 1) normal, 2) non inflamasi, 3) inflamasi, 4)
Tibia purulen atau 5) hemoragik. Diagnosis spesifikjarang bisa
dibuat hanya berdasar pemeriksaan makroskopis saja.
Gambaran analisis cairan sendi normal dan patologis
dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.

Gambar 1. Tusukan sendi lutut dari lateral pada efusi


sendi yang banyak. Tabel 2. Gambaran Analisis Cairan Sendi Normal
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Rata-rata
PH 7.3 - 7.43 7.38
Garis tengah patela Jumlah leukosit/mm 3 13 - 180 63
' PMN 0- 25 7
Limfosit 0-78 24
Monosit 0- 71 48
Sel sinovia 0 - 12 4
Protein total g/dl 1.2 - 3.0 1.8
Albumin(%) 56- 63 60
Globulin (%) 37-44 40
Hyaluronat g/dl 0.3

Gambar 2. Tusukan sendi lutut dari medial Tabel 3. Gambaran Analisis Cairan Sendi Patologis
Noninflamasi lnflamasi Purulen
Kriteria
(grup I) (grup II) (Grup Ill)
ANALISIS CAIRAN SENDI Volume Biasanya > 4 Biasanya >4 Biasanya
(ml, lutut) >4
Jenis-jenis Pemeriksaan Cairan Sendi Warn a Xantokrom Xantokrom Putih
atau putih
Jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan pada analisis
Kejernihan Transparan Translusen Opak
cairan sendi dapat dilihat pada tabel 1.
atau opak
Viskositas Tinggi Rendah Sangat
Tabet 1. Analisis Cairan Sendi: Jenis-jenis Pemeriksaan rendah
'
Rut in
Bekuan Sedang Sedang Buruk
• Pemeriksaan makroskopis: warna, kejernihan, viskositas,
mus in sampai baik sampai
potensi terbentuknya bekuan, volume
buruk
• Pemeriksaan mikroskopis: jumlah leukosit, hitung jenis
Bekuan Sering Sering Sering
leukosit, pemeriksaan sediaan basah dengan mikroskop
spontan
polarisasi dan fase kontras
Khusus
Jumlah < 3000 3.000 50.000-
leukosit/mm 3 -50.000 300.000
Mikrobiologi: pengecatan khusus (silver, PAS, Ziehl
Nielsen), kultur bakteri,jamur, virus atau M tuberkulosis, Polimorfo- < 25 % > 70 % > 90 %
analisis antigen atau asam nukleat mikroba (PCR) nuklear (%)
Serologi: kadar komplemen hemolitik (CH 50), kadar Kom-
ponen komplemen (C 3 dan C4 ), autoantibodi (RF, ANA,
Anti CCP) Bekuan
Kimiawi: glukosa, protein total, pH, p02, asam organik (asam Cairan sinovia sedikit sekali kandungan protein pembekuan
laktat dan asam suksinat), LDH (lactate dehydrogenase) seperti fibrinogen, protrombin, faktor V, faktor VII dan
Keterangan: tromboplastin jaringan. Sehingga cairan sinovia normal
ANA: antinuclear antibody; CCP: cyclic citrullinated peptide; tidak akan membeku . Tetapi pada kondisi inflamasi
PAS : periodic acid Schiff, RF : rheumatoid factor
"membran dialisat" sendi menjadi rusak sehingga protein
REUMATOLOGI
3102

dengan berat molekul yang lebih besar seperti protein - sendi normal akan dapat membentuk juluran (string out)
protein pembekuan akan menerobos masuk ke cairan 7 cm-1 O cm atau lebih. Pemeriksaan lain adalah dengan
sinovia, sehingga cairan sinovia pada penyakit sendi menggunakan viscometer. Pemeriksaan bekuan musinjuga
inflamasi bisa membeku dan kecepatan terbentuknya merupakan pemeriksan untuk menilai konsentrasi polimer
bekuan berkorelas! dengan derajat inflamasi sinovia. asam hyaluronat. Pemeriksaan bekuan musin dilakukan
dengan cara menambahkan 1 bagian cairan sendi ke dalam
Volume 4 bagian asam asetat 2%. Pada ca iran sendi normal atau
Sendi normal umumnya hanya mengandung sedik it kelompok I akan membentuk bekuan, sedang pada cairan
cairan sendi., bahkan pada sendi besar seperti lutut hanya sendi kelompok II dan Ill (inflamasi dan purulen) akan
mengandung 3 -4 ml cairan sinovia. Pada kondisi sinovitis, terbentuk bekuan yang buruk atau kurang baik.
yang mengakibatkan rusaknya "membran dialisat" sendi,
sejumlah besar cairan bisa berakumulasi pada ruang sendi. Warna dan kejernihan
Meskipun volume cairan sendi tidak dapat membedakan Cairan Sendi normal tidak berwarna seperti air atau
kelainan sendi inflamasi dan noninflamasi, tetapi volume putih telor. Pada sendi inflamasi jumlah leukosit dan
aspirat pada aspirasi serial bermanfaat untuk menilai hasil eritrosit pada cairan sinovia meningkat. Eritrosit pada
pengobatan karena penurunan volume aspirat biasanya sinovia selanjutnya akan mengalami kerusakan yang akan
sesuai dengan perbaikan klinis. memberikan warna kekuningan (xantochrome) pada cairan
sendi inflamasi . Leukosit akan membuat warna cairan
Viskositas sendi menjadi putih, sehingga semakin tinggi jumlah
Cairan sendi normal sangat kental , karena t ingginya leukosit cairan sendi akan berwarna putih atau krem
konsentrasi polimer hyaluronat. Asam hyaluronat seperti pada artritis septik. Selain dipengaruhi olehjumlah
merupakan komponen non protein utama cairan sinovia eritrosit dan leukosit, warna ca iran sen di jug a dipengaruhi
dan berperan penting pada lubrikasi jaringan sinovia. oleh jenis kuman dan kristal yang ada da lam cairan
Pada penyakit sendi inflamasi asam hyaluronat rusak sendi. Staphylococcus aureus akan memberikan pigmen
atau mengalami depolimerisasi, yang menurunkan keemasan, serratia marcescens akan memberikan warna
viskositas cairan sendi. Viskositas merupakan penilaian kemerahan dan kristal monosodium urat akan memberikan
tidak langsung dari konsentrasi asam hyaluronat pada warna putih seperti susu.
cairan sinivia. Penilaian viskositas cairan sendi dilakukan
denganpemeriksaan "string test", yaitu melihat cairan sendi
pada saat dialirkan dari spuit ke ta bung gelas. Pada cairan

Normal lnflamasi Purulen/septik hemoragik

Gambar 4. Warna beberapa kelompok cairan sendi

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS

Jumlah dan hitung Jenis Leukosit


Pemeriksaan jumlah dan hitung j enis leukosit sangat
membantu dalam mengelompokkan cairan sendi . Paling
tidak pemeriksaan ini dapat membedakan kelompok
inflamasi dan non inflamasi. Pada ca iran sendi kelompok II
seperti artritis reumatoid jumlah leukosit umumnya 3000-
50.000 sel/ml, sedang pada kelompok Ill jumlah leukosit
biasanya di atas 50.000/ml. Pada cairan sendi normal
umumnya PMN kurang dari 25%, sedang pada kelompok
Gambar3. Pemeriksaan viskositas (kekentalan) cairan sendi inflamasi PMN umumnya lebih dari 70% (inflamasi
dengan string test kelompok II PMN > 70%, kelompok Ill > 90%).
ARTROSENTESIS DAN ANALISIS CAIRAN SENDI 3103

Kristal
Pemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan
basah segera setelah aspirasi cairan sendi. Kristal
monosodium urat dapat diperiksa dengan mikroskop
cahaya biasa, tetapi untuk pemeriksaan yang lebih baik
memerlukan mikroskop polarisasi . Pada mikroskop
polarisasi ini terdapat dua polarizing plate. Pertama
disebut polarizer yang diletakkan antara sumber cahaya
dan gelas objek (bahan), kedua disebut analyzer yang
diletakkan antara gelas objek (bahan) dan observer
dan diletakkan pada posisi 90 derajad dari polarizer.
Dengan posisi demikian tidak ada cahaya yang ke mata
observer, yang dilihat observer hanya lapangan gelap.
Setiap bahan yang membiaskan cahaya (termasuk MSU
atau CPPD) bila diletakkan pada objek gelas di antara
kedua polarizing plate tersebut akan membiaskan cahaya
dan tampak sebagai warna putih pada lapangan gelap.
Gambaran pada lapangan gelap dapat diperkuat dengan
menambahkan kompensator merah yang diletakkan d i
antara kedua polarizing plate. Aksis dari kompensator ini
diletakkan 45 derajat terhadap analzer maupun polarizer.
Kompensator ini akan menghambat komponen merah dari
cahaya sebesar seperempat panjang gelombang, yang
mengakibatkan lapangan pandang menjadi berwarna
merah. Pada kondisi demikian kristal MSU atau CPPD
akan berwarna kuning atau biru tergantung posisi aksis
dari kristal terhadap aksis dari slow vibration dari cahaya
pada kompensator. Dengan cara memutar MSU atau CPPD
90 derajad akan merubah kristal biru menjadi kuning dan
kuning menjadi biru
Kristal MSU berbentuk batang dengan ukuran sekitar
40 um (4 kali leukosit) . Kristal ini sangat berpendar
sehingga pada mikroskop polarisasi tampak sangat terang .

EYEPIECE
Birefringent Crystal
on rose background

ANALYZER _ _ __ _,

Gambar 6. Kristal Monosodium urat

a. Kristal MSU pada mikroskop c;ahaya biasa.


b. Kristal MSU pada lapangan pandang gelap dengan meng-
gunakan mikroskop polarisasi tanpa kompensator.
SODIUM URATE c. Kristal MSU pada mikroskop polarisasi dengan kompensator
CRISTAL merah; disini tampak kristal MSU berwarna kuning bila
aksis kristal paralel dengan aksis dari slow vibration dari
kompensator, dan berwarna biru bila aksis kristal MSU tegak
lurus dengan aksis slow vibration dari kompensaror.
POLARIZER - - - - - - < . .

Gambar ini dibuat oleh Divisi Reumatologi, Departemen llmu


Penyakit Dalam FKUl/RSCM .

Gambar 5. Prinsip-prinsip mikroskop polarisasi


3104 REUMATOLOGI

Pada mikroskop polarisasi yang ditambahkan kompensator REFERENSI


merah, MSU akan berwarna kuning bila arah kristal paralel,
dan berwarna biru bila arah kristal tegak lurus dengan Fye KH. Arthrocentesis, synovial fluid analysis, and synovial
biopsy. In: Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12'h
aksis dari slow vibration dari kompensator. Kristal CPPD edit. 2001 : 138144-.
ukuranya hampir sama dengan MSU, tetapi lebih sering Gatter RA, Schumacher HR. A practical handbook of joint fluid
berbentuk rhomboid . CPPD berpendar lemah sehingga analysis. 2"" edit. 1991.
Mikuls TR. Synovial fluid analysis. In: Koopman WJ and Moreland
bagi yang belum berpengalaman sulit untuk melihat kristal LW. Arthritis and allied conditions. 15th edit. 2005: 8196-.
ini. Kebalikan dari kristal MSU, pada mikroskop polarisasi Setiyohadi, sumaryono. Aspirasi cairan sendi/ artrosentesis. In :
yang ditambahkan kompensator merah, kristal CPPD akan Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW. Prosedur tindakan di bidang
Ilmu Penyakit Dalam. 1999 : 227233-.m
berwarna biru bila arah kristal paralel, dan akan berwarna
Swan A, Amer H, Dieppe P. The value of synovial fluid assay in
kuning bila arah kristal tegak lurus dengan aksis dari slow the diagnosis of joint disease: a literature survey. Ann Rheum
vibration dari kompensator. Dis 2002; 61: 493498-.

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

Artritis septik harus selalu dipikirkan terutama pada artritis


inflamasi yang : terjadi bersama dengan infeksi ditempat
lain (endokarditis, selulits, pneumonia), sebelumnya
terdapat kerusakan sendi serta pada pasien-pasien
diabetes dan pasca transplantasi. Pada pengelompokkan
cairan sendi, artritis septik termasuk kelompok Ill, yang
biasanya jumlah leukositnya lebih dari 50.000/ml. Tetapi
kadang-kadang cairan sendi septik dapat memberi
gambaran sebagai kelompok II, sebaliknya cairan sendi
kelompok Ill dapat juga terjadi pada artritiis inflamasi
non infeksi seperti gout dan pseudogout. Pada umumnya
pemeriksaan dengan pengecatan gram dan kultur bakteri
cukup untuk analisis cairan sendi, tetapi beberapa
pengecatan dan biakan pada media khusus sangat
membantu pada kondisi tertentu seperti misalnya untuk
mycobacterium tuberkulosis dan jamur.

KESIMPULAN

Artrosentesi dan analisis cairan sendi merupakan


pemeriksaan yang penting di bidang reumatologi baik
untuk tujuan diagnostik maupun terapeutik . Analisis
cairan sendi terdiri dari pemeriksaan makroskopis,
mikroskopis dan beberapa pemeriksaan khusus.
Berdasarkan pemeriksaan analisis cairan sendi, cairan
sendi abnormal dapat dikelompokkan menjadi cairan
sendi non inflamasi, inflamasi, purulen dan hemoragik.
Manfaat utama analisis cairan sendi adalah identifikasi
infeksi dengan pengecatan gram dan biakan cairan sendi,
serta identifikasi kristal terutama monosodium urat dan
CPPD dengan menggunakan mikroskop biasa dan lebih
baik lagi bila dilakukan dengan menggunakan mikroskop
polarisasi . Manfaat lain dari pemeriksaan ini adalah dapat
mempersempit diagnosis banding artritis.
409
PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN, FAKTOR
REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN
Amadi, NG Suryadhana, Yoga I Kasjmir

Pada sebagian besar penyakit reumatik,proses inflamasi Pengukuran konsentrasi CRP secara akurat
merupakan gambaran patologik jaringan yang utama. menggunakan immunoassay atau nefelometri laser. Kadar
Pada proses inflamasi akan terjadi peningkatan protein CRP pada manusia dewasa sehat < 0,2 mg/di.
fase akut akibat kerusakan jaringan. Di samping itu faktor Pengukuran CRP berguna untuk menegakkan
imunologis juga mendasari sebagian besar penyakit diagnosis dan penatalaksanaan penyakit reumatik seperti
reumatik . Oleh karena itu, dalam menegakkan diagnosis halnya pengukuran laju endap darah. Hanya pengukuran
dan penatalaksanaan penyakit reumatik diperlukan CRP menawarkan suatu kelebihan sebagai pengukuran
pemeriksaan penunjang laboratorium. yang dapat dilakukan secara langsung dalam menentukan
C-ReactiveProtein (CRP) merupakan salah satu protein
fase akut, terdapat dalam konsentrasi rendah (trace) pada
label 1. Kondisi yang Berhubungan dengan
manusia. CRP adalah suatu alfa globulin yang timbul dalam Peningkatan Kadar CRP
serum setelah terjadinya proses inflamasi.Awalnya protein
Normal a tau Peningkatan Peningkatatl
ini disangka mempunyai respons spesifik terhadap C peningkatan Sedang tinggi
polisakarida dari pneumokokus, tetapi ternyata protein ini tidak signifikan (1 - 10 mg/di ) ( > 10 mg/di)
adalah suatu reaktan fase akut yang timbul akibat proses ( < 1 mg/di)
inflamasi. CRP terdiri atas berbagai ligan biologik yaitu Kerja berat lnfark miokard lnfeksi ba kte ri
berupa fosfokolin, fosfolipid lainnya serta protein histon Common cold Keganasan akut
dan merupakan konstituen dari membran sel dan inti sel, Kehamilan Pankreatitis Trauma berat
yang akan terpapar bila terjadi kerusakan jaringan. CRP Gingivitis lnfeksi mukosa Vaskulitis sistemik
mempunyai kemampuan untuk mengaktivasi jalur klasik Stroke bronkitis, sistitis
Kejang Penyakit reumatik
komplemen setelah berintegrasi dan berikatan dengan
Angina
berbagai ligan biologik, kemudian memacu perubahan
sel fagosit melalui jalur proinflamasi dan anti inflamasi.
Pada proses tersebut, CRP diduga mempunyai peranan label 2. Penyakit Penyakit dengan Peningkatan Kadar
dalam proses inflamasi. CRP
Adanya stimulus inflamasi akut, konsentrasi CRP akan Hampir selalu Sering ada Kadang kadang
meningkat secara cepat dan mencapai puncaknya setelah ada ada
2-3 hari .Secara umum, konsentrasi CRP merefleksikan Dem am Tuberkulosis Sklerosis multipel,
luasnya kerusakan jaringan. Bila tidak ada stimulus reumatik, artritis aktif,tumor sindrom Guillain
inflamasi maka konsentrasi CRP serum akan turun reumatoid, ganas stadium Barre, cacar air,
dengan relatif cepat dengan waktu paruh sekitar 18 infeksi bakteri lanjut, leprosi, pasca bedah,
jam . Peningkatan konsentrasi CRP secara persisten akut, hepatitis sirosis aktif, penggunaan
menggambarkan adanya proses inflamasi kronik seperti akut Iuka bakar luas, alat kontrasepsi
artritis reumatoid, tuberkulosis dan keganasan . peritonitis intrauterin
3106 REUMATOLOGI

adanya protein fase akut yang mencerminkan besaran polystyrene yang permukaannya dibungkus dengan anti
inflamasi dan perubahan-perubahan fase akut oleh CRP sehingga dapat direaksikan dengan serum kontrol
peralihan yang relatif cepat dari CRP.5 Terutama pada positif ataupun negatif pada permukaan kaca benda
penyakit-penyakit yang manifestasi kliniknya tidak atau slide plastik hitam. Pertama-tama serum pasien di
begitu mudah di evaluasi secara berkesinambungan inaktifkan pada suhu 56° Celcius. Lalu diencerkan dan
misalnya penyakit crohn , vaskulitis, infeksi bakteri yang masing-masing diteteskan di atas kaca benda. Kemudian
sulit di monitor. Melalui teknik biologi baku berupa seri masing-masing satu tetes suspensi lateks anti-CRP
pemeriksaan CRP akan lebih mudah diikuti perkembangan ditempatkan di atasnya, dicampur dengan meng-gunakan
dari hasil suatu pengobatan. Determinasi CRP terutama di batang kayu yang telah disediakan atau digerak-gerakkan
anjurkan dalam situasi sebagai berikut: menggunakan alat penggoyang (shaker) . Diperhatikan
1. Penapisan proses radang/nekrotik ada tidaknya endapan yang biasanya akan tampak
2. Diagnosis/monitoring proses radang seperti neonatal, setelah 2 menit. Perlu kehati-hatian atas kemungkinan
septikemia, meningitis, pneumonia, pyelonefritis, terjadinya fenomena prozone yaitu terhadap hasil positif
komplikasi pasca bedah, kondisi keganasan. yang sebenarnya sangat kuat tetapi tidak tampak pada
3. Penilaian gambaran klinik pada kondisi radang seperti serum yang tidak di encerkan sehingga perlu dibuktikan
kelompok penyakit reumatik atau selama episode akut dengan cara pengenceran. Dengan teknik kit ini dapat
ataupun infeksi intermiten dikembangkan lebih lanjut ke arah semi kuantitatif. Di
4. Diagnosis diferensial kondisi radang seperti SLE, AR samping itu CRP juga dapat ditentukan dengan teknik
ataupun penyakit artritis lainnya, kolitis ulseratif dan endapan kapiler, difusi Ouchterloni, imuno difusi radial
kistitis akut/pielomielitis dan nephelometri.
Yang perlu diperhatikan dengan teknik ini ialah
kemungkinan positif semu oleh adanya faktor reumatoid .
CARA PEMERIKSAAN Terutama kalau kadar FR nya > 1200 1.U/cc. Karena itu
dalam pemasaran kit selalu disertakan larutan absorbsi
Semula CRP dideteksi melalui reaksi endapan dengan yang terdiri dari larutan antibodi diperoleh dari biri-biri
polisakarid C kuman pneumokokus. Setelah tahun 1947 yang digunakan untuk menyisihkan faktor reumatoid
berhasil dilakukan kristalisasi CRP dan dari sini dapat terse but.
dibuatkan antisera yang spesifik sehingga membuka
peluang pemeriksaan protein secara imunokimiawi. Teknik Bahan Pemeriksaan
endapan kapiler merupakan cara imunokimiawi yang Dapat diperoleh dari sekitar 2cc darah pasien yang
pertama dan digunakan secara luas sampai lebih dari dibiarkan membeku dalam keadaan segar penyimpanan
25 tahun. Cara pemeriksaan semi kuantitatif tidak dapat maksimum 8 hari pada suhu 2 sampai 8 celcius atau
mendeteksi konsentrasi yang kurang dari 10 mikrpgram/ sementara dapat disimpan dalam lemari es suhu di
cc. Pengenalan teknik imunodifusi radial memungkinkan bawah minus 25° Celcius sampai 3 bulan. Serum bekuan
penghitungan CRP yang lebih tepat sampai ambang ini dihindari pencairan yang berulang-ulang . Bahan
2 mikrogram/cc, sementara teknik radioimunoassay serum harus dijaga kejernihannya dengan memusingkan
yang amat sensitif telah pula dikembangkan tetapi sehingga benar-benar tidak mengandung partikel-partikel
cara ini sebenarnya tidak diperlukan untuk tujuan ataupun fibrin setelah sentrifugasi.
klinik karena tidak praktis tetapi lebih di utamakan
dalam pengembangan penelitian laboratorium klinik .
Bagaimanapun juga, akhir-akhir ini dikembangkan cara FAKTOR REUMATOID
nephelometrik yang mengandalkan penggunaan peralatan
yang menjamin ketepatan dan kecepatan pemeriksaan Faktor Reumatoid (FR) merupakan antibodi sendiri
kuantitatif. Sementara itu telah banyak dipasarkan ter-hadap determinan antigenik pada fragmen Fe dari
pemeriksaan CRP dengan menggunakan sistem aglutinasi imunoglobulin. Klas imunoglobulin yang muncul dari
lateks dalam bentuk kit yang meskipun tidak kuantitatif antibodi ini ialah lgM, lgA lgG dan lgE. Tetapi yang
tetapi mungkin memiliki nilai terbatas dalam kecepatan selama ini diukur ialah faktor reumatoid kelas lgM. lstilah
sebagai awal penapisan adanya CRP. reumatoidnya diberikan karena faktor ini kebanyakan
diberikan pada penyakit artritis reumatoid . Berbagai
teknik telah dikembangkan, untuk mengukur adanya
CARA AGLUTINASI LATEKS antibodi ter-sebut. Dapat disebutkan seperti uji aglutinasi,
presipitasi, pengikatan komplemen, imunofluoresensi dan
Prinsip kerja pemeriksaan ini menggunakan partikel lateks radioimun.
PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3107

Sejarah Faktor Reumatoid menunjukkan kemampuan mengikat komplemen yang


Faktor Reumatoid pertamakali di introduksi oleh patolog lebih besar dibanding lgG-FR.
Norwegia, Eric Waaler, tahun 1937. Pada waktu itu beliau Faktor Reumatoid merupakan suatu reaksi normal
melihat bahwa eritrosit biri-biri yang tersensitasi dengan imunitas humeral tubuh terhadap rangsangan antigen
zat antinya yang diperoleh dari serum kelinci, dapat tertentu, yang tersebar secara luas dalam irama
digumpalkan oleh serum pasien lues dan artritis reumatoid kehidupan.
(AR). Hasilnya, suatu aglutinasi yang agak aneh di banding Reaksi positif uji FR yang selama ini ditunjukkan
hemolisis biasa, kemudian ditelusuri berbagai literatur dan baik terhadap gamma globulin manusia ataupun
ternyata peneliti lainnyajuga menemukan fenomena yang kelinci, terutama termasuk dalam kelas lgM antibodi .
sama, pada pasien sirosis hati dan bronkitis kronis. Kemungkinan klas lainnya juga ditemukan yaitu lgG dan
Terputus oleh perang dunia kedua, hasil penemuan lgA antibodi dalam bentuk intermediate complex dan
Waaler ini, seakan-akan telah dilupakan. Akhirnya terdapat terutama di dalam cairan sendi.
fenomena yang sama ditemukan oleh Rose dkk (1948) Titer yang tinggi bukanlah indikasi beratnya penyakit.
yang pada waktu itu bekerja untuk pasien Rickettsia. Kebanyakan pasien dengan AR hasil pemeriksaan FR
Lebih lanjut mereka melakukan pemeriksaan yang sama nya bisa positif ataupun negatif dengan titer yang
terhadap pasien AR, Spondilitis Ankilosa, demam reumatik berfluktuasi dalam hitungan bulan/tahun 4 Sedangkan
dan penyakit reumatik lainnya. Hasilnya amat menyolok, pemberian NSAID tidak selamanya dapat mempengaruhi
dibanding pasien AR sendiri yang sekaligus menunjukkan titer FR. Sebaliknya penicillamine dan preparat emas
korelasi yang kuat dengan aktivitas penyakit. Meskipun, dapat menurunkan secara perlahan sampai menjadi
penerapan klinik yang dilakukan Waaler, masih belum seronegatif. FR yang negatif, dapat digunakan sebagai
jelas dibandingkan dengan Rose tetapi Waaler dengan petunjuk penyakit-penyakit reumatik lainnya seperti ankilo
jelas menampilkan aspek-aspek imunologiknya sehingga spondilitis, sindrom reiter, enteropati berasosiasi artritis,
uji pemeriksaan FR, sampai sekarang dikukuhkan sebagai psoriatik artropati, gout, kondrokalsinosis, piogenik artritis
pemeriksaan Waaler-Rose/Rose Waaler. dan penyakit Still.
lstilah Reumatoid Faktor, pertamakali digunakan oleh
Pike dkk, tahun 1949, karena faktor ini kebanyakan ditemu- Terjadinya Faktor Reumatoid
kan pada penyakit AR. Mulai sejak itu, berbagai upaya Banyak teori yang mencoba mengungkapkan mekanisme
modifikasi telah dilakukan, di antaranya Heier dkk (1956) terjadinya FR. Faktor reumatoid itu sendiri sebenarnya
menyatakan kelemahan uji Rose-Waaler oleh adanya faktor tidak patogenik. Dasar imunopatogenik AR, dimulai
imunoglobulin manusia sebagai penghambat aglutinasi. dengan aktivitas imunologik yang berlangsung terus-
Atas dasar itu, maka diajukan suatu cara yang lebih sensitif menerus. Aktivitas ini berperan sentral dalam patogenesis
yang sifatnya non-imunologik, dengan mengabsorbsikan penyakit AR dan terjadi sebagai respons terhadap
imunoglobulin manusia pada tanned eritrosit biri-biri. self antigen (endogenous) ataupun non self-antigen
Dasar sistem ini selanjutnya lebih berkembang lagi (exogenous). Pada keadaan pertama, tubuh seakan-akan
dengan menggunakan partikel lateks, partikel bentonit, sudah tidak mengenal lagi komponen tubuhnya sendiri,
partikel bakteri. Uji Rose-Waaler, memang amat spesifik yang kemudian menjadi konsep dasar penyakit oto-imun.
terhadap AR, terbukti dari sekitar 90% pasien dengan RW Kegagalan pengenalan diri ini dapat terjadi sebagai akibat
pas, menunjukkan AR. Sebaliknya uji RW hanya positip perubahan komponen tubuh sendiri (altered antigen),
pada sekitar 60% pasien AR. Pengamatan lebih lanjut, ataupun perubahan respons imunologik tubuh terhadap
menunjukkan bahwa FR itu bukan suatu antibodi tetapi komponen tubuh yang normal. Masalahnya kemudian
merupakan suatu kelompok zat anti lgG dengan aviditas adalah mengapa perubahan-perubahan itu terjadi. Maka
dan afinitas yang berbeda. mulai dipikirkan adanya faktor luar (exogenous) yang
bertindak sebagai Special Stimulating Antigene yangjustru
Ciri-ciri Faktor Reumatoid menjamin kelangsungan aktivitas imunologik tersebut.
Faktor Reumatoid mencakup semua klas imunoglobulin, Faktor-faktor luar yang akhir-akhir ini paling banyak di
tetapi yang mendapat perhatian khusus hanyalah lgM -FR bicarakan, ialah virus yang berperanan sebagai infective
dan lgG-FR. Sedangkan FR klas imunoglobulin lainnya, agent.
sifat patologiknya belum banyak diketahui. Misalnya Dalam hubungan dengan terjadinya FR, dimulai dengan
lgE-FR, kadang-kadang dapat ditemukan pada pasien terjadinya infeksi yang cenderung bersifat kronik dan
AR dengan manifestasi ekstra artikular ataupun penyakit berkembang dalam persendian merangsang pembentukan
paru. lgM-FR mudah ditemukan dalam darah dengan antibodi. Zat ini lalu bergabung dengan infective agent
daya aglutinasinya yang kuat. Tidak dapat bergabung tersebut dan menimbulkan perubahan antigenik molekul
mandiri seperti yang terjadi pada lgG-FR. lgM -FR juga lgG-nya. Adanya ikatan kompleks dan altered lgG sebagai
3108 REUMATOLOGI

antigen baru inilah yang membangkitkan produksi zat Spesifisitas/Sensitivitas


antibodi baru yang dikenal sebagai zat anti antibodi . lgM-FR poliklonal memiliki aneka sfesifisitas. Tidak dapat
Zat inilah yang pada hakekatnya dikenal sebagai Faktor disebutkan, suatu kekhasan antigenik tertentu, yang
Reumatoid (FR) . benar-benar memegang peranan penting dalam proses
Selanjutnya sarana yang paling adekuat bagi terjadinya AR. Dengan demikian, spesifitas FR pada AR,
perkembangan lanjut reaksi ini ialah persendian. Karena cenderung lebih heterogen daripada penyakit kronik
itu tidakjarang terjadi pada t iap infeksi asalkan melibatkan lainnya yang bukan AR. Karena itu FR pada AR cenderung
unsur imunologik, selalu membawa dampak kesakitan lebih banyak bereaksi dengan lgG hewan daripada FR non
pada persendian yang maksudnya agar individu yang reumatik. Demikian jug a aviditasnya terhadap agregat lgG
bersangkutan menjalani istirahat sehingga proses lebih tinggi dibanding FR monomerik oleh multivalensi
pemulihan dapat berlangsung secara alami . Ternyata kompleks lgG. Mengenai lgG-FR poliklonal, tidak banyak
persendian, memiliki kualifikasi yang cocok bagi yang diketahui . Petanda antigenik dari bagian Fe lgG
berkembang/menetapnya respons imun. Tiadanya anyaman bagi FR klas imunoglobulin lainnya, juga belum jelas.
pembuluh darah dalam tulang rawan memungkinkan Kenyataan, FR itu merupakan bagian dari imunoglobulin
kompleks Ag-Ab menjadi tersembunyi sehingga terhindar biasa dari orang sehat.
dari jangkauan apa rat imun. Kombinasi antara FR dan lgG Seperti telah dikemukakan dalam banyak kepustakaan
membentuk kompleks imun yang mengaktifkan sistem (Suryadhana dkk, 1981), FR ini tidak spesifik terhadap
komplemen dengan manifestasi timbulnya pemanggilan AR. Kenyataan, faktor ini secara umum ditemukan pada
sel -sel neutrofil ke tempat terjadinya radang (kemotaksis). pasien-pasien keradangan akut dan kronis, bahkan juga
Sel-sel ini kemudian akan memfagosit kompleks imun pada individu normal.
tadi, dengan melepaskan enzim lisozim. Namun enzim ini Berbagai penyakit kronis lain dengan nama RF yang
sebaliknya akan bertindak sebagai mediator kimiawi atas menunjukkan adanya faktor ini dapat di klasifikas ikan
terjadinya radang sinovitis. Juga Cell-mediated immunity sebagai berikut :
ikut berperanan dengan melepaskan limfokin yang juga lnfeksi viral akut: mononukleosis, hepatitis, influenza
dapat menimbulkan radang tersebut yang ditujukan dan banyak yang lainnya, sebagai akibat vaksinasi.
untuk melawan Oto-antigen yang persisten. Memang lnfeksi parasit: tripanosomiasis, kala azar, malaria,
telah dibuktikan bahwa FR diproduksi didalam sel-sel schistosomiasis, filariasis, dsb.
plasma pada jaringan subsinovial dan persendian yang Penyakit radang kronik: TBC, lepra, lues, brucellosis
meradang. Dengan demikian maka FR terdapat di dalam endokarditis bakterial subakut, salmonellosis,
darah ataupun di dalam cairan sendi . periodontitis. Hepatitis, paru, Cryobulinemia
Polutan: silikosis, asbestosis
Beberapa kemungkinan mekanisme kejadian FR ditunjukan
Neoplasma: setelah iradiasi ataupun kemoterapi .
dalam beberapa postulat sebagai berikut:
1. Agregat lgG/kompleks imun melahirkan nilai antigen Adanya faktor ini cenderung ditandai oleh antigemia
baru pada bagian Fe dari lgG/denaturasi. persisten yang lebih lanjut dapat dibuktikan melalui
2. Daya gabung yang meningkat dari agregat lgG percobaan hiper imunisasi kelinci dengan antigen
terhadap reseptor dengan afinitas rendah dari sel -sel bakteri . Banyak kelainan ini dikaitkan dengan keadaan
yang berpotensi membentuk FR. hipergammaglobulinemia ataupun kompleks imun yang
3. Anomali struktur lgG nya sendiri beredar dalam darah, maka dapat pula di masukan,
4. Kegagalan fungsi kendali dari sel - T penekan, penyakit hati kronik, paru kronik, cryobulinemia .
menimbulkan kecenderungan pembentukan auto - Dengan kenyataan ini, maka FR itu sendiri sering
antibodi terhadap lgG oleh sel B. merupakan indikator in vivo terhadap penyakit-
5. lnteraksi antara ideotip-antiideotip penyakit dengan latar belakang kompleks imun dengan
6. Reaksi silang antara nilai antigenik Fe. lgG dengan kecenderungan menjadi kronik . Waiau pun tak spesifik AR,
antigen lain terutama antigen dari bahan inti sel. tetapi faktor ini dapat menjadi perintis timbulnya penyakit
7. Sensitisasi selama kehamilan AR. Sementara hasil posit if jug a ditemukan pada penyakit
8. Latar belakang genetik yang dikaitkan dengan HLA- reumatik lainnya seperti sjogren, SLE, sklerosis sistemik
DR4. dan penyakit jaringan ikat campuran (MCTD) . Pada
Penemuan terakhir menunjukkan bahwa artritis reumatoid individu normal sehat, prevalensi lateks positif cenderung
seropositif, berhubungan erat dengan antigen keselarasan meningkat seiring meningkatnya usia.
jaringan yaitu HLA-D yang diekspresikan oleh limfosit B Arti spesifitas bagi imunolog ialah adanya struktur
dan makrofag. Lebih dari 50% pasien seropositif memiliki imunokimiawi tertentu pada lgG-nya sedangkan bagi
HLA-D ini. Sel B poliklonal, memang berpotensi kuat dalam reumatolog, hanya mempersoalkan efisiensi diagnosisnya.
menginduksi produksi FR. Dalam hubungan ini berbagai upaya modifikasi telah
PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3109

dicoba seperti yang tiada henti -hentinya dilakukan Klein Kemungkinan efek patologiknya ialah kenyataan data
dkk klinik yang menunjukkan hubungan FR dengan aktivitas
penyakit terutama manifestasi ekstra-artikularnya. Hal ini
Tempat Diproduksinya Faktor Reumatoid juga berlaku bagi lgG-FR, yang lebih cenderung berkaitan
Pada pasien AR, seperti juga pada individu yang sehat dengan penyakit sistemik dan vaskulitis dibanding
hanya sedikit imunoglobulin ataupun FR yang diproduksi sinositis.
oleh sel-sel yang berada dalam sirkulasi. Efek bio logiknya, yang utama ialah kemampuannya
Bagaimana juga, limfosit-limfosit yang terdapat dalam mengikat komplemen melalui kompleks imun. Dari sinilah
aliran darah, dapat dirangsang oleh mitogen sel-sel-B dimulai rangkaian reaksi imun berkepanjangan , yang
untuk memproduksi imunoglobulin secara in vitro. Tetapi berakhir dengan kerusakan jaringan. Hampir semua klinisi
sejumlah besar sel-sel dari kompartemen lainnya, telah reumatologi, telah mengamati tidak jelasnya hubungan
dapat ditunjukkan memproduksi FR. Telah diketahui bahwa titer lgM-FR yang tinggi dengan jumlah sendi yang
cairan sinovial reumatoid kaya dengan lgG-FR, lgM-FR meradang. Tetapi pada negara yang sedang berkembang,
dan lgA-FR. Jadi FR pada cairan sendi, kemungkinan besar
titer yang tinggi, dengan jelas menampilkan gambaran
diproduksi secara lokal oleh limfosit-limfosit yang terletak
khas AR.
dalam membran sinovial ataupun cairannya sendiri. Agen
Pada anak-anak, adanya lgM-FR menunjukkan poli
yang merintis produksi lokal, sampai saat ini masih belum
diketahui. Agaknya memang berbagai faktor itu datangnya artikular tipe dewasa dari JRA. Beberapa studi, justru lgG-
secara bertahap ataupun simultan yang tanpa disadari FR yang menunjukkan korelasi lebih baik dibanding lgM-FR
terekam oleh tubuh sedikit demi sedikit dan akhirnya dengan aktivitas penyakit dan manifestasi ekstra artikular,
tinggal memerlukan hadirnya suatu penyulut (trigger) termasuk nodul-nodul subkutan dari pasien AR seropositif.
untuk timbulnya penyakit tersebut. Hal ini berarti, bahwa lgG-FR kemungkinan lebih berperan
Mengenai tempat diproduksinya FR pada penyakit di banding lgM-FR dalam patogenesis AR.
kronik lainnya belum dapat diungkapkan , tetap i lnflamasi dan respons imun pada hakekatnya
kemungkinan seperti modus produksi imunoglobulin merupakan suatu penampilan dari mekanisme pertahanan
umumnya. tubuh yang saling kait mengkait. Berbagai kerusakan
persendian yang terjadi pada AR dimulai dengan suatu
lmunopatogenesis Faktor Reumatoid inflamasi yang melepaskan zat-zat prostaglandin dari
Sebenarnya, FR bersifat non - patogenik. Terbukti pada tipe-tipe sel makrofag, sel dendrit, sel endothelial dan
tranfusi dengan lgM-FR tidak dapat menginduksi artritis beberapa sel limfosit. Hadirnya prostaglandin justru
bahkan lgM-FR dapat mengurangi serum sickness, lisis mempunyai arti penting dalam ikut mempertahankan
oleh komplemen dan aktivitas sitotoksik selular, tetapi keseimbangan imunologik. Hal ini dimungkinkan karena
hadirnya FR dapat menjadi pemacu dan pemantapan prostaglandin langsung bekerja terhadap sel -T penekan
proses yang ditunjang oleh hal-hal sebagai berikut: yang memiliki reseptor prostaglandin, lalu menghambat
Pasien seropositif, menunjukkan penampilan klinik dan aktivitas sel-T penekan sehingga meningkatkan fungsi
komplikasi yang lebih berat dibanding seronegatif. sel-T penolong. Akibatnya sel-T penolong, bekerja tanpa
Pasien seronegatif, mempunyai prognosa yang lebih kendali dengan tidak lagi mengindahkan norma-norma
baik. sel recognition sehingga terbentuklah antibodi yang
Pengamatan in-vitro menunjukkan bahwa lgM-FR tidak dikehendaki (Auto-antibodi). Kenyataan dengan
diproduksi secara spontan oleh limfosit perifer pada ditemukannya prostaglandin yang berlebihan pada daerah
seropositif, sedang seronegatif, tidak. sendi inflamasi, praktis menutup kerja sel-T penekan.
Pasien dengan titer FR yang tinggi, menunjukkan Rangkaian proses ini dimungkinkan karena sel-T penolong
prognosis yang buruk dan lebih sering tampil dalam melepaskan zat IL-2 dan IL-3. lnterleukin-2, menjamin
manifestasi ekstra artikular seperti nodul-nodul aktivitas sel-T/B, sedangkan IL-3 sebagai mediator aktif
subkutan, fibrosis paru, vaskulitis, perikarditis. Hal ini dalam proses radang . Dalam situasi seperti ini, maka FR lah
dikaitkan dengan ditemukan CIC (Circulating Immune yang pertama dibentuk dari tempat terjadinya inflamasi.
Complex) . Dari sinilah kemudian dimulai rangkaian proses imunologi
lgM-FR poliklonal mampu mangaktifkan komplemen, yang berkelanjutan dengan berbagai efek kliniknya .
sehingga tidak diragukan keterlibatannya, dalam Artritis reumatoid, merupakan penyakit kompleks
berbagai kerusakanjaringan . imun ekstravaskular, yang terutama menyerang daerah
Meningkatnya kadar lgG - FR, dikaitkan dengan persendian. Karena cairan sendi pasien AR tidak seperti
meningkatnya kekerapan timbulnya nodul subkutan, serumnya, sering mangandung agregat lgG dengan kadar
LED,jumlah persendian yang terlibat dan menurunnya komplemen yang rendah. Jadi faktor ini,justru memegang
kadar komplemen . peranan utama dalam patogenesis penyakit kompleks
3110 REUMATOLOGI

imun ekstravaskular yang nantinya menghasilkan sinovitis pengenalan diri, justru melahirkan antigen-antigen baru,
reumatoid, tetapi dengan kenyataan ditemukan faktor akibatnya timbul perkembangan baru, sebagai reaksi
ini pada penyakit-penyakit lainnya yang bukan AR, telah terhadap kenyataan tersebut, dengan membentuk zat
menurunkan arti dan peranan FR tersebut, tetapi dengan anti-antibodi yang dikenal dengan sebutan FR.
berbagai alasan dan respek terhadap peranan faktor ini,
maka hadirnya FR ini, antara penyakit AR dan penyakit
non-reumatik, masih dapat dibedakan pada tabel 4. KEMAKNAAN KLINIK
Jadi spesifitas jaringan dan kronisitas sinovitis
reumatoid , sebagian besar dapat diterangkan dengan Faktor reumatoid lgM. Klas ini sepertijuga antibodi lgM
kemampuan unik dari faktor reumatoid . Masih ada contoh lainnya, bersifat multivalen yang karenanya memiliki daya
lain dari autoantibodi dengan afinitas rendah dengan aglutinator yang kuat terhadap partikel-partikel yang
ciri-ciri unik yang membawakan sifat patogeniknya dalam terbungkus oleh antigen yang bersangkutan. Faktor ini
situasi khusus. Memang secara teoritis, hadirnya faktor kemungkinan meningkatkan efek biologik kompleks imun
ini, justru menunjukkan salah satu kegagalan sistem imun yang berinteraksi lemah dan menekan efek kompleks imun
tubuh dalam menangani infiltrasi benda asing secara yang berinteraksi kuat.
tuntas. Antibodi ini juga akan mengendapkan agregat lgG,
Antibodi yang mula pertama dilepaskan ternyata baik dalam bentuk larutan ataupun dalam bentuk gel.
tidak mampu menetralkan benda asing yang masuk . Lebih sering terjadi, antibodi ini bergabung dengan
Upaya tubuh menyelesaikan masalah karena kegagalan lgG monomerik membentuk kompleks yang larut, yang
dapat diperlihatkan dalam banyak serum AR melalui cara
ultrasentrifugal.
label 3. Penyakit yang Berhubungan dengan Faktor
Perubahan titer FR selama perjalanan penyakit tidak
Reumatoid
memberi makna apapun bagi penyakit yang bersangkutan.
Penyakit Reumatik Artritis reumatoid, lupus Walaupun suatu obat berhasil menurunkan titer FR sampai
eritematosus sistemik, sklero-
pada keadaan menjadi seronegatif tetapi dapat kembali
derma, mixed connective tissue
menjadi seropositif walaupun secara klinik menunjukkan
disease, sindrom Sjogren's
adanya pemulihan.
lnfeksi Viral Acquired immunodeficiency
syndrome, mononukleosis, Titer FR yang tinggi pada AR mengindikasikan
hepatitis, influenza dan prognosis buruk dan kecenderungan manifestasi ekstra
setelah vaksinasi artikular.
lnfeksi parasit Trypanosomiasis, kala azar,
Faktor reumatoid lgG. Antibodi ini terdapat berlebihan
malaria, schistomiasis, filariasis
dalam serum, terutama cairan sendi dari banyak pasien
lnfeksi bakterialis kronik Tuberkulosis, leprosi, sifilis,
brucelosis, infektif endokarditis, dengan AR berat. Konsentrasi lgG yang tingg i dalam
salmonelosis serum dan kesenderungan antibodi ini untuk bergabung
Neoplasma Pasca radiasi atau kemoterapi, sendiri, daripada bergabung dengan agregat lgG, justru
Hyperglobulinemic state purpura hipergammaglobu- akan menyulitkan pengenalannya.
linemia, kryoglobulinemia, Pada prinsipnya FR-lgG ini, dapat dikenal dengan
penyakit hati kronik, penyakit profil sedimentasinya yang tersendiri sebagai kompleks
paru kronik intermediate dalam analisis ultrasentrifugal. Teknik
pengenalan antibodi ini telah dikembangkan secara
khusus oleh Feltkamp dkk dengan imunofluoresensi
label 4. Perbandingan Faktor Reumatoid pada Artritis
Reumatoid dan Penyakit Non-reumatik tidak langsung. Sebelumnya memang banyak cara telah
diperkenalkan tetapi praktis tidak dapat dilakukan secara
Artritis Penyakit non-
Faktor Reumatoid rutin ataupun dengan cara radio-imun yang ternyata
Reumatoid reumatik
laborious, demikian juga teknik Elisa.
Titer Tinggi Rend ah
Teknik yang diungkapkan oleh Feltkam ini amat
Heterogenitas ++ +
sederhana yaitu kaca benda yang telah berisi hapusan
Reaksinya terhadap lengkap tidak lengkap
gammaglobulin suspensi eritrosit 10% golongan darah 0, diinkubasi
manusia dan hewan dengan serum kelinci anti eritrosit, kemudian dengan
Klas imunoglobulin lgM, lgG, lgA terutama lgM 1/10 serum pasien ataupun serum kelola . Akhirnya
Lokasi produksi Sinovium dan tidakjelas, tetapi dibubuhi dengan konyugat serum kelinci anti lgG. Kalau
tempat ekstra- bukan pad a yang hendak diteksi FR dari klas lgA tentu saja digunakan
vaskular lainnya daerah sinovial. konyugat serum kelinci anti lgA. Adanya lgG-FR dalam
PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3111

jumlah besar justru membawa implikasi yang lebih serius PEMERIKSAAN AUTOANTIBODI
dibanding lgM-FR. Para ahli menemukan' lgG-FR dalam
60% serum pasien reumatoid vaskulitis dan hanya 9% pada Proses patogenik setiap penyakit tidak terlepas kaitannya
pasien AR. Ditemukan hubungan kuat antara menurunya dengan berbagai proses imunologik, baik yang non
kadar lgG-FR dan respons pengobatan dari vaskulitis. spesifik atau spesifik. Kaitan tersebut tentunya terlihat
Evaluasi kompleks imun (lgG-FR) yang dideteksi lebih nyata pada penyakit-penyakit autoimun termasuk di
dengan Clq dan FR berkorelasi lemah dengan gambaran dalamnya kelompok penyakit reumatik autoimun seperti
klinik yang didapat, demikian juga lgM dan lgA-FR Titer systemic Lupus erythematosus (SLE), rheumatoid arthritis
lgG-FR yang tinggi, dikaitkan dengan kejadian vaskulitis (RA), sindrom Sjogren dan sebagainya.
nekrotikan.dan justeru membawa implikasi yang lebih Proses patologik yang terjadi berkatan erat dengan
serius dibanding lgM-FR. adanya kompleks (oto)antigen (oto)antibodi yang
keberadaannya dapat menimbulkan berbagai masalah
Faktor reumatoid lgA. Mengenai antibodi dari klas lgA,
yang seius. Perkembangan yang pesat terhadap deteksi
di samping dengan cara tersebut di atas, juga dapat
antibodi membawa pengaruh terhadap fungsi pemeriksaan
ditunjukkan dengan cara imuno-elektroforesis dan
antibodi.
imunoabsorbsi kuantitatif. Di samping terdapat dalam
Adanya antibodi termasuk autoantibodi sering
serum, juga dapat ditemukan dalam saliva.
dipakai dalam upaya membantu penegakkan diagnosis
Kepentingan pemeriksaan antibodi ini masih dipertanyakan, maupun evaluasi perkembangan penyakit dan terapi yang
karena itu belum dapat dilakukan secara rutin, namun diberikan. Menjadi suatu pertanyaan sejauh mana peran
faktor ini belum banyak dipelajari karena dipertanyakan pemeriksaan autoantibodi atau antibodi secara umum
nilai kliniknya. Koopman dkk menemukan bahwa polimer dalam proses patogenik penyakit reumatik.
lgA-FR dibuat oleh sel-sel plasma sinovial secara in Pembentukan autoantibodi cukup kompleks dan
vitro dan produks inya relatif tidak sensitif terhadap belum ada satu kajian yang mampu menjelaskan secara
efek stimulasi dari zat-zat mitogenik . Kenyataan ini utuh mekanisme patofisiologiknya. Demikian pula halnya
menunjukkan perbedaan yang jelas antara sistesis lgA- dengan masalah otoimunitas. Pada masalah yang terakhir,
FR dan lgM-FR. Dalam hal ini dipertanyakan apakah dikatakan terdapat kekacauan dalam sistem toleransi imun
perbedaan itu mempunyai arti penting secara klinik pada dengan sentralnya pada T-helper dan melahirkan banyak
pasien AR. hipotesis, antara lain modifikasi otoantigen, kemiripan atau
Faktor reumatoid lgE. Faktor ini hanya ditemukan dalam mimikri molekular antigenik terhadap epitop sel-T, cross
jumlah kecil (50-600 ng/cc) . Zuraw dkk menemukan reactive peptide terhadap epitop sel-B, mekanisme bypass
peningkatan kadar faktor ini pada 18 dari 20 pasien AR idiotipik, aktivasi poliklonal dan sebaginya. Mekanisme lain
seropositif. Karena kompleks imun lgE dapat melepaskan juga dapat dilihat dari sudut adanya gangguan mekanisme
histamin dam mediator-mediator lainnya dari sel-sel regulasi sel baik dari tingkat thymus sampai ke perifer.
mastosit maka kemungkinan bahwa faktor ini mungkin Kekacauan ini semakin besar kesempatan terjadinya
berperanan dalam memicu terjadinya vaskulitis reumatoid sejalan dengan semakin bertambahnya usia seseorang.
dengan meningkatkan deposit kompleks lgG dalam Autoantibodi relatif mudah ditemukan pada seseorang
dinding pembuluh darah. tan pa disertai penyakit otoimun. Tentunya hal tersebut harus
ditunjang oleh sensitivitas pemeriksaan labaoratorium
yang tinggi . Apabila demikian maka autoantibodi dapat
ditemukan secara universal sebagai mekanisme normal
TEKNIK ANALISIS
di dalam badan terhadap produk sel. Dengan kata lain
Cara yang pal ing mudah dalam mengukur lgM-FR ialah autoantibodi dapat merupakan hal fisiologik . Dari sudut
teknik aglutinasi yaitu cara non imunologik menggunakan pemeriksaan laboratorium, adanya anggapan demikian
lateks dan cara imunologik menggunakan sel darah biri - menimbulkan dua hal yang dapat menjadi hambatan
biri. Baik lateks ataupun sel darah biri-biri ini dimaksudkan dalam terapan imunologik klinik . Dasarnya adalah,
sebagai perantara/amboseptor yang memungkinkan pertama, autoantibodi dapat ditemukan dalam serum
pemunculan ikatan antigen antibodi. orang normal tanpa manifestasi penyakit. Umumnya
Untuk mendapatkan konsistensi hasil pemeriksaan autoantibodi tersebut berada dalam titer rendah dan
maka perlu digunakan gabungan serum positif kuat dan memiliki afinitas buruk terhadap antigen yang berkesuaian,
serum positif lemah yang telah diketahui titernya sebagai serta sebagian besar tergolong imunoglobulin M. Kedua,
kontrol kualitas internal. ldealnya ialah merujuk dua deteksi auto-antibodi pada umumnya memerlukan data
kontrol sera dari WHO sehingga pengukurannya dapat empirik dalam hal ambang batas nilai positif. Dengan kata
diseragamkan dalam hitungan unit internasional. lain apabila nilai terukur berada di atas ambang tersebut
3112 REUMATOLOGI

baru dikatakan memiliki kemaknaan klinis. dilakukan dengan metoderadioimmunoassay, ELISA dan
Umumnya autoant ibodi itu sendiri tidak segera C.luciliae immunofluoresens.
menyebabkan penyakit. Oleh karenanya, lebih baik auto-
antibodi dipandang sebagai petanda (markers) proses Antihiston (Nukleosom)
patologik daripada sebagai agen patologik. Kadarnya yang Antibodi antihiston merupakan suatu antibodi terhadap
dapat naik atau turun dapat berkaitan dengan aktivitas komponen protein nukleosom yaitu kompleks DNA-
penyakit atau sebagai hasil intervensi terapi . Kompleks protein (suatu substruktur dari inaktif kromatin transkripsi) .
(oto)antigen dan autoantibodilah yang akan memulai Pote in histon terdiri dari H 1,H2A,H2B,H3 dan H4.Antibodi
rangkaian penyakit otoimun. Hingga saat ini hipotesis yang ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan ELISA, indirect
dianut adalah autoantibod i baru dikatakan memiliki peran immunofluoresence atau imunoblot. Pada 50-70% LES
dalam perkembangan suatu penyakit reumatik otoimun terdapat antibodi antihiston terutama terhadap protein H1,
apabila ia berperan dalam proses patologiknya. H2B diikuti H2A, H3 serta H4, dan biasanya berhubungan
Autoantibodi yang terbentuk terhadap suatu antigen anti dsDNA. Antibodi in i juga ditemukan pada lupus
dapat dimiliki oleh sejumlah penyakit yang berbeda dan induksi obat dan berhubungan dengan anti ssDNA. Anti -
yang demikian itu dikenal sebagai antibodi yang tidak bodi antihistonjuga ditemukan dengan kadaryang rendah
spesifik. Salah satunya yang dapat dikelompokkan pada pad a artritis reumatoid, artritis reumatoid juvenile, sirosis
autoantibodi ini adalah anti nuclear antibody (ANA). bi lier primer, hepatitis autoimun, skleroderma, Epstein Barr
Ditemukannya satu jenis antibodi terhadap satu jenis virus, penyakit Chagas, schizofrenia, neuropati sensorik,
penyakit reumatik otoimun saja merupakan harapan dari gammopati monoklonal dan kanker.
banyak ahli . Namun hal ini masih jauh dari kenyataan
Anti-Ku
karena adanya tumpang tindih berbagai penyakit yang
Anti -Ku adalah suatu antibodi te rhadap antigen Ku yang
mendasarinya, serta besarnya kemaknaan klinis suatu
terdapat pad a kromatin 1OS. Anti-Ku terdapat pad a
autoantibodi . Sayangnya disinilah letak kebanyakan
keterbatasan pemeriksaan autoantibodi.
scleroderma-polymyositis overlap syndrome.Anti-Ku juga
ditemukan pada 20-40% serum pasien LES, >20% pada
Antibodi Antinuklear (ANA) pasien hipertensi pulmonal primer dan > 50% serum
Antinuklear antibodi merupakan suatu kelompok pasien penyakit Graves.
autoanti-bodi yang spesifik terhadap asam nukleat dan
nukleoprotein, ditemukan pada connective tissue disease Anti snRNP
seperti SLE, sklerosis sistemik, mixed connective tissue Anti snRNP adalah suatu auto antibodi terhadap partikel
diasease (MCTD) dan sindrom sjogren 's primer. ANA small nuclear ribocleoprotein dari RNA. Anti-Sm dan anti
pertama kali ditemukan oleh Hargraves pada tahun 1948 U1 snRNP termasuk golongan anti snRNP. Anti U1 snRNP
pada sumsum tulang pasien SLE. Dengan perkembangan memiliki hubungan klinis sebagai petanda untuk MCTD dan
pemeriksaan imunodifusi dapat ditemukan spesifisitas dijumpai 30-40% pasien SLE.Anti Sm mempunyai spesifisitas
ANA yang baru seperti Sm , nuclear ribocleoprotein yang tinggi terhadap SLE (spesifisitas 99%),walaupun
(nRNP), Ro/SS-Adan La/SS -B.ANA dapat diperiksa dengan hanya ditemukan pada 20-30% pasien SLE.
menggunakan metode imunofluoresensi. ANA digunakan
sebagai pemeriksaan penyaring pada connective tissue SS-A/anti Ro
disease.Dengan pemeriksaan yang baik, 99% pasien SLE Antibodi ini mempuyai spesifisitas yang berbeda terhadap
menunjuk-kan pemeriksaan yang positif, 68% pada pasien partikel ribonucleoprotein yaitu partikel ribonucleoprotein
sindrom Sjogrens dan 40% pada pasien skleroderma . 60 kD dan 52 kD. Antibodi Ro ditemukan pada 40-95%
ANA juga pada 10% populasi normal yang berusia > 70 Sindrom Sjogren dengan manifestasi ekstraglandular
tahun . (keterlibatan neurologi s, vaskulitis, anemia, limfopenia,
trombositopenia) dan 40% pasien SLE.
Antibodi terhadap DNA (Anti dsDNA)
Antibodi terhadap DNA dapat digolongkan dalam antibodi SS-B/anti La
yang reaktif terhadap DNA natif (double stranded DNA).Anti Targen antigen oleh antibodi ini adalah partikel
dsDNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada ribonucleoprotein 47 kD yang mempunyai peranan dalam
73 % SLE dan mempunyai arti diagnostik dan prognostik. proses terminasi transkripsi RNA polimerase Ill. Antibodi
Kadar anti dsDNA yang rendah ditemukan pada sindrom ini dijumpai pada 80% pasien Sindrom Sjogren, 10% pasien
Sjogrens, artritis reumatoid . Peningkatan kadar anti dsDNA SLE dan 5% pasien skleroderma
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit. Pada SLE,
anti dsDNA mempunyai korelasi yang kuat dengan nefritis Sci 70 atau Anti Topoisomerase 1
lupus dan aktivitas penyakit SLE. Pemeriksaan anti dsDNA Topoisomerase 1 merupakan antigen yang terdapat dalam
PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3113

sitoplasma. Anti topoisomerase 1 terdapat pada 22-40%


Tabel 5. Penyakit yang Berhubungan dengan Defisiensi
pasien skleroderma dan 25-75% pasien sklerosis sistemik. Komplemen
Secara umum anti tropo isomerase 1 merupakan faktor
Komplemen Penya kit
pediktor untuk keterlibatan kulit yang difus, lama penyakit
C1q SLE, glomerulonefritis, poikiloderma
atau hubungan dengan kanker, fibrosis paru, timbulnya kongenital
parut (scar) pada jari jari dan keterlibatan jantung. C1r SLE, glomerulonefritis, lupus like syndrome
C1s SLE
Antisentromer C1-INH SLE,lupus diskoid
Antibodi antisentromer mempunyai target pada proses C4 SLE, rheumatoid vasculitis, dermato-
mitosis. Antisentromer ditemukan pada 22-36% pasien myositis, lgA nephropathy, subacute
sklerosis sistemik. Antisentromer mempunyai korelasi sclerosing panecephalitis, scleroderma,
yang erat dengan fenomena Raynauds, CREST (Calcinosis, sjogrens syndrome, grave disease
Raynauds phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactily C2 SLE, discoid lupus, polymyositis, Henoch-
dan telengiectasia) Schonlein purpura,Hodgkins disease, va
sculitis,glomerulonefritis,hypogamma -
globulinemia
C3 Vasculitis, lupus like syndrome, glomerulo-
PEMERIKSAAN KOMPLEMEN nefritis
cs SLE, infeksi Neisseria
Komplemen adalah suatu molekul dari sistem imun yang C6 infeksi Neisseria
tidak spesifik. Komplemen terdapat dalam sirkulasi dalam C7 SLE, rheumatoid arthritis, Raynauds
keadaan tidak aktif. Bila terjadi aktivasi oleh antigen, phenomenon, sclerodactyly, vasculitis,
kompleks imun dan lain lain, akan menghasilkan berbagai infeksi Neisseria
mediator yang aktif untuk menghancurkan antigen CB SLE ,infeksi Neisseria
tersebut. C9 infeksi Neisseria
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang
terdiri dari ± 20 protein palasma dan bekerja secara berantai makrofag, trombosit dan sel B. hal ini memeperbesar
(self amplifying) seperti model kaskade pembekuan darah bangunan ikatan kompleks tersebut sehingga lebih
dan fibrinolisis . Komplemen sudah ada dalam serum mempermudah pengenalan benda asing tersebut
neonatal, sebelum dibentuknya lgM . Dalam mobilitas yang akhirnya mempercepat aksi pembersihan .
elektroforesis, termasuk kelompok alfa dan beta globulin. Dengan demikian C3b mempunyai efek ganda
Komplemen dihasilkan terutama oleh sel hati dan beredar yaitu di samping sebagai trigger dalam menggiring
dalam darah sebagai bentuk yang tidak aktif (prekursor), proses penghancuran melalui jalur alternatif, juga
bersifat termolabil. Pengaktifan, berlangsung melalui dua sebagai opsonin dalam memacu proses fagositosis.
jalur, yaitujalur klasik (imunologik) danjalur alternatif (non- Konsentrasi C3 dan C4, ditemukan meningkat dalam
imunologik). Keduajalur berakhir dengan lisis membran sel cairan saku gusi dari gingiva yang meradang. Jadi
atau komplek Ag-Ab. Jalur klasik diprakarsai oleh : Clq, Cir, komplemen mampu menyingkirkan kuman setelah
Cls, C4 dan C2. Sedangkan jalur alternatifnya dicetuskan bergabung dengan antibodi.
oleh properdin, faktor B, faktor D dan C3 . Terminal
penghancur kedua jalur tersebut ialah C5-9. Aktivasi ini, Pada SLE, kadar C1 ,C4,C2 dan C3 biasanya rendah,
masih diimbangi oleh beberapa protein pengatur yaitu tetapi pada lupus kutaneus normal.Penurunan kadar
inhibitor C1, inaktivator C3b, protein pengikat C4, dan kompemen berhubungan dengan derajat beratnya SLE
faktor H. sebagai konsekuensi biologik dari aktivitas terutama adanya komplikasi ginjal. Observasi serial pada
membranolisis ini dilepaskan berbagai subkomponen dari pasien dengan eksaserbasi, penurunan kadar komplemen
beberapa komponen yaitu : terlihat lebih dahulu dibanding gejala klinis.
Aktivitas kemotaktik oleh C3a, dan Anafilatoksin oleh
C3a dan C5a, yang melepaskan histamin dari basofil
ataupun mastosit dan seritinin dari platelet. REFERENSI
Aktivasi seperti kinin oleh C2 dan C4, yang bekerja
Breedveld F. New Insight in the pathogenesis of RA. J. Rheumatol
meningkatkan permebilitas vaskular dalam sistem 25; 1998: 3-7.
amplikasi humoral Cohen AS. Laboratory diagnostic procedures in the rheumatic
Memacu fagositosis oleh C3b diseases. Grune & Stratton, Inc. Sidney, Tokyo 1985.
Dunne J. V, Carson DA, Spiegelberg H, dkk. IgA Rheumatoid
Fagositosis dapat terjadi terhadap kompleks Ag-Ab- factor in the sera and saliva of patient, with RA and Sjogren
C3b, karena pemilikan reseptor C3b pada sel neutrofil, syndrom. Ann. Rheum Dis. 38; 1979:161.
3114 REUMATOLOGI

Edmonds J. Immunological Mechanism and Investigations, in


Rheumatic Disorders Med Int. 1985:896-900
Feltkamp TEW. Immunopathogenese van Rheumatoide arthritis.
Het Medischyaar 1981. Utrech: Scheltme & Holkema, 1980:
452-464.
Klein F, Bronsveld W, Norde W, dkk. A modified Latex Fixation
Test of the detection of Rheumatoid factors. J Clin Path 1979;
32: 90.
H H Chng. Laboratory test, in rheumatic diseases Singapore med
J. 1991;32:272-275.
Klippel JH, Crofford LJ, Stone JH, Weyand CM in Primer on
Rheumatic Disease 12th ed,Atlanta,Arthritis Fondation 2001.
Kalim H, Handono K, Arsana PM ed in Basic Immuno Rheumatol-
ogy, Malang, Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya, 200
Maddison, P J. the use of the laboratory in diagnostic rheumatol-
ogy. Proc 4th Asean congress of rheumatology Singapore 1993:
117- 122.
Monestier. M, Bellon B, Manheimer dkk, Rheumatoid factor Ann
NY Acad. Sc 475; 1986: 107.
N.G. Suryadhana. dkk Membandingkan hasil lateks clan tes he-
maglutinasi dalam diagnosis penyakit reumatoid arthritis.
Kopapdi V, 1981: ha! 1675-1691.
Ruddy S, Harris ED, Sledge CB, Budd RC Sergent JS in Kelleys
Textbook Of Rheumatology 6th ed,Philadelphia, WB saunders
Company,2001.
Roitt I. Essential Immunology. Oxford: Blackwell Science. 1997:
399405-
Rose NR. The use of autoantibodies. In. Peter JB, Shoenfeld Y, eds:
Autoantibodies. Elsevier Sciences B.V. 1996: xxvii-xxix
Suryadhana NG. Pemeriksaan laboratorium pada penyakit sendi,
bull Rheumatol ind. 1994; 1: 7-11 .
Suryadhana N G clan Nasution A R. Mekanisme clan
pemeriksaan imunologi pada penyakit sendi. MKl 1993; 43:
24-29.
Suryadhana. dkk Hubungan titer FR dengan keaktifan penyakit.
Kopapdi VI, Jakarta 1984 page 2040-2044
Siegert CE, Daha MR Tseng CM, Coremans IE, Es LA van, Breedveld
FC. Predictive value of IgG autoantibodies against Clq for
nephritis in systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis
1993; 52: 8516-.
Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA in Current Medical
Diagnosis & Treatment 43th ed, Lange Medical Books/
McGraw-Hill,2004.
Tighe H clan Carson DA. Rheumatoid factors. Dalam: Kelley's.
Textbook pf rheumatology. WB. Saunders Co. Tokyo. 1997
: p 241249-
Tan E M. Role of autoantibodies: Diagnostic markers, immune
system reporters and initiator of pathogenesis. Proceeding
9th APLAR Congress. Beijing: Chinese Rheumatology
Association. 2000: 1019-.
Yanossy. G, Duke 0 . Poultier L.W dkk. RA : A Disease of T
Lymfhosyte/Macrophage immunoregulation Lancet 2;
1981:839.
410
NYE RI
Bambang Setiyohadi, Sumariyono, Yoga I. Kasjmir, Harry Isbagio, Handono Kalim

Menurut The International Association for the study of hari, toleransi nyeri lebih penting dibandingkan dengan
pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman ambang nyeri.
sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang TERMINOLOGI NVERI
disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan disebut nosisepsion. Alodinia adalah nyeri yang dirasakan oleh pasien akibat
Nosisepsion merupakan langklah awal proses nyeri. Reseptor rangsang non-noksius yang pada orang normal, tidak-
neurologik yang dapat membedakan antara rangsang menimbulkan nyeri. Nyeri ini biasanya didapatkan pada
nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat pasien dengan berbagai nyeri neuropatik, misalnya
mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment neuralgia pasca herpetik, sindrom nyeri regional kronik
adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau .fungsi dan neuropati perifer lainnya.
anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan
Hiperpatia adalah nyeri yang berlebihan, yang ditimbul-
disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan
kan oleh rangsang berulang. Kulit pada area hiperpatia
atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
biasanya tidak sensitif terhadap rangsang yang ringan,
yang normal.
tetapi memberikan respons yang berlebihan pada rangsang
Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang
multipel. Kadang-kadang, hiperpatia disebutjuga disestesi
potensial dapat menyebabkan kerusakanjaringan disebut
sumasi.
nosisepsi, yang merupakan tahap awal proses timbulnya
nyeri. Reseptor yang dapat membedakan rangsang noksius Disestesi adalah adalah parestesi yang nyeri. Keadaan ini
dan non-noksius disebut nosiseptor. Pada manusia, dapat ditemukan pada neuropati perifer alkoholik, atau
nosiseptor merupakan terminal yang tidak tediferensiasi neuropati diabetik di tungkai. Disestesi akibat kompresi
serabut a-delta dan serabut c. Serabut a-delta merupa- nervus femoralis lateralis akan dirasakan pada sisi lateral
kan serabut saraf yang dilapisi oleh mielin yang ti pis dan tungkai dan disebut meralgia parestetika.
berperan menerima rangsang mekanik dengan intensitas
menyakitkan, dan disebut juga high-threshold mechano- Parestesi adalah rasa seperti tertusukjarum atau titik-titik
receptors. Sedangkan serabut c merupakan serabut yang yang dapat timbul spontan atau dicetuskan, misalnya ketika
tidak dilapisi mielin. saraf tungkai tertekan. Parestesi tidak selalu disertai nyeri;
lntensitas rangsang terendah yang menimbulkan bila disertai nyeri maka disebut disestesi.
persepsi nyeri, disebut ambang nyeri. Ambang nyeri bi- Hipoestesia adalah turunnya sensitivitas terhadap
asanya bersifat tetap, misalnya rangsang panas lebih dari rangsang nyeri. Area hipoestesia dapat ditimbulkan
50°( akan menyebabkan nyeri. Berbeda dengan ambang dengan infiltrasi anestesi lokal.
nyeri, toleransi nyeri adalah tingkat nyeri tertinggi yang
dapat diterima oleh seseorang. Toleransi nyeri berbeda- Analgesia adalah hilangnya sensasi nyeri pada rangsangan
beda antara satu individu dengan individu lain dan dapat nyeri yang normal. Secara konsep, analgesia merupakan
dipengaruhi oleh pengobatan. Dalam praktek sehari- kebalikan dari alodinia.
3116 REUMATOLOGI

Anestesia dolorosa, yaitu nyeri yang timbul di daerah Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma pada
yang hipoestesi atau daerah yang didesensitisasi. saraf. Nyeri seringkali persisten, walaupun penyebabnya
sudah tidak ada. Biasanya pasien merasakan rasa seperti
Neuralgia yaitu nyeri yang timbul di sepanjang distribusi
terbakar, seperti tersengat listrik atau alodinia dan
suatu persarafan. Neuralgia yang timbul di saraf skiatika
disestesia.
atau radiks S1 , disebut Skiatika. Neuralgia yang tersering
adalah neuralgia trigeminal. Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi
kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi
Nyeri tabetik, yaitu salah satu bentuk nyeri neuropatik
kriteria untuk depresi atau kela inan psikosomatik.
yang timbul sebagai komplikasi dari sifilis

Nyeri sentral, yaitu nyeri yang diduga berasal dari otak Nyeri somatik
atau medula spinalis, misalnya pada pasien stroke atau
pasca trauma spinal. Nyeri terasa seperti terbakar dan Nyeri nosiseptifi
{
lokasinya sulit dideskripsikan. Nyeri viseral
Nyeri pindah (referred pain) adalah nyeri yangdirasakan Nyeri
ditempat lain, bukan ditempat kerusakan jaringan yang
Nyeri neuropatik
menyebabkan nyeri. Misalnya nyeri pada infark miokard
yang dirasakan di bahu kiri atau nyeri akibat kolesistitis Nyeri non-nosiseptif
{
yang dirasakan di bahu kanan . Nyeri psikogenik
Nyeri fantom yaitu nyeri yang dirasakan paada bagian
tubuh yang baru diamputasi; pasien merasakan seolah -
olah bagian yang diamputasi itu masih ada.
MEKANISME NYERI

Substansi algogenik adalah substansi yang dilepaskan Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus
oleh jaringan yang rusak atau dapat juga diinjeksi sub- noxiuos sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri
kutaneus dari luar, yang dapat mengaktifkan nosiseptor, adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa
misalnya histamin, serotonin, bradikinin, substansi-P, K•, dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu : transduksi, trans-
Prostaglandin. Serotonin, histamin, K•, w,.
dan prosta - misi, modulasi dan persepsi.
glandin terdapat di jaringan; kinin berad1 di plasma; Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi
substansi - P berada di terminal saraf aferen primer; nociceptor oleh stimulus noxiuos pada jaringan, yang
histamin berada didalam granul-granul sel mast, basofil kemudian akan mengakibatkan st imulasi nosiseptor
dan trombosit dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah
Nyeri akut, yaitu nyeri yang timbul segera setelah menjadi postensial aksi . Proses ini disebut transduksi
rangsangan dan hilang setelah penyembuhan. atau aktivasi reseptor. Selanjut nya potensial aksi tersebut
akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat
Nyeri kronik, yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama trans-
3 bulan walaupun proses penyembuhan sudah selesai . misi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer
ke kornu dorsalis medula spinali s, pada kornu dorsalis ini
neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan
KLASIFIKASI NYERI sarap pusat. Dari sini j aringan neuron tersebut akan naik
ke atas di medula spinalis menuju batang otak dan
Nyeri nosiseptif, adalah nyeri yang timbul sebagai talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara
akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut a-delta dan talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang
serabut-c) oleh rangsang mekan ik, termal atau kemikal. mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan
dengan nyeri . Tetapi rangsangan nos iseptifptif tidak
Nyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non
selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi
viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri metastatik, nyeri
nyeri bisa terjad i tanpa stimulasi nosiseptifptif. Terdapat
tulang, nyeri artritik.
proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi
Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
biasanya akibat distensi organ yang berongga, misalnya paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula
usus, kandung empedu, pankreas, jantung. Nyeri viseral spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan
seringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti nyer i di relai menuju ke otak dan menghasilkan
mual dan muntah. pengalaman yang tidak menyenangkan.
NYERI
3117

s;tang tubuh
misi stimulus menuju susunan saraf pusat. Badan sel dari
Ekstremitas bawah
/ neuron -neuron ini terdapat pada ganglion radix dorsalis.
Axon dari neuron ini memiliki dua cabang yaitu yang
menuj u perifer, yang bagian terminalnya sensitif ter-
Korteks
hadap stimulus noxious; dan cabang lainya yang menuju
Talamus susunan saraf pusat, dimana kemudian akan bersinap
dengan neuron susunan saraf pusat di kornu dorsal is
medula spinalis.
Hipotalamus

Medula Spinalis
Kornu dorsalis medula spinalis merupa kan relay point
pertama yang membawa informasi sensoris ke otak dari
perifer. Gray matter mengandung badan sel saraf dari
neuron -neuron spinalis dan white matter mengandung
axon yang naik atau turun dari otak. Rexed membagi
Fasciculus gray matter menjadi 10 lamina. Lam ina I-VI terdapat pada
r"'<>'--.'""'~·ir- - - · anterolateral
spinotalamikus kornu dorsalis dan mengandung interneuron yang merelay
spinoretikularis informasi sensoris menuju ke otak.
spinomesencehalicus
Pada kornu dorsalis serabut aferen nosisepsi mem-
bentuk hubungan dengan neuron-neuron proyeksi atau
interneuron inhibisi atau eksitasi lokal untuk mengatur
aliran informasi nosisepsi ke pusat yang lebih tinggi.
Peritoneu m
parietal da · Terdapat 3 kategori neuron pada kornu dorsalis yaitu
pleura
neuron proyeksi, interneuron eksitasi dan interneuron
Spinalissegmen inh ibisi. Neuron proyeksi bertanggung jawab untuk
Lumbar
membawa signal aferen ke pusat yang lebih tinggi, yang
Ganglion akar dorsal- - - - terdiri dari 3 tipe neuron yaitu nocicptive-spesific cells
(NS), low treshold (LT) neuron dan wide dynamic range
(WDR) neuron.
Gambar 1. Mekanisme proses nyeri

NEUROTRANSMITER PADA KORNU DORSALIS


label 1. Klasifikasi Neuron
Terdapat banyak neurotransmiter yang berperanan pada
Tipe Kecepatan Diameter Karakteristik
proses nosiseptif di kornu dorsalis. Meskipun neuro-
Konduksi Neuron
peptida dan asam amino tertentu berperan penting, tetapi
(m/s) (µm)
tidak ada bukti yang meyakinkan adanya neurotransmiter
Aa 60-120 12-22 Motorik skeletal (M)
t unggal untuk nyeri. Distribusi dari neuropeptida ini bisa
A~ 50-70 4-12 Sentuhan, getaran , dan
berbeda di antara beberapa jaringan. Misalnya neuron
tekanan ringan (M)
radix dorsalis yang meng inervasi viseral umunmnya
Ay 35 -70 4-12 Propriosepsi intrafusal (M)
5-30 1-5 umumnya kaya akan substansi P dan CGRP dibanding
A5 Nosiseptif aferen primer
(M) dengan yang menginervasi kulit. Stimulus noxious akan
B 3-30 1.5-4 Praganglionotonom (M) mencetuskan pelepasan glutamat dan dan beberapa asam
c < 3 < 1.5 Nosiseptifeferen prime r amino lain yang terdapat bersama -sama peptida pada
(unM) terminal aferen primer.
Post gangl i on otonom Glutamat dan aspartat adalah neurotransmiter utama
(unM) dalam exitatory transmission pada tingkat spinal. Bahan
ini disimpan pada terminal aferen primer nosiseptor dan
dilepaskan sebagai respons terhadap aktivitas nosiseptif.
Aspek Perifer Nosisepsi Terdapat banyak neurot r ansm iter inhibitor yang
Terdapat 2 t ipe serabut saraf aferen primer nosiseptif memodulasi nosisepsi di segmen kornu dorsalis, seperti
yaitu serabut A' dan serabut C. Dua fungsi utama serabut somatostatin, GABA, adenosin, alfa 2 adrenergik, taurin
saraf aferen primer adalah t ransdu ksi stimulus dan trans- dan endocanabinoid.
3118 REUMATOLOGI

Dari Medula Spinalis Menuju ke Otak utama. Mekanisme modulasi informasi nosiseptif glisin di
Sinyal nosiseptif yang menuju ke kornu dorsal is di relay kornu dorsalis adalah melalui inhibisi postsinap.
menuju pusat yang lebih tinggi di otak melalui beberapa
jalur yaitu traktus spinotalamikus, yang merupakan jalur Gate Control Theory
nyeri utama; traktus spinoretikularis dan traktus spinomes- Aktivitas neuron di medula spinal is yang menerima input
encephalic dari serabut nosiseptif dapat dimodifikasi oleh input dari
neuron aferen non -nosiseptif. Konsep ini diperkenalkan
Di Tingkat Otak oleh Melzac dan Wall pada 1965 sebagai gate control
Terdapat beberapa nukleus pada talamus lateral yaitu theory. Menu rut teori ini aktivitas pada serabut aferen A~
nukleus ventral posterior lateral, nukleus ventral posterior menghambat respons neuron kornu dorsalis dari input
medial, nukleus ventral posterior inferior dan bagian pos- serabut Adan serabut C. TENS untuk menghilangkan nyeri
terior dari nucleus ventromedial; serta di daerah medial didasarkan pada teori ini.
talamus yaitu talamus centrolateral, bagian ventrocaudal
dari nukleus dorsomedial dan nukleus para fasikular yang Kontrol Supraspinal/Descending Control
berperanan pada proses nyeri. Didaerah kortex cerebri Kontrol nyeri supraspinal melalui dua jalur yang berasal
yang memiliki fungsi nosisepsi adalah korteks somato- dari midbrain (periaqueductal gray matter dan locus
sensor primer, somatosensor sekunder serta daerah di- ceruleus) dan medula oblongata (nu cleus raphe magnus
sekitarnya di parietal operculum, insula, anterior cingulate dan nukleus reticularis giganto cellularis). Sistem modulasi
cortex dan korteks prefrontal. nyeri ini menuju medula spinal is melalui funikulus dorso-
lateral. Neuron-neuron di rostroventral medula oblongata
membuat koneksi inhibisi pada kornu dorsalis lamina
MODULASI NOSISEPTIF I, II dan V. Sehingga stimulasi neuron di rostroventral
medula oblongata akan menghambat neuron-neuron
Terdapat beberapa tempat modulasi nyeri, tetapi yang kornu dorsalis neuron-neuron traktus spinotalamikus
paling banyak diketahui adalah pada kornu dorsalis yang memberikan respons stimulasi noxious. Serabut
medula spinalis. Eksitabilitas neuron-neuron di medula desenden lain yang berasal dari medula oblongata dan
spinalis tergantung dari keseimbangan dari input yang pons juga berakhir pada kornu dorsalis superfisial dan
berasal dari nosiseptor aferen primer, neuron intrinsik menekan aktivitas nosiseptif neuron kornu dorsalis.
medula spinalis dan descending system yang berasal dari Neurotransmiter utama yang berperanan pada descending
supra spinal. pain control ini adalah serotonin (5-hydroxytryptamine,
5 HT) dan norepineprin (noradrenalin). Neuron-neuron
serotoninergik dan noradrenergik turun melalui funikulus
KONTROL SEGMENTAL (SPINAL) dorsolateral dari batang otak menuju medula spinal is dan
berakhir pada kornu dorsalis, sangat berperanan pada
Modulasi pada tingkat spinal aktivitas nosiseptif melibat- modulasi nyeri. Aktivasi Reseptor ± 2 adrenergik akan
ka n sistem opioid endogen, inhibisi segmental , mengakibatkan antinosisepsi. Sejumlah subtipe reseptor
keseimbangan aktivitas antara input nosiseptif dan input serotoninergik telah diketahui di medula spinalis dan
aferen lainya serta descending control mechanism. berberanan dalam transmisi nyeri. Stimulasi elektrik pada
Reseptor opioid merupakan tempat kunci dalam daerah periaqueductal dan nukleus raphe magnus akan
analgesia. Mekanisme analgesi utama dari opioid adalah mengakibatkan analgesia melalui pelepasan serotonin dan
melalui inhibisi presinap dari injury-evoked neurotrans- norepineprin endogen.
mitter release dari neuron nosiseptif aferen primer (lebih
dari 70% dari total OP3 (1/4) receptor site terdapat pada
terminal aferen primer). Opioid endogen tampaknyajuga
menyebabkan inhibisi postsinap neuron nociresponsive
kornu dorsalis. Transmisi input nosiseptif pada medula r_
spinalis bisa dihambat oleh aktivitas segmental dan
aktivitas neuron descenden dari pusat supraspinal. GABA
dan glisin berperan penting pada inhibisi segmental nyeri
di medula spinalis. GABA memodulasi transmisi aferen
informasi nosiseptif melalui mekanisme presinap dan
postsinap. Konsentrasi terbesar GABA adalah pada kornu Aa./A p-fiber
dorsalis, dimana disini merupakan neurotransmiter inhibisi Gambar 2. Teori gate control
NYERI 3119

NYERI INFLAMASI berian PGE pada binatang percobaan tidak terbukti dapat
memprovokasi nyeri secara langsung, tetapi harus ada
Pada proses inflamasi, misalnya pada artritis, proses nyeri kerjasama sinergistik dengan mediator inflamasi yang lain
terjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan seperti histamin dan bradikinin.
berbagai med iator bikomiawi selama proses inflamasi Selain itu, tidak terdapat bukti yang kuat bahwa
terjadi . lnflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan jaringan
yang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses secara langsung. Sebagian kerusakanjaringan pada proses
oleh antigen presenting cells (AP() yang kemudian akan inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksil bebas yang
diekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA terbentuk selama konversi enzimatik dari PGG 2 menjadi
yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akan PGH 2 atau pada proses fagositosis.
diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4 sistem yaitu
sel T membentuk kompleks trimolekular. Kompleks tri- sistem pembekuan darah, sistem kinin, sistem fibrinolisis
molekular tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi dan sistem komplemen, yang akan membebaskan ber-
imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1 , bagai protein inflamatif baik amin vasoaktif maupun zat
IL-2) sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan proliferasi sel kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel radang
T tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan menghasilkan ke daerah inflamasi .
berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonuklear, ter-
merangsang makrofag untuk meningkatkan akt ivitas jadi peningkatan konsumsi 0 2 dan produksi radikal oksigen
fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel bebas seperti anion superoksida (0 2-) dan hidrogen per-
B untuk memproduksi antibodi. oksida (Hpz). Kedua radikal oksigen bebas ini akan mem-
Setelah berikatan dengan antigen, antibodi yang bentuk radikal hidroksil reaktif yang dapat menyebabkan
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan
menendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.
untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pem -
bebasan metabolit asam arakidonat, radikal oksigen bebas,
enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan NYERI PSIKOGENIK
kerusakan pada organ target tersebut.
Kompleks imun juga dapat mengaktifasi sistem Nyeri dapat merupakan keluhan utama berbagai kelainan
komplemen dan membebaskan komponen aktif seperti psikiatrik, psikosomatik dan depresi terselubung. Pasien
C3a dan CSa yang merangsang sel mast dan trombosit nyeri kronik akibat trauma yang berat, misalnya kecelakaan,
untuk membebaskan amina vasoaktif sehingga timbul peperangan dan sebagainya, seringkali menunjukkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. gambaran posttraumatic stress disorder, dimana pasien
Selain itu komponen komplemen CSa juga mempunyai selalu merasa dirinya sakitwalaupun secara medik kelainan
efek kemotaktik sehingga sel -sel polimorfonuklear dan fisiknya sudah sembuh . Dalam hal ini, pasien harus
mononuklear akan berdatangan ke daerah inflamasi. diyakinkan bahwa keadaan psikologik ini sering terjadi
Sejak tahun 1971, telah diuketahui bahwa produuk dan dia harus berusaha untuk mengatasinya dengan baik
jalur siklooksigenase (COX) metabolisme asam arakidonat karena keadaan fisiknya sebenarnya sudah sembuh.
mempunyai peranan yang besar pada proses inflamasi. Nyeri merupakan salah satu bentuk kelainan psiko-
Terdapat 2 isoform jalur COX yang disebut COX-1 dan somatik, dimana pasien mengekspresikan konflik yang
COX-2. Jalur COX-1 mempunyai fungsi fisiologis yang tidak disadarinya sebagai keluhan fisik . Keluhan ini dapat
aktifasinya akan membebaskan eikosanoid yang terlibat sedemikian beratnya sehingga mempengaruhi aktivitas
dalam proses fisiologis sepeerti prostasiklin, tromboksan- sehari-harinya, termasuk pekerjaannya, aktivitas sosialnya
A 2 dan prostag/andin-E (PGEz). Sebaliknya, jalur COX-2 dan hubungan interpersonalnya. Biasanya pasien akan
2
akan menghasilkan prostaglandin proinflamatif yang merasa se/alu sakit dan membutuhkan perhatian medik
akan bekerjasama dengan berbagai enzim protease dan mengenai penyakitnya . Pasien dengan nyeri psikoso-
mediator inflamasi lainnya dalam proses inflamasi. matik akan mengeluh nyeri pada satu bagian tubuhnya
Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin atau lebih sedemikian beratnya sehingga membutuhkan
seperti PGE 1, PGE 2, PGl 2, PGD 2 dan PGA 2, dapat perhatian dokter. Keluhan nyeri ini sangat menonjol
menimbulkan vasodilatasi dan demam. Di antara berbagai dan tampak bahwa faktor-faktor psikologik akan sangat
jenis prostaglandin tersebut, PGl 2, merupakan vasodilator mem-pengaruhi timbulnya nyeri, perjalanan penyakit dan
terkuat. eksaserbasi nyerinya, tetapi hal ini tidak disadari oleh
Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pasien dan selalu akan disangkal sehingga sangat
pada proses inflamasi ternyata lebih kompleks. Pem - menyulitkan pengobatan. Pasien akhirnya akan tergantung
3120 REUMATOLOGI

pada berbagai obat analgesik, apalagi bila psikoterapi Sensitivitas Nyeri


tidak berhasil atau diabaikan. Banyak dibuktikan bahwa pasien-pasien depresi memiliki
lebih banyak keluhan nyeri dari pada yang tanpa depresi.
Beberapa penelitian menujukkan angka kejadian nyeri
DEPRESI PADA NYERI KRONIK lebih tinggi pada pasien depresi dibanding populasi
umum . Data prevalensi depresi di antara pasien klinik
Secara tradisional perbedaan nyeri akut dan kronik di- nyeri bervariasi, tergantung metode penilaian dan
dasarkan pada interval waktu sejak mulainya nyeri, ada populasi yang dinilai yaitu antara 10-100%. Sebaliknya
yang menyebutkan 3 bu Ian dan ada yang menyebutkan 6 keluhan nyeri didapatkan pada 30-60% pada pasien
bu Ian sejak mulainya nyeri digunakan sebagai batas nyeri depresi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pasien
akut dan kronik . Batasan lain nyeri kronik adalah nyeri depresi memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap
yang terus berlangsung melebihi periode penyembuhan stimulus noxious, dengan kata lain pasien depresi memiliki
cedera jaringan. Batasan ini relatif tidak tergantung pada ambang nyeri yang lebih rendah . Pada penelitian terdahulu
batasan waktu, tetapi sayangnya berapa lama proses beberapa penelitian mendukung teori ini, tetapi pada
penyembuhan itu berlangsung masih belum begitu pasti. penelitian akhir-akhir ini tidak terbukti . Nilai ambang
Penulis lain mengartikan nyeri kronik sebagai nyeri yang nyeri baik terhadap stimulus thermal maupun electric di-
menetap lebih dari 3 bu Ian atau nyeri yang membutuhkan dapatkan meningkat pada pasien depresi. Pada penelitian
waktu perbaikan yang lebih lama dari yang seharusnya Lautenbacher dkk didapatkan bahwa nilai ambang nyeri
atau yang norma. pasien depresi justru lebih tinggi dari pad a pasien dengan
Nyeri akut biasanya dicetuskan oleh cedera jaringan panic disorder maupun orang sehat.
tubuh dan aktivasi nociceptor pada tempat kerusakan
jaringan. Secara umum nyeri akut akan berakhir selama Biogenic Amine : Serotonin dan Norephineprine
waktu yang singkat dan sembuh bila kelainan yang men- Tingginya variasi hubungan antara tingkat beratnya cedera
dasari sudah sembuh. dan beratnya nyeri telah diketahui sejak penelitian Henry
Nyeri kronik biasanya dicetuskan oleh cedera tetapi Behcer terhadap tentara di Anzio Beach pad a perang dunia
mungkin diperberat oleh faktor-faktor yang baik secara ke dua. Sejak th 1970 banyak kemajuan yaitu identifikasi
patogenesis maupun fisikjauh dari penyebab aslinya. Pada adanya central nervous system mechanism of endogenous
nyeri kronik, karena nyeri terus berlangsung tampaknya pain modulaition.
faktor lingkungan dan afektif akhirnya berinteraksi dengan Stimulasi pada rostral ventomedial medulla atau dorso-
kerusakan jaringan, yang berpengaruh pada terjadinya lateral pontine tegmentum akan mengakibatkan analgesia
persistensi nyeri dan perilaku nyeri. pada binatang percobaan dan inhibisi dari spinal pain
Banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian transmission. Rostral ventromedial medulla adalah tempat
depresi pada pasien nyeri kronik dan kejadian nyeri kronik utama neuron serotoninergik yang menujuke kornu dorsal is
pada pasien depresi lebih tinggi dibanding populasi medula spinalis. Dorsolateral pontine tegmentum
umum. Pada penelitian epidemiologi di Kanada, yang merupakan tempat utama neuron noradrenergik yang
meneliti prevalensi dan korelasi depresi mayor pada pasien menuju kornu dorsalis. Kedua neurotransmitter ini meng-
nyeri pinggang kronik didapatkan bahwa depresi mayor hambat nociceptive neuron-neuron kornu dorsalis.
5,9% pada populasi yang tidak nyeri dan 19,8% pada Terdapat hipotesis bahwa mekanisme analgesia dan
populasi nyeri pinggang kronik. 6 Pada penelitian ini juga antidepresi obat antidepresan yang memberikan efek
didapatkan orang-orang dengan nyeri pinggang kronik analgesia melalui peningkatan neurotransmisi
6.2 kali kemungkinan untuk depresi dari pada orang yang serotoninergik dan noradrenergik. Saling ketergantungan
tidak nyeri. Demikianjuga sebaliknya angka kejadian nyeri antara sistem opioid dan nonopioid sudah dipikirkan
pada pasien depresi lebih tinggi (30-60%) dari pada orang pada penelitian -penlitian yang menunjukkan peningkatan
yang tidak depresi. Tetapi penelitian penelitian tersebut analgesi opioid bila diberikan antidepresan, dan
tidak menjelaskan apakah depresi menyebabkan nyeri penurunan analgesia opioid setelah penurunan serotonin
kronik atau sebaliknya nyeri kronik yang menyebabkan dan norephineprin. Berdasarkan hal ini tampaknya bio-
depresi. 5 genic amine berperan sangat penting pada modulasi nyeri
Terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan endogen. Oleh karena terdapat deplesi atau gangguan
hubungan antara depresi dan nyeri kronik yaitu teori fungsi biogenic amine seperti serotonin dan norefineprin
biologi, psikologi dan sosiologi . Pada makalah ini akan pada depresi, maka bisa dipahami bahwa hal ini bisa ber-
dibahas mekanisme kaitan nyeri kronik dan depresi dari peranan pada pengalaman dan penyampaian rasa nyeri
sudut pandang teori biologi. pada pasien depresi mayor.
NYERI 3121

KAJIAN AWAL TERHADAP RASA NYERI seperti pengaruhnya terhadap pola tidur, selera makan,
enerji, aktivitas keseharian (activities of the daily living),
Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar kajian hubungan dengan sesama manusia (lebih mudah tersing-
awal terhadap rasa nyeri yang dikeluhkan seorang pasien, gung dan sebagainya) atau bahkan terhadap mood (sering
yaitu: menangis, marah atau bahkan berupaya bunuh diri),
kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraan
Lokasi Nyeri dan sebagainya .
Mintalah pada pasien untuk menjelaskan daerah mana
yang merupakan bagian paling nyeri atau sumber nyeri. Gejala Lain yang Menyertai
Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa lokasi Apakah pasien menderita keluhan lainnya di samping
anatomik ini belum tentu sebaga i sumber rasa nyeri yang rasa nyeri seperti mual dan muntah, konstipasi, gatal,
dikeluhkan pasien. Misalnya pada keluhan nyeri sciatic yang mengantuk atau terlihat bingung, retensio urinae serta
dirasakan pasien sepanjang tubngkai bagian belakang, kelemahan?
bukanlah lokasi sumber nyeri yang sebenarnya.
Kesan dan Perencanaan Pengobatan
lntensitas Nyeri Buatlah kesimpulan akan nyeri yang diderita pasien serta
Pada umunya dipakai rating scale dengan analogi visual lakukan pemeriksaan fisik termasuk terhadap tanda-tanda
atau dikenal sebagai Visual Analogue Scale (VAS). Mintalah vital. Evaluasi terhadap pengobatan sebelumnya dan
pasien membuat rating terhadap rasa nyerinya (0-10) baik apakah masih memberikan manfaat dalam mengatasi rasa
yang dirasakan saat ini, kapan nyeri yang paling buruk nyeri yang diderita pasien atau tidak. Pada bagian ini perlu
dirasakan atau yang paling ringan dan pada tingkatan dievaluasi pula seberapa jauh pasien memahami akan
mana rasa nyeri masih dapat diterima. masalah nyeri yang dialaminya. Selanjutnya pengobatan
nyeri itu sendiri sebaiknya dikomunikasikan lehih dalam
Kualitas Nyeri dengan pasien agar terdapat kesenjangan yang dapat
Gunakan terminologi yang dikemukakan oleh pasien itu ditekan sekecil mungkin antara harapan seorang pasien
sendiri seperti nyeri tajam, seperti terbakar, seperti tertarik, terhadap pengobatan yang diberikan oleh dokter dan
nyeri tersayat dan sebagainya . hasil pengobatan sebagai suatu kenyataan . Pada peng-
obatan nyeri perlu diingat bahwa pendekatan awal adalah
Awitan Nyeri, Variasi Durasi dan Ritme menggunakan tekhnik yang non invasif, sebagai contoh
Perlu ditanyakan kapan mulai nyeri terjadi, variasi lamanya menggunakan alat fisioterapi seperti ultra sonic lebih
kejadian nyeri itu sendiri serta adakah irama atau ritme diutamakan dibandingkan blok saraf dan sebagainya.
terjadinya maupun intensitas nyeri. Apakah nyeri tetap Mengenai pemeriksaan fisik nyeri reumatik, maka
berada pada lokasi yang diceritakan pasien? Apakah nyeri diperlukan teknik tersendiri guna mendapatkan gambaran
menetap atau hilang timbul (breakhtrough pain)? rasa nyeri yang diderita pasien. Terdapat beberapa metoda
untuk mengkaji nyeri tekan, yaitu menggunakan 4-point
Cara Pasien Mengungkapan Rasa Nyeri compression technique, two-point technique, two-thumb
Perhatikan kata yang diungkapkan untuk menggambarkan technique, single tuhum pressure technique, dan two
rasa nyeri yang berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya finger technique. Terhadap nyeri gerak umumnya dilakukan
dan tergantung dari pengalaman sebelumnya . Beberapa gerakan pasif fleksi ekstensi sesuai dengan batas lingkup
kata di bawah ini yang biasanya diungkapkan pasien gerak sendi (LGS) dari setiap sendi yang akan diperiksa.
berkaitan dengan rasa nyeri, yaitu : aching, stabbing, tender,
tiring, numb, dull, crampy, throbbing, gnawing, burning,
penetrating, miserable, radiating, deep, shooting, sharp, ex- PENGUKURAN NYERI
hausting, nagging, unbearable, squeezing dan pressure.
Kesulitan dalam mengukur rasa nyeri ini disebabkan
Faktor Pemberat dan yang Meringankan Nyeri oleh tingkat subyektivitas yang tinggi dan tentunya
Apa saja yang dapat memperberat rasa nyeri yang diderita memberikan perbedaan secara individual. Di samping itu
pasien dan faktor apa yang meringankan nyeri hendaklah sebagaimana dikemukakan pada kajian awal terhadap
ditanyakan kepada pasien tersebut. nyeri di atas, belum terdapat metoda yang baku baik klinis
maupun menggunakan alat atau pemeriksaan yang dapat
Pengaruh nyeri diterapkan pada semua jenis nyeri. Sebagai salah satu
Dampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah seputar contoh sulitnya mengukur nyeri adalah ketidaktepatan apa
kualitas hidup atau terhadap hal-hal yang lebih spesifik yang dikemukakan oleh pasien, misalnya kesulitan pasien
3122 REUMATOLOGI

mendapatkan kata yang tepat dalam mendeskripsikan rasa


nyeri, kebingungan, kesulitan mengingat pengalaman, dan Worst
No possible
penyangkalan terhadap intensitas nyeri. pain Mild Moderate Severe pain
Pengukuran nyeri seyogyanya dilakukan seobyektif I I I I I

mungkin dan dapat menggunakan beberapa metode


pengukuran dan terbanyak adalah dengan kuesioner serta Likert pain scale
observasi pola perilaku terkait dengan rasa nyeri. Kategori
pengukuran nyeri beragam sekali namun yang termudah
yaitu : pengukuran nyeri dengan skala kategorikal, Kelemahan dari pengukuran nyeri secara kategorikal
numerikal dan pendekatan multidimensional. Masing- ini adalah kecenderungan pasien untuk lebih condong
masing pendekatan pengukuran nyeri ini memiliki kelebihan pada kategori ke arah tengah yaitu nyeri sedang dibanding-
dan kekurangan masing-masing serta tingkat obyektivitas- ka n ke arah ringan atau hebat. Juga tidak terdapat
subyektifitas berbeda-beda dan area yang menjadi tujuan panduan deskripsi rasa nyeri yang memadai.
pengukuran apakah sensorik saja, apakah mencakup afektif
serta adakah sifat evaluatif dari instrumen dimaksud. Pengukuran Nyeri Secara Numerikal
Pengukuran nyeri dapat merupakan pengukuran satu Numerical rating scale (NSR) merupakan pengukuran nyeri
dimensional saja (one-dimensionaQ atau pengukuran ber- dimana kepada pasien dimintakan untuk memberikan
dimensi ganda (multi-dimensionaQ. Pada pengukuran satu angka 1 sampai 10. Nol diartikan sebagai tidak ada nyeri
dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek sedangkan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri yang
nyeri saja, misalnya seberapa berat rasa nyeri menggunakan hebat dan tidak tertahankan oleh pasien. Pengukuran
pain rating scale yang dapat berupa pengukuran katego- ini lebih mudah dipahami pasien baik bila kepada pasien
rikal atau numerikal misalnya visual analogue scale (VAS). tersebut dimintakan secara lisan atau mengisi form ke-
Sedangkan pengukuran multi -dimensional dimaksudkan sioner. Salah satu bentuk yang dianggap oleh sebagian
tidak hanya terbatas pada aspek sensorik belaka, namun peneliti tidak identik adalah penggunaan visual analogue
juga termasuk pengukuran dari segi afektif atau bahkan scale atau VAS.
prosesd evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini.

Pengukuran Nyeri Secara Kategorikal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


Pengukuran nyeri tipe ini disebut sebagai pengukuran I I I I I I I I I I I
No Worst
satu dimensi (one dimensionaQ dan baik pasien maupun
pain possible
dokter dapat menggunakannya dengan mudah. Umumnya pain
pengukuran kategorikal ini menempatkan pasien pada
bebeapa kategori yang umum dipakai yaitu : tidak ada
nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri hebat. Satu Bentuk di atas dapat diubah menjadi bentuk lain yang
contoh kelompok ini yang banyak dipakai adalah verbal dikenal dengan 17-points box scale dimana angka-angka
rating scale. diletakkan dalam kotak berjajar serial. Pasien diminta
Tidak terdapat nyeri tentunya diartikan pasien sebagai untuk memberikan tanda silang pada intensitas nyeri
tidak merasakan rasa nyeri. Sedangkan nyeri ringan yang dirasakan.
umumnya diartikan sebagai nyeri yang umumnya ber-
sifat siklik dan tidak mengganggu aktivitas keseharian .
Analgetikum biasanya efektif mengatasi nyeri ringan
ini. Dikatakan nyeri sedang bila nyeri bersifat episodik,
terdapat masa eksaserbasi. Umumnya nyeri masih dapat
11 0 1 2 3 • 5 6 7 8 9 I10 11

ditolerir walaupun pasien membutuhkan analgetikum.


Pengobatan dengan analgetikum ini umumnya tidaklah Angka 0 menunjukkan tidak terdapat rasa nyeri se-
menghilangkan nyeri secara total. Rasa nyeri yang terjadi dangkan 10 menandakan nyeri yang sangat hebat dan
akan meningkat apabila terjadi peningkatan aktivitas tidak tertahankan.
eseharian atau aktivitas yang tidak biasa dilakukan pasien.
Apabila pasien dalam melakukan aktivitas keseharian- Visual Analogue Scale
nya merasa nyeri dan rasa nyeri tersebut mengganggu VAS adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling
aktivitasnya maka dikatakan pasien menderita nyeri hebat. banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterap-
Nyeri hebat tidak dapat diatasi dengan analgetikum kan terhadap berbagai jenis nyeri. Metoda pengukuran
sederhana atau hanya memberikan respons yang minimal. ini sebagaimana yang dikembangkan oleh Stevenson KK
NYERI 3123

dan kawan-kawan dari Pusat Penanganan Nyeri Kanker di (Fishman 1987) berupa kartu dua sisi dimana salah satu
Wisconsin. Terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10 cm. sisi menggambarkan intensitas nyeri dan mood pasien dan
Garis paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sisi lain merupakan modifikasi Tursky.
sekali, sedangkan garis pal ing kanan menandakan rasa
nyeri yang paling bu ruk. Kepada pasien dimintakan untuk Pengukuran Nyeri Secara Multi-dimensional
memberikan garis tegak lurus yang menandakan derajat Pengukuran nyeri dengan cara ini memberikan skala pada
beratnya nyeri yang dirasakannya. Sebagai contoh bila berbagai dimensi yang berbeda-beda. Mislanya skala 3
pasien tidak merasakan nyeri apapun, maka ia harus meng- dimensi yaitu : sensorik, afektif dan evaluatif sebagaimana
gariskannya pada ujung sisi kiri dari garis VAS tersebut. terlihat pada salah satu pengukuran yang paling banyak
lnstrumen VAS ini tidak menggambarkan jenis rasa dipakai untuk pendekatan multi-dimensional ini yaitu
nyeri yang dialamai pasien, mislanya shooting pain dan the McGill Pain Questionaire (MPG, Melzack 1975) dalam
sebagainya. Jadi sebagaimana pengukuran kategorika l, bentuk format lengkap atau Short Form (SF-MPQ). McGill
maka VAS juga mengukur nyeri secara satu dimensi saja. Pain Questionaire di atas membutuhkan waktu sekitar 5-10
Pengukuran dengan VAS pada nilai di bawah 4 menit untuk mengisinya, sedangkan Short form nya cukup
dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai antara 4-7 dinyata - 2-5 menit saja. Apabila dikaitkan dengan artritis, maka
kan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagai arthritis impact measurement scales atau AIMS (Meenan
nyeri hebat. 1980) lah yang umumnya dipakai. AIMS ini mengukur
Visual analogue scale ini memiliki beberapa tipe. sembilan skala dimensi berbeda yaitu mulai dari nyeri,
Namun tetap mencerminkan satu dimensi pengukuran mobilitas, aktivitas fisik, peran sosial, aktivitas sosial, aktivitas
nyeri saja. hidup keseharian, depresi, ansietas dan dexterity.
Dua bentuk lagi hampir sama dengan tipe a namun Bentuk-bentuk lain pengukuran nyeri multi-dimen-
dalam posisi vertikal serta satu lainnya dibagi menjadi 20 sional adalah: Patient outcome questionare didesain untuk
skala interval. mengukur beratnya nyeri, intervensi, kepuasan terhadap
Masih dalam kategori ini terdapatskala pengukuran nyeri kontrol nyeri dan beberapa aspek lain dalam pengobatan
yang lebih banyak dipakai pada anak-anak dan dikenal dan pemberian obat; Descriptor differential scale (Gracey
sebagai faces scale. lntensitas nyeri digambarkan oleh 1988) yang megukur komponen sensorik dan afektif nyeri
karikatur wajah dengan berbagai bentuk mulut. meggunakan skala rasio; Integrated pain score (Ventafridda
1983) yang mengukur baik intensitas maupun durasi nyeri;
No Extreme Pain perception profile (Tursky 1976) yang digunakan untuk
pain pain pengukuran dimensi sensorik, afektif dan intensitas nyeri;
No I I Extreme
pain1-___,M....,.i"""ld.,...---,-.,M=-o....,de_r_a_t---s=-e-v-e-re--1 pain
West Haven-Yale multidimensional pain inventory (Kerns
1985) berupa 52 itens pengukuran nyeri kronik; Brief pain
No ~---------------ii Extrl'.me
inventory (cleeland 1994) bagi pengukuran nyeri kanker,
pain M iId M od et ra Se v e re pain demikian pula halnya dengan Unmet analgesic needs
I questionaire dan masih banyak lagi yang dibuat untuk
No change tujuan pengukuran ini baik pada pasien dewasa maupun
Extreme! No
pain 1-S-e_v_e-re----------S-lig_h_t-1 pain
I pada pasien anak-anak.

Pengukuran Nyeri Menggunakan Alat Elektro-

©©@@@®® mekanikal atau Alat Mekanis


Dolorimeter merupakan alat mekanis yang dipakai untuk
kuantifikasi ambang nyeri baik pada sendi maupun
jaringan lunak. Alat yang paling banyak dipakai ada-
Pada dasarnya kedua jenis pengukuran di atas lah Chatillon dolorimeter yang merupakan bentuk
merupakan pengukuran terhadap skala nyeri (pain scale). penyempurnaan dari dolorimeter kuno Steinbrocker
Hingga saat ini terdapat 40 instrumen yang potensial palpometer dan Hollander palpameter. Duajenis Chatillon
dipakai dalam pain scale tersebut. Adapun berbagai peng- dolorimeter yaitu dengan tekanan 10 pound dan 20 pound.
ukuran nyeri yang sering dijumpai adalah: verbal rating Angka sepuluh pound dikemukakan oleh McCarty sebagai
scale, VAS, numerical rating scale, wisconsin brief pain tekanan maksimum ibu jari pada pemeriksaan sendi.
questionaire (Dout 1983) yang digunakan untuk mengukur Analogi ibujari digantikan dengan rubber stopper setebal
nyeri pada saat nyeri hebat, berapa lama bertahan, rerata 1.5 cm pada alat tersebut. Selanjutnya alat ini memiliki pula
rasa nyeri dan nyeri saat ini, serta dampak nyeri pada pegas lingkar dan reading pointer yang akan memberikan
fungsi dan hasil pengobatan; memorial pain questionaire pembacaan pada skala tertentu . Kepada pasien diminta-
3124 REUMATOLOGI

kan untuk memberitahukan manakala ambang rasa nyeri penggunaan 1 atau 2 tablet (325-650 mg) setiap 4 jam
tercapai dengan dilakukannya tekanan sebesar 5 pounds saat diperlukan, diminum dengan air minum . lritasi
per detik atau 2 kg per detik. Alat serupa dengan tekanan gastrointestinal dapat dikurangi dengan makanan dan
20 pound dipakai apabila dengan alat 10 pound terlihat antasida. Aspirin dalam bentuk enteric coated yang mana
skor yang rendah . Jen is lain dolorimeter adalah pneumatic lebih mahal (Ecotrin dan lain -lain) sangat penting untuk
pressure dolorimeter dari Langley. mencegah iritasi lambung tetapi absorbsinya lambat.
Efek samping utama aspirin terutama pada dosis tinggi
atau pemberian jangka panjang adalah iritasi lambung
PENATALAKSANAAN NYERI DENGAN OBAT- dan pada pemeriksaan mikroskopik, perdarahan ter-
OBATAN jadi pada usus. Kadang-kadang ini menjadi perdarahan
gastrointestinal masif, biasanya pada peminum berat atau
Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki pasien dengan riwayat ulkus peptik. Alergi aspirin jarang
risiko relatif rendah, tidak ma ha I, dan onsetnya cepat. WHO terjadi dan mungkin bermanifestasi sebagai rinorrhea,
menganjurkan tiga langkah bertahap dalam penggunaan polip nasal, asma, dan sangat jarang terjadi anafilaksis.
analgesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan Aspirin pada dosis tinggi dapat menghasilkan zat yang
sedang, adalah obat golongan non opioid seperti aspirin, mempengaruhi vitamin K, sehingga memperpanjang
asetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat waktu penggumpalan.
tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat,
Asetaminofen . Asetaminofen pada dosis yang sama
langkah 2 ditambah dengan opioid, untuk non opioid
dengan aspirin (650 mg oral setiap 4 jam) mempunyai
diberikan dengan atau tanpa obat tambahan lain. Jika
efek analgetik dan antipiretik yang sebanding tetapi
nyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan
efek antiinflamasinya lebih rendah dibanding aspirin. lni
dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan
sangat berguna untuk orang yang tidak dapat men-
non opioid dan obat tambahan lain.
toleransi aspirin atau pada gangguan perdarahan dan
Dosis pengobatan harus dijadwal secara teratur untuk
pada pasien yang mempunyai risiko Reye's syndrome. Pada
memelihara kadar obat dan mencegah kambuhnya nyeri.
setiap dosis tinggi (misal >4 mg/hari pada pemberian
Dosis tambahan yang onsetnya cepat dan durasinya pendek,
jangka panjang, > 7 mg/hari sekaligus) asetaminofen
digunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba.
dapat menyebabkan hepatotoksik, manifestasinya nek-
rosis hepatis yang ditandai dengan meningkatnya kadar
Obat-Obatan Untuk Nyeri Ringan Sampai Sedang
aminotransferase serum. Toksisitas dapat terjadi pada
Banyak orang dapat mengelola sakit dan nyeri dengan
dosis lebih rendah pada pengguna alkohol kronik .
analgesik OTC, termasuk aspirin, asetaminofen, dan ibu-
profen atau naproksen pada dosis 200 mg dosis formulasi . Anti lnflamasi Non Steroid. Semua obat AINS merupakan
Untuk nyeri yang sedang, salisilat, AINS, atau asetaminofen analgesik, antipiretik dan antiinflamasi yang kerjanya ter-
dosis yang lebih tinggi sering sudah memadai, jika tidak gantung dosis. Prinsipnya, obat-obat tersebut digunakan
dokter dapat meresepkan obat-obatan seperti kodein untuk mengontrol nyeri tingkat sedang pada beberapa
atau oksikodon. gangguan muskuloskeletal, nyeri menstruasi dan lainnya
terutama keadaan yang bisa sembuh sendiri termasuk
Aspirin. Aktivitas aspirin terutama disebabkan oleh
kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. ketidaknyamanan pasca operasi .Aktivitas AINS meng-
Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara hambat biosintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah
irreversibel (prostaglandin sintetase), senyawa yang
famili hormone-like chemicals, beberapa di antaranya
mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi dibentuk karena respons kerusakan jaringan. Mekanisme
senyawa endoperoksida, pada dosis tepat, obat ini akan yang lazim untuk semua AINS adalah menginhibisi enzim
menurunkan pembentukan prostaglandin maupun siklooksigenase (COX). COX ini diperlukan dalam pem-
tromboksan A2 tetapi tidak leukotrien. Sebagian besar bentukan prostaglandin. Enzim ini dikenal dalam dua ben-
dari dosis anti -inflamasi aspirin akan cepat dideasetilasi tuk, COX-1 yang melindungi sel-sel lambung dan intestinal
membentuk metabolit aktif salisilat yang menghambat dan COX-2 yang terlibat pada proses inflamasi jaringan,
sintesis prostaglandin secara reversibel. Aspirin umumnya tidak identik dengan siklooksigenase yang ada pada
digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk meng- kebanyakan sel lain di dalam tubuh (COX - 1). Banyak
obati nyeri ringan sampai sedang, aspirin ini merupakan dari obat ini pada beberapa tingkat, menginhibisi
antipiretik efektif dan agen anti inflamasi. Efek analgesik agregasi platelet dan bisa menyebabkan perdarahan
dapat dicapai pada dosis yang lebih rendah dibanding lambung (risiko ini berhubungan dengan perdarahan
efek anti inflamasinya. Aspirin tersedia dalam berbagai traktus gastrointestinal atas 1,5 kali normal dan insidensi
bentuk sediaan oral, yaitu 81 ; 325; dan 500 mg. Biasanya lebih tinggi pada pasien berusia lanjut), kerusakan ginjal
NYERI 3125

(termasuk gagal ginjal akut, penurunan filtrasi glomerulair, nyeri berat pada pasien dewasa. Pada infark miokard
sindroma nefrotik, nekrosis papilaris, nefritis interstitial, akut atau edema pulmo akut terjadi kegagalan vaskular
dan asidosis renal tubuler tipe IV), supresi sumsum tulang, kiri, 2-6 ;,,g disuntikkan pelan-pelan intravena pada 5 ml
rash, anoreksia, dan nausea. Kerusakan ginjal lebih sering cairan salin.
terjadi pada laki-laki tua, pengguna diuretik, dan pasien
Metadon. Metadon 5-10 mg secara oral tiap 6-8 jam
dengan penyakitjantung. AINS secara umum tidak diberi-
sering digunakan untuk menangani adiksi karena durasi
kan pada pasien yang menerima terapi antikoagulan oral.
kerjanya lama.
Keuntungan lain AINS dibanding aspirin adalah durasi
kerjanya yang lebih lama sehingga frekuensi pem - Kodein (sufat atau fosfat). Kodein sering digunakan
berian lebih rendah dan kepatuhan pasien lebih baik dan bersama dengan aspirin atau asetaminofen untuk mem-
frekuensi efek samping pada gastrointestinal lebih perkuat efek analgesiknya. Kodein adalah penekan batuk
rendah. yang kuat pada dosis 15-30 mg oral tiap 4 jam.

Oksikodon dan hidrokodon. Obat-obat ini diberikan


Obat-obatan untuk Nyeri Sedang sampai Berat secara oral dan diresepkan bersama analgesik lain. Dosis-
Opioid analgesik diindikasikan untuk nyeri sedang sampai
nya 5-7,5 mg setiap 4-6 jam pada tablet yang mengandung
berat yang tidak berkurang dengan obat lain. Contohnya
aspirin 325 mg atau 500 mg.
termasuk nyeri akut pada trauma berat, Iuka bakar, infark
miokard, batu ureter, pembedahan dan nyeri kronik pada Meperidin. Meperidin 50-150 mg secara oral atau intra-
penyakit progresif seperti AIDS. Opioid efektif, mudah muskuler setiap 3-4 jam memberikan efek analgesik yang
dititrasi dan mempunyai rasio manfaat-risiko yang baik. sama seperti morfin pada nyeri akut tetapi sebaiknya di-
Dosis besar opioid dibutuhkan untuk mengontrol nyeri hindari pada nyeri kronik yang berat karena durasi kerjanya
jika nyeri berat dan penanganan lebih luas diperlukan pendek dan pada insufisiensi renal karena akumulasi toksik
jika nyerinya kronik . Opioid analgesik berguna juga untuk metabolit obat ini mencetuskan kejang.
menangani pasien yang dengan jalan yang lain tidak Tramadol. Tramadol adalah analgesik atipikal dengan
berhasil. Terapi opioid yang berkelanjutan seharusnya gambaran opioid dan non opioid, mempunyai kerja
didasarkan pada evaluasi dokter terhadap kesimpulan rangkap. Tramadol dan metabolitnya mengikat reseptor
penanganan (tingkat pengurangan nyeri, perubahan opioid: tramadol bekerja seperti trisiklik dan antidepresan
fungsi fisik dan psikologis, jumlah peresepan, nomor untuk memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
telepon, kunjungan klinik atau unit kegawatan, rawat inap serotonin. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg tiap
di rumah sakit, dan lain -lain). 4-6 jam sampai dosis total 400 mg/hari (maksimum 300
Pemberian opioid dalam dosis terapi secara berulang mg/hari pada pasien umur 75 tahun atau lebih).
terus-menerus dapat mengakibatkan toleransi (peningkatan
dosis opioid yang dibutuhkan untuk mendapatkan Obatan-obatan Adjuvant untuk Mengontrol Nyeri
efek analgesik yang sama) dan ketergantungan fis ik Kortikosteroid sangat membantu manajemen nyeri kanker.
(gejala putus obat terjadi bila tiba -tiba opioid dihentikan/ Deksametason 16-96 mg/hari secara oral atau intravena
withdrawal syndrome atau abstinence syndrome, terjadi atau prednison 40-100 mg/hari secara oral mempunyai
variasi tingkat dan periode penggunaan). Toleransi dan aktivitas antiinflamasi dan mengurangi edema serebral
ketergantungan fisik merupakan reaksi fisiologik normal dan medula spinalis. Karena obat-obatan ini mempunyai
dari terapi opioid dan jangan dibingungkan dengan efek anti emetik dan menstimulasi nafsu makan, ini
adiksi. Adiksi adalah ketergantungan psikologik karena menguntungkan untuk penanganan kakeksia dan
penyalahgunaan obat (bervariasi dari manipulasi mencari anoreksia.
obat sampai penggunaan obat terus -menerus dengan Antikonvulsi (misalnya Fenitoin 300-500 mh/hari
tujuan non medis dengan efek yang merugikan). Pasien per oral, Carbamazepin 200-1600 mg/hari per oral ,
dan anggota keluarga dapat diedukasi tentang perbedaan Gabapentin 900-1800 mg/hari per oral), antidepresan
toleransi, ketergantungan fisik, serta adiksi dan risiko kecil (misalnya Amitriptilin atau Desipramin 25-150 mg/hari
adiksi pada penggunaan opioidjangka panjang atau dosis per oral), dan anestesi lokal (misalnya Bupivacaine) sangat
tinggi untuk mengurangi nyeri. berguna pada manajemen nyeri neuropati. Antikonvul-
san generasi baru, Gabapentin (neurontin) meningkat-
Contoh obat agonis opioid yang sering digunakan antara
kan kadar gamaaminobutirat otak, efektif untuk nyeri
lain:
neuropati secra luas. Neuroleptik (misalnya Metotrime-
Morfin Sulfat. Merupakan opioid yang sering diresepkan prazin 40-80 mg/hari intramuskuler) membantu pada
dan tersedia dalam beberapa bentuk. Morfin 8- 15 mg sindroma nyeri kronik karena mempunyai efek antiemetik
subkutan atau intramuskular efektif untuk mengontrol dan anti cemas.
3126 REUMATOLOGI

PENATALAKSANAAN NYERI DENGAN METODE Handono K, Kusworini H. Penatalaksanaan nyeri yang rasional.
Kursus penatalaksanaan n yeri. Jakarta 2004: 3-8.
YANG LAIN
!ASP Task Force on Taxonomy. Merskey H, Bogduk N. Eds.
Classification of chronic pain. Seattle: IASP Press. 1994:209-
Macam terapi non obat untuk manajemen nyeri adalah, 14.
Meliala KRT. L. Terapi rasional nyeri, Tinjauan khusus nyeri
Blok Saraf. Blok saraf sederhana dengan anestetik neuropatik. 2004.
lokal jangka panjang ditambah suntikan steroid dapat Sullivan MD, Turk DC. Psychiatric illness, depression, and
meringankan nyeri bahu, nyeri dada dan nyeri paha. Blok psychogenic pain. In : Bonicas, Management of pain. 3rd
edition. 2001 : 483-500.
pada saraf simpatik dapat membantu untuk mengurangi Turk DC, Okifuji A. Pain terms and taxonomi of pain. In : Bonicas,
nyeri abdomen kronik, nyeri pelvis kronik dan angina Management of pain. 3rd edition. 2001 :17-25
kronik .

lnjeksi pada sendi. lnjeksi pada sendi menggunakan


steroid dan anestesi lokal dapat mengurangi nyeri dan
radang pada sendi spinal. Prosedur ini kalau perlu di-
lakukan dengan bimbingan sinar X. Prosedur ini juga
dapat meredakan nyeri kronik pada sendi panggul dan
sendi bahu.

Terapi Stimulasi
ENS (Trans Cutaneous Electrical Stimulation)
menggunakan bantal khusus yang dihubungkan
dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran listrik
lemah ke permukaan kulit dari area nyeri
Akupuntur

Program Manajemen Nyeri dan Bantuan Psikologi


Merupakan program rehabilitasi berdasarkan psikologi
untuk pasien dengan nyeri kronik yang tidak pulih dengan
metode terapi . Program ini bertujuan untuk mengurangi
disabilitas dan distress yang disebabkan oleh nyeri kronik
melalui pengajaran fisik, psikologis dan teknis praktis
untuk memperbaiki kualitas nyeri. Program ini meliputi
pemulihan fisik, penerapan teknik relaksasi, informasi
dan edukasi tentang nyeri dan manajemennya, penata-
laksanaan psikologis dan intervensi (terapi kognitif),
bersamaan dengan pemulihan aktivitas harian secara
bertahap.

Pembedahan. Pada beberapa kasus, terapi bedah


diperlukan untuk mengurangi nyeri kronik . Terapi ini
merupakan lini terakhir yang dilakukan bila semua usaha
untuk mengurangi nyeri gagal.

REFERENSI

Basbaum A. Anatomy and Physiology of Nociception. In: Kanner


R (ed). Pain Managemen secrets. 9lh ed. Hanley & Belfus Inc.
Philadelphia, 1997:8-12
Bellamy N. Musculoskeletal clinical metrology. London: Kluwer
Academic Publisher. 1993: 65-76 dan 117-34.
Beaulieu P, Rice ASC. Applied physiology of nociception. In :
Rowbotham DJ, Macintyre PE : Clinical pain management,
Acute pain. 2003: 1-16.
Currie SR, Wang JL. Chronic back pain and major depression in
general Canadian population. Pain 2004 ; 107 :54-60.
411
NYERITULANG
Bambang Setiyohadi

Ada 5 keadaan yang dapat menyebabkan nyeri tulang, campuran dan amiloidosis.
yaitu :
Osteodistrofi renal tipe high bone-turnover. Kelainan ini
1. Osteoporosis,
berhubungan dengan retensi fosfat, hipokalsemia, gang-
2. Osteomalasia dan rikets,
guan produksi 1,25(0H)2D di ginjal, resistensi skeletal ter-
3. Osteodistrofi renal
hadap efek kalsemik PTH dan penurunan ekspresi VDR dan
4. Osteonekrosis
CaSR di kelenjar paratiroid, sehingga terjadi hiperparat-
5. Metastasis keganasan pada tulang.
iroidisme sekunder dan hiperplasi kelenjar paratiroid yang
Pada bab ini hanya akan dibicarakan osteodistrofi
progresif. Peningkatan produksi PTH pada tipe ini dapat
renal dan osteonekrosis, karena masalah yang lain telah
sangat tinggi, yaitu 20-30 kali nilai normal, sehingga lebih
dibicarakan pada bab terdahulu.
tinggi daripada keadaan hiperparatiroidisme primer. Secara
histologik akan tampak gambaran khas osteitis fibrosa,
yaitu jaringan fibrosa yang berdekatan dengan trabekula
OSTEODISTROFI RENAL
tulang . Aktivitas osteoklas dan osteoblas meningkat yang
ditandai oleh banyaknya osteoklas dan osteroblas, lakuna
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi gangguan
Howship, dan tulang kanselous yang ditutupi oleh osteoid
fungsi ginjal. Pada gaga! ginjal tahap akhir, umumnya
yang baru terbentuk . Secara radiologik, akan tampak erosi
sudah terdapat kelainan histologik tulang . Hampir semua
subperiosteal pada tulang-tulang panjang, terutama pada
pasien yang menjalani dialisis, mengidap osteodistrofi
tepi falang digital, ujung klavikula, antara iskium dan pubis,
renal yang secara klinis terlihat sebagai gangguan me-
sendi sakroiliakal dan sambungan metafisis dan diafisis
tabolisme kalsium, fosfor, PTH, dan vitamin D.
pada tulang panjang. Pada ruas tulang vertebra, akan
Akibat penurunan fungsi ginjal, akan terjadi retensi
tampak gambaran osteosklerosis, sedangkan pada tulang
fosfat sehingga kadar fosfat serum meningkat dan kadar
kepala akan tampak gambaran salt and pepper.
kalsium serum menurun. Peningkatan kadar fosfat serum
akan menurunkan kadar 1,25 dihidroksivitamin D, sehingga Osteodistrofi renal tipe low bone-turnover. Ada 2
kadar kalsium akan makin menurun karena absorbsi kal- subtipe, yaitu tipe tulang adinamik dan tipe osteomalasia.
sium menurun. Kadar kalsium dan 1,25 dihidroksivitamin D Tulang adinamik ditandai oleh formasi dan turnover tulang
yang menurun akan merangsang produksi PTH dan prolif- yang di bawah normal. Keadaan ini dapat ditemukan pada
erasi sel-sel kelenjar paratiroid, sehingga terjadi mobilisasi 40% pasien gaga! ginjal yang menjalani hemodialisis rutin
kalsium dari tulang ke dalam darah. Pada pasien gaga! atau 50% pasien yang menjalani dialisis peritoneal. Kadar
ginjal, terjadi resistensi tulang terhadap PTH, akibatnya PTH hanya meningkat sedikit atau bahkan dalam batas
hiperparatiroidisme akan semakin berat. normal. Pada tipe osteomalasia, akan tampak defek pada
Osteodistrofi renal, merupakan kelainan tulang dan mineralisasi tulang . lntoksikasi alumunium, merupakan
sendi dengan spektrum yang luas yang terjadi pada pasien penyebab tersering adinamik tulang dan osteomalasia
gaga! ginjal. Kelainan ini ditandai oleh nyeri tulang, kele - pada pasien gaga! ginjal. Tetapi kelainan ini sekarang
mahan otot, deformitas skeletal, retardasi pertumbuhan sudahjarang didapatkan, karena Alumunium sudah tidak
dan kalsifikasi ekstraskeletal. Ada 4 tipe osteodistrofi re- digunakan lagi sebagai pengikat fosfat. Penyebab lain tipe
nal, yaitu tipe high-bone turnover, low bone-turnover,tipe osteodistrofi ini adalah diabetes melitus, glukokortikoid,
REUMATOLOGI
3128

osteoporosis senilis, suplementasi kalsium dan vitamin sesuai dengan respons kliniknya, biasanya digunakan dosis
D yang berlebihan. Baik kalsium maupun vitamin D akan 0,25-1,5 mg/hari. Pada pasien hemodialisis, kalsitriol dapat
menekan kadar PTH didalam serum. Selain itu, kalsitriol diberikan intravena bersamaan dengan waktu dialisisnya.
juga akan menekan aktivitas osteoblas bila digunakan Pada pasien dengan dialisis peritoneal, kalsitriol juga dapat
pada pasien yang menjalani hemodialisis secara teratur. diberikan intermiten 2-3 kali per-minggu dengan dosis
per-kali yang lebih besar daripada dosis harian, misalnya
Osteodistrofi renal tipe campuran. Gambaran campuran
0,5-4,0 mg/kali, 3 kali per-minggu atau 2,0-5,0 mg/kali,
osteitis fibrosa dan osteomalasia juga dapat ditemukan
2 kali per-minggu. Bila timbul hiperkalsemia setelah be-
pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Kelainan
berapa bulan penggunaan kalsitriol dengan kadar PTH
ini ditandai oleh hiperparatiroidisme sekunder dengan
dan fosfatase alkali kembali normal dari kadar yang tinggi
defek pada mineralisasi tulang . Secara biokimia akan
sebelumnya, maka hal ini menunjukkan bahwa osteitis
didapatkan hipokalsemia dan/atau hipofosfatemia dan
fibrosa sudah teratasi . Tetapi bila hiperkalsemia terjadi
defisiensi vitamin D. Keadaan ini dapat ditemukan pada
pada minggu-minggu awal pemberian kalsitriol, maka hal
pasien osteitis fibrosa dengan intoksikasi alumunium
ini menunjukkan adanya osteodistrofi renal dengan low
yang awal, atau pada pasien intoksikasi alumunium yang
bone turnover (misalnya karena intoksikasi alumunium)
mulai menunjukkan respons terhadap terapi deferoksamin
atau adanya hiperparatiroidisme sekunder yang berat.
dengan peningkatan formasi tulang .
Dalam hal ini, bila intoksikasi alumunium dapat disingkir-
Amiloidosis pada gagal ginjal. Dapat ditemukan pada kan, maka diindikasikan untuk melakukan paratiroidek-
pasien gagal ginjal kronik yang telah menjalani hemo- tomi . lndikasi spesifik paeratiroidektomi adalah (1) hiper-
dialisis lebih dari 7-10 tahun. Keadaan ini disebabkan oleh kalsemia persisten, dengan kadar kalsium di atas 11-12
deposisi serat amiloid yang terdiri dari ~ 2 -mikroglobulin mg/di; (2) pruritus yang tidak dapat diatasi dengan dialisis
(~ 2 M) . Pada pasien akan didapatkan kista tulang multipel, yang intensif atau pengobatan medik lainnya; (3) kalsifikasi
fraktur patologik, artritis sckapulohumeral yang erosif, ekstrasekeletal yang progresif atau hiperfosfatemia yang
sindrom terowongan karpal dan spondiloartropati. Secara persisten walaupun telah diberikan diet rendah fosfat yang
histologik, serat amiloid ~ 2 M mirip dengan amiloid AA, ketat dan bahan pengikat fosfat; (4) nyeri tulang yang berat
tetapi serat amiloid ~ 2 M banyak didapatkan di daerah atau fraktur patologis; (5) timbulnya kalsifilaksis. Dalam hal
osteoartikular, sehingga menimbulkan gejala muskulo- ini, penyebab hiperkalsemia yang lain, seperti intoksikasi
skeletal. Secara radiologis, kista multipel akan ditemukan vitamin D atau sarkoidosis harus disingkirkan.
pada ujung-ujung tulang panjang, terutama pada kaput
humeral dan kaput femoris.

Penatalaksanaan. Tujuan pengobatan Osteodistrofi renal OSTEONEKROSIS


adalah (1) mempertahankan kadar kalsium dan fosfat dalam
batas normal; (2) mencegah kalsifikasi ekstraskeletal; (3) Disebut juga ischemic bone necrosis, avascular necrosis
mencegah bahan-bahan toksik seperti alumunium dan atau aseptic necrosis. Kelainan ini dapat terjadi akibat
kelebihan besi; (4) mempertimbangkan penggunaan beberapa keadaan klinis, misalnya akibat penyakit tertentu
steroid vitamin D dan pengikat fosfat; (5) secara selektif (seperti penyakit Gaucher), akibat pengobatan (misalnya
menggunakan chelating agent seperti deferoksamin glukokortikoid), keadaan fisiologik atau patologik tertentu
untuk mengatasi intoksikasi alumunium. Sumber utama (kehamilan, tromboemboli) atau t idak diketahui (idiopatik).
penyebab osteodistrofi renal adalah retensi fosfat, oleh Pada umumnya osteonekrosis menyerang ujung-ujung
sebab itu diet rendah fosfat dan penggunaan bahan tulang panjang, misalnya kaput femoris atau kaput humer;
pengikat fosfat sangat penting sekali pada penata - tetapi dapat jug a menyerang tulang lainnya.
laksanaan gagal ginjal kronik. Pengikat fosfat yang baik Kematian tulang terjadi akibat putusnya vaskularisasi
adalah kalsium karbonat dan kalsium asetat yang harus arteri ke tulang, baik karena oklusi, vaskulitis, emboli lemak,
dimakan bersamaan dengan waktu makan agar efek perdarahan, kelainan jaringan tulang, maupun akibat
pengikatan fosfatnya maksimal. Kalsium sitratjuga dapat penekanan sinusoid , misalnya pada proses infiltratif
digunakan, tetapi sitrat akan meningkatkan absorpsi (seperti pada penyakit Gaucher) atau peningkatan adiposit
alumunium, sehingga penggunaannya tidak dianjurkan. di dalam sumsum tulang karena efek toksik terhadap
Penggunaan sterol vitamin D, seperti kalsitriol, kalsifediol, liposit (misalnya akibat glukokortikoid atau alkohol). Akibat
1a-OH-D dan dihidrotakisterol sang at efektif untuk meng- osteonekrosis akan terjadi peningkatan tekanan intraoseus
atasi hiperparatiroidisme sekunder, bila hipokalsemia (IOP) yang akhirnya akan menjadi lingkaran setan, karena
tidak dapat diatasi walaupun kadar fosfat sudah dalam iskemia dan kerusakan sel akan bertambah berat.
batas normal. Pemberian kalsitriol dapat dimulai dengan Gejala utama osteonekrosis adalah nyeri tulang pada
dosis harian yang rendah dan dinaikkan secara bertahap area yang terserang . Keadaan ini harus dicurigai pada
NYERI TULANG
3129

pasien yang menggunakan steroid dosis tinggi ataujangka pada daerah lutut atau bagian anterior tungkai atas
panjang yang mengeluh nyeri tulang. Pada stadium awal, dengan keterbatasan gerak pada koksa yang disertai
osteonekrosis tidak menunjukkan gambaran radiologik abduksi dan endorotasi. Prognosis LCPD tergantung
yang bermakna dan diperlukan pemeriksaan MRI untuk pada beratnya penyakit, deformitas kaput femoris dan
mendeteksinya. Pada stadium lanjut akan tampak gambaran proses penyembuhannya. Dalam jangka panjang, sering-
osteosklerosis, rusaknya kaput femoris sampai kolaps kali LCPD berkembang menjadi osteoartritis sekunder.
kaput femoris. Pada anak perempuan, prognosis LCPD akan lebih buruk
Menu rut Arlet dan Ficat, osteonekrosis dapat dibagi dalam dibandingkan anak laki-laki, karena anak perempuan
5 stadium, yaitu : lebih cepat matang secara seksual dibandingkan laki-laki
Stadium 0 : manifestasi klinik dan radiologik tidak sehingga lempeng pertumbuhan lebih cepat menutup dan
ada, tetapi gambaran MRI jelas tidak memberikan kesempatan bagi kaput femoris untuk
Stadium I : manifestasi klinik ada, radiologik tidak melakukan modeling.
ada, MRI jelas
Stadium II gambaran osteopenia dan osteo
sklerosis pada radiologik. REFERENSI
Stadium Ill kolaps tulang awal yang ditandai oleh
Alarcon GS. Osteonecrosis. In: Klippel JH, editor. Primer on the
crescent sign, yaitu tulang Subkortikal rheumatic diseases. 12'h edition. Atlanta:Arthritis Foundation;
yang translusen dikelilingi oleh area 2001 .p.503-6.
tulang yang mati Goodman WG, CoburnJW, Slatopolsky E, et al. Renal osteodystrophy
in adults and children. In : Favus MJ.editor.Primer on the
Stadium IV kolaps tulang lanjut, yaitu flattening metabolic bone diseases and disorders of mineral metabolism.
kaput femoris 5th edition. Washington:ASBMR;2003.p.430-48.
Krane SM, Halick MF. Metabolic bone disease. In: Isselbacher KJ,
Pada stadium 0, I, II, penatalaksanaan dapat dilaku- Adams RD, Braunwald E, et al,edition. Harrison's principles
kan secara konservatif atau dilakukan dekompresi untuk of internal medicine. 9th edition. New York :Mc Graw-Hill
mengurangi tekanan intra-osseus. Penatalaksanaan Book; 1980.p.1849-60.
konservatif meliputi penggunaan analgesik, terapi fisik
untuk menguatkan otot dan mencegah kontraktur dan
penggunaan alat bantu untuk mobilisasi. Bila nyeri tetap
berlanjut atau pada stadium Ill dan IV, perlu dilakukan
tindakan artroplasti. Pada osteonekrosis yang menyerang
sendi yang bukan penopang berat badan, tidak diperlukan
intervensi bedah, karena nyerinya ringan dan gangguan
fungsionalnya tidak berat.

Legg-Calve-Perthes Disease (LCPD). Merupakan


osteonekrosis idiopatik pada epifisis kaput femoris anak-
anak umur 2-12 tahun, yang tidak diketahui penyebabnya,
tetapi didapatkan terputusnya aliran darah ke epifisis
kaput femoris . Akibatnya osteoblas, osteosit dan sel
sumsum tulang mati; kalsifikasi endokondral terhenti,
tetapi pertumbuhan rawan sendi tetap baik karena men-
dapat nutrisi dari cairan sinovial. Proses revaskularisasi ke
area yang nekrosis kemudian akan terjadi, dimulai dari
daerah perifer ke sentral, dan tulang baru akan tumbuh
pada permukaan korteks subkondral atau daerah
trabekular di sentral area yang nekrosis diikuti dengan
pembersihan tulang yang nekrosis. Proses resorpsi tulang
akan lebih aktif dibandingkan dengan proses formasi
tulang, sehingga tulang subkondral menjadi lemah. Bila
tulang trabekular mengalami kolaps, maka episoda
nekrosis yang kedua akan timbul kembali . Nyeri tulang
biasanya timbul bila ada fraktur. Biasanya anak-anak
dengan LCPD akan pincang bila berjalan disertai nyeri
412
ARTRITIS REUMATOID
I Nyoman Suarjana

PENDAHULUAN nuclear factor kappa B (NF-KB). Gen ini berperan penting


dalam proses resorpsi tulang pada AR. Faktor genetikjuga
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim
ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine
dimana sendi merupakan target utama Y Manifestasi methyltransferase untuk metabolisme methotrexate dan
klinik klasik AR adalah poliartritis simetrik yang terutama azathioprine ditentukan oleh faktor genetik .9 •10 Pada
mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki . Selain kembar monosigot mempunyai angka kesesuaian untuk
lapisan sinovial sendi, ARjuga bisa mengenai organ-organ berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit
diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau
mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%.4
kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan
Hormon Seks. Prevalensi AR lebih besar pada perempuan
adanya komorbiditas .2· 3 Menegakkan diagnosis dan
dibandingkan dengan laki-laki , sehingga diduga
memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan
hormon seks berperan dalam perkembangan penyakit
progresifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini
ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan
adalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid), yaitu
gejala AR selama kehamilan .1·11 Perbaikan ini diduga
pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat
karena : 1). Adanya alo antibodi dalam sirkulasi maternal
perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang
yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan
adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan
fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan
disabilitas. Morbiditas dan mortilitas AR berdampak
penyakit. 2). Adanya perubahan profil hormon. Placental
terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. 1•4 Kemajuan yang
corticotropin-releasing hormone secara langsung
cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik,
menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA),
memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita
yang merupakan androgen utama pada perempuan yang
AR.
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat
imunosupresi terhadap respons imun selular dan humeral.
EPIDEMIOLOGI DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen
plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respons
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif imun humeral (Th2) dan menghambat respons imun selular
konstan yaitu berkisar antara 0,5-1 %. Prevalensi yang tinggi (Th1). Oleh karena pada AR respons Th1 lebih dominan
didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing- sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek
masing sebesar 5,3% dan 6,8%.5 Prevalensi AR di India dan yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian
di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0.75%. kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR
Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang
kurang dari 0,4%, baik didaerah engan kejadian AR telah lebih berat. 1
diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non - Faktor infeksi. Beberapa virus dan bakteri diduga
HLAjuga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 sebagai agen penyebab penyakit seperti tampak pada
dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor
ARTRITIS REUMATOID 3131

Tabel 1. Organisme ini diduga menginfeksi sel induk pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respons sel bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan
T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami
belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti inflamasi sehingga membentuk jaringan pan nus. Pan nus
sebagai penyebab penyakit. 1·12 menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang . 16
(Gambar 1)
Protein heat shock (HSP) . HSP adalah keluarga protein
8erbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan
yang diproduksi oleh sel pada semua spes ies sebagai
faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga meng-akibatkan
respons terhadap stres. Protein ini mengandung untaian
destruksi sendi dan komplikasi sistemik.4•17·18 (Gambar 2
(sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia
dan 3).
dan HSP mikobakterium tuberkulosis mempunya i 65%
untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan Peran sel T. lnduksi respons sel T pada artritis reumatoid
sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. di awali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share
Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host epitope dari major histocompatibility complex class II
sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini (MHCll-SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC)
dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry) 1 sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang
diekspresikan oleh APC antara lain ICAM- 1 (intracellular
adhesion moluc/e- 1) (CD54), OX40L (CD252), inducible
FAKTOR RISIKO costimulator (ICOS) ligand (CD275), 87-1 (CD80) dan 87-2
(CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan dengan lymphocyte function -associated antigen (LFA)-1
terjadinya AR antara lain jenis kelamin perempuan, ada (CD11a/CD18), OX40 (CD134),
riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, ICOS (CD278), and CD28. Fibroblast-like synovio-
papa ran salisilat dan merokok.4·13 Konsumsi kopi lebih dari cytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam
tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan
juga berisiko.14 Makanan tinggi vitamin D,15 konsumsi teh 14 seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell
dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel
penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6
AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama dan transforming growth factor-beta (TGF-~) kebanyakan
kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali setelah berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi
pengeluaran 11-17.
IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik
Tabel 1. Agen lnfeksi yang Diduga sebagai Penyebab
Artritis Reumatoid 12
Agen infeksi Mekanisme patogenik
Mycoplasma lnfeksi sinovial langsung,
superantigen
Parvovirus B79 lnfeksi sinovial langsung
Retrovirus lnfeksi sinovial langsung
Enteric bacteria Kemiripan molekul
Mycobacteria Kemiripan molekul
Epstein-Barr Virus Kemiripan molekul
Bacterial cell walls Aktivasi makrofag

melahirkan. 4·13

Gambar 1. Destruksi sendi oleh jaringan pannus.16


PATOGENESIS

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF-a dan IL-1 ~)
dan fibroblas sinovial setelah adanya faktor pencetus, pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin,
berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi produksi metaloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK
daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, (CD265/CD254), dan osteoklastogenesis. lnteraksi CD40L
yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah (CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi
REUMATOLOGI
3132

Antigen(? Mikroba}

MHC kelas II
(Kerentanan genetik) ___ ) Sel T CD4+

l
~
sitokin

i ~
~Aktivasi
~
Aktivasi
~selB mak ofag

i i Aktivasi
endotel

l
Pembentukan Cytokines
faktor reumatoid

+ i
Fibroblas

I
Pembentukan Ekspresi
kondrosit Proliferasi molekul adhesi
dan pengendapan
sel sinovial
komplts imun

Pelepasan
+
Pelepasan kolagenase , stromelysin+--i---- Akumulasi
sel radang
sitokin ••••~. PGE2, ""'im loiooyo
+
sel presentasi
antigen efisien

+
Cedera sendi

L-. Pembentukkan pannus; kerusakan tulang dan tulang rawan; fibrosis ; ankilosis

Gambar 2. Patogenesis artritis reumatoid .17

\
Produksi metaloproteinase dan molekul efektor lainnya

Migrasi sel-sel folimorfonuklear

...
Gambar 3. Peran sitokin dalam patogenesis artritis reumatoid. 18
ARTRITIS REUMATOID 3133

monosit/makrofag (Mo/Mac) sinovial, FLS, dan sel B. akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RF
Walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan juga memperantarai aktivasi komplemen, kemudian
adanya sel T regulator CD4+CD2Shi pada sinovium, tetap i secara bersama-sama bergabung dengan reseptor
tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.
non-aktifkan oleh TNF-a sinovial. IL-10 banyak didapatkan 4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci
pada cairan sinovial tetapi efeknya pada regulasi Th17 dalam patogenesis AR. Bukti terbaru menunjukkan
belum diketahui . Ekspresi molekul tambahan pada sel bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya
Th17 yang tampak pada gambar 4 adalah perkiraan sel B. Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan
berdasarkan ekspresi yang ditemukan pada populasi sel T bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR,
hewan coba. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.
menetukan st ruktur terse but pad a subset sel Th 17 pada
sinovium manusia. 19 Gambar 5 memperlihatkan peranan potensial sel B
Peran sel B. Peran sel B dalam imunopatogenesis AR dalam regulasi respons imun pada AR. Sel B mature yang
belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah peneliti terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptor
menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari ket- ligancf) akan berdiferensiasi menjadi short-lived plasma
erlibatan sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal centre)
diduga melalui mekanisme sebagai berikut : 20 sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal plasma cells yang dapat memproduksi autoantibodi.
kostimulator yang penting untuk clonal expansion dan Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjut-
fungsi efektor dari sel T CD4+ . nya akan mengaktivasi sistem imun melalui reseptor Fe
2. Sel B dalam membran sinovial ARjuga memproduksi dan reseptor komplemen yang terdapat pada sel target.
sitokin proinflamasi seperti TNF-a dan kemokin . Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya
3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel B yang disajikan kepada sel T sehingga menginduksi diferensiasi
memproduksi faktor reumatoid (RF) . AR dengan RF sel T efektor untuk memproduksi sitokin proinflamasi,
positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit dimana sitokin ini diketahui secara langsung maupun
artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensi tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang
manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka rawan . Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi . RF juga sel B yang memproduksi IL-10 yang dapat menginduksi
bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B respons autoreaktif sel T.2 1
yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen
kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga

Foxp3
Fase induktif Treg Effector Phase
(sistemik atau lokal)

--4-.--/
• .•..,
• IL-10

..
-411
l.
TGF J3

?

.
·. ~
~
TN.a slnovlal
Mo/Mak
• IL-6

• CD265

.......___
TGF J3

• •

.•
IL-6. \
IL-1)3

Flbroblaa alnovlal

Gambar 4. lnteraksi sel Th17 patogenik dalam synovial microenvironment pada artritis reumatoid .19
3134 REUMATOLOGI

MANIFESTASI KLINIS awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan


erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan
Awitan (onset) . Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan kehilangan fungsi .22 Ankilosis tulang (destruksi sendi di-
terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi dalam sertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan)
beberapa minggu sampai beberapa bu Ian dari perjalanan bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada per-
penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan
gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang
sampai beberapa minggu . Sebanyak 10 - 15% penderita proksimal dan metakarpofal.angeal. Sendi interfalang distal
mempunyai awitan fulminant berupa artritis poliartikular, dan sakroiliaka tidak pernah terlibat. 2.4 Distribusi sendi
sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada yang terlibat pada AR tampak pada tabel 2.
8 - 15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah Manifestasi ekstraartikular. Walaupun artritis
kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan
kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga
satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasi
gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada
anoreksia dan demam ringan .2.4 penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF)
Manifestasi artikular. Penderita AR pada umumnya serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi
datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak
walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya
pada satu atau beberapa sendi saja. 4 Walaupun tanda ditemukan di daerah ulna, olekranon, jari tangan,
kardinal inflamasi (nyeri,bengkak, kemerahan dan teraba tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul reumatoid
hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau hanya ditemukan pad a penderita AR dengan faktor reumatoid
selama kekambuhan (flare), namun kemerahan dan perabaan positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan
hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik. 2 dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau
Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra,
inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. MCTD, atau multicentric reticulohistiocytosis. Manifestasi
Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian paru juga bisa di-dapatkan, tetapi beberapa perubahan
tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa mani-
seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang ter- festasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan Felty syndrome
libat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.2

c T 1>J · 1i 11 t 1
J .._.~, ,

- -. /-
-............. i11Jt,J.M ll $::1l;.Ul!.ll!~Wll.

?
..,,_ ::>
Ft; f~c.eptpr

'-.___,r
Gambar 5. Partisipasi sel B pada artritis reumatoid.21
ARTRITIS REUMATOID 3135

deformitas. Bentuk-bentuk deformitas yang bisa ditemu-


Tabel 2. Sendi yang Terlibat pada Artritis Reumatoid 2
kan pada penderita AR dirangkum dalam tabel 4.
Frekuensi
Sendi yang terlibat keterlibatan
(%)
Metacarpophalangeal (MCP) 85
KOMPLIKASI
Pergelangan tangan 80
Proximal interphalangeal (PIP) Dokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya
75
Lu tut 75 komplikasi yang terjadi pada penderita AR. Komplikasi
Metatarsophalangeal (MTP) 75 yang bisa terjadi pada penderita AR dirangkum dalam
Pergelangan kaki (tibiotalar + subtalar) 75 tabel 5 dan tabel 6.
Bahu 60
Midfoot (tarsus) 60
Panggul (Hip) 50 PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
Siku 50
Acromioclavicular 50 Tidak ada tes diagnostik tunggal yang definitif untuk
Vertebra servikal 40 konfirmasi diagnosis AR. The American College of Rheu-
Temporomandibular 30 matology Subcommittee on Rheumatoid Arthritis (AC RS RA)
Sternoclavicular 30 merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk
evaluasi antara lain: darah perifer lengkap (complete blood

Manifestasi ekstraartikular AR dirangkum dalam tabel 3.


cell count), faktor reumatoid (RF), laju endap darah atau
C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal
Deformitas. Kerusakan struktur artikular dan periartikular juga direkomendasikan karena akan membantu dalam
(tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinya

Tabel 3. Manifestasi Ekastraartikular dari Artritis Reumatoid. 2·22 ·23


Sistem organ Manifestasi
Konstitusional Demam, anoreksia, kelelahan (fatig ue), kelemahan, limfadenopati
Ku lit Nodul rematoid, accelerated rheumatoid nodulosis, rheumatoid vasculitis, pyoderma gangrenosum, interstitial
granulomatosus dermatitis with arthritis, palisaded neutrophilic dan granulomatosis dermatitis, rheumatoid
neutrophilic dermatitis, dan adult-onset Still disease.
Mata Sjogren syndrome (keratoconjunctivits sicca), scleritis, episcleritis, scleromalacia.
Kardiovaskular Pericarditis, efusi perikardial, edokarditis, valvulitis.
Paru-paru Pleuritis, efusi pleura, interstitial fibrosis, nodul reumatoid pada paru, Caplan's syndrome (infiltrat nodular
pada paru dengan pneumoconiosis).
Hematologi Anemia penyakit kronik, trombositosis, eosinofilia, Felty syndrome (AR dengan neutropenia dan splenomegali).
Gastrointestinal Sjogren syndrome (xerostomia), -amyloidosis, vaskulitis.
Neurologi Entrapment neuropathy, myelopathy/myositis.
Ginjal Amyloidosis, renal tubular acidosis, interstitial nephritis.
Metabol ik Osteoporosis.

Tabel 4. Bentuk-~entuk Deformitas pada Artritis Reumatoid 2 ·22


Bentuk deformitas* Keterangan
Deformitas leher angsa (swan-neck) Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP.
Deformitas boutonniere Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP.
Deviasi ulna Deviasi MCP dan jari -jari tangan kearah ulna.
Deformitas kunci piano (piano -key) Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan tu run dari ulnar styloid,
yang disebabkan oleh rusaknya sendi radioulnar.
Deformitas Z-thumb Fleksi dan subluksasi sendi MCP I dan hiperekstensi dari sendi interfalang.
Arthritis mutilans Sendi MCP. PIP. tulang carpal dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi
instabilitas sendi dan tangan tampak mengecil (operetta glass hand) .
Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami deviasi kearah luar yang
terjadi secara bilateral.
*Li hat foto artritis reumatoid
3136 REUMATOLOGI

pemilihan terapi .25 Bila hasil pemeriksaan RF dan anti-CCP (plain radiograph) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
negatif bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 Pada awal perjalanan penyakit mungkin hanya ditemu-
untuk membedakan penderita AR yang mempunyai risiko kan pembengkakan jaringan lunak atau efusi sendi pada
tinggi mengalami prognosis buruk. 26 pemeriksaan foto polos, tetapi dengan berlanjutnya
Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang bisa diguna- penyakit mungkin akan lebih banyak ditemukan kelainan.
kan untuk menilai penderita AR antara lain foto polos Osteopenia juxtaarticular adalah karakteristik untuk AR

Tabel 5. Komplikasi Yang Bisa Terjadi pada Penderita Artritis Reumatoid. 4


Komplikasi Keterangan
Anemia Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit; 75% penderita AR mengalami anemia karena
penyakit kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respons terhadap terapi besi .
Kanker Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian limfoma dan leukemia 2- 3 kali lebih
sering terjadi pada penderita AR; peningkatan risiko terjadinya berbagai tumor solid; penurunan
risiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan karena penggunaan OAINS.
Komplikasi kardiak 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi perikardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan;
miokarditis bisa terjadi, baik dengan atau tan pa gejala; blok atrioventrikular jarang ditemukan.
Penyakit tulang belakang Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa menyebabkan instabilitas sumbu atlas, hati-hati bila
leher (cervical spine disease) melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis servikal dan berkurangnya
lingkup gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6, penyempitan celah sendi pada foto sevikal lateral.
Myelopati bisa terjadi yang ditandai oleh kelemahan bertahap pada ekstremitas atas dan parestesia.
Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi.
Pembentukan fistula Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dengan kulit.
Peningkatan infeksi Umumnya merupakan efek dari terapi AR.
Deformitas sendi tangan Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal; deformitas boutonniere (fleksi PIP dan hiperekstensi
DIP); deformitas swan neck (kebalikan dari deformitas boutonniere); hiperekstensi dari ibu jari;
peningkatan risiko ruptur tendon
Deformitas sendi lainnya Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain : frozen shoulder, kista popliteal, sindrom
terowongan karpal dan tarsal.
Komplikasi pernafasan Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas; Bisa ditemukan
inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak dan nyeri pada laring; pleuritis
ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai dengan adanya ronki pada
pemeriksaan fisik (selengkapnya lihat Tabel 6).
Nodul reumatoid Ditemukan pada 20 - 35% penderita AR, biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas
atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisajuga ditemukan pada daerah sklera, pita suara, sakrum atau
vertebra.
Vaskulitis Bentuk kelainannya antara lain: arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis
organ visera dan arteritis koroner; terjadi peningkatan risiko pada : penderita perempuan, titer
RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa macam DMARD; berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya infark miokard.
PIP =proximal interphalangeal; DIP = distal interphalangeal; RF = rheumatoid factor

I
label 6. Komplikasi Pleuroparenkimal Primer dan Sekunder dari Artritis Reumatoid.23
Penyakit pleura
Efusi pleura, fibrosis pleura
Penya kit jaringan interstisial paru
Pneumonia interstisial, pneumonia interstisial nonspesifik, organizing pneumonia, kerusakan alveolus difus, pneumonia
eosinofilik akut, penyakit fibrobulosa apikal, amiloid, nodul rematik
Penyakit Pulmonar Vaskular
Hipertensi pulmonar, vaskulitis, perdarahan alveolar difus dengan kapilaritis
Komplikasi vaskular pulmonal
lnfeksi oportunistik
tuberkulosis paru, infeksi mikobakterium atipik, nokardiosis, aspergilosis, pneumonia pada pneumositis jeroveci,
pneumonitis sitomegalovirus
Toksisitas Obat
Metotreksat, aurum, D-penisilamin, sulfasalazin
ARTRITIS REUMATOID 3137

dan chronic inflammatory arthritides lainnya. Hilangnya pada tabel 8.


tulang rawan artikular dan eros i tulang mungkin timbul
setelah beberapa bulan dari aktivitas penyakit. Kurang
lebih 70% penderita AR akan mengalami erosi tulang DIAGNOSIS
dalam 2 tahun pertama penyakit, dimana hal ini menandakan
penyakit berjalan secara progresif. Erosi tulang bisa tam- Selama ini diagnosis AR memakai kriteria ACR tahun
pak pada semua sendi, tetap i paling sering ditemukan 1987 dengan sensitivitas 77-95% dan spesifisitas 85-98%.
pada sendi metacarpophalangeal, metatarsophalangeal Tapi kriteria ini mulai dipertanyakan kesahihannya dalam
dan per-gelangan tangan . Foto polos bermanfaat dalam mendiagnosis AR dini sehingga dipandang perlu untuk
membantu menentukan prognosis, menilai ke rusakan menyusun kriteria baru yang tingkat kesahihannya lebih
sendi secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi pem - baik. Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada
bedahan. Pemeriksaan MRI mampu mendeteksi adanya kriteria diagnosis menu rut American College of Rheumato-
erosi lebih awal bila dibandingkan dengan pemeriksaan logy/ European League Against Rheumatism 2010 (Tabel
radiografi konvensional dan mampu menampilkan struktur 9). Diagnosis AR ditegakkan bila pasien memiliki skor 6
sendi secara rinci , tetapi membutuhkan biaya yang atau lebih.30
lebih tinggi .2 Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk Kriteria ini ditujukan untuk klasifikasi pasien yang
AR dirangkum pada tabel 7 dan perbandingan sensitivitas baru. Di samping itu,- pasien dengan gambaran erosi
dan spesifisitas pemeriksaan autoantibodi pada AR tampak sendi yang khas AR dengan riwayat penyakit yang cocok

Tabel 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Untuk Artritis Reumatoid. 2 · 13 •25 -29


Pemeriksaan penunjang Temuan yang berhubungan
(-reactive protein (CRP)* Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/ml, bisa digunakan untuk monitor per-
jalanan penyakit.
Laju endap darah (LED)* Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.
Hemoglobin/hematokrit* Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dl, anemia normokromik, mungkin juga
normositik atau mikrositik
Jumlah lekosit* Mungkin meningkat.
Jumlah trombosit* Biasanya meningkat.
Fungsi hati* Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat.
Faktor reumatoid (RF)* Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif
dapat diulang setelah 6 - 12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif
pada beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma , sindrom Sjogren's, penyakit
keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaian
perburukan penyakit.
Foto polos sendi* Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada
stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk
data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya.
MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos,
tampilan struktur sendi lebih rinci.
Anticyclic citrullinated peptide Berkorelasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi
antibody (anti-CCP) dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak semua
laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP.
Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP negatif.
Antinuclear antibody (ANA) Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR.
Konsentrasi komplemen Normal atau meningkat.
lmunoglobulin (lg) lg a - 1 dan a -2 mungkin meningkat.
Pemeriksaan cairan sendi Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif
dan kadar glukosa rendah .
Fungsi ginjal Tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk memonitor efek samping
terapi .
Urinalisis Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit
jaringan ikat.
* Direkomendasikan untuk evalua si awal AR
3138 REUMATOLOGI

Tabet 8. Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Autoantibodi pada Artritis Reumatoid. 26


Autoantibodi Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) PPV* (%)
RF titer > 20 U/ml 55 89 84
RF titer tinggi (~ 50 U/ml) 45 96 92
Anti-CCP 41 98 96
Anti-RA33 28 90 74
*PPV = positive predictive value

untuk kriteria sebelumnya diklasifikasi sebagai AR. Pasien tapi sama atau kurang dari 3 kali nilai tersebut; positif
dengan penyakit yang lama termasuk yang penyakit tidak tinggi adalah nilai yang lebih tinggi dari 3 kali batas atas.
aktif (dengan atau tanpa pengobatan) yang berdasarkan Jika RF hanya diketahui positif atau negatif, maka positif
data-data sebelumnya didiagnosis AR hendaknya tetap harus dianggap sebagai positif rendah
diklasifikasikan sebagai AR. Lamanya sakit adalah keluhan pasien tentang lamanya
Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dan tidak keluhan atau tanda sinovitis (nyeri, bengkak atau nyeri
diklasifikasikan sebagai AR, kondisinya dapat dinilai pada perabaan)
kembali dan mungkin kriterianya dapat terpenuhi seiring
berjalannya waktu .
Terkenanya sendi adalah adanya bengkak atau nyeri DIAGNOSIS BANDING
sendi pada pemeriksaan yang dapat didukung oleh adanya
bukti sinovitis secara pencitraan. Sendi DIP, CMC I, dan MTP AR harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lain-
I tidak termasuk dalam kriteria. Penggolongan distribusi nya seperti artropati reaktif yang berhubungan dengan
sendi diklasifikasikan berdasarkan lokasi danjumlah sendi infeksi, spondiloartropati seronegatif dan penyakit jar-
yang terkena, dengan penempatan kedalam kategori yang ingan ikat lainnya seperti lupus eritematosus sistemik
tertinggi yang dapat dimungkinkan. (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai AR.
Sendi besar adalah bahu,siku, lutut, pangkal paha dan Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Artritis
pergelangan kaki. Sendi kecil adalah MCP, PIP, MTP 11-V, IP gout jarang bersama-sama dengan AR, bila dicurigai
ibu jari dan pergelangan tangan . ada artritis gout maka pemeriksaan cairan sendi perlu
Hasil laboratorium negatif adalah nilai yang kurang dilakukan.4
atau sama dengan batas atas ambang batas normal; positif
rendah adalah nilai yang lebih tinggi dari batas atas normal

Tabel 9. Kriteria Klasifikasi AR ACR/EULAR 2010


Skor
A Keterlibatan Sendi
1 sendi besar 0
2 - 10 sendi besar
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 2
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 3
Lebih dari 10 sendi (minimal 1 sen di kecil) 5
B Serologi (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi)
RF don ACPA negatif 0
RF atau ACPA positif rendah 2
RF atau ACPA positif tinggi 3
c Reaktan Fase Akut (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi)
LED don CRP normal 0
LED atau CRP abnormal
D Lamanya sakit
Kurang 6 minggu 0
6 minggu atau lebih
ARTRITIS REUMATOID 3139

PROGNOSIS sehingga pemeriksaan LED atau CRP, demikianjuga radio-


logis harus dilakukan secara rutin. Status fungsional bisa
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR dinilai dengan kuesioner, seperti Arthritis Impact Measure-
antara lain: skor fungsional yang rendah, status sosial ment Scale atau Health Assessment Questionnaire. Perlu
ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada ditentukan apakah penurunan status fungsional akibat
riwayat keluarga dekat menderita AR, melibatkan inflamasi, kerusakan mekanik atau keduanya, karena
banyak sendi , nilai CRP atau LED tinggi saat per- strategi terapinya berbeda.25
m u I aa n pe nya kit , RF ata u anti - CC P posit if, ada Ada beberapa instumen yang digunakan untuk men-
perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul gukur aktivitas penyakit AR antara lain: Disease Activity
reumatoid/manifestasi ekstraart i kular lainnya . 2· 31 Index including an 28-joint count (DAS28), Simplified
Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi penyakit Disease Activity Index (SDAI), European League Against
berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun Rheumatism Response Criteria (EULARC), Modified Health
sudah mendapat berbagai macam terapi . Sedangkan Assessment Questionnaire (M-HAQ) dan Clinical Disease
penderita dengan penyakit lebih ringan memberikan Activity Index (CDAl).8•36- 38 Parameter-parameter yang
respons yang baik dengan terapi. Penelitian yang di- diukur dalam instrumen tersebut antara lain:
lakukan oleh Lindqvist dkk 32 pada penderita AR yang 1. Tender Joint Count (TJC) : penilaian adanya nyeri tekan
mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya pada 28 sendi.
peningkatan angka mortal itas pada 8 tahun pertama 2. Swollen Joint Count (SJC): penilaian pembengkakan
sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan pada 28 sendi.
penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan 3. Penilaian derajat nyeri oleh pasien: diukur dengan
dengan populasi umum adalah 1,6.33 Tetapi hasil ini Visual Analogue Scale (VAS, skala 0 - 10 cm).
mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka 4. Patient global assessment of disease activity (PGA):
panjang DMARD terbaru . penilaian umum oleh pasien terhadap aktifitas
penyakit, diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS,
ska la 0 - 10 cm).
PENILAIAN AKTIVITAS PENYAKIT 5. Physician global assessment of disease activity (MDGA):
penilaian umum oleh dokter terhadap aktifitas
Setiap kunjungan penderita AR, dokter harus menilai penyakit, diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS,
apakah penyakitnya aktif atau tidak aktif (Tabel 10). ska la 0 - 10 cm).
Gejala penyakit inflamasi sendi seperti kaku pagi hari, 6. Penilaian fungsi fisik oleh pasien: instrumen yang
lamanya kelelahan (fatigue) dan adanya sinovitis aktif sering digunakan adalah HAQ (Health Assessment
pada pemeriksaan sendi, mengindikasikan bahwa penyakit Questionnaire) atau M-HAQ (Modified Health
dalam kondisi aktif sehingga perubahan program terapi Assessment Questionnaire).
perlu dipertimbangkan. Kadang-kadang penemuan pada 7. Nilai acute-phase reactants: yaitu kadar C-reactive
pemeriksaan sendi saja mungkin tidak adekuat dalam protein (CRP) atau nilai laju endap darah (LED)
penilaian aktivitas penyakit dan kerusakan struktur,

label 10. Penilaian Aktivitas Penyakit pada Artritis Reumatoid.25


Setiap kunjungan, evaluasi bukti subyektif and obyektif untuk penyakit aktif :
Derajat nyeri sendi (diukur dengan visual analog scale (VAS))
Durasi kaku pagi hari
Durasi kelelahan
Adanya inflamasi sendi aktif pada pemeriksaan fisik (jumlah nyeri tekan dan bengkak pada sendi)
Keterbatasan fungsi
Evaluasi secara rutin terhadap aktivitas atau progresivitas penyakit
Bukti progresivitas penyakit pada pemeriksaan fisik (keterbatasan gerak, instabilitas, ma/alignment, dan/atau defor-
mitas)
Peningkatan LED atau CRP
Perburukan kerusakan radiologis pada sendi yang terlibat
Parameter lain untuk menilai respons terapi
Physician's global assessment of disease activity
Patient's global assessment of disease activity
Penilaian status fungsional atau kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner standar
3140 REUMATOLOGI

DAS28 cukup praktis digunakan dalam praktek sehari- Menurut kriteria ACR, AR dikatakan mengalami remisi bila
hari. Perhitungan DAS 28 (DAS28-LED) menghasilkan skala memenuhi 5 atau lebih dari kriteria dibawah ini dan ber-
0- 9,84 yang menunjukkan aktivitas penyakit seorang pen- langsung paling sedikit selama 2 bulan berturut-turut: 40
derita AR pada saat tertentu. Nilai ambang batas aktivitas 1. Kaku pagi hari berlangsung tidak lebih dari 15
penyakit berdasarkan skor DAS28-LED dan DAS28-CRP menit
tampak pada tabel 11 . 2. Tidak ada kelelahan
Kelebihan DAS28 adalah selain dapat digunakan dalam 3. Tidak ada nyeri sendi (melalui anamnesis)
praktek sehari-hari, juga bermanfaat untuk melakukan 4. Tidak ada nyeri tekan atau nyeri gerak pada sendi
titrasi pengobatan. Keputusan pengobatan dapat diam bi I 5. Tidak ada pembengkakan jaringan lunak atau sarung
berdasarkan nilai DAS28 saat itu atau perubahan nilai tendon
DAS28 dibandingkan dengan nilai sebelum pengobatan 6. LED < 30 mm/jam untuk perempuan atau < 20 mm/
dimulai. Terdapat korelasi yang jelas antara nilai rata-rata jam untuk laki-laki (dengan metode Westergren)
DAS28 dengan jumlah kerusakan radiologis yang terjadi
selama periode waktu tertentu . DAS28 dan penilaian
aktivitas penyakit (tinggi atau rendah) telah divalidasi.36·37 TERA Pl
Dalam praktek sehari-hari pengukuran DAS28 dapat di-
Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa min-
ggu sejak timbulnya gejala, terapi sedini mungkin akan
Tabel 11. Nilai Ambang Batas Aktivitas Penyakit
menurunkan angka perburukan penyakit. 4 1 Oleh karena itu
Artritis Reumatoid Berdasarkan Nilai DAS28-LED dan
sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulai
DAS28-CRP. 34•35
terapi sedini mungkin. ACRSRA merekomendasikan bahwa
Aktivitas Nilai DAS28- Nilai DAS28-CRP
penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3
penyakit LED
bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis
Remisi 5 2,6 5 2,3
dan inisiasi terapi DMARDs (Disease-modifying antirheu-
Rendah 5 3,2 5 2,7 matic drugs). 25 Modalitas terapi untuk AR meliputi terapi
Sedang > 3,2 s/d 5 5,1 >2,7s/d54,1 non farmakologik dan farmakologik.
Tinggi > 5, 1 > 4,1 Tujuan terapi pada penderita AR adalah :2· 13•25
1. Mengurangi nyeri
2. Mempertahankan status fungsional
lakukan dengan menggunakan rumus :38
3. Mengurangi inflamasi
DAS28 = 0.56../(tender28) + 0.28 x ../(swollen28) + 4. Mengendalikan keterlibatan sistemik
0.70 x ln(ESR) + 0.014 x GH. 5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
6. Mengendalikan progresivitas penyakit
Keterangan: Tender28 = nyeri tekan pada 28 sendi, Swol- 7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan
len28 = pembengkakan pada 28 sendi, ESR = laju endap terapi
darah dalam 1 jam pertama, GH = Patient's assessment of
general health diukur dengan VAS Terapi Non Farmakologik
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada
Kriteria perbaikan. penderita AR. Terapi puasa, suplementasi asam lemak
American College Of Rheumatology (ACR) membuat esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang
kriteria perbaikan untuk AR, tetapi kriteia ini lebih banyak baik .42 -45 Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver
dipakai untuk menilai outcome dalam uji klinik dan tidak oil) bisa digunakan sebagai NSA/D-sparing agents pada
dipakai dalam praktek klinik sehari-hari . Kriteria perbaikan penderita AR. 46 Memberikan edukasi dan pendekatan
ACR 20% (ACR20) didefinisikan sebagai perbaikan 20% multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberi-
jumlah nyeri tekan dan bengkak sendi disertai perbaikan kan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,
20% terhadap 3 dari 5 parameter yaitu: patient's global acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang
assessment, physician's global assessment, penilaian nyeri meyakinkan. 4 •47 Pembedahan harus dipertimbangkan
oleh pasien, penilaian disabilitas oleh pasien dan nilai bila : 1) terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan
reaktan fase akut Kriteria ini juga diperluas menjadi kriteria kerusakan sendi yang ekstensif, 2) keterbatasan gerak
perbaikan 50% dan 70% (ACRSO dan ACR70) 25·39 yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3)
ada ruptur tendon .2·25
Kriteria Remisi
ARTRITIS REUMATOID 3141

Terapi Farmakologik bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus dising-


Farmakoterapi untuk pender ita AR pada umumnya kirkan sebelum melakukan injeksi .25 Gejala mungkin akan
meliputi obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) untuk kambuh kembali bila steroid dihentikan, ten.itama bila
mengendalikan nyeri, glu kokortikoid dosis rendah atau menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan
intraartikular dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin Rheumatologist menghentikan steroid secara perlahan
digunakan seperti acetaminophen, opiat, diproqualone dalam satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebound
dan lidokain topika l. 22 Pada dekade terdahulu , terapi effect. 50 Steroid sistemik sering diguna ~an sebagai bridging
farmakologik untuk AR menggunakan pendekatan piramid therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya
yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru
saat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau saat ini mempunyai mula kerja relatif cepat. 4•25
penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi perbu -
DMARD. Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk
rukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan piramid terbalik
semua penderita AR. Pemilihanjenis DMARD harus mem-
(reverse pyramid) lebih disuka i, yaitu pemberian DMARD
pertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengala-
sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. 33 man dokter dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang
Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin
dari beberapa penelitian yaitu : 1) Kerusakan sen di sudah atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab
terjadi sejak awal penyakit; 2) DMARD memberikan dan etanercept.2 5 Sulfasalazin atau hidroksiklorokuin atau
manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin; klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal,
3) Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi
kombinasi; 4) Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.
dan terbukti memberikan efek menguntungkan.48 Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih
Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuan
radiologis normal, bisa dimulai dengan terapi hidrok- pasangan usia subur (childbearing) harus menggunakan
siklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, alat kontrasepsi yang adekuat bila sedang dalam terapi
meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. DMARD, oleh kerena DMARD membahayakan fetus.4
Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau ada Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor ter-
perubahan radiologis harus d imulai dengan terapi hadap enzim intraselular yang diperlukan untuk sintesis
MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara adekuat, pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi .51 Leflunomide
maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi memperlambat perburukan kerusakan sendi yang diukur
kombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa secara radiologis danjuga mencegah erosi sendi yang baru
dipertimbangkan.4 Katagori obat secara individual akan pada 80% penderita dalam periode 2 tahun. 52 Antagonis
dibahas di bawah ini. TNF menurunkan konsentrasi TNF-a, yang konsentrasi-
OAINS. OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk nya ditemukan meningkat pada cairan sendi penderita
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat- AR. Etanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion
obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak protein, dimana efekjangka panjangnya sebanding dengan
boleh digunakan secara tunggal. 25 Penderita AR mempunyai MTX, tetapi lebih cepat dalam memperbaiki gejala, sering
risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius dalam 2 minggu terapi .53 Antagonis TNF yang lain adalah
akibat penggunaan OAINS di-bandingkan dengan penderita infliximab, yang merupakan chimeric lgG 1 anti-TNF-a
osteoartritis, oleh karena itu perlu pemantauan secara antibody. Penderita AR dengan respons buruk terhadap
ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal. 25·27 MTX, mempunyai respons yang lebih baik dengan pem-
berian infliximab dibandingkan plasebo. 54 Adalimumab
Glukokortikoid. Steroid dengan dosis ekuivalen dengan juga merupakan rekombinan human lgG1 antibody,
prednison kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan
meredakan gejala dan dapat memper-lambat kerusakan MTX.54 Pemberian antagonis TNF berhubungan dengan
sendi.4 Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal peningkatan risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi
karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti tuberkulosis.53
osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor
kadar gula darah.49 ACR merekomendasikan bahwa pend- interleukin-1 . Beberapa uji klinis tersamar ganda 53· 55
erita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan
dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400 dengan plasebo, baik diberikan secara tunggal maupun
- 800 IU per hari. Bila artritis hanya mengenai satu sendi dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara lain
dan meng-akibatkan disabilitas yang bermakna, maka iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan risiko infeksi
injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya dan leukopenia.53 Rituximab merupakan antibodi terhadap
3142 REUMATOLOGI

reseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan efek toksisitas. Regimen terapi kombinasi yang efektif dan aman
cukup baik.56 Antibodi terhadap reseptor interleukin-6 juga digunakan untuk penderita AR aktif yang tidak terkontrol
sedang dalam evaluasi .4 Jen is-jenis DMARD yang diguna- adalah salah satu dari kombinasi berikut:
kan dalam terapi AR dirangkum dalam tabel 12. MTX + hidroksiklorokuin,
MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine,
Terapi Kombinasi. Banyak penelitian memperlihat-
MTX + sulfasalazine + prednisolone,
kan bahwa efikasi terapi kombinasi lebih superior di-
MTX + leflunomide,
bandingkan dengan terapi tunggal, tanpa memperbesar

Tabel 12. Jenis-jenis DMARD yang Digunakan Dalam Terapi Artritis Reumatoid. 2·4· sH4

Waktu timbul-
DMARD Mekanisme kerja Dos is Efek samping
nya respons
Non Biologik
(Konvensional)
Hidroksi- Menghambat: sekresi 200 - 400 mg p.o. 2 - 6 bulan Mual , sakit kepala, sakit
klorokuin (Plaquenil), sitokin, enzim lisosomal per hari perut, myopati, toksisitas
Klorokuin fosfat dan fungsi makrofag 250 mg p .o . per pada retina
hari
Methotrexate Inhibitor dihidrofolat 7,5 - 25 mg p.o, IM 1 - 2 bu Ian Mual , diare , kelemahan,
(MTX) reduktase, meng - atau SC per minggu ulkus mulut, ruam, alopesia,
hambat kemotaksis, gangguan fungsi hati ,
efek anti-inflama- penurunan leukosit dan
si melalui induksi trombosit, pneumonitis,
pelepasan adenosin sepsis , penyakit hati,
limfoma yang berhubungan
dengan EBV, nodulosis
Sulfasalazin Menghambat 2 - 3 gr p .o . per 1 - 3 bulan Mual , diare, sak it kepala,
respons sel B, angio- hari ulkus mulut, ruam, alopesia,
genesis mewarnai lensa kontak,
oligospermia reversibel,
gangguan fungsi hati,
leukopenia
Azathioprine Menghambat sintesis 50 - 150 mg p.o.per 2 - 3 bu Ian Mual, leukopenia, sepsis,
(lmuran) DNA hari limfoma

Leflunomide Menghambat sintesis 100 mg p .o . per 4 - 12 minggu Mual, diare, ruam, alopesia,
(Arava) pirimidin hari selama 3 hari sangat teratogenik meski-
kemudian 10 - 20 pun obat telah dihentikan,
mg p.o. per hari leuko-penia, hepatitis, trom-
bositopenia
Cyclosporine Menghambat sintesis 2,5-5 mg/kg BB p.o. 2 - 4 bu Ian Mual, parestesia, tremor, sakit
IL-2 dan sitokin sel T per hari kepala, hipertrofi gusi, hiper-
lainnya trikosis, hipertensi, gangguan
ginjal, sepsis
Minocycline Menghambat bio - 100 mg p.o. dua kali 1 - 3 bulan Pusing, pigmentasi kulit
(Minocin) sintesis dan aktivitas per hari
MMPs

D-Penicillamine Menghambat fungsi 250 - 750 mg p.o. 3 - 6 bu Ian Mual, hilangnya rasa kecap,
(Cuprimine) sel T helper dan per hari penurunan trombosit yang
angiogenesis reversibel
Garam emas Menghambat : makro- 25- 50 mg IM settiap 6 - 8 minggu Ulkus mulut, ruam, gejala
thiomalate fag , angiogenesis dan 2-4 minggu vasomotor setelah injeksi,
(Myochrysine) protein kinase C leukopenia, trombosito-
penia, proteinuria, kolitis
ARTRITIS REUMATOID
3143

Auranofin Menghambat makrofag 3 mg p.o. 2 kali per 4 - 6 bu Ian Diare, leukopenia


(Ridaura) dan fungsi PMN hari atau 6 mg p.o.
per hari
BIOLOGIK
Adalimumab Antibodi TNF (human) 40 mg SC setiap 2 Beberapa hari - 4 Reaksi infus, peningkatan
(Humira) minggu bu Ian risiko infeksi termasuk reak-
tiVasi TB, gangguan demy-
elinisasi
Anakinra Antagonis reseptor 1 00 - 1 SO mg SC 12 - 24 minggu lnfeksi dan penurunan
(Kineret) IL-1 per hari jumlah netrofil, sakit kepala,
pusing, mual, hipersensitivitas
Etanercept Reseptor TNF terlarut 2S mg SC Beberapa hari - Reaksi ringan pada tempat
(Enbrel) (soluble) 2 kali per minggu 12 minggu suntikan, kontraindikasi pada
atau SO mg SC per infeksi, demyelinisasi
minggu
lnfliximab Antibodi TNF (chime- 3 mg/kgBB IV (infus Beberapa hari - 4 Reaksi infus, peningkatan
(Remicade) ric) pelan) pada bu Ian risiko infeksi termasuk
minggu ke- 0, 2 dan reaktivasi TB, gangguan
6 kemudian setiap 8 demyelinisasi
minggu
Rituximab Antibodi anti-sel B 1000 mg setiap 2 3 bulan* Reaksi infus, aritmia jantung,
(Rituxan, Mabthera) (CD20) minggu x 2 dosis hipertensi, infeksi, reaktivitqs
hepatitis B, sitopenia, reaksi
hipersensitivitas
Abatacept Menghambat aktivi- 10 mg/kg BB (SOO, 6 bulan* Reaksi infus, infeksi, reaksi
(Orencia) tassel T (costimulation 7SO atau 1000 mg) hipersensitivitas, eksasebasi
blockers) setiap 4 minggu COPD
Belimumab humanized monoclonal 1 mg, 4 mg atau 10 24 minggu* Uji klinis fase II
antibody terhadap 8- mg/kgBB IV pada
lymphocyte hari 0, 14, 28 kemu-
stimulator (BlyS) dian setiap 28 hari
selama 24 minggu
Tocilizumab Anti-IL-6 receptor 4 mg atau 8 mg/ 24 minggu* Uji klinis fase Ill (OPTION
(Actemra TM) MAb kgBB infus setiap 4 trial)
minggu
Ocrelizumab humanized anti-CD20 10 mg, SO mg, 200 4 minggu* Uji klinis fase II
antibody mg, SOO mg, dan
1000 mg infus pada
hari 1 dan 1S
lmatinib Inhibitor protein tirosin 400 mg per hari 3 bulan* Uji klinis fase II
(Gleevec) kinase
Denosumab human monoclonal 60 mg atau 180mg 6 bulan* Uji Klinis fase II
lgG2 antibody ter- SC setiap 6 bulan
hadap RANKL selama 1 tahun
Certolizumab Pegol human 1 mg; S mg atau 4 minggu* Uji klinis fase II
(CDP870) anti-TNF-a antibody 20 mg/kgBB infus
tung gal
Ofatumumab (HuMax- human monoclonal 300 mg, 700 mg 24 minggu* Uji Klinis fase II
CD20) anti-CD20 lgG7 atau 1000 mg infus
antibody pada hari 0 dan 14
Atacicept Recombinant fusion 70 mg, 210 mg, atau 3 bulan* Uji klinis fase lb
protein yang mengikat 630 mg SC dosis
dan menetralkan B tunggal atau 70
lymphocyte stimulator mg, 210 mg atau
(BlyS dan a prolifera- 420 mg SC dosis
tion-inducing ligand berulang setiap 2
(APRIL) minggu
Golimumab Fully human protein SO mg atau 100 mg 16 minggu* Uji klinis fase II (Uji klinis fase
(antibody) yang SC setiap 2 atau 4 Ill mulai Februari 2006-Juli
mengikat TNF-a minggu 2012)
3144 REUMATOLOGI

Fontolizumab humanised anti - Uji klinis fase II


interferon gamma
antibody
Keterangan :
* Waktu terpendek yang ditetapkan oleh peneliti untuk mengevaluasi respons terapi
IM= intramuscular; IV= intravenous; p.o. =per oral; SC= subcutan; EBV =Epstein-Barr Virus; MMPs =matrix metalloproteinases;
TB = tuberkulosis; PMN = polymorphonuclear; MAb =monoclonal antibody; COPD = chronic obstructive pulmonary disease

MTX + infliximab, MTX + etanercept, lorokuin atau klorokuin fosfat perlu dilakukan pemeriksaan
MTX + adalimumab, oftalmologik berupa pemeriksaan retina dan lapangan
MTX + anakinra, atau pandang . Sedangkan penderita yang mendapat metho-
MTX + rituximab. 2-55 - 94 trexate dan leflunomide perlu pemeriksaan tambahan
Penderita AR yang memberikan respons suboptimal yaitu screening terhadap hepatitis B dan C. 2•95 (Tabel 13)
dengan terapi MTX saja, akan memberikan respons yang Setelah DMARD diberikan perlu dilakukan pemantauan
lebih baik bila diberikan regimen terapi kombinasi. Terapi secara berkala untuk mengidentifikasi sedini mungkin
kombinasi juga efektif dalam menghambat progresivitas adanya toksisitas.
penyakit dan kerusakan radiografi, terutama untuk
regimen terapi kombinasi MTX + inhibitor TNF, tetapi
harganya jauh lebih mahal bila dibandingkan den- REKOMENDASI KLINIK
gan regimen kombinasi MTX + hidroksiklorokuin atau
sulfasalazine.2 Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dalam
penanganan penderita AR dalam praktek klinik sehari-hari
tampak dalam tabel 14.
PEMANTAUAN KEAMANAN TERAPI DMARD

Sebelum pemberian DMARD perlu dilakukan evaluasi FOTO ARTRITIS REUMATOID


dasar terhadap keamanan pemberian DMARD tersebut.
ACR merekomendasikan evaluasi dasar yang harus di-
lakukan sebelum memberikan terapi DMARD antara lain:
darah perifer lengkap (complete blood counts), kreatinin REFERENSI
serum dan transaminase hati. Untuk pemberian hidroksik-

Tabel 13. Evaluasi Dasar yang Harus Dilakukan Sebelum Pemberian Tera pi DMARD. 9 s
Jenis DMARD Pemeriksaan
CBC* Transaminase hati Kreatinin serum Hepatitis B dan C Oftalmologik
Non biologik
Hidroksiklorokuin/ x x x x
Klorokuin fosfat
Leflunomide x x x x
Methotrexate x x x x
Minocycline x x x
Sulfasalazine x x x
Biologik
Semua agen biologik x x x
*CBC = complete blood counts
ARTRITIS REUMATOID 3145

label 14. Rekomendasi untuk Praktek Klinik4


Tingkat bukti
Rekomendasi klinik
(evidence rating)
Penderita AR harus diterapi sedini mungkin dengan DMARD untuk mengontrol gejala dan menghambat A
perburukan penyakit.
Penderita dengan inflamasi sendi persisten ( lebih dari 6 - 8 minggu) yang sudah mendapat terapi c
analgetik atau OAINS harus dirujuk ke insitusi rujukan reumatologi, lebih baik sebelum 12 minggu.
Melakukan edukasi satu per satu untuk penderita AR setelah diagnosis ditegakkan. c
OAINS untuk meredakan gejala harus diberikan dengan dosis rendah dan harus diturunkan setelah A
DMARD mencapai respons yang baik.
Gastroproteksi harus diberikan pada penderita usia > 65 tahun atau ada riwayat ulkus peptikum. B
lnjeksi kortikosteroid intra-artikular bermanfaat, tetapi t idak diberikan lebih dari 3 kali dalam setahun. c
Kortikosteroid dosis rendah efektif mengurangi gejala tetapi mempunyai risiko tinggi terjadinya tok- A
sisitas, oleh kerena itu berikan dosis paling rendah dengan periode pemberian yang pendek.
Kombinasi terapi lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. A
Efikasi terapi harus di monitor, perubahan hemoglobin, LED dan CRP merupakan indikator respons terapi c
dan penggunaan instrumen kriteria respons dari European League Against Rheumatism bermanfaat
untuk menilai perburukan penyakit.
Pendekatan secara multidisiplin bermanfaat, paling tidak dalam jangka pendek, oleh karena itu pen - c
derita harus bisa mendapatkan perawatan profesional secara luas, yang meliputi dokter pelayanan
primer, ahli reumatologi, perawat khusus, ahli terapi fisik, ahli occupational, ahli gizi, ahli perawatan
kaki (podiatrists) , ahli farmas i dan pekerja sosial.
Latihan bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas aerobik dan kekuatan otot tanpa memperburuk c
aktivitas penyakit atau derajat nyeri.

8. Buch M, Emery P. Th e ae tiology an d pa thogen es is of

Foto 1. Pembengkakan Pl P Foto 2. Erosi sendi


3146 REUMATOLOGI

Foto 3. Deformitas leher angsa (swan neck) Foto 6. Deformitas Z-thumb

Foto 4. Deformitas boutonniere dengan nodul reumatoid Foto 7. Artritis mutilans


multipel

@Cu11entMedicine

Foto 5. Deviasi ulna Foto 8. Nodul reumatoid


ARTRITIS REUMATOID 3147

Foto 9. Accelerated rheumatoid nodu/osis Foto 12. Episcleritis pada AR

Foto 10. Hallux valgus

Foto 13. Scleritis pada AR

Foto 11.Vaskulitis reumatoid Foto 14. Scleromalacia perforans pada AR


3148 REUMATOLOGI

rhaumatoid arthritis. Hospital Farm 2002;9:5-10. cutaneous manifestations. ] Am Acad Dermatol 2005;53:191-
9. Cush JJ, Kavanaugh A, Stein CM. Rheumatology Diagnosis 209.
& Therappeutics. 2th ed. Philadelphia: Lippincott Williams 31. Brown KK. Rheumatoid lung disease. Proc Am Thorac Soc
& Wilkins; 2005. p.323-333. 2007;4:443-448.
10. Smith HR. Rheumatoid arthritis. (dikutip tanggal 21 Oktober 32. American College of Rheumatology Subcommittee on
2008) . Diunduh dari URL: http:/ /www.emedicine.com / Rheumatoid Arthritis Guidelines . Guidelines for the
med/TOIC2024.HTM. management of rheumatoid arthritis: 2002 update. Arthritis
11. Rindfleisch JA, Muller D. Diagnosis and Management of Rheum 2002;46:328-46.
Rheumatoid arthritis. Am Fam Physician 2005;72:1037-47. 33. Nell VPK, Machold KP, Stamm TA, Eberl G, Heinz H,
12. Silman AJ, Pearson JE . Epidemiology and genetics of Uffmann M, et al. Autoantibody profiling as early diagnostic
rheumatoid arhtritis. Arthritis Res 2002; 4 (suppl 3):S265- and prognostic tool for rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis
S272. 2005;64;1731-36.
13. Mijiyawa M. Epidemiology and semiology of rheumatoid 34. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of
arthritis in Third World countries. Rev Rhum Engl Ed early rheumatoid arthritis. SIGN No. 48. (dikutip tanggal 6
1995;62(2):121-6. Oktober 2008). Diunduh dari URL: http: / /www.sign.ac.uk/
14. Darmawan J, Muirden KD, Valkenburg HA, Wigley RD. guidelines/ full text/ 48/ index.html.
The epidemiology of rheumatoid arthritis in Indonesia. Br J 35. Avouac J, Gossec L, Dougados M. Diagnostic and predictive
Rheumatol 1993;32(7):537-40. value of anti-CCP (cyclic citrullinated protein) antibodies
15. Albar Z. Perkembangan Pengobatan Penyakit Rematik. in rheumatoid arthritis: a systematic literature review. Ann
Kajian khusus terhadap farmakoterapi artritis reumatoid Rheum Dis 2006; doi:l0.1136/ ard.2006.051391.
masa kini dan perkembangannya di masa depan. Jakarta: 36. Nishimura K, Sugiyama D, Kogata Y, Tsuji G, Nakazawa T,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 54 ha!. Kawano S, et al. Meta-analysis: Diagnostic Accuracy of Anti-
Pidato Pengukuhan Guru Besar. Cyclic Citrullinated Peptide Antibody and Rheumatoid Factor
16. Bowes J, Barton A. Recent advances in the genetics of RA for Rheumatoid Arthritis. Ann Intern Med. 2007;146:797-808.
susceptibility. Rheumatology 2008 47(4):399-402. 37. Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham
17. Turesson C, Matteson EL. Genetics of rheumatoid arthritis. III CO et al. 2010 Rheumatoid Arthritis Classification Criteria
Mayo Clin Proc 2006;81(1):94-101. An American College of Rheumatology /European League
18. Nelson JL, Hughes KA, Smith AG, Nisperos BB, Branchaud Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis
AM, Hansen JA. Maternal-Fetal Disparity in HLA Class II Rheum 2010; 62: 2569 - 81
Alloantigens and the Pregnancy-Induced Amelioration of 38. Boers M. Rheumatoid arthritis. Treatment of early disease.
Rheumatoid Arthritis. N Engl] Med 1993;329:466-71. Rheum Dis Clin North Am 2001;27:405-14.
19. Firestein GS. Etiology and pathogenesis of rheumatoid 39. Lindqvist E, Eberhardt K. Mortality in rheumatoid arthritis
arthritis. In: Ruddy S, Harris ED, Sledge CB, Kelley WN, eds. patients with disease onset in the 1980s. Ann Rheum Dis
Kelley's Textbook of rheumatology. 7th ed. Philadelphia: W.B. 1999;58:11-4.
Saunders, 2005:996-1042. 40. Chehata JC, Hassell AB, Clarke SA, Mattey DL, Jones MA,
20. Harris ED. Clinical features of rheumatoid arthritis. In: Ruddy Jones PW, et al. Mortality in rheumatoid arthritis: relationship
S, Harris ED, Sledge CB, Kelley WN, eds. Kelley's Textbook to single and composite measures of disease activity.
of rheumatology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders, Rheumatology 2001;40:447-52.
2005:1043-78. 41. Leeb BF, Andel I, Leder S, Leeb BA, Rintelen B. The patient's
21. Mikuls TR, Cerhan JR, Criswell LA, Merlino L, Mudano AS, perspective and rheumatoid arthritis disease activity indexes.
Burma M, et al. Coffee, tea, and caffeine consumption and Rheumatology 2005;44:360-365.
risk of rheumatoid arthritis: results from the Iowa Women's 42. Smolen JS, Breedveld FC, Schiff MH, Kalden JR, Emery
Health Study. Arthritis Rheum 2002;46:83-91. P, Eberl G, et al. A simplified disease activity index for
22. Merlino LA, Curtis J, Mikuls TR, Cerhan JR, Criswell LA, rheumatoid arthritis for use in clinical practice. Rheumatology
Saag KG . Vitamin D intake is inversely associated with 2003;42:244-257.
rheumatoid arthritis: results from the Iowa Women's Health 43. Aletaha D, Landewe R, Karonitsch T, Bathon J, Boers M,
Study. Arthritis Rheum 2004;50:72-7. Bombardier C, et al. Reporting disease activity in clinical
23. Feldmann M, Brennan FM, Maini RN. Role of cytokines in trials of patients with rheumatoid arthritis: EULAR/ ACR
rheumatoid arthritis. Annu Rev Immunol. 1996;14:397-440. collaborative recommendations. Ann Rheum Dis 2008;67;1360-
24. Goldman JA. Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis and Its 64.
Implications for Therapy - The Need for Early/ Aggressive 44. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C,
Therapy. (dikutip Tanggal 6 Oktober 2008). Diunduh dari Curtis JR, et al. American College of Rheumatology 2008
URL: http://www.princetoncme.com/pdf!programs/report629. Recommendations for the Use of Nonbiologic and Biologic
pdf Disease-Modifying Antirheumatic Drugs in Rheumatoid
25. Choy EHS, Panayi GS. Cytokine pathways dan joint Arthritis. Arthritis Rheum 2008;59: 762-784.
inflammation in rheumatoid arthritis. N Engl J Med 45. Inoue F, Yamanaka H, Hara M, Tomatsu T, Kamatani N.
2001;344:907-16. Comparison of DAS28-ESR and DAS28-CRP threshhold
26. Lundy SK, Sarkar S, Tesmer LA, Fox DA. Cells of the values. Ann Rheum Dis 2006;doi:l0.1136/ard. 2006. 054205.
synovium in rheumatoid arthritis. T lymphocytes. Arthritis 46. EULAR. Disease activity score in rheumatoid arthritis
Research & Therapy 2007;9(1):1-ll. (dikutip tanggal 12 Oktober 2008). Dapat diperoleh di URL :
27. Shaw T, Quan J, Totoritis MC. B cell therapy for rheumatoid http://www.das-score.nl.
arthritis: the rituximab (anti-CD20) experience. Ann Rheum 47. van Gestel AM, Haagsma CJ, van Riel PLCM. Validation
Dis 2003;62:55-59. of rheumatoid arthritis improvement criteria that include
28. Mauri C, Ehrenstein MR. Cells of the synovium in rheumatoid simplified joint counts. Arthritis Rheum 1998;41:1845-50.
arthritis. B cells. Arthritis Research & Therapy 2007;9(2):1-6. 48. Leeb BF, Andel I, Sautner J, Fass! C, Nothnagi T, Rintelen
29. Wikipedia. Rheumatoid Arthritis. (dikutip tanggal 6 Oktober B. The Disease Activity Score in 28 Joints in Rheumatoid
2008) . Diunduh dari URL: http ://en.wikipedia.org/wiki/ Arthritis and Psoriatic Arthritis Patients. Arthritis Rheum
Rheumatoid_arthritis. 2007;57: 256-60.
30. Syah A, English JC. Rheumatoid arthritis: A review of the
ARTRITIS REUMATOID 3149

49. Felson DT, Anderson JJ, Boers M, Bombardier C, Furst approach for the treatment of rheumatoid arthritis. A
D, Goldsmith C, et al. ACR Preliminary Definition of systematic review. Einstein 2007;5(4):378-86.
Improvement In Rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum 67. Siddiqui MAA. The Efficacy And Tolerability Of Newer
1995;38:727-35. Biologics In Rheumatoid Arthritis: Best Current Evidence.
50. Makinen H, Hannonen P, Sokka T. Definitions of remission Curr Opin Rheumatol 2007;19(3):308-13.
for rheumatoid arthritis and review of selected clinical cohorts 68. McGonagle D, Tan AL, Madden J, Taylor L, Emery P.
and randomised clinical trials for the rate of remission. Clin Rituximab use in everyday clinical practice as a first-line
Exp Rheumatol 2006; 24 (Suppl.43):S22-S28. biologic therapy for the treatment of DMARD-resistant
51. Emery P, Breedveld FC, Dougados M, Kalden JR, Schiff rheumatoid arthritis. Rheumatology 2008;47(6):865-67.
MH, Smolen JS. Early referral recommendation for newly 69. Jois RN, Masding A, Somerville M, Gaffney MK, Scott DGI.
diagnosed rheumatoid arthritis: evidence based development Rituximab therapy in patients with resistant rheumatoid
of a clinical guide. Ann Rheum Dis 2002;61:290-7. arthritis: real-life experience. Rheumatology 2007;46:980-82.
52. BelchJJ, Ansell D, Madhok R, O'Dowd A, Sturrock RD. Effects 70. Lee ATY, Pile K Disease modifying drugs in adult rheumatoid
of altering dietary essential fatty acids on requirements for arthritis. Aust Prescr 2003;26:36-40.
non-steroidal anti-inflammatory drugs in patients with 71. Genovese MC, Becker JC, Schiff M, Luggen M, Sherrer
rheumatoid arthritis: a double blind placebo controlled study. Y, Kremer J, et al. Abatacept for Rheumatoid Arthritis
Ann Rheum Dis 1988;47;96-104. Refractory to Tumor Necrosis Factor a Inhibition. N Engl J
53. Kavuncu V, Evcik D. Physiotherapy in Rheumatoid Arthritis. Med 2005;353:1114-23.
Medscape General Med. 2004;6:3. 72. Shankar S, Handa R. Biological agents in rheumatoid arthritis.
54. Verhagen AP, Bierma-Zeinstra SM, Cardoso JR, de Bie RA, JPostgrad Med 2004;50:293-9.
Boers M, de Vet HC. Balneotherapy for rheumatoid arthritis. 73. Cohen SB, Dore RK, Lane NE, Ory PA, Peterfy CG, Sharp JT,
Cochrane Database Syst Rev 2008;(4): CD000518. et al. Denosumab treatment effects on structural damage, bone
55. Van Den Ende CH, Vliet Vlieland TP, Munneke M, Hazes JM. mineral density, and bone turnover in rheumatoid arthritis:
Dynamic exercise therapy for rheumatoid arthritis. Cochrane a twelve-month, multicenter, randomized, double-blind,
Database Syst Rev 2008;(1):CD000322. placebo-controlled, phase II clinical trial. Arthritis Rheum
56. Galarraga B, Ho M, Youssef HM, Hill A, McMahon H, Hall 2008;58(5):1299-309.
C, et al. Cod liver oil (n-3 fatty acids) as an non-steroidal anti- 74. Yazici Y. B-Cell-Targeted Therapies: Reports From the
inflammatory drug sparing agent in rheumatoid arthritis. ACR 2007 Annual Meeting (dikutip tanggal 17 Oktober
Rheumatology 2008;47:665-9. 2008). Diunduh dari URL: http://www. medscape. com/
57. Egan M, Brosseau L, Farmer M, Ouimet MA, Rees S, Wells G, viewarticle/567522.
et al. Splints/ orthoses in the treatment of rheumatoid arthritis. 75. Fox RI. Update on Novel and Emerging Therapies for RA:
Cochrane Database Syst Rev 2001;(4): CD004018. Report From the ACR 2007 Annual Meeting (dikutip tanggal
58. Olsen NJ, Stein CM. New drugs for rheumatoid arthritis. N 17 Oktober 2008). Diunduh dari URL: http://www.medscape.
Engl JMed 2004;350: 2167-79. com/viewarticle/567521.
59. Bijlsma JWJ, Boers M, Saag KG, Furst DE. Glucocorticoids 76. Smolen J. The investigational compound tocilizumab
in the treatment of early and late RA. Ann Rheum Dis (ActernraTM) significantly reduces disease activity in patients
2003;62;1033-37. with moderate to severe rheumatoid arthritis (RA) who
60. van Everdingen AA, Jacobs JW, Siewertsz Van Reesema have an inadequate response to methotrexate, researchers
DR, Bijlsma JW. Low-dose prednisone therapy for patients announced at the European League Against Rheumatism
with early active rheumatoid arthritis: clinical efficacy, (EULAR) 2007 (dikutip tanggal 17 Oktober 2008). Diunduh
disease-modifying properties, and side effects. Ann Intern dari URL: http ://www.medicalnewstoday.com/hea lthnews.
Med 2002;136:1-12. php?newsid=74370.
61. Cohen S, Cannon GW, Schiff M, Weaver A, Fox R, Olsen 77. Kelly J. Progress in RA with rituximab, belimumab, and 2
N, et al. Two-year, blinded, randomized, controlled trial of novel approaches (dikutip tanggal 18 Oktober 2008). Diunduh
treatment of active rheumatoid arthritis with leflunomide dari URL: http://www.medscape.com/viewarticle/538181.
compared with methotrexate. Arthritis Rheum 2001;44:1984- 78. EULAR 2007. Preliminary Results Show Potential Of
92. Ofatumumab In Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal
62. Bathon JM, Martin RW, Fleischmann RM, Tesser JR, Schiff 18 Oktober 2008). Diunduh dari URL: http://www.
MH, Keystone EC, et al. A comparison of etanercept and medicalnewstoday.com/articles/7443 7.php.
methotrexate in patients with early rheumatoid arthritis. N 79. Novartis Pharma AG. A Study of Imatinib 400 Mg Once
Engl JMed 2000;343:1586-93. Daily in Combination With Methotrexate in the Treatment
63. Lipsky PE, van der Heijde DM, St Clair EW, Furst DE, of Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal 18 Oktober
Breedveld FC, Kalden JR, et al. Infliximab and methotrexate 2008). Diunduh dari URL: http://clinicaltrials.gov/ct2/show/
in the treatment of rheumatoid arthritis. N Engl J Med NCT00154336? term=imatinib & rank=30.
2000;343:1594-602. 80. Tak PP, Thurlings RM, Rossier C, Nestorov I, Dimic A,
64. Weinblatt ME, Keystone EC, Furst DE, Moreland LW, Mircetic V, et al. Atacicept in patients with rheumatoid
Weisman MH, Birbara CA, et al. Adalimumab, a fully human arthritis: Results of a multicenter, phase lb, double-blind,
anti-tumor necrosis factor alpha monoclonal antibody, for placebo-controlled, dose-escalating, single- and repeated-dose
the treatment of rheumatoid arthritis in patients taking study. Arthritis Rheum 2008;58(1):61-72.
concomitant methotrexate: the ARMADA trial. Arthritis 81. Centocor, Inc. A Study of the Safety and Efficacy of
Rheum 2003;48:35-45. Golimumab (CNTO 148) in Subjects With Active Rheumatoid
65. Nuki G, Breshnihan B, Bear MB, McCabe D. Long-term safety Arthritis Previously Treated With Biologic Anti-TNFa
and maintenance of clinical improvement following treatment Agent(s) (dikutip tanggal 18 Oktober 2008). Diunduh dari
with anakinra (recombinant human interleukin-I receptor URL: http://clinicaltrials.gov/ct/show/NCT00299546.
antagonist) in patients with rheumatoid arthritis: extension 82. Kay J, Matteson EL, Dasgupta B, Nash P, Durez P, Hall S, et
phase of a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. al. Golimumab in patients with active rheumatoid arthritis
Arthritis Rheum 2002; 46: 2838-46. despite treatment with methotrexate: A randomized, double-
66. Finger E, Scheinberg MA. Rituximab (Mabthera), a new blind, placebo-controlled, dose-ranging study. Arthritis Rheum
3150 REUMATOLOGI

2008;58:964-75. Research in Active Rheumatoid Arthritis (ReAct) trial. Ann


83. BioPharma, Inc. A Phase 2 Study to Evaluate the Safety, Rheum Dis 2007;66;732-39.
Tolerability, and Activity of Fontolizumab in Subjects With 100. van Riel PLCM, Taggart AJ, Sany J, Gaubitz M, Nab HW,
Active Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal 18 Oktober Pedersen R, et al. Efficacy and safety of combination
2008). Diunduh dari URL: http://clinicnltrials.gov/ct2/show/ etanercept and methotrexate versus etanercept alone in
record/NCT00281294. patients with rheumatoid arthritis with an inadequate
84. Kremer JM, Westhovens R, Leon M, Giorgio ED, Alten R, response to methotrexate: the ADORE study. Ann Rheum
Steinfeld S, et al. Treatment of Rheumatoid Arthritis by Dis 2006;65;1478-83.
Selective Inhibition of T-Cell Activation with Fusion Protein 101. O'Dell JR, Haire CE, Erikson N, Drymalski W, Palmer W,
CTLA4Ig. N Engl JMed 2003;349:1907-15. Eckhoff J, et al. Treatment of rheumatoid arthritis with
85. Weinblatt ME, Kremer JM, Bankhurst AD, Bulpitt KJ, methotrexate alone, sulfasalazine and hydroxychloroquine,
Fleischmann RM, Fox RI, et al. A Trial of etanercept, a or a combination of all three medications. N Engl J Med
recombinant tumor necrosis factor receptor: Fe fusion protein, 1996;334:1287-91.
in patients with rheumatoid arthritis receiving methotrexate. 102. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C,
N Engl JMed 1999;340:253-9. Curtis JR, et al. American College of Rheumatology 2008
86. Edwards JCW, Szczepanski L, Szechinski J, Filipowicz- Recommendations for the Use of Nonbiologic and Biologic
Sosnowska A, Emery P, Close DR, et al. Efficacy of Disease-Modifying Antirheumatic Drugs in Rheumatoid
B-Cell-Targeted Therapy with Rituximab in Patients with Arthritis. Arthritis Rheum 2008;59:762-84.
Rheumatoid Arthritis. N Engl JMed 2004;350:2572-81.
87. O'Dell JR Therapeutic Strategies for Rheumatoid Arthritis.
N Engl JMed 2004;350:2591-602.
88. Breedveld FC, Emery P, Keystone E, Patel K, Furst DE, Kalden
JR, et al. Infliximab in active early rheumatoid arthritis. Ann
Rheum Dis 2004;63;149-55.
89. Furst DE, Breedveld FC, Kalden JR, Smolen JS, Burmester
GR, Sieper J, et al. Updated consensus statement on biological
agents for the treatment of rheumatic diseases, 2007. Ann
Rheum Dis 2007;66;iii2-iii22.
90. Goekoop-Ruiterman YPM, de Vries-Bouwstra JK, Allaart CF,
van Zeben D, Kerstens PJSM, Hazes JMW, et al. Comparison
of Treatment Strategies in Early Rheumatoid Arthritis. A
Randomized Trial. Ann Intern Med. 2007;146:406-415.
91. Sebba A. Tocilizumab: The First Interleukin-6-Receptor
Inhibitor. Am JHealth-Syst Pharm 2008;65(15):1413-18.
92. Scott DL, Smolen JS, Kalden JR, van de Putte LBA, Larsen
A, Kvien TK, et al. Treatment of active rheumatoid arthritis
with leflunomide: two year follow up of a double blind,
placebo controlled trial versus sulfasalazine. Ann Rheum Dis
2001;60;913-23.
93. Hochberg MC, Tracy JK, Hawkins-Holt M, Flores RH, et al.
Comparison of the efficacy of the tumour necrosis factor a
blocking agents adalimumab, etanercept, and infliximab when
added to methotrexate in patients with active rheumatoid
arthritis. Ann Rheum Dis 2003;62(Suppl II):ii13-iil6.
94. Fan PT, Leong KH. The Use of Biological Agents in the
Treatment of Rheumatoid Arthritis. Ann Acad Med Singapore
2007;36:128-34.
95. Gossec L, Dougados M. Combination therapy in early
rheumatoid arthritis. Clin Exp Rheumatol 2003; 21 (Suppl.
31):S174-S178.
96. Capell A, Madhok R, Porter DR, Munro RAL, Mclnnes IB,
Hunter JA, et al. Combination therapy with sulfasalazine
and methotrexate is more effective than either drug alone in
patients with rheumatoid arthritis with a suboptimal response
to sulfasalazine: results from the double-blind placebo-
controlled MASCOT study. Ann Rheum Dis 2007;66;235-41.
97. Strand V, Cohen S, Schiff M, Weaver A, Fleischmann R,
Cannon G, et al. Treatment of Active Rheumatoid Arthritis
With Leflunomide Compared With Placebo and Methotrexate.
Arch Intern Med 1999;159:2542-50.
98. van der Heijde D, Klareskog L, Singh A, Tornero J, Melo-
Gomes J, Codreanu C, et al. Patient reported outcomes in a
trial of combination therapy with etanercept and methotrexate
for rheumatoid arthritis: the TEMPO trial. Ann Rheum Dis
2006;65;328-34.
99. Burmester GR, Mariette X, Montecucco C, Monteagudo-Saez
I, Malaise M, Tzioufas AG, et al. Adalimumab alone and in
combination with disease-modifying antirheumatic drugs for
the treatment of rheumatoid arthritis in clinical practice: the
4·13
ARTRITIS REUMATOID JUVENIL
(ARTRITIS IDIOPATIK JUVENIL/
ARTRITIS KRONIS JUVENIL)
Yuliasih

PENDAHULUAN EPI DEM IOLOGI

Artritis Reumatoid Juveni le (ARJ) merupakan penyakit Artritis Reumatoid Juvenile (ARJ) merupakan artritis
artritis kronis pada anak-anak di bawah umur 16 tahun . yang lebih sering dijumpai pada anak-anak, insidennya
Ditandai dengan peradangan pada sinovium dan pada dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya dengan
tipe tertentu disertai gejala sistemik. Sarjana Cortil yang perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17% berkembang
pertama kali melaporkan 4 kasus artritis pada anak-anak menjadi kronik artritis, 20% dengan gangguan pada mata.
umur 12 tahun, selanjutnya George Frederik Still tahun Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa penderita ARJ yang
1897 melakukan penelitian terhadap 19 kasus artritis pada berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami kecacatan.
anak yang selanjutnya membagi ARJ ini dalam beberapa Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 1-2/100.000 populasi, di
subtipe. Artritis reumatoid juvenile (ARJ) dikenal juga Rochester Minnesota sekitar 11/100.000 per tahun dan
dengan Still's disease.1 35/100.000 per tahun Berlin Timur.1·2·3
lstilah ARJ lebih banyak digunakan di Amerika Serikat ARJ menyerang anak- anak dengan tingkat umur
untuk menyebut artritis pada anak-anak dengan umur mayoritas 4-5 tahun . Pada jenis kelamin wanita lebih
< 16 tahun yang tidak diketahui penyebabnya. Di Amerika banyak dengan perbandingan 3:1. Faktor ras diduga kuat
Serikat lebih sering menggunakan istilah rheumatoid sangat terkait pada ARJ. Ras Afrika lebih sering terkena
karena pada umumnya anak-anak tersebut mempunyai dibanding ras Amerika dan Kaukasia di Amerika, Schwartz
orang tua atau keluarga yang menderita artritis Reumatoid melaporkan bahwa di Amerika Serikat ARJ lebih sering
dengan rheumatoid factor (RF) positif. lstilah artritis kronik menyerang anak-anak yang lebih dewasa, khususnya pada
juvenil lebih banyak digunakan di lnggris (Eropa). Adanya kelompok oligo artrikuler, dengan RF positif. 1•5
kerancuan dalam hal pengunaan istilah ini, maka timbul
kesepakatan pada pertemuan EULAR untuk mengunakan
istilah yang seragam. lstilah yang disepakati oleh EULAR ETIOLOGI
adalah artritis idiopatik juvenil (AU) yang dibagi dalam 7
subtipe.1-4 Etiologi penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadi
ARJ sering memberikan dampak buruk pada anak- karena respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor
anak, berupa kecacatan atau gangguan psikososial. lain yang ada di lingkungan. Peran imunogenetik diduga
Permasalahan yang sering mereka hadapi antara sangat kuat mempengaruhi ARJ. Kerentanan faktor geneti~
lain ketergantungan, keterlambatan proses belajar, memainkan peran utama pada ARJ, akan tetapi ada
permasalahan dalam keluarga, depresi, atau kesulitan keterkaitan yang signifikan antara asosiasi lokus dengan
mencari pekerjaan, untuk itu ARJ memerlukan penanganan ARJ dan asosiasi keduanya dengan penyakit autoimun
yang serius. lainnya. 1 ARJ merupakan penyakit genetik yang kompleks

- - - - - -- - - - - - - 3 1 5 1 - - - - - - - - - - - - -
3152 REUMATOLOGI

dimana beberapa gen berperan penting dalam awitan Secara histopatologi pada sinovium penderita
dan manifestasi penyakit. Gen IL2RA/CD25 diduga terlibat ARJ didapatkan inflitrasi sel-sel radang kronik yang di
sebagai penyebab pada ARJ. 6 dominasi sel mononuklear, hipertrofi villous, peningkatan
jumlah fibroblas, dan makrofag. Mediator inflamasi juga
ditemukan pada sinovium . Mediator-mediator tersebut
PATOGENESIS antara lain lnterleukin-2 (IL2), lnterleukin-6 (IL-6), Tumor
Necrosis Factor-a (TN F-a}, Granulocyte-Macrophage
Artritis Reumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit Colony-Stimulating Factor (GM-CSF}. 8 Jelaslah bahwa
autoimun multi sistem, yang terdiri dari beberapa kelompok sangat besar peran sel T dalam menimbulkan peradangan
penyakit dengan perbedaan klinik dan derajat penyakit. di sinovium . Bagaimana sel T menjadi autoreaktif masih
Sampai sekarang patogenesisnya belum banyak diketahui. menjadi pertanyaan. Dari berbagai laporan penelitian
ARJ merupakan penyakit artritis kronis heterogen yang pencetus sel T autoreaktif tak lepas dari peran HLA, hal
umumnya menyerang wanita ditandai dengan artritis ini dibuktikan dengan dilakukan penghambatan TCR gene
kronik yaitu ditemukannya tanda peradangan pada (TCRV~14+) yang bertanggung jawab pada proses klonasi
sinovium. Tanda adanya respons imun yaitu ditemukan sel T. HLA yang dihubungkan bertangung jawab pada
autoantibodi pada penderita ARJ. Adapun autoantibodi manifestasi klinik antara lain HLA-DRB1 *0801, DQA 1*0401,
tersebut antara lain antibodi ANA, faktor reumatoid dan dan DQB1*0402Y
antibodi heat shock protein. Peran HLAjuga sangat besar Sitokinjuga memegang peran dalam patogenesis ARJ.
dalam patogenesis ARJ.7 Diketahui bahwa berdasarkan sitokin yang dikeluarkan,

A
Virus
Antigen virus C04 · sel T

CD4 · sel T yang spesifik


terhadap virus

.:=·@
Y~~~g~~ip ~~'1fat.
Ba

p~p:~

M~':Er
- -
Sel Jaringan Seljarlngan peradan an

Gambar 1. Peran infeksi dalam mencetuskan penyakit autoimun

(A) autoreaktif sel T dapat diaktifkan melalui mekanisme mimikri molekular yang melibatkan crossreactive recognition dari virus
antigen yang memiliki kesamaan terhadap self antigen. (Ba) infeksi mikroba merangsang Toll-like receptors (TLRs) dan pengenalan
pola reseptor pada antigen-presenting cell (APC), yang mengarah ke produksi mediator pro-inflamasi, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. (Bb) self antigen yang dilepaskan oleh jaringan yang rusak ditangkap oleh sel APC, di proses dan
diberikan pad a autoreaktif sel T (bersamaan dengan virus-specific sel T) yang prosesnya dikenal dengan bystander activation. Atau,
infeksi dapat menyebabkan mikroba superantigen menginduksi subset sel T yang teraktiasi, beberapa diantaranya yang spesifik
untuk self antigen. (Be) perusakan jaringan lebih Ianjut oleh sel T yang teraktivasi dan menyebabkan mediator inflamasi melepaskan
lebih banyak self antigen dari jaringan. (Bd) Respons sel T kemudian dapat menyebar ke melibatkan sel T spesifik untuk antigen diri
lain dalam proses yang dikenal sebagai epitop menyebar. PAMP, pola patogen terkait molekular; TCR, reseptor sel T.
ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3153

ada 2 tipe sel T. Sel T tipe 1 lebih banyak melepaskan sitokin yang terjadi, ditemukan limfadenopati yang secara
IL-2, interferon (IFN) y dan TNF ~' sedangkan tipe 2 sitokin patologi anatomi hanya didapatkan gambaran hiperplasia.
yang dilepaskan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13. Secara Artritis mungkin dapat terus berlangsung beberapa
klinis sitokin ini mempengaruhi keseimbangpn respons minggu atau bu Ian, sehingga diagnosis sangat sulit. Sendi
seluler dan humoral. Pada artritis reumatoid dewasa di - yang sering terkena adalah lutut dan pergelangan kaki.
ketahui bahwa sel T tipe I yang lebih dominan, demikian Temporomandibula dan jari-jari tangan dapat terkena
juga yang ditemukan pada ARJ, kecuali pada tipe pauci- tetapi jarang. Gambaran laboratoriumnya menunjukkan
articular dimana sel T tipe 2 yang dominan.10 leukositosis dengan jumlah leukosit >20.000, dan anemia
Kemokin diduga ikut berperan dalam patogenesis ARJ. non hemolitik yang berat. Dapat pula dijumpai LED yang
Kemokin merupakan faktor penentu migrasi subtipe sel T. meningkat, tes ANA negatif dan kadar feritin yang tinggi,
Beberapa reseptor kemokin bertanggung jawab terhadap jumlah trombosit meningkat, dan seringkali tipe ini dengan
klonasi sel T, yaitu reseptor CCR3, CCR4, CCR8 yang komplikasi DIC. Gejala-gejala ini biasanya membaik
bertanggung jawab proliferasi sel T tipe 2.10•11 •12•13 CXCR3 setelah satu tahun, sedangkan 50% pasien jatuh ke dalam
dan CCRS biasanya dominan pada ekspresi sel T tipe 1, penyakit artritis kronik, dan 25% dengan gambaran erosi
sedangkan CXCR4 dan CCR2 bertanggungjawab terhadap pada sendinya, komplikasi lainnya yaitu karditis, hepatitis,
kedua tipe sel T. Adanya perbedaan ekspresi inilah yang anemia, infeksi dan sepsis. Diagnosis bandingnya leukemia
menentukan perbedaan patogenesis. Dilaporkan bahwa atau sepsis.1•17
pada ARJ, CCR4 sel T memegang peran patogenesis ARJ
dan menentukan subtipenya.10
Aktivasi komplemen banyak dilaporkan pada
penelitian-penelitian tentang patogenesis ARJ. Dilaporkan
bahwa aktivasi komplemen yang membentuk terminal
attack complex yang terbanyak dijumpai pada sinovium
penderita ARJ, kulit dan limpa. Aktivasi komplemen pada
ARJ dapat melalui 2 jalur baik klasik maupun alternatif.
Dari beberapa laporan, aktivasi komplemen terbanyak
pada ARJ melalui jalur alternatif.14
lnfeksi virus dan bakteri sebagai faktor lingkungan
yang berperanan dalam patogenesis ARJ. lnfeksi dikatakan
dapat sebagai pencetus terjadinya autoreaksi sel T. Hal ini
ditunjukkan pada penelitian tentanQ., peran Hsp60 dalam
pengontrolan aktivasi sel T yang menimbulkan artritis.15

GAMBARAN KLINIK
Gambar 2. Artritis sistemik

Artritis Sistemik
Artritis sistemik merupakan kelompok ARJ yang sangat Oligoartritis/Pauci Artrikular
serius dibanding dengan kelompok lainnya, dan lebih lnsidennya 35% dari ARJ, ditandai dengan artritis pada 1-4
sering dijumpai pada kelompok umur dibawah 4 tahun . sendi, tanpa gejala sistemik. Tes ANA positif didapatkan
Gejalanya sangat spesifik, ditandai dengan anak mendadak pada 40-70% pasien dan lebih sering didapatkan pada
sakit berat yang diawali dengan demam tinggi mendadak, anak wanita. Pada artritis ini sering didapatkan komplikasi
dan mencapai puncaknya pada sore hari namun kembali uveitis kronik. Sendi yang sering terserang adalah lutut,
normal keesokan harinya. Saat demam kadang disertai pergelangan kaki, siku, danjari-jari tangan. Pauci artikular
bercak kemerahan seperti warna daging ikan salmon , pada anak laki-laki yang HLA B27 positif lebih sering
bercak ini dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. dikaitkan dengan ankilosing spondilitis. 1
Sifat bercaknya biasanya berkelompok, bentuknya makula Dibagi menjadi dua kelompok, yaitu persisten dan
atau pruritus, biasanya bercak menghilang bila panas ekstensif. Kelompok persisten ditandai dengan artritis yang
turun . Pada pemeriksaan patologi anatomi bercak hanya tidak bertambah meskipun telah lebih 6 bulan, sedangkan
didapatkan edema dan inflitrasi periartrikuar. 1 pada kelompok ekstensif artritisnya semakin meluas
Gejala lainnya berupa kelelahan, iritatif, nyeri otot dan setelah 6 bulan. Angka mortalitasnya rendah dengan
hepatosplenomegali. Pada beberapa pasien didapatkan komplikasi yang paling sering adalah kerusakan artikular
serositis atau perikarditis. Pada tiga perempat dari kasus maupun periartrikuler dan uvietis kronis.1•19
3154 REUMATOLOGI

Entesitis yang Terkait dengan Artritis


Didapatkan hanya 15-20% dari ARJ biasanya menyerang
anak umur 8 tahun dengan HLA 827 positif, artritisnya
asimetris menyerang sendi besar, keluhan yang sering
dijumpai adalah nyeri pinggang khususnya pagi hari,
kesulitan duduk maupun berdiri lama, jarang sekali bisa
tidur nyenyak, pada pemeriksaan fisik didapatkan entesitis
pada patela atau kalkaneus gambaran sendi sakroilika
pada awal penyakit normal. Artritis psoriatik hanya terjad i
sekitar 40-50% kasus.1•23 •24

A B

Gambar 3. Artritis pada lutut kanan

Poliartritis
lnsidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerang
wanita, gambaran artritisnya mi rip pada reumatoid artritis Gambar 5. A) Sendi sakroilika; B) Artritis Psoriatik
dewasa, lebih banyak menyerang wanita, umur sekitar 12-
16 tahun, biasanya disertai gejala sistemik yang ringan, RF
bisa positif maupun negatif. Gejala lainnya lemah, demam, DIAGNOSIS
penurunan berat badan, dan anemia. 1
Uveitis sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya Pemeriksaan Laboratorium
bersifat simetris, baik pada sendi kecil maupun besar, Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah
tetapi dapat pula diawali dengan artritis yang hanya pada pemeriksaan darah lengkap, urinalisa lengkap, faal
beberapa sendi dan baru beberapa bu Ian kemudian terjadi hati, faal ginjal, tes ANA, dan reumatoid faktor. Pada
poliartritis, sendi servikal C1-C2 seringkali terkena dan ARJ didapatkan kadar CRP yang meningkat khususnya
seringkali menimbulkan subluksasi. 1·21 pada kelompok sistemik artritis, selain peningkatan CRP
Pada kelompok RF positif biasanya pada usia yang terdapat pula peningkatan LED, C3, C4, amyloid serum,
lebih muda, ditandai erosi sendi yang hebat, dengan feritin, kadar trombosit, dan leukosit Protein-protein ini
manifestasi ekstra artrikuler jarang, 50% dari poliartritis selain disintesa hati tetapi juga disintesa makrofag dan
dengan RF positif didapatkan tes ANA positif, dan RF sel endotel di daerah inflamasi . CRP yang disintesa di
negatif hanya terdapat 25%.1 hati pembentukannya dirangsang oleh IL-6, karena CRP

Gambar 4. Poliartritis pad a jari-jari tangan Gambar 6. Foto radiografik


ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3155

merupakan komponen komplemen. Peningkatan CRP ini KLASIFIKASI


merefleksikan aktivasi komplemen yang meningkat, CH 50,
C3, C4 tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit karena Ada 2 kriteria klasifikasi yaitu klasifikasi yang dipakai USA
adanya peningkatan komponen . dan klasifikasi menurut EULAR, Klasifikasi yang di pakai di
USA ditetapkan tahun 1973 dan telah direvisi tahun 1977,
Pemeriksaan Radiologi sedangkan kriteria yang baru oleh EULAR ditetapkan pada
Tidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran tahun 1995. Perbedaan kedua kriteria ini adalah sebagai
erosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakanjaringan berikut: (tabel 1).
lunak, sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada Menurut kriteria ARJ yang di pakai di USA, artritis ini
kelompok poliartikular. dibagi dalam 3 subtipe berdasarkan gejala penyakit yang
berlangsung minimal terjadi selama 6 bulan
Diagnosis Banding 1. Sistemik : ditandai dengan demam tinggi yang
Diagnosis banding pada ARJ antara lain : 25 mendadak disertai bercak kemerahan dan manifestasi
1. lnfeksi: bakteri, virus, tuberkulosis ekstraartikular lainnya.
2. Post infeksi streptococcus 2. Pauciartikular ditandai dengan artritis yang mengenai
3. Trauma sendi ~ 4
4. Kelainan hematologi: leukemia, hemofilia 3. Poliartikular ditandai dengan nyeri sendi ~ 5
5. Penyakit kolagen

Tabel 1: Perbedaan Krlteria Diagnosis Artritis Rematoid Juvenil


ARJ (USA) Artritis Kronik Juvenil (EULAR)
Umur saat onset <16 tahun <16 tahun
Lama sakit > 6 bulan > 3 bulan
Tanda artritis Bengkak, efusi, nyeri tekan ROM terbatas, hangat
pada perabaan
Subtipe setelah 6 bulan Pauciartikular ~ 4 Pauciartrikuler 5 4
Poliartikular ~ 4 Poliartikular ~ 5
Artritis sistemik lgM RF+
lgM RF -
Artritis sistemik
Psoriatik artritis
Entesitis
Lain-lain

Tabel 2. Klasifikasi Juvenil ldlopatik Artritis Menurut EULAR


Penya kit Kriteria Eksklusi Diskripsi
Artritis Demam setiap hari Menyingkirkan infeksi Umur saat artritis.
sistemik Minimal selama 2 mgg keganasan Pola artritis pada 6 bulan pertama:
Artritis Oligoartritis/poliartritis/tanpa artritis.
Disertai satu atau lebih dari Pola artritis setelah 6 bulan oligoartritis,/
berikut ini : poliartritis/tanpa artritis.
• Bercak kemerahan yang Reumatoid faktor positif kadar CRP
tidak menetap meningkat
• Limfadenopati,
• Serositis,
• hepatosplenomegali
Oligoartritis Artritis 1-4 sendi pada 6 bulan Riwayat keluarga + psoriasis, Umur saat arytritis
awal dibagi dalam 2 ankilosing spondilitis (HLA Pola artritis 6 bulan
kelompok. B27). Hanya sendi besar
Persistent: menyerang tidak Reumatoid faktor + laki- Hanya sendi kecil
lebih dari 4 sendi. laki HLA B27+, munculnya Terutama ekstremitas bawah
Ekstensif: menyerang >4 sendi artritis setelah 8 tahun Artritis simetris
setelah 6 bulan pertama. menderita artritis sistemik Uveitis anterior
Tes ANA positif
HLA klas 1/11 faktor predeposisi
3156 REUMATOLOGI

Poliartritis Artritis > 4 sendi pada 6 bu Ian RF positif Umur saat artritis
RF negatif Pertama RF negatif artritis sistemik Artritis simetris
Tes ANA positif
Uveitis akut/kron is
Poliartritis artritis > 4 sendi pada 6 bu Ian RF negatif Umur saat artritis
RF positif pertama RF positif artritis sistemik Artritis simetris
Tes ANA positif imunogenetik
artritis Artritis dan psoriasis dan minimal RF positif Umur saat artritis/psoriatik
psosiatis 2 gejala daktilitis, nail pitin- sistemik artritis Pola artritis 6 bulan pertama hanya send i
gonycho/ysis, dengan riwayat besar terutama ekstremitas bawah sendi
keluarga + psoriasis yg terserang khas, dan simetris.
Bentuk artritis :
Oligo/poliartrtis
Tes ANA positif
Uveitis anterior kronis/akut
Entesitis Artris & entesitis artritis atau Riwayat keluarga + Umur saat terjadinya artritis/entesitis
terkait artri - entesitis dengan gejala psoriasis Pola artritis 6 bulan pertama hanya sendi
tis minimal 2 nyeri Sl/inflamasi besar terutama ekstremitas bawah sendi
spinal positif HLA B27 yang terserang khas, dan simetris
riwayat keluarga positif Bentuk artritis :
Oligo/poliartrtis
Tes ANA positif
Uveitis anterior kron is/akut

PENATALAKSANAAN pat ditoleransi pasien yang lebih dewasa, pemberiannya 4


kali sehari setelah makan, peningkatan kadar SGOT/SGPT
Tujuan pengobatan ARJ ini tidak hanya sekedar mengatasi dapat terjadi pada beberapa anak .
nyeri. Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi Tolmetin 25 mg/kg/hari, dengan dosis terbagi 4.
nyeri. Mencegah erosi lebih lanjut, untuk mengurangi Naproxen 15 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis.
kerusakan sendi yang permanen dan mencegah kecacatan Ibuprofen 35 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis.
sendi permanen . Modalitas terapi yang digunakan adalah Diklofenak 2-3 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis.
farmakologi maupun non farmakologi . Selain obat-obatan,
nutrisijuga tak kalah penting, karena diketahui bahwa pada DMARD (Disease Modifiying Antirheumatic Drugs)
penderita ARJ pertumbuhannya sangat terganggu baik Digunakan untuk menekan inflamasi dan erosi yang lebih
karena konsumsi zat gizi yang kurang atau menurunnya Ianjut
nafsu makan akibat sakit ataupun efek samping obat. 1. Hidroksiklorokuin: 4-6 mg/kg/hari, maksimal 300
mg/hari . Mempunyai efe k imunomodulator dan
Mengontrol Nyeri menghambat enzim kolagenase. Efek samping yang
Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah dan sering dilaporkan adalah toksik pada retina sehingga
masalahnya sangat komplek, karena pada umumnya anak- dianjurkan evaluasi retina tiap enam bulan , efek
anak belum dapat mengutarakan nyeri. OAINS merupakan samping lainnya urtikaria, iritas i salu ran cerna dan
anti nyeri pada umumnya yang dapat ditoleransi dengan supresi sumsum tulang, angka kesembuhan berkisar
baik oleh anak-anak . Sela in untuk mengurangi nyeri antara 15-75%.
OAINS juga berfungsi untuk mengontrol kaku sendi 2. Preparat emas oral maupun intra muskular dosis 5
dan efek analgesiknya cepat. Efek samping yang sering mg/m inggu dan dosis dapat ditingkatkan 0,75 - 1 mg/
dijumpai antara lain nyeri perut, anoreksia, gangguan kg/minggu . Efek samping : supresi sumsum tulang
fungsi hati, ginjal dan gastrointestinal. Nephritis Interstitial dan ginjal.
merupakan efek samping pada ginjal yang sering dijumpai, 3. D penisilamin : 10 mg/kg/hari, tidak banyak laporan
sehingga dianjurkan pemeriksaan urinalis is setiap tiga tentang efektivitas penggunaan obat ini.
bulan . Terdapat risiko peningkatan SGOT dan SGPT maka 4. Obat-obat sitotoksik:
dianjurkan evaluasi hati dilakukan secara teratur setiap 3-6 Azatioprin : Tidak banya k laporan tentang
bu Ian sekali, dan para orang tua harus tahu dan waspada pengunaan obat ini.
terhadap efek-efek samping ini .1 Macam OAINS yang Sulfasalazin juga dilaporkan efektif untuk
sering di-gunakan pada anak-anak : mengontrol ARJ, dosis yang dianjurkan 50 mg/kg/
Aspirin 75 -90 mg/kg/hari, dosis yang lebih tinggi da- hari sampai 2,5 gr/kg/hari, tidak dianjurkan untuk
ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3157

anak-anak yang sensitif terhadap sulfasalazine. karena kerusakan pusat pertumbuhan tulang atau general
Metrotreksat: dosis 10 mg permeter luas tubuh/ karena asupan nutrisi yang kurang dan menurunnya
minggu, dilaporkan bahwa metrotrexate aman produksi insulin like growth factor. Anak-anak dengan
digunakan jangka panjang, saat ini metrotreksat inflamasi kronik mempunyai risiko untuk terjadi malnutrisi
lebih banyak dipilih oleh para rematologis oleh oleh karena menahan sakit yang menyebabkan nafsu
karena efek sampingnya yang lebih ringan dan makan menurun, dengan demikian jumlah kalori yang
memberikan respons yang sangat tinggi . Efek didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping
samping metrotreksat yang tersering yaitu obat-obatanjuga mempengaruhi penurunan nafsu makan.
oral ulcer, gangguan gastrointestinal, supresi Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan antara
sumsum tulang, gangguan fungsi hati. Dilaporkan lain OAINS, klorokuin . Penyebab lain penurunan nafsu
kejadiannya sangat tinggi, hal ini dapat dikurangi makan adalah adanya peradangan pada sendei temporo
dengan cara mengurangi konsumsi alkohol dan mandibula. 1
mengurangi obat-obat hepatotoksik.28 Obesitas mungkin dijumpai pada beberapa kasus, hal
Leflunomid: tidak banyak laporan tentang peng- ini disebabkan oleh karena kurangnya aktivitas, makanan
gunaan leflunomid pada ARJ meskipun banyak yang berlebihan atau akibat efek samping kortikosteroid .
laporan tentang efektivitas obat ini pada artritis Dalam penanganan diet pada anak sangatlah komplek.
Reumatoid dewasa. Vitamin, zat besi, dan kalsium sangat dibutuhkan untuk
Etanercept: belum banyak anjuran meskipun pertumbuhan anak, oleh karena itu sebaiknya perlu
beberapa penelitian menunjukkan hasil yang baik. ditambahkan pada diet. Pada pemakaian steroid jangka
lnfliximab laporan penggunaan infliximab pada panjang maka diperlukan vitamin D. Dosis untuk anak
ARJ juga masih belum banyak. umur 1- 10 tahun adalah vitamin D 4001U dan kalsium
400 mg sedangkan kalsium 800 mg digunakan pada anak
Glukokortikoid lebih dari 10 tahun .1•29
Baik untuk mengontrol gejala sistemik artnt1s ,
perikarditis, dan demam. Dosis yang dipakai 0,5-2 mg/
kg/hari, dosis tinggi hanya digunakan pada kasus-kasus KOMPLIKASI
yang berat. lnjeksi intra artikular bermanfaat untuk
artritis yang tidak terlalu banyak menyerang sendi . Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari
Pada kasus dengan anterior uveitis biasanya diberikan ARJ antara lain 26 :
topical kortikosterois, bila memberat dapat diberikan Gangguan pada mata. Beberapa tipe ARJ dapat
per oral dengan dosis 30 mg/kg/hari selama 3 hari menyebabkan peradangan mata. Jika kondisi ini tidak
berturut-turut. Pada kasus uveitis yang berat yang diobati, dapat menyebabkan katarak, glaukoma dan
tidak respons dengan kortikosteroid dapat diberikan bahkan kebutaan . Radang mata sering terjadi tanpa
imunosupresan. gejala, sehingga penting untuk anak-anak dengan
rheumatoid arthritis untuk diperiksa secara teratur
Fisioterapi oleh dokter mata.
Banyak manfaat didapat dengan fisioterapi, kegunaannya Gangguan pertumbuhan. Artritis Reumatoid Juvenil
antara lain untuk mengontrol nyeri dengan cara (ARJ) dapat mengganggu perkembangan tulang dan
pemasangan bidai, terapi panas dingin, hidroterapi pertumbuhan anak. Beberapa obat yang digunakan
dan TENS: transcutaneous electrical nerve stimulators. untuk mengobati ARJ, terutama kortikosteroid dapat
Hidroterapi pemanasan dengan air pada suhu 96° F sangat menghambat pertumbuhan.
membantu mengurangi nyeri. Selain dapat membantu
mengurangi nyeri, fisioterapi berguna bagi anak-anak
untuk melakukan peregangan otot yang dapat berguna PENCEGAHAN
memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif sangatlah
diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Mencegah Nyeri dan Bengkak pada Sendi
Latihan aktif, dengan atau tanpa beban sangat membantu Anak-anak yang menderita ARJ harus hati-hati dalam
menambah massa otot. Fisioterapi juga berguna untuk melakukan aktivitas dan mendapatkan waktu istirahat
mempertahankan fungsi gerak sendi serta mempetahankan yang cukup. Disarankan pada anak-anak yang menderita
pertumbuhan normal. 1 ARJ untuk tidak melakukan aktivitas yang berlebihan saat
penderita dalam kondisi baik atau tidak kambuh . Aktivitas
Pengelolaan Nutrisi yang terlalu banyak dapat menyebabkan rasa sakit yang
Seringkali didapatkan gangguan pertumbuhan, baik lokal lebih parah.
3158 REUMATOLOGI

Batasi keg iatan anak dari aktivita s yang dapat me- 7. Murray K, Thomson SD, Glass DN. Pathogenesis of juvenile
nyebabkan stres send i seperti berla ri atau olahraga se- chronic arthritis: genetic and environmental factors. Arch Dis
Child. 1997. 77:530-534.
lama masa kekambuhan . Lakukan kompres hangat (t ida k 8. Jarvis JN, Dozrnorov I, Jiang K, Frank MB, Szodoray P, Alex P
terlalu panas/aman pada kul it) pada send i yang saki t and Michael C. Novel approaches to gene expression anlysis
atau kaku . of active polyarticular juvenile rheumatoid arthritis. Arthritis
Res Ther. 2004. 6:R15-R32.
9. Thompson SD, Grom AA, Luyrink LK, Passo M, Glass DN
Mencegah Morning Stiffness and Enrnund C. Dominant T-cell-Receptor p chain variable
Morning stiffness se ring te rjad i pada penderita ARJ. region V p14+ clones in juvenile rheumatoid arthritis. Proc
Natl Acad Sci. USA. 1993. 90:11104-11108.
Kekakuan sen di berkurang j ika sen di tetap dalam kondisi
10. Thompson SD, Luyrink LK, Graham BT, Soras M, Ryan M ,
hangat se lama malam hari dengan cara menggunakan Passo MH and Glass DN. Chernokin reseptor CCR4 on CD+4
sleeping bag, heated water bag, atau selimut li stri k yang T cells in juvenile rheumatoid arthritis synovial fluid defines
dapat menjaga sendi tetap hangat. Biasakan untuk mandi a subset of cells with increased IL-4:IFN-y rnRNA ratios. The
Journal Of Immunology. 2001 . 166:6899-6906.
air hangat setiap pagi untuk meringankan kaku send i. 11. Sallusto F, Mackay CR, and Lanzavecchia A. Selec tive
expression of the eotaxin receptor CCR3 by human T helper
2 cells. Science. 1997. 277(5334):2005-7.
12. Gerber BO, Zanni MP, Uguccioni M, Loetscher M, Mackay CR,
PROGNOSIS Pichler WJ, et al. Functional expression of the eotaxin receptor
CCR3 in T lymphocytes co-localizing with eosinophils. Curr
Perjalanan penyakit ARJ bervaria si, be ratnya penyakit Biol. 1997. 7:836.
sangat terkait dengan umur saat terdiagnosi s dan tipe 13. Zingoni A, Soto H , Hedrick JA, Stoppacciaro A, Storlazzi
CT, Sinigaglia F, et al. The chernokine receptor CCR8 is
, artritisnya. Tipe yang si stem ik mempunyai prognosis lebih preferentially expressed in Th2 but not Thl cells. J. Immunol.
buruk di banding dengan t ipe poliartritis. 25% pasien ARJ 1998. 161:547.
dengan tipe poliartritis mengalami rem isi dalam waktu 14. Aggarwal A, Bhardwaj A, Alam Sand Misra R. Evidence for
activation of the alternate complement pathway in patients
5 tahun, dan hanya 60% penderita ARJ tipe poliartritis
wi th juvenile rheumatoid arthritis. Rheurnatology 2000;
mengalami erosi sendi .27 39:189-192.
Beberapa faktor indikator prognosis : 15. de Graeff-Meeder ER, van Eden W, Rijkers GT, Prakken BJ,
1. Kaku sendi yang pe rsisten Kuis W, Voorhorst-Ogink MM, et al. Juvenile Chronic artrhtis:
T cell reactivity to h uman HSP60 in patients with a favorable
2. Tenosinovitis course of arthritis. J Clin Inves t. 1995. 95(3):934-40.
3. Nodul Subkutan 16. Miinz C, Ltinernann JD, Getts MT and Miller SD. Antiviral
4. Tes ANA+ immune responses: triggers of or triggered by autoimmunity?
Nature Reviews Immunology. 2009. 9:246-258.
5. Artritis pada jari tangan dan kaki pada awal penya kit 17. Schwarz-Eywill M, Heilig B, Bauer H , Breitbart A, Pezzutto
6. Erosi yang progresif A. Evalua tion of serum ferritin as a marker for adult Still>s
7. Pauciartrikuler tipe ekstensif. d isease activity. Annals ofthe Rheumatic Diseases 1992; 51:
683-685.
18. Calabro JJ, Marchesano JM. Rash associated with juvenile
rheumatoid arthritis. J Pediatr 1968;72:611-619.
REFERENSI 19. Prieur AM, An sel BM, Bardfeld R, et al. Is onset type
evaluated during the first three months of disease satisfactory
1. Warren RW,Perez MD, Curry MR, Wilking AP and Myones for defining the sub-grou ps of juvenile chronic arthritis? A
BL. Juvenile Id iopathic Arth ritis (Juvenile Rheumatoid EULAR cooperative study (1983-1986). Clin Exp Rheumatol.
Arthritis ). In Arthritis and allied conditions a textbook of 1990. 8:321-325.
rheurnatology. 14 ect edition. Lippincott Williams & W ilkins. 20. Juvenile rheumatoid arthritis. Pediatric orthopedics. Accessed
Philadelphia. 2005. 1270-1323. Jan. 10, 2012; Available frorn:http:/ / pediatric-orth opedics.
2. Peterson LS, Mason T, Nelson AM, et al. Juvenile rheumatoid org/ from-todd ler-to-adolescence/ 41-juvenile-rheurnatoid-
arthritis in Rochester, Minnesota 1960-1993: is the epidemiology arthritis.htrnl
changing? Arthritis Rheum 1996;39:1385- 1390. 21. Kanski JJ. Screenin g for uveitis in juvenile chronic arthritis.
3. Kiess ling U, Doring E, Listing J, e t al. Incidence and Br J Ophthalrnol 1989;73:225-228.
prevalence of juvenile chronic arthritis in East Berlin 1980- 22. Ostendorf B, Iking-Konert C, Cohnen M, et al. Finger joint
1988. J Rheurnatol 1998;25:1837-1843. swellings in a teenager: juvenile rheumatoid arthritis or a
4. Cassidy JT, levinson JE, Bass JC, Baum J, Brewer EJ. Jr, Fink psychiatric disorder? Ann Rheum Dis 2005;64:501-502.
CW, et al. A Study Of Classification Criteria For A Diagnosis 23. Lambert JR, Ansell BM, Stephenson E, et al. Psoriatic arthritis
Of Juvenile Rheumatoid Arthritis. Arthrilis and Rheumatism in childhood. Clin Rheum Dis 1976; 2:339.
1986; 29(2):274-281. 24. Shore A, Ansell BM. Juvenile psoriatic arthritis -an analysis
5. Schwartz MM, Simpson P, Kerr KL, et al. Juvenile rheumatoid of 60 cases. J Pediatr 1982;100:529-535.
arthritis in African Americans. J Rheurnatol 1997;24:1826- 25. Kirn KH and Kirn DS. Juvenile idiopathic arthritis: Diagnosis
1829. and differential diagnosis. Korean J Pediatr 2010;53(11):931-
6. Hinks A, Ke X, Barton A, FRCP, Eyre S, Bowes J, et al. 935.
Association of the IL2RA/CD25 Gene With Juvenile Idiopathic 26. Mayo Clinic staff. Juvenile rheumatoid arthri tis. Oct. 20,
Arthritis. Arthritis Rheum . 2009; 60(1): 251-257. 2011(Accessed Jan. 10, 2012); Available from: http:/ /www.
rnayoclinic. co rn/ hea Ith/ juvenile-rheu ma to i d -ar thri tis /
ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3159

DS00018/DSECTION=complications.
27. Ilowite NT. Current Treatment of Juvenile Rheumatoid
arthritis. Pediatric. 2002. 109-115.
28. Gottlieb BS, Keenan GF, Lu Theresa and Ilowite NT.
Discontinuation of methotrexate in juvenile rheumatoid
arthritis. Pediatric. 1997. 100:994-997.
29. Lovell DJ, White PH. Growth and nutrition in JRA. In: Woo P,
White PH, Ansell BM, eds. Paediatric rheumatology update.
Oxford: Oxford University Press, 1990:47.
414
SINDROM SJOGREN
Yuliasih

PENDAHULUAN reumatik lainnya. Gejala klinik pada awal penyakit sering


kali tidak spesifik. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat
Sindrom Sjogren (SS) adalah penyakit sistemik autoimun sekitar 2-4 juta orang yang menderita SS, namun hanya
yang mengenai kelenjar eksokrin dengan perkembangan lima puluh persennya saja yahg tegak diagnosisnya, dan
penyakit yang lam bat. Gejala kliniknya tidak terbatas hanya hampir 60% ditemukan bersamaan dengan penyakit
pada gangguan sekresi kelenjar tetapi disertai pula dengan autoimun lainnya antara lain reumatoid artritis, SLE, dan
gejala sistemik atau ekstra glanduler. Gejala awal biasanya skleroderma. 1•2•3
ditandai dengan mulut dan mata terasa kering, kadang-
kadang disertai dengan pembesaran kelenjar parotis.
Secara histopatologi kelenjar eksokrin penuh dengan PATOGENESIS
infiltrasi limfosit yang mengganti epitel yang berfungsi
untuk sekresi kelenjar (exocrinopathy). Patogenesisnya Patogenesis SS sampai saat ini belum diketahui dengan
dikaitkan dengan adanya autoantibodi yaitu anti-Ro (SS-A) jelas, diduga terkait dengan faktor genetik, lingkungan
dan anti-La (SS-B). 1 dan infeksi . lnfeksi virus diduga paling dominan berperan
Sindrom Sjogren (SS) dibagi menjadi 2 kelompok dalam patogenesis SS. Salah satu virus yang dikelompokkan
berdasarkan penyakit yang mendasari. Disebut primer sebagai pencetus SS adalah cytomegalovirus. Faktor
bila tidak terkait dengan penyakit autoimun yang lain, genetik yang terkait dengan SS primer adalah haplotipe
dan sekunder bila ada penyakit autoimun yang mendasari HLA-DR. Sindrom Sjogren (SS) merupakan penyakit yang
misalnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Rheumatoid sangat komplek dan mengakibatkan aktivasi banyak sistem
Arthritis (RA), skleroderma. Sindrom Sjogren (SS) pertama imunologi . Sindrom Sjogren (SS) juga ditandai disregulasi
kali dilaporkan oleh sarjana Hadden, Leber dan Mikulicz dan hiperaktivitas dari sel B. 4
tahun 1800, kemudian Henrik Sjogren di Swedia tahun Sindrom Sjogren (SS) merupakan penyakit akibat
1933 melaporkan bahwa SS terkait dengan poliartritis dan kerusakan kelenjar acini dari kelenjar eksokrin, karena
penyakit sistemik lainnya. Pada tahun 1960 baru ditemukan infiltrasi limfosit. lnfiltrasi limfosit ini didominasi oleh sel B
adanya autoantibodi anti-Ro dan anti-La. Sinonim SS ini dan sel T.5 Hal ini sesuai dengan gambaran histologi yaitu
antara lain Mickulicz's disease, Gougerot's syndrome, Sicca infiltrasi limfosit pada kelenjar eksokrin yang menyebabkan
syndrome dan autoimune expcrinopathy. 1 degenerasi mikroskopis, atropi dan penurunan fungsi dari
kelenjar. lnfiltrasi inijuga bisa didapatkan pada paru, otak,
serat saraf, sendi, ginjal, kelenjar tiroid dan hati . Pada
EPIDEMIOLOGI kelenjar saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut
dan mata kering . Peradangan yang terjadi pada kelenjar
Sindrom Sjogren (SS) bisa ditemukan pada semua kelompok eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai sebagai
umur, dan lebih banyak ditemukan pada wanita dengan pembesaran kelenjar.1
perbandingan antara wanita dan pria 9:1. Prevalensinya Gambaran serologi yang didapatkan pada SS yaitu
sampai saat ini belum diketahui dengan pasti karena didapatkan antibodi Ro dan La pada tes ANA yang
seringnya sindrom ini tumpang tindih dengan penyakit menunjukkan gambaran speckled. Kedua antibodi ini
SINDROM SJOGREN 3161

ditemukan sejak tahun 1984. Antibodi Ro (SS-A) dikenal Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritis yang
sebagai ribonukleoprotein partikel yang terdiri dari khas pada SS dan Raynaud's phenomena merupakan
molekul human cytoplasmic (hY)-RNA, sedangkan anti- gangguan vaskular yang sering ditemukan, biasanya
La (SS-B) juga suatu ribonukleoprotein partikel yang tanpa disertai telangiektasis ataupun ulserasi pada jari-
dihubungkan dengan RNA polimerase 111. 1•22 Adanya jari. Manifestasi ekstra glandular la innya tergantung
antibodi Ro dan anti-La ini dihubungkan dengan gejala pada penyakit sistemik yang terkait misalnya RA, SLE,
awal penyakit, lama penyakit, pembesaran kelenjar dan sistemik sklerosis . Meskipun sindrom Sjogren
parotid yang berulang, splenomegali, limfadenopati . tergolong penyakit autoimun yangjinak, sindrom ini bisa
Anti-La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit pada berkembang menjadi suatu malignansi. Hal ini diduga
kelenjar eksokrin minor. Hiperaktivitas oligoklonal serta karena adanya transformasi sel B ke arah keganasan .1•8
monoklonal gammopati merupakan kelainan imunologi
humoral yang dijumpai pada SS.1•23 Produksi globulin
dan autoantibodi melalui infiltrasi pada kelenjar eksokrin label 1. Penyakit Sistemik yang Terkait dengan
Sindrom Sjogren
minor. Selain antibodi Rodan Lajuga ditemukan antibodi
ANA dan lgM Rheumatoid Factor.1•6 Artritis Rematoid
Sistem imun selular dan humoral mendasari Lupus Eritematosus Sistemik
Skleroderma
patofisiologi SS. Bukti adanya keterlibatan sistem Mixed connective tissue disease
humoral ini bisa dilihat adanya hipergammaglobulin dan Sirosis biliari Primer
terbentuknya autoantibodi. Autoantibodi yang dapat di Miositis
deteksi pada SS ini ada dua jenis yaitu: Vaskulitis
Tiroiditis
1. Antibodi terhadap organ spesifik: autoantibodi
Hepatitis kronik aktif
terhadap kelenjar saliva, tiroid, mukosa gaster, eritrosit, Mixed cryoglobulinemia
pankreas, prostat dan serat syaraf. Autoantibodi ini di
jumpai sekitar 60% penderita SS.
2. Antibodi terhadap organ non spesifik: Reumatoid Eksokrinopati
faktor, ANA, anti-Ro, anti-La.
a. Mata
Gambaran histopatologi pada kelenjar eksokrin Menurunnya produksi air mata dapat merusak
yang ditemukan yaitu infiltrasi limfosit T dan B terutama
epitel kornea maupun konjungtiva . Bila kondisi ini
didaerah sekitar saluran kelenjar atau duktus. Gambaran berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva akan
histopatologi ini dapat ditemui di kelenjar saliva, lakrimal mengalami iritasi kronik . lritasi kronik pada epitel
serta kelenjar eksokrin yang lainnya misalnya di kulit, kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinik
saluran nafas, saluran cerna, dan vagina .1
keratokonjungtivitis Sicca. Gejalanya yaitu pasien
Fenotif limfosit T yang mendominasi adalah sel T mengeluh rasa panas seperti terbakar, seolah-olah
CD4+, sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara di dalam kelopak mata seperti ada pasir atau benda
lain IL-2, IL-4, IL-6, IL-1~ dan TNF-a. Sitokin-sitokin ini asing, gatal, mata merah dan fotosensitif. Pada
mengubah fungsi sel epitel dalam mempresentasikan pemeriksaan didapatkan pelebaran pembuluh darah
protein, merangsang apoptosis sel epitelial kelenjar di daerah konjungtiva, perikornea dan pembesaran
melalui regulasi FasY kelenjar lakrimalis.1·3·9

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik sindrom Sjogren sangat luas, berupa


suatu eksokrinopati yang disertai gejala sistemik
atau ekstra glanduler. Xerostomia dan xerothrachea
merupakan gambaran eksokrinopati pada mulut.
Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata kering
atau kerato-konjungtivitis sicca akibat mata kering. Gambar 1. Keratokunjungtivitis sicca
Manifestasi ekstra glandular dapat mengenai paru-paru,
ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yang b. Orofaringeal
dijumpai pada SS, sama seperti penyakit autoimun lainnya Keluhan xerostomia merupakan eksokrinopati pada
dapat berupa kelelahan demam, nyeri otot, artritis.1•8 kelenjar ludah yang menimbulkan keluhan mulut
REUMATOLOGI
3162

kering karena menurunnya produksi kelenjar saliva. Tabel 2. Manifestasi Kulit pada Sindom Sjorgren
Akibat mulut kering ini seringkali pasien mengeluh primer
kesulitan menelan makanan dan berbicara lama. Selain a. vaskulitis kutaneus
itu kepekaaan lidah berkurang dalam merasakan sindrom sjogren yang terkait dengan vaskulitis
makanan, gigi banyak yang mengalami karies. Pada pembuluh darah kecil
pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut yang vaskulitis kryoglobulinemia
kering dan sedikit kemerahan, atropi papila viliformis vaskulitis urtikaria
vaskulitis leukoklastik
pada pangkal lidah, serta pembesaran kelenjar
sindrom sjogren yang terkait dengan vaskulitis
pa rot is. 1.3.9, 10
pembuluh darah sedang
b. Manifestasi kutaneus yang lain
fotosensitive cutaneus lesions
erythema nodosum
livedoretikularis
trombositopenic purpura
lichen planus
vitiligo
nodular vaskulitis
cutaneus amyloidosis
(a) (b) granuloma anuler
Gambar 2. a) Atropi papila filiformis pada pangkal lidah, serta granulomatus panikulitis
b) pembesaran kelenjar parotis

c. Organ lain c. Manifestasi pembuluh darah


Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta Vaskulitis ditemukan hanya sekitar 5% kasus dapat
orofaring yang mana sering kali menimbulkan suara mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil
parau, bronkhitis berulang serta pnemonitis. Gejala dengan manifestasi klinik berbentuk purpura .
lain yang mungkin dijumpai adalah menurunnya Urtikaria yang berulang , ulkus kulit dan mono-
neuritis multipel, vaskulitis pada organ internal jarang
fungsi kelenjar pankreas.1
ditemukan berdasarkan infiltrasi sel nya vaskulitis
terdapat 2 macam bentuk, dengan infiltrasi sel
Manifestasi Ekstraganduler
mononuklear dan neutrofil, bentuk vaskulitis dengan
a. Manifestasi kulit tipe infiltrasi sel neutrofil seringkali dihubungkan
Manifestasi kulit merupakan gejala ekstraglanduler dengan hipergammaglobulinemia.1· 12
yang paling sering dijumpai, dengan gambaran Fenomena Raynaud's dijumpai pada 35% kasus
klinik yang luas. Ku lit kering dan gambaran vaskulitis dan biasanya muncul setelah sindom Sicca terjadi
merupakan keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi bertahun-tahun, dan tanpa disertai teleangiektasis
vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh darah dan ulserasi seperti pada skleroderma.3
sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah
sedang biasanya terkait dengan krioglobulin, dan d. Manifestasi pada ginjal
Keterlibatan ginjal hanya ditemukan pada sekitar
vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura.
10% kasus . Manifestasi yang tersering berupa
Dikatakan bahwa vaskulitis di kulit merupakan petanda
kelainan tubulus dengan gejala subklinis. Gambaran
prognosis buruk.1
kliniknya dapat berupa hipofosfaturia, hipokalemia,
b. Manifestasi pada paru hiperkloremik, Renal Tubular Asidosis (RTA) tipe distal.
Manifestasi paru yang paling menonjol adalah Gambaran RTA tidakjelas sering dijumpai di klinik dan
keterlibatan bronkial, bronkiolar dan saluran nafas kecil. acapkali menimbulkan komplikasi batu kals ium dan
fntersititial lung disease lebih sering dijumpai pada SS gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia seringkali
primer dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit dijumpai diklinik dengan manifestasi kelemahan
pada jaringan intersisiel atau fibrosis berat. Adanya otot. Pada biopsi ginjal didapatkan infiltrasi limfosit
pembesaran kelenjar limfa parahilar yang sering pada jaringan intersis ial. Manifestasi glomeruler
menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma).1·11 kondisinya lebih serius dan biasanya terkait dengan
Manifestasi paru pada SS primer dan sekunder krioglobulinemia. 1·12•13
memberikan gambaran yang berbeda . Pada SS
sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh e. Manifestasi neuromuskular
Manifestasi neurologi diakibatkan vaskulitis pada
penyakit yang mendasari .1
SINDROM SJOGREN 3163

sistem saraf dengan manifestasi klin ik neuropati pada SS primer, hipergamaglobulinemia ditemukan
perifer. Neuropati kranialjuga dapat dijumpai pada SS. hampir pada 80% kasus.12
Gambaran klinik neuropati kranial biasanya mengenai
serat syaraf tunggal, misalnya neuropati trigeminal,
atau neuropati optik. Neuropati sensorik merupakan Tabet 4. Kriterla Sindrom Sjogren 1a
komplikasi neurologi yang tersering pada sindrom Kriteria Sindrom Sjogren
Sjogren kemungkinan terjadi kerusakan neuron 1. Gejala mulut kering
sensorik pada dorsal root dan ganglia gasserian . 2. Gejala mata kering
3. Tanda mata kering dibuktikan dengan tes shcimer
Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan
atau tes rose bengal
enzim otot dalam batas normal. 1•12. 14 4. Tes fungsi kelenjar saliva, abnormal flow rate
dengan scintigrafi atau sialogram
5. Biopsi kelenjar ludah minor
Tabel 3. Manifestasi pada Sistem Saraf Pusat Sjogren 6. Autoantibodi (SS-A, SS-B)
Sindrom Primer
Multiple sklerosis like disease
Mieolapati : Akut dan kronik myelitis DIAGNOSIS
Central pontine myelinalisis
Parkinson
Banyak gejala SS yang tidak spesifik sehingga seringkali
Dystonic spasme
Bell's palsy menyulitkan dalam menegakkan diagnosis. Ketepatan
Neuritis optik membuat diagnosis memerlukan waktu pengamatan yang
CNS vaskulitis panjang. Oleh karena manifestasi yang luas dan tidak
CNS T lymphoma spesifik akhirnya American European Consensus Group
Cerebral amyloid angiopathy (2002) membuat suatu konsensus untuk menegakkan
diagnosis SS.2° Kriteria ini mem-punyai sensitivitas dan
spesifisitas sebesar 95%. 12 Kriteria ini membantu untuk
f. Gambaran gastrointestinal menegakkan diagnosis SS.
Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia, karena Diagnosis SS ditegakkan bila memenuhi 4 kriteria, 1
kekeringan daerah esofagus, mulut dan esofagus, diantaranya terbukti pada biopsi kelenjar eksokrin minor
selain itu faktor gangguan motilitas pada esofagus atau autoantibodi positif.
akan menambah kesulitan proses menelan. Mual dan
nyeri perut daerah epigastrik juga sering dijumpai.
Biopsi mukosa lambung menunjukan gastritis kron ik PENATALAKSANAAN
atropik yang secara histopatologi didapatkan infiltrasi
limfosit. Gambaran ini mirip seperti yang didapati Mata : Tes Schimer: Slit lamp + (puntata ketartitis).
pada kelenjar liur. Hepatomegali, antimitochondrial Tear Film break up time
antibodies (AMA) positif, peningkatan alkali fosfatase, Mulut: Pemeriksaan gigi, salivary flow rate, salivary
sirosis bilier primer (primary biliary cirrhosis) lebih scintigrafy
sering pada tipe primer.1·3 Biopsi kelenjar ludah minor
Sistemik; anamnesis dan pemeriksaan fisik
g. Artritis
Laboratorium : Darah lengkap, LED, CRP, fungsi hati,
Artritis didapatkan pada 50% kasus sindrom Sjogren.
fungsi ginjal, tes ANA, reumatoid faktor, TSH
Artritis mungkin muncul lebih awal sebelum gejala
Foto dada
sindrom Sicca. Artritis pada sindrom Sjogren tidak
Biopsi kelenjar liur minor, USG kelenjar liur, biopsi
bersifat erosif. Gejala lain yang mungkin dijumpai
sumsum tulang
yaitu artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartritis kronik.
ds-DNA, komplemen , marker hepatitis virus
Pada beberapa kasus ditemukan dengan Jaccoud's
Beberapa tes untuk mendiagnosis kerato konjung-
arthropathy.
tivitis
h. Manifestasi hematologi
Gambaran kelainan hematologi tidak spesifik seperti Schimer 's test:
pada penyakit autoimun lainnya . Pemeriksaan Tes ini digunakan untuk mengevaluasi produksi kelenjar
rutin laboratorik hanya didapatkan anemia ringan . airmata. Tes dilakukan dengan menggunakan kertas filter
Leukopenia hanya didapatkan pada 10% kasus, dengan panjang 30 mm. Caranya kertas diletakkan pada
peningkatan LED tanpa disertai peningkatan CRP khas kelopak mata bagian bawah dan di-biarkan selama 5
3164 REUMATOLOGI

2. diabetes melitus
3. sarkoidosis
4. infeksi virus
5. trauma
6. psikogenik

Sindrom mata kering bisa disebabkan oleh amyloidosis,


inflamasi kronik blefaritis, konjungtivitis, pemfigoid, Steven
Johnson Syndrom, hipovitaminosis A. Pembesaran kelenjar
Gambar 3: Schimer's Test
parotis juga ditemukan pada akromegali, hipofungsi
menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat seberapa panjang gonadal, penyakit metabolik, pankreatitis kronik, diabetes
pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan melitus, sirosis hepatis, infeksi virus.
kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka tes positif.1

Rose Bengal Staining KLASIFIKASI


Keratokonjunstivitis merupakan komplikasi pada kornea
dan konjungtiva akibat menurunnya produksi air mata. Kriteria klasifikasi sindrom Sjogren yang telah direvisi: 20·21
Pengecatan rose bengal menggunakan anilin yang dapat I. Gejala pada mata: satu jawaban positif pada paling
mewarnai epitel kornea maupun konjungtiva . Dengan tidak salah satu pertanyaan di bawah ini:
pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai 1. Apakah Anda mengalami masalah kekeringan
keratitis pungtata , bila dilihat dengan slit Lamp. Keratitis mata selama lebih dari 3 bulan?
pungtata ditandai dengan infiltrate sel radang pada 2. Apakah Anda mengalami rasa seperti terdapat
kornea. Tes tear film break up untuk melihat kecepatan pasir atau kerikil pada mata berulang?
pengisian flouresin pada kertas film .16 Tear film break 3. Apakah Anda menggunakan obat pengganti air
up merupakan dry eye test untuk pemeriksaan kerato- mata lebih dari 3 kali sehari?
konjungtivitis. II. Gejala pada mulut: satu jawaban positif pada paling
tidak salah satu pertanyaan di bawah ini:
Sialometri 1. Apakah Anda mengalami perasaan mulut kering
Sialometri adalah mengukur kecepatan produksi kelenjar setiap harinya selama dari berapa bulan?
liur tan pa adanya rangsangan, untuk mengukur produksi 2. Apakah Anda mengalami pembengkakan kelenjar
kelenjar parotis, submandibula, sublingual atau pun liur?
produksi kelenjar liur total. Pada SS terdapat penurunan 3. Apakah Anda selalu minum untuk membantu
kecepatan sekresi. 12 menelan makanan kering?
Ill. Tanda pada mata - bukti keterlibatan mata akan sah
Sialografi bila terdapat hasil positif pada paling tidak salah satu
Pemeriksaan secara radiologis untuk menetapkan kelainan tes di bawah ini:
anatomi pada saluran kelenjar eksokrin. Pada pemeriksaan 1. Tes Schirmer, dilakukan tanpa pembiusan (~5 mm
ini tampak gambaran telektasis.16 selama 5 menit)
2. Nilai pada Rose bengal atau nilai lainnya (~4
Skintigrafi menurut penialian van Bijsterveld)
Untuk mengevalusi kelenjar dengan menggunakan 99m
IV. Histopatologi: pada kelenjar saliva minor dengan
TCc, dengan pemeriksaan ini dilihat uptake 99m TC di mulut
mukosa yang normal bila dibiopsi tampak sel mucous
selama 60 menit setelah injeksi intravena.1
acini normal dan berisi lebih dari 50 limfosit per m2
per jaringan kelenjar.
Bio psi
Biopsi kelenjar eksokrin minor memberikan gambaran V. Kelenjar saliva yang terlibat memenuhi minimal satu
yang sangat spesifik yaitu tampak gambaran infiltrasi dari beberapa tes diagnostik di bawah ini:
limfosit yang dominan. 1 1. jumlah sekresi kelenjar ~ 1.5 ml dalam waktu 15
menit pada kelenjar ludah yang tidak mendapatkan
stimulasi
DIAGNOSIS BANDING 2. parotid sialografi menunjukkan adanya difus
sialektasis yaitu gambaran pungtata, kavitari atau
1. amiloidosis destruktif tanpa adanya bukti sumbatan pada
SINDROM SJOGREN 3165

saluran kelenjar mayor ducts. lnfeksi jamur. Orang dengan sindrom Sjogren lebih
3. SalivarissSkintigrafi menunjukkan gambaran gampang terkena sariawan dan infeksi jamur di
perlambatan uptake dan penurunan konsentrasi mulut.
atau perlambatan ekskresi dari kontras. Masalah penglihatan. Mata kering dapat menyebabkan
sensitivitas cahaya, penglihatan kabur dan ulkus
VI. Autoantibodi : muncul pada serum dengan jenis:
kornea.
1. antibodi untuk antigen anti-SSA (Ro) atau anti-
SSB (La) atau keduanya

PROGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Prognosis sindrom Sjogren berbeda-beda pada setiap
Prinsip penatalaksanaan hanya simptomatik dengan orang. Sindrom Sjogren dapat merusak organ penting
menggantikan fungsi kelenjar eksokrin, dengan cara tubuh . Rasa lelah dan sakit pada persendian juga dapat
mengganggu kenyamanan. Beberapa orang mungkin
memberikan lubrikasi. Lubrikasi pada mata kering dengan
hanya mengalami gejala ringan dan dapat diatasi secara
tetes mata buatan membantu mengurangi gejala akibat
simtomatik. Kebanyakan orang dengan sindrom Sjogren
sindrom mata kering, efek samping pemberian air mata
memiliki jangka hidup yang normal dan kualitas hidup
buatan adalah pandangan kabur sehingga bermanfaat bila
yang baik.1•16
diberikan malam hari. Untuk mengurangi efek samping
sumbatan drainage air mata pengganti air mata bisa
diberi kontak lensa, tetapi sayangnya resiko infeksi sangat
besar. Tetes mata yang mengandung steroid sebaiknya REFERENSI
dihindari karena merangsang infeksi, bila gagal dengan
1. Jonsson R, Haga H-J, Gordon T. Sjogren Syndrome. In:
terapi tersebut dapat diberikan secretogogueyaitu stimulat Arthritis and allied conditions a textbook of rheumatology.
muskarinik reseptor. Ada 2 jenis secretogogue yang beredar 12th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
dipasaran yaitu golongan pilokaepin dan cevimelin. Dosis 2005. 1736-1773.
2. Davidson KS, Kelly CA, Griffiths ID. Primary Sjogren's syn-
pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu sedangkan drome in the north east of England: a long-term follow-up
cevimelin 30-15 mg diberikan 3 kali sehari. 1 study. Rheumatology 1999;38:245-253.
Pengobatan xerostomia sangat sulit. Sampai saat ini 3. Monnoussakis MN. Sjogren' s syndrome. Orphanet encyclo-
pedia, Nov. 2001; available at: www.orpha.net/ data/patho/
belum ada obat yang dapat untuk mengatasinya. Pada GB/ uk-Sjogren.pdf.
umumnya terapi hanya ditujukan pada perawatan gigi, 4. Tzioufas AG, Wassmuth R, Dafni UG, et al. Clinical, im-
kebersihan mulut, merangsang kelenjar liur, memberi munological, and immunogenetic aspects of autoantibody
sintetik air liur. Air liur sintesis yang ada dipasaran yaitu oral production against Ro/SSA, La/SSB and their linear epitopes
in primary Sjogren' s syndrome (pSS): a European multicentre
balance. Obat ini tidak bertahan lama sehingga sangat baik study. Ann Rheum Dis. 2002;61(5):398-404.
kalau diberikan malam hari. Cara lain untuk mengurangi 5. Daniels TE. Salivary histopathology in diagnosis of Sjogren' s
xerostamia adalah merangsang sekresi kelenjar liur dengan syndrome. Scand J Rheumatol Suppl 1986;61:36 - 43.
6. Tzioufas AG, Manoussakis MN, Costello R, et al. Cryoglobu-
memberikan gula. Nasehat lainnya adalah hindari makanan linaemia in autoimmune rheumatic diseases. Arthritis Rheum
kering, merokok, dan obat-obat kolinergik .1•17·18 1986;29:1098-1104.
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskletal, 7. Tzioufas AG, Moutsopoulos HM. Sjogren' s syndrome. In:
Klippel J, Dieppe P, eds. Rheumatology. London: Mosby,
hidroksikloroquin digunakan untuk artralgia, mialgia,
1998:32:1-12.
hipergammaglobulinemia. Kortikosteroid sistemik 0,5 - 8. Hansen A, Lipsky PE and Domer T. Immunopathogenesis
1/kg/hari dan imunosupresan antara lain siklofosfamid of primary Sjogren's syndrome: implications for disease
digunakan untuk mengontrol gejala ekstra glanduler management and therapy. Curr Opin Rheumatol 2005;17:558-
565.
misalnya diffuse intertitial lung diseases, glomerulo-nefritis, 9. Price EJ and Venables PJW. Dry eyes and mouth syndrome
dan vaskulitis. - a subgroup of patients presenting with sicca symptoms.
Rheumatology. 2002. 41:416-425.
10. Daniels TE, Silverman S, Michalski JP, et al. The oral
component of Sjogren' s syndrome. Oral Surg Oral Med Oral
KOMPLIKASI Pathol 1975;39:875-885.
11. Papiris SA, Maniati M, Constantopoulos SH, Roussos C,
Komplikasi yang paling umum dari sindrom Sjogren Moutsopulos HM, and Skopouli FN. Lung involvement in
melibatkan mata dan mulut. 19 primary Sjogren Syndrome is mainly related to the small
airway disease. Ann Rheum Dis. 1999. 58:61-64.
Gigi berlubang. Karena air liur membantu melindungi gigi 12. Kassan SS and Moutsopulos HM. Clinical Manifestation and
dari bakteri yang menyebabkan gigi berlubang, gigi lebih Early diagnosis of Sjogren Syndrome. ARCH Intern Med.
rentan berlubang jika mulut dalam keadaan kering. 2004. 164:1275-1284.
3166 REUMATOLOGI

13. Cohen EP, Bastani B, Cohen MR, et al. Absence of H(+)-AT-


Pase in cortical collecting tubules of a patient with Sjogren' s
syndrome and distal renal tubular acidosis. JAmSoc Nephrol.
1992;3:264-271.
14. Kaltreider HB, Talal N. The neuropathy in Sjogren's syn-
drome: trigeminal nerve involvement. Ann Intern Med
1969;70:751-762.
15. Moore PM and Richardson B. Neurology of the vasculitides
and connective tissue diseases. J Neurol Neorosurg Psychia-
try.1998. 65:10-22.
16. Kruszka P and O'Brian RJ. Diagnosis and Management of
Sjogren Syndrome. Am Fam Physician. 2009. 79(6):465-470.
17. Wright WE. Management of otal sequel. J Dent Res
1987;66:699-702.
18. Oxholm P, Prause JU, Schi0dt M. Rational drug therapy rec-
ommendations for the treatment of patients with Sjogren' s
syndrome. Drugs 1998;56:345-353
19. Mayo Clinic staff . Sjogren' s Syndrome. Oct. 20,
2011(Accessed Jan. 10, 2012); Available from: http:/ /www.
mayoclinic.com/health/Sjogrens-syndrome/DS00147 /
DSECTION=complication.
20. Vitali C, Bombardieri S, Jonsson R, et al. Classification criteria
for Sjogren' s syndrome: a revised version of the European
criteria proposed by the American-European Consensus
Group. Ann Rheum Dis 2002; 61(6):554-8.
21. Wikipedia. Sindrom Sjogren. Accessed at: 2011 Sept 14.
Available from: http:/ /id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_
Sj6gren.
22. Gottlieb E, Steitz JA. Function of mammalian La protein:
evidence for its action in transcription termination by RNA
polymerase III. EMBO J 1989;8:851-861.
23. Sugai S, Shimizu S, Tachibana J, Sawada M, Hirose Y, Takigu-
chi T, Konda S. Monoclonal gammopathies in patients with
Sjogren's syndrome. Jpn J Med. 1988;27(1):2-9.
415
SPONDILITIS ANKILOSA
Jeffrey A.Ongkowijaya

PENDAHULUAN pada populasi kulit putih dibandingkan kulit hitam .


Populasi spondilitis ankilosa pada individu dengan
Spondilitis ankilosa merupakan prototipe dari spondilo- HLA-B27 positif mencapai 10-20% sedangkan jumlah
atropati seronegatif, yang terdiri atas artritis psoriatik, pasien spondilitis ankilosa yang menekspresikan HLA-
artritis reaktif dan artritis enteropati. Berasal dari bahasa B27 mencapai 80-95%.
Yunani ankylos yang berarti bengkok dan spondylos Perjalanan penyakit sangat bervariasi dari ringan
yang berarti vertebra. Spondilitis ankilosa merupakan tanpa gangguan status fungsional sampai berat dengan
inflamasi kronik yang melibatkan sendi-sendi aksial berbagai disabilitas. Keterlibatan vertebra merupakan
dan perifer, entesitis dan bisa mempunyai manifestasi determinan utama yang mempengaruhi status fungsional
ekstra -artikular. pasien.

ETIOLOGI

Etiologi dari spondilitis ankilosa belum diketahui.


Penelitian menunjukkan hubungan kuat dengan
H LA-B27 yang berarti ada faktor imun yang berperan,
dan diperlukan peran dari infeksi bakteri gram negatif
untuk mencetuskan penyakit. Hasil riset yang ada
menggambarkan peran Klebsiela pneumonia dalam
patofisiologi spondilitis ankilosa . Klebsiela mempunyai
6 asam amino yang homolog dengan HLA-B27 yang
men'g esankan adanya molecular mimicry. Ekspresi
Gambar 1: Famili Spondiloartropati seronegatif HLA-B27 menyebabkan peningkatan respon imunologik
atau setidaknya menyebabkan perubahan toleransi
Prevalensi spondiloartropati mencapai 1-2% dari imun terhadap bakteri gram negatif. Banyak bukti yang
populasi umum dan risiko akan meningkat menjadi mendukung peran sitokin proinflamasi seperti TN Fa dan
20 kali lipat pada individu dengan HLA-B27 positif. IL-1 serta adanya infiltrasi sel-sel inflamasi pad a jaringan
Spondilitis ankilosa terutama mengenai laki-laki, patologis pasien spondilitis ankilosa.
dewasa muda dengan awitan pada umur kurang dari HLA-B27 sendiri mempunyai 45 subtipe dimana
40 tahun dan puncaknya pada 20-30 tahun . Rasio pada sebagian berhubungan dengan spondilis ankilosa seperti
laki-laki di-banding wanita mencapi 3 : 1. Di Amerika HLA-B2705, -B2702 dan -B2704 sedangkan-B2706 dan
Serikat, prevalensi mencapai 1,4% dengan variasi pada -B2709 malah tidak berhubungan. Populasi di Indonesia
berbagai kelompok etnis; hal ini menggambarkan umumnya mempunyai HLA-B2706. HLA-B60 dan HLA-
perbedaan ekspresi HLA-B27 pada kelompok etnis DR 1 dilaporkan juga mempunyai keterkaitan dengan
tersebut. Ekspresi HLA-B27 lebih banyak ditemukan penyakit ini.
3168 REUMATOLOGI

PATOLOGI Pada vertebra terjadi inflamasi kronik di annulus


fibrosus, khususnya pada insers i ke tepi vertebra,
Gambaran patologis spondilitis ankilosa yang unik pertama menyebabkan resorpsi tulang yang diikuti perubahan
kali dideskripsikan oleh Ball (1971) dan disempurnakan reparasi pada korpus vertebra akan berperan dalam
oleh Bywaters (1984) . Lokasi patologis primer adalah terjadinya squaring. Jaringan granulasi akan mengalami
entesis yaitu insersi dari ligament, kapsul dan tendon ke metaplasia kartilago yang diikuti dengan kalsifikasi pada
tulang . Perubahan entesopati yang terjadi adalah fibrosis tepi vertebra dan sisi luar annulus; dan menyebabkan
dan osifikasi jaringan. Pada vertebra, entesopati pada gambaran sindesmofit pada foto polos. Kertelibatan
situs insersi annulus fibrosus menyebabkan squaring menyeluruh seluruh vertebra memberikan gambaran
dari korpus vertebra, destruksi vertebral end plate, dan bamboo spine.
formasi sindesmofit. Osifikasi pada regio diskus, epifiseal Lesi ekstraspinal terjadi di daerah artikular dan
dan sendi sakroiliaka serta ekstraspinal diinisiasi oleh lesi nonartikular. Lesi artikular meliputi sendi sinkondrotik
pada insersi ligament. seperti simfisis pubis dan sendi manubriosternal, sendi
synovial seperti sendi panggul dan lutut dan entesis.
lnflamasi pada situs nonartikular meliputi uvea, katup
jantung, fibrosis apeks paru .

GAMBARAN KUNIS

Spondilitis ankilosa dapat bermanifestasi pada skeletal


I maupun ekstraskeletal. Presentasi klasik terjadi pada
dewasa muda yang mengeluh nyeri punggung bawah
dan kekakuan yang sering memburuk pada pagi hari atau
setelah istirahat lama. Nyeri akan menghilang dengan
Gambar 2. Squaring korpus vertebra. Tanda panah adalah
aktivitas fisik dan biasanya terpusat di vertebra lumbosacral
sklerosis tulang pada situs entesopati
meski bisa jug a terasa pad a sen di panggul dan pantat dan
kadang-kadang menjalar ke paha . Kekakuan biasanya
berlangsung lebih dari 30 menit.

Gambar 3. Sindesmofit __ __ _, ,.
Gambar 4. Distribusi nyeri pada pasien spondilitis ankilosa
Perjalanan penyakit tipikal dimulai dari sendi
sakroiliaka. Sakroilitis ditandai dengan sinovitis dan formasi
panus danjaringan granulasi. Semua proses tersebut akan Pasien bisa mengeluh nyeri dan kaku pada vertebra
mengerosi, mendestruksi dan mengganti rawan sendi dan torakalis, leher dan bahu. Keterlibatan kostovertebral
tulang subkondral. Tulang parartikular juga akan menipis menyebabkan gangguan ekspansi dada. Sendi perifer dapat
akibat peningkatan aktivitas osteoblastik. lnflamasi pada mengalami sinovitis, terutama sendi besar dan proksimal
sendi sakroiliaka mempunyai predileksi pada sisi iliaka, seperti bahu dan panggul. Umumnya monoartikular
hal ini mungkin karena jaringan fibrokartilago yang atau oligoartikular asimetris. Nyeri pergelangan kaki bisa
lebih banyak dan shear stress yang lebih besar pada sisi terjadi akibat entesopati di calcaneus sedangkan Tendinitis
terse but. Achiles cukup sering ditemukan.
SPONDILITIS ANKILOSA 3169

Tabel 1. Gambaran Kllnls Spondllltls Ankilosa


Nyeri punggung bawah inflamasi pada usia muda
Keluhan berlangsung sekurangnya 3 bulan
Gambaran radiologis menunjukkan sakroilitis
Berkurangnya mobilitas vertebra
Berkaitan dengan anterior uveitis
Riwayat keluarga yang menderita spondilits ankilosa,
psoriasis, inflammatory bowel disease
Risiko meningkat pada individu dengan HLA-B27 positif
Gambar 5. Tes Schober

Manifestasi ekstraskeletal yang bisa timbul adalah lagi 10 cm diatasnya. Pasien diminta untuk membungkuk
gejala konstitusional seperti kelemahan, penurunan berat semaksimal mungkin tanpa membengkokkan kaki . Pada
badan dan subfebril; gangguan mata, kardiovaskuler, paru, orang normal jarak antara kedua titik akan mencapai 15
neurologis dan ginjal cm . Gerakan fleksi ke lateral juga berkurang dan rotasi
Keterlibatan mata merupakan manifestasi ekstra- spinal bisa merangsang nyeri.
skeletal yang cukup sering pada pasien spondilitis ankilosa, Kelainan yang mengenai vertebra torakalis akan
berupa uveitis anterior atau iridosiklitis. Umumnya menyebabkan gangguan ekspansi dada. Pengukuran
unilateral dan sering berulang dengan terjadi jaringan dilakukan pada ruang antar iga V saat inspirasi dan ekspirasi
parut dan glaukoma sekunder. maksimal, normalnya mencapai 5 cm . Keterbatasan ini
Manifestasi kardiovaskular berupa aortitis, regurgitasi disebabkan fusi dari sendi kostovertebral. Gangguan
katup aorta , gangguan konduksi dan perikarditis . pada vertebra servikalis biasanya merupakan manifestasi
Keterlibatan paru cukup jarang dan merupakan manifestasi lambat dari spondilitis ankilosa. Kekakuan menyebabkan
lanjut dari spondilitis ankilosa, berupa fibrosis lobus superior pasien kesulitan untuk mengekstensi kepala . Beratnya
yang progresif lambat. Nefropati lgA dan amiloidosis deformitas ini dapat diukur dengan mengukur jarak
sekunder dapat ditemui pada pasien spondilitis ankilosa. oksipital-dinding.
Komplikasi neurologi yang sering timbul adalah akibat Manifestasi lain yang bisa didapatkan pada
fraktur, instabilitas, kompresi atau inflamasi. Fraktur sering pemeriksaan fisik pasien spondilitis ankilosa adalah artritis
pada vertebra CS-C6 or C6-C7, instabilitas mengakibatkan perifer, biasanya asimetris dan pada sendi proksimal, yang
subluksasi sendi atlantoaksial dan atlanto oksipitalis. cenderung menyebabkan kontraktur dini dan manifestasi
Osifikasi dari ligament longitudinal posterior akan ekstraartikular seperti uveitis, regurgitasi aorta.
menyebabkan kompresi mielopati dan stenosis spinalis.
Sindrom kauda equina jarang terjadi tapi merupakan
komplikasi serius. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai gambaran


PEMERIKSAAN FISIK yang khas untuk pasien spondilitis ankilosa. HLA-B27
akan didapatkan pada lebih dari 90% pasien dan akan
Kelainan dini pada spondilitis ankilosa adalah nyeri pada mencapai 100% jika disertai dengan uveitis atau gangguan
sendi sakroiliaka dan nyeri akibat spasme otot paraspinal jantung. Laju endap darah (LED) dan C-reactive protein
vertebra lumbalis. Tes SLR (straight leg-raising test) yang (CRP) akan meningkat tapi tidak berhubungan dengan
sering dipakai untuk mendeteksi iritasi nervus sciatic aktivitas penyakit. Bisa didapatkan anemia normokrom
biasanya negatif. Untuk mendeteksi adanya sakroilitis normositer ringan dan trombositosis ringan. Kadar lgA
dapat dilakukan beberapa tes seperti pelvic rock sign, serum juga meningkat tapi belum diketahui hubungan
kompresi lateral dari pelvis dan tes Gaenslen. dengan spondilitis ankilosa.
Gangguan pada vertebra biasanya timbul seiring Tes fungsi paru biasanya baru menunjukkan kelainan
dengan perjalanan penyakit. Manifestasinya berupa jika vertebra torakalis sudah terlibat dimana akan terjadi
berkurangnya kurvatura lordosis dan restriksi pergerakan penurunan kapasitas vital paru dan peningkatan volume
pada semua bidang dari vertebra terutama lumbal. Tes residual paru.
Schober berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerakan Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk mendeteksi
fleksi dari vertebra lumbal. Tes ini dilakukan dengan abnormalitas yang terjadi. Kelainan yang paling mendukung
memberi tanda pada prosesus spinosus vertebra lumbal adalah ditemukannya inflamasi pada sendi sakroiliaka.
V (setinggi spina iliaka posterosuperior) lalu beri tanda Gambaran yang tampak adalah erosi pada sisi iliaka
3170 REUMATOLOGI

Tabel 2. Gradasi sakroilitis Tabel 3. Kriteria New York Modifikasi


Grade Penilaian S ondilitis Ankilosa

0 Normal Kriteria
Mencurigakan 1. Nyeri punggung bawah sekurangnya berla ngsung 3
2 Skleros is, sedikit erosi bu Ian, membaik dengan latihan dan tidak berkurang
3 Erosi berat, pelebaran celah sendi, sebagian dengan istirahat
4 ankilosis 2. Limitasi pergerakan vertebra lumbalis pada bidang
Ankilosis kom frontal dan sagital
3. Berkurangnya ekspansi dada
4. a. Sakroilitis unilateral gr 3-4
terutama pada sepertiga bawah sendi sakroiliaka. Seiring b. Sakroilitis bilateral gr 2-4
dengan perjalanan penyakit akan terjadi pseudowidening Diagnosis pastijika didapatkan kriteria 4a atau 4b disertai salah
dari sendi dan selanjutnya akan mengalami fusi. Teknik satu kriteria 1 - 3
yang lebih superior adalah MRI dan CT yang bisa Diagnosis probable hanya ada kriteria klinis saja atau hanya
kriteria radiologis tanpa gejala klinis
mendeteksi kelainan lebih dini. Keunggulan MRI adalah
bisa memvisualisasi lesi katilago dan entesis.
Perubahan pada vertebra pada fase awal spondilitis Disease Activity Index (BASDAI), Bath AS Punctional Index
adalah erosi yang dikelilingi sklerosis pada tepi korpus (BASF!), Bath AS Patient Global Score (BAS-G), Bath AS
vertebra sebagai akibat inflamasi pada situs insersi annulus Metrology Index (BASMI), visual analog scale (VAS) untuk
fibrosus di korpus vertebra (tanda Roma nus). Selanjutnya menilai nyeri, pemeriksaan radiologis untuk menilai
periostitis di perifer korpus vertebra akan menyebabkan kerusakan struktural dan manifestasi ekstra artikular.
terbentuknya squaring. Karakteristik yang penting adalah
formasi sindesmofit akibat dari kondritis vertebra dan Penatalaksanaan
osteitis subkondral yang diikuti dengan fibrosis dan Modalitas penatalaksanaan adalah program fisioterapi
osifikasi. Orientasi dari sindesmofit adalah vertical yang dan modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis untuk
akan membedakannya dengan osteofit akibat penyakit nyeri dan kekakuan serta deteksi dan penanganan yang
degeneratif. Pada tahap akhir, gambaran radiologis tepat untuk komplikasi artikular dan ekstra artikular.
vertebra dikenal dengan nama bamboo spine. Sangat penting bagi pasien untuk mendapatkan edukasi
tentang perjalanan penyakit dan berbagai modalitas
penatalaksanaan yang dianjurkan. Menghentikan merokok
DIAGNOSIS sangat dianjurkan pada pasien spondilitis ankilosa.
Program fisioterapi bertujuan untuk mempertahankan
Seperti penyakit lain dengan etiologi yang belum sepenuh- postur tubuh yang tepat untuk berbagai aktivitas. Pasien
nya jelas, diagnosis spondilitis ankilosa bergantung harus tidur pada kasur yang agak keras dengan bantal tipis.
pada kombinasi gambaran klinis, radiologis dan hasil Berjalan dan berenang merupakan cara yang cukup baik
laboratorium. Kriteria klasifikasi untuk spondilitis ankilosa untuk mempertahankan mobilitas sendi . Tujuannya adalah
yang banyak dipakai saat ini adalah kriteria New York untuk mempertahankan mobilitas spinal atau setidaknya
modifikasi 1984 (Tabel 3). Meskipun demikian, keberatan mencegah deformitas dan disabilitas spinal.
utama pada kriteria ini adalah kurang sensitif untuk Terapi farmakologis biasanya membutuhkan
mendeteksi pasien dengan penyakit yang masih dini. OAINS untuk mengatasi nyeri dan kekakuan dengan
mempertimbangkan risiko efek samping yang mungkin
terjadi. Sulfasalazin dapat mengatasi keluhan spinal
DIAGNOSIS BANDING terutama pada tahap dini. Metotreksat, siklofosfamid dan
azatioprin juga dapat membantu walaupun efikasinya
Beberapa penyakit yang harus dipikirkan sebagai diagnosis belum didukung penelitian klinis. Pemberian anti malaria
banding adalah spondylosis lumbalis, strain lumbal, tidak bermanfaat. Pemberian steroid sistem ik dan lokal
penyakit lain dalam kelompok spondiloartropati sero- dapat diberikan pada keadaan f!are . Terapi anti reumatik
negatif, diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH/ baru yang mempunyai potensi pengobatan pada spondilitis
penyakit Forestier) dan osteitis condensan iliaka. ankilosa adalah anti TNF-a. Dengan penghambatan sitokin
tersebut, dilaporkan terjadi penurunan kekakuan dan
Pengawasan Status Penyakit Spondilitis Ankilosa nyeri nokturnal, perbaikan asesment global pasien, indeks
Untuk mengawasi perkembangan spondilitis ankilosa, fungsional dan memperbaiki ROM spinal dan dada serta
beberapa parameter yang dapat dipakai adalah Bath AS resolusi entesitis.
SPONDILITIS ANKILOSA 3171

Gambar 7. Beberapa modalitas penatalaksanaan pada spondilitis ankilosa

Operasi merupakan pilihan jika ada deformitas yang Meski spondilitis ankilosa tidak bisa disembuhkan,
mengganggu fungsi tubuh atau keluhan nyeri yang tidak program rehabilitasi mempunyai pencapaian yang cukup
teratasi dengan terapi farmakologis. Beberapa prosedur impresif sehingga dianjurkan untuk tetap dilaksanakan.
yang sering dilakukan pada pasien dengan spondilitis
ankilosa adalah total hip replacement (THR), total knee
replacement (TKR), osteotomi servikal dan lumbal untuk REFERENSI
mengurangi derajat kifosis dan stabilisasi subluksasi
Alvares I, Lopez de Castro. HLA-B27 and immunogenetics of
atlanto-axial.
spndyloarthropathies. Curr Opin Rheumatol 2000; 12: 248
- 253
Aufdermaur M. Pathogenesis of square bodies in ankylosing
PROGNOSIS spondylitis. Ann Rheum Dis 1989;48:628631-
Barkham N, Kong KO, Tennant A, Fraser A, Hensor A et al.
The unmet need for anti-tumour necrosis factor (anti-
Perjalanan spondilitis ankilosa sangat bervariasi. Beberapa TNF) therapy in ankylosing spondy litis. Rheumatology
pasien mengalami progresi yang berat meski dengan 2005;44:1277-1281
Brandt J, Listing J, Haibel H, Sorensen H et al. Long-term
terapi . Sebagian mengalami ankilosis secara gradual
efficacy and safety of etanercept after readministration in
dengan sedikit ketidaknyamanan dan beberapa hanya patients with active ankylosing spondylitis. Rheumatology
mengalami sakroilitis tanpa keterllibatan spinal. 2005;44:342-348
3172 REUMATOLOGI

Brown MA. Breakthrough in genetics studies of ankylosing


spondylitis. Rheumatology 2008;47;132-137
Ebringer A, Rashid T , Wilson C, Ptaszynska T, Fielder M .
Ankylosing Spondylitis, HLA-B27 and Klebsiella - An
Overview: Proposal for early diagnosis and Treatment. Curr
Rheumatol Rev 2006, 2: 5568-
Gadsby K, Deighton C. Characteristics and treatment responses
of patients satisfying the BSR guidelines for anti-TNF in
ankylosing spondylitis. Rheumatology 2007;46:439-441
Gorman JD, ImbodenJB. AnkylosingSpondylitis and the Arthritis
of Inflammatory Bowel Disease. In: Imboden JB, Hellmann
DB, Stone JH (eds). Current Rheumatology Diagnosis and
Treatment 2nd ed. McGraw Hill, New York. 2007: 175 -182
Jois RN, Leeder J, Gibb J, Gaffney Ket al. Low-dose infliximab
treatment for ankylosing spondylitis: clinically and cost-
effective. Rheumatology 2006;45:1566-1569
Sidiropoulos Pl, Hatemiz G, Song IH et al. evidence based
recommendations for the management of ankylosing
spondylitis: systematic literature search of the 3E Iniatiative
in Rheumatology involving a broad panel of experts and
practicing rheumatologist. Rheumatology 2008; 47: 355361-
Sieper J, Braun J, Rudwaleit M, Boonen A, Zink A. Ankylosing
Spondylitis: an overview. Ann Rheum Dis 2002; 61(supl III):
iii8- iii18
Van der Heijde D. Ankylosing Spondylitis. A. Clinical Features.
In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH (eds). Primer
on the Rheumatic Diseases 13th ed. Spinger, New York. 2008;
193199-
v an der Linden S, Valekburg HA. Cats A. Evaluation of diagnostic
criteria for ankylosing spondylitis. A Proposal for modification
of New York Criteria. Arthritis Rheum 1984; 27: 361368-
Van der Linden S, van der Heijde D, Maksymowych WP.
Ankylosing Spondylitis. In: Firestein GS, Budd RC, Harris
Jr ED et al (eds). Kelley's Textbook of Rheumatology 8th ed.
Saunders, Philadelphia. 2009; 1169 -1190
Yoong KCJ. Ankylosing Spondylitis. N Engl J Med 2008; 359:4
Zeboulon N, Dougados M, Gossec L. Prevalence and characteristics
of uveitis in the spondyloarthropathies: a systematic literature
review. Ann Rheum Dis 2008;67:955-959
Zochling J. van der Heijde D. Burgos-Vardas R, Collanter E et
al. ASAS/EULAR recommencation for the management of
ankylosing spondylitis. Ann Rheum Dis 2006; 65: 442452-
416
ARTRITIS PSORIATIK
Zuljasri Albar

Spondiloartropati seronegatif merupakan sekelompo k GEJALA KUNIS


penyakit radang multisistem yang saling berhubungan
satu sama lain . Sebagai penyakit reumati k, mereka Variasi gambaran klinis artritis psoariatika sangat luas. Dari
mengenai tulang belakang, send i perifer struktur peri- segi diagnosis dan pengobatan, penderita dapat dibagi
artikular atau ketiga-tiganya . Mereka juga berkaitan dalam tiga kelompok :
dengan manifestasi ekstra -artikuler yang berbeda -beda. 1. Monoartritis atau oligoartritis asimetris : 30 - 50%.
Misalnya inflamasi traktus gastrointestinal atau traktus 2. Poliartritis, sering simetris sehingga mirip dengan
urinarius baik akut maupun kronik yang kadang-kadang artritis reumatoid : 30% - 50%.
akibat infeksi bakteri, inflamasi mata bagian anterior, 3. Terutama mengenai sendi aksial (spondilitis, sakroilii -
lesi kulit dan kuku yang psoriasiform dan jarang lesi tis dan atau artritis sendi panggul dan bahu yang
pangkal aorta, sistem konduksi jantung dan apeks paru. menyerupai spondilitis ankilosa) dengan atau tanpa
Kebanyakan kelainan in i menunjukkan peningkatan kelainan sendi perifer : 5%.
prevalensi pada individu yang memiliki gen HLA-B27.
Terkenanya sendi DIP (prevalensi 25 %), artritis
Kelainan - kelainan yang telah diketahui sebaga i
mutilans (5%), sakroi liitis (35%)
diagnostic entity dalam kelompok spondiloartropati
dan spondilitis (30%) dapat ditemukan pada setiap
seronegatif ini ialah spondilitis ankilosa, artritis reaktif,
kelompok ini. Perubahan gambaran klinis dari satu bentuk
spondilitis dan artritis perifer yang berkaitan dengan
ke bentuk lain tidakjarang terjadi sehingga menghasilkan
psoriasis atau penyakit radang usus, spondiloartropati
gambaran klinis yang heterogen.
juvenile onset dan beragam kelainan yang agak sulit
Pada sekitar 70% penderita, psoriasis timbul bertahun-
diklasifikasikan yang sering disebut undifferentiated
tahun sebelum artritis, atau timbul bersamaan dengan
spondiloarthropathy atau - lebih singkat - spondilo -
artritis (+ 15%). Waiau pun onset artritis biasanya samar-
artropati saja.
samar, pada 1/3 kasus onsetnya akut. Jarang terdapat
Berbagai kriteria diagnostik untuk bermacam -macam
gejala konstitusional. Pada sebagian kecil penderita
spondiloartropati telah diajukan dalam 3 dekade terakhi r.
dewasa ( + 15%) - lebih sering pada anak-anak - artritis
Da lam makalah ini akan dib icarakan diagnosis dan
timbul sebelum terdapat perubahan pada kulit atau kuku
pengobatan salah satu kelainan yang termasuk dalam
(artritis sine psoriasis). Kebanyakan penderita mempunyai
kelompok spondiloartropati seronegatif, yaitu artritis
riwayat psoriasis atau gambaran klinis tertentu pada
psoriatika.
anggota keluarga yang lain, sehingga dapat membantu
diagnosis.

EPIDEMIOLOGI
Kelainan Sendi
Prevalensi artritis psoriatika di Amerika Serikat + 0.1 %. Oligoartritis atau monoartritis. Manifestasi awal yang
Artritis timbul pada + 5-7% penderita psoriasis. Psoariasis paling sering, ditemukan pada 2/3 kasus ialah oligo-
relatif sering pada bangsa kulit putih dan jarang pada atau monoartritis yang mirip dengan artritis perifer pada
penduduk Asia . spondiloartropati lain. Pada 1/3 - 1/2 penderita ini, artritis
3174 REUMATOLOGI

akan berkembang menjadi poliartritis simetris yang sulit Kelainan Kulit


dibedakan dari artritis reumatoid. Lesi psoriatik yang khas berupa plak kemerahan yang
Oligoartritis yang klasik mengenai sendi besar berbatas tegas disertai sisik seperti perak yang tampak
misal-nya sendi lutut- dengan 1 atau 2 sendi interfalang jelas. Ditemukan pada permukaan ekstensor siku, lutut,
dan daktilitis salah satu jari atau ibu jari. Pada beberapa kulit kepala, telinga dan daerah presakral.
kasus artritis timbul setelah trauma. Jika pada anamnesis Dapat juga ditemukan pada bagian tubuh yang lain
didapatkan riwayat psoriasis pada keluarga, pencarian seperti telapak tangan dan kaki, bagian fleksor, pinggang
psoriasis pada daerah yang tersembunyi (kulit kepala, bawah, batas rambut, perineum dan genitalia. Ukurannya
umbilikus dan daerah perianal) disertai kelainan radiologis bervariasi, berkisar dari 1 mm atau kurang pada psoriasis
yang khas akan menghasilkan bukti penting untuk akut awal sampai beberapa sentimeter pada penyakit yang
diagnosis yang tepat. Lesi psoriatik mungkin terbatas well-established.
pada 1 atau 2 tempat dengan atau tanpa terkenanya Terkenanya kuku merupakan satu-satunya
kuku. Terkenanya sendi DIP merupakan tanda yang khas gambaran klinis untuk mengetahui penderita psoriasis
dan hampir selalu berkaitan dengan perubahan psoriatik mana yang mungkin akan mengalami artritis. Kelainan
pada kuku. kuku dapat berupa pitting, onikolisis (terlepasnya
kuku dari nail-bed}, depresi melintang (ridging) dan
Poliartritis. Poliartriti s simetris yang mengenai sendi kecil
retak, keratosis subungual, warna kuning-kecoklatan
pada tangan dan kaki, pergelangan tangan, pergelangan
(oil drop sign) dan leukonychia dengan permukaan
kaki, lutut dan siku merupakan pola artritis psoriatik
yang kasar. Tidak ada kelainan kuku yang spesifik
yang paling sering. Artritis mungkin sukar dibedakan dari
untuk artritis psoriatik. Meskipun pitting tidak jarang
AR, tetapi sendi DIP lebih sering terkena dan terdapat
pada orang normal, multipel pit (biasanya lebih dari
kecenderungan ankilosis tulang pada sendi PIP dan
20) pada satu kuku pada jari yang mengalami daktilitis
DIP yang mengakibatkan deformitas claw atau paddle
atau peradangan sendi DIP dianggap khas untuk artritis
pada tangan. Penderita dengan poliartritis simetris dan
psoriatik.
psoriasis tetapi tan pa gambaran klinis (daktilitis, entesitis,
terkenanya sendi DIP atau sakroiliaka) atau radiologis yang
khas serta faktor reumatoidnya positif mungkin secara
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
bersamaan juga menderita AR.

Artritis mutilans. Artritis mutilans akibat osteolisis jari dan Ada beberapa kelainan radiologis yang khas untuk
tulang metakarpal (jarang pada kaki) jarang, tetapi jika penyakit ini. Perubahan tulang pada artritis psoriatik
ada merupakan gambaran yang sangat karakteristik untuk merupakan gabungan antara erosi - yang membedakan
artritis psoriatika. Kelainan ini mengakibatkan timbulnya dengan spondilitis ankilosa - dan produksi tulang dengan
jari teleskop, ditemukan pada 5% kasus. distribusi yang spesifik - yang membedakan dengan AR.

Kelainan sendi aksial . Kelainan sendi aksial dapat terjadi Gambaran yang khas ialah :
pada penderita artritis perifer yang faktor reumatoidnya 1. Pembengkakan jaringan lunak yang fusiform dengan
negatif dan sering asimtomatik. Pria dan wanita sama distribusi bilateral asimetris, mineralisasi yang
kemungkinan terkenanya. Biasanya timbul beberapa tahun normal;
setelah artritis perifer. Keluhan low back pain inflamatif 2. Hilangnya celah sendi dengan atau tanpa ankilosis
atau nyeri dada mungkin tidak ada atau minimal meskipun sendi IP tangan dan kaki
kelainan radiologis tampak lanjut. 3. Destruksi sendi IP dengan pelebaran celah sendi;
4. Proliferasi tulang pada pangkal falang distal dan
Manifestasi lain. Peradangan pada tempat melekatnya
resorpsi ujung falang distal yang bersangkutan;
tendo dan ligamen pada tulang (entesitis) sebuah
5. Erosi sendi dengan pengecilan falang proksimal
gambaran yang karakteristik untuk spondiloartropati
disertai proliferasi tulang falang distal (pencil-in-cup
sering ditemukan terutama pada insersi tendo Achilles dan
deformity)
fasia plantaris pada kalkaneus. Entesopati cenderung lebih
6. Fluffy periostitis.
sering terjadi pada bentuk oligoartritis. Konyungtifitis tidak
jarang, ditemukan pada 1/3 kasus. Sebagaimana halnya Kelainan radiologis ditemukan pada (dimulai dari yang
dengan spondilitis ankilosa, komplikasi seperti insufisiensi paling sering) tangan, kaki, sendi sakroiliaka dan tulang
aorta, uveitis, fibrosis paru yang mengenai lobus superior belakang. Sakroiliitis mungkin unilateral atau simetris pada
dan amiloidosis dapat terjadi tetapi jarang. fase awal, tetapi dapat berlanjut menjadi fusi bilateral.
ARTRITIS PSORIATIK 3175

DIAGNOSIS BANDING Penggunaan anti-TN F untuk pengobatan artrit1s


psoriatik menunjukkan efek yang baik terhadap keluhan
Artritis psoriatik perlu dibedakan terutama dari spondilo- artritis perifer dan tulang belakang . Preparat yang banyak
artropati lain dan AR. Kelainan tulang belakang tidak digunakan adalah ialah lnfliximab dan Etanercept
seberat pada spondilitis ankilosa dan timbul pada usia Pada penderita dengan nyeri sendi yang tidak dapat
yang lebih tua (> 30 tahun). Perbedaan lain ialah kelainan diatasi (intractable) dan hilangnya fungsi sendi, diperlukan
psoriatik pada kulit atau kuku, riwayat psoriasis pada tindakan operatif.
keluarga dan kelainan radiologis yang kurang simetris.
Adanya daktilitis dan entesitis, kelainan psoriatik pada
kulit dan kuku, riwayat psoriasis pada keluarga, terkenanya PROGNOSIS
sendi DIP, faktor reumatoid negatif, adanya kelainan tulang
belakang atau sakroiliitis dan adanya pembentukan tulang Secara umum, keluhan sendi artritis psoriatika tidak
baru atau ankilosis tulang yang tampak pada pemeriksaan seberat pada AR. Faktor prognostik yang pasti belum
radiologis dapat membantu membedakannya dari AR. ada. Meskipun demikian, riwayat keluarga adanya artritis
Yang lebih sulit ialah membedakan artritis psoriatik psoriatik, onset penyakit dibawah 20 tahun, adanya HLA-
dari spondiloartropati seronegatif lain. Artritis reaktif, DR3 atau DR4, kelainan sendi poliartikuler atau erosif
artritis yang berkaitan dengan penyakit radang usus dan dan kelainan kulit yang luas diduga berkaitan dengan
artritis psoriatik memiliki banyak kemiripan dalam gejala prognosis yang buruk. Penderita seperti ini memerlukan
klinis. pengobatan yang lebih agresif.

PENGOBATAN REFERENSI

Khan MA : An overview of Clinical Spectrum and Heterogeneity


Pembicaraan dalam hal ini dititik beratkan pada peng-
of Spondyloarthropathies. Rheum Dis Clin North Amer 18:1,
obatan kelainan/keluhan sendi. Prinsip dasar penganganan 1-10, Febr 1992.
penderita AR atau spondilitis juga berlaku untuk artritis Boumpas DT, Tassiulas IO : Psoriatic Arthritis. Dalam Klippel
psoriatik. Pengobatan bergantung kepada jenis penyakit JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases. 11th ed, Arthr
Foundation, Atlanta, GA, 1997.
sendi (aksial atau perifer) dan beratnya kelainan sendi Gladman DD: Psoriatic Arthritis: Recent Advances in Pathogenesis
dan kulit. and Treatment. Rheum Dis Clin North Amer 18:1, 247-256,
Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) efektif pada Febr1992.
Jackson CG, Clegg DO: The Seronegative Spondyloarthropathies
sebagian besar penderita. Pada penderita yang responnya (Ankylosing Spondylitis, Reactive Arthritis, Psoriatic
terhadap OAINS tidak adekwat serta penderita dengan Arthritis). Dalam Weisman MH et al (Eds.) Treatment of
penyakit poliartikular, progresif dan erosif, the Rheumatic Diseases. Companion to Kelley's Textbook
DMARD hendaknya diberikan sedini mungkin. of Rheumatology. 2nd ed., Philadelphia, WB Saunders Co.,
2001.
Metotreksat efektif baik pada kelainan kulit maupun artritis Inman RD : Treatment of Seronegative Spondyloarthropathy.
perifer pada penderita oligoartritis dan monoartritis. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer on the Rheumatic Diseases.
Diberikan 7.5 mg - 25 mg/minggu, disesuaikan dengan 11th ed, Arthr Foundation, Atlanta, GA, 1997.
respon dan toleransi penderita.
Sulfasalazin 2-3 g/hari bermanfaat pada artritis aksial
dan artritis perifer, tetapi tidak bermanfaat untuk kelainan
kulit.
Kortikosteroid boleh digunakan dalam dosis rendah
baik dalam bentuk kombinasi dengan DMARD maupun
sebagai bridge therapy sambil menunggu DMARD ber-
kerja. Pengobatan kombinasi ini dipertimbangkan pada
penderita dengan penyakit yang agresif dan destruktif,
yang tidak memberikan respon adekwat terhadap 1
macam obat.
Flare yang hanya mengenai 1 atau 2 sendi dapat
diatasi secara baik dengan suntikan kortikosteroid lokal.
Harus dihindarkan suntikan steroid lokal melalui lesi
psoriatik karena mungkin terdapat koloni kuman disana.
417
REACTIVE ARTHRITIS
Rudi Hidayat

PENDAHULUAN PATOGENESIS

Reactive arthritis (ReA) atau sindrom Reiter merupakan Dari berbagai organisme yang telah terbukti menjadi
salah satu bentuk atau varian dari spondiloartropati pemicu terjadinya ReA , Chlamydia sp merupakan
seronegatif. ReA didefinisikan sebagai suatu kondisi penyebab paling sering, dan juga paling sering diamati.
inflamasi yang steril, setelah adanya infeksi ekstra- Pada jaringan/cairan sinovial , atau darah tepi penderita
artikular, terutama infeksi urogenital dan enterik. 8anyak ReA dapat ditemukan Chlamydia DNA, mRNA, rRNA
studi yang telah dilakukan untuk memahami bagaimana maupun Chlamydia like-cells. Menetapnya Chlamydia
patogenesa terjadinya ReA, dan diduga adanya reaksi sp atau komponennya, karena kemampuan organisme
imun baik serologis maupun seluler terhadap suatu ini untuk menurunkan ekspresi major outer membrane
patogen penyebab, meskipun patogen tersebut tidak protein, meningkatkan ekspresi heat shock protein (HSP)
dapat diidentifikasi lagi di jaringan maupun cairan sinovial. dan lipopolysaccharide (LPS) . Selain itu juga menurun-
lnsidens lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda kan ekspresi major histocompatibility complex (MHC)
(20-40 tahun), tidak ada perbedaan pada laki-laki dan antigen pada permukaan sel yang terinfeksi, menginduksi
perempuan. apoptosis sel-T dengan cara merangsang produksi lokal
Suatu studi prospektif di Swedia mendapatkan tumor necrosing factor (TNF), serta menghambat apoptosis
insidens ReA adalah 28 kasus 100.000 penduduk , sel host dengan menurunkan pelepasan cytocrome C dan
lebih tinggi dibandingkan insiden RA (24/100 .000) . menghilangkan protein kinase C-delta.
Pada studi-studi yang lain seperti di Yunani , Finlandia, Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan bagaimana
dan Norwegia, rata-rata didapatkan 3,5-10 kasus per infeksi sebelumnya dapat menyebabkan inflamasi dan
100.000 penduduk . Angka kejadian ini juga dipengaruhi erosi (proses autoimun) pada persendian tanpa adanya
oleh karakteristik populasi tertentu , seperti ReA yang organisme yang viable. Selain adanya komponen
lebih sering ditemukan pada populasi Eskimo Alaska, mikroorganisme yang menetap, juga diduga adanya
atau ReA yang ditemukan lebih banyak pada kelompok molecular mimicry yang menyebabkan reaktivitas silang
dewasa dibandingkan anak-anak setelah adanya wabah sel host dengan antigen microbial. Analisa pada tikus
Salmonella . Faktor genetik terutama yang berkaitan yang terinfeksi S. typhimurium ternyata menghasilkan
dengan human leukocyte antigen-827 (HLA-827) juga perubahan peptida tertentu yang homolog dengan
dianggap berperan. peptida dari DNA C. trachomatis . HLA-827 juga dianggap
Dari suatu studi epidemologi didapatkan lebih dari berperan pada mekanisme molecular mimicry, dimana
50% kasus ReA atau oligoartritis yang tidak terklasifikasi, struktur antigeniknya dapat menyerupai protein dari
didapatkan hubungan dengan patogen yang spesifik baik mikroorganisme pencetus. Proses inflamasinya melibatkan
dengan pemeriksaan serologis maupun kultur. Organisme fibroblas sinovial yang menimbulkan diferensiasi dan
yang terdeteksi terutama Chlamydia sp (patogen uro- aktifasi osteoklas.
genital), Salmonella, Shigella, Yersinia dan Campylobacter Sebagaimana kelompok spondiloartropati seronegatif
sp (patogen enterik). 8eberapa organisme yang lain juga yang lain, kaitan ReA dengan HLA-827 telah banyak
terdeteksi dari beberapa studi regional. dianal isa, namun masih belum dapat dibuktikan adanya
REACTIVE ARTHRITIS 3177

hubungan yang kuat seperti pada kasus ankilosing 3 rd International Workshop on Reactive Arthritis telah
spondilitis . Kecuali dua hal yang telah diketahui menyepakati kriteria untuk ReA, yaitu didapatkannya dua
berhubungan dengan HLA-B27, yaitu sel imun dengan gambaran :
HLA-B27 ternyata kurang efektif kemampuannya 1. lnflamasi akut arthritis, sakit pinggang inflamasi, atau
membunuh salmonella dibandingkan dengan sel kontrol, entesitis
dan adanya perangsangan LPS yang menghasilkan 2. Bukti adanya infeksi 4-8 minggu sebelumnya
peningkatan sekresi TNF. Selain itu dianalisajuga besarnya
Bukti adanya infeksi diperoleh dari hasil tes
peran sel T CDS+ yang berhubungan dengan molekul
laboratorium seperti kultur dari feses, urin, atau swab
MHC kelas I termasuk HLA-B27. Observasi pada kelompok
urogenital, maupun ditemukannya antibodi terhadap
individu dengan defisiensi sel T CD4+ termasuk acquired
patogen. Pemeriksaan laboratorium yang lain menunjukkan
immune deficiency syndrome (AIDS), ternyata masih
proses inflamasi yaitu peningkatan laju endap darah (LED)
terdapat manifestasi ReA.
dan C-reactive protein (CRP) . Diagnosis semakin kuat
dengan adanya suseptibilitas genetik HLA-B27, dan hal ini
ditemukan pada 30-60% kasus. Jika dilakukan pemeriksaan
GAMBARAN KUNIS
analisa cairan sinovial didapatkan gambaran inflamasi
ringan sampai berat, sedangkan pada biopsi sinovial
Karakteristik klinis dari ReA adalah oligoartritis asimetrik
juga menunjukkan adanya reaksi inflamasi. Penunjang
terutama pada ekstrimitas bawah, meskipun pada 20%
radiologis dapat diharapkan gambaran entesitis atau
kasus dapat berupa poliartritis. Keterlibatan daerah
sakroilitis dari pemeriksaan ultrasonografi, foto polos,
panggul dan ekstrimitas atas sangat jarang. Sendi yang
MRI atau CT scan.
terlibat mengalami bengkak, hangat dan nyeri sehingga
Probabilitas penegakan diagnosis ReA dapat
menyerupai gambaran artritis septik. Aspirasi dan analisa
diperkirakan berdasarkan gambaran klinis, radiologis
cairan sendi akan membedakan kedua keadaan tersebut.
maupun laboratoris yang ditemukan:
Gejala khas yang lain yaitu entesitis (inflamasi pada insersi
ligamen/tendon ke tulang), terutama tendinitis achil/es dan
Gamba ran Probabilitas
fasiitis plantaris. Keluhan sakit pinggang/tulang belakang
dan bokong ditemukan pada lebih dari 50% pasien, tapi lnflamasi akut artritis, sakit
tidak progresif seperti pada ankilosing spondilitis. pinggang inflamasi, atau ente-
sitis
Beberapa manifestasi ekstraartikular dapat membantu
PLUS
penegakan diagnosis, terutama pada keadaan dimana
Riwayat adanya gejala uretritis, 30 - 50%
infeksi pemicunya tidak diketahui. Keratoderma blenoragika servisitis atau enteritis akut
adalah ruam papuloskuamosa yang mengenai telapak PLUS
tangan dan kaki. Gambaran klinis dan histopatologinya Tes bakteri positif (kultur atau 70 - 80%
menyerupai psoriasi pustular, termasuk adanya distropi serologi)
kuku . Balanitis sirsinata adalah ulkus yang dangkal di PLUS
batang atau glans penis, berupa plak dan hiperkeratotik. HLA-827 positif >80%
Dapat ditemukan eritema maupun ulkus yang tidak
nyeri di palatum durum atau lidah, lebih jarang di uvula, Diagnosis banding yang harus dipikirkan antara lain
palatum mole atau tonsil. Sedangkan uveitis anterior akut arthritis septik dengan konsekuensi tata laksana yang
dapat ditemukan pada 20% kasus, dengan keluhan mata sangat berbeda. Sela in itu juga harus dibedakan dengan
merah, nyeri, berair, kabur dan fotofobia . Gejala sistemik artritis gout, artritis reumatoid , artritis psoriatik , dan
seperti demam dan malaise, atau keterlibatan organ ankilosing spondilitis. Dengan anmnesis yang baik banyak
lain seperti ginjal dan jantung lebih jarang ditemukan. informasi yang dapt digunakan untuk membedakan
Perjalanan penyakitnya diperkirakan akan mereda dalam berbagai diagnosis tersebut.
jangka waktu 3-6 bulan. kecuali pada sekitar 20% kasus
yang menetap sampai lebih dari 12 bulan, sebagian besar
berhubungan dengan HLA-B27 positif. TATA LAKSANA

Pilihan pertama tata laksana ReA adalah obat anti-inflamasi


DIAGNOSIS non-steroidal (OAINS), yang pada banyak keadaan mampu
memperbaiki keluhan artritis, entesitis dan sinovitis akut.
Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis ReA yang Selain itujuga perlu disarankan untuk menghindari aktivitas
tervalidasi dengan baik, tetapi pada tahun 1996 the yang berlebihan pada sendi yang terlibat. Pada mono-
3178 REUMATOLOGI

artritis dapat diberikan injeksi kortikosteroid intraartikular Sieper J, Fendler C, Laitho S, Sorensen H, Gripenberg LC, Hiepe
(pada tempat-tempat yang aman untuk dilakukan injeksi). F, et al. No benefit of long-term ciprofloxacin treatment
in patients with reactive arthritis and undifferentiated
Sedangkan untuk keratoderma blenoragika, balanitis oligoarthritis: a three-month, multicenter, double-blind,
sirsinata dan uveitis anterior digunakan kortikosteroid randomized, placebo-controlled study. Arthritis Rheum
topikal yang ringan , seperti golongan hidrokortison 1999;42(7) :1386~6-.
Laasila K, LaasonenL, Repo M-1. Antibiotic treat._ment and
valerat. Pilihan berikutnya pada keadaan sinovitis yang
long term prognosis of reactive arthritis. Ann Rheum Dis
menetap adalah penggunaan sulfasalazin dan metotreksat, 2003;62:6558-.
seperti pada RA. Kortikosteroid sistemik dianggap tidak
banyak memberikan manfaat klinis.
Patogenesa ReA yang berkaitan dengan adanya
pemicu infeksi sebelumnya, menimbulkan pertanyaan
tentang penggunaan antibiotika. Beberapa studi meng-
gunakan siprofloksasin 2x500 mg atau lymecyclin 3x300
mg selama tiga bulan, mendapatkan manfaat perbaikan
yang signifikan hanya pada ReA dengan pencetus
Chlamidya. Penggunaan antibiotika ini dianggap hanya
mampu mencegah penyebaran infeksinya, terutama pada
kasus yang dapat diisolasi mikro-organisme penyebabnya,
dan dianggap tidak memengaruhi perjalanan penyakit
Re A.

PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar


sembuh total setelah beberapa bulan. Hanya beberapa
kasus menjadi kronik dan menetap lebih lama, atau
terjadi rekurensi dengan pencetus infeksi yang baru
atau faktor stress non-spesifik. Pada beberapa studi
juga didapatkan sekitar 20- 70% kasus, pada follow-up
selanjutnya diketahui mengalami masalah di persendian
termasuk osteoartritis.

REFERENSI

Inman RD. Reactive and enteropathic arthritis. In : Klippel JH,


Stone JH, Croford LJ, White PH, editors. Primer on the
rheumatic diseases. 13th ed. New York: Arthritis Foundation;
2008. p. 217-23.
Toivanen A. Reactive arthritis: clinical features and treatment. In:
Horcberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblat ME, Weisman
MH, editors. Rheumatology. 3'd ed. Edinburg 2003: Elsevier;
2003. p. 1233-40.
David TYY, Peng TF . Reiter' s syndrome, undifferentiated
spondyloarthropathy, and reactive arthritis. In: Harris
ED, Budd RC, Firestein GS, Genovese MC, Sergent JS,
Ruddy S, editors. Kelley's textbook of rheumatology. 7th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2005. p. 1142-54.
El-Gabalawy HS, Lipsky PE. Reactive arthritis: etiology and
pathogenesis. In: In: Horcberg MC, Silman AJ, Smolen JS,
Weinblat ME, Weisman MH, editors. Rheumatology. 3•d ed.
Edinburg 2003: Elsevier; 2003. p. 1225-32.
Burmester GR, Domer T, Sieper J. Spondyloarthritis and chronic
idiopathic arthropathies. In: Rose NR, Mackay IR, editors.
The autoimmune Diseases. 4'h ed. Amsterdam: Elsevier;
2006. p. 437-41 .
418
HIPERURISEMIA
Tjokorda Raka Putra

Hiperurisemia adalah keadaa n di mana terjadi peningkatan artritis pirai atau artritis gout, pembentukan tophus,
kadar asam urat (AU) darah di atas normal. Hiperurisem ia kelainan ginjal berupa nefropati urat dan pembentukan
bisa terjadi karena peningkatan metabolisme AU (over- batu urat pada saluran kencing (Terkeltaub, 2001 ; Kelley
production), penurunan penge luaran AU urin (under- & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).
excretion), atau gabungan keduanya .
Banyak batasan untuk menyatakan hiperurisemia,
secara umum kadar AU di atas 2 standar deviasi hasi l PENYEBAB HIPERURISEMIA
laboratorium pada populasi normal dikatakan sebaga i
hiperurisemia (Schumacher, 1992). Batasan pragmatis Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan
yang sering digunakan untuk hiperurisemia adalah suatu dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik.
keadaan di mana terjadi peningkatan kadar AU yang Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia
bisa mencerminkan adanya kelainan patologi. Dari data dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain.
didapatkan hanya 5-10% pada laki normal mempunyai Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia
kadar AU di atas 7 mg%, dan sedikit dari gout mempunyai atau gout yang disebabkan karena penyakit lain atau
kadar AU di bawah kadar tersebut. Jadi kadar AU di atas 7 penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah
mg% pada laki dan 6 mg% pada perempuan dipergunakan hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan
sebagai batasan hiperurisemia (Emmerson, 1983; WHO, genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau anatomi yang
1992 ; Cohen et al, 1994; Kelley & Wortmann, 1997: Becker jelas (Schumacher Jr, 1992; Kelley & Wortmann, 1997).
& Meenaskshi, 2005).
Kejadian yang pasti dari hiperurisemia dan gout Hiperurisemia dan Gout Primer
di masyarakat pada saat in i belum jelas. Prevalensi Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dangan
hiperurisemia di masyarakat diperkirakan antara 2,3 kelainan molekular yang masih belum jelas dan
sampai 17,6%. Sedangkan prevalensi gout bervariasi antara hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik.
1,6 sampai 13,6 per seribu penduduk (Kelley & Wortmann, Hiperurisemia primer kelainan molekular yang
1997). Prevalensi hiperurisemia dan gout pada penduduk belum jelas terbanyak didapatkan yaitu mencapai 99%,
Maori di Selandia Baru cukup tingg i dibandingkan dengan terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion (80-90%)
bangsa Eropa. Prevalensi hiperurisemia pada laki 24,5% dan karena overproduction (10 - 20 %). Hiperurisemia
dan perempuan 23,9%, sedangkan prevalensi gout 6,4% primer karena kelainan en zim spesifik diperkirakan
(Klemp et al, 1996). hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari
Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat enzim phoribosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase,
menyebabkan gout atau pirai , namun tidak semua dan kekurangan 'sebagian ' dari enzim hypoxanthine
hiperurisemia akan menimbulkan kelainan patologi berupa phosphoribosyltranferase (HPRT) (Kelley & Wortmann,
gout. Gout atau pirai adalah penyakit akibat adanya 1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005).
penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan Hiperurisemia primer karena underexcretion
akibat peningkatan kadar AU (Terkeltaub, 2001 ; Becker kemungkinan disebabkan karena faktor genetik dan
& Meenaskshi, 2005). Penyakit gout terdiri dari kelainan menyebabkan gangguan pengeluaran AU sehingga
3180 REUMATOLOGI

label 1. Klasifikasi Hiperurisemia dan Gout (Kelley & Wortmann, 1997)


Tipe Kelainan Metabolik Keturunan
1. Primer
Kelainan molekular yang belum
jelas:
(99% dari gout primer)
• Underexcretion
(80-90% dari gout primer) Belum jelas Poligenik
• Overproduction
(10-20% dari gout primer) Belum jelas Poligenik
Kelainan enzim spesifik:
( < 1% dari gout primer)
• Peningkatan aktivitas varian dari Overproduction AU, peningkatan PP-ribosa-P X-linked
enzim PRPP synthetase,
• Kekurangan 'sebagian' dari enzim Overproduction AU , peningkatan aktivitas X-linked
HPRT. biosintesis de novo karena peningkatan jumlah
PRPP ,pada sindrom Kelley-Seegmiller
2. Sekunder
• Peningkatan biosintesis de novo
• Kekurangan menyeluruh enzim Overproduction AU, peningkatan biosintesis de X-linked
HPRT novo, pada sindrom Lesch-Nyhan
• Kekurangan enzim glucosa-6- Overproduction dan underexcretion AU , pada Autosomal recessive
phosphatase glycogen storage disease tipe I (Von Gierke)
kurangan ensim Fructose- 7- Overproduction dan underexcretion AU Autosomal recessive
phosphate aldolase
• Peningkatan degradasi ATP, pening- Overproduction AU, pada hemolisis kronis, polisi - Bukan keturunan
katan pemecahan asam nukleat temia, metaplasia mieloid.
• Underexcretion AU pada ginjal Penurunan filtrasi, hambatan sekresi tubulus dan Beberapa autosomal dominan,
atau perubahan resorpsi dari AU, bukan keturunan, banyak belum
diketahui
3. ldiopatik Tidak diketahui.
Keterangan
ATP : adenosine triphosphate; HPRT: enzim hypoxanthine phosphoribosyltranferose ; PRPP : enzim phoribosylpyrophosphatase
synthetase.

menyebabkan hiperurisemia.Keadaan ini telah lama fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer
dikenal, peneliti Garrod telah lama mengetahui, terjadi tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang
gangguan pengeluaran AU ginjal yang menimbulkan normal (Gibson et al, 1984; Kelley & Wortmann, 1997;
hiperurisemia primer (dikutip: Kelley & Wortmann, 1997). Becker & Meenaskshi, 2005).
Kelainan patologi ginjal yang berhubungan dengan Terdapat suatu kelainan yang disebut familialjuvenile
underexcretion tidak menunjukkan gambaran spesifik. gout atau familial juvenile hyperuricoemic nephropathy
Peneliti Massari PU mendapatkan gambaran patologi (FJHN) yaitu hiperurisemia akibat adanya penurunan
pada ginjal berupa sklerosis glomerulus yang global fokal pengeluaran AU pada ginjal dalam suatu keluarga yang
dan segmental dengan fokus atropi tubulus, peradangan diturunkan secara genetik (Moro, 1991; Puig et al, 1993;
intersisial kronis, perubahan basal membran tanpa Simmonds, 1994; Saeki, 1995; Reiter et al, 1995). Kelainan
adanya deposit electro-dense, Leuman EP mendapatkan ini sering diturunkan secara autosomal dominant. Secara
focal tubuloinsterstitiil nephropathy, Puig mendapatkan klinis sering terjadi pada usia muda, mengenai laki dan
gambaran lesi interstitiil tubulus ginjal, dan Simmond perempuan, terjadi penurunan fractional uric acid clearance
mendapatkan kelainan nefritis interstitil non spesifik (FUAC) dan sering menyebabkan penurunan fungsi ginjal
(Massari et al, 1980; Leu man, 1098; Puig et al, 1993; secara cepat (Simmonds, 1994). Kelainan molekular dari
Simmonds, 1994). Bagaimana kelainan molekular dari FJHN belum diketahui, kemungkinan karena kelainan pada
ginjal sehingga menyebabkan gangguan pengeluaran AU gen yang menyebabkan penurunan fungsi pengeluaran
belum jelas diketahui. Kemungkinan disebabkan karena AU ginjal, kemungkinan melalui kelainan transporter AU
gangguan sekresi AU dari tubulus ginjal (Cohen et al, pada basal membran atau pada brush border dari tu bu Ius
1994; Reiter et al 1995; Kelley & Wortmann, 1997). Kadar proksimalis ginjal (Simmonds, 1994).
HIPERURISEMIA 3181

Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik bersama gejala neurologis berupa retardasi mental berat,
akibat peningkatan aktivitas varian dari enzim PRPP self mutilation, choreoathetosis, dan spastisitas. Kelainan
synthetase menyebabkan peningkatan pembentukan neurologis ini kemungkinan karena aktivitas enzim HPRT
purine nucleotide melalui sintesis de nova sehingga terjadi berkurang sehingga menyebabkan disfungsi neurokemikal
hiperurisemia tipe overproduction. Telah diketahui enzim otak (Wilson et al, 1984). Diagnosis sindrom ini dibuat
ini disandi oleh DNA pada kromosom X, dan diturunkan berdasarkan klinis dengan pemeriksaan aktivitas enzim
secara dominan (Kamatami, 1994; Kelley & Wortmann, HPRT pada eritrosit. Kekurangan aktivitas enzim ini dapat
1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005). mencapai 1-70% (Wilson et al, 1984; Kata mi, 1994; Kelley &
Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann,
yang disebabkan kekurangan 'sebagian ' dari enzim HPRT 2005).
disebut sindrom Kelley-Seegmiller. Enzim HPRT berperan Penyakit glycogen storage disease tipe I (Von
dalam mengubah purine bases menjadi purine nucleotide Gierke), akibat penurunan enzim glucosa 6-phosphatase
dengan bantuan PRPP dalam proses pemakaian ulang dari (G 6-Pase) menyebabkan hiperurisemia yang bersifat
metabolisme purin. Kekurangan enzim HPRT menyebabkan automal resesif. Hiperurisemia terjadi karena kombinasi
peningkatan produksi (overproduction) AU sebagai akibat overproduction dan underexcretion karena peningkatan
peningkatan de nova biosintesis. Diperkirakan terdapat pemecahan dari ATP (adenosine triphosphate). Enzim
tiga mekanisme overproduction AU. Pertama, kekurangan G 6-Pase berperan mengubah glucosa 6-phospate (G
enzim menyebabkan kekurangan inosine monophosphate 6-P) menjadi glukosa dalam metabolisme karbohidrat,
(IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek sehingga kekurangan enzim ini gampang menyebabkan
feedback inhibition proses biosintesis de nova. Kedua, hipoglikemia. Untuk memenuhi kebutuhan glukosa, tubuh
penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan mengadakan pemecahan glikogen di hati (glikogenolisis).
jumlah PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatanjumlah Karena kekurangan enzim G 6-Pase , glukosa tidak
PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat. Ketiga, terbentuk sehingga menimbulkan penumpukan G
kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxanthine 6-P (Becker & Meenaskshi, 2005; Kelley & Wortmann,
tidak bisa di ubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi 1997). Terjadi juga glikolisis anaerob yaitu pemecahan
peningkatan oksidasi hypoxathine menjadi AU (Kelley & glukosa menjadi G 6-P dengan pemecahan ATP dengan
Wortmann, 1997). Kekurangan enzim HPRT diturunkan hasil lain berupa peningkatan asam laktat, asam lemak
secara X-Linked dan bersifat resesif, sehingga didapatkan bebas, trigliserida dan piruvat (Rosenthal, 1998) .
terutama pada laki-laki. Telah diketahui terjadi berbagai Hiperurisemia disebabkan karena overproduction
jenis mutasi genetik dari kelainan enzim ini (Kamatami, melalui peningkatan melalui biosintesis de nova akibat
1994: Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, peningkatan PRPP. Peningkatan PRPP ini diperkirakan
2005; Wortmann, 2005). melalui dua mekanisme. Pertama, peningkatan glukosa
5-phospate menyebabkan peningkatan reaksi pentosa
Hiperurisemia dan Gout Sekunder phosphate pathway peningkatan ribose 6-phosphate

Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa dan menghasilkan PRPP. Kedua, berkurangnya feedback
kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan inhibition terhadap biosintesis de nova pada hati selama
biosintesis de nova, kelainan yang menyebabkan terjadi hipoglikemia sehingga menyebabkan peningkatan
peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat enzim amido PRT dan PRPP synthetase (Becker &
dan kelainan yang menyebabkan underexcretion . Meenaskshi, 2005). Underexcretion diperkirakan karena
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis adanya hasil metabolit yaitu hiperlaktemia dan ketonemia
de nova terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh (Li hat Gambar 1).
enzim HPRTpada sindrom Lesh-Nyhan, kekurangan enzim Tanda klinis sindrom ini adalah terjadi pada usia
glucosa 6-phosphatase pada glycogen storage disease (Von anak-anak dengan tanda yang khas berupa bentuk tubuh
Gierkee), dan kelainan karena kekurangan enzim fructose- pendek, dengan hepatomegali dan gejala hipoglikemia
7-phosphate aldolase yang berulang (Kelley & Wortmann, 1997; Becker &
Sindrome Lesh-Nyhan disebabkan karena kekurangan Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005).
menyeluruh enzim HPRTyang diturunkan secara X-Linked Hiperurisemia juga dapat disebabkan oleh penyakit
dan bersifat resesif. Telah diketahui terdapat berbagaijenis glycogen storage disease tipe Ill, V dan VI yang disebut
mutasi dari kelainan gen penyandi enzim ini. Kekurangan hiperurisemia miogenik . Aktivitas fisik yang berat secara
enzim HPRTakan menyebabkan peningkatan biosintesis de normal dapat menyebabkan hiperurisemia karena terjadi
nova sehingga terjadi hiperurisemia tipe over production. pemecahan ATP dan adanya resorpsi abnormal pada ginjal.
Sindrom ini terjadi pada usia anak-anak dengan gejala Pada keadaan normal atau keadaan anaerob, aktivitas yang
hiperurisemia tipe over production, dan gout prematur menyebabkan peningkatan hasil pemecahan ATP berupa
3182 REUMATOLOGI

enzim phosphocytokinase pada otot (Katami, 1994; Kelley


Glikogen
& Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).
Glikogenolisis
Pada penyakit hereditary fructose intolerance karena
kekurangan enzim Fructose- 7-phosphate aldolase dapat
menyebabkan hiperurisemia. Enzim Fructose- 7-phosphate
aldolase mengubah fructose 7-phosphate menjadi
Glucosa 6-·l-'I---~;.;..;....;..;..__ PRPP
dihidroksi-asetofosfonat dan gliseraldehida. Kekurangan
Glicosa 6 !
Phosphatase !
...
Glucosa
Olahrage(i~tate Gl"f'en
1
Asam laktat, D G1P

Asam , lemakbebas, i P- -Ft P Glucose


trigliserida
dan piruvat 1'..
'r Am""''
(01011 '"·r·------"'"-
Hypoxanthine---""'"---• anthine
'T·
.

Hypoxlnthine
(Liver)

I Hipoglikemia I Hiperurisemia
X8flthine

+
Asam Urat

Gambar 1. Skema hiperurisemia sekunder pada penyakit (Darah) AsamUrat


glycogen storage disease tipe I (Von Gierke).
(Urin)

inosine, hypoxanthine, dan didalam hati dipecah menjadi Keterangan :


ATP : adenosine triphosphate, ADP: adenosinediiphosphate, AMP :
xantine dan AU. adenosine monophosphate , G 1-P : gluoose 1- phosphate, G6P : glucose 6-
phosphatef6P : fructose 6- phosphate, IMPinosine mono phosphate ,I:
Pada penyakit glycogen storage disease tipe Ill, V dan glycogen storage disease tipe I (Von Gierke) karena penurunan ensirrG6-P.
Ill : glycogen storage disease tipe Ill karena gangguan debranching enzyme,
V : glycogen storage disease tipe V karena kekurangan ensim
VI, akan terjadi hiperurisemia walaupun hanya melakukan myophosphorifase, VII : glycogen storage disease tipe VII karena kekurangan
ensim phosphocytokinase .
aktivitas fisik ringan, terjadi pemecahan ATP yang tinggi
akibat tidak cukup bahan karbohidrat pembentuk ATP. Gambar 3. Skema hiperurisemia sekunder pada penyakit
Pemecahan ATP akan membentuk adenosine mono Hereditary fructose intolerance
phosphate (AMP) dan berlanjut membentuk inosine mono
phosphate (IMP) atau purine nucleotide dalam metabolisme enzim ini dan dengan diet tinggi fruktosa menyebabkan
purin (Gambar 2). penumpukan fructosa 7-phosphate, kemudian akan diubah
Penyebab glycogen storage disease tipe Ill karena menjadi fructosa 6-phosphate dengan bantuan ATP sebagai
gangguan debranching enzime, tipe V karena kekurangan sumber fosfat (gambar 3).
enzim myophosphorilase dan tipe VII karena kekurangan Fructose 6-phospate juga merupakan salah satu
senyawa antara di jalur gl ikolisis anaerob (Hardjasasmita,
1999) . Peningkatan pemecahan ATP menyebabkan
Kekurangan enzim Fructose· 1 - phosphate aldo/ase dan
diet tinggi fruktosa pembentukan AU meningkat, dan laktic acidosis serta renal
tubular acidosis menyebabkan hambatan pengeluaran AU
melalui ginjal, sehingga terjadi hiperurisemia (Kelley &
Penumpukan Fructosa 1-phosphate
Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).
Hiperurisemia sekunder tipe overproduction dapat
Fructosa 6-phosphate disebabkan karena keadaan yang menyebabkan
peningkatan pemecahan ATP atau peningkatan pemecahan
asam nukleat dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau
purine nucleotide dalam metabolisme purin. Keadaan ini
Biosintesis De novo
bisa terjadi pada penyakit akut yang berat seperti pada
infark miokard, status epileptikus atau pada pengisapan
Asidosis laktat Underexcretion Hiperurisemia asap rokok yang mendadak (Kelley & Wortmann, 1997).
Pemecahan inti sel akan meningkatkan produksi
Gambar 2. Skema mekanisme hiperursemia miogenik pada purine nucleotide dan berlanjut menyebabkan peningkatan
glycogen storage disease (Kelley & Wortmann, 1997) produksi AU. Keadaan yang ser i ng menyebabkan
HIPERURISEMIA 3183

pemecahan inti sel adalah penyak it hemolisis kronis, penyebab hiperurisemia sekunder perlu ditanyakan
polisitemia, psoriasis, keganasan dari mieloproliferatif dan apakah pasien peminum alkohol, memakan obat-obatan
limfoproliferatif atau kegana san lainnya (Katami, 1994, tertentu secara teratur, adanya kelainan darah, kelainan
Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005). ginjal atau penyakit lainnya.
Beberapa penyakit atau kelainan dapat menyebabkan Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau
hiperurisemia sekunder karena gangguan pengeluaran AU penyakit sekunder, terutama menyangkut tanda-tanda
melalui ginjal (underexcretion). Gangguan pengeluaran anemia atau phletora, pembesaran organ limfoid, keadaan
AU melalui ginjal dapat melalui gangguan dalam kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda
filtrasi, reabsorpsi, sekresi dan reabsorpsi paska sekresi. kelainan ginjal serta kelainan pada sendi.
Hiperurisemia sekunde r yang disebabkan karena Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan
underexcretion dikelompokkan dalam beberapa kelompok dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan
yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi penunjang yang dikerjakan dipilih berdasarkan perkiraan
glomerulus, penurunan fractional uric acid clerance dan diagnosis setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
pemakaian obat- obatan . (Nuki, 1998). Hiperurisemia fisik (Kelley & Wortmann, 1997). Pemeriksaan penunjang
karena penurunan masa ginj al disebabkan penyakit yang rutin dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin
ginjal kronik yang menyebabkan gangguan filtrasi AU . untuk AU darah dan kreatinin darah, pemeriksaan urin
Hiperurisemia karena penurunan filtrasi glomerulus rutin untuk AU urin 24 jam dan kreatinin urin 24 jam; dan
dapat terjadi pada dehidrasi, dan diabetes insipidus. pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan. Pemeriksaan
Hiperurisemia karena gangguan fractional uric acid enzim sebagai penyebab hiperurisemia dilaksanakan
clerance adalah pada penyakit hipertensi, myxodema, tergantung pada perkiraan diagnosis.
hiperparatiroid, sindrom Down, peningkatan asam organ ik Pemeriksaan AU dalam urin 24 jam penting dikerjakan
seperti pada latihan berat, kelaparan, peminum alkohol, untuk mengetahui penyebab dari hiperurisemia apakah
keadaan ketoasidosis, lead nephropaty, sarkoidosis , overproduction atau underexcretion. Kadar AU dalam
sindrom Barter aan keracunan berilium. Pemakaian obat urin 24 jam di bawah 600 mg/hari adalah normal pada
seperti obat diuretik dosis terapeutik, salisilat dosis rendah, orang dewasa yang makan pantang purin selama 3-5 hari
pirasinamid, etambutol, asam nikotinat dan siklosporin. sebelum pemeriksaan. Namun anjuran untuk pantang
Gangguan pengeluaran AU melalui ginjal dapat di - makan purin selama 3-5 hari sering tidak praktis. Maka
hitung dengan pemeriksaan fractional uric acid clerance. pada orang yang makan biasa tanpa pantangpurin kadar
Pada keadaan normal pengeluaran AU melalui ginjal (kliren AU urin 24 jam di atas 1000 mg/hari adalah abnormal
urat) berbanding lurus dengan kliren kreatinin, sehingga (h ipereksresi AU), dan kadar 800 sampai 1000 mg/hari
kadar AU darah berkorelas i dengan kadar kreatinin adalah borderline (Kelley & Wortmann, 1997; Becker &
darah. Pada keadaan gagal ginjal karena penyakit ginjal Meenaskshi, 2005). Kadar AU urin 24 jam di atas 800 mg/
primer penurunan pengeluaran AU akan diikuti dengan hr dengan makan biasa tanpa pantang purin merupakan
peningkatan kadar AU darah, namun tidak pernah melebihi tanda hipereksresi AU (Schumacher Jr, 1992).
10 mg%. Diperkirakan terjadi peningkatan pengeluaran Batasan overproduction AU adalah kadar AU urin 24 jam
AU melalui ekstra renal, sebagai kompensasi hambatan di atas normal, kadar 1000 mg/hari pada orang yang makan
pengeluaran melalui ginjal walaupun belum diketahu i biasa tanpa pantang purin dapat dikatakan overproduction
secara pastijumlahnya (Emmerson BT,1983). Hiperurisemia (Becker & Meenaskshi, 2005). Cohen MG mengatakan
sekunder karena gangguan fungsi ginjal jarang sampai apabila kadar AU urin 24 jam lebih dari 670 mg/hari pada
menyebabkan penyakit gout (Kelley & Wortmann, 1997). diet rendah purin perlu diteliti kemungkinan adanya
kelainan overproduction karena keturunan. Overproduction
dapatjuga diketahui dengan menghitung perbandingan AU
PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK urin 24 jam dan kreatinin urin 24 jam atau perbandingan
MENENTUKAN PENYEBAB HIPERURISEMIA kliren AU dan kliren kreatinin fractional uric acid clearance
(FUAC) yaitu perbandingan kliren urat dibagi kliren kreatinin
Secara umum penyebab hiperu risemia dapat ditentukan dikali-kan 100. Nilai perbandingan AU kreatinin urin lebih
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dari 0.75 menyatakan adanya overproduction.
penunjang yang diperlukan (Emmerson, 1983; Kelley & Dengan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
Wortmann, 1997). pemeriksaan penunjang, terutama kadar AU darah dan
A,namnesis terutama ditujukan untuk mendapatkan pemeriksaan AU dan kreatinin urin 24 jam dapat diperkirakan
faktor keturunan, dan kelainan atau penyakit lain sebaga i faktor penyebab hiperurisemia sehingga penanganan
penyebab sekunder hiperurisemia. Apakah ada keluarga hiperuri-semia dapat diberikan sacara menyeluruh dan
yang menderita hiperurisemia atau gout. Untuk mencari rasional.
3184 REUMATOLOGI

RINGKASAN Maori Men. British J of Rheumatology. 23:276-282.


Kamatami N, 1994. Genetic Enzyme Abnormalities and Gout.
Asian Med J. 37(2): 651-656.
Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan Kelley WN, Wortmann RL, 1997. Gout and Hyperuricemia. In
kadar AU darah di atas normal. Asam urat adalah bahan Textbook of Rheumatology, Fifth Edition, Editor WN Kelley,
normal dalam tubuh dan merupakan hasil akhir dari S Ruddy, ED Harris, CB Sledge, Philadelphia: WB Saunder
Comp, 1314-1350.
metabolisme purine, yaitu hasil degradasi dari purine Klemp P, Stanfield SA, Castel B, Robertson MC, 1996. Prevalence
nucleotide yang merupakan bahan penting dalam tubuh hyperuricaemia and gout in New Zealand. Eight APLAR
sebagai komponen dari asam nukleat dan penghasil energi Congress of Rheumatology, April 2126.Melbourne.
(Absh·ak).
dalam inti sel Leumann EP, Wegmann W, 1983. Familial nephropathy with
Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan hyperuricaemia and gout. Nephron. 34(1): 51-57.
metabolisme AU (overproduction), penurunan pengeluaran Massari PU, Hsu CH, Barnes RV, Fox IH, Gikas PW, Weller JM,
1980. Familial hyperuricemia dan renal disease. Arch Intern
AU urin (underexcretion), atau gabungan keduanya.
Med. 140(5): 680-684.
Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan Moro F, Ogg CS, Simmond HA, Cameron JS, Chantler C, McBride
dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. MB, Duley JA, Davis PM, 1991. Familial juvenile gouty
Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia nephropathy with renal urate hypoexcretion preceding renal
disease. Clin Nephrol. 35(6): 263-269.
dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab Nuki G, 1998. Gout. Medicine International. 12(42) :54-59.
lain, terdiri dari hiperurisemia primer dengan kelainan Puig JG. Miranda ME, Mateos FA, Picazo ML, Jimenez ML, Calvin
molekular yang masih belum jelas dan hiperurisemia TS, Gil AA, 1993. Hereditary nephropathy associated with
hyperuricaemia and gout. Arch Intern Med. 153(3): 357-365.
primer karena adanya kelainan enzim.
(Abstrak).
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperuri- Reiter L, Brown MA, Edmonds J, 1995. Familial hyperuricaemic
semia atau gout yang disebabkan karena penyakit lain nephropathy. Am J Kidney Dis.25(2):235-241.
atau penyebab lain . Hiperurisemia dan gout sekunder Rosenthal AN, 1998. Crystal arthropathies. In: Oxford Textbook
of Rheumatology, Second Ed.,Voll, Ed. PJ Madison, DA
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelainan yang Isenberg, P Woo, DN Glass. Oxford New York Tokyo; Oxford
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan University Press, 1555-1581.
yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau Saeki A, Hosoya T, Okabe H, Saji M, Tabe A, Ichida K, Itoh K, Joh
K, Sakai 0, 1995. New discovered familial juvenile gouty
pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan
nephropathy in a Japanese family. Nephron. 70(3): 356-366.
underexcretion. Schumacher Jr HR, 1992. Hiperuricaemia and Gout. In
Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah hiperurisemia Rheumatology APLAR 1992, Proceding of the 7th APLAR
yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak Congress of Rheumatology, 13th-18th September 1992, Bali,
Indonesia, Edit.: A.R.Nasution, J.Darmawan and Harry
ada kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas. Isbagiao, New York, Edinburgh, London, Merbourne and
Penyebab hiperurisemia dapat ditelusuri dengan Tokyo: Churchill Livingstone, 293-243.
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Simmonds HA, 1994. Purine and pyrimidine disorder. In the
Inherited Metabolic Diseases,Second Edition, Edinburg:
Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah Churchill Livingstone, 297-349.
pemeriksaan darah rutin AU darah, kreatinin darah, Terkeltaub,R., 2001. Gout, Epidemiology, Pathology and
pemeriksaan urin rutin, kadar AU urin 24 jam, kadar Pathogenesis. In Primer on the Rheumatic Diseases, Ed. 12,
Edit. J.H.Klippel, Atlanta Georgia : Arthritis Foundation,
kreatinin urin 24 jam, dan pemeriksaan penunjang
307-312.
lainnya. WHO, 1992. Rheumatic diseases, Report of a WHO Scientific
Group,Geneva, 55-58.
Wilson JM, Young AB, Kelley WN, 1984. Hypoxathine-Guanine
REFERENSI Phosphoribosyltraferase deficiency. N Engl J Med,309(15):
900-910.
Becker & Meenaskshi J 2005. Clinical gout and pathogenesis Wortmann RL, 2005. Disoder of purine and pyrimidine
of hyperuricaemia. In Arthritis and Allied Conditions, metabolisme.In: Harrison's Principle of Internal Medicine
A textbook of Rheumatology. 13th Ed, Vol 2, Editor WJ 16th Ed., Vol.2, Editor DL Kasper, AS Fauci, DL Longo, EB
Koopman, Baltimore: Williams & Wilkins a Wavelry comp, Braunwald, AL Hauser, JL Lameson. MacGraw-Hill. New
2303-2339. York, 2308-2313.
Calabrese G, Simmond HA, Cameron JS, Davies PM, 1990.
Precoious Familial Gout with Reduced Fractional Urate
Clearance and Normal Purine Enzymes . Quarterly J of
Med.75(277): 441-450.
Cohen MG, Emmerson BT, 1994. Gout. In Rheumatology.Editor
JH Klippel, PA Dippe, Part 2, St Louis Baltimore: Mosby.12.1-
12.16.
Emmerson, BT, 1983. Hyperuricaemia and Gout in Clinical Practice.
Sydney: ADIS Health Science Press.
Gibson T, Waterworth R, Hatfield P, Robinson G, Bremner K, 1984.
Hyperuricaemia, Gout and Kidney Function in New Zealand
419
ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS GOUT)
Edward Stefanus Tehupeiory

PENDAHULUAN study yang lama di Massachusetts (Framingham Study)


mendapatkan lebih dari 1% dari populasi dengan kadar
Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan asam urat kurang dari 7 mg/100 ml pernah mendapat
dan tersebar di seluruh d.unia. Artritis pirai merupakan serangan artritis gout akut. Hasil penelitian terlihat pada
kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi tabel 1.
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat
label 1. Prevalensi Artritis Gout Sesuai dengan Nilai
supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular.
Kadar Asam Urat pada Pria
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut,
akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang Kadar Sodium
Total Pasien Artritis Gout
Urat Serum
(tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan Diperiksa yang Timbul
{mg/100 ml)
ginjal (gout nefro -pati). Gangguan metabolisme yang
No Persen
mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan
< 6 1281 11 0,9
sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/di dan 6,0
6- 6,9 970 27 2,8
mg/di.
7- 7,9 162 28 17,3
8- 8,9 40 11 27,5
> 9 10 9 90,0
EPIDEMIOLOGI Total 2463 86 3,5
Dikutip dari Framingham Study (11)
Gout merupakan penyak it dominan pada pria dewasa .
Sebagaimana yang disampaikan oleh Hippocrates
bahwa goutjarang pada pria sebelum masa remaja (ado - PATOLOGI GOUT
lescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum
menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma
di Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat (MSU) .
perempuan . Prevalensi gout bertambah dengan Reaksi inflamasi disekeliling kristal terutama terdiri dari
meningkatnya taraf hidup . Prevalensi di antara pria sel mononuklear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks
African American lebih tinggi dibandingkan dengan tulang terjadi di sekitar tofus . Kapsul fibrosa biasanya
kelompok pria caucasian . prominen di sekeliling tofi . Kristal dalam tofi berbentuk
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok
tentang artritis pirai (AP) . Pada tahun 1935 seorang kecil secara radier.
dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid
melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan kecacatan glikosaminoglikan dan plasma protein.5 Pada artritis gout
(lumpuhkan anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa akut cairan sendi juga mengandung krital monosodium
Tengah. Penelitian lain 7 mendapatkan bahwa pasien gout urat monohidrat pada 95% kasus.Pada cairan aspirasi
yang berobat, rata-rata sudah mengidap penyakit selama dari sendi yang diambil segera pada saat inflamasi akut
lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit. Hal ini
pasien gout yang mengobati sendiri (self medication). Satu disebabkan karena terjadi proses fagositosis.
3186 REUMATOLOGI

PATOGENESIS ARTRITIS GOUT Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat
penumpukan agen penyebab yaitu kristal monosodium
Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum
perubahan kadar asam urat serum, meninggi ataupun diketahui secara pasti . Hal ini diduga oleh peranan
menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator
mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara
yang menurunkan kadar urat serum dapat mempresipitasi lain aktivitas komplemen (C) dan selular.
serangan gout akut. Pemakaian alkohol berat oleh pasien
gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat
serum. AKTIVASI KOMPLEMEN
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan
kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui
(crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau yang jalur klasik dan jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi
dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan aktivasi komplemen C1 tanpa peran imunoglobulin. Pada
pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya kadar MSU meninggi, aktivasi sistem komplemen melalui
tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat.
gout, seperti juga pseudogout, dapat timbul pada Aktivasi C1 q melalui jalur klasik menyebabkan aktivasi
keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman
21 % pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat faktor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade
peranan temperatur, PH dan kelarutan urat untuk timbul koagulasi. lkatan partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan
serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel mempunyai
pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti peranan penting agar partikel tersebut mudah dikenal,
kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal MSU yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh netrofil,
diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk monosit atau makrofog. Aktivasi komplemen CS (CSa)
pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel
(MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin IL-1 dan
berulang-ulang pada daerah tersebut. TNF. Aktivitas C3a dan CSa menyebabkan pembentukan
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi membrane attack complex (MAC) . Membrane attack
molekul urat dari ruang sinovia kedalam plasma hanya complex merupakan komponen akhir proses aktivasi
setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi komplemen yang berperan dalam ion channel yang
urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal
dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi " komplemen
bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi cascade ·; kristal urat menyebabkan proses peradangan
peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil
menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada dan makrofag.
malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman
dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalu i
pembentukan dari protonated solid phases. Walaupun ASPEK SELULAR ARTRITIS GOUT
kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam
urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan Pada artritis gout, berbagai sel dapat berperan dalam
pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta proses peradangan, antara lain sel makrofag, neutrofil sel
kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gaga! untuk sinovial dan sel radang lainnya. Makrofag pada sinovium
menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa merupakan sel utama dalam proses peradangan yang
perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara
pembentukan kristal MSU sendi. lain IL- 1, TNF, IL-6 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophage
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting Colony-Stimulating Factor). Mediator ini menyebabkan
pada artritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang .
reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara
kerusakan jaringan akibat agen penyebab. sehinggga menimbulkan respons fungsional sel dan gene
Tujuan dari proses inflamasi adalah: expression. Respons fungsional sel radang tersebut antara
Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab; lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidase gene
Mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan yang expression sel radang melalui jalur signal transduction
lebih luas. pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription
ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS Goun 3187

factor yang menyebabkan gen berekspresi dengan Transkripsi gen sel radang ini akan mengeluarkan berbagai
mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. mediator kimiawi antara lain IL-1 . Telah dibuktikan neutrofil
Signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu, dengan yang diinduksi oleh kristal urat menyebabkan peningkatan
mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau mikrokristal fosfolipase D yang penting dalam jalur
dengan langsung menyebabkan gangguan non spesifik transduksi signal. Pengeluaran berbagai mediator akan
pada membran sel. menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik dan
lkatan dengan reseptor (cross-link) pada sel membran menimbulkan kerusakan jaringan.
akan bertambah kuat apabila kristal urat berikatan
sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan dengan
imunoglobulin (Fe dan lgG) atau dengan komplemen (C1q MANIFESTASI KLINIK
C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross-link dengan
berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut,
(lntegrin), non tyrosin kinase, reseptor FC, komplemen interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi. Ketiga
dan sitokin. Aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat
second messenge akan mengaktifkan transcription factor. deposisi yang progresif kristal urat.

Stimulus
(MSU) Makrofag,neutrofil

IL-12

~>------.------------.~
TNF .. IL-1

IL-6 Endotel IL-8 Low Neutral protease


pembuluh darah Molecular collagenase
Mediator Proteoglicanase
(PGE,POR,NO)

Acute
phase
Protein Selection Kemotaktik Ali ran
febris HEV leukosit darah

Gejala sistematik
Febris
~
Peradangan lokal Kerusakan jantung

Gambar 1. Mediator kimiawi pada peradangan akut

Keterangan :
Stimulasi dapat berupa produk bakteri (polisakarida bakteri, eksotoksin}, mediator kimiawi yang iritan antara
lain kristal urat, radiasi dan molekul endogen seperti kompleks imun dan fragmen komplemen. HEV = high
endothelial vessel, MSU = mono sodium urate, NO = nitrit oksid, PGE = prostaglandin E, POR = produk oksigen
reaktif, TNF =tumor necrosis factor, IL-1 =interleukin -1, IL-6 =interleukin - 6, IL-8 =interleukin - 8. 19•20
3188 REUMATOLOGI

STADIUM ARTRITIS GOUT AKUT memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping
telinga, MTP-1 , olekranon, tendon Achilles danjari tangan .
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang Pada stadium ini kadang- kadang disertai batu saluran
timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur kemih sampai penyakit ginjal menahun.
tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa
sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat
monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, DIAGNOSIS
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik
berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan
paling sering pada MTP -1 yang biasanya disebut podagra. diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua
Apa bi la proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain pasien mempunyai tofi , sehingga tes diagnostik ini
yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku. Serangan kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan -
akut ini d ilukiskan oleh Sydenham sebagai : sembuh penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menegakkan
beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak diobati, diagnosis:
rekuren yang multipel, interval antar serangan singkat dan Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus
dapat mengenai beberapa sendi .16 Pada serangan akut pada sendi MTP- 1;
yang tidak berat, keluhan -keluhan dapat hilang dalam Diikuti oleh stadium i nterkritik di mana bebas
beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat simptom;
sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Resolus i sinovitis yang cepat dengan pengobatan
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa kolkisin;
trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik , stres, Hiperurisemia.
tindakan operasi, pemaka ian obat diuretik atau penurunan Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari
dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah diagnosis gout. Logan dkk mendapatkan 40% pasien
secara mendadak dengan alopurinol atau obat urikosurik gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil penelitian
dapat menimbulkan kekambuhan . penulis didapatkan sebanyak 21 % artritis gout dengan
asam urat normal. Walaupun hipe rurisemia dan gout
mempunyai hubungan kausal , keduanya mempunyai
STADIUM INTERKRITIKAL fenomena yang berbeda. Kriteria untuk penyembuhan
akibat pengobatan dengan kolkisin adalah hilangnya
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana gejala objektif inflamasi pada setiap sendi dalam waktu
terjadi periode interkriti k asimptomatik . Walaupun 7 hari. Bila hanya ditemukan artriti s pada pasien dengan
secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, hiperurisemia tidak bisa didiagnosi s gout. Pemeriksaan
namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini radiografi pada serangan pertama artritis gout akut adalah
menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, non spesifik. Kelainan utama radiog rafi pada kronik gout
walaupun tanpa keluhan . Keadaan ini dapat terjadi satu adalah inflamasi asimetri, artritis erosif yang kadang -
atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampa i 10 tahun kadang disertai nodul jaringan luna k.
tan pa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik
dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat
timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai PENATALAKSANAAN ARTRITIS GOUT
beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang
tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan
stadium menahun dengan pembentukan tofi . edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan peng-
obatan . Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya
STADIUM ARTRITIS GOUT MENAHUN pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan
menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan
Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi
(self medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH.
secara teratur pada dokter.Artritis gout menahun biasanya Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat
disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. Tofi urikosurik tidak boleh diberikan pada stad ium akut.
ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang- Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat
kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian
besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral
ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS GOUT) 3189

3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg. Logan JA. Morrison E. Mc Gill P. Serum uric acid in acute gout.
Pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis tergantung Ann Rheum Dis 1997; 56: 6967-.
PetersonF, Symes Y, Springer P. Perspective on pathophysiology.
dari jenis OAINS yang dipakai. Di samping efek anti Coopstead editors. Philadelphia:W.B Saunders; 1999.p.173.
inflamasi obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis Rodnan GP Gout : A Clinical round table conference. When and
OAINS yang banyak dipakai pada artritis gout akut adalah how to treat New York:Park Row Publ;1980.p.623-.
Tehupeiory ES. Gouty arthritis and uric acid distribution in several
indometasin . Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari
ethnic group in Ujung Pandang disertasi 1992.
selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai Terkeltaub RA. Pathogenesis and treatment of crystal induced
minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan inflammation. In:Arthritis and allied condition. a textbook
berkurang . Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila of rheumatology. Koopman WJ. Ed 15th edition. Baltimore:
Lippencott Williams and Wilkins; 2005.p.235769-.
kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra Tjokorda RP. Hubungan interleukin-I (IL-1) dan IL-1 reseptor
indikasi . Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat antagonis dengan keradangan pada artritis pirai akut
diberikan oral atau parenteral. lndikasi pemberian adalah disertasi, Surabaya 2004.
Telketaub RA. Gout. N Engl J Med.2003: 349: 17.
pada artritis gout akut yang mengenai banyak sendi van der Horst. Het Voorkonien Van Jicht. Ned Ind Tv.G. 1935;
(poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun, 12:14835-.
tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan kadar asam Walker BAM, Fan tone JC. The inflammatory response. Immunology
and inflammation basic and clinical consequences. Sigal LH,
urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan.
Ron Y,editors. New York: Mc Graw-Hill; 1994.p.35984-.
Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian Wal port MJ, Duff GW. Cells and mediators. Maddison PJ Isenberg
diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama DA,editors. Oxford textbook of rheumatology. 2"d edition
obat urikosurik yang lain. Oxford University Press; 1988.p.50324-.
Wallace SL, Bernstein D, Diamond H. Diagnosis value of colchicine
therapeutic trial.JAMA; 1967 ; 199 : 5258-.

REFERENSI

Becker MA. Clinical gout and the pathogenesis of hyperuricemia.


In Koopman WJ editor. Arthritis and allied condition. 14th
edition. Williams & Ailkins; 2001.p.2281306-.
Becker MA, Jolly M. Clinical gout and the pathogenesis of
hyperuricemia.In: Arthritis and allied condition. A textbook
of Rheumatology. Koopman WJ,editor. 15th edition. Baltimore:
Lippincott Williams and Wilkins;2005.p.230333-.
Darmawan J, Rasker JJ, Nuralim H. The effect of control and self
medication of chronic gout in a developing country: Outcome
after 10 years. J Rheumatol 2003; 30; 243743-.
Emmerson BT. Hyperuricemia and gout in clinical practice.
Sydney: Adis Health Sciences; 1983.p.360-.
Eichenfield LF, Jhonston RB. The complement system. Sigal LH,
Ron Y,editors. Immunology and Inflammation. Basic and
clinical consequences. New York: Mc Graw Hill; 1994.p.359-
86
Felson DT. Epidemiology of the rheumatic diseases. gout and
hyperuricemia. Koopman WI, Moreland LW,editors,16"'
edition.Philadelphia:Lippencott WL Wilkins; 205.p.2930-.
Hochberg MC, Thomas J, Thomas DJ, et al. Racial differences in the
incidence of gout the role of hypertension. Arthritis Rheum.
1995; 38:62832-.
Healey LA. Epidemiology of Hyperuricemia. Gout and purine
metabolism. Proceeding of a conferrence The Arthritis
Foundation 1974: 70912-.
Hall AP. Barry PE. Dawber TR, et al.Epidemiology of gout and
hyperuricemia. Am J Med. 1965;39: 24251-.
Mc. Carty DJ. Gout without hyperuricemia. JAMA.1994; 21 :
21756-.
Naccache PH, Bourgoin S, Plante E et al. Crystal induced neutrofil
activation II. Evidence for the activation of a phosphatidyl
choline specific phospholipase D. Arthritis and Rheumatism.
1993 ; 30 : 11725-.
Klippel JH Gout. Epidemiology, pathology and pathogenesis. In:
Primer on the rheumatic diseases.12"'edition. Atlanta:Arthritis
Foundation 2001 .p.30724-.
Kelley WN, Wortman RL. Gout and hyperuricemia. Kelley, Ruddy
S, editors. Textbook of rheumatology 5th ed Philadelphia: WB
Saunders; 1997.p.131450-.
420
KRISTAL ARTROPATI NON GOUT
Faridin HP

PENDAHULUAN ligamnetum, tendon-tendon otot, dan jarang pada


jaringan lunak periartikular seperti tofus pada artritis
Sampai dengan tahun 1960, penyebab radang sendi gout kronik. 1·2.4. 5
akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU Crystal) Konsep sekarang menunjukkan bahwa kristal biologis
yang dikenal dengan artritis gout. McCarty dan Hollander, (monosodium urat, kalsium pirofosfat dihidrat, kalsium
dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya, fosfat dan lain-lain) dapat terbentuk dalam persendian,
menemukan peran mikrokristal lain, menginduksi bursa dan sinovia. Kristal-kristal ini difagositosis oleh leUkosit
terjadinya artritis, baik akut maupun kronis. Kristal yang yang selanjutnya menginduksi proses inflamasi. 2.4· 5
tidak sama dengan kristal MSU menyebabkan suatu Berikut manifestasi klinis pada muskuloskeletal akibat
penyakit yang mempunyai gejala-gejala keradangan sendi deposisi kristal (Tabel 1).
mirip dengan artritis gout (pseudogout), kristal tersebut
dikenal sebagai Calcium Phyrophosphate Dehidrogenase
label 1. Manifestasi Klinis pada Muskuloskeletal Akibat
Crystal (CPPD) dengan rumus kimia CazPp 7 2HpY Kristal
lnduksi Kristal. 2
lainnya adalah kristal kalsium apatit, dan kalsium oksalat
Acute mono - or Destructive arthropathies
(CaOx). lstilah pseudogout dipakai untuk menggambarkan
polyarthritis
serangan radang sendi akut yang mirip dengan artritis
gout dan sering tampak pada penderita-penderita Bursitis Pseudo-rheumatoid arthritis
dengan penimbunan kristal CPPD. Gambaran klinis akibat Tendinitis Pseudo-ankylosing spondylitis
deposisi kristal MSU, CPPD, apatit dan CaOx, memiliki Enthesitis Spinal stenosis
banyak kesamaan. Namun dengan tehnik kristalografi Tophaceous deposits Crown dens syndrome
identifikasi kristal dapat dibedakan dari masing-masing
Peculiar type of Tendon ruptur
jenis kristal. Sehingga analisis cairan sinovial penting
osteoarthritis
dilakukan untuk membedakan jenis kristal penyebab
Synovial osteochondro- Carpal tunnel syndrome
radang sendi. Meningkatnya umur merupakan faktor risiko matosis
kuat terjadinya deposisi kristal. 1·3.4
Penimbunan kristal CPPD hanya ditemukan disekitar
sendi dan ditandai dengan kalsifikasi dari rawan sendi, DEFINISI
meniskus, sinovium sendi dan jaringan sekitar sendi .
ldentifikasi kristal CPPD dalam cairan sinovial ataujaringan Kristal artropati selain gout merupakan kristal penyebab
sekitar sendi dapat membedakan antara penyakit akibat keradangan sendi yang disebabkan selain kristal
deposisi kristal CPPD dengan keradangan sendi akibat Monosodium Urate. Kristal - kristal itu dapat dibedakan
deposisi kristal dan penyakit degeneratif sendi lainnya. dengan menggunakan mikroskop. Kristal MSU berbentuk
lstilah chondrocalcinosis didasarkan atas ditemukannya seperti jarum, sedangkan kristal CPPD berbentuk seperti
kristal kalsium pada pemeriksaan radiologi sebagai kubus yang tersusun. Kristal tersebut seperti kristal
gambaran radiolusen disekitar sendi . Penimbunan kristal pyrofosfat dehidrogenase (CPPD) penyebab penyakit
CPPD tidak terbatas hanya pada rawan sendi, namun kristal pseudogout, dan kelompok kristal Basic Calcium Phosphat
CPPD dapat tertimbun pada synovial lining, ligamentum- (BCP). 1,3.4.6
ARTROPATI KRISTAL LAINNYA 3191

EPIDEMIOLOGI pasien umur 30 tahun yang biasanya jarang terjadi


osteoartritis.2.4·6
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan
insiden kondrokalsinosis, seperti trauma pada sendi,
usia lanjut dan osteoartritis. Pada suatu penelitian JENIS KRISTAL PENYEBAB ARTROPATI
radiologi, prevalensi kondrokalsinosis pada populasi
umum sekitar 0,9 per 1000 penduduk. Kondrokalsinosis Dengan menggunakan beberapa cara teknik pemeriksaan
akan meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan cairan sendi baik dengan mikroskop biasa, mikroskop
umumnya dengan gejala asimptomatik. Pada penelitian elektron dan pemeriksaan biokimia, saat ini telah
tersebut, menunjukkan usia yang berhubungan dengan ditemukan berbagai macam kristal penyebab artropati di
prevalensi deposisi kristal CPPD, yaitu 15% ditemukan antaranya adalah: 2.3.4,s
pada usia 65-74 tahun, 36% ditemukan pada usia Monosodium urat (MSU) penyebab gout
75-84 tahun, dan 50% pada usia > 84 tahun. Hubungan Kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD) penyebab pseudo-
antara CPPD dengan osteo-artritis masih kontroversi. gout
Suatu penelitian kohort, pasien 70 tahun, pada awal Kelompok Kalsium FosfaVBasic Calcium Phosphate (BCP):
penelitian insidens kondrokalsinosis 7,8%, follow up 7-10 apatit (hidroksiapatit), oktakalsium fosfat, dikalsium
tahun kemudian dengan pemeriksaan radiologi, tidak fosfat dihidrat (brushite), kalsium magnesium fosfat
memperlihatkan peningkatan resiko terjadi osteoartritis. (whitelokite), trikalsium fosfat
Penelitian - penelitian prevalensi dari CPPD hanya Kalsium oksalat
berdasarkan gambaran radiologi dan patologi dari Kalsium karbonat
chondrocalcinosis.1•3•6 Kristal lipid: kolesterol, kristal-kristal lipid
Prevalensi penyakit timbunan kristal calcium Kristal-kristal protein: fosfolipid (charcot Leyden
hydroxyapatite (HA) masih belum diketahui, demikian crystal), krioglobulin, hematoidin, hemoglobin,
pula dari kelompok lain BCP. Kejadian radang sendi mioglobin, sistin, Hiposantin, Tirosin, Porfirin,
akibat penimbunan kristal HA pernah dilaporkan pada Bilirubin

Gambar 1. Beberapa Kristal, CPPD, kalsium fosfat, kolesterol (dari kiri ke kanan, gambar atas), oktokalsium fosfat, hidroksiapatit
(dari kiri ke kanan, gambar bawah)
3192 REUMATOLOGI

Kristal karena pengobatan (iatrogenic crystal) dan inflamasome sebagai sensor tanda bahaya oleh kristal
benda asing: timbunan kortikosteroid (karena suntikan asam urat dan partikel-partikel lain, meskipun mekanisme
steroid intra artikular), timbunan karbonat tidak diketahui sepenuhnya. Aktivasi inflamasome NALP3/
Beberapa bentuk kristal yang dapat menyebabkan NLRP3 dan maturasi Pro I L-1 ~ yang secara biologis aktif
artropati pada gambar 1 di bawah. dalam 2 tahapan proses. Tahapan pertama terpicu oleh
TLRs atau IL-1 R mengekspresikan pro IL-~ dan komponen
inflamasome. Tahapan kedua stimulasi reseptor P2X7
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS oleh ATP ekstraseluler menginduksi aktivasi efflux kalium
dan produksi ROS (reactive oxygen species), demikian
Penyebab timbulnya timbunan kristal CPPD dan BCP juga kristal asam urat dan partikulat lain mengaktivasi
belum diketahui secara pasti . Pembentukan krisal CPPD inflamasome yang mengganggu fagositosis dan meng-
disebabkan oleh meningkatnya produksi pirofosfat akibatkan efflux kalium dan produksi ROS. Di samping
inorganik (Ppi) dan menurunnya kadar enzim pirofosfat itu aktivasi inflamasome oleh partikulat besar melibatkan
dalam kartilago. Peningkatan pirofosfat ada kaitannya ketidakstabilan membran lisosom dan aktivasi cathepsin
dengan peninggian aktivitas enzim ATP-pirofosfathidrolase B. IL-1 ~ matur akan mengaktivasi kompleks IL-1 R pada
yang menjadi katalisator reaksi ATP menjadi Adenosin dan permukaan synoviosit atau sel sekelilingnya, selanjutnya
Difosfat yang dapat bergabung dengan kalsium yang mengekspresikan sejumlah sitokin, kemokin dan mediator
membentuk kristal CPPD dalam matriks. 1·2.7 inflamasi lain yang berkontribusi terhadap reaksi inflamasi.
Pada tahap permulaan, deposisi kristal CPPD terjadi (Gambar 2), 7·8·9
pada kartilago sendi dimana deposit kristal tampak Kerusakan sendi akibat deposisi CPPD disebabkan
disekitar kondrosit lakuna pada bagian tengah dari oleh faktor yang mempermudah pembentukan inti kristal
kartilago hialin karena itu disebut kondrokalsinosis, kristal yaitu: 8·9
juga terjadi dalam fibrokartilago, ligamentum, tendon, 1. Peningkatan produksi Ppi dan penurunan kadar enzim
sinovia dan kapsul sendi. 1·2·7 pirofosfat dalam ekstrak kartilago dari penderita
Respons inflamasi terutama diperankan oleh sel dengan artritis CPPD.
polimorfonuklear (PMN) dan monosit. Reaksi inflamasi 2. Penurunan Glycoprotein pada kartilago yang secara
terjadi pada saat pembentukan kristal yaitu disaat proses normal menghambat dan mengatur neukleasi kristal,
lepasnya kristal (shedding) dari pembentukan deposit defisiensi inhibitor ini yang akan mengarah pada
subsinovia ke dalam rongga sendi. Reaksi inflamasi pada deposisi kristal yang meningkat.
CPPD lebih banyak dikaitkan dengan proses shedding 3. Pada studio in vitro telah terbukti bahwa baik growth
kristal. 6•8·9 factor beta-7 (TGF ~1) maupun faktor pertumbuhan
Radang sendi pada pseudogout timbul karena epidermal akan menstimulasi penglepasan pirofosfat
terlepasnya kristal CPPD dari deposit kristal yang terdapat oleh kartilago artikular sehingga dianggap faktor yang
dalam fibrokartilago dan kartilago hialin. Bebasnya kristal mempercepat deposisi kristal CPPD.
CPPD pada ruang sendi diikuti oleh fagositosis neutrofil Pembentukan kristal BCP (hidroksiapatit) membutuhkan
dan akan melepaskan berbagai mediator inflamasi seperti konsentrasi larutan yang tinggi (supersaturasi). Cairan
faktor kemotaktik, enzim lisosomal, radikal oksigen, sitokin tubuh yang normal tidak dapat menyebabkan terjadinya
IL-1 IL-2. Proses inflamasi yang kronik pada persendian supersaturasi yang akan meningkatkan kristal BCP. Kristal
akibat deposisi kristal CPPD lebih banyak diperankan oleh BCP ini jarang terbentuk, disebabkan penghambatan
tumor necrosis factor alpha (TNF-a) dan faktor transkripsi secara alamiah oleh jaringan ikat dan cairan tubuh.
dari nuclear factot kappa B (NFKB) dan activator protein Deposisi kristal dapat terjadi akibat gangguan metabolik
1 pada fibroblast. 8•9 yang meningkatkan konsentrasi larutan.1·3·5
Kristal yang dilepas akan dilapisi oleh protein baik Mekanisme terbentuknya kristal BCP pada daerah
berupa imunoglobulin (lgG) atau apolipoprotein (Apo). periartikular dan subkutaneus belum diketahui secara
Kristal yang dilapisi oleh lgG dapat merangsang sel- pasti. Deposisi kristal mungkin berhubungan dengan
sel yang berperan pada proses inflamasi seperti PMN, kerusakan jaringan dan cenderung terjadi pada lokasi
monosit, fibroblast, sinovlosit. Kristal yang terbungkus avaskular. Deposisi kristal BCP merupakan faktor penting
lgG tersebut akan bereaksi dengan reseptor Fe pada pada kejadian artropati kronik destruktif berat yang terjadi
permukaan sel dan mengaktifasi sistem fagositosis dan pada usia lanjut dan sering terjadi pada lutut dan sendi
terbentuklah fagolisosom. Enzim fagolisosom yang bahu (Milwaukee shoulder). Kristal BCP dapat terlepas dari
di-keluarkan akan menyebabkan terlepasnya ikatan tulang/permukaan persendian sehingga menyebabkan
hidrogen dari lgG dan terjadi proses membranolisis serta sinovitis akut yang sering didapatkan pada penderita
ruptur sel. Pada penelitian terbaru menunjukkan peran osteortritis kronik stabil. 1•2.4
ARTROPATI KRISTAL LAINNYA 3193

Potentiators

TLRst~
Induction of inflammasome components

...
NFKB
ell-1R /
Proll-1p

Activators

Extracellular P2X7
ATP Assembly of the inflammasome

Uric acid crystals

......
Alum

......
Proll-1 p

IL-1P

••••
BALP3/NLRP3 inflammasome

Phagolysosome

Gambar 2. Aktivasi inflamasom terhadap kristal dan partikel patogen.

Kristal BCP dapat merusakjaringan melalui beberapa Pseudogout salah satu penyebab utama artritis akut
cara yaitu interaksi permukaan kristal dengan sel mediator monoartikular dan oligoartikular pada pasien yang lebih
inflamasi sama seperti kristal MS.U dan CPPD kemudian tua, namun dapatjuga memberikan gambaran klinis yang
partikel kristal BCP dapat difagositosis oleh sel makrofag asi m ptomatis. 2•8
menyebabkan protease meningkat dan kelebihan mineral Pseudogout, serangan biasanya bersifat poliartikular,
pada kartilago atau cairan sendi, akan merusak permukaan simetris dan berkaitan dengan degenerasi kartilago. Pada
sendi. 2.4 saat serangan akut didapatkan adanya pembengkakan
yang sangat nyeri, kekakuan, panas terlokalisir sekitar
sendi yang sakit disertai edema. Gambaran ekstra artikular
GEJALA KUNIS dapat berupa demam yang ringan yang ditemukan 50%
kasus, tetapi kadang-kadang pula demam tinggi mencapai
Ada dua manifestasi klinis yang umum dari pseudogout 40 oc. 1,6,8
yaitu, pirofosfat artropati kronik yang ditandai dengan Beberapa tipe pseudogout di golongkan atas :1·2·3
osteoartritis dengan deposisi kristal dan pseudogout
yang merupakan sinovitis akut. Deposisi kristal CPPD Tipe A Pseudogout
pada sendi menyebabkan keradangan sendi yang Padajenis ini terdapat serangan artritis akut atau subakut,
disebut pseudogout, karena mempunyai spektrum dapat berlangsung sehari sampai beberapa minggu. Dapat
klinis mirip dengan gout. Nama lain pseudogout adalah sembuh sendiri dan umumnya menyerang satu sendi atau
kondrokalsinosis dan artropati pirofosfat. Kondrokalsinosis beberapa sendi perifer. Serangan tersebut dapat seberat
ditandai dengan gambaran radiologis berupa kalsifikasi serangan gout. Tindakan pembedahan dapat memicu
hialin atau fibrokartilago sendi lutut dan sendi-sendi serangan artritis akut pseudogout. Kurang lebih 50%
besar lainnya merupakan predileksi untuk terkena radang . serangan artritis akut pseudogout mengenai sendi lutut.
3194 REUMATOLOGI

Tipe B Pseudoreumatoid Artritis PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI


Pasien dengan timbunan kristal CPPD jenis ini hampir
5% menunjukkan serangan subakut pada beberapa Pemeriksaan Laboratorium
sendi, terjadi resolusi sendirisekitar 4 minggu sampai Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik, lekosit
beberapa bulan . Keluhan yang tidak spesifik seperti PMN sedikit meninggi. Sekitar 20% penderita dengan
kelelahan, kaku pagi hari . Adakalanya terdapat gejala timbunan deposisi kristal CPPD terdapat hiperurisemia
penebalan sinovia, pitting edema lokal, terbatasnya dan 5% disertai kristal MSU . Cai ran sinovia pada serangan
gerak sendi, keadaan demikian sering diduga sebagai akut pseudogout ditemukan bekuan musin. Kristal kalsium
artritis reumatoid dan kurang lebih 10% pasien artritis pirofosfat intraseluler dan ekstraseluler dapat diidentifikasi
yang berkaitan dengan CPPD menunjukan hasil tes pada 95 % cairan sinovia 8•10•11 ·12
faktor reumatoid positif. Kristal CPPD dengan mikroskop cahaya biasa terlihat
gambaran seperti Rodlike dan bentuk Rhomboid, sedang
Tipe C dan D Pseudo-osteoartritis dengan pemeriksaan polarisasi cahaya kristal CPPD
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi lutut, memperlihatkan gambaran Birefrigence positif lemah dan
pergelangan tangan, metakarpo-falangeal, pangkal dapat ditemukan penumpukan mikroskristal pada cairan
paha, tulang belakang, bahu, siku, dan tumit. Wanita sinovia (Gambar 3) .8
lebihsering, sendi yang terkena biasanya simetris .
Progresivitas sering pada sendi yang pernah mengalami
fraktur atau trauma. Diklasifikasikan sebagai tipe C bila
terdapat riwayat serangan akut yang nyata. Sedangkan
bila tan pa radang akut yang nyata diklasifikasikan dengan
tipe D.

Tipe E Asimtomatik.
Tipe E ini paling sering diantara tipe yang lain. Kebanyakan
sendi dengan timbunan kristal CPPD yang di temukan
pada pemeriksaan radiologis tidak memberikan keluhan,
meskipun ada pasien dengan keluhan akut atau kronik
pada sendi latn.
Gambar 3. Diagram karakteristik mikrokristal kristal CPPD
Tipe F Pseudoneuropatic Joints dan MSU di bawah kompensasi sinar polarisasi
Tipe ini mengacu ditemukannya kelainan artropati yang
mirip penyakit charcot pada lutut tanpa disertai dengan Pemeriksaan Radiologi dan Ultrasonografi
kelainan neurologis. Muskuloskletal
Deposisi kristal BCP (hydroxyapatit) adalah periatritis Gambaran radiologis dari penyakit deposisi kristal CPPD
kalsifik yang dapat bersifat unilokal atau multilokal dan memperlihatkan gambaran kondrokalsinosis berupa
bersifat familier. Terbanyak adalah Kristal hidroksiapatit bintik - bintik dan garis-garis radioopak dan paling
(HA). Timbunan HA sering terjadi pada sendi lutut dan sering tampak pada meniskus fibrokartilago sendi lutut.
bahu . Meskipun penyakit ini jarang, namun manifestasi Dapat pula terjadi kalsifikasi pada sendi radio ulnar distal,
klinis kadang - kadang mirip dengan osteoartritis, simfisis pubis, glenoid serta annulus fibrosus diskus
perlu dipikirkan kemungkinan kristal HA. Serangan i ntervertebral is.10•11·12
akut sering mengenai sendi bahu sekitar 70%, dikenal Gambaran yang dapat terlihat adanya fragmentasi
sebagai Sindrom Milwaukee bahu . Pasien dengan tulang, tulang rawan dan pembentukan osteofit, gambaran
Sindrom Milwaukee, nyeri bahu yang ringan sampai garis-garis radiodens yang kabur dari kalsifikasi sering
berat, disertai bengkak, kemerahan terutama sekitar terlihat pada kapsul dari sendi siku, bahu, panggul dan
akromion, menyebabkan keterbatasan lingkup gerak lutut.10,11,12
sendi, beberapa kasus terdapat subluksasi sendi bahu. ldentifikasi kristal BCP lebih sulit daripada CPPD,
Nyeri dapat menjalar ke lengan bawah pada sisi lateral. namun kristal BCP pada artritis dapat digunakan X-Ray
Keluhan bisa berlangsung beberapa minggu . Sindrom diffraction yang memberikan gambaran spesifik concentric
Milwaukee umumnya pada wanita usia lanjut. Gambaran rings.10.12
klinis rnirip dengan kelainan-kelainan sendi bahu, seperti Ultrasonografi muskuloskletal lebih sensitif mendeteksi
robekan rotator cuff, bursitis. kalsifikasi kartilago hialin dibandingkan radiografi
ARTROPATI KRISTAL LAINNYA 3195

konvensional. CPPD cendrung terpusat pada karti lago PENATALAKSANAAN


hialin yang memberikan gambaran lapisan yang sej ajar
dengan korteks tulang . (Gambar 4) 12 Non Medikamentosa
Edukasi pasien tentang penyakitnya, penyakit radang
sendi karena induksi kristal bersifat kronis dan berulang.
Menghindari pemicu serangan akut, dianjurkan kepada
penderita untuk menhgindari terjadinya trauma pada
sendi . Termasuk aktifitas yang berlebihan membebani
sendi . Modalitas fisioterapi dapat d igunakan pada
kondisi serangan akut sendi . Bila terjadi efusi sendi,
dapat dilakukan aspirasi cairan sendi yang berlebihan.
Tindakan ini akan meringankan keluhan penderita akibat
tekanan struktur sendi oleh efusi. Disamping itu bertujuan
Gambar 4. Gambaran ultrasonografi mu sculoscletal pada membuang kristal, sehingga proses keradangan dapat
kondrokalsinosis pada sendi lutut dihentikan . Tindakan ini dapat dirangkaikan dengan
pemberian steroid intra artikular. 4 .. 6·13
DIAGNOSIS lstirahat/tirah baring penting pada serangan akut
dan latihan fisik dilakukan setelah serangan membaik
Untuk menegakkan diagnosis kristal artropati akibat CPPD untuk memperbaiki ketegangan otot dan fungsi-fungsi
dan BCP perlu dilakukan pemeriksaan cairan sinovia, baik pergerakan untuk menghindari kontraktur.6·13
dengan cara aspirasi atau biopsi, pemeriksaan mikroskop
ditemukan kristal CPPD atau BCP. Pemeriksaan radiolog is Medikamentosa
bila dijumpai adanya gamba ran kondrokalsinosis.7•9•10 Pengobatan pada fase akut maupun kronik dengan
Pseudogout dapat dicurigai bila didapatkan adanya pemberian kolkisin, dapat digunakan untuk pencegahan
serangan yang bersifat rekuren, episodik , serangan serangan . Pemberian indometasin pada pseudogout
yang hebat pada artritis yang ditandai dengan sinovitis dosis 75-1 SO mg/hari, pengobatan profilaksis dengan
mikrokristalin dan didukung dengan pemerikasaan dosis rendah dari kolkisin juga dapat bermanfaat .
radiologis yang memperlihatkan adanya kondrokalsinosis EULAR merekomendasikan profilaksis dengan kolkisin
1,4
dosis kecil yaitu 0,6 mg dua kali sehari . Obat ini
efektif untuk peng-obatan pseudogout, juga dapat
Kriteria diagnostik untuk penyakit kristal CPPD :1·2·5
digunakan pada BCP (hidroksiapatit) . Bila terdapat
I. Ditemukan Kristal CPPD secara definitif dari aspirasi
kontra indikasi pemberian Obat anti lnflamasi Non
cairan sinovial, biopsi atau nekropsi.
Steroid ataupun kolkisin, maka steroid intra artikular
II. A. ldentifikasi kristal monoklinik atau trikliniat yang
menjadi pilihan .2.4· 13
tampak positif lemah, atau kurang jelasnya
Pemberian oral kortikosteroid menjadi alternatif
refraksi ganda dengan mikroskop biasa ber-
modalitas terapi bila terdapat monoartikular atau
polarisator
oligoartikular mikrokristal sinovitis. 8•13
B. Adanya kalsifikasi yang khas pada gambar
Pemberian kolkisin pada kristal atropati cukup baik
radiologis.
untuk mengatasi inflamasi.Pemberian glycosaminoglycan
Ill. A. Artritis akut, terutama pada lutut oleh sendi besar
polysulphate masih perlu studi konfirmasi lebih lanjut,
lainnya dengan atau tanpa hiperurisemia.
pemberian phosphocitrate yang berfungsi menghambat
B. Artritis kronik terutama pada lutut, sendi pangkal
formasi dari kristal CPPD dan respons seluler terhadap
paha, pergelangan tangan, siku sendi bahu dan
kristal CPPD. 2·7•13
sendi metakarpofalangeal. Terutama bila disertai
Apabila deposit kalsium demikian besar dan
eksaserbasi akut, artritis kronik yang menunjukan
menyebabkan nyeri kronik dan gangguan gerak, maka
gambaran tersebut membantu membedakan
disarankan tindakan operatif.U
dengan osteoartritis.

Kategori : Prognosis
Definitif kriteria I atau II (A) & (B) harus dipenuhi. Umumnya penyakit deposisi kristal pada sendi adalah
Probable kriteria II A atau II B harus dipenuhi. baik. Penyakit ini hanya akan menyebabkan gangguan
Possible kriteria Ill A atau B seharusnya meng pergerakan sendi jika terjadi deposisi kristal di sekitar
ingatkan klinisi kemungkinan penyakit dasar sendi, sehingga penderita akan terganggu aktifitas sehari
timbunan CPPD. - hari .2,5,6
3196 REUMATOLOGI

REFERENSI

1. McCarty G. Calcium Pyrophosphate Dyhidrate,


Hydroxyapatite, and Miscellaneous Crystals. In : Klippel
JH, Stone JH, Crofford JL and White PH, Editors. Primer
on the rheumatics diseases, 13th Ed, Atlanta : Arthritis
foundation,2008;p.263-270
2. Matson EB and Reginato AM. Calcium containing crystal-
associated arthropathies in the elderly population. In :
Nakasato Y, Yung RL, Editors. Geriatric Rheumatology, New
York: Springer,2011;p.213-224
3. Reginato AJ. Gout and other crystal Arthropathies. In:
Isselbacher KJ, Braunwald E, Fauci AS, et al, Editors.
Harrisons Principles of Medicine, 16th ed, New York: Mc
GrawHill inc,2001;p.1941-1943
4. Reginato AJ, Reginato AM. Diseases associated with
deposition of calcium pyrophospahte or hydroxyapatite. In
: Ruddy S, Harris ED, Sledge CB, Editors. Kelley Textbook
of Rheumatology, 6'h Ed, Philadelphia: W.B. Saunders Co,
2001;p. 1377-1390
5. Faridin. Kristal artropati selain gout. Dalam: Editor; Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi IV, Jakarta : Pusat penerbitan FKUI, 2006;p.
1221-1223
6. Rosenthal AK and Ryan LM, Calcium pyrophosphate
crystal deposition disease, pseudogout, and articular
chondrocalcinosis. In : Koopman, Moreland LW, Editors.
Arthritis and allied conditions, 15th Ed, Philadelphia :
Lippincot William & Wilkins, 2005;p.2373-2397
7. Sanchis AM, Pascual E. Intracellular and extracellular CPPD
crystals are a regular feature in synovial fluid from uninlamed
joints of patients with CPPD related arthropathy. Ann Rheum
Dis. 2005;64: 1769-1772
8. Lilicrap. Crystal Arthritis. Clin Med. 2007;7:60-64
9. Martinon F. Mechanisms of Uric Acid Crystal deposition.
Rev Imun. 2010:218-232
10. Thiele RG, Schlesinger N. Diagnosis of gout by ultrasound.
Rheumatol J. 2007:47;1116-1121
11. Frediani B, Filippou G, Falsetti P, et al. Diagnosis of calcium
pyrophosphate dihydrate crystal deposition disease :
ultrasonographic criteria proposed. Ann Rheum Dis. 2005;64
: 638-640
12. Zhang W, Doherty M, Pascual E, Barskova V,et al. EULAR
recommendations for calcium pyrophosphate deposition. Part
I: terminology and diagnosis. Ann Rheum Dis.2011:70;568-
570
13. Zhang W, Doherty M, Pascual E, Barskova V,et al. EULAR
recommendations for calcium pyrophosphate deposition. Part
II: Management. Ann Rheum Dis. 2011:70;571-575.
421
OSTEOARTRITIS
Joewono Soeroso, Harry Isbagio, Handono Kalim, Rawan Broto, Riardi Pramudiyo

PENDAHULUAN baru tersebut sering disebut sebagai chondroprotective


agents atau disease modifying osteoarthritis drugs
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif (DMOADs).
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra,
panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena
OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup ETIOPATOGENESIS OSTEOARTRITIS
tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada
wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua
melakukan aktivitas ataujika ada pembebanan pada sendi yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer
yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak
dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi . OA
sifatnya yang kronik- progresif, OA mempunyai dampak sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan
sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter,
di negara berkembang . Diperkirakan 1 sampai 2 juta jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.
orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding
OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA sekunder (Woodhead, 1989; Sunarto, 1990; Rahardjo,
OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi 1994).
yang berumur tua; Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari
Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar
dengan pengendalian faktor-faktor risiko , latihan, yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa
intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis
OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur
membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
digunakan analgetika atau obat anti - inflamasi non steroid diketahui (Woodhead, 1989). Jejas mekanis dan kimiawi
(OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara lain
progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan
sehingga tidakjarang menimbulkan masalah. Di Amerika, sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik,
penggunaan OAINS menelurkan sekitar 100.000 pasien humoral dan faktor kebudayaan (Moskowitz, 1990). Jejas
tukak lambung dengan 10.000-15.000 kematian setiap mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting
tahun. Atas dasar masalah-masalah tersebut di atas, para yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan
ahli berusaha mencari terapi farmakologis yang dapat produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi
memperlambat progresifitas kerusakan kartilago sendi, yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan
bahkan kalau mungkin mencegah timbulnya kerusakan kondrosit dan nyeri (Ghosh, 1990: Pelletier, 1990) .
kartilago. Beberapa obat telah dan sedang dilakukan uji Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago
pada binatang maupun uji klinis pada manusia. Obat-obat yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas
3198 REUMATOLOGI

dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai pe rbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks
kompensasi perbaikan (repair) (Brandt, 1993). Osteo- rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah
artritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi dibanding normal yaitu 0,29 dibanding 1 (Dingle, 1991).
rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
(Woodhead, 1989). peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana penumpukan trombus dan kompleks lipid pada pembuluh
kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi darah sub-kondral yang menyebabkan terjadinya iskemia
matriks baru (Woodhead, 1989; Dingle, 1991 ). Proses dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut (Ghosh,
perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan 1992). lni mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya
membantu komunikas i antar sel. Faktor ini menginduksi menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang
kondrosit untuk mensistesis asam deoksiribonukleat (DNA) diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor menghantarkan rasa sakit (Moskowitz, 1987). Penyebab
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya
factor (IGF- 1), growth hormon, transforming growth factor mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang
b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor menyebabkan radang sendi (Brandt, 1987), peregangan
pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra
dalam proses perbaikan rawan sendi . Pada keadaan artikular akibat kerja yang berleb ihan (Ruoff, 1986). Sakit
inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1 pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
(Pelletier, 1990). menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
Faktor pertumbuhan TGF-b mempunyai efek multipel medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler
pada matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen akibat stasis vena intramedular karena proses remodelling
dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzym pada trabekula dan subkondria l (Moskowitz, 1987; Brandt,
yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi 1987).
prostaglandin E2 (PGE 2 ) dan melawan efek inhibisi Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting,
sintesis PGE 2 oleh interleukin-1 (IL-1 ). Hormon lain yang yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material
mempengaruhi sistesis komponen kartilago adalah testos- asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi
teron, b-estradiol, platelet derivat growth factor (PDGF), sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin.
fibroblast growth factor dan kalsitonin (Moskowitz, 1990; Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF-a dan b, dan
Pelletier, 1991) interferon (IFN) a dan t (Moskowitz, 1990; Pelletier, 1990;
Dingle, 1991). Sitokin-sitok in ini akan merangsang
kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk
Pathogenesis of OA memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi

1' Matrix degeneration


• Cytokin
•I
Chondroitin i-Matrix synthesis
monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara
langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi
pada cairan sendinya (Moskowitz, 1990). Sitokin ini juga
•Enzymes
• Nitric oxide
t mempercepat resorpsi matriks rawan sendi (Ghosh, 1992).
lnterleukin-1 mempunyai efek multipel pada
Genetic -----+ Chondroitin + - Chondroitin


sel ca iran sendi, yaitu meningkatkan sistesis enzim
yang mendegradasi rawan send i yaitu stromelisin dan
Chondroitin
IGF-1 = insulin like growth factor kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan
TGF-~ transforming growth factor normal kondrosit. Pada percobaan binatang ternyata
pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat
Gambar 1. Patogenesis OA. Proses perbaikan rawan sendi dan menghambat sistesis glukoaminoglikan sebanyak 50%
faktor keseimbangan antara sintesis matriks dan hilangnya
matriks (sumber : Doherty & Jones, 1994) pada hewan normal (Dingle, 1991 ). Kondrosit pasien OA
mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak dibanding
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah individu normal (Pelletier, 1990) dan khondrosit sendiri
keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk dapat memproduksi IL-1 secara lokal (Dingle, 1991).
hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung ber- Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai
akumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.
serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen
inflamasi sendi (Woodhead, 1989; Pelletier, 1990). Rerata matriks rawan sendi , sebaliknya faktor pertumbuhan
OSTEOARTRITIS 3199

merangsang sintesis, padahal IGF - 1 pas ien OA leb ih Hayashi dkk (1997), juga mendapatkan adanya
rendah dibandingkan ind ividu normal pada umur yang peningkatan ekspresi iNOS mRNA pada kartilago pasien
sama (Moskowitz, 1990; Pelletier, 1990). Percobaan pada OA. Pada eksplan (kultur dari eksisi jaringan) kartilago
kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintes is yang di tambah dengan S-nitroso - acetyl penicillamine
terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal (donor NO), juga terjadi peningkatan produksi tumor
setelah 3-4 minggu (Dingle, 1991 ). necrosis factor (TNF) a oleh makrofag dan sinoviosit. NO
dapat bersifatpro- inflamasi, karena NO mempunyai efek
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
KELAINAN DISEKITAR RAWAN SENDI walaupun secara kostitutif NO mempunyai efek anti-
inflamasi (label 2).
Kelainan disekitar rawan send i tergantung pada send i
yang terkena, tetapi prinsipnya adalah adanya tanda-tanda Efek NO terhadap kondrosit meliputi:
inflamasi sendi, perubahan fung si dan struktur rawan send i inh ibisi produksi kolagen dan proteoglikan
seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan aktivasi metaloproteinase
fleksibilitas, pembesaran tulang serta gangguan fleksi dan meningkatkan kepekaan trauma oksidan lain (Hp)
ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi menurunkan ekspresi IL- 1 reseptor antagonis
baik pada gerakan aktif maupun pasif. inhibisi polimerisasi aktin dan sinyal IL-1 integrin
apoptosis (programmed cell death)
Peran NO (nitric Oxide} pada Kerusakan Kartilago normal tidak memproduksi NO kecuali atas
Kartilago rangsangan I L-1, tetapi pada eksplan kartilago pasien
NO merupakan gas yang diproduksi oleh berbagai sel OA dan RA produksi NO masih berlangsung setelah 72
tubuh dan mempunyai peran sentral pada pertahanan jam pada keadaan tanpa rangsangan Lipopolysacharide
tubuh dan imunitas.Produksi NO di rangsang oleh nitric (LPS), IL-1 atau TNF yang dapat memperpanjang waktu
oxide synthase (NOS), dimana terdapat 3 isoform NOS: paruh NOS mRNA atau protein tertentu. lni menunjuk-
Constitutively expressed NOS (cNOS, mis; neuronal kan adanya NOS up-regulating factors lain pada kartilago
cNOS = ncNOS = NOS-/) yang meliputi:
Endothelial cNOS (ecNOS = NOS-I/I) 1. sitokin dan growth factors produksi kondrosit
Inducible NOS (iNOS=NOS-11) 2. interaksi dengan komponen matriks yang
NeuronalcNOS dan ecNOS adalah konstitutif dan meningkatkan NOS
fisiologis, sedangkan iNOS bersifat patologis. iNOS 3. difusi soluble stimuli ke matriks dari sumber sinovial
merangsang produksi NO berlebihan yang kemudian lain.
bereaksi dengan 0 2 membentuk peroksinitrit yang toksik. Pada kartilago sendi sapi yang diberi stres oksidan,
Sakurai dkk. (1995), mendapatkan peningkatan kadar menunjukkan NO pada cairan sendi merupakan mediator
inducible nitric oxide synthase (iNOS) pada pasien OA apoptosis kondrosit yang tergantung IL-1 (IL- 7 dependent
maupun reumatoid ~rtritis (RA) . Mc Innes (1996), juga apoptosis). Proses ini disertai deplesi nicotiamide adenine
melaporkan peningkatan kadar NO pada kultur kartilago dinucleotide (NAD) dan aktivasi ensim stress activated
pasien kedua penyakit tersebut. protein kinase (SAPK). Pada kultur kartilago pasien OA

Neuronal cNOS Endothelial Cnos Inducible NOS


(NOS-I) (NOS-Ill) (iNOS atau NOS-II)

Lokasi Neuron susunan saraf pusat dan Endotel, neuron, miosit Makrofag, endotel, kondrosit, hepa-
perifer, platelet, sel b, pankreas, sel jantung tosit, sinoviosit, sel otot polos
epitel

Stimuli NMDA, insulin, trombin Asetilkolin, ADP, trombin, Endotoksin, Interferon o.


shear stress, VEGF IL-1,TNFa

Lokalisasi kromosom 12 (manusia) 7 (manusia) 17 (manusia), 11(tikus)


Lokalisasi enzim Sitosol Kaveolae Sitosol
3200 REUMATOLOGI

FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOARTRITIS


Tabel 2. Peran NO pada lnflamasi
• Pro-inflamasi
Untuk penyakit dengan penyebab yang tak jelas, istilah
• Vasodilatasi dan hiperpermeabilitas
faktor risiko (faktor yang meningkatkan risiko penyakit)
• Hipotensi dan kolaps vaskular pada sepsis
adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko untuk
• Efek sitotoksik
• Aktivasi cyclo-oxygenase timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini .
• Bereaksi dengan 02 membentuk peroksinitrit yang Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai
toksik biomekanik , cedera dan persentase gangguan yang
• lnhibisi sintesis NO pada artritis eksperimental berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut
• Stimulasi produksi TNFa pada sinoviosit untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Dengan
melihat faktor-faktor risiko ini, maka sebenarnya semua
juga ditunjukkan adanya deplesi NAD dan peningkatan OA individu dapat dipandang sebagai
aktivitas SAPK. Aktivasi SAPK juga merangsang produksi Faktor yang mempengaruhi predisposisi
metaloproteinase pada kartilago dengan OA. Pada IL-1 generalisata.
dependent apoptosis I L-1 yang berperan adalah I L-1 b. Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis
tak normal pada sendi -sendi tertentu .
Regulasi NO dan Mediator Radang pada Kegemukan, faktor genetik dan j enis kelamin adalah
Kartilago faktor risiko umum yang penting.
Eksplan kartilago OA juga mengekspresikan
cyclooxygenase-2 (COX-2) dan prostaglandin E2 (PGE 2) . Umur
lnhibisi NOS dengan L-monomethyl-L-arginine (L-NMA) Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor
meningkatkan PGE 2 maupun matrix metal/oproteinase-3 ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya
(MMP-3) dua kali lipat pada kartilago OA, sedangkan OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA
penambahan nitroprusid natrium yang merupakan donor hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di
NO, dapat menghambat PGE2 dan MMP-3 . Produksi bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun .
spontan dari mediator inflamasi (NO dan PGE 2) pada Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan
eksplan kartilago OA dan RA menghasilkan stimuli yang saja . Perubahan tulang rawan send i pada ketuaan berbeda
berlanjut dengan degradasi kartilago, misalnya ekspresi dengan perubahan pada OA.
IL-1b yang menyebabkan pelepasan NO dan PGE 2• IL-6, IL-8
dan TNF juga terlibat dalam degradasi kartilago. NO dan Jenis Kelamin
PGE 2 juga meningkatkan IL- 17 yang independen dengan Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi,
peningkatan IL-1b. dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan

Lamina splenden (serat halus) { 1-·---U.- -IJ


Zona tangensial (kolagen tersusun rapat) {

Zona transisional (kolagen tidak beraturan){

Zona radial
Tide mark

Zona terkalsifikasi (serat tegak lurus)

Tulang subkondral

Gambar 2: P~ran sitoki~ IL-1 dan TNF-a pada komponen rawan sendi yang dapat menyebabkan
kerusakan Janngan send1
OSTEOARTRITIS 3201

INIASIASI IMUNITAS

• •
RESORPSI TULANG KARTILAGO, TULANG, Trauma lnflamasi I infeksi
DAN DEGRADASI JARINGAN
? IKAT
--.~~ .
~- Kolagenheliks
0 0. ( ( ( ( ( • ~ atauproteoglikan
I
DEGRADASI / Pajanan epitop tersembunyi

+ ~Degradasi & pembukaan

·~--IL-•, ~'
gulungan menghasilkan
rantai a & kepingan

~--::_- Koolro•" PENGENALAN ANTIGEN KARTILAGO


TNF-a Rad1kal
Sel sinov1al bebas
o; -oH

~
t
Limfosit B
- - - Reaktivitas dengan
kepingan kolagen tipe II
IL-1
Leukosit®
polim9rfo- I IL- 1
nuklear . . TNF-a
@
IL-1 , TNF-a ~ @
@
JALUR EFEKTOR JARINGAN IKAT RESPONS IMUN Perluasan klon sel imun
T penolong (sel T helper)

Gambar 3. Perubahan yang terjadi pada rawan sendi penderita osteoartritis (sumber : Moll, 1987)

tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu
frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, (terutama OA banyak sendi).
tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi
OA lebih banyak pada wanita daripada pria . Hal ini Kegemukan dan Penyakit Metabolik
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan
OA. meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada
wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya
Suku Bangsa berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau
terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa. sternoklavikula). Oleh karena itu di samping faktor mekanis
Misalnya OA paha lebih jarang di antara orang-orang
yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis),
kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia . OA lebih sering
diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan
dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada
pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik
orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukanjuga
kelainan kongenital dan pertumbuhan disokong oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit
jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi. Pasien-
pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit
Genetik
jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA
orang-orang tanpa osteoartritis.
misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada
sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2
kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak- Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah raga
anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi
sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik
dari wanita tan pa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu.
prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur- Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA
protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan yang lebih tinggi . Peran beban benturan yang berulang
3202 REUMATOLOGI

pada timbulnya OA masih menjadi pertentangan. Aktivitas- Faktor-faktor untuk Timbulnya Keluhan
aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera Bagaimana timbul rasa nyeri pada OA sampai sekarang
traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan masih belum jelas. Demikian juga faktor-faktor apa yang
ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi selain membedakan OA radiografik saja (asimtomatik) dan OA
cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong simtomatik masih belum diketahui . Beberapa penelitian
pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk menunjukkan bahwa wanita dan orang yang gemuk
timbulnya OA. Meskipun demikian, beban benturan yang cenderung lebih sering mempunyai keluhan daripada
berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang dengan perubahan yang lebih ringan. Faktor-
orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat faktor lain yang diduga meningkatkan timbulnya keluhan
berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA. ialah hipertensi, merokok, kulit putih dan psikologis yang
tak baik.

Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya
SENDl-SENDI YANG TERKENA
penyakit Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah
dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
Adanya predileksi OA pada send i-sendi tertentu (carpo-
Mekanisme inijuga diduga berperan pada lebih banyaknya
metacarpal I, metatarsofalangeal I, sendi apofiseal tulang
OA paha pada laki-laki dan ras tertentu .
belakang, lutut dan paha) adalah nyata seka li. Sebagai
perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral
Faktor-faktor Lain
atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan
pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai
risiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang
sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan
yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi
bahwa sendi-sendi yang sering tekena OA adalah
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi .
sendi- sendi yang paling akhi r mengalami perubahan-
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah
perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan
robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya
mencengkeram dan berdiri dua kaki . Sendi-sendi tersebut
OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya
mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal
mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif
untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai
antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi
cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan
faktor yang melindungiuntuk timbulnya OA, meskipun
demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang
mekanismenya belum jelas.
sudah mengalami adaptasi lebih lama.

Gangguan

Ced era Kelainan Ketuaan,


metabolik faktor-faktor intrinsik,
ekstrinsik
Ketidakstabilan

Kompensata
Keluhan/ketidakmampuan :
ringan/tidak ada
Proses OA
Dekoompensata
Keluhan/ketidakmampuan:

Osteofit Metabolsme
Osteofit Kondrosit

Jawaban Sinovial Reaksi kapsul

Gambar 4. Penggambaran OA sebagai suatu proses perbaikan yang dapat kompensata atau gagal
dalam jawaban pada berbagai gangguan
OSTEOARTRITIS 3203

RIWAYAT PENYAKIT bisa dogoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan


gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan- eksentris (salah satu arah gerakan saja).
keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang
secara perlahan-lahan. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA
Nyeri Sendi lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter
membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit,
sebelum-nya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu . Gejala
Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih di manipulasi.
dibanding gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat
berupa penjalaran atau akibat radikulopati , misalnya Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
padaOA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi
stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di pada sendi yang biasanya tak banyak ( < 100 cc) . Sebab
betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten. lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah
permukaan sendi.
Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan Tanda-tanda Peradangan
pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
Kaku Pagi kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul
setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki
waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki .
tidur.
Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang
Krepitasi Permanen
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang
sendi yang sakit. lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan
dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan
Pembesaran Sendi (deformitas) permukaan sendi.
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya
(seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan-pelan Perubahan Gaya Berjalan
membesar. Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai
Perubahan Gaya Berjalan pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan paasien. stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan
Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga
atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan menimbulkan gangguan fungsi .
berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang
umumnya tua . PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis


PEMERIKSAAN FISIS dan radiografis .

Hambatan Gerak Radiografis Sendi yang Terkena


Perubahan ini seringkali sudah ada mekipun pada OA yang Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang
masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat terkena osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran
dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya diagnostik yang lebih canggih .
3204 REUMATOLOGI

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis PEMANTAUAN PROGRESIVITAS DAN OUTCOME
OA ialah: OA
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris
(lebih berat pada bagian yang menanggung beban). Terdapat 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral. outcome OA:
Kista tulang Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien
Osteofit pada pinggir sendi (patient-related measures of joint pain and diability),
Perubahan struktur anatomi sendi . misalnya nilai algofungsional dari WOMAC, indeks
beratnya nyeri lutut dan panggul.
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di
Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada
atas, secara radiografi OA dapat digradasi menjadi
sendi yang terserang (measurement of the structural/
ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence) .
anatomical changes in the affected joints) misalnya
Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi
radiografi polos, MRI, artroskopi dan ultrasound
seringkali masih normal.
frekuensi tinggi
Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain. Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan
Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan perubahan metabolisme atau perubahan kemampuan
magnetik mungkin diperlukan pada beberapa fungsional dari rawan sendi artikular, tulang subkondral
keadaan tertentu. Bila osteoartritis pada pasien atau jaringan sendi lainnya (measurements of the
dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolik atau disease process exemplified by changes in metabolism
genetik seperti alkaptonuria, oochronosis, displasia or functional properties of the articular cartilage,
epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau subchondral bone or other joints tissues) misalnya
hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi marker rawan sendi dalam cairan tubuh, skintigrafi
pada tengkorak dan tulang belakang). tulang, pengukuran resistensi terhadap kompresi pada
Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga rawan sendi dengan mengukur kemampuan identasi
pada pasien yang mempunyai keluhan banyak sendi atau penyebaran.
(osteoartritis generalisata). Nilai algofungsional, radiologik polos dan artroskopi
Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit- telah banyak digunakan pada berbagai uji klinik OA,
penya kit yang meskipun jarang tetapi berat tetapi hanya nilai algofungsional saja yang telah divalidasi
(osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sebagai instrumen outcome
sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Foto polos sendi selama ini digunakan sebagai
Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut standard emas untuk menilai perubahan struktur sendi
seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih pada berbagai uji klinik penggunaan obat DMOA (Disease
canggih seperti sidikan tulang, penginderaan dengan Modifying Osteoartritis Drugs). Kelemahan teknik ini
resonansi magnetic (MRI), artroskopi dan artrografi. terletak pada kenyataan bahwa teknik ini hanya dapat
Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan menilai secara tidak langsung, suatu surrogate marker,
mielografi mungkin juga diperlukan pada pasien perubahan yang terjadi akibat destruksi rawan sendi
dengan OA tulang belakang untuk menetapkan dan bukan penilaian secara langsung proses yang terjadi
sebab-sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi pada rawan sendi. Hal yang sama ditemukan pada MRI,
radikular atau medulla spinalis. hingga saat ini MRI tidak dapat memantau kualitas dan
komposisi rawan sendi, informasi yang diperoleh hanyalah
pengukuran tidak langsung dari proses penyakit. Melihat
PEMERIKSAAN LABORATORIUM hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang secara
cepat memberikan informasi dari fungsi, komposisi dan
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak
proses metabolik pada rawan sendi yang dapat digunakan
banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, untuk memantau hasil pengobatan.
laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses
OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis degradasi matriks molekul yang akan dilepaskan kedalam
peradangan . Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor cairan tubuh seperti dalam cairan sendi, darah dan urin.
reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang Beberapa marker molekular dari metabolisme matriks
disertai peradangan , mungkin didapatkan penurunan rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik
viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan dan monitor penyakit sendi seperti pada RA dan OA
ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme
protein. penyakit pada tingkat molekular. Walaupun banyak
OSTEOARTRITIS 3205

publikasi yang telah melaporkan bahwa pada OA terjadi ditemukan dalam cairan sinovia atau dalam serum pasien
peningkatan pelepasan marker rawan send i, tulang dan OA yang berasal dari berbagai komponen ekstraselular
sinovia ke dalam cairan send i, serum dan urin, namun matriks (lihat tabel 3) .
penggunaan marker in i untuk memantau proses penyakit
pada OA masih sukar dilaku kan .
Kata markertelah digunakan pada berbagai keadaan. HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI MARKER
Pada OA maka yang dimaksud dengan marker ialah sitokin, DENGAN METABOLISME RAWAN SENDI
enzim protease dan inhibitornya, komponen matriks rawan
sendi dan fragmennya, antibodi terhadap kolagen rawan Hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal marker
sendi dan membran prote in kondrosit serta hormon molekular pada OA ialah :
pertumbuhan . Pengetahuan tentang hubungan antara konsentrasi
marker molekul dengan tingkat metabolisme dari
rawan sendi .
JENIS MARKER MOLEKULAR PADA OSTEO- Pengetahuan tentang hubungan antara konsentrasi
ARTRITIS marker molekul pada berbagai cairan tubuh seperti
pada cairan sendi, serum dan urin
Terdapat berbagai jenis marker molekular yang dapat Pengaruh adanya perubahan tubuh seperti inflamasi

Tabel 3. Marker Molekular dalam Cairan Sendi dan Serum untuk Metabolisme Rawan Sendi pada OA
Marker OA pada Marker OA
Marker Proses
cairan sendi pada serum
Cartilage
Aggrecan
Core Protein epitopes Degradasi dari agregan ft
Core Protein epitopes
(cleavage site specificneoepitopes) Degradasi dari agregan ft
Keratan Sulfate epitopes Degradasi dari agregan ft ftdJ
Chondroitin sulfate ratio
(846, 3B3, 704, etc.) Sintesis/degradasi dari agregan ft ft
Chondroitin sulfate ratio 65/45 Sintesis/degradasi dari agregan u
Small proteoglicans Degradasi dari proteoglikan kecil ft
Cartilage matrix proteins
Cartilage oligometric matrix protein Degradasi dari COMP ft
Cartilage collagens
Type II collagen C-propeptide Sintesis dari kolagen tipe II ft
Type II collagen a chain fragments Degradasi dari kolagen tipe II ft
Matrix metalloproteinases and inhibitors Sintesis dan sekresi ft ft<::>
Meniscus
Cartilage oligometric matrix protein Degradasi dari COMP ft
Small proteoglicans Degradasi dari proteoglikan kecil
Synovium
Hyaluronan Sintesis dari hialuronan ft
Matrix metalloproteinases and inhibitors
Stromelvsin (MMP-3) Sintesis dan sekresi dari MMP-3 fl=
Interstitial collagenase (MMP-1) Sintesis dan sekresi dari MMP-1 ft <=>
Tissue inhibitors of metalloproteinases Sintesis dan sekresi dari TIMPs ft <=>
Type Ill collagen N-propeptide Sintesis/degradasi dari kolagen tipe Ill ft ft
Bone ft
Bone sialoprotein Sintesis/degradasi dari BSP ft
Osteocalcin Sintesis dari osteokalsin ft<::> <=>
3-hidroxypyridinium crosslinks Degradasi dari kolagen tulang ft<::>
3206 REUMATOLOGI

sinovial, gangguan fungsi hati dan fungsi ginjal kemampuan untuk nembedakan antara individu yang
terhadap konsentasi marker. terserang dengan individu yang tidak terserang yang
Spesifitas dari marker molekul pada tulang rawan biasanya diekspresikan sebagai sensitivitas dan spesivitas
terutama pada rawan sendi. uji tersebut
Uji evaluatif diarahkan pada kemampuan marker
Pengetahuan tentang hubungan antara perubahan
tersebut untuk memantau perubahan sepanjang waktu
konsentrasi marker pada berbagai cairan tubuh dan
pada seorang pasien yang diekspresikan pada sensitivitas
perubahan metabolisme matriks sangatlah terbatas .
uji tersebut pada perubahan.
Sebagai contoh bahwa konsentrasi dari marker degradasi
Uji diagnostik yang sering digunakan di bidang
matriks dalam cairan tubuh tidak hanya tergantung
reumatologi misalnya pemeriksaan Faktor Reumatoid
pada tingkat degradasi matriks rawan sendi tetapi juga
(RF) dan ANA pada Artritis reumatoid. Marker yang
tergantung banyak faktor seperti kecepatan eliminasi
dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara
(bersihan) fragmen molekul tersebut dari cairan tub1,Jh dan
lain Keratan sulfat dalam serum yang dapat digunakan
jumlah matriks rawan sendi yang masih tersisa. Walaupun
untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Problema
ada faktor perancu tersebut konsentrasi marker dalam
yang muncul ialah ternyata marker tersebut tidak
cairan tubuh sangatlah erat hubungannya dengan tingkat
seperti yang diharapkan walaupun marker serum ini erat
metabolisme matriks molekul rawan sendi, Komponen yang
hubungannya dengan degradasi proteoglikan rawan
seperti itu antara lain: agrekan, COMP (cartilage ologomeric
sendi, terdapat tumpang tindih d( antara individu yang
matrix protein) dan collagen II C -propeptide yang nampak
terserang dengan yang tidak terserang, selain itu marker
berubah konsentrasinya dalam cairan tubuh setelah cedera
ini dipengaruhi umur dan gender. Marker uji diagnostik
atau pada OA. Perubahan ini konsisten baik pada hewan
lainnya ialah konsentrasi fragmen agrekan, fragmen
percobaan in vivo atau pada rawan sendi OA in vitro
COMP, metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam
ldentifikasi dari sumber asal fragmen molekul
cairan sendi. Walaupun hasil penelitian menunjukkan
merupakan pula masalah dalam hubungan antara proses
dengan jaringan. Suatu peningkatan pelepasan fragmen tum pang tindih yang mode rat, tetapi peneltian yang ada
molekul ke dalam cairan tubuh dapat berasal dari masih bersifat potong-lintang dan retrospektif, karena
suatu proses degradasi saja (dengan akibat kerusakan itu untuk dapat digunakan lebih luas perlu penelitian
jaringan) atau sebagai akibat peningkatan degradasi prospektif.
yang bersamaan pula dengan peningkatan pembentukan Marker sering pula digunakan untuk menentukan
baru/perbaikan (yang menghasilkan keadaan steady beratnya penyakit. Pada penyakit bukan OA misalnya pada
state), dengan demikan diperlukan marker untuk kondisi penyakit tiroid maka TSH selain dapat digunakan sebagai
degradasi (misalnya fragmen agrekan) dan sintesis uji diagnostik dapat pula digunakan untuk menentukan
(misalnya collagen II pro-peptide) beratnya penyakit. Pada OA beratnya penyakit biasanya
Masalah lain ialah bila suatu marker katakanlah tidak ditentukan dengan berbagai cara antara lain: derajat
berhubungqn dengan proses degradasi tetapi hanyalah radiologik Kellgren dan Lawrence, jumlah kehilangan
berhubungan dengan proses sintesis maka sumber rawan sendi pada artroskopi dan derajat kapasitas
spesifik fragmen tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut. fungsional pasien. Penggunaan marker molekular dapat
Suatu fragmen molekul yang telah diidentifikasi dapat digunakan sebagai tambahan dalam menentukan derajat
berasal dari: penyakit. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan oleh
pemecahan matriks baru yang belum masuk ke dalam
karena marker molekular mempunyai potensi yang cukup
matriks fungsional
besar dalam memberikan informasi tentang kualitas rawan
pemecahan matriks yang sudah matang
sendi yang tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan
Selain itu masih ada masalah lagi ialah berasal lainnya.
dari kompartemen yang mana marker molekular yang Marker molekular dapat digunakan pula sebagai
ditemukan di cairan tubuh tersebut, apakah dari periselular, marker prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan
matriks teritorial atau matriks interteritorial memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan serum
(bukan keratan sulfat) dapat digunakan untuk membuat
prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya progresivitas
POTENSI PENGGUNAAN MARKER OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat
membuat prediksi terhadap progresifitas radiologik pasien
Kebutuhan pemakaian marker berbeda tergantung pada OA dalam 5 tahun. Seperti halnya dengan penggunaan
kegunaannya yaitu untuk uji diagnostik, uji prognostik untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini
atau uji evaluatif. masih perlu diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal
Uji diagnostik biasanya lebih diarahkan pada dengan jumlah pasien yang lebih besar.
OSTEOARTRITIS 3207

Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi
terhadap respons pengobatan, contoh pada penyakit yang sakit.
bukan OA ialah pengukuran reseptor estrogen pada kanker
payudara. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks Penurunan Berat Badan
rawan send i yang dilepaskan dan yang masih tertinggal Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor
dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya
penting dari peranga i proses metabolik atau peranan berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan.
dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan
yang dilepaskan dalam ca iaran tubuh dan yang masih penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat
tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan badan ideal.
aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungs inya
terhadap matriks rawan sendi pada OA. Enzim tersebut
ialah stromielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan TERAPI FARMAKOLOGIS
marker ini sedang dikembangkan.
Marker dapat digunakan pula untuk monitor respons Analgesik Oral Non Opiat
pengobatan. Marker ini perlu dikembangkan agar dapat Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati
digunakan dalam memantau hasil pengobatan dengan sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau
DMOA (Disease modifyang osteoarthritic drugs) yaitu obat menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang
yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit. dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada
umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada media
masa, baik cetak (koran), radio maupun televisi .
PENGELOLAAN
Analgesik Topikal
Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan
mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada
terkena . Pengelolaannya terdiri dari 3 hal umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini,
Terapi non-farmakologis : sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya.
Edukasi atau penerangan;
Terapi fisik dan rehabilitasi; Obat Anti lnflamasi Non Steroid (OAINS).
Penurunan berat badan. Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil,
Terapi farmakologis : pada umumnya pasien mulai datang kedokter. Dalam hal
Analgesik oral non-opiat; seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh
Analgesik topikal; karena obat gologan ini di samping mempunyai efek
OAINS (obat anti inflamasi non steroid); analgetikjuga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena
Chondroprotective; pasien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-
Steroid intra-artikular obatan jenis ini harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah
Terapi Bedah : obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara
Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb; pemakaian yang sederhana, di samping itu pengawasan
Arthroscopic debridement danjoint lavage; terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu
Osteotomi; harus dilakukan.
Artroplasti sendi total.
Chondroprotective Agent
Yang dimaksud dengan chondroprotective agent adalah
TERAPI NON-FARMAKOLOGIS obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA.
Penerangan Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau
sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs).
menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat
serta persendiannya tetap dapat dipakai. ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-(, superoxide desmutase dan
Terapi Fisik dan Rehabilitasi sebagaimya
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan
3208 REUMATOLOGI

untuk menghambat kerja enzim MMP dengan Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat
cara menghambatnya . Salah satu contoh adalah menghambat aktivitas enzim lisozim. Pada pengamatan
doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam terapi
hewan dan belum dipakai pada manusia. OA. (Fife & Brandt, 1992)
Asam hialuronat disebutjuga sebagai viscosupplement Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap
oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah sel mamalia dan mempunyai kemampuan untuk
dapat memperbaik i viskos itas cairan sinovial, menghilangkan superoxi de dan hydroxil radicals .
Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
obat ini diberikan secara intra - artikular. Asam
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hialuronat ternyata memegang peranan penting
hydrogen pero xyde dapat merusak kondrosit
dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui
secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan
agregasi dengan proteoglikan . Di samping itu
bahwa pemberian superoxide dismutase ini dapat
pada binatang percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi keluhan -keluhan pada pasien OA.(Fifi &
mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat Brandt, 1992)
angiogenesis dan khemotaksis sel-sel inflamasi . Steroid intra-artikular, pada penyakit artritis reumatoid
Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah menunjukkan hasil yang baik . Kejadian inflamasi
enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh
rawan, antara lain : hialuronidase, protease, elastase karena itu kortikosteroid intra artikular telah dipakai
dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang dan mampu mengurangi rasa sakit, walaupun hanya
sintesis proteogl ikan dan asam hialuronat pada dalam waktu yang singkat. Penel itian selanjutnya tidak
kultur tulang rawan sendi manusia. Dari penelitian menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien
Rejholec tahun 1987 (dikutip dari Fife & Brandt, OA, sehingga pemakaiannya dalam hal ini masih
1992) pemakaian glikosaminoglikan selama 5 tahun kontroversial.
dapat memberikan perbaikan dalam rasa sa kit pada
lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir),
yang secara statistik bermakna. Juga dilaporkan pada TERAPI BEDAH
pemeriksaan radiolog is menunjukkan progresivitas Terapi ini diberikan apabila te rapi farmakologis tidak
kerusakan tulang rawan yang menu run dibandingkan berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk
dengan kontrol. melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada mengganggu aktivitas sehari-hari.
jaringan kelompok vertebrata, dan terutama terdapat
pada matriks ekstraselular sekeliling sel. Salah satu
jaringan yang mengandung kondroitin sulfat adalah REFERENSI
tulang rawan sendi dan zat ini merupakan bagian
dari proteoglikan . Menurut Hardingham (1998) , Adnan HM. Diagnosis arthritis rheumatoid dan perbandingannya
arthritis-artritis lain. Kongres nasional I, Ikatan Reumatologi
tulang rawan sendi , terdiri dari 2% sel dan 98%
Indonesia, Semarang tgl. 28,29,30 Juli 1983, ha!. 43-57.
matriks ekstraselular yang terdiri dari kolagen dan Altman R, Asch E, Bloch D. et al. Development of criteria for the
proteoglikan. Matriks ini membentuk satu struktur classifications of osteoarthritis. Classification of osteoarthritis
yang utuh sehingga mampu menerima beban of the knee. Arthritis. Rheum. 1986;29: 1039-44.
Bennet JC. Osteoarthritis. Controlling pain and stiffness; avoiding
tubuh . Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA degenerative changes; pinpointing low back pain. Modem
terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu Medicine Nov 1981; 58-74.
penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya Bland JH. Osteoarthritis. Pathology and clinical patem , in : Text
Boox of Rheumatology. Vol II, Philadelphia, WB Saunders
proteoglikan pada tulang rawan tersebut. Menurut Coy, 1981 : 1471-90.
penelitian Uebelhart dkk (1998) pemberian kondroitin Bonomo I. Osteoarthri tis. The man agement. In : Rheumatology,
sulfat pada kasus OA mempunyai efek protektif 1982; 7: 64-9.
Brandt k d . Pa thogenesis of Os teoarthri tis. Tex t Boox of
terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan sendi .
Rheumatology. Vol II, Philadelphia, WB Saunders Coy, 1981
Sedang Ronca dkk (1998) telah mengambil kesimpulan : 1457-67.
dalam penelitiannya tentang kondroitin sulfat sebagai Brandt KD. Management of os teoarthri tis. In : Textboox of
berikut: efektivitas kondroitin sulfat pada pasien rheumatology. Ed s : Kelley WN, Ha rris DE, Ruddy S,
Sled ge CB. Philad elphia : WB Saunders Company, 1997:
OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1) 1394-1403.
anti inflamasi; 2) efek metabolik terhadap sintesis Clancy RM, Amin A, Abramson S. The role of nitric oxide in
hialuronat dan proteogl ikan; 3) anti-degradatif melalui inflammation and immuni ty. Arthritis Rheum. 1998; 41 :1141-
51.
hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek
Clancy RM, Rediske J, Nijher N, Abramson SB. Activation of stress
oksigen reaktif. activated protein kinase in osteoarthritic cartilage: Evidence
OSTEOARTRITIS 3209

for nitric oxide dependence at acr@rheumatology.org 1998. 100(2A): 2A-31S-2A-35S.


Darmawan J, Wirawan S. Soenarto P, Soeharjo H. Prevalensi Presle N, Cipolletta N, Jouzeau JY, Netter P, Terlain B (1998) In
penyakit reumatik di pedesaan di Jawa Tengah. Simposium vivo chondroprotection by NO synthase (NOS) inhibitor in
Reumatologi. Eds: Tanwir JM, Pramudiyo R, Tohamuslim A. IL induced arthritis at acr@rheumatology.org 1998.
Bandung: Universitas Padjadjaran 1987: 20-36. Ronca F, Palmieri L, Panicucci P, Ronca G. Anti Inflamatory activity
Fife RSl. A short history of Osteoarthritis. In : Moskowitz RW, of chondroitin sulfate. In : Altman RD. Ed. Osteoarthritis
Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis and Cartilage. J Osteoarthr Research Soci, 6, Supp A, p: 14-
diagnosis and medical/ surgical management. 2ed ed. WB 21, 1998.
Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, USA, Robinson WD. Management of Degenerative Joint Disease. Idem
pp:ll-14, 1992. No. 3, 1941-9.
Fife RS2. Osteoarthritis. A Epidemiology, Pathology, and Rodwan GP. Primer on the rheumatic diseases 7'" Ed. JAMA 1973;
Pathogenesis. In : Klippel JH, Weyand CM, Wortmann RL. 224: 5: 740-4.
Eds. Primer on the Rheumatic Diseases. lled. Arthritis Rodwan GP, Schumacer HR. Primer on the rheumatic diseases
Foundation, Atlanta, Georgia, USA, pp : 216-217, 1997. 8'" Ed. Published by the Arthritis Foundation, Atlanta GA,
Fife RS & Brandt KD. Other approaches to therapy. In: Moskowitz 1983 : 104-8.
RW, Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis Schumacher HR. Osteoarthritis. What to do when it isn' t just wear
Diagnosis and Medical/Surgical Management. 2"• ed. W.B. and tear. Modem Medicine 1978; 46 (20) : 46-58.
Saunders Coy, Philadelphia, Pennsylvania, USA, pp: 511- Soemargo Sastrodiwiryo. Aspek neurologik spondiloartrosis
526, 1992. servikalis. Kumpulan naskah nyeri pada pasien penyakit
Felson DT, Anderson JJ, Naimark A, Walker AM, Meenan RF. reumatik. Biennial Meeting IRA, Jakarta 9 Mei 1981, 16-22.
Obesity and knee osteoarthritis. The Framingham Study. Sokoloff L. the remodeling articular cartilage. Rheumatology
Ann. Inetrn Med 1988; 109: 18-24. 1982; 7: 11-8.
Goldie I. Osteoarthrosis; a review, Simposium Reumatologi di Sterba G. The needle. A useful technique for evaluating inflamed
Jakarta 13Maret1982, ha! 14-21. joints. Geriatrics 1981; 36: 5 : 113-26.
Harry Isbagio. Tinjauan tentang praktek sekarang dan masa Van der Korst JK. Osteoarthrosis. Penataran Berkala Reumatology,
akan dating diagnosa dan penanganan klinik dari penyakit- Jakarta 9-13 Agustus 1982, 57-63.
penyakit reumatik yang banyak di Indonesia. Simposium Wigley RD. Clinical diagnosis of osteoarthritis. Kongres Nasional
Anti Rumatik Baru 19 Juni 1982, ha! 11-29. I Ikatan Reumatologi Indonesia, Semarang Juli 1983, 35-42.
Huskisson EC. Pain in rheumatic disorders and its medical control. Zainal Effendi. Pengenalan praktis penyakit reumatik. The journal
Kumpulan naskah nyeri pada pasien reumatik. Biennial of the Indonesian Family Physician 1983; 3 (1) : 4-9.
Meeting IRA, Jakarta 9 Mei 1981, ha! 23-28.
Hardingham T. Chondroitin sulfat and joint disease. In : Altman
RD. Ed. Osteoarthritis and Cartilage. J Osteoarth Research
Soci, 6 Supp A, p :3-5, 1998.
Hochberg MC. Osteoarthritis. B. Clinical features and treatment.
In: Klippel JH, Weyand CM, Wortmann RL. Eds. Primer on
the Rheumatic Diseases. 1led. Arthritis Foundation, Atlanta,
Georgia, USA, pp: 218-221, 1997.
Inoue H. Arthroscopic diagnosis and treatment of the arthritis
(Abstr). 5'" SEAPAL Congress of Rheumatology, Bangkok,
26Jan1984.
Kraus VB. Pathogenesis and treatment of osteoarthritis. In :
Snyderman R & Haynes BF. Eds. The Medical Clinics of North
America. W.B. Saunders Coy. Philadelphia, Pensylvania,
USA, 81, p: 85-112, 1997
Kuettner KE. Cartilage integrity and homeostasis In: Rheumatology.
Editors : Klippel JH, Dieppe PA. St. Louis Mosby Company
1994: 6.6. 16.
Mathies H. Osteoarthrosis (degenerative joint disease).
Characteristic features of the most important rheumatic
disease. A practical diagnostic guide. Enlar Publishers Blask
Switzerland, 1977: 64-68.
Muirden KD. Treatment of osteoarthritis. Medical Progress 1980;
7(10):24-8.
Nasution AR. Penatalaksanaan penyakit reumatik pada usia lanjut.
Acta Medica Indonesiana April/Sept 1979: 39-50.
Nienhuis RLF. Gambaran Radiologik penyakit sendi. Kumpulan
naskah nyeri pada pasien reumatik. Biennial Meeting IRA,
Jakarta 9 Mei 1981, 66-73.
Uebelhart D, Thonar E. J-M.A, Jinwen Zhang, Williams JM. In
: Altman RD. Ed. Osteoarthritis and Cartilage. J Osteoarth
Research Soci, 6, Supp A, p: 6-13, 1998.
Poople AR. Cartilage in Health and Disease. In: Koopman WJ Ed.
Arthritis and Allied Conditions. A Textboox of Rheumatology.
13'" ed. William & Wilkins, Baltimore, Maryland, USA, pp :
225-308, 1997.
Pollison R. Non-Steroidal anti inflammatory drugs : Practical and
theoritical considerations in their selection. Am J Med 1996;
422
REUMATIK EKSTRAARTIKULAR
Blondina Marpaung

PENDAHULUAN sebagian kecil saja yang memberikan keluhan yang berat


sehingga memerlukan pengobatan khusus.
Reumatik ekstraartikular (REA) adalah sekelompok Beberapa peneliti membuktikan bahwa penyakit
penyakit dengan manifestasi klinik umumnya berupa nyeri ini lebih banyak dijumpai pada perempuan daripada
dan kekakuan padajaringan lunak, otot, atau tulang, tanpa pria dengan perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia
hubungan yangjelas dengan sendi bersangkutan ataupun menunjukkan bahwa penyakit ini juga cukup banyak
penyakit sistemik, serta tidak semuanya dapat dibuktikan dijumpai. AR Nasution dkk di Jakarta (1983) mendapatkan
apa penyebabnya. 25% dari 4902 kasus penyakit reumatik yang berobat
Walaupun penyebab penyakit ini belum semuanya di RS Cipto Mangunkusumo. Di Medan, RS Dr. Pirngadi
diketahui dengan pasti, namun terdapat dugaan kuat (1983) OK Moehad Sjah mendapatkan 10% dari kasus
adanya faktor pencetus yang dapat menimbulkan penyakit penyakit reumatik yang berobat adalah REA. lndrawan
ini, seperti beban kerja yang berlebihan, trauma, kelainan Mardik dkk di Semarang (1983) mendapatkan 41 % dari 67
postural, usia yang lanjut, degenerasi jaringan ikat, dan pasien reumatik yang diselidiki termasuk reumatik ekstra
juga beban stres psikologis seperti ketegangan jiwa, artikular, sedangkan Soenarto dkk di Semarang (1981)
depresi berat ataupun frustrasi . mendapatkan 1 kasus REA dari 65 kasus penyakit reumatik
menahun yang diselidikinya.
Reumatik ekstra artikular dapat diklasifikasikan dalam 5
kategori yaitu:
Tendonitis dan bursitis seperti epikondilitis lateral
(tennis elbow) dan bursitis trokanter FAKTOR PENYEBAB
Gangguan struktural seperti sindrom nyeri akibat kaki
datar dan sindrom hipermobiliti. Ada 3 penyebab utama nyeri dan inflamasi pada REA
Neurovascular entrapment seperti sindrom carpal yaitu :
tunnel dan sindrom thoracic outlet.
Sindrom miofasial regional dengan trigger point yang Mekanikal
hampir sama dengan fibromialgia tetapi distribusi Nyeri dapat terjadi oleh karena trauma, baik akut
nyeri bersifat lokal , seperti pada sindrom sendi maupun kronik . lnflamasi yang selanjutnya terjadi
temporomandibular. akan menyebabkan pergerakan abnormal sekunder
Sindrom nyeri generalisata seperti fibromialgia dan dan penambahan peregangan. Mekanisme ini yang
sindrom multipel bursitis-tendonitis, kejadiannya lebih terjadi pada beberapa entesopati dan bentuk-bentuk
sering, bersifat kronik dan sulit untuk diterapi. tenosinovitis atau bursitis tertentu . Di mana strukturnya
menjadi teriritasi secara mekanis

EPIDEMIOLOGI lnflamasi
lnflamasi dapat terjadi akibat salah satu penyakit reumatik
Penyakit REA ini dapat dijumpai pada setiap golongan klasik . Nyeri osteoartritis sering berasal dari struktur
umur dalam derajat yang berbeda-beda, namun hanya periartikular.
REUMATIK EKSTRAARTIKULAR 3211

Deposisi Kristal Rotator cuff tendinitis (impingement syndrome) .


Deposisi kristal kalsium sering dijumpai pada jaringan Rotator cuff tendinitis adalah penyebab nyeri bahu yang
periartikular dan berperan penting dalam menginduksi paling sering dijumpai yang menyebabkan peradangan
reaksi inflamasi intermiten. tendon pada subskapularis, supraspinatus, infraspinatus
dan teres mayor yang disebabkan oleh deposit mikrokristal,
penggunaan berlebihan, penekanan tendon atau penyakit
DESKRIPSI REUMATIK EKSTRA ARTIKULAR degeneratif pada usia tua. Dicurigai adanya penyakit ini
bila terdapat nyeri waktu abduksi aktif terutama pada
Beberapa REA yang penting dan sering dijumpai pada sudut 60 °-120 o, nyeri hebat pada otot deltoid lateral
umumnya diklasifikasikan dalam 4 bentuk di bawah ini. dan nyeri biasanya dijumpai pada malam hari. Pada kasus
yang lebih berat, nyeri dimulai pada awal abduksi dan
Periartritis Kalsifik dilanjutkan sepanjang range of motion (ROM). Spesifik
Karakteristik periartritis kalsifik adalah dijumpainya dari pergerakan bahu ini adalah nyeri hebat terutama bila
deposisi agregat kristal yang mengandung kalsium di gerakan abduksi dikombinasi dengan rotasi. Progresivitas
sekitar sendi . Biasanya mengandung hidroksiapatit, penyakit ini bisa ditemukan dalam keadaan akut maupun
meskipun kadang dijumpai kristal kalsium pirofosfat kronis . Pengobatan dengan: istirahat, obat oral anti
dihidrat. Tempat yang biasanya dijumpai adalah pada inflamasi nonsteroid (NSAID), fisioterapi (pemanasan,
tendon supraspinatus dekat sendi bahu; sendi interfalang ultrasound) maupun injeksi lokal kortikosteroid .
distal dan sendi panggul apakah pada tendon rektus Frouzen shoulder syndrome. Pada penyakit ini terdapat
femoris ataupun trokanter mayor femoris keterbatasan gerak artikulus glenohumeral dan pada
akhirnya sendi tersebut sukar digerakkan karena nyeri.
Entesopati Nyeri dirasakan pada bagian atas humerus dan menjalar
Karakteristik entesopati adalah tenderness dan inflamasi ke lengan atas bagian ventral, skapula, lengan bawah,
terlokalisasi pada insersi ligamen atau tendon. Dapat terjadi serta dirasakan terutama jika lengan atas digerakkan dan
oleh karena peregangan traumatik atau akibat inflamasi biasanya kambuh pada malam hari. Pasien datang dengan
reumatik yang mendasarinya. Contoh yang paling sering keluhan nyeri dan ngilu pada bahu serta gerakan sendi
adalah 'tenis elbow' atau epikondilitis lateral dan tendinitis yang terbatas terutama dengan gerak abduksi dan elevasi.
achilles. Beberapa contoh lain adalah epikondilitis medial Terjadi obliterasi kapsul sendi serta fibrosis jaringan peri-
(epitrokleitis atau sering juga disebut golfers elbow), kapsular atau periartritis sendi bahu. Biasanya menyerang
periartritis panggul, tendinitis pes anserinus. individu di usia di atas 40 tahun, perempuan lebih sering
terkena dibanding laki-laki dan sering sebagai problem
Tenosinovitis sekunder atau bersamaan dengan penyakit bahu tipe lain,
Tenosinovitis berbeda dengan entesopati. Pada entesopati OM, osteoartritis. Penyebabnya bermacam-macam, tetapi
insersi tendon dan ligamen teriritasi, sementara pada yang sering adalah fraktur lengan dan bahu serta kontusio
tenosinovitis sarung tendon sinovial mengalami inflamasi. jaringan. Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, tes
Oleh karena itu tenosinovitis merupakan bagian dari rotasi dan pemeriksaan artrografi akan terlihat kapsulitis.
sinovitis umum dan sering dijumpai pada penyakit Pengobatan tergantung pada berat ringannya penyakit,
reumatik. contoh tenosikonitis de quervein antara lain dengan: OAINS, injeksi lokal kortikosteroid dan
silokain, fisioterapi dengan (pemanasan, ultrasound, dan
Bursitis short wave diatermi), manipulasi sendi dengan anestesi
Bursa sinovial dapat mengalami inflamasi dan nyeri pada umum dan blok pada ganglion stel/ate.
suatu penyakit inflamasi sinovial sistemik seperti pada
Tendinitis Bisipital. Manifestasi klinis yang dijumpai
artritis reumatoid . Dapat menjad i rusak oleh karena
yaitu nyeri yang sifatnya lebih difus terdapat di daerah
trauma pada penonjolan tulang seperti pada lutut atau
anterior bahu. Nyeri biasanya kronis dan berkaitan dengan
olekranon siku.
penekanan tendon bisep oleh akromion. Palpasi di daerah
Di bawah ini dideskripsikan beberapa penyakit reumatik bisipital akan didapatkan lokasi tenderness dan ditemukan
ekstra artikular berdasarkan lokasi bagian tubuh yang tingkatan derajat tenderness pada palpasi banding di sisi
dikenai. kontralateral. Nyeri direproduksi tendon bisipital pada
posisi supinasi lengan bawah yang melawan tahanan
Bahu (Yergason's sign), fleksi bahu melawan tahanan (speed's
Berbagai kelainan reumatisme ekstra artikular di bahu test) atau dengan ekstensi bahu. Tendinitis bisipital dan
antara lain: rotator cuff tendonitis bisa terjadi pada waktu yang
3212 REUMATOLOGI

bersamaan. Pengobatan antara lain dengan; istirahat, radialis brevis. tendinitis lateral umumnya timbul pada
fisioterapi dengan (pemanasan, ultrasound), latihan pasif mereka yang menggunakan lengannya secara berlebihan,
diikuti dengan jarak gerakan aktif, OAI NS, injeksi lokal misalnya mengangkat beban berat, gemar berkebun,
kortikosteroid dosis kecil disekitar sarung tendon. pemain tenis atau golf, tukang cat, tukang las,tukang
kayu, dokter gigi, terlalu sering berjabatan tangan (para
Thoracic Outlet syndrome. Thoracic outlet syndrome
pejabat atau politisi) . Terjadi pada usia antara 20-50
adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan adanya
tahun dan lebih dominan dijumpai pada laki-laki, serta
kompresi di jaringan neurovaskular pada pleksus brakial
menyerang lengan yang dominan tetapi kadang-kadang
dan arteri/vena subklavikula. Jaringan neurovaskular
dapat bilateral. Gejala klinis ditandai dengan nyeri lokal
tersebut berada di pinggir bawah tulang iga pertama,
di sekitar epikondilus lateral humeri atau epikondilus
di depan otot anterior sklaneus dan di belakang otot
medialis, tidak dijumpai hambatan pada pergerakan
medius sklaneus . Gambaran klinis tergantung pada
bagian mana yang tertekan, apakah pembuluh saraf, sendi . Kekuatan menggenggam berkurang dan terjadi
pembuluh darah atau kedua-duanya. Gejala neurologis parestesia karena mekanisme persarafan di nervus radialis
adalah yang paling tersering ditemukan berupa nyeri, terganggu. Nyeri bertambah berat sewaktu dilakukan
parestesia, dan hilang rasa di mana disebarkan dari leher gerakan menggenggam dan lengan bawah diekstensikan
dan bahu ke daerah lengan dan tangan terutama jari ke dengan posisi pergelangan tangan dalam keadaan pronasi.
4 dan 5. Tanda awal atau sudah terjadinya perburukan Nyeri akan berkurang bila difleksikan lengan dan telapak
gejala didapati sewaktu aktivitas terutama dengan abduksi tangan . Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
bahu. Kelemahan dan atropi dari otot intrinsik sering tes ekstensi dan menggenggam. Pengobatan dengan
terlambat ditemukan. Gejala vaskular yang muncul adalah menghindari faktor pencetus atau penggunaan berlebihan
gangguan membedakan warna, demam, nyeri aktivitas, pada otot lengan bawah, kompres dengan air dingin,
dan Raynaud's phenomenon. lnsidens laki-laki lebih sering imobilisasi dengan bidai mulai pergelangan tangan sampai
terkena dibanding perempuan. Diagnosis sulit ditegakkan, siku, pemberian analgesik topikal maupun sistemik,
maka itu diperlukan beberapa pemeriksaan antara lain OAINS, injeksi lokal kortikosteroid di daerah epikondilus
dengan Adson test didapati denyut nadi melemah sewaktu lateral is dengan anastesi lokal, fisioterapi dengan diatermi
menarik napas dalam dan dengan manuver hiperabduksi gelombang pendek, program rehabilitasi dengan latihan
di mana lengan diletakkan di atas kepala, ditemukan khusus meregang dan menguatkan otot ekstensor lengan
penurunan denyut nadi yang diindikasikan adanya atas, tindakan tenotomi.
kompresi arteri. pemeriksaan seperti ini bisa dijumpai Bursitis olekranon. Pada bursitis olekranon, bursa yang
positip pada individu normal. Managemen terapi adalah menyelubungi prosesus olekranon membesar dan tender.
secara konservatif; difokuskan dengan menjaga postur lnflamasi dapat terjadi akibat pukulan langsung atau iritasi
tubuh dengan baik, relaksasi otot sklaneus dan pektoralis, berulang yang disebabkan seringnya bersandar pada siku.
mobilisasi skapula dan pasang korset di daerah otot bahu, Juga dapat terjadi sekunder akibat kondisi lain seperti
injeksi anestesi lokal bila dijumpai trigger point pada otot artritis pirai atau artritis reumatoid, atau akibat infeksi bila
sklaneus antikus. ada port d'entree bakteri.
Robekan Rotator Cuff. Robekan spontan rotator cuff pada Harus dilakukan aspirasi bursa dan setelah infeksi
orang muda jarang dijumpai bila tidak didapati penyakit disingkirkan harus dilaku kan injeksi kortikosteroid ke
yang mendasarinya, dan biasanya dihubungkan dengan dalam sakus. Bursitis septik perlu dilakukan aspirasi
trauma (terjatuh). Mengetahui adanya robekan yang kecil berulang dan pemberian antibiotik.
atau parsial (menyingkirkan inflamasi) sulit. Pengobatan
sama dengan rotator cuff tendinitis. Jari dan Tangan
Stenosing Tenosinovitis/Trigger finger (jari pelatuk).
Siku
Stenosing tenosynovitis atau jari pelatuk adalah merupakan
Epikondilitis Lateral (Tennis Elbow) dan Epikondilitis inflamas i sarung pembungkus tendon fleksor jari
ft1edial (Golfer's Elbow). Keadaan ini ditandai dengan tangan . Akibatnya beberapa jari-jari tangan tidak dapat
ciri khas nyeri lokal subakut atau kronik pada bagian diekstensikan karena sudah terkunci oleh proses metaplasia
medial atau lateral sendi siku (regio epikondilus). Timbul kartilago membentuk nodul yang terperangkap pada
akibat gerakan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan daerah fibrotik sarung tendon sendi metakarpofalangeal.
berulang serta rotasi dan supinasi lengan bawah. Karena Gambaran klinis sangat bervariasi tergantung kepada
gerakan tadi terjadi secara simultan dan berulang, maka tendon mana yang terlibat. Dijumpa i adanya nyeri lokal
timbul inflamasi dan degenerasi didaerah otot ekstensor pada jari yang terkena, gerakan makin lama makin kaku
dan fleksor khususnya tendon ekstensor dan fleksor carpi sampai suatu saat jari tak dapat diluruskan kembali
REUMATIK EKSTRAARTIKULAR 3213

yang terasa terutama pada malam hari serta kadang- nodul seperti pada reumatoid artritis adanya retensi cairan
kadang dapat muncul bengkak. Tenosynovitis bisa salah pada perempuan hamil dapat menyebabkan kompresi
interpretasi sebagai artritis di daerah pergelangan tangan. nervus medianus. Penyakit ini sering dihubungkan
Penyakit ini dapat t imbul akibat penggunaan tangan dengan kehamilan, edema, trauma, osteoartritis, inflamasi
berlebihan atau berulang, episode trauma pada telapak artritis, gangguan infiltratif (amiloidosis), hipotiroid, DM,
tangan, terkait dengan osteoartritis atau reumatoid atritis akromegali, penggunaan kortikosteroid dan estrogen .
di tangan dan mungkin disebabkan penyakit-penyakit Gejala klinis yang ditimbulkan diawali dengan gangguan
idiopatik. Jari yang sering terkena adalah jari man is dan sensasi rasa seperti parestesia, mati rasa, sensasi rasa
ibu jari dan bila terjadi pad a ibu jari disebut trigger thumb geli pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah {persarafan
(ibujari pelatuk). Bila terkena pada ::::3 jari tangan, mungkin n.medianus). Timbul nyeri pada jari-jari tersebut, dapat
dapat dipertimbangkan kaitannya dengan diabetes terjadi pada tangan dan telapak tangan . Mati rasa dan
dan hipotiroid .• Pengobatan adalah dengan mencegah sensasi geli makin menjadi pada saat mengetuk, memeras,
penggunaan tangan yang berlebihan, imobilisasi jari menggerakkan pergelangan tangan . Nyeri bertambah
tangan dengan pembidaian dalam posisi ekstensi selama hebat pada malam hari sehingga terbangun dari tidur
10 hari, fisioterapi dengan ultrasound, OAINS, injeksi (nocturnal pain) . Kadang kala pergelangan tangan
infiltrasi kortikosteroid di sarung tendon, operasi dengan terasa diikat ketat dan kaku gerak. Selanjutnya kekuatan
insisi transversal bila sangat perlu. tangan menurun, kaku dan terjadi atropi tenar. Pekerjaan
yang berisiko menyebabkan sindrom carpal tunnel yaitu
Tenosinovitis De Quervain. Adalah peradangan pada
penjahit, pekerja garmen, juru tu Iis, juru ketik, penyortir
sarung tendon pergelangan tangan yang melibatkan
surat, tukang cuci pakaian, operator komputer. Beberapa
abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis yang
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis
menimbulkan nyeri lokal pada bagian radial pergelangan
penyakit ini adalah tes provokasi (phalen test positif) yaitu
tangan. Keadaan ini sering kali diakibatkan oleh aktivitas
nyeri bertambah dengan ekstensi maksimal atau fleksi
berulang atau penggunaan berlebihan dari ibu jari dan
maksimal pergelangan tangan selama 60 detik. Tinne/'s
pergelangan tangan atau muncul setelah kehamilan .
sign yaitu perkusi ringan pada n.medianus pergelangan
Sering terjadi pada ibu-ibu yang mengangkat bayinya dan
tangan timbul rasa nyeri yang menjalar ke lengan dan jari
pada orang yang menggunakan tangan dengan aktivitas
I, II, Ill. Tes torniket positif yaitu pemasangan tensimeter
yang berulang seperti menyulam, menjahit, berkebun
pada lengan atas dan dipertahankan selama 60 detik di
dan pekerjaan tangan lainnya yang menggunakan jarum
atas tekanan sistolik kemudian dilepaskan, mengakibatkan
atau rajutan, mengupas buah-buahan . Gejala klinis
rasa seperti ditusuk-tusukjarum pada pergelangan tangan.
yang muncul adalah nyeri pada punggung pergelangan Pemeriksaan elektromiografi juga dapat menunjukkan
tangan, menjalar ke ibu jari dan lengan atas sisi radial. gangguan n.medianus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
Pada pemeriksaan dapat dijumpai pembengkakan gejala klinis, tinnel's sign, phalen's test, tes torniket dan
tendon di daerah prosesus stiloideus radii, panas dan elektromiografi. Pengobatan dengan pemasangan bidai
merah. Sedangkan keluhan yang sering dikemukakan pada pergelangan tangan dalam posisi netral, injeksi
pasien adalah benda yang dipegang terlepas sendiri dari lokal kortikosteroid pada area carpal tunnel, bila terapi
genggaman tangannya . Diagnosis disangkakan dengan konservatif gagal maka dilakukan pembedahan.
menggunakan tes Finkeilstein yaitu nyeri bertambah
dengan aduksi ibu jari deviasi ulnar. Pengobatan dengan
imobilisasi dengan pembidaian; injeksi lokal kortikosteroid Panggul
pada sarung tendon, OAINS, insisi sarung tendon bila Bursitis Trokanterik. Bursitis adalah peradangan bursa yang
terapi konservatif selama 4 minggu gaga I. terjadi pada tempat perlekatan tendon atau otot dengan
tulang oleh sebab yang belum diketahui dengan jelas.
Sindrom carpal tunnel. Sindrom carpal tunnel adalah Gejala utama bursitis yaitu nyeri, pembengkakan lokal,
penyebab parestesia dan mati rasa yang paling sering panas dan merah. Meskipun sering, bursitis trokanterik
mengenai jari tangan pertama (ibu jari), jari kedua, jari kerap kali tidak terdiagnosis. Penyakit tersebut dominan
ketiga dan jari keempat yang disebabkan oleh kompresi muncul pada usia pertengahan hingga usia tua dan sedikit
nervus media nus melalui terowongan (tunneO karpal oseosa lebih sering didapati pada perempuan dibanding laki-
fibrosa. Pada pergelangan tangan, nervus medianus dan laki. Gejala utamanya adalah nyeri di daerah trokanter
tendon fleksor berjalan melewati suatu terowongan yang mayor, nyeri tekan di atas daerah panggul lateral dan
berdinding kaku di mana di bagian dorsal dan sekitarnya dapat menjalar kebawah, ke kaki atau lutut. Rasa nyeri
dibatasi oleh tulang karpal dan di bagian volar dibatasi terutama dirasakan pada malam hari dan bertambah
oleh ligamen karpalia transversal. Pada keadaan dimana nyeri kalau dibengkokkan, rotasi internal atau kalau
terjadi penebalan ligamen karpalia transversal, adanya mendapat penekanan. Nyeri secara intensif dirasakan
3214 REUMATOLOGI

sewaktu berjalan, gerakan yang bervariasi dan berbaring berpotensi menimbulkan nyeri. Tendonitis dan bursitis
pada sisi yang terkena . Serangan bisa akut tetapi lebih seringkali berkaitan dengan OA lutut atau penyakit
sering secara bertahap, dengan gejala-gejala yang timbul artritis lainnya seperti RA. Contoh -contoh kasus misalnya
didapati berbulan-bulan. Pada kasus kronis, pasien bisa kista popliteal atau Baker, bursitis anserina dan bursitis
mengemukakan perasaan nyeri pada lokasi tersebut dan prepatellar atau housemaid 's knee . Kadang-kadang ,
klinisi sering kali gagal mengetahui penyakit tersebut penting untuk menyingkirkan adanya infeksi terutama bila
sehingga terlambat untuk dikoreksi . Adakalanya, nyeri tanda-tanda inflamasi jelas terlihat (misalnya rasa hangat
bisa menyerupai radikulopati , menyebar di daerah bagian dan kemerahan) .
lateral paha. Cara terba ik mendiagnosis bursitis trokanterik
Kisto popliteal (Kisto Baker). Penya kit ini harus diwaspadai
adalah dengan mempalpasi area trokanterik dan dijumpai-
kemungkinan suatu diseksi atau ruptur. Terlihat adanya
nya tenderness point. Nyeri spesifik didapat dengan
pembengkakan lutut yang ringan mungkin merupakan
tekanan yang dalam di area trokanterik . Perburukan nyeri
tanda awal penyakit, berlanjut dengan distensi kista dan
bisa dijumpai dengan gerakan rotasi eksterna dan abduksi rasa tidak nyaman di lutut terutama dalam keadaan fleksi
melawan tahanan . Patogenesis yang berperan adalah dan ekstensi penuh. Kista terl ihat jelas sewaktu pasien
trauma lokal dan degenerasi, pada beberapa kasus bisa berdiri dan diperiksa dari belakang . Dijumpai adanya
dijumpai dengan kalsifikasi . Keadaan yang dapat memberi penimbunan cairan atau efusi sinovia l di antara sendi
kontribusi terhadap kejadian bursitis trokanterik yaitu lutut dan bursa. Kista poplitea l kerapkali timbul sekunder
adanya penyakit penyerta pada lokasi tersebut seperti dari penyakit RA, OA dan gangguan internal lutut. Klinis
OA panggul atau lumbar spin dan skoliosis. Pengobatan yang muncul berupa pembeng kakan yang difus dari betis,
dengan injeksi lokal kortikosteroid, NSAID, menurunkan nyeri, kadang-kadang timbul eritema dan edema dikaki.
berat badan, memperkuat dan meregang otot gluteus Konfirmasi dengan arthrogram lutut bisa mengetahui
medius dan iliotibial. adanya kista dan kemungk i nan d ise ksi atau ruptur.
Bursitis illiopsoas (llliopectinial). Bursa illiopsoa s Ultrasound dipakai membantu menegakkan diagnosa
berbatasan; di belakang dengan otot illiopsoas, di anterior dan memonitor perkembangan penyakit. Jika diperlukan,
dengan sendi panggul , di lateral dengan pembuluh venogram bisa menyingkirkan kemungkinan adanya
femoral. Prevalensinya dijumpai 15 % dari seluruh tromboflebitis. Terapi dengan injeksi lokal kortikosteroid
gangguan regional panggul. Nyeri dijumpai pada sendi di daerah sendi lutut biasanya cepat mendapat perbaikan
paha dan anterior paha apabila bursa sudah terlibat dan jika kista timbul akibat OA atau gangguan internal
dan dapat menjalar sepanjang tungkai dan lutut. Nyeri lutut dapat dilakukan pembedahan dengan memperbaiki
bertambah berat dalam keadaan hiperekstensi pasif lesi sendi guna men-cegah rekurensi kista.
dari panggul dan kadang -kadang pada keadaan fleksi Bursitis anserina. Bursitis anserina sering disalahtafsirkan
terutama dengan adanya tahanan . Guna mengurangi sebagai OA lutut pada orang dewasa. Tampak dominan
nyerinya, pasien memilih posisi fleksi dan rotasi eksternal pada perempuan bertubuh gemuk , dijumpai pada
panggul. Diagnosis dikonfirmasi dengan adanya riwayat usia pertengahan hingga usia tua dan sering didapati
trauma atau inflamasi artritis, gejala klinis, foto polos bersamaan dengan OA lutut. Klinis yang muncul yaitu
dan injeksi zat kontras ke daerah bursa atau dengan MRI. rasa nyeri, tenderness, kadang -kadang membengkak dan
Secara umum bursitis illiopsoas respons terhadap terapi terasa panas di bagian medial inferior dan distal garis
konservatif termasuk dengan injeksi kortikosteroid, eksisi sendi lutut. Nyeri bertambah berat bila naik tangga .
dari bursa dapat dilakukan bila terjadi rekurensi penyakit. Cedera (trauma), penggunaan berlebihan dan inflamasi
Bursitis ischial (lschiogluteal). adalah peradangan bursa merupakan penyebab dari kasus ini. Cedera bursa anserina
yang disebabkan oleh trauma atau duduk yang berlama - terjadi karena tekanan 3-5 cm ke arah distal pada medial
lama pada kursi yang keras (weaver'.s bottom). Gejala klinis artikular line dan semakin parah bila lutut difleksikan .
yang utama yaitu adanya nyeri pada bokong (pantat) dan Terapi dengan istirahat, peregangan otot adduktor dan
nyeri sering bertambah berat dalam keadaan duduk atau kuadrisep, injeksi kortikosteroid di daerah bursa.
tidur telentang dan dapat menjalar ke belakang paha. Bursitis prepatelar (Housemaid's knee). Manifestasi
Tenderness point dapat dijumpai di daerah tuberositas klinis berupa bengkak superfisial pada tempurung lutut
iskial. Terapi dengan memakai bantal sebagai alas diakibatkan oleh trauma yang berulang -ulang. Keluhan
untuk duduk dan injeksi kortikosteroid biasanya dapat yang khas pada lutut yaitu rasa nyeri sewaktu berlutut,
membantu . terasa kaku, bengkak dan memerah pada bagian anterior
lutut (patella) . Penyebab yang paling sering karena lutut
Lutut sering bertumpu pada lantai. Terapi dengan melindungi
Beberapa struktur jaringan lunak di sekitar sendi lutut lutut dari trauma .
REUMATIK EKSTRAARTIKULAR 3215

Tendinitis patellar. Tendinitis patellar atau Jumper 's sedangkan di Asia 21-31 %. Te rd a pat tempat-tempat
knee dijumpai predominan pada atlit yang harus berlari, predileksi terjadinya gejala klinik fibrositis, di antaranya
melompat dan menendang berulang. Nyeri dan tenderness jaringan ikat subkutan, tempat insersi otot, aponeurosis
dijumpai di daerah tendon patella. Pengobatan mencakup otot fascia, ligamen dan tendon terutama pada daerah
istirahat, OAINS, es, knee bracing dan stretching dan trapezius bagian tengah, iga kedua pada pertemuan antara
penguatan kuadriseps dan otot harmstring. lnjeksi kortiko- bagian rawan dengan tulang, epicondylus lateralis 1-2 cm
steroid biasanya dikontraindikasikan oleh karena risiko distal, origo m. supraspinatus dekat pertengahan skapula,
ruptur. Diperlukan tindakan bedah pada beberapa kasus. daerah vertebra servikalis bawah, daerah vertebra lumbalis
(L4-S1), bagian atas lateral m. gluteus medius.
Kaki dan Pergelangan Untuk menegakkan diagnosis fibrositis, selain tempat
predileksi tersebut di atas juga dipakai kriteria: nyeri dan
Tendonitis achilles. Biasanya akibat trauma, aktivitas
kekakuan lebih dari 3 bulan, nyeri tekan lokal, tender
berlebihan pada atlit, penekanan sepatu yang terlalu
point, titik nyeri pada tempat yang berbeda, pemeriksaan
sempit, dorsofleksi tiba-tiba dan inflamasi (ankylosing
laboratorium dan radiologis normal , kepribadian
spondylitis, Reiter's syndrome, gout, RA). Pada pemeriksaan
perfeksionis.
tendon achilles, tampak pembengkakan, nyeri tekan dan
Pengobatan dapat berupa pemberian OAINS, diazepam,
nyeri pada gerakan dorsofleksi serta teraba krepitasi tepat
pemanasan, massage, rangsangan listrik, latihan fisik, sikap
di atas kalkaneus. Nyeri terasa pada pergerakan aktif dan
tubuh yang benar sewaktu duduk dan berdiri, psikoterapi
pasif. Terapi dengan istirahat, OAINS, koreksi keadaan dan
dan darmawisata/berlibur.
ukuran sepatu, meninggikan tungkai bawah waktu tidur,
fisioterapi, injeksi kortikosteroid dapat memperburuk
Gangguan Dinding Dada Anterior
keadaan berupa ruptur tendon .
Nyeri dinding dada akibat gangguan muskuloskeletal
Fasiitis Plantaris. Merupakan salah bentuk entesopati, sering sekali dijumpai. Nyeri juga dapat berupa nyeri
di mana terjadi inflamasi tempat insersi fasia plantaris menjalar ke dada sebagai akibat penyakit pada tulang
pada kalkaneus. Sering terjadi pada usia 40 sampai 60 servikal atau torakal. Ada 2 keadaan yang termasuk ke
tahun dengan karakteristik nyeri pada area plantar tumit. dalamnya yaitu Tietze's Syndrome dan kostokondritis.
Serangan biasanya bertahap atau diikuti beberapa trauma Karakteristik keduanya adalah tenderness dari tulang
atau penggunaan berlebihan pada aktivitas atletik, berjalan rawan kosta . Keduanya dibedakan dengan adanya
terlalu lama dan memakai sepatu yang tidak sesuai. Nyeri pembengkakan lokal pada sindrom Tietze tetapi tidak
karakteristik terjadi pada pagi hari dan bertambah berat pada kostokondritis. Biasanya penyakit dapat menyembuh
waktu berjalan beberapa langkah. Setelah pemulihan awal, sendiri. Pengobatan terdiri dari menenangkan hati, terapi
nyeri bisa memburuk di lain hari kemudian, khususnya panas, peregangan otot dinding dada atau injeksi lokal
setelah berdiri atau berjalan lama. Palpasi yang tipikal lidokain atau kortikosteroid ataupun keduanya.
dirasakan di anteromedial pada tuberkel kalkaneus medial
dari fascia plantaris. Secara umum pemeriksaan radiologis
tidak menunjukkan kelainan. Terapi dengan mengurangi PENATALAKSANAAN UMUM
stres aktivitas, OAINS, memakai pembalut tumit, injeksi
lokal kortikosteroid dan tindakan operasi. Terapi Obat
Obat oral yang diberikan antara lain OAINS dan analgetik.
Fibrositis OAINS mengurangi inflamasi dan nyeri. Sebagai tambahan
Fibrositis adalah peradangan pada jaringan ikat ter- untuk mengatasi nyeri dapat ditambahkan analgesik
utama pada batang tubuh dan anggota gerak, sehingga seperti asetaminofen . Penatalaksanaan komprehensif
memberikan gejala kekakuan dan perasaan nyeri pada harus dilakukan tidak hanya dengan pemberian obat
otot dan insersi tendon, tetapi tanpa ditemukan tanda oral tetapi juga harus dievaluasi aspek penyebabnya dan
objektif lokal yang lain. Rasa kekakuan terutama terjadi dilakukan modifikasi aktivitas.
pada pagi hari, yang berlangsung selama kira-kira 30 menit
yang diikuti kelemahan umum, bangun pagi yang kurang lnjeksi Intra Lesi
terasa segar dan badan terasa capek. Patogenesis fibrositis lnjeksi kortikosteroid, lidokain lokal biasanya bermanfaat
dihubungkan dengan timbulnya edema pada serat otot untuk REA. Prinsip dasar injeksi intralesi mencakup teknik
dan spasme otot akibat proses hipertonik otot. Penyakit ini aseptik, penggunaan jarum ukuran kecil (25 gauge).
lebih banyak dijumpai pada usia tua, di mana perempuan Penggunaan kortikosteroid yang lebih larut dalam air akan
dua kali lebih sering dari pada pria. Fibrositis di negara mengurangi kemungkinan kelemahan tendon yang diinduksi
Barat dijumpai pada 23% pasien kelainan muskuloskletal, oleh kortikosteroid atau kemerahan pasca injeksi.
3216 REUMATOLOGI

Terapi Fisik
Tujuan terapi ini adalah meningkatkan fleksibilitas dengan
peregangan, meningkatkan kekuatan otot dengan latihan
resistif. Modalitas panas dan dingin akan menghilangkan
nyeri dan merelaksasi otot. Tetapi manfaatjangka panjang
masih dipertanyakan.

REFERENSI

Adnan M. Reumatik non artikular. Simposium RNA. Semarang.


Oktober 1987; 8-14
Badsha H. Soft tissue rheumatism and joint injection techniques
for family physicians. The Singapore Family Physician. 2002;
28(2): 19-27.
Biundo JJ. Regional rheumatic pain syndromes. In: Klippel JH.
Editor. Primer on the rheumatic diseases. 11th Ed. Atlanta:
Arthritis Foundation; 1997. p.136-48.
Celiker R. Nonarticular rheumatism physiopathology and
rehabilitation. Hacettepe University, Faculty of Medicine,
Department of Physical Medicine and Rehabilitation
Clauw DJ. Fibromyalgia. In: Ruddy S, Harris ED, Sledge
CB. Editors. Kelley's textbook of rheumatology. 61h Ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. p . 417-27.
Effendi Z, Isbagio H, Setiyohadi B. Sindrom fibromialgia. Dalam:
Noer S, Waspadji S, Rahman AM, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi ke 3. Jakarta: Balai penerbit FK
UI; 1996. h. 97-107.
Freundlich B, Leventhal L. Diffuse pain syndromes. In: Klippel
JH. Editor. Primer on the rheumatic diseases.11th Ed. Atlanta:
Arthritis Foundation; 1997. p.123-6.
Jhon J, Peter E. Disorders of the joints. In: Fauci AS, Braunwald E,
Isselbacher KJ, et al, editors. Harrison's principles of internal
medicine. 14'h Ed. New York: Mc Graw Hill; 1998. p.1928-35
Katz JN, Simmons BP. Carpal tunnel syndrome. N Engl J Med.
2002; 23: 1807-12.
Muller D. Non articular rheumatism/ regional pain syndrome. In:
Wolf RE, Talaver F, Diamond H, Mechaber AJ, Weinstein A
eds. eMedicine. Last updated November 17,2004. Available
from http: //www.emedicine.com/med I topic2934.htm cited
on April 2005
Nasution AR, Harry Isbagio. Penyakit reumatik di Indonesia. Buku
Naskah Lengkap Kongres Nasional I Ikatan Reumatologi
Indonesia. Ikatan Reumatologi Indonesia. Semarang, 1983
Price GE. Rheumatology 6 - Localized rheumatism. In: Esdaile
JM (ed). Clinical Basics. Canadian Medical Association
Joumal.2000; 163 (2): 176-83
Padang C, Nasution AR. Inflamasi ekstra-artikillar. Maj. Kedok.
Indon. 1992; 4 OK Moehad Sjah. Reumatik ekstra artikular.
Dalam: Setiyohado B, Kasjmir YI, Mahfudzoh S, editor.
Naskah lengkap Temu Ilmiah Reumatologi 2000. 62-9 (42):
199-203
Vischer TL. Non articular rheumatism. In: Dieppe PA, Bacon PA,
Bamji AN, Watt I eds. Atlas of clinical rheumatology. New
York: Gower Medical Publishing; 1986. p 20.02-14
423
NYERI SPINAL
Yoga I. Kasjmir

Nyeri merupakan salah satu gejala yang membawa pasien yang dikaitkan dengan proses degeneratif yang berasal
dengan kelainan muskuloskeletal mencari pertolongan. dari penyakit pada diskus.
Nyeri ini lebih bersifat subyektif, sehingga menyulitkan
untuk membuat suatu batasan. Namun demikian Anatomi
karakteristik nyeri seringkali membantu dalam hal mencari Banyak jaringan yang merupakan sumber nyeri pada
penyebab nyeri. daerah servikal. Umumnya rasa nyeri berasal dari jaringan
Nyeri spinal timbul akibat berbagai keadaan yang lunak atau ligamen, radiks saraf, faset artikular, kapsul,
mengenai tulang belakang serta berbagai jaringan di otot serta dura. Nyeri dapat diakibatkan oleh iritasi,
sekitarnya yang berkaitan langsung atau bahkan nyeri trauma, inflamasi, atau infeksi. Pada gambar 1, dapat
pada daerah spinal yang merupakan nyeri alih dari tempat dilihat berbagai jaringan di daerah servikal yang dapat
lain atau organ lain yang jauh dari vertebra . merupakan sumber nyeri.
Di bawah ini dibahas nyeri servikal dan nyeri pinggang Di samping itu perlu diperhatikan adanya nyeri alih
bawah yang merupakan bagian dari nyeri spinal yang dari berbagai jaringan atau organ lain yang merupakan
banyak ditemukan di masyarakat. gambaran distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh
saraf servikal.
Pemahaman anatomi berbagai jaringan di servikal
NYERI SERVIKAL ini sangat membantu dalam menetapkan penyebab nyeri
servikal.
Waiau pun insidensi nyeri servikal tidak sebanyak keluhan
nyeri pinggang bawah, namun penelusuran terhadap
nyeri tersebut seringkali menyulitkan para klinisi . Pada Lig.longitudinale
anterior
umumnya sebelum timbul nyeri servikal pasien mengeluh
kaku servikal. Keluhan ini mulai menyerang pasien berusia
25-29 tahun dengan presentasi sebesar 25-30%. Pada
Lig .interspinosum
mereka yang berusia di atas 45 tahun, prevalensinya
meningkat sampai 50%. Oto!

Penyebab terbanyak nyeri servikal adalah artritis dan


trauma, walaupun lebih tepat dikatakan adalah berbagai Gambar 1. Anatomi vertebra servikal dan lokasi jaringan
faktor mekanik yang mengganggu pergerakan. Gangguan sumber nyeri
pergerakan ini baik pada diskus, ligamen atau sendi dapat
memberikan sensasi nyeri, rasa tidak enak di servikal
bahkan disabilitas. Evaluasi Klinis Nyeri Servikal
Terdapat beberapa istilah yang digunakan pada nyeri Pada umumnya tipe nyeri servikal, lokasi, frekuensi dan
servikal ini dan berkaitan dengan proses penyebab yang lamanya nyeri servikal berkaitan erat dengan pergerakan
mendasarinya. Di antaranya sindrom servikal (cervical atau posisi. Seringkali tempat yang ditunjukkan pasien
syndrome) dimana nyeri servikal disebabkan oleh iritasi adalah merupakan sumber nyeri atau cerminan nyeri alih.
radiks saraf dalam foramen intervertebral atau spondilosis Anamnesis yang cermat untuk mengetahui mekanisme
3218 REUMATOLOGI

timbulnya nyeri servikal dapat diperoleh dengan menanya- nyeri dan sebagainya. Pada gambar 2. di bawah ini diper-
kan pergerakan mana yang menimbulkan atau menambah lihatkan algoritma mekanisme penyebab disabilitas dan
rasa nyeri serta yang menghilangkan atau mengurangi nyeri servikal.
rasa nyeri pada servikal.
Banyak keadaan atau posisi servikal yang berkaitan
dengan pekerjaan atau kebiasaan seseorang akan Keterangan
Fisis ~ Trauma fisis
menimbulkan nyeri servikal tanpa disadari oleh yang Emosional ~ lritasi jaringan ~ lmobiltas
Kelainan bawaan
bersangkutan . Jenis pekerjaan sebaiknya ditanyakan
karena banyak posisi servikal tertentu padajenis pekerjaan
lnfeksi t
Nyeri
tertentu yang dapat memicu nyeri servikal ini.
Di samping itu faktor emosi dapat mendasari adanya
perubahan postur tubuh maupun vertebra servikal serta Ketegangan otot

mengakibatkan pula nyeri servikal. Tekanan yang berlebihan


atau berkepanjangan akan menimbulkan iskemia dan lskemia jaringan I iskemia jaringan I
menyebabkan tension myositis, kontraktur miostatik
sebagai akibat proses adaptasi, yang menimbulkan rasa
nyeri bila dilakukan tarikan, iritasi regangan miofasial pada
periosteum tempat insersi otot, serta kompresi diskusi
yang menetap.
Fibrous reaction
Pada sindrom servikal , perlu dibedakan beberapa
penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan nyeri
Hambatan pemanjangan otot, restriksi gerakan sendi ,
pada servikal, yaitu gangguan lokal pada servikal, lesi yang keterbatasan fungsi tendon , pemendekan fascia
menyebabkan nyeri servikal dan bahu, nyeri servikal yang
disertai penjalaran akibat lesi tertentu dan sebagainya .
t
Disabilitas fungsional klinis
Pada tabel 1, diperlihatkan berbagai penyebab yang dapat
menimbulkan nyeri servikal.
Nyeri pada sefvikal perlu dispesifikasi secara cermat Gambar 2. Mekanisme timbulnya nyeri leher serta disabilitas
servikal
seperti mula timbul (onset) nyeri, distribusi, kekerapan,
apakah nyeri menetap atau hilang timbul, lama nyeri,
kualitas nyeri, kaitan dengan gejala neurologis, lokasi Parestesia baik pada daerah muka, servikal atau
sampai ujung jari menunjukkan adanya gangguan pada
radiks saraf servikal. Keluhan ini dapat timbul unilateral
Tabel 1. Penyebab Sindrom Servikal
maupun bilateral, seringkali berkaitan dengan pergerakn
Gangguanlokalpadaleher Lesi yang mengakibat- servikal.
Osteoartritis kan nyeri leher/bahu
Tekanan pada radiks saraf atau arterei vertebral,
Artritis reumatoid Gangguan postural
disfungsi autonom, spasme otot oksipital serta osteoartritis
Artritis reumatoid juvenilis Artritis· reumatoid
Tendinitis sternokleidomas- Sindrom fibrositis akan memberikan keluhan sakit kepala . Nyeri bersifat
toideus Trauma muskuloligamen- tumpul dan diperberat pula oleh gerakan servikal, batuk
Strain servikal posterior akut tum atau tarikan otot.
lnfeksi farings Osteoartritis Beberapa gejala lain yang perlu diperhatikan adalaha
Limfadenitis servikal Spondilosis servikalis keluhan pseudoangina pektoris, kekaburan pandangan,
Osteomielitis Osteoartritis lnterverte- tinitus, disfagia, sesak napas, palpitasi serta nausea. Hal
Meningitis bral
ini tergantung dari jenis kelaianan pada tulang servikal
Spondilitis ankilosa Thoracic outlet syndrome
terse but.
Penyakit paget Trauma pada saraf
Tortikolis Untuk memudahkan penelususan penyebab nyeri servikal
Keganasan (primer/metas- Lesi yang mengakibat- ini dapat diperhatikan pembagian seperti berikut:
tasis) kan nyeri leher disertai
Nyeri servikal spesifik. Sifat nyeri biasanya terus menerus
Neuralgia oksipital penjalaran nyeri
Spondilosis servikalis dan berlangsung lama yang disebabkan oleh penyakit
DISH (diffuse idiophatic skel-
etal hyperostosis) Artritis reumatoid tertentu seperti berbagai jenis artritis (osteoartritis, gout,
Demam reumatik Osteoartritis artritis reumatoid, spondiloartropati seronegatif), infeksi
Gout Tumor medula spinalis keganasan, diabetes dan sebagainya .
Sindrom neurovaskular
servikal Nyeri servikal non-spesifik. Durasi nyeri biasanya lebih
NYERI SPINAL 3219

pendek dan intermiten. Nyeri lebih banyak diakibatkan Pemeriksaan Radiologis


oleh proses gangguan biomekanik (spond ilosis). Kelainan
Foto polos. Evaluasi klinis lebih menentukan diagnosis
ini berkaitan dengan ruda paksa , postur salah dan
penyebab nyeri servikal, sedangkan gambaran radiologis
penggunaan berlebih. Nyeri servikal golongan ini dibag i
dapat memberikan bantuan data serta harus berhati-hati
lagi menjadi tiga, yaitu : nyeri diskogenik, nyeri mielogenik
dalam mengambil kesimpulan . Fraktur atau dislokasi
dan nyeri neurogenik.
vertebra servikalis harus diketahui secara pasti, karena
Nyeri diskogenik biasanya terasa tumpul atau linu dan
sangat menentukan penanganan yang akurat. Pemeriksaan
dalam. Nyeri alih dirasakan didaerah skapula medial, bahu
dari sisi lateral dapat melihat dislokasi dengan mudah.
atas/belakang, dan bagian posterior lengan bawah sampai
Hasil ini diperkuat oleh posisi oblik untuk melihat foramen
siku. Nyeri bertambah dengan fleksi servikal ke depan.
interverterbral yang menyempit. Untuk melihat adanya
Nyeri mielogenik memberikan sensasi sepert i
kemungkinan kecurigaan dislokasi perlu dibuat posisi yang
bergelombang dan merujuk ke bawah spinal sampai ke
tepat dan sesedikit mungkin melakukan manipulasi pada
ekstremitas.
servikal. Apabila dislokasi terjadi ke arah anterior lebih dari
Nyeri Neurogenik terasa lebih tajam, seperti tersengat
setengah tebal korpus, maka perlu diketahui apakah telah
atau terbakar. Penjalaran nyeri ke arah lengan dalam
terjadi kerusakan pada ligamen longitudinal, interspinosus
daerah dermatom radiks saraf.
dan faset. Subluksasi dapat dilihat dengan menggunakan
posisi fleksi dan ekstensi penuh.
Pemeriksaan Fisis
Mengingat keterbatasan gambaran diagnostik hanya
Memperhatikan postur tubuh pasien saat dilakukan
dengan satu posisi foto polos vertebra servikalis ini, maka
anamnesis merupakan pemeriksaan fisis awal yang dapat
dianjurkan pemeriksaan dari sudut antero-posterior,
membantu diagnosis. Biasanya postu r tubuh tersebut
foto antlanto-aksial dengan mulut terbuka, posisi lateral
mencerminkan keadaan sebenarnya keluhan nyeri servikal
dan oblik . Akibat keadaan ini seringkali didapatkan
pasien, mengingat adanya faktor emosi yang tinggi
ketidakcocokan hubungan antara gambaran foto polos
dapat mengubah postur pasien saat pemeriksaan fisis
servikal dengan manifestasi klinisnya.
sesungguhnya dilakukan.
Pemeriksaan lingkup sendi (range of motion) dilakukan Mielografi. Tindakan ini tidak memberikan hasil yang
baik secara aktif maupun pasif pada arah fleksi anterior begitu baik, karena sempitnya kanalis spinalis. Dengan
atau ekstensi. Pada tindakan pemeriksaan pasif, perhatikan mielografi ini dapat dilihat kanal dura, ekstensi ke arah
keterbatasan yang merupakan cerminan gangguan posterior dari diskus, penonjolan tulang ke dalam kanalis
jaringan lunak, ligamen, kapsul atau otot yang berada di spinal is. Sedangkan diskografi yaitu dengan menyuntikan
sekitar diskus serta sendi posterior. Fleksi lateral dan rotasi zat kontras ke dalam diskus hanya memberikan gambaran
terjadi secara bersamaan. Bila terjadi keterbatasan gerak tentang diskus itu sendiri sebagai lokasi sumber nyeri .
ke arah lateral ini biasanya akan dikompensasi oleh gerak
Pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance
bahu yang mengikuti arah fleksi lateral tersebut.
imaging) . Teknik ini banyak digunakan untuk melihat
Adanya keterlibatan neurologis perlu ditetapkan
adanya kelainan kongenital, siringomielia, neoplasma
seperti sensasi kesemutan pada tangan yang menunjuk-
medula spinalis, sklerosis multipel dan degenerasi diskus
kan adanya iritasi rad is servikal C6, C7, C8 dan refleks serta
awal. Di samping itu bermanfaat pula dalam pemeriksaan
kekuatan otot. Biasanya gangguan neurologis yang terjadi
terhadap kelainan ekstramedular dan trauma .
bersifat lower motor neuron. Gambar 3 menunjukkan
distribusi dermatom yang dipersarafi oleh saraf servikal.
Penetapan diagnostik nyeri servikal dapat lebih
dipermudah apabila dilakukan serangkaian pemeriksaan
khusus terhadap vertebra servikalis, yaitu : 1. tes kompresi
kepala; 2. tes distraksi kepala; 3. tindakan valsava; 4. tes
disfagia; 5. tes oftalmologik; 6. tes adson; 7. tes kelemahan
dan atrofi otot; 8. tes penekanan bahu; 9. pemeriksaan
refleks, serta 10. pemeriksaan terhadap daerah sekitar
servikal.
Tes distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang
diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks saraf. Hal ini
akan dapat diperlihatkan apabila kecurigaan iritasi radiks
saraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala,
walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan. Gambar 3. Distribusi dermatom persarafan servikal
3220 REUMATOLOGI

Elektrodiagnostik. Beberapa pemeriksaan ini membantu brace (sternal occipital mandibular immobillizer). Collar
gambaran klinis. Di antaranya pemeriksaan elektromiografi digunakan selama satu minggu secara terus menerus
(EMG), kecepatan hantar saraf (nerve conduction velocity/ siang maupun malam dan penggunaannya diubah pada
NCV) dan somatosensory evoked response (SER). Dengan minggu kedua secara intermiten atau bila mengendarai
teknik ini dapat diperlihatkan adanya polineuropati difus, kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini
neuropati karena jepitan saraf fokal, radikulopati, miopati bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu
atau gangguan pada sambungan neuromuskular. di antaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka
waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi
Penatalaksanaan nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai
Dalam menghadapi pasien dengan nyeri servikal, perlu dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu
diperhatikan selain penyebabnya adalah berat ringannya sampai 2-3 bulan.
gejala, ada tidaknya keterlibatan neurologis, serta beratnya
Operasi. Tindakan ini lebih banyak ditujukan pada
gambaran radiologis.
keadaan yang disebabkan oleh kompresi terhadap
radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang
Pengobatan pada Fase Akut Nyeri
berkembang lambat serta melibatkan tungkai sertai
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan
lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus
pada fase akut. Obat-obatan ini biasanya diberikan selama
dibuktikan dengan adanya keterlibatan neurologis serta
7-10 hari. Jen is obat-obatan yang banyak digunakan biasa-
tidak memberikan respons dengan terapi medikamentosa
nya golongan salisilat atau anti inflamasi nonsteroid. Bila
biasa.
keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan analgetik golongan narkotik seperti kodein, Pencegahan nyeri servikal. Seluruh pasien nyeri servikal
meperidin, bahkan morfin . Ansiolitik dapat diberikan sebaiknya diberitahukan mengenai masalah yang
pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada dihadapinya serta memberikan gambaran pengobatan
kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan maupun instruksi yang harus dilakukan seperti posisi
otot, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal saat duduk, mengendarai kendaraan dan posisi servikal
dapat mempercepat proses perbaikan. Kepala sebaiknya yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau aktivitas
diletakkan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sehari-hari.
sedikit dalam posisi fleksi sehingga terasa nyaman oleh Anjuran pertama yang diberikan apabila timbul
pasien dan tidak mengakibatkan gerakan ke arah lateral. kembali nyeri servikal adalah menghindari semua kegiatan
lstirahat memang diperlukan pada fase akut nyeri, ter- yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Di samping itu
utama pada spondilisis servikalis/kelompok nyeri servikal penguatan otot-otot servikal harus dilakukan selama
non spesifik. minimal 3 bu Ian secara intensif tiap hari dan dilanjutkan
secara intermiten untuk seumur hidup.
Tindakan Pengobatan Lanjutan Latihan penguatan otot-otot servikal adalah sebagai
Traksi. Tindakan ini dilakukan apabila istirahat tidak dapat berikut;
menghilangkan nyeri atau pada pasien dengan gejala 1. Dengan kedua tapak tangan di belakang kepala,
yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks lakukan dorongan ke depan dan otot-otot servikal
saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus menerus atau berusaha mempertahankan kedudukan kepala agar
intermiten. tidak terjadi fleksi, selama 1 menit.

Latihan. Berbagai modalitas dapat diberikan pada


penanganan nyeri pada servikal ini. Latihan ini dimulai
pada akhir minggu pertama. Latihan mobilisasi servikal ke
arah anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan
otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri .
Hindari gerakan ekstensi maupun fleksi. Pengurangan
nyeri yang diakibatkan oleh spasme otot dapat di-
tanggulangi dengan melakukan pijatan.

Cervical Collar. Pemakaian cervical collar lebih ditujukan 2. Dengan kedua tapak tangan di dahi, lakukan hal yang
untuk proses imobilisai serta mengurangi kompresi pada sama dengan cara 1, yaitu tangan mendorong kepala
radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar ke belakang sementara itu otot-otot servikal berusaha
yang benar-benar dapat mencegah mobilisasi servikal. mempertahankan kepala agar tidak mengalami
Salah satujenis collar yang banyak digunakan adalah SOM/ ekstensi. Lakukan tindakan ini selama 1 menit.
NYERI SPINAL 3221

Anterior Scalene Syndrome


Biasanya nyeri tumpul dan dalam dirasakan oleh pasien
terutama pada daerah tangan atau jari -jari, disertai
perasaan mati rasa . Pemeriksaan yang paling baik
dilakukan untuk menentukan adanya kelainan ini adalah
arah tekanan
dengan tes Adson. Pada kelainan ini yang disebabkan oleh
otot
adanya iritasi radiks saraf, maka perbaikan fleksibilitas
serta postur sangat diperlukan. Tindakan ini ditujukan
untuk mengurangi lordosis servikal yang berlebihan dan
membuka foramen posterior.

Radikulopati
Kelainan ini banyak dijumpai akibat adanya proses
3. Pada posisi tangan kanan di pelipis kanan, lakukan
degeneratif seperti osteoartritis atau berbagai keadaan
dorongan ke arah kiri dan otot-otot servikal melawan
yang mengakibatkan terjadinya kompresi radiks
gaya dorongan tersebut selama 1 menit, agar tidak
saraf.
terjadi fleksi lateral. Hal yang sama dikerjakan pada
sisi kiri.
Sindrom Skapulokostal
lritasi radiks saraf diskogenik servikal dapat memberikan
sensasi nyeri pada daerah interskapula. Biasanya
nyeri ditimbulkan akibat postur tertentu yang berkaitan
dengan pekerjaan atau tekanan emosional. Tidak
dijumpai adanya manifestasi neurologis. Pengobatan
dapat dilakukan dengan pemberian obat anti radang
nonsteroid atau steroid, injeksi anestetik lokal dan latihan
postur.
4. Pada posisi satu tangan kanan di dahi dan tangan kiri
di belakang kepala, dilakukan putaran kepala ke arah
Fibromiositis
kanan, sedangkan otot-otot servikal mempertahankan
Penyakit ini ditandai oleh nyeri otot, spasme, kekakuan
posisi kepala tetap menghadap ke depan. Lakukan hal
dan nodul. Banyak istilah yang dipakai untuk penyakit
yang sama untuk gerakan ke arah kiri .
ini seperti fibrositis, myofasciitis, interstitial myofasciitis,
tension miositis, dan psychogenic rheumatism. Kelainan
ini berkaitan dengan adanya ruda paksa atau sekunder
akibat denervasi terhadap otot yang berkaitan.

Kelainan Metabolik
Beberapa kelainan metabolik seperti gangguan meta-
bolisme kalsium pada osteoporosis, deposisi kristal
asam urat pada gout, deposit kalsium yang dijumpai
pada kalsifikasi ligamen flavum, sindrom arteri vertebral
yang diakibat-kan oleh aterosklerosis di samping
akibat lain seperti osteoartritis, trauma atau artritis
DIAGNOSIS BANDING reumatoid, merupakan beberapa keadaan yang perlu
diperhatikan sebagai penyebab nyeri servikal pada
Banyak penyakit atau kondisi patologis yang terdapat di sindrom servikal.
luar vertebra servikalis memberikan manifestasi nyeri pada
servikal. Di bawah ini dijelaskan berbagai penyakit serta Keganasan
proses patologik yang menimbulkan rasa nyeri. Fibrous displasia yang didasari kelainan genetik,
metastasis atau tumor primer pada vertebra servikal
Neck Sprain/Stain merupakan penyebab lain, walaupun jarang, yang
Kelainan ini pada umumnya didasari oleh adanya ruda perlu dipertimbangkan sebagai penyebab nyeri
paksa padajaringan sekitar servikal. Kadangkala terdapat servikal di samping adanya gejala lain proses patologik
juga faktor psikofisiologis tersebut.
3222 REUMATOLOGI

lnfeksi atau lnflamasi Evaluasi Klinis pada Pasien Nyeri Pinggang


Proses infeksi seperti osteomielitis pada vertebra servikal, Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang berkaitan
dislokasi C1-C2 atau C1-0ksipitoe akibat proses inflamasi erat dengan usia. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada
maupun infeksi merupakan kondisi lain penyebab mereka pada usia dekade ke dua dan insiden tinggi
servikal. dijumpai pada dekade ke lima. Keluhan nyeri ini juga
berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat,
Lain-lain sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam
Thoracic outlet syndrome yang akan diakibatkan oleh penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan
kelainan vaskular atau neurogen, double crush syndrome ini.
pada radikulopati servikal maupun penjepitan radiks Keluhan nyeri dapat beragam dan diklasifikasikan
perifer, sindrom esofagus yang berkaitan dengan sebaga i nyeri yang bersifat lokal, radikular, menjalar
osteoartritis, ruda paksa maupun artritis reumatoid serta (reffered pan) atau spasmodik . Nyeri lokal berasal dari
gangguan mental dapat memberikan manifestasi nyeri
proses patologik yang merangsang ujung saraf sensorik,
servikal, yang menyulitkan penetapan diagnosis penyebab
umumnya menetap, namun dapat pula intermiten, nyeri
nyeri servikal tersebut.
dapat dipengaruhi perubahan posisi, bersifat nyeri tajam
atau tumpul. Biasanya dapat dijumpai spasme para-
vertebral.
NYERI PINGGANG
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis atau visera
Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan umumnya mengenai dermatom tertentu, bersifat tumpul
salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai pada dan terasa lebih dalam. Nyeri alih yang berasal dari spinal
pasien reumatik . Keluhan ini yang berkisar antara 65- lebih di-rasakan di daerah sakroiliak, gluteus atau tungkai
80 persen dari populasi merupakan sepertiga keluhan atas sebelah belakang dan daerah nyeri alih tersebut
reumatik . Di Poliklinik Divisi Reumatologi, Departemen berasal dari jaringan mesoderma l yang sama dalam
llmu Penyakit Dalam, FKUl/RSUPN Cipto Mangunkusumo, perkembangan embrioniknya.
dalam kurun waktu 1991-1994, nyeri pinggang merupakan Nyeri radikular berkaitan dengan erat dengan
keluhan yang menempati urutan ketiga di bawah osteo- distribusi radiks saraf spinal (spinal nerve root) , dan
artritis dan reumatism ekstraartikular. Untuk daerah rural keluhan ini lebih berat dirasakan pada posisi yang
sekalipun keluhan pada pinggang menempati urutan mengakibatkan tarikan seperti membungkuk; serta
kedua setelah nyeri pada sendi perifer. Masalah ini meng - berkurang dengan istirahat. Salah satu penyebab yang
akibatkan disabilitas pada mereka yang berusia muda, perlu diperhatikan adalah tumor pada korda spinalis
serta berdampak lain yang merugikan seperti banyaknya yang ditandai oleh tidak berkurangnya nyeri dengan
cuti sakit, hilangnya jam kerja serta besarnya biaya istirahat atau lebih memburuk terutama pada malam
pemeliharaan kesehatan yang harus dikeluarkan. hari . Karakteristik lain yang dapat ditemukan adalah
Penyebab keluhan nyeri pinggang ini sangat beragam perubahan neurologis seperti parestesia dan baal serta
dan memerlukan suatu pendekatan yang sistematik dapat disertai oleh kelemahan motorik.
dalam upaya mencari penyebab utamanya. Faktor risiko Diperlukan suatu analis hubungan antara faktor
potensial untuk terjadinya nyeri pinggang bawah adalah mekanik dengan nyeri pinggang bawah. Faktor mekanik ini
merokok, multiparitas, mengendarai kendaraan bermotor mencerminkan patofisiologi sumber nyeri. Nyeri pinggang
dan mengangkat beban berulang-ulang. Demikian pula bawah akibat herniasi diskus cenderung memburuk pada
dalam penatalaksanaan keluhan nyeri pinggang tersebut posisi postural yang lama. Pola nyeri lain yang diakibatkan
memerlukan seni tersendiri . oleh stenosis spinal degeneratif adalah nyeri yang bersifat

Anatomi
Lig .longitudinale
Tidak semua bagian segmen vertebra lumbalis dapat anterior

merupakanjaringan penyebab sumber nyeri pinggang. Di


samping itu kinetika pergerakan segmen vertebra lumbalis
tersebut perlu diperhatikan dengan seksama agar dapat Korpus vertebra

dicegah gerakan yang menimbulkan atau mengurangi Radiks saraf


nyeri. Sumber nyeri dapat berasal dari persoalan kulit, otot,
Lig .flavum
tulang belakang, organ visera, ataupun kebiasaan (habit)
seseorang dalam posisi tertentu serta aktiviatas rutin
dalam pekerjaan. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat Gambar 8. Anatomi vertebra lumbali s dan lokasi jaringan
lokasi jaringan sebagai sumber nyeri pinggang bawah. sumber nyeri
NYERI SPINAL 3223

klaudikasio neurogenik yang dirasakan pada pinggang daerah tulang belakang. Cara berjalan dan pergerakkan
atau tungkai saat berjalan atau posisi tegak. diperiksa termasuk toe and heel gait, untuk menentukan
Pemahaman terhadap ragam jaringan yang dapat adakah kelemahan muskular.
merupakan sumber nyeri pinggang bawah akan Kemampuan membungkuk dapat diukur secara kasar
mempermudah pendekatan penanggulangan nyeri. Antara dengan perkiraan fleksi atau jarak ujung jari ke lantai.
lain perlu diketahui bahwa ligamen longitudinal posterior Lateral banding yang asimetrik menunjukkan kemungkinan
atau anterior, anulus fibrosus, ligamen interspinosum, adanya jepitan pada radiks saraf. Hiperekstensi untuk
ligamen flavum, foramen intervertebral dalam dimana menyingkirkan nyeri akibat inflamasi facet joints. Tulang
berjalan radiks saraf, dapat merupakan sumber nyeri yang belakang dipalpasi untuk menentukan adanya nyeri tekan,
memerlukan pendekatan diagnosis maupun penanganan step off dari spondilolistesis, detek spina bifida. Perkusi
yang seksama. dilakukan untuk menimbulkan nyeri lokal atau nyeri skiatik
Pada tabel 2 diperlihatkan karakteristik dari nyeri ping- dan pada daerah kostovertebra untuk menyingkirkan nyeri
gang bawah dikaitkan dengan berbagai sumber nyeri . yang berasal dari ginjal.
Beberapa penyakit lain perlu diperhatikan dalam Pemeriksaan terhadap kelainan neurologis diperlukan
menegakkan diagnosis penyebab nyeri pinggang bawah bila didapatkan adanya keluhan yang mencerminkan iritasi
ini, yaitu: stenosis spinal dan jepitan radiks saraf lumbal, radiks saraf lumbal. Pada herniasi diskus biasanya yang
penyakit inflamasi sistemik pada pinggang bawah, infeksi, banyak terlibat adalah LS-51 dan L4-LS. Pada tabel 4 di
spondilosis, spondilolistesis, serta sumber nyeri pinggang bawah ini tercantum pemeriksaan lokasi nyeri berdasarkan
lain yang bukan berasal dari vertebra lumbalis. adanya keterlibatan radiks saraf pada herniasi diskus.
Pada stenosis spinalis perlu diperhatikan apakah Dalam posisi terlentang dilakukan pemeriksaan
kelainan tersebut memang idiopatik/kongenital atau panjang tungkai, melihat adanya atrofi otot. Ketidaksamaan
sekunder akibat proses degeneratif, spondilosis atau panjang tungkai dapat merupakan salah satu sebab
spondilolistesis, iatrogenik pasca laminektomi/kemo- timbulnya nyeri pinggang dan keadaan ini dapat diatasi
nukleolisis, atau akibat ruda paksa, penyakit paget dan dengan meninggikan alas sepatu. Laseque atau straight
fluorosis. leg raising (SLR) dilakukan dalam keadaan lutut ekstensi
Pada tabel 3 diperlihatkan berbagai penyebab nyeri sampai pasien merasa nyeri dan otot hamstring meregang.
pinggang bawah ditinjau dari segi reumatologi . Apabila nyeri terjadi pada daerah pinggang dan bersifat
Mengingat banyaknya tumpang tindih dengan radikular, hal ini menunjukkan adanya herniasi diskus. Tes
manifestasi dari berbagai disiplin ilmu lainnya seperti ini bernilai diagnostik apabila radiks yang terkena lebih
neurologi, bedah ortopedi dan sebaginya, maka distal yaitu setinggi LS dan 51 . Untuk mengenali kelainan
diperlukan suatu pendekatan yang seyogyanya dilakukan radiks yang lebih tinggi dari LS dilakukan tes Ely. Pasien
secara holistik. dalam posisi telungkup, lutut difleksikan dan dilakukan
hiperekstensi panggul. lritasi setinggi L3 dan L4 akan
Pemeriksaan Fisis pada Nyeri Pinggang Bawah membatasi gerak hiperekstensi tersebut. Sendi sakroiliaka
Pasien diperiksa dalam keadaan tidak berpakaian . diperiksa dengan tes fabere atau Patrick. Dilakukan fleksi,
Dilakukan pemeriksaan terhadap tulang belakang saat abduksi, rotasi eksternal dan ekstensi panggul.
pasien berdiri untuk melihat lordosis lumbal, kiposis Evaluasi psikologis diperlukan bilamana dijumpai
torakal, kiposis dan tilt dari skoliosis skiatik , fleksi kelainan pada faktor kepribadian dan menyangkut
ekstremitas bawah untuk mengurangi nyeri akibat tekanan kesulitan dalam upaya pengobatan. Salah satu cara
pada radiks saraf, spasme muskular dan skin nevi pada penilaian emosional pasien dilakukan dengan MMPI

label 2. Karakteristik Nyeri Pinggang Bawah Berdasarkan Berbagai Sumber Nyeri


Sumber Nyeri Distribusi Sifat Nyeri Faktor yang Memperberat Perubahan Neurologis
Nyeri Spinal Sklerotomal Tajam Pergerakan Tidak ada
Lokal Tumpul
Nyeri Diskus Sklerotomal Dalam, aching Peningkatan tekanan intra diskus Tidak ada
seperti membungkuk duduk, manuver
valsava
Nyeri Radiks Saraf Radikular Parestesia Regangan akar saraf Ada
Baal
Multiple lumbar Radikular Pola klaudikasio Ekstensi lumbal Ada
spinal stenosis Sklerotomal spinal Berjalan
Nyeri alih visera Dermatomal Dalam, aching Berkaitan dengan organ yang terkena Tidak ada
3224 REUMATOLOGI

(The Minnesota Multiphasic Personality Inventory) . kausal yang memang memiliki karakteristik nilai
Dengan metoda ini mudah diketahui besarnya skala laboratorik tertentu .
histeria maupun hipokondria pada pasien . Memang
sangat sulit menentukan apakah gangguan psikologis
Pemeriksaan Radiologis
atau emosional terjadi akibat proses nyeri itu sendiri
atau sebaliknya. Foto polos. Standard pemeriksaan untuk nyeri pinggang
bawah adalah foto posisi anteroposterior, lateral dan
Pemeriksaan Laboratorium coned down lateral view. Data tambahan dapat diperoleh
Tidak dijumpai satu pemeriksaan laboratorium yang melalui posisi foto oblik . Dengan diskus awal tampak
dapat digunakan sebagai penyaring penyebab keluhan apabila terdapat pengurangan t in ggi celah diskus di sisi
nyeri pinggang bawah. Tes laboratorium hanya dipakai anterior dan pergesaran intervertebra anteroposterior
sebagai data tambahan terhadap berbagai penyakit pada posisi lateral fleksi dan ekstensi . Keadaan lebih
lanjut akan tampak berupa kolaps celah diskus, sklerosis
Tabel 3. Penyebab Nyeri Pinggang Bawah ditinjau dari serta pembentukan osteofit. Akan tetapi kelainan lain
Segi Reumatologi seperti adanya osteofit yang dijumpai pada osteoartritis
Daerah pinggang bawah Daerah punggung atas lumbal dapat pula dijumpai pada beberapa penyakit
• osteoartritis • fibrositis tulang belakang seperti sindrom reiter, spondilitis
• osteoporosis pol imialgia reumatika ankilosa atau artritis psoriatik serta adanya kelainan
spondilitis ankilosa • metastasis pada diskus tidak mencerminkan sebagai sumber nyeri
• ketegangan (starain) • mieloma multipel pinggang bawah . Kelainan seperti skoliosis, lordosis
lumbosakral • skoliosis lumbal yang meningkat mempengaruhi keluhan nyeri
spondilolistesis • fraktur vertebra
tersebut di samping diskrepansi panjang tungkai yang
• hernia nukleus pulposus
lebih dari 4,5 cm.
• fibrositis Daerah sakroiliaka
• skoliosis • ketegangan sakro- Mielografi. Tindakan ini ditujukan apabila terdapat
• sikap tubuh (postur) yang iliaka kemungkinan tindak lanjut operatif saja karena banyak
jelek • osteitis kondensa
efek samping akibat pemberian kontras seperti sakit
• bursitis ileum
kepala, demam, mual, meningismus, nyeri punggung,
• tumor (primer/metastasis) • spondilitis ankilosa
• infeksi vertebra • artritis psoriatika gangguan miksi, parestesia , ileus dan araknoiditis
• nyeri alih (referred pain) • sindrom reiter akut maupun kronik . Akibat teknik tindakan dapat
• lipomata sakral timbul hematom epidural, retensi kontras, emboli paru,
• nyeri alih pembentukan kista epidermoid. Keuntungan teknik ini
• epifistis vertebra

Tabel 4. Lokasi Nyeri Akibat lritasi Radiks Saraf Spinal pada Herniasi Diskus
Radiks Nyeri dan Kelemahan otot dan atrofi Penurunan relaks
saraf disestesia
L4 Tungkai atas (posterolateral) Quadriceps Knee jerk
Tungkai bawah (anteromedial)
LS Tungkai atas (posterior) Tibialis anterior Tidak ada
Tungkai bawah (anterolateral) Extensor hal/ucis longus Ankle jerk
Kaki sisi medial dan ibu jari Atrofi kompartemen anterior tungkai
bawah
51 Tungkai atas (posterior) Gastrosoleus Ankle jerk
Tungkai bawah (posterior)
Kaki (posterolateral)
Jari sisi lateral
52-54 Gluteus dan perineum Gluteus maksimus Ankle jerk
Tungkai atas (posterior) Hamstring Absent plantar responses
Tungkai bawah (posterior) Gastrosoleus
Kaki (plantar)
Foot intrinsic dan fleksor longus,
sfinkter anal dan kandung kemih
NYERI SPINAL 3225

adalah mudah mengetahui lokasi sumbatan sertajepitan istirahat lebih lama lagi sampa i 5 minggu. Posisi tidur
pada radiks. disesuaikan terhadap rasa nyaman yang dirasakan
pasien. Beberapa pasien merasa lebih enak pada posisi
Sidik tulang (bone scan). Pemeriksaan dengan cara ini
terlentang dengan ekstensi penuh, beberapa dengan
dapat dipakai untuk mendeteksi adanya proses infeksi,
posisi semi Fowler atau bahkan dalam curled up fetal
keganasan, dan ankilosing spondilitis awal. Di samping itu
position. lstirahat pada nyeri pinggang bawah ini tidak
defek pada bag ian intrartikular yang tidak tampak dengan
hanya diartikan tidur, tetapi perlu dijelaskan lebih rinci
foto polos dapat diperlihatkan oleh teknik pemeriksaan
pada pasien antara lain posisi istirahat tidak dengan
ini.
duduk tegak lurus, mengubah posisi tidur miring ke
Computed tomography. Teknik ini banyak digunakan arah berlawanan dikerjakan dengan panggul dan lutut
sebagai alternatif tindakan mielografi, namun tidak dalam fleksi, pinggang harus dalam posisi sedikit fleksi
sebagai tindakan penapisan (screening) . Hrniasi diskus pada keseluruhan pergerakan tersebut, tidak membuat
dapat dideteksi lebih dari 95 %. Mengingat mahalnya lordosis berlebihan selama berdiri dan menjaga berat
tindakan tersebut, maka teknik ini dipakai apabila dicurigai tubuh berada di tengah kedua kaki.
adanya kelainan anatomik. Latihan mulai diberikan pada hari ketiga, keempat,
Pencitraan resonansi magnetik (magnetik resonance dengan memberikan fleksi ringan . Dilanjutkan dengan
imaging). Dengan teknik ini dapat diperlihatkan kelainan pemberian modalitas lainnya. Modalitas yang diberikan
pada jaringan lunak. Korpus verteba, diskus serta kanalis sangat beragam. Bila disertai suatu protective spasm
spinalis dengan mudah dapat dilihat tanpa menggunakan pemberian kompres es atau semprotan etil klorida,
kontras. Sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi ditunjuk- fluorimetan dapat membantu mengatasi nyeri. Latihan
kan dalam mendeteksi osteomielitis. dengan memberikan tarikan (stretching) dapat dilakukan
melalui beberapa cara antara lain dengan latihan posisi
knee chest dan fleksi lateral. Traksi dianjurkan bila terdapat
Penatalaksanaan herniasi diskus lumbal. Tarikan ini lebih ditujukan untuk
Penanggulangan nyeri pinggang bawah bertujuan untuk mengurangi lordosis dan menjauhkan facet joint serta
mengatasi rasa nyeri, mengembalikan fungsi pergerakan membuka foramen.
dan mobilitas, mengurangi residual impairment, pen- Nyeri tidak selalu dapat diatasi dengan cara-cara
cegahan kekambuhan serta pencegahan timbulnya nyeri di atas. Terkadang diperlukan tindakan injeksi anestetik
kronik . Perlu diperhatikan walaupun yang terbaik adalah atau anti inflamasi steroid pada tempat-tempat tertentu
memberikan pengobatan sesuai dengan penyebab nyeri, seperti injeksi pada faset, sekitar radiks saraf, epidural,
tetapi sangat sulit menentukannya pada fase akut nyeri intradural. Keterampilan sangat menentukan dalam
atau bahkan pada nyeri kronik sekalipun. tindakan penyuntikan tersebut, karena sangat bergantung
Penanggulangan nyeri akut. Nyeri dapat diatasi dengan dari lokasi jaringan sebagai sumber nyeri .
pemberian obat-obatan, istirahat dan modalitas. Penjelasan Pencegahan Kekambuhan
singkat penatalaksanaan perlu diberikan dan hindari Setelah fase akut teratasi diperlukan tindak lanjut berupa
penggunaan istilah yang tidak banyak dimengerti oleh perbaikan fleksibilitas dan kekuatan otot, perbaikan postur
awam atau dapat menimbulkan rasa takut seperti kata tubuh, kebiasaan kerja dan aktivitas sehari-hari (activities
nyeri skiatik, artritis, spasme, penyakit diskogenik dan of daily living/AOL), perubahan serta modifikasi aspek
sebagainya. psikososial.
Pemberian obat anti radang nonsteroid (OAINS) Pelatihan peregangan (low back stretching exercise).
diperlukan untuk jangka waktu pendek disertai dengan Tarikan dimulai dengan latihan dalam curled up fetal
penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi position, kemudian dilanjutkan dengan latihan fleksi
obat. Tidak dianjurkan penggunaan muscle relaxant lateral, gravitonic stretch exercise, latihan yoga, pelvic
karena memiliki efek depresan. Pada tahap awal, apabila tilting exercise, erect flat back exercise, hamstring
didapati pasien dengan depresi premorbid atau timbul stretching exercise, heel cord stretching dan exercise
depresi akibat rasa nyeri, pemberian anti depresan di- for stretching hip flexor.
anjurkan. Korset/bracing . Penggunaan korset diberikan pada
lstirahat secara umum atau lokal banyak memberikan mereka yang baru sembuh dari fase akut nyeri atau
manfaat. Ti rah baring pada alas yang keras dimaksudkan bilamana kekerapan kambuh yang tinggi . Tujuan
untuk mencegah melengkungnya tulang punggung. penggunaan korset adalah mengurangi spasme
Pada episode akut ini diperlukan 3-5 hari tirah baring, yang dilakukan sebagai tindakan bidai pada tulang
kecuali pada keadaan skoliosis disertai nyeri radikular belakang, memperbaiki postur dan mengurangi
hebat atau herniasi diskus akut yang memerlukan gerakan vertebra lumbal.
3226 REUMATOLOGI

DIAGNOSIS BANDING REFERENSI

Adnan M. Low Back Pain Dipandang dari Segi Reumatologis.


Penyakit inflamasi sistemik pada tulang belakang. Dalarn. Lumbantobing SM, Tjokronegoro A. Judana A, eds.
Penyakit inflamasi sistemik seperti artritis reumatoid Nyeri Pinggang Bawah (Low Back Pain). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1983:51-65.
seringkali menyebabkan kelainan pada vertebra lumbalis.
Cailliet R. Low Back Pain. Philadelphia: EA Davis Company.
Selain itu proses inflamasi lain akibat spondiloartropati 1987.
seperti spondilitis ankilosa, dan spondilosis hiperostotik Cailliet R. Neck and Arm Pain. Philadelphia: EA Davis Company.
memberikan keluhan nyeri pinggang bawah pula. 1978.
Frymoyer JW, Booth RE, Rothmman RH. Osteoarthritis syndromes
lnfeksi. Osteomielitis piogenik dengan penyebaran of the lumbar spine. In: Moskowitz RW, Howell DS, Mankin
HJ. Eds. Osteoarthritis, Diagnosis and Medical/Surgical
hematogen kuman golongan stafilokok atau basil gram Management. Philadelphia: WB Saunders Co. 1992: 683-
negatif, seringkali memiliki predileksi pada kolumna 736.
vertebral is. Di samping itu nyeri dapat berasal dari infeksi Hardin JG, Halla JT. Cervical spine syndrome. In: McCarty DJ.
Koopman WJ. Eds. Arthritis and Allied Condition. 12ed.
pada celah diskus. Keadaan ini lebih sering setelah tindakan
Philadelphia: Lea & Febiger, 1993: 1563-71.
eksisi pada diskus dan lebih merupakan infeksi iatrogenik. Hoppenfeld S. Physical Examination of The Spine and Extremities.
lnfeksi lain yang memberikan gambaran nyeri pinggang Norwalk Connecticut: Appleton Century Croft. 1976; 105-
bawah di antaranya adalah blastomikosis, kriptokokosis, 131, 237-63.
Hart FD, Clarke AK. Clinical Problems in Rheumatology.
aktinomikosis, koksidioidomikosis, tuberkulosis, spondilitis Singapore: Kin Keong Printing Co. 1993:1-5,51-60.
sifilitik dan kista hidatid. Hicks JE, Gerber LH. Rehabilitation in the management of patients
with osteoarthritis. In: Moskowitz RW, Howell DS, Mankin
Spondilolisis/spondilolistesis. Spondilolistesis dapat HJ. Eds. Osteoarthritis, Diagnosis and Medical/Surgical Man-
di-sebabkan oleh proses degeneratif pada diskus dan agement. Philadelphia: WB Saunders Co. 1992: 440-41.
biasanya disertai dengan stenosis spinalis lokal atau Levine DB, Leipzig JM. The painful back. In: McCarty DJ, Koopman
WJ. Eds. Arthritis and Allied Condition. 12ed Philadhelphia:
akibat ruda paksa . Kebanyakan akibat ruda paksa ini Lea & Febiger, 1993: 1583-1600.
menyebabkan fraktur pada bagian posterior vertebra Misbach J. Aspek Neurologi pada Nyeri Pinggang Bawah. Dalam:
seperti pedikel atau faset. Suatu proses patologik lain Kumpulan Makalah Simposium Terobosan Baru di Bidang
Rheumatology, Ja,karta: Indonesian Rheumatic Centre, Ikatan
yang mengakibatkan spondilolistesisi dapat ditemukan Reumatologi Indonesia, WHO-COPCORD. 1995.
pada dengan penyakit tulang atau mengenai tulang Nasution AR. Peranan dan Perkembangan Reumatologi Dalam
belakang seperti osteopetrosi, artrogriposis, penyakit Penanggulangan Penyakit Muskuloskeletal di Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
paget, sifilis, artropati neurogenik, spondilitis tuberkulosa,
1995:4-5.
giant cell tumor atau metastasis tumor. Spondilolistesis Nakano KK. Neck pain: In Kelley, Harris, Ruddy, Sledge, eds.
yang diakibatkan proses-proses patologik tersebut Textbook of Rheumatology, 4th ed. Philadelphia: WB
biasanya mengenai segmen proksimal dari tulang vertebra Saunders Co. 1993:26-748.
Phull PS. Management of chervical spine. In Delisa JA.ed.
lumbalis. Rehabilitation of Medicine, Principles and Practice.
Philadelphia: JB Lippincott. 1998: 749-64.
Sebab lain nyeri pinggang bawah. Sebagaimana telah
Padang C. Low back pain. Dalam. Kumpulan naskah WHO-
disebutkan dalam pendahuluan maupun pemeriksaan COPCORD-IRA, Post Graduate Course, Jakarta 1994:13-20.
fisis, berbagai penyakit lain yang tidak bersangkutan Schumacher HR, Klippel JH, Koopman WJ. Primer on the
dengan tulang belakang dapat memberikan sensasi nyeri Rheumatic Diseases, 9ed. Atlanta GA.: Arthritis Foundation.
1993:269-72.
pada daerah tersebut. Memang sangat jarang keluhan
penyakit non tulang belakang ini yang hanya memberikan
gambaran rasa nyeri pada pinggang bawah semata, tetapi
biasanya disertai gejala lain sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya. Organ visera intra-abdominal,
retroperitoneal maupun pelvis memberikan sensai nyeri
alih dermatomal, tidak memburuk dengan aktivitas
dan nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Beberapa
penyakit di antaranya adalah ulkus peptik, gastritis, tumor
pada duodenum, gaster atau pankreas, dan pendarahan
retroperitoneal. Pada wanita, tumor pada uterus aatau
vesika urinaria memberikan rasa nyeri pinggang namun
lebih ke arah sakral. Demikian pula nyeri akibat haid dan
malposisi uterus.
424
FIBROMIALGIA DAN NYERI MIOFASIAL
O.K. Moehad Sjah

PENDAHULUAN ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sindrom fibromialgia adalah suatu bentuk reumatisme Sampai saat ini etiologi dan patogenesis fibromialgia
nonartikular yang karakteristik dengan nyeri muskulo- belum diketahui secara pasti. Kelainan laboratorium dan
skletal kronik yang menyebar luas disertai rasa kelelahan gambaran histologis belum diketahui. 8•11 Penelitian selama
dan ditandai dengan tender point pada penekanan pada 10 tahun terakhir ini difokuskan pada faktor psikologi,
otot, ligamen dan insersi tendon . Sir Wiliam Gowers faktor yang menyebabkan gangguan tidur, nocciception,
1904, pertama kali menggunakan istilah fibromiositis, dan faktor neuroendokrin.
kini istilah tersebut ternyata kurang tepat. Berbagai nama Benneth (2002) menyatakan bahwa sindrom
lain kemudian berkembang dan dikenal sebagai sinonim fibromialgia semata-mata adalah kelainan psikosomatik
dari fibromialgia: soft tissue rheumatism, tendomiopati, dan didapatkan sering bersamaan dengan kondisi
miogelosis, neuroasthenia, muscular rheumatism, myalgic komorbid yang lain seperti irritable bowel syndrome,
encephalomyelitis, dll. hipotensi postural, sakit kepala, migren, dysmenorrhoe
Tahun 1977, oleh Smythe dan Moldofsky memper- dan gangguan tidur.13
kenalkan untuk pertama kali istilah fibromialgia sebagai Gangguan neuroendokrin yang berhubungan
suatu sindrom klinis dari gejala penyebaran nyeri dan dengan hipotalamus, kelenjar hipopisis anterior, dan
beberapa tanda tender point, disertai dengan gambaran kelenjar adrenal dikatakan mempunyai peran sebagai
karakteristik yang lain yaitu gangguan tidur, kekakuan dan etiologi fibromialgia.
stres emosional. Faktor eksogen yang diduga sebagai penyebab
lnsiden fibromialgia di seluruh dunia antara 0,5%- antara lain : trauma, infeksi virus, bakteri atau parasit.
12% dari seluruh populasi, mengenai seluruh usia dengan Faktor genetik juga diduga mempunyai peran, di
puncak insiden antara umur 20 tahun-60 tahun, terutama mana pasien fibromialgia sering bersamaan dengan
pada perempuan (lebih dari 75% dibandingkan pria). penyakit autoimmun seperti: AR, SLE dan Sindrom
Angka prevalensi pada perempuan 3,4% dan pria 0,5%. Sjogren.
Di Amerika dilaporkan insiden sekitar 3-5%, Denmark Namun sampai saat ini etiologi dan patogenesis
0,66%, Finlandia 0,75%, Swedia 1,0%, Jerman 1,9%, Afrika fibromialgia belum diketahui secara pasti. Kebanyakan
Selatan 3,2%, Kanada 3,3%, Norwegia 10,5% dan New sasaran penelitian dipusatkan pada tiga keadaan yaitu:
Zealand 1, 1%. Gangguan tidur
Dari seluruh penyakit muskuloskletal, Tai melaporkan Perubahan otot dan
bahwa insiden di Asia 21-39%, sedang di negara barat Parameter psikologi.
23%.
Fibromialgia bukan merupakan suatu bentuk artritis Gangguan Tidur
karena tidak menyebabkan kelainan sendi, tetapi dapat Pasien fibromialgia sembilan puluh persen mengalami
muncul bersamaan dengan jenis artritis seperti artritis gangguan tidur. Diduga growth hormon dan prolaktin
reumatoid, LES ataupun penyakit jaringan ikat lain. Pada memegang peranan. Defisiensi growth hormon pada
pasien penyakit autoimun didapatkan sebanyak 20-25% orang dewasa dapat dihubungkan dengan fibromialgia
disertai dengan fibromialgia . ini. Sekitar 80% produksi growth hormon dikeluarkan
3228 REUMATOLOGI

pada saat tidur pada stage IV (non random eye movement KLASIFIKASI
sleep atau restorative sleep). Stage IV didapatkan pada saat
tidur yang paling dalam dan hal ini berhubungan dengan Fibromialgia Primer
intensitas dan tidur yang cukup . Growth hormon juga Gambaran karakterstik fibromialgia tanpa diketahui
menyebabkan hati membentuk suatu protein yang disebut penyebabnya atau penyakit yang melatarbelakangi.
somatomedin atau insulin like growth factor yang paling
banyak dikeluarkan pada saat tidur yang dalam (stage IV). Fibromialgia Sekunder
Benneth dkk, (1992) mendapatkan kadar somatomedin Gambaran karakteristik fibromialgia yang diketahui
yang rendah pada pasien fibromialgia dibandingkan penyebabnya atau penyakit yang melatarbelakanginya
group kontrol. dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain yang
Prolaktin juga dikeluarkan pada saat tidur panjang erat hubungannya dengan fibromialgia, dan ditandai
dalam dan diduga dapat meningkatkan efisiensi dengan hilangnya keluhan fibromialgia setelah penyakit
tidur. Kadar prolaktin dijumpai rendah pada pasien primernya teratasi .
fibromialgia.
Serotonin dan triptopan juga pegang peranan . Fibromialgia Regional atau Terlokalisasi
Triptopan adalah prekursor dari serotonin, suatu neuro- Nyeri miofasial terlokalisir yang disertai dengan trigger
transmiter yang juga berperan dalam regulasi tidur, point, biasanya sekunder terhadap strain otot (pekerjaan
dan jika kadar serotonin rendah dapat menimbulkan berulang) sangat mirip dengan sindrom miofasial lokal,
insomnia. regional atau spesifik dan tidak memenuhi syarat kriteria
untuk fibromialgia primer/sekunder.
Perubahan Otot
Growth hormon juga suatu peptida anabolik yang Fibromialgia Usia Lanjut
menstimulasi peningkatan sintesis DNA, RNA dan protein Sama dengan fibromialgia primer atau sekunder, perlu
yang berperan pada pertumbuhan semua jaringan tubuh perhatian khusus terhadap kemungkinan adanya polimi-
dan pada orang dewasa memegang peran penting pada algia reumatika, penyakit degeneratif atau neurologik,
homeostasis otot dalam hal memelihara otot yang normal osteoporosis, penyakit Parkinson, sindrom otak organik
dan perbaikannya akibat dari pemakaian sehari-hari dan atau sindrom kelelahan pasca penyakit virus.
kerusakan otot.
Pada fibriomialgia didapatkan kontraksi isokinetik dan Fibromialgia Juvenile
isometrik otot berkurang serta penurunan kapasitas aerobik Sama dengan fibromialgia primer pada pasien usia
otot dan aliran darah otot juga berkurang. Juga dijumpai muda.
penurunan kadar ATP dan ADP dan peningkatan AMP.

Faktor Psikologi GAMBARAN KUNIS


Faktor psikologi juga memegang peranan pentirig yang
dapat menimbulkan spasme otot sehingga muncul Sindrom fibromialgia menampilkan 4 jenis gambaran klinis
simptom fisik seperti nyeri otot, kaku dan pembengkakan yang saling berkaitan, yaitu :
jaringan lunak yang tak dapat diterangkan. Gambaran utama, berupa keluhan nyeri muskulosekletal
Riwayat depresi pada keluarga lebih sering dijumpai generalisata kronis yang meluas dan nyeri tekan yang
pada pasien fibromialgia dibandingkan dengan artritis terlokalisir pada otot dan insersi otot dengan tendon.
reumatoid. Keluhan ini ditemukan pada 97% pasien.
Selain hal-hal tersebut di atas maka diketahui pula Gambaran karakteristik, berupa keluhan kelelahan
bahwa kadar serotonin yang rendah pada pasien fibro- (fatique), kaku pada pagi hari (morning stiffness), dan
mialgia berkorelasi dengan jumlah tender point dan tidur tidak nyenyak atau terganggu (non refresshed
kadar triptopan yang rendah menyebabkan serotoninjuga or disturbed sleep), yang ditemukan pada lebih dari
menurun dan mengakibatkan rasa nyeri persisten yang 75% kasus.
difus pada pasien fibromialgia . Gambaran umum, bukan merupakan keluhan penting,
Substansi Pyaitu suatu neurotransmitter yang berperan ditemukan pada 25% pasien. Keluhan tersebut antara
pada nyeri kronikjuga meningkat pada fibromialgia 3 kali lain: irritable bowel syndrome, fenomena Raynaud,
dari nilai normal dan hal ini berhubungan dengan nyeri di nyeri kepala , rasa bengkak, parastesia, psikologik
otot dan nyeri tekan. Peningkatan inijuga mengakibatkan abnormal dan disabilitas fungsi .
peningkatan transmisi rasa nyeri dan direspons sebagai Koeksistensi dengan beberapa gangguan reumatik
hiperalgesia. yang gejalanya saling tumpang tindih dengan sindrom
FIBROMILGIA DAN NYERI MIOFASIAL 3229

fibromialgia seperti artritis, nyeri pinggang bawah, Penelitian dengan menggunakan dolorimeter
nyeri tengkuk dan tendonitis. menunjukkan bahwa pada lokasi tender point pasien
fibromialgia didapatkan ambang nyeri yang lebih rendah
Ada tiga gejala utama yang dikenal dengan triad fibro-
dibandingkan dengan orang normal.
mialgia, yaitu;
Tender point tidak hanya dijumpai pada pasien
sindrom fibromialgia, akan tetapi juga dapat ditemukan
Nyeri Muskuloskletal
Lokasi nyeri yang sering dijumpai adalah pada aksial, yaitu pada regional pain syndrome, yang mirip dengan
di sekeliling bahu, leher dan belakang bawah (low back) . fibromialgia tetapi tanpa disertai dengan kekakuan
Paling menonjol pada servikal dan lumbal. Sebagian pasien umum dan kelelahan . Sindrom tersebut dikenal dengan
mengeluh nyeri otot dan rasa lemah, walaupun secara sindrom miofasial (myofacial pain syndrome). Untuk
objektif tidak ditemukan kelemahan otot. membedakan kedua titik tersebut, maka titik pada
sindrom miofasial disebut dengan trigger point. lstilah
Kekakuan (stiffness) ini digunakan oleh karena penekanan pada titik tersebut
Merupakan gejala umum pal ing sering dijumpai, seperti akan menimbulkan nyeri yang disebarkan ke daerah
pada pasien reumatik lainnya. Rasa kaku terutama pada sekitarnya, sedangkan tender point hanya menimbulkan
pagi hari dan membaik setelah bergerak, walaupun pada nyeri lokal saja.
beberapa pasien dapat berlangsung sampai 3 hari. Pemeriksaan laboratorium biasanya memberikan hasil
yang normal. Pemeriksaan psikologik menunjukkan keluhan
Kelelahan (fatique) ini memburuk bila ada stres. Ada yang beranggapan
Keluhan ini erat kaitannya dengan gangguan tidur. fibromialgia sebenarnya merupakan depresi terselubung
Gangguan tidur berupa sering terbangun malam akan atau gangguan ~nsietas yang somatisasi menonjol dan
menyebabkan pasien merasa tidak segar pada waktu hipokondria. Pasien fibromialgia yang jelas menunjukkan
bangun tidur sehingga pasien merasa sangat lelah . depresi, ansietas dan hipokondria umumnya sukar untuk
Keluhan gangguan tidur ini dialami oleh lebih dari dua per disembuhkan. Hipotesis menyatakan adanya lingkaran
tiga pasien. Gangguan tidur juga ternyata berpengaruh setan antara kejang otot, gangguan tidur, psikologik
secara signifikan terhadap intensitas nyeri, kelelahan abnormal.
sepanjang hari dan kaku pagi hari.
Dalam riwayat penyakit dapat ditemukan keluhan
yang bertambah berat bila kena air dingin, suara keras, DIAGNOSIS
kerja berat, stres mental dan kecemasan . Sebaliknya
keluhan berkurang dengan udara hangat, mandi air panas, Diagnosis sindrom fibromialgia ditegakkan berdasarkan
liburan, aktivitas ringan, peregangan dan pemijatan. Kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR)
Riwayat pengobatan menunjukkan pasien meng- tahun 1990.
alami kegagalan dengan aspirin dan obat anti inflamasi Palpas i harus dilakukan dengan tekanan yang
nonsteroid . Biasanya pasien akan memberikan daftar sedang. Tender point dikatakan positif apabila ada nyeri
panjang obat yang pernah dimihurnnya. pada palpasi. Nyeri tender point tidak sama dengan sakit.
Riwayat penyakit yang lebih lengkap biasanya Untuk tujuan klasifikasi, pasien disebut fibromialgia
menunjuk-kan adanya berbagai kondisi yang erat apabila memenuhi kedua kriteria tersebut. Penyebaran
hubungannya denganfaktor stres, misalnya irritable bowel nyeri yang luas (difus) harus ada paling tidak selama 3
syndrome, irritable bladder, tension headache, migren dan bu Ian.
dismenorrhoe. Adanya kelainan klinis kedua tidak menyingkirkan
Suatu keadaan yang khas pada pemeriksaan fisik pasien diagnosis fibromialgia . Direkomendasikan untuk
sindrom fibromialgia adalah tidak ditemukannya kelainan menggunakan kriteria ini dalam menegakkan diagnosis
atau gejala objektif yang setara dengan keluhannya . Satu- secara klinis oleh karena bisa dilakukan di mana saja,
satunya penemuan abnormal adalah adanya beberapa sederhana dan ekonomis . Kriteria ini mempunyai
titik nyeri (tender point). Pasien biasanya sadar akan sensitifitas 88% dan spesifisitas 81% . Di samping
adanya titik nyeri ini dan merasa gembira bila dokter itu,beberapa penulis menegaskan pentingnya control
dapat menemukannya. Bila pemeriksa tidak mengenal points dalam menegakan diagnosis. Control points ini tidak
lokasi titik-titik ini, biasanya hasil pemeriksaannya normal nyeri apabila dilakukan palpasi pada lokasi tersebut. lni
dan pasien merasa kecewa. Tender point dapat dirasakan penting untuk membedakannya dengan reaksi konversi
dengan penekanan menggunakan ibu jari tangan yang dari reumatism psikogenik yang merasa nyeri pada semua
setara dengan beban 4 kg. tempat.
3230 REUMATOLOGI

label 1. The American College of Rheumatology 1990


Criteria for Classification of of Fibromialgia
Riwayat nyeri yang menyebar luas. Dikatakan nyeri menye-
bar luas apabila ditemui semua yang tertera berikut ini:
- Nyeri pada sisi kiri tubuh,
- Nyeri pada sisi kanan tubuh
- Nyeri di atas pinggang.
- Nyeri di bawah pinggang.
- Nyeri aksial skeletal
- (vertebra servikalis atau torak depan atau vertebra
torakalis atau low back)
Nyeri dengan palpasi jari pada sedikitnya 11 dari 18 tender
point:
- Oksiput:bilateral pada insersi otot suboccipital.
- Servikalis bawah: bilateral, aspek anterior dari celah
intertransverse pada CS-C7
- Trapezius:bilateral,bagian tengah batas atas
Supraspinatus:bilateral diatas tulang skapula didekat
garis medial.
- lga ke ll:bilateral, sedikit ke lateral dari persendian
kos-tokondral ke II
- Epikondilus lateralis:bilateral, 2 cm distal epicondilus
- Gluteus: bilateral, kwadran atas lateral pada lipatan
otot anterior.
- Trokanter mayor: bilateral, pada posterior tonjolan Pasangan tender points.
trokanter mayor. 1. Oksipital :bilateral,pada insersi otot tengkuk
- Lutut: bilateral, pada bantalan lemak medial proksi- (suboksipitalis)
mal garis sendi lutut. 2. Servikal bawah::birateral,aspek antirior dari
celah inter-transversalis pada C5-C7.
3. Trapezius : birateral ,bagian tengah batas atas.
4. Supraspinatus: biraterial,diatas tulang skapula
Ada 4 kontrol points pada sindrom fibromialgia, yaitu :
didekat garis medial.
Titik tengah dari dahi. 5. lga ll:birateral,sedikit kalateral dari persediaan
Aspek volar dari pertengahan lengan atas kostokondral ke II.
Kuku ibu jari. 6. Epikondilus lateralis: birateral,2 cm distal
Otot-otot dari tungkai atas sisi anterior epikondilus.
7. Gluteus: birateral,kwadran atas lateral pada
Untuk membantu menegakkan diagnosis perlu lipatan otot anterior.
diketahui faktor-faktor yang bisa memperberat atau 8. Trokanter mayor: birateral ,pada posterior
memperingan keluhan . Faktor-faktor yang memperberat tonjolan trokanter mayor.
adalah : cuaca dingin atau lembab, tidur yang tidak 9. Lutut: birateral,pada bantalan lemak medial
proksimal garis sendi lutut.
nyaman, kelelahan fisik atau mental, aktivitas fisik yang
berlebihan, inaktivitas fisik dan stres/ansietas. Sedangkan Gambar 1. Lokasi tender points pada sindrom fibromialgia
faktor-faktor yang memperingan adalah: cuaca hangat
dan kering, mandi air panas, tidur nyenyak dan aktivitas
sedang yaitu latihan peregangan dan pijat.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis biasanya
memberikan hasil yang normal. Pemeriksaan ini dilakukan Empat Control points
untuk menyingkirkan gangguan atau kelainan lain. 1. Titik tengah dahi

2 . Sisi volar pertengahan lengan atas

3.Kuku ibu jari


DIAGNOSIS BANDING 4 .0tot·otot dari tungkai atas sisi anterior

Fibromialgia dapat sebagai penyakit yang berdiri sendiri


atau muncul bersama penyakit lain seperti LES, RA,
sklerosis multipel atau kelainan autoimun lain.
Gambar 2. Lokasi control points pada si ndrom fibromialgia
FIBROMILGIA DAN NYERI MIOFASIAL 3231

Diagnosis banding fibromialgia antara lain: PENATALAKSANAAN SECARA UMUM TERBAGI


Sindrom nyeri miofasial ATAS:
Artritis reumatoid
Polimialgia reumatika/giant cell arteritis Pengobatan secara farmakologi dan nonfarmakologi .
Polimiositis/dermatomiositis. Untuk mendapatkan hasil yang baik pengobatan
Miopati karena kelainan endokrin hipotiroid, hipertioid, farmakologi harus dikombinasikan dengan nonfarmako-
hipoparatiroid, hiperparatiroid,insufisiensi adrenal) log i.
Miopati metabolik (glycogen storage disease,lipid
myopathies) Pengobatan Secara Farmakologi
Neurosis (depresi, ansietas) Pioro Boiset, Esdaile dan Fitzcharles (1996) mendapatkan
Karsinoma metastase. 91 % pasien Fibromialgia melakukan terapi komplementari
Sindrom fatique kronis. (rehabilitasi) atau med is alternatif selama 1 tahun .
Parkinsonisme (fase diskinetik)
Pengobatan nonfarmakologi antara lain:
Latihan olahraga: peregangan, penguatan, aerobik.
PENGELOLAAN Latihan olahraga merupakan pengobatan non-
farmakologi yang paling penting . Latihan olahraga
Pendekatan awal penatalaksanaan memprioritaskan yang teratur dimulai dengan peregangan dan diikuti
pendidikan dan keyakinan pasien. Pasien harus diberitahu aerobik dapat meningkatkan nilai ambang rasa nyeri,
bahwa fibromialgia bukanlah gangguan psikiatri dan meningkatkan oksigen ke otot, memperbaiki kondisi
gejala yang dijumpai pada penyakit ini adalah sering juga secara umum.
ditemui pada masyarakat umum dan penting menjelaskan Pemanasan: dapat meningkatkan sirkulasi dan
bahwa penyakit ini tidak mengancam kehidupan , mengurangi nyeri .
bukan penyakit degeneratif atau bentuk penyakit yang Terapi perubahan tingkah laku (kognitif); berfikir dan
buruk. tingkah laku yang positif.
Pendidikan : penyuluhan mengenai penyakit dan
pengobatannya, perbaikan tidur termasuk tidur
label 2. Perbedaan Gambaran antara Sindrom
teratur, lingkungan bersih dan tidak ribut, menjauhi
Fibromialgia dan Sindrom Nyeri Miofasial
alkohol, rokok dan kopi menjelang tidur.
Gambaran Sindrom Fibromialgia Sindrom Miofasial Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) :
Nyeri Menyeluruh/difus Regional/lokal dapat meningkatkan opioid endogen.
Kelelahan Sangat nyata/sering Biasanya tidak Diet: rendah lemak dan tinggi serat
ada/jarang Suplement diet: Koenzim 10, Magnesium, Vit 812.
Kekakuan Generalisata/sering Regional/Jarang Relaksasi, meditasi
pagi hari Akupuntur, akupressure, pemijatan
Palpasi Tender points: Trigger point: Distraction, misalnya nonton film yang lucu (funny
Tersebar luas/Difus Regional/Lokal movie)
Terapi Latihan umum Menghir'ldari faktor Relaksasi, misalnya mendengarkan musik yang
Obat gangguan tidur pemberat Iem but.
Latihan
peregangan
Prognosis Penyakit cenderung Diharapkan PENGOBATAN S~CARA FARMAKOLOGI
kronik dengan resolusi sempurna,
beberapa disabilitas walaupun sering Tidak ada obat khusus untuk pengobatan fibromialgia,
fungsional kambuh pengobatan simtomatis dengan obat-obatan akan
menghasilkan perbaikan sebanyak 30-50%.

Obat-obatan yang dapat diberikan:


Trisiklik antidepressant:
TUJUAN PENGELOLAAN Amitriptilin 5-50 mg/hari, Nortriptilin(Pamelor) 10-50
mg/hari, Sinequan (Doksepin) 2,5-75 mg/hari.
Adalah untuk mengurangi rasa nyeri, memperbaiki kualitas Selektif serotonin re uptake inhibitors (SSRI):
tidur, dan meningkatkan aktivitas fisik untuk mendapatkan Trazodon (Desirel) 25-50 mg/hari, Fluoksetin (Prozak)
kesehatan dan fungsi otot yang baik. 1-20 mg/hari, Paroksetin (Paksil) 5-20 mg/hari.
3232 REUMATOLOGI

Muscle relaksan: Siklobenzaprin(Flekseril) 10-30 mg/ Griep EN . Fibromyalgia: neuroendocrine perspective and
hari. pathophisiology. Proceeding of XIX ILAR Congress of
Rheumatology. Singapore:1997.p.136-8.
Benzodiazepin: Griffiths ID. Fibromyalgia. Lectures in rheumatology. Penang
Klonazepam (Klonopin) 0,50-1 mg/hari, International teaching course in Rheumatology. Penang,
Alprazolam (Xanax) 0,25-1,25/hari. Practical Printers, 1990: 105-8.
Gerber LH. Pathogenesis of fibromyalgia. In: Toorralba T.T,
Analgesik sederhana
Amarte CM, Navarra ST (Eds). Proceeding of the 5th Asean
OAINS (Ibuprofen, selekoksib), Asetaminofen (tidak Congress of Rheumatology. 3rd Aplar Symposium on the
boleh lebih 4 gram/hari) Theraphy of Rheumatic Disease. Manila.1998: 44-45.
Analgesik sentral golongan Opioid: Kodein, metadon, Geel SE. The Fibromyalgia syndrome: Musculoskletal
pathofisiology. Seminars in Arthritis and Rheumatism 1994;
Tramadol 23: 347-53.
Topikal krim: Goldenberg DL. Treatment of fibromialgia. In: Benneth RM, Gold-
Capsaicin 0,25% engberg DL, Rheum Dis Clin North Am. Philadelphia: WB.
Saunders;1989.p.61-72.
Gilliland BG. Miscellaneus arthritis and extraarticular rheumatism.
In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Kasper
PROGNOSIS DL, et al eds. Harrisons principles of internal medicine.15th
ed. New York:Mc Graw Hill;2001.p.2520-52
Hench PK. Evaluation and differential diagnosis of fibromyalgia.
Pasien usia muda dengan gejala ringan cenderung In : Benneth RM, Goldenbrg DL. Rheum Dis Clin of North
prognosisnya lebih baik, walaupun pasien memberikan Am. 15. Philadelphia: B Saunders 1989.p.19-30.
respons terhadap pengobatan kadang-kadang masih Hannonen P, Malminiemi K, Yli-Kerttula U, Isomeri R, Roponen
P. A Randomized, double-blind, placebo-controlled study
juga ada keluhan yang ringan tetapi nyeri tersebut of moclobemide and amitriptyline in the treatment of
dapat ditoleransi Penyembuhan akan sulit pada pasien fibromyalgia in females without psychiatric disorder. Br J
yang mempunyai stres emosional berupa ansietas dan Rheurnatol. 1998; 37: 1279-86
Klemp P, Williams S.M, Stansfield S.A. Fibrornyalgia in Maori
depresi, oleh karena itu perlu penatalaksanaan secara
and European New Zealanders. APLAR Rheurnatol.2002;
multi-disipliner. (No.1): 1-5.
Lash.A A, Jones LE, Mc Coy D. Fibromyalgia: evolving concepts
and management in primary care setting. In: Joumal Medsurg
Nursing Pro Quest Medical Library. 2003; vol 12: 145-90.
REFERENSI
Mc Cain GA. Nonmedicinal treatments in primary fibrornyalgia.
In; Benneth RM, Goldenberg DL.Rheurn dis din North Arn.
Affleck G, Urrows S, Tennen H, Higgins P, Abeles M. Sequential
Philadelphia: WB Saunders;1989.p.73-90.
daily relations of sleep, pain intensity, and attention to pain Non Articular Rheumatism, In: Adreoli T.E, Bennet J.C, Carpenter
among women with fibromyalgia. Pain.1996; 68: 363-8.
C, Plum F,eds. Cecil essentials of medicine. 4 th ed.
Bennett RM. Fibrositis. In: Kelley WN, Harris ED, Ruddy S,
Philadelphia: W.B. Sounders;1997.p.634-6.
Sledge CB eds. Text book of rheumatology. Philadelphia:WB
O.K. Moehad Sjah. Fibromialgia and sindrorn miofasial. ASEAN
Saunders;1989. p.541-53.
Meeting on Gout and Hyperuricemia, Ikatan Reumatologi
Bennet, R. Scientific basis for understanding pain in fibromyalgia. Indonesia, Jakarta, 2003.
April 12, 2003. from http:/www.myalgia.com Scientific%20
Schochat T, Croft P, Raspe H. The epidemiology of Fibromyalgia.
basis.htm
Workshop of the standing committee on epidemiology
Benneth RM, Clark SR, Campbell SM, Burckhardt CS. Low levels of
European league against rheumatism (EULAR), Bad
somatomedin C in patients with the fibromyalgia syndrome. Sackingen, 19-21November1992. Br J Rheurnatol 1994; 33:
Arthritis and Rheumatism, 1992;35: 1113-6. 783-6.
Clarke AK. Fibromyalgia. In: Clarke AK. Rehabilitation in
Wolfe F.Fibromyalgia:the clinical syndrome. In: Benneth RM,
rheumatology. Singapore:Toppan Printing;1987.p.81-6.
Goldenberg DL. Rheum Dis Clin North Am.Philadelphia:
Chichasova N, Igolkina E, Nasonov E, Folomeev MY, Repas
WB Saunders;1989.p.1-18.
Ch. A long-term treatment of fibromyalgia with tramadol
Zainal E, Harry I, Bambang S. Sindrom fibromialgia. ln: Syaifullah
(preeliminary report). IX Symposium Eular, Madrid 1996:
Noer et al,eds. Jakarta:Buku Ajar Ilrnu Penyakit Dalam. Balai
126 (Abstract). Penerbit FKUI;1996.p .108-12
Drewes AM. Pain and sleep disturbances with special reference
to Fibromyalgia and rheumatoid arthritis. Rheumatology
1999; 38: 1035-44.
Freundlich B,Leventhal L.The fibromyalgiasyndrome.
In:Schumacher HR,Klippel JH, Koopmaan W J,eds.
Primer on the rheumatic disease . Atlanta:Arthritis
Foundation;1993:247-9.
For EA, Sexton H. Weather and the pain in fibromyalgia:are they
related ? J Ann Rheum. Dis. 2002;61: 242-50.
Fibromyalgia. http:/ /www.fmsni.freeserve.co.uk
Fibromyalgia. http:/ /www.muhealth.org/-vocrehab/fibro/
index.htm
425
ARTRITIS SEPTIK
Najirman

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

Dalam keadaan normal sendi diartrosis sangat resisten Data tentang epidemiologi artritis septik sampai saat ini
terhadap infeksi bateri karena adanya sistem daya tahan masih sangat terbatas. Hal ini antara lain disebabkan oleh
tubuh lokal pada sendi yang bersangkutan maupun data yang ada selama ini hanya berasal dari penelitian
sistemik. Namun demikian bakteri dapat masuk pada retrospektif, yang harus dibuktikan dulu adanya bakteri
sendi tersebut dan menimbulkan artritis septik. Masuknya pada kultur dan hal ini akan membatasi pengumpulan data
bakteri pada sendi dapat terjadi secara hematogen ataupun secara praktis. Pada kasus yang secara klinis kuat dugaan
secara langsung. Artritis septik merupakan salah satu kasus adanya artritis septik, diagnosis dapat dibuat dengan atau
yang bersifat emergensi di bidang reumatologi karena tanpa adanya bakteri pada pemeriksaan bakteriologis.2•4
bila tidak ditatalaksana dengan baik akan menimbulkan lnsiden artritis septik berkisar antara 2-10/100.000
morbiditas, disabilitas permanen dan dapat menimbulkan pertahun pada populasi umum. lnsidennya meningkat
kematian.1-2 menjadi 28-38/100.000 pada penderita reumatoid artritis
Pada umumnya diagnosis artritis septik dibuat serta meningkat menjadi 40-70 pada pasien dengan
berdasarkan gejala klinis, tanpa didukung oleh hasil protese sendi. Di Ero pa Ba rat insiden adalah 4-10/100.000
kultur bakteri pada cairan sinovial. Kriteria Newman pertahun, sedangkan pada Eropa Utara dan Australia
merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk meningkat 2 kali. lnsiden pada suku Aborigin di Australia
mendiagnosis penyakit ini. Kriteria Newman membagi adalah sebesar 29 kasus/100.000 penduduk dengan risiko
artritis septik menjadi 3 kategori, yaitu : a) artritis septik relatif 6,6 dibanding dengan orang kulit putih 1·2•3A· 6 •
dengan gejala klinis yang khas dan ditemukan bakteri Artritis septik lebih sering mengenai satu sendi/
dari isolasi cairan sinovial, b) gejala klinis yang khas dan monoartritis daripada poliartritis. Sendi besar lebih sering
ditemukan bakteri dari isolasi tempat lain misalnya dari dikenai dari pada sendi kecil. Suatu penelitian prospektif
darah, c) gejala klinis khas, tanpa didukung oleh adanya yang dilakukan di Belanda menemukan distribusi sendi
bakteri dari cairan sinovial ataupun didalam darah, akan yang terlibat sebagai berikut: sendi lutut sebesar 55%,
tetapi punksi cairan sinovial memperlihatkan warna yang sendi pergelangan kaki 10 %, sendi pergelangan tangan
keruh. 3A 9%, sendi bahu 7%, sendi koksae 5%, sendi siku 5%,
sendi sternoklavikular 5%, sendi sakro iliaka serta sendi
pada daerah tarsal sebesar 2%. lnsiden artriris septik
DEFINISI meningkat pada anak-anak, usia tua, pengobatan dengan
imunosupresif serta tindakan dibidang ortopedi 1·2A.
Artritis septik dikenal juga dengan nama artritis Penelitian di Amsterdam menemukan bahwa kejadian
piogenik atau artritis supurativa adalah infeksi pada artritis septik meningkat pada penderita diabetes, reumatoid
sinovium yang disebabkan oleh bakteri. lnfeksi pada artritis serta usia > 80 tahun. Kejadian artriris septik pada
sinovium mengakibatkan terbentuknya pus pada rongga pasca penggunaan steroid intraartikler adalah 4/10.000
sinovial. 5 injeksi dan pasca artroskopi adalah 14/10.000 tindakan.4
3234 REUMATOLOGI

PATOGENESIS Komponen respons imun non spesifik lainnya


adalah sel NK, limfosit T dan limfosit B. Penelitian pada
Masuknya kuman kedalam sendi dapat terjadi secara mencit memperlihatkan bahwa pada artritis septik
hematogen ataupun secara langsung, misalnya akibat terjadi pengurangan produksi IL-10 dan IL-4, sehingga
trauma ataupun iatrogenik pada sendi yang bersangkutan. akan memperberat perjalanan penyakit. Aktivasi sel T
lnfeksi secara hematogen terjadi karena adanya kuman menghasilkan interferon-y, dan hal ini pada beberapa
yang beredar didalam darah/bakterimia. Sebagian kasus penelitian terbukti mengakibatkan kerusakan sendi.3
artritis septik terjadi karena masuknya bakteri secara
hematogen . Hal ini terjadi karena sinovium kaya akan Virulensi Kuman
pembuluh darah kecil tanpa proteksi dari membrana 7. Staphylococcus aureus mempunyai kemampuan untuk
basalis, sehingga kuman akan dengan mudah menyebar melekatkan diri pada sel host, menghindar dari sistem
dan berkembang biak . Faktor yang mempengaruhi imun tubuh serta menimbulkan kerusakan pada sendi.
patogenesis artritis septik adalah interaksi antara bakteri Staphylococcus aureus mempunyai beberapa reseptor
penyebab dengan respons imun tubuh. 2·6 (adesin) pada permukaan selnya yang mengenal
"microbial surface components recognizing adhesive
Respons lmun Tubuh matrix molecules " (MSCRAMMs) untuk melekat
Bakteri yang masuk ke rongga sendi dengan cepat akan pada sel tubuh. Adesin ini diatur dengan ketat oleh
berkembang biak dan membentuk kolon i dan akan berbagai faktor genetik, termasuk accessory gene
menimbulkan respons imun tubuh secara akut. Diawali regulator (agr), staphylococcal accessory regulator
oleh pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 ~ dan IL-6 (sar), dan sortase A. Perlengketan pada sel tubuh
oleh sel sinoviosit. Sitokin ini mengakibatkan masuknya terjadi melalui ikatan protein matrik seperti dengan
sel PMN terutama neutrofil masuk ke dalam sendi. Sel ini kolagen, fibrinogen, elastin, vitronektin , laminin
selanjutnya akan melepaskan mediator inflamasi lainnya dan fibronektin. Pada manusia fibronectin -binding
termasuk TNF-a, IL-1, IL-6, dan IL-8. TNF-a dan mediator proteins (FnbA and FnbB) mempunyai peran yang
lainnya diperlukan untuk mengaktivasi PMN memfagosit lebih penting untuk menentukan tingkat virulensi
dan membunuh bakteri. Akan tetapi mediator inflamasi kuman . Berikut ini dapat di Ii hat beberapa faktor yang
yang berlebihanjuga mengakibatkan terjadinya kerusakan terdapat pada permukaan sel Staphylococcus aureus
rawan dan tulang pada sendi yang bersangkutan.3.4·7·8 dan fungsinya .1-8

RUTE BAKTERI MENCAPAI SENDI

Gambar 1.Tempat masuk bakteri pada artritis septik (kutip 1 )


ARTRITIS SEPTIK 3235

Gambar 2. Patogenesis artritis septik (kutip 4)

1
Tabel 1. Faktor Virulensi Kuman Staphylococcus Aureus dan Mekanisme Kerjanya

Faktor Virulensi Mekanisme Kerja


Protein pengikat kolagen Mengikat kolagen
Faktor penggumpalan A dan B Mengikat fibrinogen
Protein pengikat fibronektin A da B Mengikat fibronektin
Polisakarida kapsular Polisakarida kapsular
Protein A Mengikat fragmen lgG yang dapat dikristalisasii
Toksin sindrom syok toksis-1 Superantigen
Enterotoksin Superantigen

2. Neisseria. gonorrhoeae mempunyai beberapa pada membran Neisseria gonorrhoeae mempunyai


faktor pada permukaan selnya yang menyebabkan aktivitas endotoksin dan berkontribusi terhadap
bakteri tersebut mempunyai virulensi yang kuat. kerusakan sendi yang bersangkutan . Protein lain
Neisseria gonorrhoeae mempunyai kemampuan yang terdapat pada permukaan sel Neisseria
untuk melekatkan diri pada permukaan sel host/ gonorrhoeae disebut protein II (Opa), mempunyai
penjamu melalui filamen atau viii yang terdapat kemampuan berikatan dengan lipooligosakarida
pada permukaan selnya. Neisseria gonorrhoeae pada Neisseria gonorrhoeae lainnya, sehingga
juga mempunyai protein IA dan IB pada permukaan memudahkan bakteri tersebut membentuk koloni .
selnya dan mempunyai kemampuan berikatan Protein II juga mampu menghindar dari klirens oleh
dengan protein H pada penjamu . lkatan ini akan sistem imun tubuh . Protein Ill yang juga terdapat
mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik pada permukaan sel bakteri tersebut mempunyai
dan jalur alternatif. Protein IA jug a dapat mencegah kemampuan menghambat antibodi berikatan
lisis bakteri dalam lisosom neutrofil, sehingga dengan protein I dan II, sehingga mampu mencegah
mempanjang masa hidup bakteri tersebut. Faktor antibodi menghancurkan bakteri Neisseria
virulensi lainnya adalah Lipooligosakarida (LOS) gonorrhoeae.6•8
3236 REUMATOLOGI

GEJALA DAN TANDA


Enterotoksin B

Artritis septik sering berupa monoartikular terutama pada


sendi besar, sedangkan poliartikular hanya sekitar 5-8 %
pad a anak dan sekitar 10-19% pad a dewasa. Pada orang
dewasa sebanyak 50% mengenai sendi lutut, sedangkan
sendi koksae, bahu dan pergelangan kaki lebih sedikit.
Pada bayi dan anak lebih sering mengenai sendi koksae
dari sendi lainnya. Gejala muncul dalam 1-2 minggu
ditandai dengan merah, bengkak dan nyeri yang hebat
pada sendi bersangkutan, sehingga sulit untuk digerakkan.
Disamping itujuga dapat ditemukan adanya tanda-tanda
efusi pada sendi tersebut. Gejala sistemik dapat berupa
demam, menggigil, malaise dan kaku . Demam ditemukan
60-80%,berupa demam ringan, hanya 30-40% berupa
demam tinggi (suhu > 39°c).1·2.3,G.s
Pada artritis septik karena Neisseria gonorrhoeae,
biasanya didahului oleh infeksi pada daerah genital,
Faktor
penggumpa kemudian terjadi penyebaran bakteri secara hematogen
dan akhirnya mencapai sendi . Dengan demikian perlu
Gambar 3. Berbagai reseptor (adesin) pada permukaan sel S. juga dicari gejala dan tanda infeksi saluran urogenital
aureus (kutip 1) serta gejala sistemik lainnya seperti lesi pada kulit berupa

Selubung sel Struktur Fungsi

Endotoksin
lipo-oligosakarida

Bersifat antigenik terhadap


(Protein 111) antibodi yang menghalangi
Resistensi serum
Faktor virulen

Pelekatan
POR (Protein I) Endositosis
Serotipe IA, 18

Adhesi
Antigenik
Menghambat fagositosis

Pelekatan
Adhesi
(Protein II)
Transparansi koloni
Suseptibilitas serum
Membran Membran
sitoplasma luar
dalam
Peptidoglikan

Gambar 4. Berbagai struktur dan fungsinya yang terdapat pada permukaan sel Neisseria gonorrhoeae.6
ARTRITIS SEPTIK 3237

makula, papula, pustula pada daerah ekstremitas, trunkus septik pada infkesi kulit kronik, trauma dan pada penyakit
dan kepala . Lesi ini tidak menimbulkan rasa nyeri dan rasa autotoimun. 1·3·6•7•8
gata I. 1.6.1.8 Bakteri gram negatif penyebab artritis septik adalah
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan Neisseria gonorrhoeae and Neisseria . meningitides.
adanya leukositosis, peningkatan laju endapan darah, Kelompok bakteri ini merupakan 20% penyebab artritis
peningkatankadar CRP. Kultur darah dilaporkan septik. Neisseria gonorrhoeae sering menyebabkan
memberikan hasil positif sebanyak 50 %- 70 % pada artritis septik pada dewasa muda. Basil gram negatif
penderita artiris septik bukan karena gonokokkus.1•2·36•7 menyebakan artritis septik sebesar 10-20%, diantaranya
Faktor risiko terjadinya artritis septik adalah sebagai adalah Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella dan
beri kut: 1.2.3.4.6.1 Enterobacter, serta Pseudomonas aeruginosa, sering
1. Artritis reumatoid dan osteoartritis ditemukan pada penderita penyalahgunaan obat secara
2. Prostese pada sendi intravena.1•3•8
3. Penyalahgunaan obat secara intravena Sebanyak 1,2-6% artritis septik disebabkan oleh
4. Alkoholisme bakteri anaerob, dengan urutan terbanyak adalah
5. Diabetes melitus Propionibacterium acnes, coccus anaerob (Peptostrepto-
6. Penggunaan kortikosteroid intra artikular coccus spp.), Bacteroides spp dan Clostridium spp. Sebanyak
7. lnfeksi kulit diatas sendi yang bersangkutan. 50% kasus artritis septik karena bakteri anaerob disebabkan
8. HIV atau atau AIDS oleh lebih dari satu bakteri penyebab (polimikroba). Artritis
9. Umur > 80 tahun septik karena bakteri anaerob ini biasanya terdapat pada
10. Gaga I ginjal ta hap akhir sendi dengan riwayat trauma, riwayat operasi sebelumnya,
11 . Hemodialisis sendi prostetik, ataupun ada sumber infeksi didekat sendi
12. Keganasan yang bersangkutan. 1•3•8
13. Penyakit sel Sickle
14. Hipogamaglobulinemia
15. Defisiensi komplement DIAGNOSIS
16. Sosio-ekonomi rendah
Diagnos is atritis septik dibuat berdasarkan gejala dan
tanda klinis. Apabila hal tersebut ditemukan, maka untuk
ETIOLOGI memastikan diagnosis perlu dilakukan analisis cairan
sendi. Pada waktu dilakukan punksi cairan, akan tampak
Staphylococcus merupakan penyebab utama artritis septik. cairan bewarna keruh, karena berisi pus. Dari analisis
Staphylococcus aureus bertanggung jawab sebanyak cairan sinovial didapatkan jumlah leukosit >50.000/
37%-565% kasus artritis septik . Methicillin-resistant mm 3, sebagian besar terdiri dari PMN. Bila pada hitung
Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan penyebab artiris leukosit darah ditemukan jumlahnya > 11.00/mm 3, LED
septik sebesar 25% dan merupakan masalah emergensi >20 mm/1 jam dan leukosit pada cairan sendi >50.000/
karena perjalanan penyakitnya yang bersifat progresif mm 3, mempunyai sensitivitas secara berturut turut sebesar
dengan tingkat resistensi yang tinggi terhadap berbagai 75%, 75% dan 50%, serta spesifitas sebesar 55%, 11 % dan
antibiotik . Penelitian pada daerah rural di Perancis 88%. Secara keseluruhan bila ketiga pemeriksaan tersebut
menemukan sebanyak 10% MRSA yang diisolasi dari cairan dikombinasikan, mempunyai sensitivitas 100%, akan tetapi
sinovial penderita artritis septik Sebaliknya penelitian pada spesifitasnya hanya 24%.1•3•6
daerah urban menemukan MRSA sebesar 50% berhasil Kultur darah dan cairan sinovial harus dilakukan
diisolasi dari cairan sinovial penderita artritis septik. untuk menentukanjenis bakteri sertajenis antibiotik yang
Methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) sensitif terhadap bakteri penyebab. Kultur dilakukan baik
sering menyebabkan artritis septik pasca tidakan bedah terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Bila dengan
pada sendi tersebut atau akibat penyebaran hematogen kultur memberikan hasil negatif, pemeriksaan dilanjutkan
yang berasal dari tempat lain pada penderita rawat inap dengan menggunakan metode polymerase chain reaction
sebesar 9-40%. 1•2·3.4·6.7· 8 (PCR) untuk mendeteksi DNA bakteri pada cairan sinovial,
Penyebab lainnya adalah kelompok streptococcus, dan jaringan sinovium.1.2.3.4.s,6,7
dimana Streptococcus B sering menyebabkan artritis septik Pemeriksaan lain seperti sinar X, pada awal kejadian
pada orang tua, terutama yang menderita penyakit kronik akan terlihat normal dan bila telah lanjut dapat terlihat
seperti diabetes melitus, sirosis hepatis dan gangguan adanya pembengkakan jaringan lunak, osteopenia dan
neurologi . Streptococcus C jarang menimbulkan artiris penyempitan celah sendi. Pemeriksaan ultrasonografi
septik. Streptococcus piogenik sering menyebabkan artritis dapat mengetahui adanya efusi, terutama pada sendi
3238 REUMATOLOGI

Tabel 2. Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Laboratorium pada Artritis Septik'


Parameter Laboratorium Sensitivitas Spesifitas Rasio kemungkinan
Positif
JUmlah leukosit lebih dari 11.000/mm3 75% 55% 1,7
Laju endap darah lebih besar dari 20 mm/jam 75% 11% 0,84
umlah leukosit di cairan sinovial lebih dari 50.000/mm 3 50% 88% 4
Ketiganya ditemukan 100% 24% 1.3

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

Artritis septik mempunyai geja la yang khas, tetapi


beberapa penyakit lainjuga mempunyai gejala yang mi rip
dengan artritis septik, seperti reumatoid artritis, osteo -
artritis atau penyakit jaringan ikat lainnya yang sedang
mengalami serangan (flare). 1•3

Gambar 4. Artritis septik pada sendi lutut dan hasil


PENATALAKSANAAN
punksi cairan sendi (diakses dari http://www.google.eo.id/
search?q=septic+arthritis&um) Pengobatan artritis septik harus segera dimulai setelah
dilakukan evaluasi secara leng kap, termasuk pengambilan
bahan darah ataupun cairan sinovial untuk dilakukan
yang sulit di jangkau seperti sendi koksae. Pemeriksaan kultur dan pemeriksaan sen sivit as terhadap antibiotik.
CT scan dan MRI dapat membantu membedakan infeksi Antibiotik segera diberikan tanpa menunggu hasil
pad a tulang dan jaringan lunak, jug a dapat menunjukkan kurtur. Keterlambatan dalam pemberian antibiotik dapat
adanya kerusakan pada rawan dan tulang serta abses pada menyebabkan kuman dengan cepat berkembang biak dan
jaringan lunak.1·2·3•6 akan menimbulkan kerusakan permanen pada rawan sendi,

Tabel 3. Diagnosis Diferensial Artritis Septik. 1· 3

Dewasa Anak
Artritis reumatoid Osteomielitis
Gout Artritis reumatoid Juvenile
Pseudogout Artritis Psoriatik
Osteoartritis Artriti s terka it virus
Penyakit sendi yang berhubungan dengan selera makan Penyakit Lyme
Artritis akibat jamur atau mikobakterium Keganasan
Penyakit Lyme Penyakit sel sabit
Artritis reaktif Artritis mikobakterium
Artritis psoriatik Sinovitis panggul transien
Artritis yang berkaitan dengan penyakit inflamasi saluran cerna Hemartrosis
Artritis akibat virus Artritis yang berkaitan dengan penyakit inflamasi
Artritis yang berkaitan dengan HIV saluran cerna
Lupus eritematosa sistemik Trauma
Endokarditis Sinovitis vilonodular terpigmentasi
Penyakit sel sabit
Metastasis kanker
5inovitis vilonodular terpigmentasi
Hemartrosis
Sarkoidosis
Artropati Neuropatik
Trauma
Amiloidosis terkait dialisis
Sinovitis akibat duri tanaman
Osteoporosis regional transien
ARTRITIS SEPTIK 3239

menyebabkan penyebaran secara hematogen dan pada KOMPLIKASI


akhirnya menimbukan seps is yang dapat menimbulkan
kematian . Hal lain yang harus dilakukan adalah melakukan Artrit is septik dapat menimbulkan kerusakan sendi
punksi/aspirasi cairan sinovial untuk mengeluarkan pus secara permanen bila tidak segera diatasi dengan cepat
sebanyak mungkin. Bila gaga! dengan aspirasi, maka perlu dan tepat. Pada sendi terjadi kerusakan pada membran
dilalwkan drainase dengan tindakan bedah. 1•2•3.4·5•6•7 sinovium, ligamen, rawan dan bahkan pada tulang .
Dalam pemberian antibiotik, ada beberapa hal Hal ini akan menimbulkan deformitas yang bersifat
yang perlu dipertimbangkan seperti berat ringannya permanen. Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah
penyakit, umur penderita, pola kuman pada rumah penyebaran bakteri keseluruh tubuh secara hematogen
sakit yang bersangkutan, serta faktor r isiko yang dan akhirnya menimbulkan sepsis dan dapat meng-
ada, seperti reumatoid artritis, SLE, penyalahgunaan akibatkan kematian. 1•3• 6•7
obat intravena, mendapat obat imunospupresif atau
keadaan imunokompromis. Lama pemberian antibiotik
tergantung jenis kuman . Bila penyebabnya adalah bakteri KEADAAN KHUSUS:ARTRITISSEPTIKPADASENDI
streptokokkus atau gram negatif, antibiotik diberikan PROSTETIK
selama minimal 2 minggu, 3 minggu untuk stafilokokkus
serta 4 mingu untuk bakteri pneumokokkus atau basil Sekitar 600.000 dilakukan pemasangan sendi prostetik
gram negatif. 1•2•3•6 di Amerika Serikat setiap tahunnya. lnfeksi yang terjadi
Sendi yang mengalami infeksi harus diistirahatkan akibat pemakaian sendi protestik berkisar 1-3 %. Kejadian
pada posisi fisiologis untuk mencegah kekakuan/ infeksi pada sendi lutut lebih banyak (3,2%-5,6%),
kontraktur dikemudian hari. Bila infeksi telah dapat diatasi, sedangkan pada sendi koksae hanya 1,5-2,5%. Sendi
maka harus dilakukan latihan gerakan sendi (range of prostetik secara fisiologis merupakan tempat yang baik
motion) tanpa beban, sebab latihan ini dapat meningkan untuk bakteri berkembang biak, sehingga mudah terjadi
suplai nutrisi terhadap rawan send i, sehingga dapat infeksi. Sendi protetik mengakibatkan penurunan daya
mempercepat pemulihan rawan tersebut. 1•2·3.4·5•6 tahan tubuh, mengganggu opsonisasi dan mengurangi
Apabila dalam waktu 7 hari tidak ada perbaikan kemampuan neutrofil membunuh bakteri. Leukosit PMN
secara klinis, ataujumlah cairan sinovial tetap atau bahkan juga melepaskan enzim lisosom nitrit oksida disekitar
bertambah, drainase tidak berjalan secara adekuat, maka prostetik sehingga menimbulkan kerusakan jaringan dan
harus segera dilakukan artroskopi atau drainase secara devaskularisasi sekitarnya. Disamping itu polymethyl
terbuka, tidal irrigation ataupun artrotomi. 1·2•3·8 methacrylate yang digunakan sebagai perekat tulang

label 4. Penggunaan Antibiotik Secara Empiris pada Artritis Septik. 1•3


Pewarnaan Gram
Mikroorganisme Regimen Terapi
cairan sinovial
Staphylococcus aureus (sensitif ter- Nafsllin/oksasilin 2 g IV q4h atau Sefazolin
hadap metisilin ) 1-2 g IV q8h
Kokus Gram-positif (berkelompok)
Staphylococcus. aureus (resisten Vankomisin 1 g IV q12h atau Klindamisin 900
terhadap metisilin) mg IV q8h atau Linezolid 600 mg IV q12h
Kokus Gram-positif (berbentuk Streptococcus Nafsilin 2 g IV q4h atau Penicillin 2 juta unit
rantai) IV q4h atau Sefazolin 1-2 g IV q8h
Neisseria gonorrhoeae a tau Seftriakson 2 g IV q2h atau Sefotaksim 1 g IV
Diplokokus Gram-negatif
meningococcus q8h atau Siprofloksasin 400 mg IV q12h
Enterobacteriaceae (E. coli, Proteus, Seftriakson atau 2 g IV q24h atau Sefotaksim
Serratia) 2 g IV q8h
Batang Gram-negatif Pseudomonas Sefepim 2 g IV q12h atau Piperasilin 3 g IV
q6h atau lmipenem 500 mg IV q6h ditambah
Gentamisin 7 mg/kg IV q24h
S. aureus, Streptococcus, batang Nafsilin/oksasilin[*] 2 g IV q4h ditambah
lnfeksi polimikroba Gram negatif Seftriakson 2 g IV q24h atau Sefotaksim 2 g IV
q8h atau Siprofloksasin 400 mg IV q12h
IV, intravena; q4h, tiap 4 jam; q6h, tiap 6 jam; q8h, tiap 8 jam; q12h, tiap 12 jam; q24h, tiap 24 jam.
• Jika alergi penisilin , berikan vankomisin ditambah sefalosporin generasi ketiga atau siprofloksasin
3240 REUMATOLOGI

SUSPEK ARTRITIS SEPTIK (AS)


(Nyeri dan bengkak pada satu atau beberapa sendi yang timbul secara akut)

l
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Sebagian besar AS terjadi akibat penyebaran hematogen


. Nilai faktor-faktor risiko untuk bakteriemia dan anamnesis adanya penyakit atau trauma

.. sendi (lihat pembahasan faktor-faktor risiko


Pertimbangkan diagnosis lainnya (tabel 3)

. Cari sumber infeksi sistemik (infeksi kulit, jantung, paru, saluran cerna, saluran kemih)
Nilailah dengan seksama tanda-tanda infeksi pada seluruh sendi, periksa
sendi yang mengalami gangguan terakhir

UJI DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai hitung jenis, uji fungsi hati dan kreatinin,
urinalisis (untuk menyingkirkan infeksi)
LED,CRP
Kulturdarah dan bila perlu, kultur jaringan kulit, urin dan sputum
Pemeriksaan radiologik untuk sendi yang terkena
Aspirasi cairan sinovial untuk pemeriksaan:
Hitung sel disertai hitungjenis sel
Pewarnaan Gram dan kultur;
Analisis kristal

PENGOBATAN
Antibiotik parenteral empiris berdasarkan pewarnaan Gram (tabel 4) dan/atau faktor risiko
pasien (artritis reumatoid, IVDA, pasien gangguan fungsi kekebalan tubuh)

l
PENANGANAN DI RUMAH SAKIT

. Pastikan drainase yang adekuat pada sendi yang terkena dengan melakukan penilaian sekali
atau dua kali sehari dan lakukan aspirasi jarum, drainase artroskopik atau artrotomi terbuka

. sesuai dengan indikasi


Lakukan pemeriksaan muskuloskeletal lengkap dengan berfokus pada perbaikan klinis dari

.. sendi yang sakit dan bukti adanya keterlibatan sendi yang baru.
Monitor jumlah leukositdalam cairan sendi dan data dari kultur

.. Sesuaikan pemberian antibiotik dengan hasil kultur dan sensitivitas


Nilai adanya toksisitas yang terkaitdengan antibiotik
lstirahatkan dan buat sendi pada posisi optimal selama fase akut, diikuti dengan latihan
isotonik dan mobilisasi dini

TATALAKSANA LANJUT PADA RAWAT JALAN


• Nilai mobilitas dan fungsi sendi yang sakit
Periksa semua sendi dan cari adanya infeksi
Pastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan antibiotik Nilai kembali dan
Modifikasi (bila perlu) faktor-faktor risiko AS yang masih ada

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan artritis septik (kutip 3)


ARTRITIS SEPTIK 3241

menghambat fungsi neutrofi l dan komp lemen. Ha l la in


Tabel 5. Keadaan yang Memerlukan Antibiotik Pro-
yang menyebabkan mudah te rj ad i artri tis septik pada filak pada Tindakan/Kasus Penyakit Gigi Pasien yang
sendi pro stetik adalah sendi prostetik d ikel ilin g i oleh Mendapat Sendi Prostetik. 3
prote in terutama album in, fi brinogen dan fibrone kt in.
Karakteristik pasien berisiko tinggi
Keadaan ini menyebabkan ba kteri mudah berkembang,
baik melalui ikatan dengan fib ri nogen dan fibronekti n • Gangguan atau penekanan sistem imunitas tubuh
"binding reseptor". Hal lainnya yang spesifi k pada sendi (immunocompromised/immunosuppressed)
prostetik adalah kemampuan bakteri membentuk apa yang • Penyakit radang sendi, termasuk imunosupresi yang
disebut dengan istilah "biofilm ", yakni bakteri yang telah dicetuskan oleh artritis reumatoid atau penyakit lupus
sistemik, obat atau penyinaran.
membentuk kolon i juga membentu k lapisan pelindung,
• Diabetes yang memerlukan insulin, tipe 1
sehingga antibiotik tida k bis a mencapai koloni dan
• 2 tahun pertama pasca penggantian sendi
terhindar dari fagositosis.1·3•8 • lnfeksi terdahulu pada protese sendi
Berdasarkan waktu terjadinya infeksi , artritis septi k • Gizi buruk
pada sendi prostetik dibagi atas " early onset", waktunya < 3 • Hemofilia
bulan setelah pemasangan send i prostetik, "delayed onset",
Prosedur gigi yang berisiko tinggi menyebabkan
terjadi 3-24 bulan setelah pemasangan sendi prosteti k bakteremia
dan "Late onset", terjadi > 24 bulan setelah pemasangan
sendi prostetik. Pada kasus "early onset" dan "delay ed • Ekstraksi gigi
• Prosedur periodontal
onset" bakteri masuk biasanya intraoperatif, sedangkan
• Pemasangan implan gigi
pada "Late onset", ba kteri masuk secara hematogen dari
• lnstrumentasi endodontik (akar kanal/root canal)
tempat lain. Pada ka sus "ear ly onset", bakteri penyebab • Pemasangan awal piranti ortodontik
yang paling sering adalah Staphylococcus aureus dan • lnjeksi anestetik local intraligamen
streptokokku s, sedangkan pada kasus "delay ed dan "Late • Profilaksis untuk pembersihan gigi dengan perdarahan
onset", bakteri penyebab yang sering ditemu kan ada lah yang diantisipasi
Staphylococcus epidermidis atau basil gram negatif. Bakteri
penyebab lainnya streptokokkus, basil gram negatif seperti
pseudomonas dan bakteri anae rob. Pada kasus early onset, PENCEGAHAN
ditemukan demam, nyeri send i bersang kutan, bengkak
dan merah pada daerah periartikular, aliran pus pada sendi Terdapat kontroversi penggunaan antibiotik profilak pada
bersangkutan. Pada kasus delay ed dan Late onset gejala pasien yang mendapat sendi prostetik mengingat bahwa
dan tanda berlangsung secara perlahan .1·2·3· 6·8 kejadian artritis septik pasca pemasangan sendi prostetik
Faktor risiko artritis sept ik pada sendi prostetik tidak tinggi, apalagi juga membutuhkan biaya yang
antara lain adalah infeksi pada tempat operas i terdahulu, cukup mahal. Penggunaan antibiotik profilak haruslah
artrosplasti, kegana san , umur tua , d iabete s melitus, dipertimbangkan dengan seksama keuntungan dan
reumatoid artritis, penggunaan imunosupresif , gizi buruk, kerugiannya. Pada tahun 2003 American Dental Association
obesitas dan psoriasis.1·2•3•6 (ADA) dan the American Academy of Orthopedic Surgeons
Pengobatan artrit is sept ik pada sendi prostet ik (AAOS) mengadakan pertemuan membahas penggunaan
mempunyai tantangan tersend iri , karena bakteri yang anti-biotik untuk mencegah infeksi pada sendi prostetik.
membentuk "biofilm" pertumbuhannya lambat dan lebih Hasil pertemuan tersebut merekomendasikan bahwa
re sisten terhadap antibiotik. Lama pemberian antibiotik tidak dianjurkan penggunaan antibiotik secara rutin .
adalah 3 bulan untuk sendi ko ks ae dan 6 bulan untu k Penggunaan antibiotik dipertimbangkan pada sebagian
sendi lutut. Selama 2- 4 minggu pertama antibioti k kasus yang mempunyai risiko tinggi pada penyakit gigi
diberikan secara intra vena, sisanya diberikan per ora l. dan mulut, seperti keadaan berikut. 1•3
Antibiotik yang direkomenda si kan adalah gabungan
antara rifampicin dengan quinolon generasi terbaru . Pada
sebagian besar kasus diperlukan 2 tahap penatalaksanaan REFERENSI
artritis septik in i. Tahap pertama adalah melakukan
1. George HO, Siraj DS, Cook PP. Bacterial arthritis.In.Firestein
debridemen terhadap tulang yang mengalami infeksi
GS, Bud RC, Harris ED, Mclnnes IBRuddy S, Sergent JS (Eds).
dan membuka sendi prostetik tersebut serta pemberian Kelley's Texbook os Rheumatology 8th ed. WB Sounders
antibiotik selama minimal 6 minggu secara intra vena . Company, Philadelphia, 2008(e book, diakses dari gigapedia.
Tahap dua adalah mengganti sendi prostetik tersebut com)
2. Arias MG, Balsa A, Mola EM. Septic Arthritis. Best Practice &
dengan yang baru. Penatalaksanaan seperti ini memberi Research Clinical Rheumatology 2011;25: 407-21
tingkat keberhasilan sekitar 80-90%. 1·2·3·6 3. Hughes LB. Bacterial Arthritis. In. Kooman WJ, MorelanD LW
3242 REUMATOLOGI

(Eds). Arthtis and Allied Conditions A Textbook of Rheuma-


tology 15"' ed.Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
2005: 2577-99
4. Mathews CJ. Weston VC, Jones A, Field M, Coakley G. Bacte-
rial septic arthritis in adults. Lancet 2010;375: 846-55
5. Brause BD, Aizer J. Infectious Arthritis. In. Paget SA, Gibofsky
A, Beary JF, Sculco TP (Eds). Manual of Rheumatology and
Outpatient Orthopedic Disorders 5th ed. Lippincott Williams
&vWilkins, Philadelphia 2006: 349-59
6. Balsa A, Mola EM. Septic arthritis, Osteomyelitis, and gono-
coccal, and syphilitic arthritis. In. Hochberg MC, Silman AJ,
Solen JS, Wienblatt ME, Weisman MH (Eds). Rheumatology
5"' ed. Mosby Elsevier, Philadelphia 2011:1055-66
7. Pascual E, Sivera F, Tekstra J, Jacobs JWG. Cristal arthropa-
thies and septic arthritis. In. Bijlsma JWJ Eds). Eular Com-
pendium on Rheumatic Diseases. BMJ Publishing Group,
2009: 132-147.
8. Shirtliff ME, Mader JT. Acute Septic Arthritis. Clinical Micro-
biology Reviews 2002: 527-44
426
OSTEOMIELITIS
Deddy N.W. Achadiono, Marselino Richardo

PENDAHULUAN kemajuan dalam perkembangan antibiotik berkembang


pesat.
Osteomielitis merupakan satu dari penyakit tertua yang
pernah tercatat, dijelaskan pada zaman Hippocrates (460-
370SM). Kata seperti "abscessus in medulla", "necrosis" DEFINISI
dan "a boil of the bone marrow" yang digunakan untuk
menjelaskan infeksi sampai Nelaton memperkenalkan Osteomielitis merupakan proses inflamasi yang menyertai
kata "osteomielitis" pada tahun 1844. Sebelum diper- proses destruksi tulang yang disebabkan oleh mikro-
kenalkannya penicillin pada 1940, tatalaksana osteo- organisme yang bersifat infeksius. Biasanya hanya terjadi
mielitis akut adalah pembedahan saja, dengan insisi yang pada satu buah tulang saja, tetapi kadang-kadang dapat
besar untuk mengeluarkan semua tulang yang nekrosis. berupa multifokal. Osteitis dijelaskan sebagai infeksi
Luka dibalut dengan pembalut Vaseline dan dibiarkan yang hanya mempengaruhi korteks tulang, sedangkan
sembuh sekunder dengan imobilisasi . Mortalitasnya osteomielitis berimplikasi bahwa ada keterlibatan korteks
masih tinggi sekitar 33% disebabkan oleh sepsis sampai dan medula tulang.
diperkenalkan penisilin yang secara dramatis merubah
tatalaksana dan prognosis osteomielitis. Komplikasi
osteomielitis berupa sekuestrasi, terbentuknya sinus, EPIDEMIOLOGI
dan sepsis menjadi jarang terjadi dan tujuan tatalaksana
berubah dari yang membatasi penyakit menjadi Kejadian osteomielitis di negara berkembang tidak diketahui
sembuh. dengan pasti, namun angka kejadian osteomielitis yang
Osteomielitis akut dapat menimbulkan sakit yang disebarkan melalui hematogen menu run . Hampir separuh
bersifat sistemik yang berpotensi mengakibatkan kasus pada anak terjadi dibawah usia 5 tahun dan laki-laki
kematian, ostemielitis kronik, saluran sinus yang persisten, dua kali lebih banyak di banding perempuan. Faktor risiko
sakit kronik dan nyeri yang terus-menerus sehingga terjadinya osteomielitis pada fraktur terbuka adalah :jenis
penderita tidak dapat berkerja, terisolasi secara sosial dan fraktur, derajat kerusakan jaringan, derajat kontaminasi
membutuhkan pengobatan yang bersifat rekuren serta mikroba dan penggunaan antibiotik. lnsiden osteomielitis
berisiko tinggi untuk mengalami depresi dan juga sakit vertebra hematogenous adalah 0,5-2,4/100,000 penduduk
mental lainnya. dan meningkat dengan bertambahnya usia. Sepertiga
lnfeksi pada tulang dan sendi merupakan keadaan kasus spondilitis piogenik merupakan discitis pasca
kegawatan yang dapat menyebabkan morbiditas dan operasi dan kenaikan insidensinya dihubungkan dengan
mortalitas serta kecacatan permanen. Penggunaan anti- peningkatan tindakan pembedahan spinal.
biotik yang tepat banyak berperan dalam perbaikan
prognosis. Namun demikian dua hal yang paling penting
adalah deteksi dini dan pemberian pengobatan yang KLASIFIKASI
efektif. Masih saja didapatkan peningkatan jumlah kasus,
meskipun pengetahuan tentang patogenesis serta Terdapat dua skema klasifikasi osteomielitis: pertama yang
3244 REUMATOLOGI

djelaskan oleh Lee dan Waldvogel , yang kedua dijelaskan through -and-through yang biasanya membutuhkan
oleh Cierny dan Mader. reseksi intercalary dari tulang untuk menghentikan
Lee dan Waldvogel mengklasifikasikan osteomielitis prosis penyakit. Osteomielitis d ifus meliputi infeksi
berdasarkan durasi dari sakit, yaitu akut atau kronik dan dengan hilangnya stabilitas tulang sebelum maupun
mekanisme infeksinya yaitu infeksi hematogen atau sesudah debridement.
infeksi sekunder dari foku s contiguous. lnfeksi contiguous
selanjutnya dibagi lagi tergantung pada adanya insufisiensi
vaskular atau tidak . Skema ini merupakan sebuah label 2. Sistem Klasifikasi Osteomielitis Cierney-Mader
klasifikasi etiologi yang tidak berimplikasi pada strategi lipe Anatomi
tatalaksana . Osteomielitis yang berhubungan dengan Stadium 1: Osteomielitis meduler
insufisiensi vaskular biasanya tampak pada penderita lnfeksi hanya pada permukaan intrameduler tulang .
diabetes melitus. Contohnya adalah infeksi secara hematogen dan infeksi
pada medulla tulang
label 1. Sistem Klasifikasi Osteomielitis Waldvogel Stadium 2: Osteomielitis superfisial

Osteomielitis Hematogenous Osteomielitis superfisial adalah osteomielitis sejati akibat


Osteomielitis sekunder adanya fokus infeksi langsung pada tulang, muncul pada
Dengan gangguan vaskular saat adanya paparan permukaan nekrotik tulang dibawah
Tanpa gangguan vaskular jaringan lunak yang terluka
Osteomielitis kronik Stadium 3: Osteomielitis terlokalisasi
Ditandai dengan adanya sekuestrasi yang tebal di korteks
yang dapat dibuang secara bedah tanpa menganggu
Pada tahun 1983 Cierny dan Mader yang adalah stabilitas tulang
seorang ahli bedah dan spesialis penyakit dalam Stadium 4: Osteomielitis difus
merancang sebuah klasifikasi untuk osteomielitis kronik
Osteomielitis difus memerlukan reseksi tulang untuk
berdaasarkan 4 tipe penyakit secara anatomi tulang (I
menghentikan proses infeksinya dan dapat kehilangan
sampai IV) dan tiga kelompok fisiologis pasien (A,B,C).
stabilitas tulang sebelum maupun sesudah debridement.
klasifikasi ini telah digunakan secara luas dan menunjukkan
Kelas Fisiologis Pejamu
kegunaan secara prognosti k dengan tatalaksana modern.
Klasifikasi ini menegaskan bahwa pentingnya melihat Kelas A menunjukkan pejamu yang normal
pasien secara keseluruhan dan bukan hanya berdasarkan Kelas B menunjukkan pejamu dengan gangguan
kelainan lokal saja . sistemik dan atau lokal
Cierny dan Mader mengklasifikasikan osteomielitis KelasC menunjukkan pejamu yang mengalami morbiditas
berdasarkan bagian tulang yang terpapar, status fisiologis yang lebih besar apabila dilakukan tatalaksana bila
dari host dan lingkungan lokal. Klasifikasi ini didasarkan dibandingkan dengan yang disebabkan penyakitnya
pada terapi dan prognosis dari osteomielitis, stadium 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi imunitas, meta-
(osteomielitis medula) biasanya diterapi dengan anti- bolisme, dan vaskular lokal
biotik saja, sementara stadium 2, 3, dan 4 (osteomielitis
Faktor sistemik Faktor lokal
superfisial, terlokalisir, dan difus) biasanya membutuhkan
debridement yang agresif, terapi antimikroba, dan diikuti Malnutrisi Limfedema kronik

dengan rekonstruki ortopedik. Gaga! hati atau ginjal Stasis vena


Osteomieitis medula menunjukkan infeksi yang Gangguan pembuluh darah
Diabetes melitus
terdiri dari permukaan intramedular dari tulang . osteo- besar
mielitis hematogen dan intramedular batang tulang Hipoksia kronik Arteritis
yang ter-infeksi merupakan contoh dari tipe anatomis. Gangguan pembuluh darah
Osteomielitis superfisial merupakan fokus infeksi Penyakit imun
kecil
contiguous di tulang yang sebenarnya, terjad i saat per-
Keganasan Jaringan parut luas
mukaanjaringan nekrosis tulang yang terinfeksi terletak
Usia sangat tua Fibrosis akibat rad iasi
pada dasar dari Iuka dijaringan Iuka. Osteomielitis
terlokalisir dicirikan dengan adanya sekuestrasi yang Defisiensi imun atau dalam
Neuropati
tebal dikorteks yang harus segera dikeluarkan dengan supresi imun
cara pembedahan tanpa harus be rkompromi dengan Merokok berat ~ 2 bungkus
stabilitas tulang . Osteom ielitis difus merupakan proses sehari)
OSTEOMELITIS 3245

MI KROBIOLOGI Osteomielitis hematogen merupakan penyebaran


bakteri melalui darah ke fokus di tulang . Normalnya tulang
Penyebab osteomielitis hematogen hampir selalu mikroba yang sehat sangat resisten terhadap infeksi pada model
tunggal, yang terbanyak adalah 5. aureus. Kadang di- eksperimen, sehingga dibutuhkan Iuka atau kematian
dapatkan stafilokokus, bakteri anaerob Gram negatif serta jaringan tulang sebelumnya untuk dapat berinokulasinya
Peptostreptococcus. Pada remaja, 5. aureus masih menjadi sejumlah besar bakteri untuk menginduksi osteomielitis.
penyebab utama dan laporan terakhir menunjukkan Telah dipostulasikan bahwa Iuka tulang yang bersifat
adanya peningkatan MRSA sebagai penyebab. Selain itu minor dapat menyebabkan perdarahan intramedular
streptokokus hemolitik grup A, 5. pyogenes, bakteri enterik yang berpredisposisi terjadinya inokulasi bakteri pada
Gram negatif dan pada sebagian kecil kasus disebabkan ostemielitis hematogenous.
oleh H. influenza. Dengan gencarnya imunisasi dominasi Pembuluh darah yang berliku-liku pada metafisis dari
H. influenza digeser oleh Streptococcus pneumonia dan tulang -tulang panjang dapat menyebabkan trombosis,
K. kingae. Berbeda dengan osteomielitis hematogen, melambatnya aliran darah dan menyebabkan menempelnya
osteomielitis pasca trauma disebabkan oleh lebih dari bakteri. Luka dan trombosis memperlihatkan banyak
satu mikroorganisma. protein misalnya kaskade pembekuan, komponen matriks,
dan kerusakan protein-protein sel. Staphylococcusaureus
dan organisme-organisme lain dapat menempel pada
PATOGENESIS protein ini melalui binding site yang spesifik, yang
menyebabkan kolonisasi pada jaringan.
Sumber osteomielitis dapat berasal dari penyebaran Osteomielitis hematogenous akut bisanya terjadi
hematogen, kontak langsung dan penyebaran dari pada masa prepubertal anak dan lansia. Osteomielitis
infeksi lokal secara langsung. Osteomielitis hematogen hematogenous akut onset gejalanya bersifat cepat
merupakan jenis yang paling sering ditemukan dan dengan nyeri yang bersifat lokal, demam, dan malaise.
menyerang metafisis tulang oleh karena bakteri menyebar 30% anak memiliki riwayat Iuka minor baru pada tempat
melalui kanal pembuluh darah dan melekat pada matriks infeksi. Tanda bakterimia berupa kaku, muntah dan lemah
tulang. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian pada tampak pada sebagian pasien. lnfeksi paling sering pada
binatang, dimana didapatkan bahwa kejadian osteomielitis metafisis tulang panjang (umumnya femur distal dan
terjadi setelah adanya trauma tibia proksimal), berawal dari medula tetapi menyebar
lnfeksi vertebra dan intervertebra melalui secara cepat ke korteks dengan membentuk sinus, abses
penyebaran hematogen. Timbulnya infeksi akan subperiostal dan meluas kejaringan lunak. Pada anak,
melalui sirkulasi arterial vertebra dan menyebar hingga infeksi dapat menyebar ke sendi dan tampak sebagai
diskus yang akan menyebabkan abses paravertebra . artritis septik. Penyebaran infeksi dengan terkupasnya
Derajat infeksi akan dipengaruhi oleh virulensi kuman periosteal menyebabkan iskemik lokal dan selanjutnya
yang menyerang, jumlah bakteri dan daya tahan menyebabkan trombosis mikrovaskular dan kematian
tubuh. Pada 5. aureus (kuman penyebab tersering) jaringan. Tanda dari kematian tulang merupakan akhir dari
virulensinya tergantung pada sistem pertahanan tubuh kondisi fase akut.Brodie'.s abscess merupakan osteomielitis
dalam mengeliminasi toksisn dan enzim ekstraselular, hemato-genous di medula tulang dengan tampilan
komponen dinding sel, DNA bakteri. Sementara itu subakut. Abses tulang sentral sering dikelilingi oleh tulang
proses interaksi antara bakteri dan sistem pertahanan baru yang padat (medullary involucrum) yang mungkin
tubuh merupakan proses yang dinamis dan dipengaruhi mencegah terbentuknya sinus.
oleh mekanisme regulasi bakteri, faktor lingkungan, Osteomielitis vertebra pada berbagai usia paling
mekanisme pertahanan dan penggunaan antibiotik . sering merupakan komplikasi sekunder dari tempat infeksi
Sebagai contoh, pada osteomielitis yang disebabkan yang jauh didalam tubuh . Pada kira-kira setengah kasus
bakteri stafilokokus pada pemeriksaan isolasi ditemukan osteomielitis, sumber infeksi dapat berasal dari infeksi
adanya kolagen adesin bila dibandingkan dengan hanya saluran kemih, dan sepertiganya didiagnosa bersamaan
ditemukan sepertiganya saja pad a infeksi jaringan lunak. dengan endokarditis. Osteomielitis hematogenous akut
Beberapa mikroba mengeluarkan toksin dan enzim yang walaupun namanya akut namun dapat terjadi perjalan
akan menambah virulensi kuman dengan cara perusakan klinis dan onset insidennya berjalan lambat.
terhadap membrane sel atau bertindak sebagai super Osteomielitis Contiguous terjadi saat patogen masuk
antigen yang akan mengaktifkan limfosit T yang pada tulang dari sumber infeksi yang menempel. Osteomielitis
akhirnya akan menyebabkan demam, hipotensi dan ini mungkin terjadinya mengikuti fraktur tulang terbuka,
gejala lain yang terkait dengan pelepasan sitokin pro operasi tulang, ulkus pada kulit, sebuah lecet karena
inflamasi . tekanan .
3246 REUMATOLOGI

Osteomielitis ini dapat terjadi pada seluruh tulang terjadi demam dan nyeri pada daerah yang terkena . Pada
dan lebih sering terjadi pada dewasa, terutama dewasa remaja kadang terjadi penyebaran ke dalam ruang sendi
dengan penyakit penyerta ulkus kakipada penderita dan menyebabkan arthritis septic yang menimbulkan
diabetes melitus, parapleg ia dengan lecet akibat tekanan, gejalan kemerahan, hangat dan beng kak pada daerah yang
insufisiensi arteri atau vena perifer dengan ulkus, fraktur terkena . Osteomielitis kronik memberikan gambaran nyeri
dengan fiksasi internal. persisten, demam derajat rendah serta adanya drainase.
Osteomielitis ini terjadinya bersifat akut dalam Abses Brodie merupakan gambaran osteomielitis kronik
beberapa hari setelah Iuka atau operasi. Berbeda dengan yang tidak disertai adanya tanda -tanda inflamasi.
osteomielitis hematogenous, osteomielitis contiguous
Osteomielitis tulang belakang. Pasien mengeluhkan
selalu berkompromi denganjaringan lunak sekitarnya dan
nyeri lokal yang hilang timbul serta adanya kekakuan .
menyebabkan kematian korteks tulang terlebih dahulu
Adanya demam hanya ditemukan pada 50% kasus. Daerah
sebelum menginfeksi medula tulang .
yang paling sering terkenan adalah lumbal dikuti toraks
Osteomielitis kronik dapat berawal dari osteomielitis
dan servikal. Gangguan neurolog is ditemukan bila terjadi
hematogenous akut dan osteomielitis contiguous. Ciri
abses paravertebral, terutama di daerah servikal dan toraks
utama osteomielits kronik adalah tulang yang mati .
disebabkan oleh kecilnya diameter rongga medulla.
Terlepasnya periosteal tulang yang luas, iskemik medula
tulang dengan trombosis dan pengaktifan sel-sel inflamasi, lnfeksi pada sendi prostetik.Faktor predisposisi adalah
semuanya berkontribusi pada kematian tulang . Sebagian usia lanjut, status nutrisi yangjelek, adanya penyakit sendi
kecil daerah tulang yang mati dapat diserap atau meng - yang lain, obesitas, diabetes, keganasan, infeksi disekitar-
alami revakularisasi tetapi makrofag dapat menyebabkan nya, operasi prostetik berulang dan adanya infeksi di
pemisahan fragmen tulang yang mati atau sekuestrasi permukaan kulit tempat operasi dilakukan. lnfeksi yang
yang besar. terjadi < 3 bulan akan memberikan gambaran demam,
Sekuestrasi ini dipindahkan kepermukaan melalui lemah dan tanda-tanda inflamasi pada bekas Iuka operasi.
traktus sinus, menjadi pus dan menyebabkan penyembuhan Untuk infeksi yang terjadi > 3 bu Ian gejala klinisnya tidak
infeksi yang bersifat sementara. Jaringan tulang disekitarnya begitu menonjol, bahkan sering menimbulkan salah
bereaksi dengan pembentukan tulang baru dalam medula diagnosis karena tidak adanya tanda-tanda inflamasi .
atau dibawah periosteum yang terangkat, menghasilkan Bila infeksi terjadi setelah 2 tahun penyebabnya adalah
involucrum. Hal ini dapat mengganti hampir sepanjang hematogen berasal dari infeksi yang jauh, seperti infeksi
tulang. salurah kemih, gigi dan kulit dengan gejala nyeri lokal yang
Reaktivasi dari infeksi dapat terjadi lagi dengan mendadak disertai tanda-tanda adanya inflamasi.
terbukanya involucrum atau korteks yang selanjutnya Osteomielitis dapat terjadi sebaga i hasil dari
menyebabkan keluarnya pus dari sinus kutaneus . penyebaran contiguous dari infeksi ke tulang dari infeksi
Membuka sinus dapat mengalirkan pus dari dalam dijaringan lunak dan sendi yang menempel pada tulang
tulang secara permanen dapat mengurangi nyeri dan tersebut, penyebaran secara hematogen, juga inokulasi
gejala sistemik terapi berisiko menyebabkan berkembang langsung dari infeksi kedalam tulang sebagai hasil dari
menjadi karsinoma skuamosa yang disebut Marjolin's Ulcer trauma dan pembedahan.
pada dinding dari sinus kronik yang aktif. Ostemomielitis akut yang tipikal tampak dengan
Osteomielitis kronik sklerosis merupakan bentuk onset gejala yang bersifat gradual dalam beberapa hari.
yang jarang dari osteomielitis yang menyebabkan nyeri Pasien biasanya tampak dengan nyeri tumpul pada sisi
dan gambaran infeksi tulang kronik tetapi tidak terbentuk yang terlibat, dengan atau tanpa pergerakan. Temuan
sinus dan keluarnya pus serta hasil kultur yang negatif. lokal berupa nyeri, rasa hangat, eritema, dan bengkak
Osteomielitis ini dapat mengenai satu tulang atau lebih dan gejala-gejala sistemik berupa demam, kaku yang
yang disebutjuga sebagai osteomielitis multifokal kronik . juga tampak . Osteomielitis subakut umumnya tampak
Osteomielitis ini bersifat jinak dan pada dewasa dapat sebagai nyeri ringan selama beberapa minggu, demam
sembuh sendiri, nyeri dapat bertahan sampai beberapa yang minimal, dan beberapa gejala konstitusional.
tahun . Osteiomielitis akut dapatjuga tampak sebagai artritis
septik. Pada osteomielitis hematogen di tulang panjang,
tempat infeksi yang paling sering adalah metafisis. Jika
penyebaran infeksi dari metafisis menembus korteks
DIAGNOSIS
tulang di dalam kapsul send i, keluarnya pus kedalam
sendi tampak sebagai artritis sept ik yang merupakan
Gambaran Klinis
kejadian sekunder dari osteomielitis. Sendi dimana
Osteomielitis tulang panjang. Pada kondisi akut akan metafisis tulang panjang berada dalam kapsuler sendi
OSTEOMELITIS 3247

terdiri atas sendi lutut, pinggul dan bahu.Hal ini sangat Gambaran Radiologi
penting pada bayi, adanya pembuluh darah transfiseal dan Foto rontgen biasa masih merupakan pilihan dalam
lempeng pertumbuhan belum matang memungkinkan investigasi awal. Pada fase awal osteomielitis akut seperti
penyebaran bakteri dari metafisis ke epifisis tulang dan misalnya 2 sampai 3 hari pertama foto rontgen akan
masuk kerongga sendi. Dalam kasus ini, infeksi yang menunjukkan hasil normal tetapi setelah hari ke 6 sampai
dimulai ditulang dapat menyebar ke sendi dengan cepat 7 akan terlihat adanya osteopenia, destruksi tulang hingga
akan menyebabkan artritis septik. menembus korteks, reaksi periosteal dan terbentuknya
Osteomielitis kronik dapat tampak dengan nyeri, involucrum. Sekuestra akan terlihat pada hari ke-10. Set-
eritema, atau bengkak, kadang -kadang terkait dengan elah beberapa minggu, seluruh tulang menjadi osteopenia
saluran sinus yang mengering . Keberadaan saluran akibat tidak digunakan. Beberapa daerah di korteks tulang
sinus merupakan tanda patognomonis dari osteomielitis yang tersisa tanpa osteopenia menjadi avaskular.
kronik . Diagnosis osteomielitis kronik dapat menjadi Ultrasound scanning dapat digunakan dalam
sangat menantang ketika bahan prostetik, ulkus pada indentifikasi awal adanya abses jaringan lunak dan efusi
kulit atau jaringan lunak yang ekstensif, atau iskemik yang sendi . Computed tomography (CT) merupakan suatu
disebabkan oleh insufisiensi vascular. pemeriksaan yang sensitif untuk melihat destruksi tulang.
Ulkus yang dalam atau luas yang gagal sembuh Potongan CT dapat menemukan sekuestra yang kecil dan
setelah beberapa minggu dari perawatan ulkus yang membantu dalam merancang pendekatan bedah tetapi CT
tepat seharusnya menimbulkan kecurigaan osteomielitis, hanya memiliki sedikit kemampuan dalam mendiagnosis
terutama bila lesi terletak diatas prominensia tulang infeksi. Scanning dengan menggunakan isotop telah
dikatakan oleh Lipsky (2004) . Presentasi tambahan untuk dianjurkan dengan isotop tulang tropik (99mTC) yang
osteomielitis meliputi fraktur yang tidak sembuh-sembuh melabel sel darah putih, antibodi, dan antibiotik, namun
dan Brodie's abscess. pemeriksaan ini memiliki hasil yang lebih rendah
Pasien diabetes melitus dengan osteomielitis kronik dibandingkan MRI. MRI merupakan suatu pemeriksaan
dapat tampak dengan temuan fisik yang atipikal. Penderita tunggal yang paling efektif untuk menemukan infeksi
diabetes melitus yang mengalami ulkus kulit sering meng- ditulang. MRI dapat memperlihatkan perubahan inflamasi,
alami osteomielitis sebelum tulang yang terkena tampak memperlihatkan infeksi yang luas, dan memperlihatkan
pada pemeriksaan. Jika tulang yang terkena tampak maka sekuestra, saluran sinus dan menemukan fokal infeksi
osteomielitis menjadi sangat mungkin. Jika ulkus kaki yang jauh dari tulang yang terkena. Pada MRI korteks
diabetes lebih besar dari pada 2 x 2 cm atau jika tulang teraba tulang akan tampak hitam atau gelap. Korteks tulang
maka osteomielitis sangat mungkin sehingga pemeriksaan yang mati atau terinfeksi juga berwarna hitam atau gelap.
tidak invasif tambahan tidak dibutuhkan lagi. Diangnosa osteomielitis pada korteks tulang dengan
Diagnosis dari berbagai infeksi tulang terutama secara menggunakan MRI berdasarkan perubahan padajaringan
klinis. Nyeri, bengkak lokal yang unilateral, eritema, dan sekitarnya namun daerah tulang yang terinfeksi dapat
suhu tungkai meningkat merupakan ciri umum pada tak terlihat. Kelemahan MRI adalah bila ada implan metal
penyakit akut. Gejala sistemik adalah. bervariasi dan dapat dan membutuhkan keahlian dalam mempertimbangkan
tanpa gejala, bahkan pada kasus osteomielitis akut yang interpretasi gambar osteomielitis. MRI dapat memberikan
berat, tetapi kebanyakan anak-anak yang menderita infeksi penilaian yang berlebihan pada infeksi medula tulang
akut akan mengalami pireksia. lnfeksi kronik mungkin yang luas pada fase akut akibat edema tulang yang luas
lebih sulit untuk didiagnosa. Nyeri merupakan gejala yang sehingga mengaburkan batas dari infeksi aktif. Hasil MRI
paling sering tetapi mungkin bersifat lebih difus atau juga berubah pada pasca operasi dimana perubahan
tidak spesifik dan biasanya tidak berhubungan dengan akan menetap selama berbulan-bulan atau bahkan
aktivitas. Tanda-tandanya mungkin lebih ringan, dengan
bengkak yang minimal, sedikit peningkatan suhu, atau
label 3. Sensitivitas dan Spesifitas Modalitas
nyeri lokal. Dalam menegakkan osteomielitis kronik yang
Pemeriksaan Penunjang Osteomielitis 21
mungkin tanda-tanda dari sinus-sinus lama yang telah
sembuh, sinus yang aktif mengeluarkan cairan, abses Modalitas Sensitivitas Spesifisitas
jaringan lunak atau jaringan parut dari pembedahan atau Probe to bone/
0.60 (0.46-0.73) 0.91 (0.86-0.94)
Iuka sebelumnya. exposed
Osteomielitis kronik dapan membuat penderitaan Radiografi
0.54 (0.44-0.63) 0.68 (0.53-0.80)
sakit yang lama dengan penurunan berat badan, malaise, konvensional
fatigue atau depresi mood. Gejala sistemik akut jarang MRI 0.90 (0.82-0.95) 0.79 (0.62-0.91)

terjadi, tetapi adanya demam, berkeringat, dan anoreksia Bone scan 0.81 (0.73-0.87) 0.28 (0.17-0.42)
Leukosit scan 0.74 (0.67-0.80) 0.68 (0.57-0.78)
dihubungkan dengan kekambuhan dari penyakit.
3248 REUMATOLOGI

bertahun-tahun dan dapat sulit dibedakan dari infe ks i diabaikan . Pemeriksaan histolog i dapat menegakkan
yang rekuren . diagnosa dari osteomielitis pada kasus dengan kultur
negatif dan tampak adanya se l-sel inflamasi akut dan
Pemeriksaan Bakteriologi kronik, tulang mati, reasorbsi dan remodelling tulang serta
Standar baku emas dalam mendiagnosis adalah kultu r adanya sedikit sekuestra.
mikrobiologis dari organisme penyebab infeksi yang berasal
dari spesimen yang diambil secara aseptik dan hati -hati
dari dalam Iuka pada pasi en yang belum mendapatkan PENATALAKSANAAN
pengobatan antimikroba selama sekurang-kurangnya 1O
hari. · Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan untuk
Kultur yang berasal dari hapusan permukaan penatalaksanaan osteomieliti s hematogen. Bila terdapat
kulit atau cairan dari sinus dapat menunjukkan hasil abses perlu dilakukan drainase untuk menghindari
yang menyesatkan dan memiliki ko relasi yang rendah nekrosis tulang . Jika terjadi keterlambatan pemberian
dengan flora bakteri yang lebih dalam. Pilihan antibiotik antubiotik dan sudah terjad i nekrosis pada tulang disertai
seharusnya tidak didasarkan pada kultur permukaan kulit. sekuestrasi harus dilakukan pembedahan. Untuk kasus
Pengumpulan cairan dari dalam tulang melalui aspirasi osteomielitis kronis yang terjadi pada tulang panjang ·
dengan biopsi tulang perkutaneus dan kultur darah lebih tindakan debridement (debridement) dengan kombinasi
berguna, terutama infeksi akut pada anak dan infeksi kaki pemberian antibiotik yang spe si fik perlu dilakukan .
diabetes, pada keadaan ini terapi antibiotik saja yang lebih Penanganan jaringan tulang yang mati perlu dilakukan
awal dapat diberikan. Pada osteomiel itis kronik dan infeksi seperti penggunaan cangkok tulang (bone graft) kaya
yang berhubungan dengan pemasangan implan, biopsi vaskularisasi , penggunaan cangkok tulang trabekular
perkutaneus sering memberikan hasil yang negatif. atau penggunaan antibiotik yang ditanam sementara ke
Dibutuhkan waktu paling tidak 7 hari untuk kultur dalam tulang .
kuman aerob dan anaerob. Beberapa bakteri tertentu Duras i optimal pemberian antibiotik tidak diketahui
dihubungkan dengan infeksi yang berhubungan dengan secara pasti, tetapi berdasarkan pengalaman penelitian
implan, seperti misalnya Propionobocteria yang mem - pada binatang dibutuhkan pemberian selama 4 - 6
butuhkan kultur selama 2 minggu sementara Mycobacteria minggu . Pemberian antibioti k secara intra vena pada
membutuhkan waktu yang lebih lama . Kultur pada minggu pertama dilanjutkan dengan pemberian per oral
temperatur yang rendah mungkin dibutuhkan pada dengan menggunakan antibiotik yang dapat masuk ke
beberapa organisme Mycobacterium dan pasien dengan dalam tulang seperti antibiotik ~ laktam, quinolon dan
penekanan sistem imun. Peningkatan kualitas spesimen rifampisin .
dilakukan dengan sonication yaitu penggunaan ultrasound Dalam tatalaksana pertimbangan umum dengan
untuk memisahkan organisme dari biofilm seh ingga akan meng identifikasi etiologi i nfek si, pengklasifikasian
memperbaiki hasil kultur. Cara in i berguna terutama penyakit dan memahami patogenesis dari kondisi pasien
pada kasus infeksi implan derajat rendah dimana jumlah akan memberikan perencanaan terapi yang bersifat
mikro-orgaisme sedikit. Beberapa laboratorium saat individual pada pasien tersebut. Tidak ada regimen
ini meng -gunakan probe genetik yang spesifik untuk antibiotik tunggal atau prosedur pembedahan yang sesuai
mengidentifikasi DNA dan RNA bakteri, namun metode untuk seluruh individu pasien.
pemeriksaan ini masih belum dapat digunakan secara Keputusan pertama dalam mengelola tatalaksana
luas. pasien dengan osteomielitis adalah lokasi yang akan
diterapi. Pasien seharusnya diterapi dipusat pelayanan
His~ologi kesehatan yang dapat menangani berbagai macam
Penilaian secara histologi pada bagian dalam jaringan komorbid yang mung kin ada dan menyediakan pilihan
mendukung diagnosa secara mikrobiologis. Beberapa kasus jenis pembedahan yang dibut uhkan dalam menangani
infeksi, seperti misalnya tuberkulosis dan aktinomikosis infeksi yang kompleks.
dapat secara langsung didiagnosa dengan cara histologis Osteomiel itis tipe IV, osteomielitis difus dan fraktur
saja. Pada infeksi akut, pemeriksaan pewarnaan gram dari dengan infeksi seharusnya hanya bisa diterapi oleh tim
cairan aspirasi dengan mikroskop langsung memberikan yang didedikasikan untuk menangani infeksi tulang .
petunjuk secara cepat darijenis organisme yang ada saat Terdapat banyak bukti bahwa pasien yang mengalami
itu, contoh kokus gram positif, tetapi terapi selanjutnya infeksi pada tulang dan sendi seba iknya diterapi secara
seharusnya didasarkan pada hasil kultur dan tes sensitivitas multidisiplin ilmu.yang terdiri dari dokter umum untuk
antibiotik. Pada osteomielitis kronik, organisme jarang menilai pasien baru, dan spesialis bedah infeksi tulang
terlihat pada pewarnaan gram dan hasil tes ini dapat untuk rekonstruksi tungkai , ahli radiologi terutama
OSTEOMELITIS 3249

dibidang muskuloskletal untuk melakukan pemeriksaan kesembuhan yang hampir sama efektifnya sekitar 78%
penunjang berupa foto dan biopsi tulang, bedah plastik dan 79%.
dan bedah vaskular serta spesialis lainya dilibatkan selama Lama terapi antibiotik pada osteomielitis membutuhkan
dibutuhkan. terapi yang lebih lama. Hal ini mungkin disebabkan oleh
Pemantauan setelah operasi dirancang oleh tim suatu penelitian eksperimental bahwa 5. aureus dapat
tersebut bersama-sama dengan perawat klinis yang akan bertahan walaupun sudah ditelan oleh makrofag.
membantu terapi intravena, rekonstruksi llizarov, dan Alasan lainnya adalah penetrasi antibiotik ke dalam
perawatan Iuka dirumah . tulang mungkin tidak dapat diandalkan akibat vaskulopati
Tatalaksana osteomielitis meliputi mempertimbangkan atau pada pasien yang memiliki jaringan pa rut yang luas
masalah-masalah yang berhubungan dengan debridemen ditulang karena trauma.
yang setepat pemilihan dan lama pemberian antibiotik. Lama terapi antibiotik oleh beberapa ahli dikatakan
Terapi ajuvan dan komplikasi juga didiskusikan pada diberikan sampai sekurang-kurangnya tulang yang di-
bagian ini. debridement telah ditutupi olehjaringan lunak yang sudah
Debridemen, osteomielitis sering membutuhkan ada vaskularisasinya, biasanya sekurang-kurangnya selama
terapi pembedahan untuk debridemen material nekrotik 6 minggu setelah tindakan debridemen. Terapi antimikroba
bersamaan dengan pemberian terapi antimikroba secara intravena diberikan dengan pemasangan kateter
untuk mengeradikasi infeksi. Pada keadaan seperti ini, intravena. Pemantauan terhadap efek samping terapi
terapi pembedahan juga membutuhkan pemasangan tergantung pada jenis antibiotik dengan memantau
ataupun pengangkatan peralatan serta dengan atau kadar obat diserum, fungsi ginjal, fungsi hati, dan fungsi
tanpa revaskularisasi . Pemilihan antibiotik, seharusnya hematologi seminggu sekali. Penilaian laju endap darah
disesuaikan dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. dan atau C-reactive protein dapat berguna bila belum ada
Jika hasil kultur tidak ada, terapi empirik spektrum luas perbaikan dalam terapi, kemudian pemeriksaan klinis dan
seharusnya diberikan. atau radiologis ulang dapat dilakukan.
Pemberian antibiotik intravena biasanya diberikan Bila tulang yang terkena osteomielitis telah diamputasi
selama 3 minggu, selanjutnya dilanjutkan dengan maka pemberian antibiotik dalamjangka waktu yang lebih
antibiotik oral selama 3 minggu. Dibutuhkan pemberian pendek adalah cukup dengan syarat Iuka ooperasi telah
antibiotik dosis tinggi untuk mencapai konsentrasi sembuh tanpa adanya tanda infeksi .
terapeutik dari obat tersebut didalam tulang yang akan Tera pi ajduvan untuk osteomielitis meliputi hyperbaric
sejalan dengan hal tersebut dapat meningkatkan juga oxygen (HBO) dan terapi Iuka dengan tekanan negatif
efek toksik sistemik dari penggunaan antibiotik jangka (NPWD yang disebutjuga sebagai vaccum-assisted closure.
panjang dalam terapi . Osteomielitis sering dihubungkan dengan berkurangnya
Dalam mengobati osteomielitis yang disebabkanoleh aliran darah intraoseus dan konsekuensinya berkurangnya
organisme gram negatif fluorokuinolon merupakan obat aliran tekanan oksigen di jaringan tulang yang terinfeksi .
yang sangat baik (jika tes sensitivitas bakterinya juga Hal ini membatasi aktivitas netrofil dan makrofag oleh
sesuai) karena memiliki kemampuan penetrasi ke tulang Mader et al (1978), sebagai akibatnya hiperbaric oxygen
yang sangat tinggi, bahkan dengan pemberian secara therapy mungkin merupakan sebuah terapi adjuvan yang
oral. sangat berguna pada sebagian kecil pasien-pasien dengan
Osteomielitis yang disebabkan oleh Methicillin osteomielitis refrakter. Pada sebuah penelitian serial dari
susceptible Staphylococcus aureus (MSSA) sering diterapi 142 pasien yang menderita osteomielitis refrakter telah
secara parenteral dengan antibiotik yang sesuai, seperti sukses diterapi dengan HBO tanpa mengalami relapse
misalnya nafcillin, oxacillin, cefazolin, vancomycin, penicillin pada 73% pasien.
• G dengan alternatif daptomycin 6 mg/kg berat bada sekali
sehari, linezolid, quinupristin·-daltopristin, trimetrophrim- Osteomielitis Akut
sulfametoxazole dengan dosis trimetrophrim 5 mg/kg Tera pi infeksi akut pada tulang paling tepat dengan anti-
berat bada setiap 12jam, mynociclyn 1OOmg sekali sehari, biotik yang sesuai dengan keadaan infeksi tulang terse-
Levofloxacin 500 mg sekali sehari, Clyndamycin 600 mg but. Diagnosis ditegakkan dalam beberapa hari setelah
setiap 8 jam, Teicoplanin 10 mg/kg berat badan sekali timbulnya gejala. Keadaan infeksi tulang yang disertai
sehari secara intravena, kombinasi nafcillin dan gentamicin dengan tidak adanya tulang mati atau abses tulang yang
yang ternyata lebih baik daripada penggunaan nafcillin tampak pada gambaran radiologis, respons sistemik
saja. yang cepat terhadap terapi, tidak adanya artritis septik,
Pada sebuah penelitian, pemberian secara oral osteomielitis.
kombinasi rifampin dan cotrimoxazol atau rifampin Osteomielitis tuberkulosis vertebra tanpa kompresi
dan linezolid dalam jangka panjang memiliki tingkat spinal. Pada keadaan seperti ini, terapi sebaiknya dimulai
3250 REUMATOLOGI

segera, dimana kultur darah diambil terlebih dahulu dan yang dikombinasi dengan rifampicin dianjurkan bila
diberikan antibiotik yang secara aktif dapat membunuh organismenya sensitif. Rifampicin memiliki kemampuan
S. aureus, Streptococci, dan batang gram negatif, seperti penetrasi ke tulang yang sangat tinggi tetapi sebaiknya
misalnya E.coli . Penggunaan antibiotik golongan tidak digunakan secara tunggal.
sefalosporin, Clindamycin, atau kombinasi Flucloxacillin Tindakan pembedahan yang bersifat kuratif untuk
dan Gentamicin dapat diberikan. Penggunaan antibiotik menyelamatkan tungkai sebaiknya hanya dipertimbangkan
Vancomycin seharusnya diganti jika terdapat kemungkinan jika kemungkinan outcome nya lebih baik dari pada
infeksinya oleh MRSA. amputasi. Amputasi dibawah lutut mungkin tepat, tetapi
Tungkai seharusnya dibebat, diberikan analgesia pada sebuah penelitian besar ternyata amputasi gagal
yang baik dan juga diberikan terapi untuk komorbid yang untuk menyembuhkan infeksi pada 9% kasus.
menyertai. Terapi seharusnya diubah setelah hasil kultur Outcome dari tindakan pembedahan bergantung pada
diperoleh dan dilanjutkan selama 4 minggu. pemberian status fisiologis pasien dan lama infeksi. Terapi antibiotik
antibiotik intravena dapat diubah ke pemberian antibiotik yang suboptimal tanpa pembedahan mendorong
oral setelah 72jam pasien bebas demam, keadaan tungkai terjadinya resistensi mikroba dan membatasi pilihan obat
membaik, tidak terdapat tanda abses dan kerusakan kulit, yang dapat diberikan setelah operasi.
organisme tersebut sensitif terhadap terapi antibiotik oral Terapi definitif seharusnya tidak ditunda terlalu
dan percaya adanya kepatuhan dari pasien untuk minum lama,terutama pada infeksi tulang yang mengalami fraktur
obat. Jika tidak ada perbaikan klinis yang cepat, tungkai dan tidak tersambung, dimana ketidakstabilan tulang
yang sakit, juga terdapat bukti gambaran radiologis dapat menyebabkan peningkatan jaringan lunak yang
dari progresifitas penyakit ini, kemudian pembedahan tidak kuat, perluasan infeksi dan selanjutnya kematian
diindikasikan untuk mencegah destruksi tulang dan tulang .
timbul-nya osteomielitis kronik . Terapi disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasien
Osteomielitis akut akibat mycobacterium membutuhkan tetapi terdapat beberapa prinsip terapi, seperti pada
terapi multidrug yang sesuai target, dituntun oleh protokol preoperasi penilaian pasien dan penderajatan penyakit
penyakit infeksi lokal dan terapi dilanjutkan untuk secara klinis (IA,IVBs, dan lain-lain), mendiskusikan seluruh
beberapa bulan. pilihan terapi dengan potensial kompl ikasinya dan memilih
rencana yang sesuai dan dapat diterima, tes diagnostik
Osteomielitis Kronik untuk kesehatan yang menyeluruh dam kondisi tungkai
lnfeksi tulang yang kronik dicirikan dengan terdapatnya (pemeriksaan darah, scanning, angiografi, biopsi dengan
kematian tulang yang ditempati koloni bakteri pada tuntunan, optimalisasi pasien dan terapi komorbiditas
keadaan mencegah eradikasi oleh antibiotik saja. Terapi pasien, operasi).
defintif yang bertujuan untuk menyembuhkan infeksi harus Tindakan operasi berupa membatasi paparan yang
disertai pembedahan. Tatalaksananya harus berdasarkan bersifat multipel, sample tulang yang tidak terkontaminasi,
evaluasi efek penyakit, manfaat terapi dan risiko yang debridemen dan eksisi seluruh jaringan yang terpapar,
berhubungan dengan terapi. antibiotik intravena setelah diambil sample nya, stabilisasi
Pengobatan paripurna pada osteomielitis kronik tulang, manajemen dead space, menutup jaringan lunak.
melibatkan pembedahan yang kompleks dengan Tindakan post operasi berupa, rehabilitasi fungsional,
komplikasi, reaksi obat antimikroba, memperlihatkan melanjutkan terapi antimikroba yang sesuai dengan hasil
rekonstruksi dan waktu terapi dan rehabilitasi yang lama, kultur, mengawasi rekurensi dan efek samping, rekonstruksi
suatu pendekatan terhadap gejala-gejala terkini yang tahap kedua .Optimalisasi keadaan pasien dengan multipel
menetap, tetapi potensial untuk terjadi rekurensi kemudian, komorbid yang kompleks dapat merupakan tantangan dan
mungkin dapat diterima pada beberapa pasien. sebagai ahli bedah sering membutuhkan sedikit keahlian
Pada beberapa pasien walaupun jarang dipilih untuk untuk mentatalaksana berbagai masalh medis yang
mendapatkan terapi pembedahan yang terbatas dan ditemukan pada paisen dengan osteomielitis kronik yang
menekan pemberian antibiotik jangka panjang untuk lebih baik ditangani oleh spesialis penyakit infeksi.
mempertahankan gejala-gejala tetap ringan dibandingkan Masalah-masalah nutrisi, merokok dan penyalah-
diberikan terapi pembedahan yang bertujuan eradikasi gunaan obat seharusnya ditangani dan berbagai macam
penyakitnya, contohnya pada pasien yang mengalami obat dengan efek samping, penyembuh Iuka dan tulang
infeksi tulang yang berhubungan dengan implan terapi seperti misalnya steroid, anti inflamasi non-steroid,
tersebut menjadi efektif selama bertahun-tahun. cytotoxic, dan lain-lainnya seharusnya dihentikan jika
Pemilihan antibiotik pada terapi ini dapat menjadi mungkin. Seluruh antibiotik seharusnya dihentikan
sulit karena dibutuhkan antibiotik dengan bioavailibility sekurang-kurangnya 10 hari sebelum pembedahan,
yang tinggi di tulang, Clindamycin atau ciprofloxacin untuk memberikan kesempatan untuk kultur bakteri dari
OSTEOMELITIS 3251

spesimen saat operasi. secara luas diseluruh dunia tentang metode dan lama
Perlu jug a untuk mengatasi penyakit penyerta seperti pemberian antibiotik tetapi kebanyakan pusat kesehatan
anemia, koagulopati, sickle eel/anemia. Fraksi sickle cell menganjurkan sekurang -surangnya sampai 6 minggu
yang tinggi lebih dari 70% mugnkin membutuh kan terapi, yang dimulai dengan terapi antibiotik intravena
exchange transfusion agar anestesi menjadi aman dan dan kemudian dilanjutkan dengan antibiotik secara oral.
mencegah infark dan iskemik setelah operasi . Kontrol Antibiotik yang diberikan secara intravena dapat diberikan
kadar glukosa darah sebelum operasi karena infeksi dapat untuk jangka waktu yang lama dengan menggunakan
menyebabkan kadar gula darah berubah-ubah. intravenous line, setelzh 2 sampai 6 minggu terapi
Supply vaskular pada tungkai yang terkena infeksi intravena, kemudian biasanya dilanjutkan dengan terapi
adalah penting dalam menentukan outcometerapi, adanya oral selama 6 minggu.
oklusi arteri atau insufisiensi yang bermakna mungkin
membutuhkan rekonstruksi vaskular sebelum diberikan
terapi definitif terhadap osteomielitis. Bila dilakukan an - KOMPLIKASI
gioplasti maka operasi pembedahan dalam keadaan infeksi
dapat ditunda sampai 3 bulan untuk memberi kesempatan lnfeksi supuratif mencakup struktur tulang yang
timbulnya vaskularisasi jaringan yang optimal. berdekatan, seperti misalnya persendian dan jaringan
Pada pasien HIV terapi antiviral seharusnya diberikan lunak, yang menyebabkan terbentuknya saluran sinus.
sampai kadar viral load nya menurun serendah mungkin. Osteolisis dan fraktur patologis telah dijelaskan sebagai
Antibiotik intravena harus diberikan, dengan pilihannya komplikasi yang jarang dengan adanya temuan penyakit
adalah awalnya diberikan Vancomycin dan Meropenem dan terapi ostemielitis sejak dini.
yang dapat untuk mencakup bakteri gram positif dan gram Penyebaran secara hematogen dan sepsis dapat terjadi,
negatif, termasuk MRSA dan anaerob. meskipun mungkin sulit untuk ditentukan apakah sumber
Pada sebuah penelitian oleh Martin dkk, dari utama infeksinya di darah atau di tulang . Pembentukan
166 kasus oteomielitis telah resisten terhadap terap i saluran sinus mungkin berhubungan dengan neoplasma,
antibiotik empirik yang berdasarkan regimen penicillin. terutama pada keadaan infeksi yang lama dengan rentang
Penyembuhan hasil rekonstruksi yang terl;)aik adalah waktu 4 sampai 50 tahun.
degnan penggunaan terapi antibiotik jangka panjang . Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor yang
Pilihan antibiotik yang akan diberi kan sebaiknya paling sering dihubungkan dengan osteomielitis,
ditentukan oleh tim spesialis dibidang infeksi, tetap i tumor-tumor lainnya yang telah dilaporkan terdiri atas
diketahui juga bahwa infeksi MRSA paling baik diterapi fibrosarcoma, myeloma, lymphoma, plasmacytoma,
dengan menggunakan Vancomycin dan Teicoplanin. Untuk angiosarcoma, rhabdomyosarcoma, dan malignant fibrous
kuman Staphylococcus dan Streptococcus dapat diterapi histiocytoma Pada kebanyakan pasien yang menderita
dengan Ceftriaxone satu kali perhari . Bakteri anaerob neoplasma memiliki riwayat intervensi pembedahan
diterapi dengan Clindamycin dan Pseudomonas diterapi berulang . Perkembangan tumor malignan ditandai
dengan aminogycosida atau Ciprofloxacin . Kombinas i dengan makin membesarnya massa tumor, peningkatan
dua buah antibiotik lebih baik dalam mengurangi risiko rasa nyeri, saluran Iuka yang berbau busuk, perdarahan,
resistensi bakteri. juga terdapat bukti radiologis yang berupa destruksi
Lama terapi antibiotik untuk osteomiel it i s tulang . Oleh karena itu, infeksi tulang yang tidak sembuh
membutuhkan tatalaksana yang lama waktunya. Hal ini dengan terapi konvensional seharusnya dilakukan biopsi
disebabkan oleh karena S. aureus setelah ditelan oleh untuk mengevaluasi adanyat malignansi dari bebagai sisi
osteoblas, S. aureus dapat bertahan didalam osteoblas. (termasuk ulkus, saluran sinus dan dasar tulang).
Selain itu, penetrasi antibiotik ke dalam tulang sangat sulit
pada beberapa pasien, terutama pasien yamg menderita
vaskulopati atau pasien tersebut sebelumna mengalami PROGNOSIS
jaringan parut yang luas karena trauma .
Tatalaksana antibiotik yang optimal masih tidak Tatalaksana untuk osteomielitis di unit yang dipersiapkan
jelas, banyak ahli meneruskan terapi antibiotik sekurang- dengan menyediakan ahli yang dibutuhkan akan
ku ra ngnya sampai 6 bulan setelah tulang yang di memberikan angka keberhasilan dan skor kepuasan pasien
debridemen telah diliputi jaringan lunak yang mengalami yang tinggi. Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa
vaskularisasi, biasanya sekurang-kurangnya 6 minggu lebih dari 95% periode bebas infeksi terjadi setelah 2
sejak debridemen yang terakhir dengan memperhatikan tahun terapi . Penelitian lain menunjukkan bahwa lebih
fungsi ginjal, fungsi hepar, dan fungsi hematologis. dari 90% dapat mempertahankan keadaan bebas infeksi
Tidak terdapat konsensus yang dapat dipakai hingga mencapai 5 tahun. Rekurensi infeksi dapat terjadi .
i:i Tabel 4. Rekomendasi Terapi Empiris Osteomielitis
g
0 Onset Patogen Terapi intravena pilihan Terapi alternatif intravena pilihan Terapi peroral atau switch iv-oral
~ Akut (inisial terapi sesuai S. aureus (MRSA) Linezolid 600 mg (iv) tiap 12jam selama 4-6 minggu Linezolid 600 mg {po) tiap 12 jam
~
:> dengan terapi pada MSSA Atau selama 4-6 minggu
w
co:: (Methicillin Sensitive Staph. Quinupristin/dalfopristin 7,5mg/kgBB (iv) tiap 8 jam selama 4-6 minggu Atau
Aureus); disesuaikan den- Atau Minocyclin 100 mg {po) selama 4-6
gan hasil kultur Minocyclin 100 mg (iv) tiap 12 jam selama 4-6 minggu minggui
Atau
Va neomycin 2 gram 12 jam selama 4-6 minggu
S. aureus (MSSA) Ceftriaxone 1 gram tiap 24 jam selama Cefotaxime 2 gram (iv) tiap 6 jam selama Klindamisin 300 mg {po) tiap 8 jam
4-6 minggu 4-6 minggu selama 4-6 minggu
Atau Atau Atau
Meropenem 1 gram (iv) tiap 8 jam selama Ceftizoxime 2 gram (iv) tiap 8 jam selama Cephalexine 1 gram {po) tiap 6 jam
4-6 minggu 4-6 minggu selama 4-6 minggu
Atau
Quinolon (moxifloxacin 400 mg, levo-
floxacin 500 mg, atau gatifloxacin 400
mg) tiap 24 jam selama 4-6 minggu
Enterobacteriaceae Ceftriaxone 1 gram (iv) tiap 24 jam selama Cefotaxime 2 gram (iv) tiap 6 jam selama Qionolon (cirpofloxacin 500 mg, levo-
4-6 minggu 4-6 minggu floxacin 750 mg, moxifloxacin 400 mg
Atau Atau dan gatifloxacin 400 mg) tiap 24 jam
Quinolon (ciprofloxacin 400 mg, levo- Ceftizoxime 2 gram (iv) tiap 8 jam selama selama 4-6 minggu
floxacin 750 mg, gatifloxacin 400 mg, 4-6 minggu
moxifloxacin 400 mg) tiap 24 jam selama
4-6 minggu
Kronik Streptokokus grup A dan Meropenem 1 gram (iv) tiap 8 jam * Moxifloxacin 400 mg (iv) tiap 24 jam * Klindamisin 300 mg {po) tiap 8 jam *
(Diabetes melitus) B, S. aureus (MSSA), E.coli, Atau Atau dengan quinolon (iv) *
P. mirabilis, K. pneumo- Piperacilin/tazobactam 3.375 mg (iv) Ceftizoxime 2 gram (iv) tiap 8 jam * Atau monoterapi
niae, B. fragilis, S. aureus tiap 6 jam* Atau Moxifloxacin 400 mg {po) tiap 24
(MRSA) Atau Ampicillin/Sulbactam 3 gram (iv) tiap jam*
Ertapenem 1 gram (iv) tiap 8 jam * 6jam *
Atau terapi kombinasi Atau terapi kombinasi
Ceftriaxone 1 gram (iv) tiap 24 jam * Klindamisin 600 mg (iv) tiap 8 jam den-
Dengan gan quinolon (iv) (ciprofloxacin 400 mg,
Metronidazol 1 gram (iv) tiap 24 jam * levofloxacin 750 mg, gatifloxacin 400 mg,
moxifloxacin 400 mg)
Kronik (penyakit vaskular S. aureus grup A dan B, Ceftriaxone 1 gram (iv) tiap 24jam selama Klindamisin 600 mg (iv) tiap 8 jam selama Klindamisin 300 mg {po) tiap 8 jam
perifer, non diabetik) Streptokokus, Enterobac- 2-4 minggu 2-4 minggu selama 2-4 minggu
teriaceae Atau Dengan Dengan Quinolon (po) tiap 24 jam
Ceftizoxime 2 gram (iv) tiap 8 jam selama Quinolon (iv) tiap 24 jam selama 2-4 selama 2-4 minggu
2-4 minggu minggu
TB Osteomielitis M. tuberculosis Terapi sesuai TB paru selama 6-9 bulan

"'
11)

"'
M
OSTEOMELITIS 3253

Rekurensi yang terjadi diawal biasanya terlihat sesaat


setelah dihentikannya pemberian antibiotik dan dapat
diterapi dengan pembedahan ulang. Menurut Martin et
al, kekambuhan terjadi pada 2 tahun pertama setelah
pemlbedahan dan hanya sedikit yang kambuh setelah
2 tahun .
Terdapat beberapa komplikasi terapi . Pada pasien
stadium IV B dapat terjadi operasi berulang, gagalnya
cangkok tulang, non-union, gangguan sistemik dan
intoleransi obat antibiotik.
Keberhasilan terapi tidak dapat diukur hanya dengan
interval bebas-infeksi. Keluaran yang bersifat fungsional
telah diteliti pada pasien osteomielitis kronik yang sedang
diterapi. Diajukan angka penyembuhan 94%, yang diukur
dengan Skor Musculoskeletal Functional Assessment (SMFA)
dengan standar deviasi satu pada populasi normal.

REFERENSI

Altay M, Arikan M, Yildiz Y, Saglik Y. Squamous cell carcinoma


arising in chronic osteomielitis in foot and ankle. Foot Ankle
Int 2004; 25:805.
Euba G, Murillo 0, Fernandez-Sabe N, et al. Long-term follow-
up trial of oral rifampin-cotrimoxazole combination versus
intravenous cloxacillin in treatment of chronic staphylococcal
osteomielitis. Antimicrob Agents Chemother 2009; 53:2672
Lazzarini L, Lipsky BA, Mader JI. Antibiotic treatment of
osteomielitis: what have we learned from 30 years of clinical
trials? Int JInfect Dis 2005; 9:127
Lew DP, Waldvogel FA. Osteomielitis. Lancet 2004; 364:369.
Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment
of diabetic foot infections. Clin Infect Dis 2004; 39:885.
Martin McNally, Kugan Nagarajah. Osteomielitis. Orthopaedic
and Trauma 2010; 24:6: 416-429.
Nguyen S, Pasquet A, Legout L, et al. Efficacy and tolerance of
rifampicin-linezolid compared with rifampicin-cotrimoxazole
combinations in prolonged oral therapy for bone and joint
infections. Clin Microbiol Infect 2009; 15:1163
Randall. W. King, 2011. Osteomielitis in Emergency Medicine,
MedScape.com 2011
Samit Kumar Nandi, Prasenjit Mukherjee, Subhasis Roy, Biswanath
Kundu, Dipak Kumar De, Debabrata Basu. Local antibiotic
delivery systems for the treatment of osteomielitis - A review.
Elsevier 2009
Tahaniyat Lalani., 2011, "Overview of osteomielitis in adult",
Uptodate 19.12011
Trampuz A, Zimmerli W. Diagnosis and treatment of infections
associated with fracture fixation devices. Injury 2006; 37
Suppl 2:S59.
427
SINDROM VASKULITIS
Laniyati Hamijoyo

PENDAHULUAN dilaporkan hanya ada 3 kasus baru per tahun di AS namun


dilaporkan merupakan penyebab paling sering stenosis
Vaskulitis adalah suatu proses inflamasi pada pembuluh arteri renal di India, dimana insidensnya mencapai 200-
darah dan menyebabkan kerusakan struktur dinding 300 kasus per satu juta penduduk.
pembuluh darah. Kehilangan integritas dinding pembuluh Usia juga merupakan suatu pertimbangan penting
darah dapat menyebabkan perdarahan , dan adanya dalam menegakkan diagnosis vaskulitis. Delapan puluh
gangguan pada lumen pembuluh darah menimbulkan persen penderita penyakit Kawasaki berusia di bawah
iskemik maupun nekrosis. Secara umum, vaskulitis dapat 5 tahun . Sebaliknya arteritis temporalis tidak pernah
mengenai berbagai ukuran, tipe maupun lokasi pembuluh terjadi pada penderita berusia kurang dari 50 tahun.
darah, dan berhubungan dengan suatu kela inan yang Usia juga berpengaruh pada parahnya penyakit dan
spesifik . Vaskulitis dapat terjadi sebagai suatu proses prognosis penderita. Pada purpura Henoch Schonlein,
primer ataupun sekunder dari penyakit lain (penyakit mayoritas kasus terjadi pada anak-anak dan umumnya
reumatik, keganasan atau infeksi di!.). Pembahasan di sembuh sendiri dalam beberapa minggu . Namun pada
sini lebih ditujukan kepada vaskulitis primer. orang dewasa sering menjadi kronis dan menyebabkan
gangguan ginjal yang buruk .
Distribusi jenis kelamin juga berpengaruh terhadap
EPIDEMIOLOGI bentuk vaskulitis. Penyakit Buerger Rredominan pada
pria. Predileksi tersebut mungkin disebabkan karena
Epidemiologi vaskulitis masih sulit dilaporkan karena prevalensi merokok lebih banyak di antara kaum
beberapa ha!, antara lain: 1) kejadian vaskulitis yang masih pria. Sebaliknya arteritis Takayasu bertendensi lebih
relatif jarang; 2) seringkali ditemukan kesulitan dalam sering terjadi pada wanita (9:1) dibandingkan pria,
menegakkan diagnosis vaskulitis yang tepat (terutama kenyataan ini masih belum dapat dijelaskan hingga saat
untuk membedakan satu bentuk vaskulitis dari yang lain); ini .
3) kenyataan penyebab sebagian besar vaskulitis masih Beberapa bentuk vaskulitis lebih banyak pada suatu
belum diketahui; dan 4) riwayat ketidak pastian dalam etnik tertentu misalnya granulomatosa Wegener dan
klasifikasi vaskulitis ini. Meskipun demikian epidemiologi arteritis temporalis lebih banyak pada orang kulit putih
beberapa jenis vaskulitis telah dilaporkan. sedangkan Takayasu dan Kawasaki lebih banyak pada
Gambaran epidemiologi vaskulitis sangat bervariasi keturunan Asia.
sesuai dengan sebaran geografi. Variasi ini dapat Meskipun faktor risiko genetik tidak diragukan
merefleksikan keterlibatan faktor genetik , paparan merupakan faktor yang penting, namun kejadian
terhadap lingkungan yang berbeda, dan prevalensi faktor vaskulitis dalam keluarga sangat jarang . Hal ini
risiko yang lain. Sebagai contoh penyakit Behcet, jarang menunjukkan bahwa penyakit ini poligenik dan kompleks.
sekali terjadi di utara Amerika namun angka kejadian Contoh salah satu vaskulitis yang berhubungan suatu
penyakit ini beberapa ratus kali lebih banyak di negara- gen tertentu dengan vaskulitis adalah penyakit Behcet
negara jalur sutera . Demikian juga arteritis Takayasu dengan gen HLA-BS 1.
SINDROM VASKULITIS
3255

PATOGENESIS mencegah sekuele yang berat yang dapat terjadi akibat


penyakit ini. Pengobatan dini yang tepat dan efektif
Mekanisme pasti yang mendasari kelainan ini masih belum dapat memberikan perbaikan klinis maupun fungsional
jelas. Ada beberapa patogenesis berbeda yang diajukan yang berarti bagi penderita.
untuk membantu menjelaskan mengapa lesi pada jenis Selama lebih dari setengah abad, berbagai klasifikasi
vaskulitis tertentu hanya ditemukan pada pembuluh vaskulitis telah diajukan, namun sampai saat ini belum ada
darah tertentu . yang memuaskan, karena pengetahuan mengenai kondisi
1. Distribusi antigen yang bertanggung jawab terhadap penyakit ini terus berkembang . Semua skema klasifikasi
vaskulitis menentukan pola pembuluh darah yang masih terus dalam perbaikan.
terlibat. Vaskulitis dapat dibedakan berdasarkan pembuluh
2. Akumulasi infiltrat radang ditentukan oleh sel endotel, darah yang dominan terlibat (Tabel 1).
termasuk ekspresi dari molekul adhesi, sekresi peptida
dan hormon, dan interaksi yang spesifik dengan sel -
Tabel 1. Klasifikasi Vaskulitis Berdasarkan Jenis
sel inflamasi. Pembuluh Darah yang Dominan
Beberapa sel inflamasi lebih lanjut menarik sela -sel Pembuluh darah yang Tipe vaskulitis
radang, sementara sel yang lain tidak . Struktur non- dominan
endotel dinding pembuluh darah bekerja mengontrol Pembuluh darah besar: Arteritis temporal (Giant cell
proses keradangan . Selain sel endotel yang berfungs i arteritis)
sebagai ko-stimulator, komponen sel-sel lain berfungsi Arteritis Takayasu
sebagai antigent presenting cell (APC) dan berkontribusi Pembuluh darah sedang Polilarteritis nodosa
terhadap mediator proinflamasi . lnflamasi umumnya Penyakit Kawasaki
terjadi pada pembuluh darah arteri, namun dapat juga Pembuluh darah sedang Granulomatosa Wegener
melibatkan pembuluh vena maupun kapiler. dan kecil Sindrom Churg -Strauss
Tanda dan gejala khas keradangan vaskular timbul Poliangiitis mikroskopi
akibat gangguan fungsi dan perfusi serta terjadi kerusakan Pembuluh darah kecil Purpura Henoch-Schonlein
pada organ yang terkena, contoh ekstri m adalah terjadinya Krioglobulinemia
infark organ akibat adanya proses inflamasi pada lu men Vaskulitis lekositoklastik
pembuluh darah. Secara histologi, infiltrasi mielomonosit kutaneus
yang prominen tampak pada dinding pembuluh darah
yang terlibat.
lnfiltrasi granuloma seringkali tampak sebagai Klasifikasi Vaskulitis Berdasarkan Konsensus
gambaran khas beberapa tipe vaskulitis. lnfiltrasi ini pada Chapel Hill 1994
pembuluh darah arteri kadang menyebabkan destru ksi American college of Rheumatology (ACR) mengeluarkan
lamina elastik interna dan menimbulkan kelainan pada suatu seri klasifikasi vaskulitis pada tahun 1990 yang
lapisan intima, medial dan adventisia, membentuk mengelompokan tujuh kelainan vaskulitis. Kriteria ini
trombus dan menyebabkan oklusi total lumen pembuluh dirancang untuk mengidentifikasi kela inan inflamasi
darah. pada pembuluh darah dan juga untuk membedakan satu
kelainan vaskulitis dari yang lain (Tabel 2)
Pada tahun 1994 suatu panel internasional yang terdiri
KLASIFIKASI dari para dokter dan ahli patologi mengeluarkan suatu
konsensus yang dinamakan Konsensus Chapel Hill untuk
Vaskulitis seringkali merupakan penyakit yang seriu s menjawab beberapa kebingungan dalam kriteria yang
dan fatal yang membutuhkan deteksi dan terapi yang dikeluarkan oleh ACR 1990. (Tabel 3).
cepat. Gejala yang melibatkan organ tubuh dapat Mereka mengemukakan penjelasan terhadap definisi
muncul secara terisolasi maupun komb inasi dengan penyakit dan menetapkan terminologi diagnostik stadart
keterlibatan organ - organ lain . Keterlibatan suatu organ yang digunakan dalam menggambarkan vaskulitis .
tertentu dapat menjadi petunjuk untuk jenis vaskulitis Klasifikasi yang dilakukan adalah menggolongkan
tertentu namun dapatjuga terjadi overlap. Keterlibatan keradangan pembuluh darah berdasarkan kaliber pembuluh
berbagai organ pada penyakit vaskulitis ini dengan darah yang terlibat. Pembuluh darah besar meliputi aorta
beragam manifestasi menjadi suatu tantangan bag i dan cabang-cabang paling besar (misalnya arteri subklavia
klinisi untuk menegakkan diagnosa dan memberikan dan karotid); pembuluh darah sedang meliputi arteri utama
terapi yang tepat . Selain itu, pengenalan proses yang memberikan suplai darah ke organ-organ dalam
patologik yang tepat sedini mungkin dapat menolong (misalnya arteri renal, hepatika, koroner dan mesenterika);
3256 REUMATOLOGI

Table 2. Kriteria klasifikasi Berdasarkan American College of Rheumatology 1990


Vaskulitis pembuluh darah besar
Arteritis temporalis (Giant cell Usia ;:.: SO tahun
arteritis) Awitan nyeri kepala baru
LED ;:.: SO mm/jam
Bukti histolog ik arteritis nekrosis, dengan inflamasi granulomatosa disertai sel -sel giant
yang multinuklear
Arteritis Takayasu Usia 540 tahun
Klaudikasio pada ekstremitas
Penurunan pulsasi arteri brakialis
Perbedaan tekanan darah sistolik > 10 mmHg antara kedua lengan
Bruit pada arteri subklavia atau aorta
Bukti adanya penyempitan atau oklusi pada aorta, cabang primernya atau arteri besar
ekstremitas proksimal atas maupun ekstremitas bawah pada arteriografi
Vaskulitis pembuluh darah sedang
Poliarteritis nodosa Penurunan berat badan <': 4 kg
Livedo retikularis
Nyeri dan nyeri tekan testikular
Mialgia
Mononeuropati atau polineuropati
Tekanan darah diastolik >90 mmHg
Peningkatan kadar BUN atau serum kreatinin
Adanya hepatitis B antigen dalam serum
Arteriografi abnormal
Pada biopsi terdapat infiltrasi granulosit atau leukosit campuran
pada dinding pembuluh darah
Vaskulitis pembuluh darah kecil
Granuloma-tosa Wegener Hematuria (sediment sel eritrosit atau > S sel darah merah per la pang pandang kecil)
Kelainan pada foto toraks (nodul, kavitas atau infiltrat)
Ulkus mulut atau sekret hidung
Bukti histologi adanya keradangan granulomatosa
Sindrom Churg- Strauss Asma
Eosinofilia > 10% pada hitung jenis lekosit
Mononeuropati (termasuk multipleks), polineuropati
lnfiltrat pada paru yang tidak menetap
Kelainan sinus paranasal
Bukti histologi adanya eosinofilia ekstravaskular pada dinding pembuluh darah
Purpura Henoch- Schonlein Usia 5 20 years
Purpura yang dapat diraba
Nyeri perut akut
Bukti histologi adanya granulosit pada dinding pembuluh darah arteriol atau venul
Vasku Iitis hi persensitivitas Usia ;:.: 16 tahun
Riwayat obat-obatan pada saat awitan penyakit yang mungkin merupakan faktor presipi-
tasi
Purpura yang dapat diraba; ruam makulopapular
Bukti histologi adanya granulosit sekitar arteriol or venul
Klasifikasi vaskulitis berdasarkan konsensus Chapel Hill 1994
SINDROM VASKULITIS 3257

Table 3 Klasifikasi Vaskulitis Sistemik Berdasarkan Konsensus Chapel Hill 1994


Vaskulitis pembuluh darah besar
Arteritis temporalis (Giant cell Arteritis granulomatosa yang melibatkan aorta dan cabang utamanya dengan pre-
arteritis)) dileksi cabang-cabang ekstrakranial arteri karotis. Sering mengenai arteri tempora-
lis. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan sering dihubungkan dengan
polimialgia reumatika
Arteritis Takayasu Keradangan granulomatosa aorta dan cabang-cabang utamanya. Biasanya terjadi
pada usia kurang dari 50 tahun.
Vaskulitis pembuluh darah sedang
Poliarteritis nodosa Keradangan nekrosis pembuluh darah sedang dan kecil tanpa glomerulonefritis atau
vaskulitis pada arteriole, kapiler dan venul.
Penyakit Kawasaki Arteritis yang melibatkan arteri besar, sedang dan kecil , serta berhubungan dengan
sindrom mukokutaneus- kelenjar getah bening. Arteri koronaria sering terkena, juga
aorta dan vena. Umumnya terjadi pada anak-anak.
Vaskulitis pembuluh darah kecil
Granuloma-tosa Wegener*) Keradangan granulomatosa yang melibatkan traktus respiratorius, vaskulitis pembuluh
darah kecil dan sedang (seperti kapiler, venul, arteriol dan arteri). Umumnya terjadi
glomerulonefritis nekrosis.
Sindrom Churg-Strauss*) Hipereosinofilia dan keradangan granulomatosa yang melibatkan traktus respirato-
rius, dan vaskulitis nekrosis yang mengenai pembuluh darah kecil dan sedang, serta
berhubungan dengan asma dan eosinofilia.
Poliangiitis mikroskopi*) Vaskulitis nekrosis dengan sedikit atau tanpa deposit imun, mengenai pembuluh darah
kecil (seperti kapiler, venul dan arteriol). Arteritis nekrosis yang melibatkan arteri kecil
dan sedang. Glomerulonefritis nekrosis dan kapilaritis pulmonal sering terjadi .
Purpura Henoch-SchOnlein Vaskulitis dengan deposit imun lg-A yang dominan, mengenai pembuluh darah kecil
(seperti kapiler, venul dan arteriol). Penyakit ini khas melibatkan kulit, saluran cerna
dan glomerulus, dan berhubungan dengan artralgia atau artritis.
Vaskulitis hipersensitivitas Vaskulitis dengan deposit imun krioglobulin, mengenai pembuluh darah kecil (seperti
kapiler, venul atau arteriol) dan berhubungan dengan krioglobulin dalam serum. Ku lit
dan glomerulus sering terlibat.
*) berhubungan dengan ANCA

dan pembuluh darah kecil meliputi arteriol, kapiler dan Klasifikasi Vaskulitis untuk Pediatrik Berdasarkan
venul, termasuk di dalamnya arteri kecil yang memperdarahi EULAR 2006
parenkim organ-organ yang terlibat (misalnya arteri renal Dengan berkembangnya jaman, kriteria vaskulitis ini
terminal yang berhubungan dengan arteriol aferen pada masih dirasakan belum sempurna karena itu Pediatric
ginjal). Sebagai tambahan dari kriteria ACR, klasifikasi Rheumatology European Society (PRES) dan European
Chapel Hill ini mengikutkan kadar antibodi sitoplasmik anti League against Rheumatism (EULAR) berusaha mencari
netrofil (ANCA) dalam penentuan diagnosis. Contohnya koreksi terhadap kekurangan dalam kriteria klasifikasi
granulomatosa Wegener, sindrom Churg-Strauss dan vaskulitis khususnya untuk penderita anak-anak. Alasan
poliangiitis mikroskopi berhubungan erat dengan ANCA dibuat suatu klasifikasi baru ini adalah tidak semua
yang positif. vaskulitis dijumpai pada anak, dan adanya perbedaan
Selain itu kriteria ACR tidak memisahkan poliangiitis etiologi, manifestasi klinis, faktor prognosis penderita anak
mikroskopi sebagai suatu kriteria tersendiri melainkan dengan dewasa terutama untuk penyakit granulomatosa
memasukkannya ke dalam PAN. lstilah vaskulitis hipersensitif Wegener dan poliarteritis nodosa. Pada tahun 2006
dihilangkan karena bukti adanya hipersensitivitas sering panelis kelompok kerja ini menyusun kriteria klasifikasi
tidak ditemukan pada banyak kasus, mereka lebih untuk lima vaskulitis yang bermanifestasi pada anak-anak
memilih istilah angiitis lekositoklastik kutaneus karena yaitu: purpura Henoch-Schonlein, penyakit Kawasaki,
penyakit ini tipikal melibatkan kulit dan predominan sel poliarteritis nodosa, granulomatosa Wegener dan arteritis
netrofil. Berbeda dengan poliangiitis mikroskopi, angiitis Takayasu (Tabel 4)
lekositoklastik kutaneus tidak melibatkan ginjal, paru- Klasifikasi kriteria berdasarkan EULAR ini lebih
paru, saraf perifer dan organ dalam lainnya dan tidak jauh membagi vaskulitis pembuluh darah kecil menjadi
berhubungan dengan ANCA. keradangan granulomatosus dan bukan granulomatosus.
3258 REUMATOLOGI

Table 4 Kriteria Klasifikasi Vaskulitis pada anak berdasarkan EULAR/PRES 2006


Vaskulitis pembuluh darah besar
Arteritis Takayasu Kriteria wajib: Angiografi yang abnormal pada aorta atau cabang-cabang utamanya
(secara konvesional, CT atau MRI)
ditambah ~ 1 dari 4 kriteria berikut:
• berkurangnya pulsasi arteri perifer atau klaudikasio ekstremitas;
• perbedaan tekanan darah > 10 mmHg;
• bruit pada aorta atau cabang-cabang utamanya;
hipertensi (relatif terhadap data normotensi pada anak)

Vaskulitis pembuluh darah sedang

Poliarteritis nodosa pada anak Kriteria wajib: Suatu penyakit sistemik yang khas dengan adanya vaskulitis nekrosis
arteri kecil dan sedang pada biopsi ATAU angiografi yang abnormal (aneurisma
atau oklusi)
ditambah ~2 kriteria berikut:
keterlibatan kulit (livedo retikularis; nodul subkutaneus yang nyeri pada
penekanan dan lesi vaskulitis lain);
• mialgia atau nyeri tekan otot;
• hipertensi sistem ik (relatif terhadap data normotensi pada anak);
• mononeuropati atau polineuropati;
• analisis urin yang abnormal atau gangguan fungsi ginjal;
• nyeri dan nyeri tekan testis;
tanda dan gejala mengarah pada vaskulitis sistim organ tubuh (gastrointestinal,
jantung, pulmonal atau sistim saraf pusat)

Penyakit Kawasaki Kriteria wajib: Demam menetap sekurang-kurangnya 5 hari ditambah ~4 dari 5
kelainan berikut:
Adanya perubahan pada ekstremitas bagian perifer atau area perinea!;
eksantem polimorfi;
injeksi konjungtiva bilateral;
perubahan pada bibir dan rongga mulut (injeksi mukosa mulut dan farings);
limfadenopati servikal;
Jika terdapat keterlibatan arteri koronaria (terdeteksi lewat ekokardiografi maka
demam ditambah <4 kriteria di atas sudah mencukupi

Vaskulitis pembuluh darah kecil

Granulomatosus

Granuloma-tosa Wegener Horus terdapat ~3 di antara 6 kondisi berikut:


• urinalisis yang abnormal (hematuria atau proteinuria);
• keradangan granulomatosa pada biopsi;
• keradangan sinus nasal;
• stenosis subglotis, trachea atau endobronkhial;
• Radiografi toraks atau CT scan yang abnormal;
PR3-ANCA atau C-ANCA positif

Non-granulomatosus

Purpura Henoch-Schonlein Kriteria wajib: Purpura yang dapat diraba


Ditambah adanya ~ 1 di antara 4 kondisis berikut:
• Nyeri abdomen yang difus;
• Bukti histologis adanya predominan deposisi lgA;
• artritis atau artralgia;
keterlibatan ginjal (baik hematuria maupun proteinuria)

PR3-ANCA: proteinase 3 antineutrophil cytoplasmic antibodies atau C-ANCA: cytoplasmic - ANCA


SINDROM VASKULITIS 3259

Panel ini mengusulkan penggunaan kata predom inan MANIFESTASI KUNIS


dalam membagi kelainan tertentu berdasarkan pembuluh
darah yang terlibat. Sehingga keterlibatan pembuluh darah Meskipun gambaran klinis vaskulitis sangat beragam,
sedang bersama pembuluh darah kecil dapat terjadi . gambaran umum dapat dikelompokan menjadi 5 kategori
klinis yang merujuk kecurigaan ke arah vaskulitis. (Tabel 5).
Gambaran klinis yang pertama adalah gejala-gejala
PATOFISIOLOGI konstitusional (seperti demam, malaise, berkeringat, lelah,
nafsu makan menurun, dan berat badan turun). Gejala-
Pembentukan kompleks imun dan deposit produknya gejala yang tidak spesifik ini, tanpa adanya tanda yang
pada pembuluh darah dapat menerangkan patofisiologi lebih khusus untuk suatu penyakit tertentu, biasanya
vaskulitis ini. Sistim organ yang umumnya terkena adalah mengelabui perjalanan panyakit vaskulitis . Petunjuk
yang kaya akan pembuluh darah kecil seperti kulit kedua adalah awitan yang subakut dalam beberapa
menimbulkan suatu rash lekositoklastik dengan purpura minggu sampai beberapa bulan . Bertolak belakang
yang dapat diraba, pada sendi menyebabkan poliartritis dengan penderita infeksi akut, penderita vaskulitis tidak
inflamasi dan pada ginjal menyebabkan glomerulonefritis dapat menentukan dengan pasti jam atau hari di mana
dengan mediasi imun kompleks. Pada saat kompleks sakitnya dimulai. Hal ini seringkali menyebabkan diagnosis
imun ini menetap pada dinding pembuluh darah, maka vaskulitis menjadi terlambat. Petunjuk ketiga adalah tanda-
timbul aktivasi jalur efekto r (seperti reseptor FcR, kaskade tanda inflamasi berupa demam, artritis, rash, perikarditis,
komplemen klasik) . Med iator mediator ini kemudaian anemia karena penyakit kronis, atau peningkatan LED
menyebabkan kelainan pada jaringan dan organ tubuh yang bermakna. Nyeri merupakan petunjuk berikutnya,
melalui aktivasi kaskade komplemen dan pengumpulan bisa berasal dari banyak sumber seperti artritis, mialgia,
sel-sel mielomonosit. atau infark pada jari, pembuluh saraf, saluran cerna
Mekanisme patofisiologi granulomatosa Wegener maupun testis. Petunjuk kelima adalah penyakit vaskulitis
atau poliangiitis mikroskopi berbeda dengan vaskulitis umumnya menyebabkan kelainan yang melibatkan banyak
yang lain. Pada kedua vaskulitis tersebut arteriole dan sistim tubuh . Kulit, sendi, sistim saraf, ginjal, paru-paru
arteri otot yang berukuran sedang dan kecil merupakan atau saluran cerna merupakan organ target yang sering
target inflamasi sehingga terjadi kerusakan jaringan terkena pada vaskulitis.
dan organ terminal akibat hipoperfusi . lnfark dapat Selanjutnya manifestasi yang timbul dapat dibedakan
melibatkan saraf perifer, saluran cerna dan fungsi ginjal. menurut tipe pembuluh darah yang terkena (label 6).
Kelompok antibodi tertentu diperkirakan berperan Petunjuk manifestasi ini dapat membantu menentukan
dalam patogenesis vaskulitis ini yaitu antibodi anti pembuluh darah yang terlibat.
netrofil sitoplasma (ANCA) yang bekerja melawan
granula sitoplasmik dalam netrofil polimorfonuklear
Tabel 5. Petunjuk Klinis Umum yang Mengarah ke
sirkulasi . Antibodi tersebut mengikat dan mengaktivasi
Vaskulitis
netrofil yang berada dalam dinding pembuluh darah,
menyebabkan sitoplasmik melakukan degranulasi dan 1. Gejala-gejala konstitusional
2. Awitan yang subakut
merangsang respon keradangan . Hasil akhir adalah
3. Tanda dan gejala inflamasi
kerusakan yang berlanjut pada dinding pembuluh daran 4. Nyeri
dan jaringan parenkim yang diperdarahinya. 5. Bukti adanya penyakit multisistim

Table 6 Manifestasi Klinis Vaskulitis pada Pembuluh Darah Besar, Sedang dan Kecil
Pembuluh Darah Besar Pembuluh Darah Sedang Pembuluh Darah Kecil
Klaudikasio ekstremitas Nodul kutaneus Purpura
Tekanan darah asimetrik Ulkus pada kulit Lesi vesikulobulous Urtikaria
Tidak ada pulsasi Livedo retikularis Glomerulonefritis
Bruit Ganggren pad a jari Hemoragik alveolus
Dilatasi aorta Mononeuritis multipleks Granuloma kutaneus nekrosis ekstravaskular
Mikroaneurisms Splinter hemoragik
Uveitis/episkleritis/skleritis
3260 REUMATOLOGI

DIAGNOSIS Pemeriksaan radiologi tergantung pada pembuluh


darah yang terlibat. Radiografi polos jarang memberikan
Menegakkan diagnosis vaskulitis merupakan tantangan petunjuk penting kecuali gambaran sinusitis dan rontgen
bagi para klinisi, dengan anamnesis yang teliti dan dada pada granulomatosa Wegener (namun seringkali
pemeriksaan fisik yang seksama dan didasarkan pada memberikan gambaran yang tidak spesifik), CT scan
gejala umum serta gejala dan tanda yang lebih spesifik lebih sensitif dalam keadaan ini . Angiogram biasanya
bagi pembuluh darah tertentu yang terlibat, dapat lebih membantu dalam menegakkan diagnosis arteritis
dibangun suatu alur diagnosis (Gambar 1). Kriteria Takayasu, poliarteritis nodosa dan vaskulitis pada susunan
diagnosis membantu dalam penggolongan penyakit saraf pusat.
ini dan biopsi merupakan kunci pada sebagian besar Biopsi padajaringan yang terlibat merupakan metoda
diagnosis penyakit vaskulitis. yang paling sering dapat membantu menegakan diagnosis
vaskulitis. Secara umum biopsi pada area yang simptomatik
memberikan hasil positif sampai 66%. Pewarnaan tertentu
PEMERIKSAAN PENUNJANG kadang-kadang diperlukan untuk menunjukkan derajat
kerusakan pada lapisan arteri tertentu atau adanya
Pemeriksaan laboratorium yang abnormal dapat dijumpai deposisi kompleks imun.
pada penyakit vaskulitis menyertai kelainan klinis yang
terjadi . Beberapa kelainan tidaklah spesifik seperti Diagnosis Banding
peningkatan laju endap darah (LED) dan anemia dapat Diagnosis banding vaskulitis sangatlah banyak. Salah satu
ditemukan pada penyakit kronis yang lain. Beberapa hasil adalah penyakit infeksi yang menyerupai gejala vaskulitis
laboratorium dapat memberikan hasil yang lebih spesifik terutama bentuk diseminata. lnfeksi ini menyebabkan
untuk kelainan vaskulitis seperti ANCA. gangguan pada berbagai organ menyerupai vaskulitis.

Vaskulitis p. darah besar Vaskulitis p. darah sedang Vaskulitis p. darah kecil

Artritis Artritis Artritis nekrosis tanpa Artritis nekrosis dengan


granulomatosa pada granulomatosa pada sindroma mukokutaneus sindroma mukokutaneus
penderil > 50thn penderil < 50thn kelenjar grah baning kelenjar getah bening

Artritls Giant Cell Artritis takayasu PAN


!
Penyakit Kawasaki

Kompleks imun dalam pembuluh darah lmunoglobulin dalam pembuluh darah


I (berhubungan dengan )l>.NCA

+
Sumber lain Krioglobulin Dominan lgA SLE atau artritis +
Vaskulitis tanpa
t
Granuloma tapi
+
Hipereosinofilia,
lmun klmpleks dalam darah dan deposit pada
reuitoid asma ataupun tidak ada asma asma , granuloma
pembuluh darah dinding p.darah
granuloma

Vaskulitis lmun
!
Vaskulitis
!
HSP Vaskulitis SLEI
+
MPA
!
Vaskulitis SLEI
!
Sindrome Churg
kompleks yang lain kriglobulin artritis reumatoid artritis Agranulomatosa Strauss
wegener

Gambar 1. Skema untuk membantu diagnosis penyakit vaskulitis


SINDROM VASKULITIS 3261

Dapat pula vaskulitis merupakan bagian dari infeksi itu genesis arteritis ini, dengan kemungkinan keterkaitan
sendiri. Diagnosis banding yang lain adalah keganasan kompleks histokompati biliti mayor. Pada penelitian
termasuk kelainan limfoproliferatif dan mieloproliferatif, di Jepang dan Korea didapatkan adanya hubungan
metastasis dari suatu karsinoma . dengan human leukocyte antigens (HLA) -A10, BS ,
Bw52, DR2, dan DR4. Namun hubungan ini belum
Terapi dan Prognosis terbukti pada penelitian di negara barat. Sementara
Pada era sebelum kortikosteroid digunakan, sebelum di Amerika serikat didapatkan berhubungan denga
tahun 1950-an, prognosis vaskulitis sangat buruk, dengan HLA-822.
harapan hidup 5 tahun hanya sekitar 15%. Setelah lnfiltrasi mononuklear pada lapisan adventisia terjadi
penemuan kortikosteroid dan penggunaannya pada lebih dulu dalam perjalanan penyakit arteritis Takayasu .
vaskulitis lebih dari 50% penderita tertolong. Perubahan granulomatosa dapat diamati pada tunika
Setelah pengenalan terapi imunusupresif dan kemo- media dengan sel -sel Langerhans dan nekrosis sentral
terapi sebagai lini kedua terapi vaskulitis, terutama siklo- serabut elastis. Gambaran panarteritiss dengan infiltasi
fosfamid. Obat ini berpotens i mencapai remisi penyakit, limfosit, sel plasma, histiosit dan sel giant dapat ditemukan,
menurunkan kebutuhan dosis tinggi kortikosteroid lebih selanjutnya terjadi fibrosis tunika media dan penebalan
cepat. Obat-obat lain yang digunakan adalah azathioprin, tunika intima. Aktivasi endotelium menyebabkan status
klorambusil, dan metotreksat. hiperkoagulobilitas yang merupakan predisposisi
Sampai tahun-tahun terakhir strategi pengobatan terhadap trombosis, selanjutnya diseksi pembuluh darah
terhadap vaskulitis masih terbatas, dan masih kurang atau aneurisma bisa terjadi pada area yang mengalami
penelitian dengan rancangan acak berganda kontrol keradangan.
palsebo dalam terapi vaskulitis ini. Pengobatan dengan
agen biologi masih dikembangkan saat ini. Beberapa Gejala Klinis
kasus dilaporkan berespons baik te r hadap agen Gejala umum vaskulitis (lihat tabel 6) dapat ditemukan
terebut pada arteritis Takayasu ini dan gejala -gejala khusus yang
telah disebutkan dalam kriteria klasifikasi di atas.
Gejala neurologis berupa serangan iskemik transien,
ARTERITIS TAKAYASU stroke hemoragik atau iskemik, kebutaan permanen atau
sementara, nyeri kepala, kejang dan Sindrom subclavian
Arteritis takayasu merupakan suatu inflamasi kronis, steal.
progresif dan menyebabkan oklusi pada aorta dan cabang - Kelainanjantung antara lain regurgitasi aorta, angina,
cabang nya . Autoimun mediasi sel mempunyai peran infark miokardium, kardiomiopati dan miokarditis, gagal
penting terhadap mekanisme kerusakan pada pembuluh jantung kongestif (penyebab utama kematian), aritmia dan
darah. kematian mendadak.
Pada saluran napas dapat terjadi hipertensi pulmonal
Epidemiologi (sering asimptomatik), hemoptisis, pleuritis, gangguan tes
Meskipun arteritis Takayasu memiliki distribusi di seluruh fungsi paru, gambaran abnormal pemeriksaan ventilasi/
dunia namun dalam observasi didapatkan lebih banyak di perfusi (seringkali salah didiagnosis sebagai penyakit
Asia dan India daripada di Eropah dan Amerika, dengan tromboemboli) .
insidens diperkirakan 2,6 kasus per1 juta penduduk per Gejala vaskular lain yang bisa ditemukan adalah:
. tahun. Penderita dari Jepang dilaporkan lebih banyak klaudikasio pada daerah rahang bawah .
mengalami vaskulitis pada arkus aorta, dan penderita Manifestasi yang dapat terjadi pada ginjal antara lain:
yang berasal dari India lebih sering mengalami arte ritis hipertensi renovaskular (paling sering), glomerulonefritis
pada arteri abdominalis dan torakalis, sementara di proliferatif mesangial dengan deposit imunoglobulin
Amerika Serikat lebih banyak dilaporkan keterlibatan M, G, A dan C3 pada mesangial , glomerulonefritis
arteri subklavia kiri, mesenterika superior dan aorta membranoproliferatif dan kresentik dan amioloidosis
abdominal is. ginjal (jarang).
Arteritis ini dilaporkan 80% terjadi pada wanita, Pada kulit bisa ditemukan lesi nodular subakut yang
berusia rata-rata 30 tahun . Kurang dari 15% kasus yang berulserasi, eritema nodosum, erupsi papulonekrosis, lesi
terjadi pada usia lebih dari 40 tahun . papular eritematosus pada tangan, gangrenosa pioderma
dan eritema multiform. Manifestasi pada gastrointestinal
Patogenesis berupa mual, muntah, diare dan nyeri abdomen dan
Penyebab arteri Takayasu ini belum diketahui hingga kadang terjadi perdarahan akibat iskemik pembuluh darah
saat ini . Faktor genetik mungkin berperan dalam pato - mesenterium.
3262 REUMATOLOGI

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium. Reaktan fase akut dan parameter klinis yang
umumnya dipakai untuk menilai penyakit keradangan akut
tidak seluruhnya merefleksikan inflamasi aktif pembuluh
darah pada penyakit arteritis Takayasu. Laju endap darah
(LED) umumnya meningkat pada sebagian besar kasus
namun tidak semua pasien dengan inflamasi aktif. Petanda
lain termasuk endotelin-1, faktor von Willebrand, antigen
faktor VIII dan trobomodulin yang dapat ditemukan namun
tidak adekuat untuk menilai aktifnya penyakit.

Radiologi. Meskipun pemeriksaan CT scan, atau MRI


menunjukkan pola khas stenosis atau aneurisma pada
arteri, angiografi tetap merupakan kriteria standard
untuk diagnosis dan evaluasi perjalanan penyakit. Namun
penelitian belakangan ini menyimpulkan bahwa modalitas
pemeriksaan noninvasif seperti MRI, USG dan positron

Gambar 3. Aortogram seorang penderita dengan aneurisma


aorta desending dan dilatasi arteri inominata (sumber :
medscape)

emission tomogragphy (PET) scan dapat digunakan untuk


mendiagnosis awal penyakit dibandingkan dengan
angiografi standart dan dapat digunakan untuk memantau
aktivitas penyakit.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah
magnetic resonance angiography (MRA) yang sama atau
bahkan lebih sensitif daripada angiografi untuk menilai
lesi dalam aorta dan cabang-cabang arteri brakhiensefalik
namun kurang sensitif dalam mendeteksi cabang-cabang
yang lebih kecil yang terlibat. CT helical scanning angio-
graphy juga telah terbukti lebih sensitif dan spesifik
sebagai alat diagnostik. Sementara USG doppler dapat
memberikan detail dinding pembuluh darah, lumen
dan aliran darah. Alat ini berguna untuk skrining dan
memantau arteritis terutama yang melibatkan arteri carotis
dan subklavia.

Diagnosis
Menegakkan diagnosis arteritis Takayasu adalah dengan
biopsi dan dapat dibantu dengan kriteria diagnostik (Ii hat
tabel 2,3,4).
Gambar 2.Penderita Arteritis Takayasu dengan penyempitan Biopsi terhadap pembuluh darah sedang dan besar
aorta desending proksimal dan arteri brakhiensefalik kanan
(sumber:medscape) dapat menegakkan diagnosis pada stad ium awal penyakit,
SINDROM VASKULITIS 3263

namun pada fase kronik, diagnosis dengan biopsi saja dan faktor gaya hidup harus diperhatikan
kurang adekuat. Pada stadium awal terjadi reaksi inflamasi untuk mengurangi komplikasi sekunder, yang
granulomatosa yang menyeluruh atau sebagian pada merupakan kasus utama kematian pada penyakit
pembuluh darah yang melibatkan makrofag, limfosit dan ini. Sebagai tambahan dosis kecil aspirin mungkin
sel giant multinuklear. lnflamasi awalnya terjadi pada vasa mempunyai efek terapi pada vaskulitis pembuluh
vasorum, di mana pembuluh darah arteri menjadi menebal darah besar.
tidak beraturan dan lumennya menjadi sempit. Arteritis
ini berkembang menjadi stadium sklerotik dengan fibrosis Terapi Bedah
pada tunika intima dan adventisia dan terjadi jaringan Lesi stenosis yang kritis harus diterapi dengan angioplasti
parut pada tunika media atau bedah vaskular pada saat remisi . lndikasi untuk
dilakukan terapi bedah atau angioplasti adalah sebagai
Penatalaksanaan berikut:
Terapi intervensi termasuk kortikosteroid dengan atau Stenosis renovaskular yang menyebabkan hipertensi
tanpa pemberian obat sitotoksik. Pemberian kortikosteroid Stenosis arteri koronaria yang menyebabkan iskemik
merupakan terapi utama pada arteritis Takayasu yang aktif, miokardium
namun beberapa penderita membutuhkan tambahan Klaudikasio intermiten yang dipicu oleh aktivitas
sitotoksik untuk mencapai remisi. sehari-hari.
Kortikosteroid dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari lskemia serebral dan/atau stenosis pada 3 atau lebih
per oral sekaligus atau dosis terbagi dan diturunkan pembuluh darah serebral
bertahap dalam beberapa minggu atau beberapa Regurgitasi aorta
bulan setelah gejala berkurang. Dosis rendah steroid Aneurisma arteri abdominalis atau torakalis dengan
jangka panjang mungkin diperlukan. Prevensi terhadap diameter lebih dari 5 cm
osteoporosis harus dipertimbangkan untuk penderita Koarktasio aorta yang berat
yang mendapat kortikosteroid jangka panjang. Prosedur bypass graft memiliki angka keberhasilan
Obat sitotoksik diberikan kepada penderita yang jangka panjang yang tinggi.
resisten terhadap kortikosteroid atau yang relaps .
Obat-obat ini biasanya dilanjutkan sampai satu tahun Prognosis
sesudah remisi dan diturunkan secara bertahap Arteritis Takayasu berhubungan dengan morbiditas yang
sampai akhirnya dihentikan. Dosis dan pemakaian tinggi dan dapat mengancam jiwa. Perjalanan penyakit
sebagai berikut: dapat berlangsung bertahun-tahun dengan variasi derajat
Azatioprin 1-2 mg/kg BB/hari per oral (PO) aktivitasnya.
Metotreksat 7,5-25 mg/minggu PO atau IM Sekitar 20% penderita mengalami monofasik dan
Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari PO (diberikan sembuh sendiri. Sementara yang lain menjadi progresif
kepada penderita dengan kasus yang berat atau atau relaps dan membutuhkan terapi imunosupresif.
resisten) Angka harapan hidup 15 tahun dilaporkan mencapai
Siklosporin A, juga digunakan untuk penderita 90-95%
yang resisten terhadap steroid dengan dosis awal
5 mg/kgBB/hari dan kemudian 2-3mg/kgBB/hari
untuk pemeliharaan ARTERITIS TEMPORAL
Mikofenolat mofetil (MMF) 2 g/hari PO telah
digunakan bagi penderita arteritis Takayasu Definisi
yang resisten terhadap steroid dan obat-obat Arteritis temporal dikenal juga dengan nama Giant cell
imunosupresan yang lain. arteritis (GCA) , merupakan suatu panarteritis yang terjadi
Anti tumor necrosis factor (TNF) dilaporkan dalam terutama pada orang berusia lebih tua dan lebih sering
beberapa seri- kasus arteritis Takayasu efektif mengenai cabang-cabang ekstrakranial arteri karotid .
pada penderita yang aktif dan relaps meskipun Komplikasi yang paling menakutkan adalah kebutaan
telah diterapi dengan steroid dan beberapa obat yang sebetulnya dapat dicegah dengan deteksi dini dan
imunosupresan. Penelitian randomisasi terkontrol terapi kortikosteroid .
dengan populasi yang lebih besar terhadap
penderita arteritis Takayasu menggunakan anti Epidemiologi
TNF ini masih diperlukan. Hampir semua kasus terjadi pada usia di atas 50 tahun
Penatalaksanaan ketat terhadap risiko tradisional (rata-rata 72 tahun). lnsiden GCA sangatlah bervariasi
kardiovaskular seperti dislipid;mia, hipertensi pada populasi yang berbeda, tertinggi didapatkan di
3264 REUMATOLOGI

Skandinavia dan terendah dilaporkan di Jepang dan India


utara. lnsiden meningkat dengan bertambahnya usia dari
1,54 kasus per 100.000 orang pada dekade enam menjadi
20, 7 kasus per 100.000 orang pad a dekade delapan.
Kejadian GCA pada wanita didapatkan dua kali lebih sering
daripada pria.

Patogenesis
Etiologi GCA masih belum diketahui hingga saat ini. Faktor
genetik diperkirakan memegang peran pada arteritis
temporalis, dengan adanya laporan kejadian GCA dalam
keluarga, dan penelitian dewasa ini mendapatkan adanya
hubungan GCA dengan gen human leukocyte antigen
(HLA) DR4 varian *0401 dan *0404.
Patogenesis GCA ini diawali oleh sel T pada tunika
intima sebagai respon terhadap antigen yang tidak di-
ketahui, kemudian merangsang sel T dan makrofag yang
lain untuk menginfiltrasi seluruh lapisan arteri yang terlibat Gambar 4. Arteri temporalis yang melebar pada seorang
dan sitokin yang menyebabkan kerusakan lokal pembuluh penderita arteritis temporalis (Gambar dikutip dari Hochberg
darah dan jug a berefek sistemik. Ekspresi sitokin inflamasi et al (eds) - www. rheumtext.com)
yang berbeda dapat menjelaskan manifestasi klinis yang
ada pada GCA. Sebagai contoh penderita dengan kadar
interleukin 6 (IL-6) yang tinggi umumnya lebih banyak
mengalami demam dan sangat kurang mengalami
kebutaan.

Gejala Klinis
Awitan gejala GCA umumnya perlahan-lahan dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sepertiga
Arteri oksipita
kasus dapat terjadi secara mendadak. Manifestasi paling
sering adalah gejala konstitusional, sakit kepala, gangguan
penglihatan, klaudikasio rahang bawah dan polimialgia Arteri karotis-~----. ·

reumatika (PMR). Hampir semua penderita mengalam i Arteri lingualis


satu atau lebih gejala konstitusional seperti demam, lelah,
penurunan berat badan, dan malaise. Berdasarkan telaah
Gambar 5. Arteri karotid dan cabang -cabangnya
terhadap 2475 penderita yang dilaporkan menderita GCA
didapatkan 76% dengan keluhan sakit kepala. Sakit kepala
ini dideskripsikan sebagai nyeri tumpul yang sedang dan Hilangnya penglihatan yang berlangsung lebih dari satu
paling sering dirasakan di daerah temporal. Kharakteristik hari biasanya tidak akan pulih kembal i. Hal ini sering
paling konsisten adalah penderita mengungkapkan rasa menunjukkan adanya neuropati optik iskemia anterior
nyeri kepala yang baru atau tidak lazim. Pada penderita yang disebabkan oleh oklusi arteri siliari posterior, cabang
yang tidak diobati nyeri mungkin akan menghilang dalam arteri oftalmikus, yang memperdarahi nervus optikus.
beberapa minggu walaupun aktivitas penyak it masih Arteri oftalmikus adalah cabang dari arteri karotid interna.
terus berlangsung. Nyeri kepala GCA ini umumnya tidak Kebutaan pada GCA karena oklusi arteri retina lebihjarang
berhubungan dengan pemeriksaan fisik yang ditemukan. terjadi . Hilangnya penglihatan pada GCA ini umumnya
Arteri temporal yang abnormal, seperti pembesaran, berat, lebih dari 80% penderita bahkan tidak dapat melihat
bengkak, nyeri tekan atau hilangnya pulsasi , hanya gerakan tangan .
didapatkan pada seperdua dari semua penderita (lihat Kurang lebih 30-50% penderita GCA mengalam i
gambar 4). Beberapa penderita merasakan nyeri tekan polimialgia reumatika (PMR). PMR didefenisikan sebagai
pada kulit kepala saat menyisir rambut. nyeri dan kaku pada area leher, bahu dan panggul ,
Gejala hilangnya penglihatan dan diplopia sering biasanya lebih parah dirasakan pada pagi hari. Kriteria
terjadi pada GCA, bisa unilateral atau bilateral, sementara diagnostik untuk PMR terdiri atas: (1) usia > 50 tahun, (2)
atau seterusnya, dan sebagian atau seluruh penglihatan. nyeri dan kaku .berlangsung sekurang-kurangnya satu
SINDROM VASKULITIS 3265

bulan, melibatkan sekurang-kurangnya 2 dari 3 area dilaporkan membaik penglihatannya dengan terapi ini.
yang disebutkan di atas, (3) kaku pagi hari berlangsung Prednisone (dosis 40-60 mg/hari) harus diberikan
sekurang-kurangnya 1 jam, (4) LED > 40 mm/jam, (5) kepada penderita yang secara klinis diduga kuat menderita
Penyakit lain diekslusi kecuali GCA, dan (6) berespon GCA. Kemudian penderita segera dirujuk untuk biopsi arteri
cepat terhadap pemberian prednison (.5.20mg/hari). temporalis. Respons GCA maupun PMR terhadap steroid
Penderita umumnya melaporkan kesulitan turun dari umumnya sangat dramatis dan menunjukkan perbaikan
ranjang, bangkit dari toilet, atau sulit untuk sikat gigi. Pada yang bermakna dalam 2 hari. Dosis inisial prednisone
pemeriksaan fisik umunya tidak didapatkan kelainan yang biasanya diberikan selama 2-4 minggu, kemudian dapat
bermakna selain turunnya ruang lingkup gerak sendi baik diturunkan bertahap setiap minggu atau tiap 2 minggu,
secara aktif maupun pasif. sebanyak maksimum 10% dos is total perhari . Dos is
Gejala lain yang tidak khas dapat ditemukan pada yang terlalu cepat diturunkan atau dihentikan akan
GCA antara lain gejala pada traktus respiratori (batuk menyebabkan gejala relaps atau rekuren.
kering, nyeri tenggorokan dan nyeri pada lidah), gejala Penilaian gejala klinis, pemeriksaan LED dan CRP
neurologi (mononeuritis multipleks, stroke, TIA, demensia, secara regular sangat membantu dalam memantau
halusinasi), gejala keterlibatan arteri besar (klaudikasio penyakit penderita. Terapi untuk satu sampai dua tahun
ekstremitas, tekanan darah yang tidak sama antara kedua umumnya dibutuhkan, dan beberapa penderita bahkan
lengan, aneurisma aorta torakalis), lesi menyerupai tumor membutuhkan prednisone untuk waktu yang lebih lama.
(terutama pada payudara dan ovarium) dan syndrome of Metotreksat (10-15 mg/minggu) dapat digunakan
inoppropiate antidiuretic hormone (SIADH). sebagai obat sparing untuk kortikosteroid pada GCA,
namun pada penelitian masih didapatkan kontroversi.
Pemeriksaan Penunjang Pemberian kalsium dan vitamin D maupun bifosfonat
harus disertakan bagi mereka dengan yang mendapat
Laboratorium. Peningkatan LED > 50% ditemukan pada
steroid jangka panjang.
kurang lebih 90% penderita GCA, juga peningkatan CRP.
Dos is kecil aspirin (80-100 mg/hari) dilaporkan dapat
Anemia normokrom normositer biasanya ringan, dan
mengurangi risiko terjadinya kebutaan atau stroke pada
trombositosis.
GCA.
Radiologi. Ultrasonografi dengan color duplex pada arteri
temporal yang terlibat dapat menunjukkan gambaran Prognosis
"halo" akibat adanya edema atau stenosis, namun teknik Sekitar 30-50% penderita akan mengalami eksaserbasi
ini tidak lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan akut dalam dua tahun pertama. Pada penderita tersebut
fisik yang teliti terhadap arteri temporalis. MRI dan CT umumnya berespon dengan peningkatan pednison 5-10
scan dapat memberikan penilaian non invasif terhadap mg dari dosis sebelumnya.
penyakit GCA ini.

Diagnosis POLIARTERITIS NODOSA


Klasifikasi kriteria dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Adanya
abnormal arteri temporalis merupakan nilai prediktif Defenisi
positif yang tinggi untuk diagnosis GCA. Meskipun Poliarteritis nodosa (PAN) yang klasik didefenisikan
peningkatan LED yang sangat tinggi (LED> 100 mm/jam) sebagai inflamasi nekrosis pada arteri kecil atau sedang
sangat ·mendukung diagnosis, peningkatan LED yang yang tidak melibatkan arterial atau kapiler dan tidak
sedang tidaklah spesifik dan LED yang normal tidaklah berhubungan dengan glomerulonefritis. Dua hal yang
menyingkirkan diagnosis. Pada prinsipnya diagnosis membedakan PAN dari vaskulitis yang lain adalah lebih
GCA diduga berdasarkan gambaran klinis didukung oleh melibatkan arteri dari vena dan tidak terdapat keradangan
peningkatan LED dan dibuktikan dengan biopsi yang granulomatosa.
positif pada arteri temporalis, yang merupakan standart
emas untuk diagnosis GCA. Gambaran biopsi menunjukkan Epidemiologi
adanya sel giant yang multinuklear. lnsidens tahunan PAN dilaporkan berkisar antara 2-9 kasus
per 1 juta penduduk per tahun. Kejadian tertinggi (77
Penatalaksanaan kasus per 1 juta penduduk) dilaporkan di daerah Alaska
Penderita dengan kecurigaan GCA yang mengalami hilang pada saat terjadi endemik hepatitis virus B. PAN dapat
penglihatan sementara dalam beberapajam harus segera terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak, namun
dirawat dan diberikan methylprednisolone intravena dosis awitan tertinggi pada dekade kelima dan keenam, dengan
tinggi (1000 mg/hari) selama 3-5 hari. Beberapa penderita perbandingan sekitar 2:1 antara pria dan wanita. Meskipun
3266 REUMATOLOGI

PAN dilaporkan timbul setelah infeksi, vaksinasi, atau terdapat infiltrasi selular pleomorfik (sel polimorfonuklear
penggunaan obat (terutama amfetamin), namun tidak dan limfosit). Degranulasi netrofil di dalam dan sekitar
ditemukan etiologi yang pasti. dinding arteri membentuk lekositoklastik.

Patologi Penatalaksanaan
Distribusi PAN bersifat patchy, dimana terdapat area pada Sekitar separuh penderita PAN mencapai remisi cukup
pembuluh darah yang nekrosis dan inflamasi diselingi oleh dengan pemberian kortikosteroid saja. Dosis inisial
area yang sama sekali tidak terlibat sehingga cenderung · kortikosteroid adalah 1 mg/kg BB/hari , selama 4-8
terjadi aneurisma terutama pada sirkulasi mesenterika. minggu kemudian diturunkan secara bertahap pada
Organ target yang lain adalah ginjal, saraf dan jantung. saat penyakit sudah stabil tanpa ada tanda-tanda aktif.
Pemberian siklofosfamid (dosis 2 mg/kgBB/hari PO atau
Gejala Klinis 0.6 mg/m 2/bulan IV) diindikasikan untuk penderita yang
Manifestasi klinis PAN biasanya didahului oleh gejala- refrakter terhadap terapi kortikosteroid atau penderita
gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, penurunan dengan keterlibatan organ vital. Alternatif pengganti
berat badan, mialgia dan atralgia dalam beberapa minggu untuk siklofosfamid antara lain klorambusil, azatioprin,
atau beberapa bu Ian. Dalam masa ini dapat terjadi kejadian metotreksast, dapson, siklosporin, dan plasmafaresis. Pada
akut pada berbagai organ (kecuali paru-paru), akibat penderita PAN yang berhubungan dengan hepatitis virus
iskemik atau infark pada jaringan yang terlibat. B, pemberian terapi anti virus sangat membantu.
Gejala kulit yang ada berupa livedo retikularis, nodul,
papular, ulserasi dan iskemik jari sampai ganggren. Pada Prognosis
sendi dapat terjadi atralgia terutama sendi-sendi besar, Tanpa pengobatan PAN akan menjadi fatal umumnya
dan pada otot ditemukan mialgia. Manifestasi pada saraf penderita akan meninggal dalam 1-2 tahun. Na mun jika
perifer adalah mononeuritis multipleks, terjadi pada diobati 80% penderita dapat selamat, dengan sebagaian
kurang lebih 60% penderita dengan PAN . Saraf yang besar mencapai remisi jangka panjang . Beberapa
paling sering terlibat adalah suralis, peronealis, radialis dan prognostikfaktor yang memprediksi tingginya probabilitas
ulnaris, dengan gejala foot drop atau wrist drop. Manifestasi mortaliti adalah proteinuria > 1 gr/hari, azotemia,
saluran cerna meliputi angina intestinal is dengan keluhan kardiomiopati, keterlibatan saluran cerna dan penyakit
nyeri perut, sementara pada ginjal berupa inflamasi susunan saraf pusat.
intraparenkim ginjal dengan hipertensi mediasi oleh renin Gejala mononeuritis multipleks yang lanjut umumnya
akibat adanya keterlibatan arteriol intra renal. Padajantung dapat menimbulkan kecacatan pada penderita. Gejala
terjadi infark miokard dan gaga I jantung kongestif. Pada residu disfungsi saraf seperti kelemahan otot atau nyeri
sistim saraf pusat dapat terjadi ensefalopati atau stroke. neuropati umum ditemukan pada PAN
Manifestasi lain PAN adalah keterlibatan mata (skleritis),
pankreas, testis, payudara, ovarium dan ureter.
POLIANGllTIS MIKROSKOPI
Pemeriksaan Penunjang
Definisi
Laboratorium. Anemia, lekositosis ringan, trombositosis
Poliangiitis mikroskopi (MPA) merupakan suatu vaskulitis
dan peningkatan CPR atau LED sering ditemukan .
Peningkatan kreatinin dan kadang-kadang sampai gagal sistemik yang mengenai banyak organ vital dan umumnya
fatal. Vaskulitis nekrosis dengan sedikit atau tanpa deposit
ginjal terminal dapat dijumpai pada PAN yang melibatkan
imun kompleks ini melibatkan pembuluh darah kecil
ginjal, demikian pula peningkatan serum transaminasi
(kapiler, arteriol dan venul) dan kemungkinan pembuluh
pada keterlibatan arteri hepatik.
darah sedang; dan seringkali berhubungan dengan
Radiologi. Arteriografi mesenterika dapat menunjukkan glomerulonefritis nekrosis dan kapilaritis pulmonal. Tujuh
aneurisma pada penderita dengan nyeri abdomen pada puluh persen penderita MPA ini memiliki positif ANCA.
PAN. Penya kit ini dikenal juga dengan poliarteritis mikroskopi,
namun istilah poliangiitis mikroskopi lebih disukai karena
Diagnosis kecenderungan penyakit ini melibatkan baik pembuluh
Karena distribusi yang iregular menyebabkan biopsi darah arteri maupun vena.
kadang-kadang sulit. Jika terdapat lesi purpura pada
kulit dapat dilakukan biopsi kulit. Biopsi pada saraf yang Epidemiologi
paling sering dilakukan adalah saraf suralis. Gambaran Perkiraan insidens MPA berkisar antara 4 kasus per 1
histopatologi berupa nekrosis transmural dan fibrinoid juta penduduk per tahun, menjadikan MPA lebih banyak
SINDROM VASKULITIS
3267

daripada PAN klasik namun lebih sedikit dari Wegener. sering melibatkan ekstremitas bawah. Artritis dan atralgia
MPA, mengenai semua etnik dengan predileksi pada orang juga sering dijumpai dan bersifat migratori, dapat pauei
kulit putih, dan perbandinganjenis kelamin seimbang 1:1 maupun poliartritis.
antara pria dan wanita. Penyakit ini mengenai semua usia
dengan awitan puneak pada usia 65- 75 tahun Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium. Anemia, lekositosis ringan dan trombositosis
Patogenesis
umum dijumpai. Pada MPA terjadi peningkatan reaktan fase
Berbeda dengan purpura Henoeh Sehonlein dan vaskulitis
akut dan 60-85% penderita didapatkan ANCA positif.
krioglobulinemia, MPA umumnya tidak terdapat deposit
imun kompleks. MPA, granulomatosa Wegener dan
Diagnosis
Sindrom Churg Strauss dicirikan dengan keberadaan
Meskipun diagnosis MPA dapat didasari oleh tampilan
autoantibodi terhadap sitoplasma yang berisi netrofil
klinis dan laboratorium, biopsi tetap lebih pasti dalam
dan monosit, yang dikenal sebagai anti-neutrophil
menegakkan diagnosis MPA. Gambaran histologi
cytoplasmic antibodies (ANCA). ANCA pada vaskulitis
yang dapat dijumpai .a dalah kapilaritis pulmonal,
merupakan antibodi terhadap proteinase 3 (PR3) atau
glomerulonefritis pauei-imun nekrosis dan vaskulitis
myeloperoxidase (MPO). Peran ANCA dalam patogenesis
leukositoklastik.
MPA adalah melepaskan enzim litik, menginduksi aderens
netrofil ke sel endotelium dan merangsang netrofil untuk
Penatalaksanaan
menglisis sel endotelium . lnteraksi antara ANCA dan
Karena MPA umumnya melibatkan organ utama (paru,
netrofil ini terjadi lewat ikatan fragment F(ab) 2 terhadap
ginjal dan saraf) maka terapi kombinasi glukokortikoid dan
MPO atau PR3 yang terekspresi pada permukaan netrofil
siklofosfamid merupakan pilihan utama. Pemberian dosis
dan juga oleh ikatan fragmen Fe nya kepada reseptor Fey
tinggi steroid (methylprednisolone 1000 mg/hari) untuk 3
pada netrofil.
hari ditambah dengan siklofosfamid baik oral/hari maupun
IV/bulan. Setiap penderita yang mendapat terapi untuk
Gejala Klinis
MPA harus diberikan trimetoprim sulfamethoxazole (TMP)
MPA dikenal dengan penyakit Sindrom pulmonari-renal,
atau dapsone untuk profilaksis terhadap pneumonia oleh
namun pada kenyataanya kelainan yang melibatkan paru
pneumocystis jiroveci (dulu dikenal sebagai p.carinil).
dan sekaligus renal jarang terjadi . Manifestasi klinis yang
Setelah terapi induksi penderita menjadi remisi maka
paling sering pada MPA antara lain glomerulonefritis,
terapi kortikosteroid boleh diturunkan bertahap dan
penurunan berat badan, mononeuritis multipleks, demam
siklofosfamid boleh diganti dengan azatioprine (dosis
dan berbagai manifestasi kulit.
2 mg/kg/hari) atau metotreksat (dosis sampai 25mg/
Pada daerah kepala dan tenggorokan, kelainan yang
minggu). Optimal durasi dari terapi pemeliharaan ini tidak
ditimbulkan adalah rinitis, sinusitis, dan otitis media tanpa
diketahui untuk jangka berapa lama, namun disarankan
keradangan granulomatosa. Lesi pada mata {episkleritis,
dipertahankan sampai minimal 1 tahun setelah remisi.
konjungtivitis dan keratitis) pernah dilaporkan.
Bila terjadi kelainan pada ginjal maka terapi peneegahan
Kelainan pada paru meliputi kapilaritis dengan
perburukan fungsi ginjal juga harus segera diberikan
manifestasi alveolar hemoragik dan sering hemoptisis. Di
(kontrol tekanan darah, ACE inhibitor, dan restriksi
samping itu dapat terjadi fibrosis interstisial dan pleuritis.
garam).
Kelainan ginjal paling sering dijumpai meneapai 80%
penderita MPA. Manifestasi klasik adalah glomerulonefritis
progresif eepat (RPGN). Beberapa penderita mengalami Prognosis
penurunan fungsi ginjal lebih lambat dalam beberapa Jika diagnosis MPA dini dan terapi eepat maka likelihood
bulan. Manifestasi ginjal juga dapat berupa proteinuria, tinggi (>90%) untuk meneapai remisi penyakit. Sayangnya
hematuria mikroskopi dan sedimen eritrosit. penyakit ini jarang eepat dikenali sebelum terjadi kerusakan
Pada sistim saraf terjadi mononeuritis multipleks organ. Diperkirakan kurang lebih sepertiga penderita akan
dengan pola polineuropati aksonal, distal dan asimetrik. mengalami eksaserbasi setelah meneapai remisi. Prognosis
Gejala awal neuropati vaskulitis biasanya meliputi saraf lebih buruk bila terjadi alveolar hemoragik.
sensorik, berupa rasa kesemutan dan distesia, sementara
infark pada saraf motorik menyebabkan kelemahan
otot. GRANULOMATOSA WEGENER
Manifestasi kulit meliputi purpura yang dapat diraba,
lesi papul atau vesikobulosa dan hemoragik splinter. Definisi
Ulkus, nodul dan livedo retikularis juga dapat terjadi dan Granulomatosa Wegener (WG) merupakan vaskulitis
3268 REUMATOLOGI

dengan keradangan granulomatosa dan nekrosis yang


melibatkan pembuluh darah kecil sampai sedang, baik
arteri maupun vena . Penyakit ini juga berhubungan
dengan ANCA

Epidemiologi
Penya kit ini dilaporkan 10 kasus per satu juta penduduk
per tahun . Tim bu I pada semua etnik dengan predominan
orang kulit putih . Rasio pria dan wanita kurang lebih
sebanding 1:1. Meskipun usia rata-rata penderita WG
adalah 50 tahun, penyakit ini dapat mengenai orang
dengan usia lebih tua maupun anak-anak.

Patogenesis
Penyebab WG belum diketahui hingga saat ini, tetapi
keterlibatan saluran pernapasan atas dan bawah yang
sangat sering menyebabkan dugaan adanya reaksi
Gambar 6. Saddle nose pada granuloma Wegener
terhadap antigen yang terinhalasi . Beberapa penelitian
memperkirakan inflamasi saluran pernapasan atas oleh
Staphylococcus aureus mungkin berperan dalam terjdainya
Pemeriksaan Penunjang
WG. WG berhubungan erat dengan PR3 ANCA. meskipun
ada juga dengan MPO-ANCA. Laboratorium. Gambaran laboratorium menyerupai yang
Peran patogenik antibodi ini masih belum jelas pada ditemukan pada MPA. LED dan CRP dapat digunakan
WG . Lesi keradangan granulomatosa pada WG menunjuk- untuk memantau aktivitas penyakit. Positif ANCA dapat
kan keterlibatan respons imun, meskipun target dari membantu dalam menegakkan diagnosis WG. Sesitivitas
respon imun ini belum jelas diketahui, studi in vivo dan PR3-ANCA sekitar 90% pada keadaan aktif dan 40% pada
in vitro menunjukan aktivasi sel polimorfonuklear (PMN) saat penyakit remisi, spesifitasnya 95%.
dan monosit menyebabkan translokasi PR3 dari kompartmen
intrasel ke permukaan sel, yang memungkinkan untuk Diagnosis
membentuk antibodi. ANCA merangsang aktivasi netrofil, Biopsi pada lesi inflamasi WG khas terdapat nekrosis,
degranulasi dan juga menyebabkan kerusakan sel endotelium. perubahan granulomatosa dan vaskulitis. Jaringan yang
diambil dapat berasal dari hidung atau sinus paranasal.
Gejala Klinis Biopsi transbronkial jarang dapat memberikan hasil
Sembilan puluh persen penderita WG mengalami kelainan yang baik. Adanya kapilaritis pada jaringan paru dapat
pada hidung, ser_ingkali ini merupakan gejala awal. Gejala menunjang diagnosis namun tidak spesifik. Padajaringan
yang khas meliputi rinorea, hidung tersumbat, epikstasis. ginjal dapat ditemukan glomerulonefritis fokal atau difus
Keradangan kartilaginus dapat menyebabkan perforasi dengan lesi kresen dan sklerosis.
septum nasal dan kolaps tulang hidung (deformitas
saddle nose) (Gambar 6) . Erosi tulang kavum sinus Penatalaksanaan
adalah khas pada WG namun biasanya terjadi setelah Diagnosis dini sangat penting dan pengobatan yang tepat
penyakit ini berlangsung lama. Pada telinga dapat terjadi merupakan kunci keberhasilan terapi WG . Kombinasi
kehilangan pendengaran baik konduksi karena keradangan kortikosteroid dan agen sitotoksik biasanya digunakan
granulomatosa pada telinga tengah maupun gangguan pada WG. lnisial terapi menggunakan dosis tinggi steroid
sensorineural. Gusi merah stoberi, ulkus pada mulut, (prednison 1 mg/kg/hari atau lebih) dan dipertahankan
lidah dan palatum, stenosis subglotis dan gangguan sampai keadaan stabil (fungsi ginjal stabil atau infiltrat
mata (pseudotumor orbita, skleritis, konjungtivitis dan paru resolusi) lalu diturunkan bertahap, biasanya 1 bulan
skleritis) juga dapat dijumpai . Pada paru-paru dapat sejak terapi inisiasi. Pendekatan lain adalah dengan pulse
ditemukan lesi kavitas, noduler atau infiltrat non spesifik methylprednisolone (1 g/hari) untuk 3 hari pada mereka
sampai hemo -ragik alveolar. Gangguan katup jantung yang mengalami keadaan gawat yang mengancam jiwa
dan perikarditis terjadi pada jantung. Glomerulonefritis, (hemoragik pulmonal yang difus atau RPGN).
vaskulitis mesenterika, manifestasi kulit vaskulitis, artritis, Penggunaan siklofosfamid oral (2mg/kg/hari)
mono-neuritis multipleks dan gangguan susunan saraf dikombinasikan dengan kortikosteroid merupakan terapi
pusatjuga dapat ditemukan pada WG. standart bagi WG . Siklofosfamid dipertahankan sampai
SINDROM VASKULITIS 3269

sekurang-kurangnya satu tahun penderita mencapai remisi Patogenesis


sempurna dan kemudian diturunkan 25 mg setiap 2 sampai Penyebab CSS belum diketahui, namun asosiasi terhadap
3 bulan sampai berhenti atau sampai terjadi rekuren dan alergi dan kelainan atopik merupakan faktoryang dominan.
dosis perlu ditingkatkan kembali . Beberapa penelitian Beberapa kasus dewasa ini dilaporkan berhubungan
randomisasi menguji pemberian siklofosfamid secara dengan penggunaan obat antagonis leukotrien, namun
pulse IV (0.7 g/m2 tiap 3 minggu) memiliki efektivitas yang hubungan yang pasti antara obat ini dengan vaskulitis
sama dengan dosis harian per oral. Namun pemberian belum diketahui. Positif ANCA yang dijumpai pada 40-50%
pulse ini belum direkomendasikan sebagai standart terapi penderita CSS, terutama MPO-ANCA, memperkuat dugaan
untuk WG. adanya peranan ANCA dalam patogenesis CSS
Penggunaan metrotreksat masih belum memuaskan,
sementara imunoglobulin intravena dapat menjadi terapi Gejala Klinis
alternatif pada penderita dengan aktivitas penyakit yang Tiga fase penyakit yang sering dijumpai pada CSS
masih persisten setelah pemberian terapi standar. adalah:
Terapi Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor seperti Fase prodromal: ditandai oleh adanya penyakit alergi
infliximab dan etanercept telah diberikan dalam beberapa (biasanya asma atau rinitis alergika). Fase ini sering
studi dan memberikan hasil remisi sebagian atau berlangsung selama beberapa tahun.
sempurna pada beberapa penderita yang resisten ter- Fase eosinofilia/infiltrasi jaringan: eosinofilia perifer
hadap siklofosfamid. Agen ini cukup baik ditoleransi dan dapat terjadi, dan infiltrasi jaringan oleh eosinofil
minimal toksisitasnya. Pada saat ini masih sedikit data yang ditemukan pada paru-paru, saluran pencernaan dan
mendukun inisiasi terapi anti TNF untuk penderita WG jaringan lain
yang belum pernah diterapi, namun obat ini memegang Vaskulitis: vaskulitis nekrosis mengenai organ-organ
peran penting pada keadaan resisten . tubuh dari jantung dan paru sampai pembuluh saraf
Terapi operasi mungkin diperlukan bagi mereka dan kulit.
dengan otitis media kronis, sinusitis kronis, obstruksi
Lebih dari 90% penderita CSS mempunyai riwayat
duktus lakrimasi atau pseudotumor orbita. Bagi mereka
asma. Kelainan pada organ tubuh antara lain: hidung
dengan gagal ginjal terminal dapat dilakukan trans-
(polip nasal dan rinitis alergika), sinus (pansinusitis),
plantasi ginjal. telinga (jaringan granulasi pada telinga tengah dengan
infiltrasi eosinofil yang menyebabkan tuli konduktif) . Pada
Prognosis paru bisa ditemukan infiltrasi ekstensif eosinofil dalam
Sebelum era penggunaan steroid, rata-rata survival alveolus dan interstitium selanjutnya vaskulitis nekrosis
penderita WG adalah 5 bulan , dengan penggunaan dan granuloma.
glukokortikoid meningkat menjadi 12 bulan. Namun Kelainan pada saraf berupa mononeuritis multipleks.
sejak terapi kombinasi agresif dengan menggunakan Keterlibatanjantung ditandai oleh arteritis koroner, kelainan
glukokortikoid dan siklofosfamid angka survival 5 tahun katup dan gagal jantung kongestif. Glomerulonefritis
mencapai 80% jarang dijumpai. Kelainan muskulos-keletal berupa atralgia
dan artritis, bervariasi mulai dari pauci artritis pada sendi
besar ektremitas bawah sampai poliartritis sendi-sendi
SINDROM CHURG STRAUSS tangan. Manifestasi kulit tidak ada yang spesifik dan
menyerupai gambaran vaskulitis yang lain.
Definisi
Sindrom Churg Strauss (CSS) atau angiitis alergika atau Pemeriksaan Penunjang
granulomatosa alergika merupakan suatu kelalinan yang
ditandai oleh eosinofilia, keradangan granulomatosa Laboratorium. Eosinofilia denganjumlah eosinofil dapat
pada saluran pernapasan dan vaskulitis nekrosis pem- mencapai 60% dari total lekosit, atau melebihi 1500 sel/
buluh darah sedang dan kecil yang berhubungan dengan mm3. Jumlah eosinofil merupakan marker yang sensitif
untuk menandai aktifnya penyakit, dan biasanya sangat
asma.
berespon dengan pemberian kortikosteroid . Peningkatan
lgE juga sering dijumpai. Serum komplemen biasanya
Epidemiologi
normal, namun reaktan fase akut meningkat. ANCA yang
Sindrom ini merupakan penyakityangjarang dibandingkan
positif membantu menegakkan diagnosis.
dengan bentuk vaskulitis yang lain. lnsiden tahunan sekitar
2.4 kasus per 1 juta penduduk, dengan perbandingan Radiologi . lnfiltrat pulmonal terdapat pada sepertiga
seimbang antara pria dan wanita. penderita CSS, biasanya migratori dan timbul bilateral.
3270 REUMATOLOGI

Diagnosis saluran pernapasan atas, dengan awitan rata-rata 10 hari


Diagnosis CSS harus berdasarkan adanya bukti vaskulitis setelah infeksi saluran pernapasan. Meskipun demikian
nekrosis dengan infiltrasi eosinofilia pada jaringan tidak ditemukan satu mikroorganisme atau papa ran dari
yang terjadi pada penderita asma atau rinitis alergika. lingkungan yang terbukti menjadi penyebab penyakit
Dokumentasi adanya granuloma ekstravaskular lebih ini. Asal lgA 1 yang terdapat dalam dinding pembuluh
menguatkan diagnosis . Pembuluh saraf dan otot darah pada HSP belum jelas diketahu i. Total serum lgA
merupakan tempat terbaik untuk dilakukan biopsi. juga didapatkan men ingkat pada kurang lebih 50%
penderita HSP, peningkatan ini dihubungkan dengan
Penatalaksanaan peningkatan produksinya akibat stimulasi pada sistem
Berbeda dengan vaskulitis asosiasi ANCA lainnya , imun mukosa.
CSS umumnya berespon baik dengan pemberian
glukokortikoid saja. Namun siklofosfamid (2 mg/kgBB/
hari) kadang diperlukan terutama bagi mereka yang
mengalami neuropati vaskulitis atau glomerulonefritis.
Pada keadaan yang lebih ringan dapat diterapi dengan
azatioprin (2mg/kgBB/hari), metrotreksat (15-25mg/
minggu) atau mikofenolat mofetil (2-3 g/hari) . Pada
penderita dengan penyakit yang tetap aktif meskipun
sudah diterapi dengan kombinasi gluko-kortikoid dan
obat sitotoksik, dapat diberikan interferon alfa, telah Gambar 7. Purpura yang dapat diraba pada lengan kiri seorang
dilaporkan keberhasilannya pada beberapa kasus namun penderita HSP
masih sangat terbatas.

Prognosis Gejala Klinis


Meskipun remisi klinis dapat dicapai oleh lebih dari 90% Presentasi klasik penyakit ini adalah awitan demam yang
penderita, namun rekuren masih tinggi terutama setelah akut, purpura yang dapat diraba pada ektremitas bawah
terapi dihentikan. dan bokong, nyeri perut, artritis dan hematuria.
Manifestasi kul it pada HSP, selain purpura, dapat
pula ditemukan papula dan plak urtikaria, lesi bulosa dan
PURPURA HENOCH-SCHONLEIN nekrosis (lebih sering pada orang dewasa), dan edema lokal
pada ekstemitas bawah yang tidak berhubungan dengan
Definisi proteinuria. Keterlibatan muskuloskeletal mencapai lebih
Purpura Henoch Shonlein (HSP) adalah suatu vaskulitis dari 80% penderita HSP, umumnya artralgia atau artritis
pembuluh darah kecil dengan deposit imun yang dominan sendi besar terutama lutut, pergelangan kaki, siku dan
lgA dan seringkali melibatkan kulit, saluran cerna dan pergelangan tangan.
glomerulus, dan berhubungan dengan atralgia dan Sekitar 60% penderita HSP mengalami nyeri perut, 33%
artritis. bahkan mengalami perdarahan saluran cerna . Nyeri perut
terjadi akibat edema dinding usus dan juga perdarahan
Epidemiologi akibat vaskulitis mesenterika, umumnya bers ifat kolik dan
Penyakit ini merupakan bentuk vaskulitis sistemik yang semakin nyeri setelah makan . lskemik mesenterika ini
paling sering pada anak-anak, dengan insidens tahunan dapat menyebabkan perforasi usus. Pada anak-anak dapat
mencapai 140 kasus per satu juta penduduk. Puncak timbul intususepsi di ileosaekal. Manifestasi pada ginjal
tertinggi penderita adalah pada dekade pertama dan paling sering berupa glomerulonefritis dengan hematuria
kedua dalam hidup (90% penderita berusia kurang dari dan proteinuria.
10 tahun), dengan rasio pria:wanita sebesar 2:1 . lnsidens
pada orang dewasa sangatjarang, namun biasanya lebih Pemeriksaan Penunjang
berat. Meskipun HSP dilaporkan seimbang pada semua Laboratorium. Enam puluh persen penderita mengalami
kelompok etnik, namun ada kecenderungan lebih banyak peningkatan serum lgA. Peningkatan reaktan fase akut
pada orang Amerika keturunan Afrika. dan LED serta lekositosis ringan sampai sedang dapat
ditemukan pada pemeriksaan darah, sementara pada
Patogenesis pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan hematuria dan
Hampir dua per tiga kasus HSP terjadi setelah infeksi proteinuria.
SINDROM VASKULITIS 3271

Diagnosis penyakit ini berhubungan dengan infeksi namun sampai


Meskipun manifestasi klasik ditemukan pada seorang saat ini belum diketahui mikroorganisme penyebabnya.
penderita, diagnosis HSP lebih ditentukan oleh biopsi. Pada beberapa observasi patologi didapatkan adanya
Biopsi kulit pada HSP menunjukan suatu vaskulitis aktivasi endotelium dengan infiltrasi sel mononuklear
leukositoklastik pembuluh darah kecil dalam lapisan pada subendotelium, terutama sel T sitotoksik dan
superfisial dermis. Jaringan nekrosis sering dijumpai monosit/makrofag di dalam arteri koroner. Sejauh ini
namun bukan keradangan granuloma. Pada pewarnaan disimpulkan bahwa penyakit ini merupakan respons imun
imunofluoresens tampak granular lgA kasar di dalam dan yang abnormal,dengan peningkatan produksi sitokin
sekitar pembuluh darah kecil. Sementara pada biopsi ginjal menyebabkan kerusakan endotelium pada seorang host
sulit dibedakan dengan nefropati lgA. yang rentan secara genetik. Adanya trombositosis yang
sangat ektrim (550.000 sampai 1.000.000/mm3) dapat
Penatalaksanaan menyebabkan pembentukan trombus pada endotelium
Pemberian obat antiinflamasi non steroid dapat memperbaiki vaskular yang rusak.
artritis dan atralgia namun dapat menimbulkan gejala
gastrointestinal dan harus dihindari pada penderita Gejala klinis
dengan kelainan ginjal. Dapson (1 OOmg/hari), yang bekerja Ada tiga fase pada penyakit Kawasaki: fase akut terdiri
dengan cara menghambat interaksi lgA dengan netrofil, atas demam, kemudian fase subakut berupa turunnya
dapat diberikan pada kasus HSP. Kortikosteroid tampaknya demam disertai meningkatnya jumlah trombosit, dan
tidak memperbaiki rash, namun obat ini masih kontroversi fase konvalesen dimana trombosit kembali ke nilai
efektifitasnya pada penderita HSP dengan keterlibatan normal.
ginjal. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan Gejala dimulai dengan demam, di mana suhu biasanya
dosis tinggi methylprednisolone diikuti oleh prednisone mencapai 40 C bahkan lebih, yang berlangsung 5 sampai
oral atau prednison dosis tinggi dikombinasikan dengan 25 hari, rata-rata 10 hari. Gejala mukokutaneus berupa .
azatioprin atau siklofosfamid untuk menolong penderita injeksi konjuntiva, eritema pada bibir, mukosa mulut dan
dengan nefritis berat. lidah (lidah stroberi), yang mengelupas bahkan sampai
berdarah (lihat Gambar). Rash polimorfi menunjukkan
Prognosis perivaskulitis dan vaskulitis pembuluh darah kecil di kulit
Prognosis umumnya baik, dan tergantung pada sistim dan jaringan subkutaneus. Pembesaran kelenjar getah
organ yang terkena serta usia penderita, semakin muda bening leher yang tidak nyeri dan umumnya unilateral
semakin baik. Pada banyak kasus HSP sembuh sendiri sering ditemukan namun cepat menghilang setelah
dalam 6-8 minggu. Rekuren ditemukan pada kurang lebih demam turun . Eritema yang nyeri dan edema pada
33% penderita. Hanya sejumlah kecil penderita mengalami tangan, jari-jari dan kaki muncul dalam hari-hari awal
insufisiensi ginjal yang progresif. sakit.Pada masa penyembuhan ditemukan deskuamasi
dengan pengelupasan kulit pada tangan dan kaki (lihat

PENYAKIT KAWASAKI

Definisi
Kawasaki merupakan suatu bentuk vaskulitis pada anak-
anak yang dapat sembuh sendiri dan melibatkan arteri
sedang.

Epidemiologi
Penyakit Kawasaki terjadi sporadik dengan insidens
berkisar antara 6 sampai 7,6 per 100.000 anak di bawah
usia 5 tahun yang dilaporkan di Amerika serikat sementara
insidens di Jepang mencapai 90 per 100.000 anak. Usia
rata-rata penderita adalah 1,5 tahun dengan perbandingan
pria:wanita adalah 1,5:1. Penya kit ini jarang dijumpai pada
anak-anak di atas usia 11 tahun.

Patogenesis
Presentasi klinis dan epidemiologi menunjukkan bahwa Gambar 8. Seorang anak dengan penyakit Kawasaki
3272 REUMATOLOGI

Prognosis
Hampir semua kematian d ini dan kebanyakan kasus
kecacatan jangka panjang disebabkan oleh keterlibatan
jantung. lnfark miokardium dilaporkan sekitar 2,5% kasus
dan sering terjadi pada fase subakut penyakit. Kematian
disebabkan oleh infark jantung, trombosis koroner dan
ruptur aneurisma.

VASKULITIS KRIOGLOBULINEMIA ESENSIAL

Definisi
Gambar 9. Deskuamasi pada tangan
Vaskulitis krioglubulinemia essensial adalah vaskulitis
(dikutip dari www.rheumtext.com- Hochberg et al)
dengan deposit i mun krioglobulin yang mengenai
pembuluh darah sedang dan kecil, dan berhubungan
gambar 5). Keterlibatan organ lain dapat terjadi pada dengan krioglobulin di dalam serum.
Kawasaki namun hampir tidak pernah mengenai ginjal.
Manifestasi yang paling serius adalah vaskul itis koroner Epidemiologi
dan miokarditis. Tanpa terapi vaskulitis koroner dengan lnsidens vaskulits krioglobulinemia belum diketahui jelas,
pembentukan aneurisma terjadi pada 25 % penderita. diperkirakan 5% pasien - pasien dengan hepatitis C kron ik
Pemberian imunoglobulin intravena mengurangi kejadian akan mengalami sindoma ini, sementara 90% dari seluruh
ini hingga kurang dari 5%. kasus vaskulitis krioglubulinemia berhubungan dengan
infeksi virus hepatitis C (HCV).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium. reaktan fase akut dan trombosit meningkat
Patogenesis
Patogensis kelainan ini adalah adanya krioglobulin ,
pada penyakit Kawasaki . Peningkatan enzim transaminase
yaitu suatu imunoglobulin yang dipresipitasi oleh suhu
dan piuria yang steril juga dapat ditemukan.
dingin . Ada 3 tipe krioglobulin yang dapat dideteksi.
Radiologi. Ekokard iografi dua dimensi merupakan Tipe 1, terdapat pada 10- 15% penderita, terdiri atas
teknik yang sangat sensitif untuk mendeteksi vaskulitis faktor reumatoid lgM monoklona l dan berasal dari
dan aneurisma koroner proksimal. Pemeriksaan ini harus suatu penyakit limfoproliferatif atau mieloproliferatif.
dilakukan sesegera mungkin pada anak yang dicurigai Pada krioglobulin tipe II, terjadi pada 50-60% penderita,
penyakit Kawasaki dan kemudian diulang selama terdapat faktor reumatoid lgM monoklonal. Tipe Ill, pada
perjalanan penyakit untuk mencari adanya aneurisma. 30-40% penderita, terdiri atas fa ktor reumatoid lgM
poliklonal dan lgG poliklonal. Tipe II dan Ill secara kolektif
Diagnosis disebut krioglobulin campuran . Krioglubulin campuran
Diagnosis penyakit Kawasaki lebih didasarkan pada ini ditemukan selama infeksi bakteri kronik atau virus
klinis, adanya bukti vaskulitis koroner/aneurisma sangat dan bagian dari penyakit autoimun sistemik, terutama
mendukung diagnosis (lihat tabel 4) Sindrom Sjogren. Sisanya adalah idiopatik yang disebut
krioglobulinemia campuran esensial. Tampaknya banyak
Penatalaksanaan kasus krioglobulinemia esensia l ini berhubungan dengan
Pendekatan terapi dewasa ini dibagi dalam 2 bagian: 1) infeksi HCV.
. Terapi inisiasi dengan menggunakan aspirin dengan dosis Etiopatogenesis vaskulits krioglobulinemia esensial
sebagai anti inflamasi (1 OOmg/kgBB/hari) pad a fase akut tanpa infeksi HCV belumjelas diketahui, tetapi diduga akibat
dan dilanjutkan dengan dosis sebagai antiplatelet (5mg/ aktivasi sel B poliklonal dan/atau antigen/superantigen
kgBB/hari) setelah panas turun (fase subakut). Dosis ini yang mengaktifkan sel B. Pada krioglobulinemia yang
dilanjutkan berbulan-bulan samapi bertahun-tahun pada berhubungan dengan infeksi HCV, diperkirakan protein
anak-anak dengan resiko keterlibatan arteri koroner. 2) E2 yang menyelubung i HCV dapat berikatan dengan
Penggunaan imunoglobulin IV dosis tinggi (2g/kgBB). CD81 , yang terdapat pada sel hepatosit maupun limfosit
Dalam beberapa penelitian dilaporkan terapi ini cukup dan memicu respons poliklonal sel B. Selain itu lgG
efektif. Pemberian lg IV ini lebih efektif jika dilakukan dalam dengan reaktif anti-HCV dapat menginduksi molekul
kurun 10 hari sejak awal sakit. Pemberian kortikosteroid faktor reumatoid lgM dengan suatu idiotipe silang
masih kontroversi. tertentu sehingga terbentuk krioglobulin tipe Ill dalam
SINDROM VASKULITIS 3273

titier yang rendah. Deposit dari kompleks imun ini pada vaskulitis pembuluh darah kecil kutaneus; (2) isolasi
dinding pembuluh darah selanjugnya memicu kaskade krioglobulin dari serum; (3) deteksi antibodi terhadap
inflamasi dan menghasilkan Sindrom klinis vaskulitis HCV atau HCV RNA; dan (4) biopsi dari organ yang terlibat
krioglubulinemia esensial. untuk menyingkirkan diagnosis yang lain. Tidak diwajibkan
terdapat keempat kriteria di atas untuk diagnosis karena
Gejala Klinis pemeriksaan untuk krioglobulin tidak 100% sensitif
Manifesatasi klinis berupa rash makula, papula, vesikobulosa dan tidak semua kasus vaskulitis krioglobulinemia
dan urtikaria yang menunjukkan keterlibatan pembuluh berhubungan dengan HCV.
darah kecil, serta ulkus umumnya di sekitar maleolus, Gambaran histopatologi pada biopsi kulit menunjuk-
yang menunjukkan keterlibatan pembuluh darah sedang. kan infiltrat inflamasi di sekitar dan di dalam diniding
Trombus vaskular juga sering ditemukan pada banyak pembuluh darah, dengan nekrosis fibrinoid, hiperplasia sel
kasus krioglobulinemia. Purpura yang dapat diraba endotelium dan hemoragik. Deposisi imunoglobulin dan
dengan predileksi ekstremitas bawah merupakan tipikal komplemen sering ditemukan. Pada biopsi ginjal biasanya
penyakit ini. Fenomena Raynaud dan akrosianosis juga ditemukan glomerulonefritis membranoproliferatif.
dapat dijumpai.
Atralgia dan artritis merupakan manifestasi Penatalaksanaan
yang prominen, melibatkan sendi interfalangs dan Penyakit ini ditandai oleh periode remisi dan eksa-serbasi,
metakarpophalangea dan lutut. Pada sarat tepi terdapat serta tingkat beratnya penyakit yang sangat beragam,
neuropati perifer dengan predominan pada saraf sensorik. mulai dari purpura yang ringan sampai vaskulitis nekrosis
Keterlibatan ginjal meliputi 20% penderita, berupa yang berat, sehingga terapi harus didasarkan kepada
hematuria mikroskopi asimptomatik, proteinuria, dan masing-masing penderita. ldentifikasi penyebab merupakan
berbagai derajat insufisiensi ginjal, namun jarang sampai hal yang penting,jika terdapat infeksi HCV maka interferon
stadium terminal. Sementara pada liver penderita alfa dan ribavirin dapat merupakan pilihan. Jika antiviral
krioglobulinemia yang berhubungan dengan infeksi HCV saja tidak cukup efektif, pilihan terapi seperti obat anti
bisa ditemukan inflamasi periportal, fibrosis, dan sirosis inflamasi non steroid untuk artralgia dan artritis, glu-
pada biopsi hari. Pembentukan folikel limfoid dalam hati kokortikoid dosis rendah untuk vaskulitis kutaneus dan
merupakan histologi yang khas pada infeksi HCV. Di neuropati perifer, dan glukokortikoid dosis tinggi ditambah
dalam folikel ini (danjuga pada sumsum tulang), dibentuk terapi sitostatik untuk vaskulitis nekrosis yang melibatkan
faktor reumatoid lgM. Organ-organ lain yang jarang organ vital diperlukan. Plasmafaresis juga dapat dilakukan
namun dapat terlibat antara lain susunan saraf pusat, pada penderita dengan vaskulitis nekrosis yang berat.
gastrointestinal, dan paru-paru. Berdasarkan bukti adanya keterlibatan sel B klonal
dalam krioglobulinemia maka strategi inovasi terapi
Pemeriksaan Penunjang dengan menggunakan Rituximab, yaitu suatu antibodi
anti CD20 monoklonal telah dilakukan namun pemakaian-
Laboratorium. Pemeriksaan krioglobulin sering ber-
nya harus dengan hati-hati maengingat tingginya laju
hubungan dengan hasil negatif palsu, karena salah pen-
replikasi virus pada penderita yang mendapat terapi
anganan dalam pemeriksaannya. Segera setelah sampel
imunosupresan.
darah diambil dari penderita harus dibawa ke laboratorium
pada suhu 37°C. Spesimen tersebut kemudian di sentrifus
juga pada suhu 37°C dan disimpan pada suhu 4°C selama
PROGNOSIS
1 minggu. Adanya krioglobulin ditandai dengan terbentuk-
Mortalitas akut akibat krioglobulinemia esensial jarang
nya presipitat putih pada dasar tabung.
terjadi namun risiko kematian meningkat 3 kali Ii pat pada
Hipokomplementemia (kadar C3,C4 dan CHSO yang
penderita vaskulitis kriglobulinemia dengan keterlibatan
rendah) sering .ditemukan karena protein komplemen
ginjal dibandingkan tanpa keterlibatan ginjal. Kematian
terpakai dalam pembentukan kompleks imun. Peningkatan
biasanya disebabkan oleh gagal ginjal terminal, penyakit
fase reaktan akut dan anemia juga ditemukan. Faktor
kardiovaskular yang fatal infeksi dan gagal fungsi hepar.
reumatoid dan anti HCV sering didapati positif. Pada
krioglobulinemia yang berhubungan dengan infeksi HCV.
kuatitatif HCV RNA dapat digunakan untuk memantau
terapi antiviral tertentu. PENYAKIT BEHCET

Diagnosis Definisi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi dari (1) Penyakit Behcet ini merupakan suatu kelainan vaskulitis
manifestasi klinis vaskulitis krioglobulinemia, disertai yang melibatkan multisistim dengan manifestasi ulkus
3274 REUMATOLOGI

oral dan genital yang rekuren, inflamasi pada mata Manifestasi pada mata berupa uveitis posterior atau
dan berbagai organ lain seperti susunan saraf pusat, anterior, atau keduanya dan dapat menyebabkan kebutaan.
gastrointestinal. Penyakit ini dinamakan Behcet sesuai Kelainan ini yang pali~g ditakutkan pada penyakit Behcet.
dengan nama ahli dermatologi Turki yang pertama kali Manifestasi lain berupa artritis perifer tanpa deformitas,
mendiskripsikan tentang kelainan ini pada tahun 1937. ulkus pada mukosa usus dan keterlibatan susunan saraf
pusat berupa nyeri kepada dan meningoensefalitis pernah
Epidemiologi dilaporkan.
Penyakit ini banyak ditemukan sepanjang Jalur Sutera
(Silk Road), dari Asia timur (Jepang, China , Korea) ke
daerah M'editerania, Timur tengah dan Timur jauh, PEMERIKSAAN PENUNJANG
dan sangat jarang ditemukan di daerah lain. Prevalensi
tertinggi adalah di Turki, mencapai 400 kasus per 100.000 Laboratorium
penduduk. Biasanya mengenai orang berusia muda Petanda inflamasi yang tidak spesifik seperti anemia,
antara 20-30 tahun . Di daerah Timur tengah lebih banyak lekositosis ringan dan peningkatan LED dapat ditemukan
mengenai pria dibandingkan dengan wanita, namun di pada keadaan aktif.
daerah Jepang ditemukan sebaliknya.
Radiologi
Patogenesis Angiogram atau MRA dapat memperlihatkan adanya
Penyakit Behcet belum diketahui penyebabnya hingga kelainan trombosis atau aneurisma yang melibatkan
saat ini, penyebaran geografi yang spesifik memungkinkan arte ri bes ar.
adanya keterlibatan faktor lingkungan dan genetik.
Berdasarkan penelitian genetik didapatkan hubungannya Diagnosis
dengan HLA B51 pada penderita yang tinggal sepanjang Pada biopsi lesi mukokutaneus dan gastrointestinal yang
jalur sutera. terlibat umumnya menunjukan adanya reaksi neutrofil. Hal
Meskipun penyakit ini umumnya mengenai pembuluh ini tidak spesifik, karena itu dibuat suatu kriteria diagnosis
darah kecil dan sedang, namun beberapa kasus dilaporkan untuk penyakit Behcet (Ii hat tabel 7)
juga mengenai pembuluh darah besar termasuk vena .
lnflamasi arteri dapat menyebabkan oklusi, aneurisma
Tabet. 7 Kriteria Diagnosis Penya kit Behcet
dan ruptur, sementara pada vena menimbulkan trombosis
vena. Tidak seluruh manifestasi pada Behcet disebabkan Gambaran klinis Penjelasan
oleh proses vaskulitis, ulkus pada mukosa mulut dan Ulkus pada rongga Sariawan minor atau mayor,
usus lebih banyak desebabkan oleh reaktivasi abnormal mulut yang rekuren ulserasi berbentuk seperti
neutrofil dan limfosit. herpes, diamati oleh penderita
atau dokter, yang berulang
sekurang-kurangnya 3 kali dalam
Gejala Klinis
periode satu tahun
Ulkus pada mulut yang rekuren merupakan ciri khas
penyakit ini, biasanya nyeri, dangkal maupun dalam, Ditambah 2 dari kriteria berikut ini:
dengan tepi merah dan sentral yang berbasis nekrosis Ulkus genital yang Aptosa atau jaringan parut yang
kekuningan, timbul tunggal atau berkelompok dan dapat rekuren diamati oleh penderita atau dokter
mengenai berbagai lokasi dalam rongga mulut. Ulkus ini Lesi pada mata Uveitis anterior, uveitis posterior,
menetap selama 1 sampai 2 minggu dan membaik tanpa atau adanya sel debris pada
meninggalkan jaringan parut. Ulkus pada daerah genital vitreus mata pada pemeriksaan,
dan vaskulitis retina yang diamati
lebih jarang. Pada pria biasanya tidak mengenai glans
oleh dokter mata
penis atau uretra, dan sembuh dengan menimbulkan
jaringan parut terutama pada daerah skrotum. Pada wanita Lesi kulit Eritema nodosum yang diamati
oleh penderita atau dokter,
umumnya mengenai vulva atau vagina.
pseudofolikulitis atau lesi papu-
Pada kulit dapat bermanifestasi sebagai folikulitis, lopustular, atau nodul seperti
eritema nodosum, eksantema sepertijerawat, dan kadang- jerawat yang diamati oleh dokter
kadang berbentuk vaskulitis . Suatu bentuk inflamasi pada seorang penderita dewasa
kulit yang nonspesifik sebagai reaksi terhadap tusukan yang tidak sedang menggunakan
jarum atau injeksi garam fisiologis secara intradermal glukokortikoid
(uji patergi) merupakan manifestasi yang sering dijumpai Uji patergi positif Uji ini diinterpretasi oleh dokter
dan spesifik. pada 24-48 jam setelah dilakukan
SINDROM VASKULITIS 3275

Penatalaksanaan pada debris nukleus sisa neutrofil, yang menginfiltrasi ke


Keterlibatan membran mukosa dapat berespon dengan dalam dan sekitar pembuluh darah pada stadium akut.
pemberian glukokortikoid topikal dalam bentuk obat Pada stadium subakut atau kronis, lebih dominan sel
kumur atau pasta dan obat kolkhisin (0.6-1 .8 mg/ mono-nukleus. Sel eritrosit sering mengalami ekstravasasi
hari) atau Dapson (50-100 mg/hari). Pad a kasus yang dari pembuluh darah yang terlibat menyebabkan purpura
lebih berat thalidomid (1 OOmg/hari) atau metotreksat yang dapat diraba.
(7.5-20 mg/minggu) atau interferon alfa (3-9 juta unit/
minggu) memberikan hasil yang efektif. Tromboflebitis Gejala Klinis
dapat diterapi dengan aspirin (325mg/hari). Uveitis dan Adanya vaskulitis pada kulit merupakan ciri khas VLK
keterlibatan susunan saraf pusat membutuhkan terapi berupa purpura yang dapat diraba. Di samping itu bisa
glukokortikoid sistemik (prednisone 1 mg/kg/hari) dan juga ditemukan lesi makula, papula, vesikel, bula, nodul
azatioprin 2 sampai 3 mg/kg/hari atau siklosporin 5 sampai subkutaneus, ulkus dan urtikaria kronis atau rekuren.
10 mg/kg/hari. Beberapa kasus panuveitis dilaporkan Lesi kulit tersebut bisa gatal atau bahkan nyeri dengan
berespon baik dengan penggunaan terapi anti TNF alfa sensasi seperti terbakar atau tertusuk, umumnya timbul
(infliximab 3 mg/kg tiap 6 to 8 minggu, atau etanercept di ekstremitas bawah pada penderita yang berjalan atau
25 mg sq/2 x per minggu) di daerah sakrum pada penderita yang berbaring, hal
ini disebabkan oleh efek tekanan hidrostatik pada venul
Prognosis pasca kapiler. Edema dapat menyertai lesi-lesi tertentu
Manifestasi penyakit Behcet yang terjadi berulang ini dan hiperpigmentasi seringkali timbul pada lesi yang
umumnya akan menghilang setelah 1 atau 2 dekade, kronis atau rekuren.
kecuali kelainan pada mata dan inflamasi pada pembuluh
darah besar. Kecacatan yang ditimbulkan adalah akibat Pemeriksaan Penunjang
dari uveitis (kebutaan) atau penyakit susunan saraf pusat
Laboratorium . Tidak ada laboratorium yang spesifik
(demensia atau stroke). Kematian terjadi akibat penyakit
untuk· VLK. Adanya lekositosis ringan dengan atau
susunan saraf pusat, ruptur aneurisma aorta dan
tanpa eosinofilia dengan peningkatan LED sering
komplikasi infeksi akibat terapi imuno-supresan.
dijumpai. Pemeriksaan laboratorium lebih ditujukan untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit lain.

VASKULITIS LEKOSITOKLASTIK KUTANEUS Diagnosis


Adanya positif biopsi pada lesi kulit yang terlibat saja
Definisi tidak dapat menegakkan diagnosis VLK karena tidak dapat
Vaskulitis lekositoklastik kutaneus (VLK) ini melibatkan dibedakan dengan vaskulitis lain yang juga melibatkan
pembuluh darah kecil yang terbatas pada kulit dan tidak kulit, namun biopsi dapat membantu diagnosis setelah
berhubungan dengan vaskulitis primer maupun sekunder penyebab lain terutama vaskulitis sistemik disingkirkan.
yang lain. Penyakit ini dikenaljuga dengan nama vaskulitis lstilah lekositoklastik vaskulitis merupakan suatu
hipersensitivitas atau angiitis lekositoklastik kutaneus. istilah patologi yang digunakan pada hasil biopsi, dan
lstilah vaskulitis hipersensitivitas digunakan oleh karena bukan diagnosis klinis sehingga setiap kasus dengan hasil
pada banyak kasus terdapat suatu faktor presipitasi yang biopsi vaskulitis lekositoklastik kutaneus harus dievaluasi
menyertai, seperti obat atau infeksi, namun sebetulnya secara menyeluruh untuk menyingkirkan kemungkinan
tidak ditemukan penyebab yang pasti, sehingga istilah lain penyebabnya.
ini mulai ditinggalkan.
Penatalaksanaan
Epidemiologi Jika faktor pemicu VLK diketahui haruslah disingkirkan. Bila
lnsidens VLK tidak diketahui dengan pasti karena kaburnya faktor tersebut adalah mikroba maka antibiotik yang sesuai
kriteria diagnostik, kejadian yang jarang dan beragam harus segera diberikan, umumnya VLKjuga akan teratasi .
perjalanan klinisnya. Jika tidak ditemukan faktor pemicu, atau penyakit lain
yang berhubungan atau yang menyebabkan VLK, maka
Patologi keputusan pemberian terapi didasarkan atas beratnya
Histopatologi khas VLK adalah adanya vaskulitis pada gejala dan risiko akibat terapi . Beberapa VLK dapat sebuh
pembuluh darah kecil . Venul pasca kapiler merupakan sendiri dan beberapa kasus persisten atau rekuren. Pada
pembuluh darah yang paling sering terlibat, sedangkan penderita yang mengalami VLK persiten atau rekuren
kapiler dan arterial lebih jarang. Vaskulitis ini ditandai dapat diberikan prednison 1 mg/kg/hari lalu ditapering
oleh adanya lekositoklastik, suatu istilah yang mengacu secara cepatjika sudah memungkinkan sampai berhenti.
3276 REUMATOLOGI

Pada penderita yang refrakter terhadap glukokortikoid, International Study Group for Behcet disease. Criteria for diagnosis
boleh diberikan terapi sitotoksik. Metotreksat, azatioprin, Behcet disease. Lancet. 1990; 335:1078-1080
Jennette JC, Falk RJ, Andrassy K, et al: Nomenclature of systemic
dapson, kolkhisin dan obat anti inflamasi non steroid vasculitides. Proposal of an international consensus
sudah digunakan pada beberapa kasus, dengan hasil yang conference. Arthritis Rheum 1994; 37: 187-192.
baik. Sementara siklofosfamid yang umumnya efektif bagi Kjaergard LL, Krogsgaard K, Gluud C. Interferon alfa with or
without ribavirin for chronic hepatitis C; systemic review of
vaskulitis sitemik hampirtidak pernah digunakan pada VLK
randomized trials. BMJ 2001;323:1151-1155
karena efek toksiknya yang berat. Leavitt, RY, Fauci, AS, Bloch, DA, et al. The American College of
Rheumatology 1990 criteria for the classification of Wegener' s
Prognosis granulomatosis. Arthritis Rheum 1990; 33:1101.
Lightfoot, RW, Michet, BA, Bloch, DA, et al. The American
Prognosis VLK baik, hampir semua kasus yang diketahui College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of
pemicunya sembuh dalam 1-4 minggu setelah faktor polyarteritis nodosa. Arthritis Rheum 1990; 33:1088.
tersebut dihilangkan. Masi, AT, Hunder, GG, Lie, JT, et al. The American College of
Rheumatology 1990 criteria for the classification of Churg-
Strauss syndrome ·(allergic granulomatosis and angiitis) .
Arthritis Rheum 1990; 33:1094.
KESIMPULAN Mills JA, Michel BA, Bloch DA, et al: The American College of
Rheumatology 1990 criteria for the classification of Henoch-
Schonlein purpura. Arthritis Rheum 1990; 33:1114-1121
Vaskulitis merupakan kelainan yang sulit untuk ditegakkan, Ozen S, Ruperto N, Dillon MJ, Bagga A, Barron K, Davin JC,
namun dapat dibantu dengan kriteria klasifikasi dan et al. EULAR/PRES Endorsed Consensus Criteria for the
biopsi pada lesi yang terlibat. Pengenalan dini dan terapi Classification of Childhood Vasculitides. Ann Rheum Dis
2006;65:936-941
yang tepat dapat menghindarkan akibat yang fatal pada
Rao, JK, Allen, NB, Pincus, T. Limitations of the 1990 American
vaskulitis seperti kecatatan dan kebutaan. College of Rheumatology classification criteria in the
diagnosis of vasculitis. Ann Intern Med 1998; 129:345.
Salvarani C, Cantini F, Boiardi L, Hunder GG. Polymyalgia
rheumatica and Giant cell arteritis . N Eng J Med 2002;
REFERENSI 347:261-271
Sakane T, Takeno M, Suzuki N, Inaba G. Behcet disease. N Eng J
Aluned MM, Wolf RE. Takayasu arteritis, Medscape February 14 Med 1999;341:1284-1291
2008. http://www.emedicine.com/med/topic2232.htm Sfikakis PP. Behcet's disease: a new target for anti tumor necrosis
Andrews J, Mason JC. Takayasu's arteritis-recent advances factor treatment. Ann Rheum Dis 2002;61 (Suppl 2) :ii51-
in imaging offer promise. Rheumatology (Oxford) . ii53
Jan 2007;46(1):6-15. Smetana GW, Shmerling RH. Does this patient have temporal
Ansell BM, Bacon PA, Lie JT, Yazici H. The Vasculitides, Science arteritis?. JAMA 2002; 287:92.
and practice. London. Chapman and Hall Medical. 1996 Sneller MC, Langford CA, Fauci AS. The vasculitis syndromes. In:
Arend, WP, Michel, BA, Bloch, DA, et al. The American College of Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Rheumatology 1990 criteria for the classification of Takayasu JarnesonJL (Eds) . Harrison's Principles oflnternal Medicine.
arteritis. Arthritis Rheum 1990; 33:1129. 16th ed. New York, McGraw Hill, 2005:2002-2014
Calabrese, LH, Michel, BA, Bloch, DA, et al. The American Tanaka F, Kawakami A, Iwanaga N, Tamai M, Izumi Y,
College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of Aratake K. Infliximab is effective for Takayasu arteritis
hypersensitivity vasculitis. Arthritis Rheum 1990; 33:1108. refractory to glucocorticoid and methotrexate. Intern
Chung, L, Funke, AA, Chakravarty, EF, et al. Successful use of Med. 2006;45(5):313-6.
rituximab for cutaneous vasculitis. Arch Dermatol 2006; Weyand CM, Goronzy JJ, Medium and large vessel vasculitis. N
142:1407. Engl J Med 2003;349:160-9.
Ferri C, Sebastiani M, Giuggioli D, et al. Mixed cryoglubulinemia:
demographic, clinical and serologic features and survival in
231 patients. Semin arthritis Rheum 2004;33:335-341
Harris ED. Budd RC, Firestein GS, Genovese MC, Sergent JS, Sledge
CB. Kelley's Textbook ofRheumatology, 7th ed. Philadelphia,
Elsevier Saunders, 2005: 1336-1401
Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman
MH. Rheumatology 4th ed. Philadelphia, Mosby Elsevier
2008: 1489-1609
Hoffman GS, Merkel PA, Brasington RD, et al. Anti-tumor necrosis
factor therapy in patients with difficult to treat Takayasu
arteritis. Arthritis Rheum 2004; 50(7):2296-304
Hunder, GG, Bloch, DA, Michel, BA, et al. The American College
of Rheumatology 1990 criteria for the classification of giant
cell arteritis. Arthritis Rheum 1990; 33:1122.
Hunder, GG. The use and misuse of classification and diagnostic
criteria for complex diseases (editorial) . Ann Intern Med
1998; 129:417.
Imboden JB, Hellman DB, Stone JH. Current diagnosis and
treatment rheumatology. 2"d ed. New York. The McGraw-
Hill. 2007:259-337
428
SKLEROSIS SISTEMIK
Laniyati Hamijoyo

PENDAHULUAN fibrosis dan produksi autoantibodi 5•6 Ciri khas SSc adalah
terjadi kelainan pada struktur mikrovaskular berupa
Skleroderma umumnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu hipoksia, ulkus pada jari-jari, dan hipertensi pulmonal;
skleroderma lokal (morfea, skleroderma tipe linier) dan gangguan pada sistim imun termasuk ketidakseimbangan
sklerosis sistemik yang melibatkan kulit dan organ dalam.1 ekspresi sitokin, autoantibodi dan abnormalitas dari
(Li hat ta be I 1). Pembahasan akan difokuskan pad a sklerosis progenitor darah dan/atau sel -sel efektor; dan adanya
sistemik (SSc) yaitu penyakitjaringan ikat multi -sistim yang deposisi masif kolagen pada jaringan ikat di kulit dan
ditandai dengan adanya fibrosis pada kul it dan organ berbagai organ dalam.3•6 Hal in i yang membedakan SSc
viseral serta kelainan mikrovaskular.2•3 Penyakit ini belum dari penyakit jaringan ikat lain.
diketahui penyebabnya, dan termasuk kasus yang jarang
dijumpai dibandingkan dengan penyakit jaringan ikat
yang lain. Perjalanan penyakit in i kronis serta manifestasi EPI DEM IOLOGI
klinis yang sangat bervariasi.3 Hingga saat ini terapi SSc
masih merupakan tantangan bagi para klinisi maupun Sklerosis sistemik termasuk kasus yang jarang dijumpai
para peneliti, karena belum ada terapi yang optimal 4 dan dibandingkan dengan penyakit jaringan ikat lain. 3 Kasus
umumnya hanya bersifat simptomatik. ini ditemukan sporadik dengan distribusi seluruh dunia,
dan mengenai semua ras.7
Epidemiologi penyakit ini terbukti sulit untuk
DEFINISI ditetapkan hingga saat in i, hal ini mencerminkan
perbedaan klinis penyakit yang luas dan ketiadaan suatu
Sklerosis sistemik (SSc) adalah suatu penyakit sistemik kriteria diagnosis atau klasifikasi penyakit yang diterima
mengenai jaringan ikat di kulit, organ dalam dan dinding secara luas.3•8 Meskipun demikian, dilaporkan insiden
pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel, pada orang dewasa berkisar antara 2,6 sampai 28 per 1

Tab\!11. Perbandingan Skleroderma Lokal dan Sklerosis Sistemik

Gambaran klinis Skleroderma lokal Sklerosis sistemik


Distribusi pengerasan
Keterlibatan kulit Sklerodaktili ±. penebalan kulit proksimal
kulit linear atau patch
Fenomena Raynaud Tidak ada Ada
Biasanya ada (ulkus atau skar pitting pada jari, atau
lskemik pada ujung jari Tidak ada
kehilangan fingerpad)
Keterlibatan organ dalam Tidak ada Ada
Antibodi antinuklear Positif pada ~50% kasus Positif pada ~85% kasus
Antibodi spesifik skleroderma Negatif Positif pada 60% kasus
Temuan histologi pada biopsi Fibrosis kulit Fibrosis kulit
3278 REUMATOLOGI

juta penduduk pertahun.9•10 Penelitian di Amerika Serikat m esenkim dan sel vaskular ke dalam miofibroblas
mendapatkan perkiraan insidens antara 9- 19 kasus per selanjutnya berkontribusi dalam fibrogenesis. Lebih lanjut,
1 juta penduduk/tahun, dengan prevalensi dari 28-253 insufisiensi vascular dan fibrosis jaringan menimbulkan
kasus/1 juta penduduk/tahun,11 •12 sementara di lnggris gangguan pada organ yang terlibat. Manifestasi klinis
sekitar 120 kasus per 1 juta penduduk/tahun .13 yang heterogen merefleksikan kontribusi yang beragam
Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita dengan terhadap proses patogenesis ini. 15
ratio 3-5:1. Kelompok usia tertinggi adalah 15-40 tahun, Terdapat bukti bahwa penya kit SSc dibangkitkan
dan menurun setelah menopause.7 Penelitian di poliklinik oleh proses imunologi. Limfosit T bersama monosit, sel
reumatologi RSCM/FKUI mendapatkan 43 pasien SSc endotel, trombosit dan sel mast beraksi sebagai mediator
yang berobat dalam kurun waktu 2 tahun (2007-2008). dan target dalam jalinan patofisolog i penyakit. Sel-sel
Perbandingan wanita dan pria adalah 9,8:1, dengan median ini berekspresi dan melepas molekul adesi, interleukin
usia adalah 32 tahun (18-55 tahun),14 Berbeda dengan dan faktor pertumbuhan yang bereaksi pada fibroblast.
skleroderma lokal, Ssc ini sangat jarang ditemukan pada Di samping itu, hipoksia menyebabkan stress oksidatif
anak-anak. 7 pada berbaga i organ. Fibros is jaringan yang berlebihan
akibat ekspansi klon fibrinogenik jaringan fibroblas dan
transformasi menjadi miofibroblas yang bekerja secara
PATOGENESIS autonom serta ekspresi berlebihan gen yang mengkode
komponen matriks ekstraselular.6
Faktor genetik berperan dalam kerentanan ind ividu Tirosin kinase telah terbukti meregulasi pelepasan
ter-hadap penyakit SSc. Suatu penelitian mendapatkan dan aktivasi berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan
adanya peningkatan 13 sampai 15 kali kemungkinan seperti transforming growth factor f3 (TGF/3) dan platelet-
menderita SSc pada saudara atau anggota keluarga dari derived growth factor (PDGF). Hal ini menyebabkan
pasien SSc.15• Faktor lingkungan berupa infeksi telah lama deposisi kolagen dan protein matriks jaringan ikat lain
diduga sebagai pencetus terjadinya SSc, namun hingga yang berlebihan pada kulit, organ dalam danjuga dinding
saat ini belum terbukti dengan pasti bahwa infeksi sebagai pembuluh darah. (Gambar 1)
penyebab dalam patogenesis SSc. Penelitian menunjukkan
beberapa pasien SSc memiliki antibodi terhadap epitop
protein UL83 dan UL94 dari virus human cytomegalovirus {solents , silika, obat,
(hCMV) 15 . Antibodi anti topoisomerase I dapat bereaksi Lingkungan infeksi CMV)

silang dengan protein hCMV, sehingga dapat disimpulkan


adanya mimikri molekul sebagai mekanisme yang meng-
hubungkan SSc dengan infeksi hCMV. Karena antibodi
terhadap UL94 dapat mengaktifkan fibroblas dan
menginduksi apoptosis sel endotel secara in vitro, maka
.
c
Cl
c
r-

,..
IO

respons imun anti CMV mungkin memiliki peran dalam ...


:J
Cl
c
:J
IO
c Ill
kerusakan vaskular dan fibrosis. lnfeksi human parvovirus ::::; :J

B19 juga telah ditemukan pada beberapa penderita SSc 15 .


Faktor lingkungan lain yang diduga berperan antara lain:
silika, logam berat, merkuri, kimia organik, vinil klorida,
fibrosis
benzena, toluen, trikloroetilen . Sementara obat-obatan
Lingkungan
yang diduga berperan antara lain: bleomisin, pentazosin,
taksol dan kokain, serta suplemen atau penekan nafsu
Gambar 1. Patogenesis SSc. Pengaruh genetik dan lingkungan
makan (triptofan, mazindil, fenfluramin dan dietilpropion). 15 menyebabkan j alinan kerjasama antara perubahan vaskular,
Patogenesis meliputi gangguan vaskular, inflamasi dan gangguan autoimun (sel B, sel T, autoantibodi) dan aktivasi
fibrosis. Suatu injury pada individu yang secara genetik fibroblas oleh molekul adesi, sitokin, kemokin dan faktor
mempunyai predisposisi terhadap SSc menyebabkan pertumbuhan, dengan konsekuensi terjadi deposisi kolagen
dan substansi ekstraselular matriks (ECM) lain yang berlebihan
gangguan sel endotel, kerusakan pembuluh darah dan di jaringan ikat (fibrosis).6
sekaligus mengaktifkan sistim imun inang maupun adaptif.
Injury yang berulang-ulang dan terus menerus, respons
imun yang menetap, dan vaskulopati obliterasi progresif AUTOANTIBODI
menimbulkan hipoksia jaringan berbagai organ. Aktivasi
fibroblas menghasilkan akumulasi kolagen dan molekul Dalam serum sebagian besar penderita SSc dapat dideteksi
matriks ekstraselular. Diferensiasi sel-sel progenitor autoantibodi terhadap antigen intraselular (table 2). Namun
SKLEROSIS SISTEMIK
3279

Tabel 2. Autoantibodi pada Sklerosis Sistemik

Autoantibodi Target, Fungsi Patogenesis


ATA Topoisomerase, molekul 100 kD permukaan Tidak diketahui
FB, mediates relaxation of supercoiled DNA
ACA Centromere A,B,C,D, kinetochore, berinteraksi Tidak diketahui
dengan sel

A-RNA-P-A RNA-polymerase I, II, Ill protein biosintesi Tidak diketahui


oleh ribosome
A-U3RNP (fibrillarin)-A Fibrillarin, protein dasar 34kD, Proses dari Tidak diketahui
peri-ribosomal RNA
AECA NAG-2, topoisomerase I centromeric protein B Apoptosis, ekspresi ECM, sitotoksik sel endotel
oleh aktivasi komplemen langsung
A-FiB-A Fibrillin-1, NAG-2 Ekspresi ECM melalui jalur TGF-b, aktivasi FB/
ekspresi ECM
A-MMP-A MMP -1 dan -3 lnhibisi degradasi ECM
A-PDGF-A PDGF-R Ekspresi kolagen, produksi ROS, fosforilasi tirosin,
dan stimulasi jalur ERK
ECM Extra cellular matrix, PDGF-R, platelet-derived growth factor, EC, endothelial cells; FB Fibroblast, ERK extracellular-signal-
regulated kinase, s RNA polymerase; MMP, matrix metalloproteinase

tiap pasien memiliki autoantibodi yang terbatasjumlahnya.


Masing-masing autoantibodi sering menampilkan ekspresi
klinis, perjalanan penyakit dan tingkat keparahan tersendiri.
Pada penyakit SSc dengan manifestasi klinis yang sangat
beragam, informasi mengena i autoantibodi ini sangat
berharga untuk membantu menegakkan diagnosis dan
memprediksi prognosis pasien.6
Tiga autoantibodi yang penting dalam diagnostik SSc
yaitu : Antibodi anti topoisomerase (ATA), Antibodi anti
centromere (ACA) dan antibodi anti RNAP Ill (lihat
pemeriksaan penunjang)

Gambar 2.Fenomena Raynaud

GEJALA DAN TANDA

Manifestasi Vaskular
Fenomena Raynaud, dapat muncul jauh sebelum gejala
lain pada SSc, yaitu suatu vasospasme pembuluh darah
bila terkena dingin atau dalam keadaan stress.
Perubahan warna kulit mulai dari pucat, kebiruan
kemudian kemerahan. Kadang-kadang pasien merasakan
kesemutan, rasa tidak nyaman atau hilang rasa pada area
yang berubah warna tersebut. Gejala ini paling sering
ditemui dijari-jari tangan lebih daripadajari-jari kaki,juga
pada hidung, telinga bahkan lidah. (Gambar 2). Komplikasi
fenomena Raynaud adalah terjadi digital pits pitting scar,
iskemik, ulkus dan ganggren di ujungjadi serta pemendekan
jari akibat auto amputasi .16 (Gambar 3)
Gambar 3. Gangren pad a ujung jari dan auto amputasi
3280 REUMATOLOGI

Manifestasi Kulit Manifestasi Saluran Cerna


Pengerasan kulit merupakan ciri khas skleroderma sistemik. Keterlibatan saluran cerna cukup sering terjadi pada
Seringkali gejala awal mengikuti fenomena Raynaud sklerosis sistemik berupa : mual, muntah, kekeringan
adalah edema pada kedua tangan . Penderita awalnya pada mulut, rasa kembung, disfagia, heartburn, dismotiliti
mengeluh nyeri di kulit berupa nyeri tajam dan nyeri tekan esofagus, striktur esofagus, displasia mukosa esofagus,
superfisial pada kulitnya dan perlahan menghilang setelah esofag itis erosif, gastritis, diverikulitis colon, konstipasi,
mulai terjadi fibrosis . Keterlibatan kulit juga meliputi : diare, malabsorbsi dan kehilangan berat-badan.3•17 Diare
tangan yang bengkak (dan kadang-kadang kaki), pruritus, dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri usus yang
hiper dan hipopigmentasi (salt-pepper appearence), berlebihan.16
telangiektasia, kalsinosis. Akibat pengerasan kulit terjadi
keterbatasan gerak sehingga lebih jauh terjadi kontraktur Manifestasi Pulmonum
pada jari-jari, juga keterbatasan dalam membuka mulut Berupa batuk kering, fibrosis paru, sesak napas, pleural
(pursed Lip appearence). 3•17 (Gambar 4) efusion, penyakit paru interstitial dan restriktif paru yang
diukur dengan test fungsi paru . Pemeriksaan CT scan
terutama dengan menggunakan resolusi tinggi dapat
mendeteksi lebih sensitif dan dini adanya fibrosis paru
dibandingkan dengan foto polos biasa.
Hipertensi pulmonal dapat terjadi melalui 2 proses
yaitu : 1) akibat destruksi atau obliterasi vaskular paru
seperti fibrosis paru, tromboembol i paru berulang, atau
vaskulopati skleroderma, dan 2) akibat turunnya output
kardiak, sebagai contoh: disfungsi diastolik, gaga I jantung
kongestif, penyakit katup jantung atau vaskulopati
skleroderma.2•14

Manifestasi Jantung
Keterlibatan jantung dapat ditandai dengan adanya
keluhan nyeri dada, palpitasi , aritmia, gangguan
konduksi jantung yang ditandai oleh perubahan pada
EKG, perikarditis konstriktif dan gaga I jantung kongestif.
Perikardial efusion bisa dijumpai pada ekokardiografi
walaupun seringkali asimptomatis. 3•17
Gambar 4. Pursed lips dan telengiektasia
Manifestasi Ginjal
Clements dkk membuat suatu modifikasi dari skor Hipertensi merupakan manifestasi yang perlu diawasi
Rodnan untuk menghitung keterlibatan kulit pada sklerosis ketat pada SSc, karena kemungkinan terjadi krisis renal
sistemik sehingga pemantauan terhadap progresivitas skleroderma dengan adanya hipertensi maligna. Hal ini
penyakit dapat dilakukan dengan lebih teliti. Penghitungan merupakan penyebab kematian tersering pada penderita
. skor ini berdasarkan derajat pengerasan yang terjadi pada SSC, sebelum era penghambat ACE diperkenalkan sebagai
kulit dibagi menjadi 4 yaitu 0-3 : 0 jika normal, 1 jika terapi pada SSc. Peningkatan kreatinin, proteinuria serta
pengerasan kulit minimal/ekuivokal, 2 jika pengerasan hematuria merupakan tanda keterlibatan ginjal pada SSc.
pada kulit sedang tanpa fiksasi ke jaringan yang lebih 3,16,17

dalam, 3 jika pengerasan kulit berat dan terfiksasi ke


jaringan di bawahnya. Penghitungan dilakukan terhadap Manifestasi Muskuloskleletal
17 area pada kulit. 18 Meskipun demikian penetapan skor Artralgia, artritis, kontraktur sendi dengan keterbatasan
sangatlah subyektif sehingga pada penelitian digunakan gerak sendi, miopati dan miositis merupakan gangguan
alat durometer untuk mengukur tingkat kekerasan kulit. muskuloskeletal yang dapat dijumpai pada skleroderma.
Keuntungan alat ini adalah terstandarisasi, reliable, sensitif Adanya kelemahan otot proksimal yang diikuti oleh
terhadap perubahan pengerasan kulit, namun kerugiannya peningkatan enzim kreatin ki nase, dan/atau laktat
mahal, dan tidak selalu tersedia. Meskipun pengerasan dan dehidrogenase (LDH) merupakan bukti adanya miositis.
penebalan kulit adalah dua hal yang berbeda namun pada Kompresi pada saraf dapat ditemukan terutama pada
penelitian didapatkan korelasi yang kuat antara modifikasi nervus medianus dengan gejala carpal tunnel syndrome
skor Rodnan dengan durometer.19 (CTS) . 3,11
SKLEROSIS SISTEMIK 3281

Manifestasi Hematologi PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada manifestasi hematologik yang spesifik pada
SSc, anemia yang terjadi umumnya akibat penyakit Pemeriksaan darah
kronis ataupun terjadi perdarahan kronis, salah satunya Pemeriksaan darah rutin diperlukan untuk pemantauan
akibat adanya teleangiektasi pada saluran pencernaan. penyakit, laju endap darah (LED) dapat digunakan untuk
Trombositopenia kadang dapat dijumpai akibat adanya pemantauan terapi, sementara fungsi ginjal harus dipantau
angiopati mikroskopik. 3·17 regular untuk mendeteksi dini adanya krisis renal pada SSc.
Demikianjuga fungsi hati sehubungan dengan obat-obat
Sklerosis Sistemik Sine Skleroderma yang diberikan.
Merupakan salah satu variasi dari SSc, di mana pasien
mengalami banyak gejala SSc baik keterlibatan organ Pemeriksaan Autoantibodi
dalam maupun autoantibodi, namun tidak ditemukan Pemeriksaan ANA yang positif bisa didapatkan pada
pengerasan kulit. 16 berbagai penyakit autoimun sehingga test ini tidaklah
spesifik untuk SSc. Beberapa tes autoantibodi lain lebih
spesifik untuk SSc antara lain anti centromere, bisa
ETIOLOGI ditemukan 40-50% pasien dengan SSc tipe terbatas
dan 5-10% tipe difus. Penya kit paru interstitial hanya
Penyebab penyakit ini belum diketahui hingga sekarang ditemukan dalam presentase sedikit pada mereka dengan
ini, adanya faktor genetik, lingkungan (infeksi, zat kimia, test anti centromer yang positif.21•22 Sebaliknya antibodi
dan obat-obatan), imun tubuh dan kerusakan vaskular terhadap topoisomerase (Sci-70) dapat ditemukan pada
serta jaringan merupakan hal penting dalam proses 30-35% pasien dengan tipe difus dan 10-20% pada
penyakit ini. 15 mereka dengan tipe terbatas, namun risiko penyakit paru
interstitial lebih signifikan.
Anti RNA polymerase Ill (RNA Pol Ill), suatu antibodi
DIAGNOSIS nukleolar umumnya ditemukan pada mereka dengan SSc
tipe difus dan berhubungan dengan 25-30% risiko terjadi
Penderita memenuhi kriteria preliminari untuk sklerosis krisis renal. Banyak pasien SSc tidak ditemukan hasil yang
sitemik berdasarkan American College of Rheumatology positif pada pemeriksaan anti centromer, Scl-70, ataupun
(ACR).20 RNA Pol Ill, meskipun 95% didapatkan ANA yang positif.
Karena itu diagnosis SSc dibuat berdasarkan pemeriksaan
Kriteria tersebut adalah:
fisik dan temuan klinis.
A. Kriteria Mayor: Penelitian terbaru mendapatkan adanya autoantibodi
Skleroderma proksimal: Pengerasan (skleroderma) terhadap reseptor angiotensin II tipe 1 dan reseptor
kulit dan indurasi pada kulit jari-jari dan kulit endotelin 1 tipe A pada penderita SSc lebih tinggi daripada
proksimal terhadap sendi metacarpophalangeal kontrol, dengan sensitifitas 85% dan spesifisitas 77%.
atau metatarsofalangeal secara simetris. Perubahan Pasien yang memiliki autoantibodi ini dengan kadar yang
ini dapat juga mengenai seluruh ekstremitas, wajah, lebih tinggi memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi
leher, badan (dada dan perut). SSc tipe difus dan mengalami hipertensi pulmonum dan
ulkus digit, serta risiko kematian yang lebih tinggi. 23 Secara
B. Kriteria minor:
in vitro, autoantibodi ini merangsang fosforilasi kinase
Sklerodaktili (pengerasan kulit pada jari-jari)
ekstraselular dan meningkatkan ekspresi sitokin profibrotik
Digital pitting scars atau hilangnya jaringan pad a
transforming growth factor-beta (TGF~), sehingga
ujung jari akibat iskemia
autoantibodi ini diduga berperan dalam patogenesis
Fibrosis pulmonal bibasilar: Pola retikular
penyakit dan dapat memprediksi terjadi risiko komplikasi
bilateral dengan densitas linier atau lineonodular
vaskular pada SSc. 23
terutama di daerah basal paru pada rontgen
toraks, gambaran bercak difus atau honeycomb;
perubahan ini bukan disebabkan penyakit paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
primer lain.

Penderita didiagnosis sklerosis sistemik jika Pemeriksaan esofagografi barium untuk melihat dismotilitas
memenuhi kriteria mayor atau sekurang-kurangnya 2 esofagus; manometri esofagial dengan pengukuran pH
kriteria minor. 24 jam mendeteksi refluks asam lambung ke esofagus.
Endoskopi saluran cerna bagian atas juga diperlukan
3282 REUMATOLOGI

untuk mengetahui adanya kehilangan darah yang mungkin funduskopi dapat menilai kelainan pembuluh darah
terjadi pada gastric antral vascular ectasia (GAVE), dan kapiler pasien .
gastritis. Gambaran endoskopi GAVE disebut sebagai
watermelon stomach.16
Pemeriksaan rontgen torak~ menunjukkan adanya DIAGNOSIS BANDING
fibrosis pulmonum basilar dan CT scan resolusi tinggi
(high resolution CT scan) paru untuk menilai keterlibatan Diagnosis banding SSc dapat dilihat pada tabel 3.24
paru-paru (penyakit paru interstitial) pada Ssc. Adanya
gambaran ground glass menunjukkan proses inflamasi
atau alveolitis. Ekokardiografi dapat digunakan untuk KLASIFIKASI
mengetahui adanya efusi pericardium dan mengukur
tekanan arteri pulmonum pada pasien dengan kecurigaan Pembagian kelompok penyakit ini dibedakan menurut
hipertensi pulmonum. luasnya keterlibatan kulit. 3.2 5
Pemeriksaan kapiloroskopi pangkal kuku (nailfold 1. Lebih dari 50% pasien SSc menderita tipe terbatas.
capillaroscopy) menggunakan alat kapiloroskopi atau Mereka mengalami keluhan yang muncul perlahan-

label 3. Diagnosis Banding Sklerosis Sistemik


Perubahan kulit dan Keterl i bata n
Kondisi Dermatopatologi Lain-lain
distribusi ekstradermis
Plak amorf (morfea) atau Sklerosis dermis, infla - Umumnya pada anak-
distribusi linear yang masi mononuklear anak (terutama linear),
Skleroderma lokal m e I i b a t k a n w aj a h , Tidak autoantibody umumnya
ekstremitas namun tidak positif
melibatkan jari-jari
Bengkak pada jaringan
Melibatkan trunkal,
Sklerederma Jarang kolagen dan akumulasi
punggung dan leher
mu sin
lndurasi, sklerodaktili,
Deposisi musin kulit yang Paraprotein serum (teru-
Skleromiksedema jarang keterbatasan dalam Jarang
berlebihan tama lgG-1)
membuka mulut
Sering, ringan Proliferasi fibroblast , Membutuhkan paparan
Fibrosis sistemik Ekstremitas, jari-jari,
(otot, fasia, paru- deposisi musin, proliferasi gadolinium pada penyakit
nefrogenik simetris
paru) sel spindel dermis gagal ginjal terminal
Ekstremitas, trunkal, tapi Jarang, miositis Sklerosis dermis dan Sering ditemukan
tidak melibatkan jari-jari derajat ringan hypodermis, normal epi- eosinofilia pada darah
Fasiitis eosinofilik
dermi~ kadang-kadang tepi
inflamasi otot

Tabel 4. Subset Sklerosis Sistemik Menurut LeRoy dkk. 25


SSc kutaneus tipe terbatas (limited)
• Perkembangan penyakit lambat, fenomena Raynaud muncul bertahun-tahun sebelumnya
• Sklerosis kulit terbatas pada tangan (distal siku), kaki (distal lutut), wajah dan leher; atau tidak ada sklerosis sama sekali
• Hipertensi pulmonum yang muncul lambat, neuralgia trigeminal, kalsinosis, dan telangiektasia
• Pelebaran pembuluh darah (loop) kapiler tanpa dropout kapiler pada pemeriksaan kapiloroskopi pangkal kuku (nailfold)
SSc kutaneus tipe difus (diffuse)
• Awitan penyakit cepat perubahan kulit sudah terjadi dalam 1 tahun sejak adanya fenomena Raynaud .
• Pengerasan kulit proksimal yang melibatkan badan, lengan atas dan paha, di samping jari-jari, tangan, lengan bawah dan
wajah/leher secara simetris
• Terdapat tendon friction rubs
• Terdapat penyakit paru interstisial, gagal ginjal oliguria, penyakit gastrointestinal disfus dan keterlibatan miokardium yang
muncul dini dan signifikan
• Adanya antibodi anti-DNA topoisomerase I (anti-Sel-70)
• Tidak terdapat antibodi anti-centromere
• Dilatasi dan destruksi pembuluh darah kapiler pada pemeriksaan kapiloroskopi pangkal kuku (nailfold)
SKLEROSIS SISTEMIK 3283

lahan, riwayat fenomena Raynaud yang lama serta Terapi Umum


bengkak di jari-jari. Perjalanan penyakitnya lebih Terapi simptomatik terdiri atas penghambat pompa
ringan dan kejadian gagal ginjal atau penyakit paru proton (PPI) untuk refluks lam bung, obat-obat prokinetik,
lebih rendah serta prognosis lebih baik. Terdapat 45%- penghambat kanal kalsium (nifedipin) untuk vasodilator,
60% kasus SSc berhubungan dengan ACA. Sindrom dan penghambat ACE (kaptopril, enalapril) atau antagonis
CREST (kalsinosis, Fenomena Raynaud, dismotiliti angiotensin (AT) II (losartan) untuk mencegah krisis
esophagus, sklerodaktili, teleangiektasia) termasuk renal. Aspirin dan statin dapat menurunkan faktor
dalam kelompok ini. 26 risiko kardiovaskular. Jika malabsorbsi disebabkan
2. Pasien dengan tipe difus mempunyai riwayat sakit oleh pertumbuhan berlebihan dari bakteri usus, maka
yang lebih pendek. Mereka sering mengalami sklerosis penggunaan antibiotik dapat bermanfaat. 6
akral, artritis, fenomena Raynaud dan perubahan kulit
yang cepat dan melibatkan kulit di ekstremitas dan Terapi Vasoaktif
trunkal. Kemungkinan terjadi gagal ginjal, gangguan lnfus intravena secara kontinu dengan prostasiklin
jantung, tendon friction rub serta penyakit paru lebih (PG-12) (iloprost, epoprostenol) menurunkan frekuensi
tinggi pada kelompok ini. Antibodi anti topoisomerase dan keparahan serangan Raynaud dan menginduksi
(ATA) (sekitar 55%) atau antibodi anti fibrillarin penyembuhan ulkus di jari -jari . Antagonis reseptor
(terhadap protein yang berhubungan dengan U3 endotelin-1 seperti bosentan atau sitaxsentan menolong
RNA) dapat ditemukan. Jika berhubungan dengan dalam mencegah sekaligus menyembuhkan ulkus digit
antibodi polimerase anti RNA, maka pasien dengan dan juga mengontrol hipertensi pulmonum (grade 2
tipe ini memiliki kesintasan hidup yang pendek serta sampai 4). Obat ini dapat memperbaiki kapasitas latihan,
prognosis yang buruk.26 klas fungsional dan beberapa parameter pada hipertensi
pulmonum. Sildenafil, suatu penghambat fosfodiesterase
juga efektif c;lalam terapi hipertensi pulmonum dan ulkus
PENATALAKSANAAN digit.4

Terapi optimal untuk SSc masih merupakan tantangan Terapi lmunosupresan


hingga saat ini karena pathogenesis SSc yang masih Siklofosfamid dan metrotreksat menghasilkan efek yang
belum jelas, di samping beragam gejala yang mengenai signifikan pada penebalan kulit dan fungsi paru.28 Penelitian
berbagai organ, oleh karena itu European League Against dewasa ini telah membuktikan efikasi siklofosfamid pada
Rheumatism (EULAR) Scleroderma Trials and Research penderita SSc yang mengalami penyakit paru fibrosis.
group (EUSTAR) membuat suatu konsensus yang menjadi Sehingga obat ini direkomendasikan terutama untuk
suatu rekomendasi untuk terapi SSc berdasarkan masalah ini, namun belum ada kepastian tentang lama
evidence based medicine (EBM).4 Di samping kurangnya terapi serta hubungannya dengan toksisitasnya sehingga
pengetahuan akan terapi yang tepat, juga terdapat perannya dalam terapi SSc menjadi terbatas . Terapi
kesulitan dalam pengukuran tingkat keberhasilan terapi.6 transplantasi sel punca hemopoetik (HSCT) dewasa ini
Sehingga penatalaksanaan SSc lebih didasarkan pada lebihjauh menjelaskan peran siklofosfamid sebagai agen
keterlibatan masing-masing organ. 4 mayor imunosupresif pada SSc.29
Prinsip terapi ditujukan kepada perbaikan kondisi Metotreksat lebih ditujukan untuk pasien yang
umum dengan memperhatikan faktor nutrisi, higiene mengalami miositis atau artritis. Akhir-akhir ini mikofenolat
dan dukungan psikologik. Terapi terhadap gejala-gejala mofetil (MMF) telah menunjukkan efek yang positif dalam
yang dialami penderita sangat individual. Selanjutnya terapi SSc.
terapi ditujukan pada 3 kompartmen patogenik: yaitu Tidak ada bukti yang jelas akan kegunaan gluko-
gangguan vaskulopati, fibrosis serta imunologik (inflamasi, kortikoid pada penyakit ini. Malah dosis lebih dari 7.5 mg
imunomodulasi dan autoimuniti). Penyakit SSc ini tidak per hari dapat meningkatkan risiko terjadi krisis renal. 30
dapat disembuhkan namun dapat diterapi, meskipun Pasien yang mendapat glukokortikoid harus mendapat
respons terhadap terapi umumnya lambat. 6 pengawasan yang ketat akan fungsi ginjal dan tekanan
Penelitian klinis SSc menggunakan pengukuran aktivitas darah.
penyakit semi kuantitatifyang dikembangkan oleh Medsger Rituximab, suatu monoklonal antibodi terhadap
dkk (lihat tabel 5). 27 Mereka menerapkan tingkat keparahan protein transmembran CD20 pada sel B, tidak menunjukkan
penyakit berdasarkan skala 0 (tidak ada bukti keterlibatan perbaikan pada pengerasan kulit atau menurunkan titer
organ) sampai 4 (stadium terminal penyakit). antibodi meskipun terjadi deplesi sel B. 31
3284 REUMATOLOGI

Tabel 5. Skala Keparahan Penyakit Sklerosis Sistemik

0 1 2 3 4
Sistem
(normal) (ringan) (sedang) (berat) (stadium akhir)

Keadaan BB turun 5,0-9,9 kg BB turun 10,0-14,9 kg BB turun 15,0-19,9 kg BB turun > 20 kg


Normal
umum atau Ht 33,0-36,9 atau Ht 29,0-32,9 atau Ht 25,0-28,9 atau Ht < 25

Fenomena Memerlukan vaso- Ulserasi aktif pada


Normal Skar pada ujung jari Ganggren pada jari
Raynaud dilator ujung jari

Skor kulit 0 1-14 15-29 30-39 >40


Jarak jari ke
telapak tangan <1 1,0-1,9 2,0-3,9 4,0-4,9 >5,0
(cm)

Kelemahan
Ti dak dapat ber-
proksimal Tidak ada ringan sedang berat
jalan
ekstremiti
Memerlukan terapi Dosis tinggi anti-
Sindrom malabsorbsi
Status gastro- antirefluks atau refluks atau antibiotik Memerlukan total
Normal atau adanya pseu-
intestinal foto seri usus halus untuk bakteri yang parenteral nutrisi
doobstruksi periodik
abnormal tumbuh berlebih
FVC atau DLCO
FVC atau DLCO
70-80% dari nilai FVC atau DLCO <50%
50-69% dari nilai
prediksi atau ronki dari nilai prediksi atau
Pu Imo Normal prediksi atau Memerlukan oksigen
basah atau fibrosis hipertensi pulmonal
hipertensi pulmonal
pada rontgen sedang berat
ringan
tor aks
Aritmia atau pem- Gag a I jantung
Gangguan
besaran ventrikel kongestif atau arit-
Jantung Normal konduksi pada EKG EFVK <40%
kanan + ventrikel kiri mia yang mem-
atau EFVK 45-49%
atau EFVK 40-44% butuhkan terapi
Kreatinin 1,3-1 ,6 Kreatinin 1,7-2,9
Ginjal Normal mg/di atau protei- mg/di atau proteinu- Kreatinin >3,0 mg/di Memerlukan dialisis
nuria 2+ ria 3-4+

EFVK= Ejeksi fraks i ventrikel kiri, Ht=Hematokrit, FVC, DLCO carbon monoxide diffusing capacity, FVC forced vital capacity

Terapi Antifibrotik Terapi Ultraviolet A


Beberapa penelitian kl inis menunjukkan fungsi imatinib lradiasi sinar ultraviolet A (UVA) (320-400 nm) ke lapisan
mesylate, suatu penghambat tirosin kinase, juga target kulit yang lebih dalam. lrad ias i UVA berulang-ulang
platelet derived growth factor receptor (PDGFR) kinase, atau yang berhubungan dengan proses fotosensitasi
menghambatjalur extracellular-signal-regulated kinases 1 (Photochemotherapy with UVA (PUVA)) meningkatkan
dan 2 (ERK1/2} dalam aktivasi fibroblast, dapat mengurangi ekspresi , sintesis kolagen dalam fibroblas kulit; dan
proses fibrosis berbagai organ .32 merusakjaringan kolagen. Di lain pihak, UVA menimbulkan
Kolagen bovin tipe I 500 mg per oral mengurangi efek imuno-supresif kulit dan sistem ik, seperti apoptosis
penebalan kulit. Terap i ini menginduksi toleransi oral sel T dan induksi IL-10. Efek in i dapat memperbaiki skor
terhadap kolagen autoantigen yang diukur melalui kulit pada SSc. 35
reaktivitas sel T.33
Meskipun demikian, target terapi ini hanya merupakan Terapi Selular
mekanisme sekunder. Usaha terapi dengan menetralkan Terapi selular padajaringan fibros is dan sistim imun target.
antibodi anti transforming growth factor beta (TGF~) (CAT- Alasan menggunakan transplantatasi sel punca (stem
192) dan dengan penghambat peptida TGF~ dan connective cell) hematopoesis adalah mengat ur kembali disregulasi
tissue growth factor (CTGF) cukup menjanjikan.6 Penicillamin sitim imun dengan terapi imunoablasi (agen sitotoksik,
tidak dapat direkomendasikan lagi, karena tidak terbukti globulin anti limfosit, iradiasi seluruh tubuh) diikuti dengan
efektivitasnya di samping efek samping yang berat. 34 menginfus kembali sel punca hematopoesis yang telah
SKLEROSIS SISTEMIK 3285

di-isolasi sebelumnya . Mekanisme utamanya tercapa i pasien ke 120/80 mmHg atau lebih rendah lagi secapat
melalui eradikasi autoagresif T efektor dan sel B, dan mungkin. Meskipun demikian kreatinin serum pasien akan
induksi sel T regulator. Tujuannya adalah mengembalikan bertahan tinggi sampai beberapa minggu sebelum turun.
toleransi walaupun menggunakan sel autolog. Melalui Jadi penghambat ACE harus diberikan terus tan pa melihat
transplantasi sel punca hematopoesis alogenik, graf pen ingkatan kadar kreatinin . Sekitar 40-50% pasien yang
versus efek autoimuniti, mungkin berkontribusi untuk mengalami krisis renal selanjutnya menjalani dialisis dalam
memberikan hasil yang lebih baik namun juga memiliki 18-24 bulan, hanya sekitar 1/3 sampai 1/i yang kemudian
efek samping yang cukup berat. Pasien yang diterapi dapat lepas dari dialysis.38•39
dengan tranplantasi sel punca menunjukkan perbaikan
dalam pengerasan kulit secara bermakna dan disfungsi
organ yang stabil. 36 Bukti awal bahwa fibrosis dapat PENCEGAHAN
mengalami perbaikan lagi memberikan harapan yang lebih
baik dengan terapi ini. Tidak ada cara untuk mencegah terjadi krisis renal,
sehingga kontrol yang baik dan teratur merupakan hal
yang penting
KOMPLIKASI

Hipertensi esensial ditemukan pada 10-15% pasien PROGNOSIS


dengan SSc. 37 Kondisi ini membutuhkan terapi namun
bukan suatu keadaan emergensi. Suatu kondisi katastropik Suatu metaanalisis mendapatkan rasio mortalitas
"krisis renal" terjadi pada 15-20% pasien SSc dengan tipe diperkirakan sebesar 1,5 sampai 7,2 kali dibandingkan
difus. Hipertensi cenderung asimptomatik dengan sedikit dengan populasi normal. 40 Sekitar 50% pasien meninggal
gangguan pada fungsi ginjal, namun krisis renal biasanya atau mengalami komplikasi pada organ mayor dalam 3
terjadi mendadak, tensi darah bisa normal atau rendah tahun setelah diagnosis. Laju kesintasan tergantung pada
pada 1 minggu sebelumnya kemudian mendadak tinggi organ mayor yang terlibat. Prognosis menjadi lebih buruk
(sering mencapai 160 sampai 200 per 100 sampai 110 bila terdapat hipertensi pulmonal dan krisis renal, dan
mmHg atau lebih). Gejala lain adalah cenderung untuk kematian umumnya akibat kedua organ ini.3•6 Kematian
mengalami sakit kepala, stroke atau gangguan neurologis, akibat kanker terutama di parujuga dilaporkan meningkat
sesak napas dan peningkatan kejadian bengkak atau pada SSc. 41 Penelitian mendapatkan terapi terhadap
pengerasan pada kulit . Laboratorium menunjukkan penyakit ginjal, hipertensi pulmonum, dan keterlibatan
peningkatan kreatinin, anemia (biasanya hemolitik, esofagus akibat penyakit ini, dapat meningkatkan harapan
atau schistocytes), trombositopenia atau proteinuria. hidup 10 tahun penderita hingga 80%.42
Volume urin menu run drastis sampai anuria atau oliguria. Prognosis penderita SSc sangat beragam, dalam 25
Keadaan ini perlu mendapat penanganan serius karena tahun terakhir terdapat perbaikan prognosis penderita.
pasien bisa tiba-tiba jatuh ke dalam keadaan berbahaya Angka harapan hidup 5 tahun mencapai 80% 43 dan 10
yang mengancam nyawa seperti aritmia, gaga! jantung tahun mencapai 55, 1% sampai 76,8%.1
kongestif, sindrom distress respiratori akut, dan gaga!
ginjal yang membutuhkan dialisis.
Pasien perlu dirawat, dan sesegera mungkin mendapat REFERENSI
terapi dengan penghambat angiotensin-converting
enzyme (ACE). Penghambat ACE merupakan satu-satunya 1. Mayes MD, Assassi S. Epidemiology and classification
of scleroderma. In: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS,
anti hipertensi yang terbukti dapat menyelamatkan kondisi Weinblatt ME, Weisman MH. Eds. Rheumatology. Sth ed .
krisi renal. Dalam sebuah penelitian pad a kelompok tan pa Mosby Elsevier. Philadelphia. 2011:1361-6
terapi ACE kemungkinan bertahan hidup dalam 6- 12 2. Setiyohadi B. Sklerosis sistemik. In: Sudoyo A, Setiyohadi
bulan kurang dari 20%, sementara mereka dengan terapi B, Aiwi I, Simadibrata M, Setiati S. Editors. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta. Intema publishing. Pusat
penghambat ACE, laju kesintasan kurang lebih 75% dalam Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. 2010:2620-2628
1 tahun, dan mereka yang bertahan hidup dalam 1 tahun 3. Varga J, Denton CP. Systemic sclerosis and the scleroderma
umumnya dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun.38 Dosis spectrum disorders. In Firestein GS, Budd RC, Harris ED,
Mcinnes IB, Ruddy S, Sergent JS. Editors. Kelley' s textbook
penghambat ACE harus dinaikkan secara agresif sampai of Rheumatology, 8th ed. Philadelphia.Saunders Elsevier.
dosis maksimal dalam 1-3 hari sesudah memulai obat. Anti 2009:1311-1352
hipertensi lain dapat ditambahkan seperti penghambat 4. Kowal-Bielecka 0 , Landewe R, Avouac Jet al. European
League Against Rheumatism (EULAR) Scleroderma Trial
kanal kalsium, penghambat reseptor angiotensin dan
and Research group (EUSTAR) recommendations for the
klonidin. Tujuannya adalah menurunkan tekanan darah treatment of systemic sclerosis: a report from the EULAR
3286 REU MATOLOGI

Scleroderma Trials and Research group (EUSTAR) Ann 24. Simms RW. Localized scleroderma and scleroderma like
Rheum Dis 2009;68:620-628 syndromes. In:Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt
5. Walker JG, Fritzler MJ, Systemic sclerosis. In: Shoenfeld ME, Weisman MH. Eds. Rheumatology . 5'h ed. Mosby
Y, Cervera R, Gershwin ME. Eds. Diagnosis criteria in Elsevier. Philadelphia. 2011:1433-37
autoimmune diseases. Totowa, Humana Press 2008:31-36 25. Le Roy EC, Black C, Fleischmajer R et al. Scleroderma
6. Haustein UF, systemic sclerosis an update. Laboratory (systemic sclerosis): Classification, subsets and pathogenesis.
Medicine. 2011;42(9):562-572 J Rheumatol 1988;15:202-205
7. Varga J. Systemic scleoris: epidemiology, pathology and 26. Kuwana M, Kaburaki J, Okano Y, et al. Clinical and prognostic
pathogenesis. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, Ehite PH. associations based on serum antinuclear antibodies in
Editors. Primer on the Rheumatic disease. 13th ed. New York. Japanese patients with systemic sclerosis. Arthritis Rheum.
Springer Science. 2008:351-358 1994;37:75-83
8. Della Rossa A, Valentini G, Bombardieri S, et al: European 27. Medsger TA Jr, Silman AJ, Steen VD et al. A disease severity
multicentre study to define disease activity criteria for scale for sy stemic sclerosis: development and testing. J.
systemic sclerosis, Clinical and epidemiological features of Rheumatol 1999;26:2159-2167
290 patients from 19 centres. Ann Rhuem Dis 2001;60:585- 28. Akesson A, Scheja A, Lundin A, et al. Improved pulmonary
591 function in systemic sclerosis after treatment with
9. Silman AJ. Scleroderma- Demographics and survival. J cyclophosphamide. Arthritis Rheum. 1994;37:729-735
Rheumatol Suppl. 1997;48:58-61. 29. Chighizola C, Ong VH, Denton CP. Cyclophosphamide
10. Mayes MD. Scleroderma epidemiology. Rheum Dis CIin North as disease-modifying therapy for scleroderma. Int. J. Clin.
Am. 2003;29:239-254. Rheumatol.2011;6(2):219-230.
11. Steen VD, Oddis CV, Conte CG, et al. Incidence of systemic 30. Steen VD, MedsgerTAJr. Case-control study of corticosteroids
sclerosis in Allegheny County, Pennsylvania: A twenty year and other drugs that either precipitate or protect from the
study of hospital diagnosed cases, 1963-1982. Arthritis Rheum development of scleroderma renal crisis. Arthritis Rheum.
1997;40:441-445 1998;41:1613-1619.
12. Mayes MD, Lacey JV Jr, Beebe-Dimmer J, et al. Prevalence, 31. Lafyatis R, Kissin E, York M, et al. B cell depletion with
Incidence, survival, and disease characteristics of systemic rituximab in patients with diffuse cutaneous systemic
sclerosis in a large US polulation. Arthritis Rheum. sclerosis. Arthritis Rheum . 2009;60:578-583.
2003;48:2246-2255 32. Distler JH, Distler 0 . Tyrosine kinase inhibitors for the
13. Allock RJ, Forrest I, Corris PA, et al: A study of the prevalence treatment of fibrotic diseases such as systemic sclerosis:
of systemic sclerosis in the northeast England. Rheumatology Towards molecular targeted therapies. Ann Rheum Dis.
2004;43:596-602 2010;69(suppll):i48-i51.
14. Hamijoyo L. Profil penderita sklerosis sistemik di poli 33. McKown KM, Carbone LD, Bustillo J, et al. Induction of
• reumatologi RSCM/FKUI dari Januari 2007-Desember 2008. immune tolerance to human type I collagen in patients with
Tugas akhir Program PPSK IPD FKUI/RSCM 2009 systemic sclerosis by oral administration of bovine type I
15. Varga J, Lafyatis R. Pathogenesis of systemic slerosis. In: collagen. Arthritis Rheum . 2000;43:1054-1061.
Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman 34. Furst DE, Clements PJ. D-Penicillamine is not an effective
MH. Eds. Rheumatology. 5th ed. Mosby Elsevier. Philadelphia. treatment for systemic sclerosis . Scand J Rheumatol.
2011:1387-1402 2001;30(4):189-91
16. Bolster MB, Silver RM. Clinical feature of systemic sclerosis. 35. Sunderkotter C, Kuhn A, Hunzelmann N, et al. Phototherapy:
In: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, A promising treatment option for skin sclerosis in scleroderma?
Weisman MH. Eds. Rheumatology. 5th ed. Mosby Elsevier. Rheumatology (Oxford). 2006;45(suppl 3):iii52-iii54.
Philadelphia. 2011:1373-85 36. Vonk MC, Marianovic Z, van den Hoogen FH, et al. Long-
17. Mayes MD. Systemic sclerosis: Clinical feature: In In: Klippel term follow-up results after autologous haematopoetic stem
JH, Stone JH, Crofford LJ, Ehite PH. Editors. Primer on the cell transplantation for severe systemic sclerosis. Ann Rheum
Rheumatic disease. 13th ed. New York. Springer Science. Dis. 2008;67:98-104
2008:343-350 37. Steen VD, Syzd A, Johnson JP, et al. Kidney disease other than
18. Clements P, Lachenbruch P, Seibold J, Wigley FM. Inter- renal crisis in patients with diffuse scleroderma. J Rheumatol.
and intra-observer variability of total skin thickness score 2005;32:649-655.
(modified Rodnan) in systemic sclerosis (SSc). J.Rheumatol 38. Steen VD. Scleroderma renal crisis. Rheum Dis Clin North
1995;22:1281-1285 Am. 2003;29:315-333.
19. Merkel PA, Silliman NP, Denton CP, et al. Validity, reliability, 39. Penn H, Denton CP. Diagnosis, management and prevention
and feasibility of durometer measurements of scleroderma of scleroderma renal disease. Curr Opin Rheumatol.2008;20:692-
skin disease in a multicenter treatment trial. Arthritis Rheum 696.
2008;59:699-705 40. Ioannidis JP, Vlachoyiannopoulos PG, Haidich AB, et al. Mor-
20. Subcommittee for scleroderma criteria of the American tality in systemic sclerosis: An international meta-analysis of
Rheumatism Association (ARA) diagnostic and therapeutic individual patient data. Am JMed. 2005;118:2-10.
criteria committee. Preliminary criteria for classification of 41. Silman AJ. Scleroderma-Demographics and survival. J
systemic sclerosis (scleroderma). Arthritis Rheum 1980;23:581- Rheumntol Suppl. 1997;48:58-61.
590 42. Al-Dhaher FF, Pope J, Ouimet JM. Determinants of morbidity
21. Steen VD, Powell DL, Medsger TA Jr. Clinical correlations and mortality of systemic sclerosis in Canada. Semin Arthritis
and prognosis based on serum autoantibodies in patients with Rheum. 2010;39:269-277.
systemic sclerosis. Arthritis Rheum. 1988;31:196-203. 43. Avouac J, Kowal-Bielecka 0 , Landewe R, et al. European
22. Steen VD. The many faces of scleroderma. Rheum Dis Clin League Against Rheumatism (EULAR) Scleroderma Trial
North Am. 2008;34:1-15 and Research group (EUSTAR) recommendations for the
23. Riemekasten G, Philippe A, Nather M, et al. Involvement treatment of systemic sclerosis: methods of elaboration and
of functional autoantibodies against vascular receptors in results of systematic literature research. Ann Rheum Dis
systemic sclerosis. Ann Rheum Dis. 2011;70:530-536 2009; 68:629-634
429
NEOPLASMA TULANG DAN SENDI
Edward Stefanus Tehupeiory

PENDAHULUAN Giant cell tumor dari selaput tendon (localized giant cell
tumor). (2) Nodul intra artikuler yang soliter (lokal PVNS)
Tumor primer atau kelainan-kelainan yang menyerupai dan (3) Lesi villous difus pigmen mengenaijaringan sinovia
tumor (tumor-like disorders) dari sendi atau lebih (diffuse tenosynovial giant cell tumor). Hanya bentuk (2)
khusus pada sinovium adalah sangat jarang, namun dan (3) yang dibahas pada tulisan ini.
harus dipertimbangkan kemungkinan adanya tumor Bentuk giant cell tumor lokal merupakan bentuk
(diagnosis deferensial) bila ditemukan penyakit sendi yang terbanyak pada sendi tangan dan kaki, tetapi juga pada
monoartikuler. Beberapa neoplasma berasal dari sendi itu intra dan ekstraartikuler sekeliling sendi-sendi besar.
sendiri, atau sebagai hasil penetrasi dan metastasis dari Tumor ini tumbuhnya pelan dalam masa multi noduler
tempat lain. Keganasan dapat bermetastasis ke tulang yang berlokasi pada sendi-sendi tangan dan terbanyak
ataupun sendi. Neoplasma sendi dibagi atas neoplasma pada perempuan dengan umur 30 dan 50 tahun.
sendi primer dan neoplasma sendi sekunder. Bentuknya khas dengan ukuran kurang dari 5 Cm. Pada
Klarifikasi tumor tulang berdasarkan perkembangan potongan tumor terlihat berwarna kuning (mengandung
tulang dan formasinya terbagi atas tipe yang spesifik yaitu kolesterol) dan cokelat (hemosiderin). Pada pemeriksaan
yang oseous dan nonoseous. mikroskopis menunjukkan suatubentuk selular dan
Neoplasma primer pada sendijarang dan yang bersifat multinoduler dengan lapisan kapsul yang tipis.
ganas lebih jarang lagi. Neoplasma pada sendi dapat Bentuk yang kedua Diffuse tenosynovial giant cell tumor
berasal dari sendi itu sendiri atau berupa metastasis dari secara morfologis hampir menyerupai Giant cell tumor dan
tempat lain. Terdapat dua jenis kelainan yaitu pigmented selaput tendon (tendon sheath), namun dari presentasi
villonoduler synovitis dan synovial chondromatosis yang klinik dan pertumbuhannya sangat berbeda dengan
merupakan kelainan proliferatifyang paling sering timbul kedua bentuk local dan yang difus. Bentuk ini terdapat
dari dalam sendi. Lesi-lesi primer yang lain seperti Lipoma sekeliling sendi-sendi besar yang berturut-turut adalah
arborescens, hemangioma sinovia, kondroma intrakapsuler sendi lutut, pinggul, ankle, siku dan sendi bahu. Gejala
dan kondrosarkoma sinovia. Sarkoma sinovia dan sel tumor berupa nyeri sendi, bengkak dan disfungsi sendi. Efusi
giant adalah neoplasma yang biasa meluas kedalam sendi. sendi yang berisi darah sering ditemukan. Didapatkan pada
Keganasan yang bermetastasis ke send i. Berdasarkan umur dewasa muda, dengan umur kurang dari 40 tahun.
hal tersebut di atas bahasan berikutnya hanya dibahas Tumor ini ditemukan intra artikular yang meluas sepanjang
neoplasma sendi. Klasifikasi neoplasma sendi berdasarkan permukaan sinovia, yang dapat meluas ke lapisan bursa
kausa adalah primer dan sekunder. periartikuler danjaringan sekitarnya. Sama dengan bentuk
lokal, warna dapat bervariasi tergantung pada kandungan
lipid dan hemosiderin. Kandungan hemosiderin lebih sering
NEOPLASMA SENDI PRIMER dibandingkan dengan bentuk tumor lokal.
Mikroskopis sama dengan bentuk lokal, tetapi lebih
Suatu kelainan proliferatif yang tidak diketahui kausanya banyak memberi gambaran mitosis. Gambaran klinik dari
dan mempengaruhi sinovia adalah pigmentid villonoduler bentuk tumor difus ini lebih agresif dan menunjukkan
synovitis (PVNS). Kelainan ini terjadi dalam 3 bentuk: (1) lebih banyak bersifat lokal.
REUMATOLOGI
3288

NEOPLASMA SENDI SEKUNDER mikroskopis terdapat pergantian difus dari jaringan


lunak subsinovia dengan jaringan adipose yang dewasa.
Sarkoma Sinovia Hubungannya dengan lesi sendi degeneratif, menunjukkan
Bentuk ini jarang terdapat sel-sel sinovia yang ganas. bahwa kelainan ini merupakan kelainan yang reaktif.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi ekstremitas
bawah dengan insiden tertinggi adalah pada umur 15 Fibroma of Tendon Sheath
dan 40 tahun. Fibroma dari selaput tendon adalah suatu tumor multi -
noduler myofibroblastik yang primer pada tangan yang
Giant Cell Tumor sama dengan bentuk lokal dari tenosinovitis noduler.
Bentuk tumor ini merupakan tumor jinak (Ii hat bahasan di Kelainan ini lebih banyak pada lelaki . Hasil sitogenetik
depan). Klasifikasi lain tumor sendi adalah tumor benigna menunjukkan suatu kesamaan yang bukan suatu kariotipe
dan tumor ganas. seperti pada giant cell tumor yang lokal.

Kondroma
TUMOR BENIGNA Kondroma yang terdiri dari 2 jenis neoplasma kartilago
yang benigna dan terdapat d i sekitar sendi , yaitu :
Hemangioma Sendi kondroma jaringan lunak dan kondroma intrakapsuler
Tumor ini jarang, secara eksklusif khusus pada anak dan ekstra sinovia (dikutip dari 4). Jenis kondroma jaringan
dewasa muda. Penampilan tumor ini berupa sakit sendi lunak terdapat utama pada tangan dan kaki, pada sendi
atau hemartrosis yang rekuren. ldentifikasi tumor ini temporomandibuler. Berbatas tegas, nodullobuler dan
biasa gagal dengan pemeriksaan radiografis. Dengan berbeda tegas dengan kartilago dan beberapa bentuk
pemeriksaan MRI memberi hasil yang cukup baik . mengalami osifikasi . Jenis yang kedua, intra kapsuler
Tumor ini ada 3 jenis: hemangioma kapiler, hemangioma ekstra sinovial kondroma berbeda dalam hal lokasi yaitu
kavernosa atau varises, dan hemangioma arteri venosus. di dalam kapsul sendi . Beberapa laporan kasus didapat
Ketiga bentuk ini dibedakan berdasarkan ukuran dan tebal bahwa jenis kondroma ini terdapat utamanya pada lutut,
pembuluh darah. Kelainan-kelainan ini adalah benigna dan kemudian pada sendi elbow, dan panggul.
diobati dengan cara eksisi.
Patogenesis dari lesi-lesi ini tidak diketahui secara Miksoma
pasti, namun diduga adalah hamartoma, neoplasma asli lnsiden miksoma sukar ditentukan. Suatu penelitian
atau lesi reaktif karena trauma sekunder. dari 65 kasus ternyata miksoma tidak jarang ditemukan.
Beberapa kasus dilaporkan sebagai kista men iskus atau
Lipoma Arborescens parameniskus. Tumor sering ditemukan pada pria dekade
Lipoma arborescens adalah lesi yang jarang. Kelainan ke-3 dan ke-5 dan biasanya pada lutut danjuga dapat pada
ini mempunyai sifat oleh replacement jaringan adipose sendi-sendi besar yang lainnya. Gejala klinik adalah sekat
pada orang dewasa pada stroma sel sinovia. Pemeriksaan pada sendi dan masa yang cepat tumbuhnya. Mikroskopis

Klasifikasi Tumor Tulang*


Tumor Berasal dari Tulang
Kartilago Tulang Resorptif
Osteokondroma soliter dan multipel Osteoma dan pengerasan fibroma Kista tulang
Kondroma Chondroma tengkorak dan rahang Fibrosa osteitis difus (paratiroidisme)
Kondromiksoid fibroma Kondroblastoma Osteoidosteoma Displasia fibrosa, poliostotik atau monos-
· jinak dan ganas Sarkoma osteogenik , sklerosa dan totik
Kondrosarkoma, primer atau sekunder osteolitik Sel raksasa tumor
Osteoma parosteal dan pengerasan
miositis
Sumsum dan Sistem Haversian Tumor Bukan Berasal dari Tulang Dengan lnklusi atau lnvasi Langsung
Sarkoma Ewing Karsinoma prostat, payudara, ginjal, dll Kordoma
Sarkoma retikulum primer Multipel Limfoma metastasis dan sarkoma Angioma, angiosarkoma
myeloma Fibroma dan fibrosarkoma, fasialis atau
Kloroma dan leukimia tulang serabut saraf
Retikuloendoteliosis Miosarkoma
Xantoma dan granuloma tulang Liposarkoma
NEOPLASMA TULANG DAN SENDI 3289

tumor ini sama dengan miksoma pada jaringan lunak gan demikian tumor ini dapat terjadi pada organ-organ
lainnya. Patogenesis dan miksoma belum diketahui secara dengan jaringan lunak. Agiosarkoma pada sendi sangat
pasti. Penelitian Sciot R. dkk. dengan analisis sitogenetik jarang, tetapi tumor ini dapat timbul dalam tulang yang
dilaporkan 2 bentuk klonal. meliputi sendi.

Sinovial Kondromatosis Tumor Metastatik


Pada jenis tumor ini sinovium ditabur dengan nodul Metastatis kedalam sinovium sangat jarang . Pada
kartilago dan biasanya rongga sendi mengandung penelitian akhir didapat 28 kasus; namun distribusi tipe
beberapa chondroid loose bodies. Jenis tumor ini lebih tumor sangat luas. Kanker paru adalah jenis kanker yang
sering pada pria dan paling sering pada sendi lutut. paling sering metastasis ke sendi.
Didapat pada dekade ke-7. Gejala klinik berupa sakit sendi;
bengkak dan disfungsi.
REFERENSI

TUMOR GANAS (MALIGNA) Copeland M.M., Geshickter CF. Tumors of the bone, joint and
soft parts of the extremitas christopher' s textbook of surgery
7th Ed. W.B. Saunders and Co. Philadelphia - London 1968
Kondrosarkoma : 1148-76
Jenis tumor ini mengenai sendi melalui 2 cara : (1) Convery FR. Lyon R., Lovema C. Synovial tumor. Rheumatology
Kondrosarkoma dari tulang dapat mengenai beberapa Eds. Klippel JH. Dieppe P t al Mosby London 1991 : 39.3
-39.7.
kasus yang invasi pada sendi. (2) Kondrosarkoma timbul
Chung EB, Enzinger FM. Chondroma of soft parts. Cancer 1978:41:
dalam sendi itu sendiri. Banyak laporan mengenai 1414-24.
jenis tumor ini. Salah satu seri dari 53 kasus sinovia Devaney K, Vinh TN. Sweet DE. Synovial hemangioma: a report
kondromatosis diketahui sebanyak 3 jenis transformasi of 20cases with differential diagnostic consideration. Hum
pathol 1993: 24: 737-45.
maligna. Penelitian lain didapat kasus dimana mioid
Dal Cin Pet al. Translocation 2 : 11 in a fibroma of tendon sheath.
kondrosarkoma terjadi secara primer dalam sinovium. Histopathology. 1998 : 32 : 433-5.
Davis RI et al. Primary synovial chondromatosis a clinicopathologic
Clear Cell Sarkoma review and assesment of malignant potential. Hum pathol
1998:29:683-8.
Dari nama jenis tumor ini merupakan neoplasma yang
Fujimoto M et al. Complete remission of metastatic clear cellsar-
sangat yang sangat ganas yang terdiri dari sel epiteloid coma with DAV chemotheraphy. Clin Exp Dermatol 2003 :
denga sitoplasma yang jelas dengan pewarnaan. Karena 28: 22-4.
secara ultrastruktural, iminofenotipe dan hestogenetik Gupta De et al. Angiosarcoma of pelvis presenting clinically as
menyerupai melanoma maligna konvensional, maka tubercolosis of hip. J Indian Med. Assoc. 1976 : 67: 42-3.
Halle! T, Lew S, Bansal M. Villous lipomatous proleferation of the
dikenal sebagai melanoma maligna jaringan lunak. Jenis synovial membrane (lipoma arborescens). J Bone joint surg
tumor ini biasanya ditemukan pada kelompok umur muda Am 1988: 70 (2) : 264-70.
dan terbanyak pada dekade ke-4. Pada penelitian Lucas Klippel JH. Neoplasma of the joint primer on the rheumatic
dkk. Didapat lebih banyak pada perempuan dan paling diseases 12th Ed. Arthritis foundation. Atlanta Georgia 2001
: 473-6.
sering pada sendi kaki dan tangan. Prognosis tergantung Kendblom LG, Angervall L. Myxoid chondrosarcoma of the
pada ukuran, tingkat sekrosis dan nilai mitosis. Pengobatan synovial tissue : a clinicophatologic histochemical and
berdasarkan pada pendekatan multimodalitas dengan ultrastruktural analysis cancer 1983 : 52 : 1886-95.
pembedahan yang merupakan tindakan pertama. Pada Lucan DR Nascimento AG et al. Clear cell sarcoma of 20th tissue
mayo clinic experience with 35 cases. Am J Surg Pathol 1992:
beberapa kasus yangjarang dapattimbul remisi sempurna 16: 1197-204.
dengan pengobatan 3 jenis kemoterapi. Meis JM, Enzinger FM. Juxta- artikuler myxoma" a clinical and
pathologih study of 65 cases. Hum pathol 1992 : 23 : 639-46.
Limfoma Murphy F, Dahlin D. et al. Articular synovial chondromatosis. J
Bone joint surg Am 1962: 44 : 77-86.
Limfoma biasanya meliputi tulang dan sumsum tulang Rao AS, Vigorita VJ. Pigmented Villo noduler synovitas (Giant cell
dan dapat bermetastasis kerongga sendi. Pada satu tumor of the tendon sheath and synovial membrane) a review
penelitian pada kaput femoris didapat 3% dengan small of eighty one cases. J Bone Joint Surg Am 1934; 66: 76-94.
8- cell lymphoma . Kelainan primer pada sinovia sangat Sreyaskumar R. et al. Soft tissue and bone sarcoma and bone
metastases. Harrison's principle of Int Med vol -1 Eds
jarang. Secara umum kelainan berupa proses proliferatif
Braunwald et al. 15th Ed Mc. Graw Hill and Co 625-32, 2001 .
dan bukan inflamasi. Satti MB. Tendon sheath tumors : a pathological study of the
relation ship between giant cell tumor and fibroma of tendon
Agiosarkoma sheath. Histopathology 1992; 20: 213-20.
Agiosarkoma adalah tumor maligna dan endotelium. Den-
3290 REUMATOLOGI

Sciot R., et al. Clonal chromosomal changes in juxta - articular


myxoma. Virchow arch 199 : 434 : 177-80.
Sugihara S. et al. Histopathology of retrieved al!ografis of the
fumoral head. J Bone Joint Surg 1999 : 8: 336-45.
Winokur TS. Siegal GP. Tumor like lesions and neoplasma of
joint and related structure. Arthritis and allied conditions.
A textbook of rheumatology 15th Edition Eds. Koopman WJ,
Moreland LW. Vol - 2. Lippencott Williams and Wilkins
Philadelphia 2005 : 2117-28.
Yoanes M. et al. Monoarthritis secondary to joint metastasis. Two
cases report and litterature review. Joint Bone Spine 2002 :
495-8.
Zvaifler NJ. Cancer and miscellaneous arthropathy rheumatology.
Klipped JH. Dieppe PA. Mosby London 1994 : 38.1 -38.5.
430
OPIOID, ANTI DEPRESAN DAN
ANTI KONVULSAN PADA TERAPI NYERI
Riardi Pramudiyo

OPIOID desending yang memodulasi input nosisepsi perifer pada


tingkatan korda spinalis. Pada sistem limbik, opioid akan
Sudah puluhan tahun opioid dipakai dalam penanganan merubah respons emosional terhadap nyeri sehingga hal
nyeri baik sebagai obat tunggal maupun sebagai bagian ini akan membuat lebih tahan terhadap nyeri. Berdasarkan
dari terapi multimodal dan memberikan hasil yang atas hal-hal tersebut di atas opioid dipakai untuk meng -
cukup baik. Bonica (2001) pada buku teksnya Bonica 's atasi nyeri (Miyoshi & Leckband,2001).
management of Pain edisi sebelumnya menyatakan bahwa
opioid telah banyak dipakai dalam penanganan nyeri akan Pengaruh Lain Opioid (Miyoshi & Leckband,
tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, hal ini 2001).
disebabkan oleh karena para dokter kurang terlatih dan Supresi batuk. Opioid juga akan mengakibatkan depresi
kurang memahami pemakaian obat tersebut sehingga refleks batuk dengan cara langsung menekan pusat batuk
akibatnya banyak dokter kurang memahami baik tentang pada medulla. Tidak ada hubungan antara aktivitas supresi
dosis maupun lama kerja obat tersebut serta rasa takut batuk dengan efek depresi pernapasan. Jadi supresi
akan terjadinya adiksi, ketergantungan dan depresi batuk oleh opioid tidak mengganggu ventilasi . Opioid
pernapasan. dari jenis ini yang banyak dipakai adalah kodein. Pada
beberapa pasien supresi refleks batuk akan memperburuk
Mekanisme kerja dan pengaruh opiat. Opioid mempunyai keadaan, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya
efek farmakologi pada hampir setiap organ dalam tubuh. proses pembersihan dan sekresi sputum. Semua jenis
Beberapa efeknya menguntungkan dan yang lain opioid sebaiknya tidak dipakai pada kasus yang sedang
merugikan tubuh . Obat ini dapat mempengaruhi berbagai mengalami serangan asma, oleh karena penglepasan
macam organ tubuh penting antara lain: susunan saraf histam i n, depresi pernapasan dan sekresi sputum
pusat, saluran cerna, sistem kardiovaskular, paru-paru, yang pekat dapat menyebabkan katastrofik (Miyoshi &
genitourinaria. Leckband,2001 ).
Tempat dan mekanisme kerja. Bekerjanya opioid ter- Mual dan muntah. Mual dan muntah merupakan efek
gantung dari besarnya dosis (dose dependent) dan pada samping yang sangat tidak disukai pada pengobatan
umumnya dapat mengendalikan setiap intensitas nyeri dengan opioid. Opioid akan merangsang langsung zona
dengan cara meningkatkan dosis sampai pada dosis kemoreseptor yang menyebabkan muntah-muntah. Efek
induksi anestesi. Kekurangan opioid terletak pada efek ini akan bertambah berat dengan adanya rangsangan
samping obat yang ikut bertambah dengan bertambah- vestibuler, oleh karena itu pada pasien-pasien yang berobat
nya dosis. Opioid sistemik akan menyebabkan analgesik jalan akan mendapatkan efek samping ini lebih berat dari
pada beberapa tingkatan (level) dari susunan saraf pusat pada pasien-pasien yang tiduran. Sebagai antagonis mual
(SSP). Pada tingkat korda spinalis, opioid akan meng- dan muntah dapat dipakai obat-obatan yang mempunyai
hambat transmisi input nosisepsi dari perifer ke SSP. Pada efek memblok dopa min secara kuat, misalnya klorpromasin
ganglia basalis, opioid akan mengaktifkan sistem inhibisi dan domperidon (Miyoshi & Leckband,2001).
3292 REUMATOLOGI

Sedasi . Sedasi yang berlebihan, rasa kantuk, rasa Hipotensi yang timbul oleh karena penglepasan
bingung, pusing dan sempoyongan dapat terjadi selama histamin dapat menjadi masalah pada pemberian
beberapa hari dan pada umumnya akan berakhir dalam morfin dosis tinggi. Pemberian histamin-blocking agent
waktu 3-5 hari. Bila sedasi dan rasa kantuk menetap, hanya mampu mempengaruhi secara parsial, sedang
dapat diatasi dengan cara menurunkan dosis opioid, pemberian nalokson dapat mengatasi hipotensi ini
tetapi frekuensi pemberiannya ditingkatkan untuk secara sempurna. Di samping itu histamin juga dapat
tetap mendapatkan efek analgesik, atau dengan cara menyebabkan dilatasi pembuluh darah perifer (kulit) yang
menambahkan amfetamin untuk waktu yang singkat. mengakibatkan timbulnya gejala flushing dan berkeringat
Pemberian obat-obatan psikotropik dapat mengakibatkan terutama pada muka dan tubuh. Morfin mempunyai efek
terjadinya gangguan kognitif dan psikomotor. Pasien vasodilatasi baik pada arterial maupun vena perifer, jadi
yang memakai opioid dengan dosis tetap dalam jangka pemberian morfin pada pasien dengan hipovolemi dapat
waktu lama, misalnya pada nyeri kanker atau terapi pada mengakibatkan terjadinya syok hipovolemi. Pemberian
heroin -abuse tidak menunjukkan gangguan tersebut; hal morfin pada pasien korpulmonal kronis harus sangat
ini menunjukkan telah terjadinya toleransi atau menjadi hati-hati, karena pernah dilaporkan terjadinya kematian
kebiasaan(habituation). mendadak sesudah pemberian morfin. Hipotensi
oleh karena opioid dapat diatasi dengan pemberian
Kekakuan atau rigiditas. Opioid dosis tinggi yang diberikan
cairan intravena dan bila diperlukan dapat diberikan
secara intravena dengan cepat dapat mengakibatkan
,B-adrenergik agonis.
terjadinya rigiditas otot termasuk otot-otot pernapasan
sehingga tidak dapat bernapas. Opioid dapat memberikan Sistem pernapasan. Pemakaian morfin atau meperidin
efek tersebut adalah opioid yang sangat mudah larut dosis tinggi akan mengakibatkan terjadinya konstriksi
dalam lemak (misalnya: alfentamil, remifentamil) di mana bronkus, walaupun demikian pada dosis analgetik hal
terjadi keseimbangan dengan cepat kadar dalam darah ini jarang terjadi . Pemberian opioid pada saat serangan
dan otak sesudah pemberian bolus intravena dengan asma tidak dibenarkan sebab opioid akan menyebabkan
cepat. hal-hal sebagai berikut: depresi pada pusat pernapasan,
pengeluaran histamin, sekresi sputum lebih kental
Konvulsi. Beberapa opioid dapat menyebabkan konvulsi.
dan penurunan refleks batuk . Hal-hal tersebut akan
Untungnya dosis opioid yang dapat mengakibatkan
memperburuk keadaan klinik pasien. Edema pulmonal
konvulsi jauh lebih tinggi dari pada dosis untuk analgetik.
pada umumnya terjadi pada pemberian opioid dosis tinggi
Pruritus. Pruritus akibat pemberian opioid paling sering pada penambahan dosis dengan cepat dan hal ini sering
terjadi pada pemberian intraspinal dan terjadi hanya pada terjadi pada penanganan nyeri kanker.
muka dan badan. Traktus gastrointestinal. Opioid mempunyai efek depresi
pada motilitas gastrointestinal. Peristaltik longitudinal
Pengaruh Opioid pada Organ Tubuh (Miyoshi & dihambat dan tonus sphincter meningkat, akibatnya
Leckband,2001) adalah kontipasi. Hal ini merupakan efek samping yang
Opioid yang berbeda-beda dapat mempengaruhi berbagai menyulitkan di samping rasa mual.
sistem organ tubuh dengan cara yang sama akan tetapi
Lambung. Opioid sedikit menurunkan sekresi asam
intensitasnya berbeda. Berbagai opioid yang poten dan
diberikan dengan dosis ekuianalgesik (dosis yang dapat lambung, meningkatkan tonus antral dan menurunkan
memberikan efek analgesik yang sama) akan menghasilkan gerak lambung sehingga waktu pengosongan lambung
efek yang sama, walaupun demikian ada sebagian pasien lebih lama (sampai 12 jam) dengan konsekuensi absorpsi
menunjukkan kepekaan terhadap opioid yang berbeda. obat-obatan peroral akan menurun.
Jadi setiap pasien yang mendapat terapi dengan opioid Usus Halus. Peristaltik dan pencernaan makanan di
harus dimonitor secara ketat akan efek samping yang usus halus menu run juga sekresi empedu dan pankreas
mungkin terjadi dan bila terjadi efek samping yang berat, tetapi tonus otot polos meningkat. Absorpsi air dalam
dapat dicoba dengan mengganti opioidjenis lain dengan usus halus meningkat sehingga viskositas makanan yang
dosis ekuianalgesik. telah berbentuk cair akan meningkat sehingga makanan
Sistem kardiovaskular. Opioid dosis terapi pada umumnya
tersebut akan tinggal lebih lama dalam usus halus.
tidak akan berpengaruh terhadap miokard pasien sehat. Usus Besar. Peristaltik pada kolon sangat menurun dan
Pada pasien penyakitjantung koroner, pemberian morfin makanan akan tinggal lebih lama pada kolon, feses menjadi
dosis terapi akan mengakibatkan terjadinya penurunan: keras dan terjadi konstipasi . Kebanyakan pasien yang
kunsumsi oksigen, kerjajantung, tekanan ventrikel kiri dan mendapatkan opioid kronis akan mengalami konstipasi
tekanan diastolik. oleh karena itu dianjurkan sejak diberikannya terapi
OPIOID, ANTIDEPRESAN DAN ATI KONVULSAN PADA TERAPI NYERI 3293

opioid sudah disertai dengan perawatan usus, misalnya penghentian obat yang mendadak, pengurangan dosis
dianjurkan cukup minum dan diberi pelunak feses. atau pemberian obat antagonisnya. Tanda-tanda sindrom
abstinence adalah menguap, lakrimasi, sering bersin,
Traktus Biliaris. Terjadi kontraksi atau spasme sfinkter Oddi
agitasi, tremor, insomnia, panas badan dan takikardia .
yang akan berakhir antara 2-12 jam sesudah pemberian
Hal ini dapat dicegah dengan cara : bila menurunkan
opioid dosis terapi sehingga tekanan pada traktus biliaris
dosis harus secara pelan-pelan 15-20% setiap hari atau
meningkat dan mengakibatkan epigastrik-distres yang
25-40%.
dapat diatasi dengan pemberian nalokson dosis rendah,
Adiksi atau ketagihan. Aaiksi adalah pola perilaku
nitrogliserin atau amilnitrat (relaksan otot polos).
pemakai obat yang ditandai dengan dorongan yang
Saluran kemih . Terjadi kenaikan tonus pada otot sangat besar untuk memakai obat, dan pemakaian obat
detrusitor dari vesika urinaria yang mengakibatkan untuk tujuan lain dan bukan untuk menghilangkan rasa
terjadinya keluhan urgency. Peningkatan tonus pada nyeri walaupun akibatnya merugikan atau keasyikan yang
sfinkter visicae akan mengakibatkan sulit buang air kecil diperoleh dari pemakaian obat. Pasien yang mengalami
bahkan kadang-kadang perlu tindakan kateterisasi dan adiksi mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh
hal ini sering terjadi pada pria. kembali sesudah pemberian obat dihentikan. Ketakutan
untuk terjadinya adiksi, merupakan faktor utama dalam
Uterus. Opioid dosis terapi akan menurunkan kontraksi
mengatasi nyeri oleh karena pemberian dosis yang terlalu
uterus dan dapat memperlambat persalinan. Dosis tingg i
rendah, meskipun demikian adiksi opioid jarang terjadi
sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil atau pada
pada pasien-pasien yang mendapatkan opioid untuk
persalinan oleh karena di samping berpengaruh pada
keperluan medis (Miyoshi & Leckband,2001).
ibunya opioid dapat menembus plasenta dan masuk dalam
SSP janin dimana janin sensitif terhadap efek depresi
pernapasan.
ANTI DEPRESAN
Sistem lmun. Pemberian opioid dapat mengakibatkan
depresi imunitas. Morfin dapat merubah maturitas Anti depresan pasa saat ini dipakaijuga untuk mengobatan
sejumlah sel imunokompeten yang terlibat dalam respons nyeri. Anti depresan yang paling banyak dipakai adalah
imun selular dan humoral. Telah terbukti bahwa adiksi kelompok anti depresan trisiklik (TCA) dan dari banyak
opioid meningkatkan kejadian limadenopati, komplikasi obat yang termasuk dalam kelompok ini hanya amitriptilin
infeksi dan kanker. sajalah yang banyak dipakai dan mempunyai hasil, bahkan
sampai saat ini masih merupakan terapi lini pertama (first
Toleransi dan Dependensi (Ketergantungan) line therapy) untuk pengobatan nyeri khususnya nyeri pada
Toleransi. Toleransi adalah respons farmakologi normal neuropati diabetik. (Dallocchio dkk,2000; Baron R,2004)
terhadap terapi opioid jangka lama. Definisinya adalah Mekanisme kerja utama anti depresan trisiklik terutama
penurunan respons terhadap obat sesudah pemberian pada kemampuannya untuk menghambat ambilan
berulang kali, atau kebutuhan dosis yang lebih tinggi kembali serotonin (serotonin reuptake) dan norepinefrin
untuk mempertahankan efek tetap sama . Toleransi ke pre sinaps. Telah dibuktikan pula bahwa antidepresan
dapat terjadi oleh karena faktor farmakokinetik, seperti: trisiklik mempunyai efek blokade pada a-adrenergik,
perubahan dalam distribusi obat atau perubahan dalam kanal natrium, dan antagonis NMDA. (Meliala dan
kecepatan metabolisme obat; atau oleh karena faktor Pinzon,2004) Menurut Baron R (2004), mekanisme kerja
farmakodinamik, seperti: berubahnya densitas reseptor kelompok antidepresan trisiklik adalah menghambat
opioid atau berubahnya jumlah relatif reseptor opioid ambilan kembali transmiter monoaminergik. Hal ini akan
atau terjadinya desensitasi reseptor opioid. Dari hasil- mempunyai pengaruh potensiasi dengan aminergik pada
hasil penelitian diduga bahwa reseptor delta dan kappa jalur pain-modulating susunan saraf pusat dan memblok
mempunyai peran spesifik dalam terjadinya toleransi kanal sodium voltage-dependent (efek anestesi lokal)
dan reseptor NMDA dan reseptor NO diperlukan untuk dan respons adrenergik. Dari golongan TCA, amitriptilin-
induksi dan pemeliharaan toleransi. Tanda-tanda adanya lah yang pada saat ini banyak dipakai secara luas untuk
toleransi dini adalah: pasien mengeluh menurunnya efek pengobatan nyeri kronik . Dosis rata-rata yang dipakai
analgesik dan efeknya cepat hilang. Bila hal ini terjadi untuk mengurangi rasa nyeri antara 75-150 mg/hari
dapat diatasi dengan cara menambah dosis atau frekuensi dan dosis ini biasanya lebih rendah dari pada dosis yang
pemberiannya atau keduanya, atau mengganti dengan diperlukan untuk mencapai efek antidepresan. Amitriptilin
opioid jenis lain. dan golongan TCA lainnya mempunyai efek samping
Dependensi atau ketergantungan. Dependensi adalah yang signifikan. Efek samping sebagai akibat dari blokade
kemampuan untuk terjadinya sindrom abstinence sesudah reseptor a-adrenergik adalah: hipotensi ortostatik; dan
3294 REUMATOLOGI

sebagai akibat bloking reseptor histamin adalah sedasi. asetilkolin. (Chong dan Smith,2000) Dosis karbamasepin
Efek samping lain yang dapat timbul adalah : retensi urin, dimulai dengan 200 mg dan dosis efektifnya berkisar
hilangnya daya ingat dan abnormalitas konduksi jantung antara 200-1000 mg per hari. Walaupun .karbamasepin
(oleh karena efek antikolinergik). Khususnya bagi pasien memberikan hasil yang cukup ba ik, penggunaannya
lansia, pemakaian obat ini sebaiknya dimulai dengan dosis dibatasi oleh efek samping yang kadang-kadang
rendah (10 mg) dan secara pelan -pelan dosis dinaikkan. mengharuskan penghentian pemberian obat tersebut.
(Baron R,2004) Okskarbasepin merupakan obat antiepilepsi baru
Desipramin dan nortriptilin, keduanya bekerja dengan dengan mekanisme kerja : 1) memblok kanal natrium
cara memblok ambilan kembali norepinefrin dan efektif yang mengakibatkan stabilisasi, menghambat cetusan
untuk pengobatan nyeri pasca herpes dan neuropati listrik berulang, dan menghambat penjalaran impuls; 2)
diabetik. Obat ini mempunyai efek antikolinergik dan memodulasi kanal kalsium (tipe L); dan 3) menghambat
sedasi yang lebih ringan.(Baron R,2004) aksi glutamat pasca sinaps (Beydoun Adan Kutluay, 2002)
SSRI (selective serotonin receptor inhibitor) mempunyai Obat ini ternyata efektif untuk terapi neuralgia trigeminal
efek samping yang lebih ringan dari pada kelompok TCA dan juga untuk berbagai nyeri neuropatik lain. Dosis
dan pada umumnya dapat ditoleransi lebih baik. Pada dimulai dengan 300 mg pada saat mau tidur malam hari,
pasien dengan neuropati diabetik perifer, paroksetin dan dapat dinaikkan 300-600 mg per hari sampai mencapai
citalopram memberikan efek sebagai pengh ilang rasa dosis antara 1200-2400 mg per hari. Metabolisme obat
nyeri lebih baik dari pada plasebo, sedang fluoksetin ini melalui proses reduksi dan terjadi secara cepat,
memberikan efek sama dengan plasebo. Penelitian tidak mempengaruhi sistem sitokrom P450 dan tidak
tentang bupropion lepas lambat pada pasien sindrom mempunyai metabolit epoksid, sehingga efek samping
neuropati perifer dan sentral menunjukkan pengurangan obat lebih sedikit.
rasa nyeri yang bermakna dibandingkan dengan plasebo, Penelitian Tomic dkk (2004) dapat membuktikan
sedang penelitian dengan venlafaksin (memblok ambilan bahwa karbamasepin dan okskarbasepin mempunyai
serotonin danjuga norepinefrin) dan imipramin hidroklorid potensi untuk pengobatan nyeri inflamasi, berdasarkan
pada pasien neuropati disertai nyeri, kedua obat tersebut atas kemampuan kedua obat tersebut sebagai agonis
menunjukkan pengurangan rasa nyeri yang bermakna reseptor adenosin A 1 Adenosin ini diproduksi pada
dibanding dengan plasebo.(Baron R,2004) saat terjadi inflamasi dan akan mengaktivasi ujung
saraf aferen . Rangsangan pada reseptor adenosin
A 1 akan menimbulkan efek anti nosiseptif, sedang
ANTI KONVULSAN rangsangan pada reseptor adenosin A2A, A28 dan A3 akan
mengaktifkan sistem nosiseptif. Efek antinosiseptif baik
Anti konvulsan adalah satu kelompok obat yang mempunyai dari karbamasepin maupun okskarbasepin akan berkurang
kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari apabila pemberiannya bersamaan dengan kopi, karena
neuron-neuron di sistem saraf pusat yang menjadi dasar kopi merupakan antagonis reseptor A, (Tomic dkk,2004)
bangkitan epilepsi. Epilepsi dan nyeri neuropatik sama- Penelitian lain menunjukkan bahwa okskarbasepin
sama timbul karena adanya aktivitas abnormal sistem mempunyai efek menghambat penglepasan substasi-P,
saraf. Epilepsi dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf meningkatkan ambang nos isepsi , dan mencegah
pusat yang mengakibatkan bangkitan spontan yang hiperalgesia. (Kiguchi dkk, 2004)
paroksismal, dan hal ini sama dengan kejadian nyeri
spontan pada yang paroksismal pada nyeri neuropatik. Gabapentin
(Chong dan Smith,2000) Mekanisme kerja anti konvulsan Gabapentin [1-(aminometil)sik loheksan asam asetat]
dalam nyeri neuropati meliputi : menghambat kanal adalah obat antikonvulsan baru . Obat ini pertama kali
natrium, menghambat kanal kalsium dan bekerja pada dikembangkan sebagai senyawa yang menyerupai asam
sistem GABA. (Meliala dan Pinzon,2004) gama aminobutirat (GABA) dan diindikasikan untuk
serangan parsial. Dalam tubuh obat ini tidak mengalami
Karbamasepin dan Okskarbasepin metabolisme dan dikeluarkan melalui urin secara utuh,
Karbamasepin merupakan pilihan pertama untuk nyeri sehingga pada kerusakan ginjal akan mempengaruhi
neuralgia trigeminal. Mekanisme kerja utamanya adalah ekskresinya. Gabapentin dapat terdialisis, oleh karenanya
dengan cara memblok voltage-sensitive sodium chanel pasien gagal ginjal yang mengalami hemodialisis dan
(VSCC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan memerlukan gabapentin hendaknya mendapatkan dosis
frekuensi tinggi pada neuron. Efek lain dari karbamasepin pemeliharaan setiap kali selesai hemodialisis. Mekanisme
adalah memblok kanal kalsium (tipe L), memblok reseptor gabapentin pada nyeri neuropatik belum sepenuhnya
NMDA, meningkatkan serotonin dan memblok reseptor difahami, penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
OPIOID, ANTIDEPRESAN DAN ATI KONVULSAN PADA TERAPI NYERI 3295

gabapentin hanya mempunyai efek anti alodini sentral, akan REFERENSI


tetapi baru-baru ini telah dibuktikan bahwa gabapentin
dapat menghambat penglepasan ektopik dari saraf perifer Baron R. Neuropathic Pain - From Mecamisms to Symptoms to
yang mengalami kerusakan. Gabapentin mempunyai efek Treatment: An Update. Int J Pain Med Pall Care 2004;3(3):78-
90.
alodini melalui mekanisme sebagai berikut: a) Pengaruh
Beydoun A, Kutluay E. Oxcarbacepine. Expert Opinion in
pada SSP (pada tingkat medula spinalis dan otak) karena Pharmacology, 2002,3(1):59-71.
peningkatan hambatan pada jalur-jalur yang diperantarai Chong MS dan Smith TE. Anticonvulsants for the Management
GABA, sehingga mengurangi input eksitatoris; b) bersifat of Pain. Pain Review 2000;7:129-49.
antagonis terhadap reseptor-reseptor N-metil -D-aspartat Dallocchio C. Buffa C. Mazzarella P, Chiroli S. Gabapentin vs.
Amitriptyline in Painful Diabetic Neuropathy : An Open-
(NMDA); c) antagonis terhadap kanal kalsium di SSP dan
Label Pilot Study. J Pain Syndrome Manage 2000;20:280-5.
inhibisi saraf perifer. Sifat antagonis terhadap reseptor Fong GCY, Cheung BMY, Rukmana CR. Gabapentin. Medical
NMDA dan blokade kanal kalsium adalah teori yang paling Progress, 2003, p:41-48,2003.
dianut. (Fong dkk, 2003) Menurut penelitian dari Dallacchio Kiguchi S, Imamura T, Ichikawa K. Kojima M. Oxcarbazepin
C dkk (2000) dengan subyek 25 orang, membandingkan Antinociception in Animals with Inflamatory Pain or
gabapentin dengan TCA (amitriptilin) pada pasien nyeri Pianful Diabetic Neuropathy. Clin Exp Pharmacol Physic!,
2004,31(2):57-64.
neuropati diabetik dan ternyata gabapentin memberikan
Meliala L dan Pinzon R. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri
hasil yang baik dan mungkin dikemudian hari dapat Pasca Herpes. Dalam : Meliala L, Rusdi I, Gofir A, Pinzon R.
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama, dan hal ini Eds. Kumpulan Makalah Welcoming Symposium : Towards
didukung oleh kenyataan dimana obat ini dapat ditoleransi Mecanism-Based Pain Treatment. Jogjakarta, 2004:83-9.
dengan baik, profil yang aman dan tidak ada interaksi Miyoshi HR, Lecband SG. Systemic Opioid Analgesics. In :
Loeser JD, Butler SH, Chapman CR, Turk DC. Eds. Bonica' s
dengan obat lain. Di samping itu gabapentin mempunyai
Management of Pain. 3th Ed. Part III. Lippincott Williams &
kemampuan untuk masuk kedalam sel dan berinteraksi Wilkins, Philadelphia USA, 2001:1682-709.
o
dengan reseptor a 2 yang merupakan subunit dari kanal
kalsium . Gabapentin dapat merubah aktivitas glutamik
acid dekarboksilase, sehingga mampu meningkatkan
GABA (inhibisi). Berdasarkan mekanisme kerja seperti di
atas, gabapentin dapat digunakan pada nyeri neuropatik
maupun inflamasi. Oleh karena mampu mengantagonis
induksi nyeri di pusat.(Dallocchio dkk,2000) Gabapentin
telah diuji coba untuk mengatasi berbagai macam nyeri,
antara lain : nyeri pasca herpes, nyeri neuropati perifer
pada diabetes, sindrom nyeri neuropati campuran, nyeri
phantom, sindrom Guillian -Barre, nyeri akut dan kronik
pada gangguan sumsum tulang belakang menunjukkan
pengurangan nyeri yang signifikan dibandingkan dengan
plasebo . Beberapa pasien menunjukkan perbaikan
dalam tidur, mood dan kualitas hidupnya. Efek samping
gabapentin: somnolen, pusing, edema perifer ringan. Pada
manula dapat mengakibatkan kehilangan keseimbangan
sehingga jalannya sempoyongan dan gangguan daya
ingat. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal. Efek samping terjadi terutama
pada waktu peningkatan dosis untuk mencapai dosis
terapeutik.(Baron R,2004) lnteraksi obat. Gabapentin
tidak menghambat enzim mikrosomal hati dan ikatannya
dengan protein rendah, sehingga dapat dikatakan tidak
mempunyai interaksi dengan obat lain. Pemberian
gabapentin dengan simetidin akan menurunkan laju
filtrasiglomeruler dari gabapentin dan mampu mengurangi
clearence gabapentin sebesar 12%. Bila pemberian
gabapentin bersamaan dengan antasida akan mengurangi
bioaviabilitasnya sebesar 20%.(Fong dkk, 2003)
431
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
AKIBAT KERJA
Zuljasri Albar

PENDAHULUAN per tahun . lnsidens ini sangat meningkat dibandingkan


dengan insiden pada dekade yang lalu. Beberapa hal
Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat yang mungkin menyebabkannya ialah perkembangan
saja terkena gangguan atau cedera . Kebanyakan cedera teknologi ditempat kerja, perbaikan ketepatan diagnosis
akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal. dan pelaporan kasus, bertambahnya kesadaran pekerja
Gangguan muskuloskeletal (Musculoskeletal disorders = akan hak-haknya dan tuntutan terhadap pekerja untuk
MSD) dianggap berkaitan dengan kerja (work-related) melakukan lebih banyak tugas dengan lebih cepat dalam
jika lingkungan dan pelaksanaan kerja berperan secara waktu yang lebih singkat.
bermakna dalam timbulnya gangguan tersebut. Dengan
Faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya MSD dapat
demikian, jelas bahwa gangguan muskuloskeletal yang
dibagi dalam 2 golongan besar :
berkaitan dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit
Faktor fisik/biomekanika
akibat kerja (Occupational disease), dimana penyakit
Faktor kimia/biokimiawi
akibat kerja mempunyai hubungan sebab-akibat langsung
antara suatu bahan/bahaya dengan suatu penyakit yang Dari ke dua faktor ini, yang lebih sering berperan ialah
spesifik (misalnya asbestos dengan asbestosis, silika faktor fisik . Untuk selanjutnya pembicaraan dititikberatkan
dengan silikosis), sedangkan gangguan muskuloskeletal pada gangguan muskuloskeletal akibat faktor fisik.
yang berkaitan dengan kerja tidak. Sebelum mengatakan Sebelum membicarakan MSD lebih lanjut, ada
bahwa kelainan yang ditemukan benar-benar disebabkan beberapa istilah yang perlu kita pahami lebih dahulu, yaitu
oleh pekerjaan, sangat penting untuk menentukan apakah faktor risiko/Odds ratio (OR), ergonomi dan cumulative
pada saat yang sama pasienjuga mempunyai kegiatan lain trauma disorders (CTD).
yang mungkin merupakan predisposisi terhadap keluhan
yang diderita sekarang. Di samping itu, penilaian bentuk Faktor Risiko dan Odds Ratio
pekerjaan yang dilengkapi dengan kunjungan ketempat Epidemiologi adalah pengetahuan tentang distribusi dan
kerja memungkinkan pemeriksa menentukan hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
kausal antara pekerjaan dengan cedera muskuloskeletal pada populasi tertentu serta penerapan pengetahuan
dengan lebih tepat. tersebut untuk mengontrol masalah. Dari epidemiologi
kita mengenal antara lain istilah Odds ratio (OR), yaitu rasio
antara kasus dengan bukan-kasus yang terpajan terhadap
EPIDEMIOLOGI suatu faktor risiko. Sebagai contoh, suatu OR sebesar 3.0
pada suatu penyakit terhadap faktor pajanan tertentu
Di Amerika Serikat, trauma kumulatif (Cumulative trauma mempunyai arti bahwa faktor tersebut menyebabkan
disorders) merupakan penyebab lebih dari 50% penyakit peningkatan risiko terkena penyakit tersebut sebesar
akibat kerja dengan insidens 21 kasus per 100.000 pekerja tiga kali.
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL AKI BAT KERJA
3297

Faktor risiko yang berperan pada MSD : Fisik


Jenis lndustri Beberapa keadaan seperti repetisi, beban dinamis/statis,
Angka MSD paling tinggi ditemukan pada industri sikap/posisi tubuh, kurang istirahat dan sebagainya
pengepakan daging, selanjutnya perusahaan perajutan berper~n sebagai faktor risiko timbulnya MSD pada leher,
pakaian dalam, kendaraan bermotor dan pengolah bahu, siku, pergelangan tangan, sindrom terowongan
makanan ternak. karpal, Sindrom fibrasi lengan-tangan, nyeri pinggang
Jenis Pekerjaan sebagaimana telah diteliti dalam banyak penelitian.
Tukang batu, tukang kayu, tukang sulam dsb.
Faktor risiko yang lebih spesifik, di Ii hat dari segi per- Psikososial
orangan, fisik dan psikososial. Bagi kebanyakan dokter, istilah faktor psikososial
sebenarnya tidak mempunyai batasan yang jelas.
Perorangan
Akibatnya banyak kebingungan dan kesalah-pahaman
Kelainan pada ekstremitas atas :
kalau membicarakan faktor ini . Ada 3 mekanisme
Umur.
yang diduga berperan dalam hubungan antara faktor
Jenis kelamin: banyak penelitian yang menunjuk-
psikososial dengan MSD. Salah satu di antaranya ialah
kan bahwa prevalensi MSD pada wanita lebih
bahwa tuntutan psikososial mungkin melebihi mekanisme
tinggi daripada pria.
penyesuaian diri pasien, sehingga menimbulkan respons
Berat badan: berat badan, tinggi badan, indeks
stres. Respons stres ini akan meningkatkan tegangan otot
massa tubuh dan obesitas telah dilaporkan
atau beban otot dalam keadaan statis.
merupakan faktor risiko potensial terhadap
timbulnya sindrom terowongan karpal.
Ergonomi
Nyeri pinggang :
Ergonomi ialah studi tentang tingkah laku dan aktivitas
Umur : Nyeri pinggang bukan merupakan masalah
manusia yang bekerja dengan menggunakan mesin atau
kesehatan yang terbatas pada pekerja usia lanjut
peralatan mekanik dan listrik. Dengan perkataan lain,
saja. Statistik menunjukkan angka tertinggi pada
ergo-nomi ialah studi mengenai hubungan antara manusia
pria ialah pada usia 20-24 tahun, pada wanita
dengan mesin, berdasarkan data yang diperoleh dari
usia 30-34 tahun . Di lain pihak, osteoporosis yang
bidang engineering, biomekanika, fisiologi, antropologi
merupakan penyebab spesifik nyeri pinggang
dan psikologi. Tugas ahli ergonomi ialah merencanakan
jelas berkaitan dengan bertambahnya usia.
atau memperbaiki tempat kerja, perlengkapan dan prosedur
Jenis kelamin: Ternyata prevalensi nyeri pinggang
kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan dan
pada pria sama dengan wanita.
keberhasilan perorangan maupun organisasi secara efisien.
Tingkat sosial-ekonomi: Nyeri pinggang lebih
sering pada pasien dengan tingkat sosial-
ekonomi yang rendah, mungkin karena pekerjaan
Cumulative Trauma Disorders (CTD) :
Gangguan muskuloskeletal akibat kerja lebih sering
yang memerlukan kegiatan fisik yang berat lebih
mengenai ekstremitas atas, punggung dan leher. Biasanya
sering dilakukan oleh pekerja yang tingkat sosial
ekonominya lebih rendah . timbul akibat aktivitas yang berulang-ulang dalamjangka
waktu lama. lstilah repetitive stress injury dan cumulative
Tinggi dan berat badan: Berat badan, indeks
massa tubuh dan obesitas merupakan faktor risiko trauma disorders digunakan untuk melukiskan suatu
terhadap timbulnya nyeri pinggang. spektrum kelainan yang luas, banyak di antaranya mirip
Riwayat kesehatan : riwayat sakit pinggang atau dengan chronic overuse syndrome pada atlet. Otot yang
ischialgia merupakan salah satu faktor prediktif aktif melakukan kegiatan berulang-ulang dan otot lain
yang dapat diandalkan untuk terjadinya nyeri yang harus tetap berkontraksi dalam jangka waktu lama
pinggang yang berkaitan dengan kerja. untuk mempertahankan ekstremitas yang tidak ditopang
Merokok: postulasi yang diajukan ialah bahwa oleh peralatan kerja sangat rentan terhadap kelelahan
nikotin mengurangi aliran darah kejaringan yang otot dan robekan mikroskopis, yang selanjutnya diikuti
vulnerable. Di samping itu batuk akibat merokok oleh inflamasi, edema dan gangguan fungsi.
mengakibatkan strain mekanik.
Kebugaran tubuh dan latihan : masih terdapat pro
dan kontra dalam hal ini. KELUHAN DAN GEJALA
Kekuatan: Sebagian peneliti berpendapat bahwa
berkurangnya kekuatan otot fleksor dan ekstensor Contoh bentuk kegiatan atau situasi tempat kerja yang
tubuh merupakan akibat nyeri pinggang, bukan dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal dapat
merupakan penyebab. dilihat di bawah ini :
3298 REUMATOLOGI

Stres Fisik Akibat Tempat Kerja atau Peralatan gejala klinis serta pengobatan dan hasil pengobatan pada
yang Buruk masing-masing gangguan. Cedera saraf perifer akibat sikap
Untuk mengatasinya diperlukan data antropometri . tubuh yang abnormal pada berbagai situasi dan lingkungan
Tindakan yang dapat dilakukan misalnya : kerja sering ditemukan. Mungkin terjadi hipertrofi atau
Perbaikan disain dan tempat kerja untuk meng- hipotrofi otot bergantung kepada ada tidaknya beban.
hindarkan gerakan pinggang yang berlebihan, Dapat terjadi penekanan saraf ditempat-tempat tertentu.
menghindarkan posisi yang statis baik posisi tubuh Pada ekstremitas atas misalnya penekanan n.medianus
maupun posisi ekstremitas dalam memegang . pada pergelangan tangan (sindrom terowongan karpal)
Kontraksi otot yang berlangsung lama serta pemakaian dan n.ulnaris pada siku (sindrom terowongan siku). Cedera
yang berulang-ulang sering mencetuskan kelelahan langsung terhadap saraf ini dapat juga terjadi akibat
otot yang berkaitan dengan menurunnya kekuatan, tekanan dari luar yang berulang -ulang.
kordinasi dan kemampuan mempertahan-kan aktivitas.
lni telah terbukti pada situasi kerja dimana lengan Beberapa contoh CTD :
dipertahankan pada posisi yangjauh dari tubuh tanpa Sindrom Terowongan Karpal
penopang . Keadaan ini misalnya ditemukan pada Salah satu cedera muskuloskeletal akibat kerja yang
pekerja pabrik perakitan mobil, montir dan tukang sering ditemukan ialah Sindrom terowongan karpal.
listrik yang sering mengerjakan sesuatu lebih tinggi Pasien mengeluh adanya rasa tingling pada jari 1, 2
daripada kepala mereka sambil memegang peralatan dan 3 yang dapat membangunkan mereka malam hari.
yang berat. Mereka juga merasakan gangguan memegang dan
spasme pada ke tiga jari tersebut. Pada pemeriksaan
Contoh lain, pekerja yang selalu dalam sikap tubuh didapatkan uji Tine! dan uji Phalen positip, atrofi otot
yang statis dan harus mempertahankan lengan dalam thenar, parestesi sepanjang daerah yang dipersarafi
posisi abduksi atau ekstensi dalam jangka waktu n.medianus. Jika pemasangan bidai malam hari,
lama atau harus mempertahankan posisi leher yang pemberikan obat antiinflamasi nonsteroid dan
diulur kedepan akan menderita sindrom neck torsion. suntikan steroid lokal tidak dapat menghilangkan
Sindrom ini ditandai oleh nyeri sepanjang segmen nyeri dan terdapat pula kelainan elektromiografi,
paravertebra tulang serfikal yang memanjang ke otot
perlu dipertimbangkan release terowongan karpal
trapezius. Pada pemeriksaan didapatkan spasme otot
dengan operasi atau melalui endoskopi. Harus diingat
trapezius bilateral, nyeri raba daerah yang terkena,
bahwa 25% pasien sindrom terowongan karpal juga
berkurangnya gerakan leher dan nyeri pada gerakan
mempunyai keluhan cedera jaringan lunak lain
maksimum.
seperti tendinitis pada berbagai tempat atau malah
Perbaikan disain perlengkapan, misalnya mesin.
penekanan saraf perifer lain.
Epikondilitis.
Kelelahan dan Nyeri Akibat Tempat Duduk yang Ganglioma.
Kurang Baik. Neuritis jari-jari.
Dapat timbul keluhan berupa nyeri gluteus, nyeri pinggang
Tenosinovitis ekstensor/fleksor jari tangan (Trigger
dan nyeri punggung.
finger) .
Tenosinovitis De Quervain.
Trauma Kumulatif (Cumulative trauma disorders):
Yang khas, tendinitis berkaitan dengan rasa tidak enak
Merupakan penyebab terpenting. Pada cumulative trauma
setempat yang bertambah bila dilakukan peregangan
disorders (CTD) terdapat faktor risiko berupa :
pasif unit tendo-otot yang bersangkutan. Sering
Aktivitas yang berulang-ulang, misalnya mengetik.
terdapat kelemahan yang pain - induced, krepitasi
Beban yang berat.
sepanjang tendo dan pembengkakan didaerah
Posisi sendi yang tidak wajar.
subkutan.
Tekanan langsung.
Di samping itu terdapat kelainan yang batasannya
Getaran.
kurangjelas seperti keluhan punggung atau paraspinal
Aktivitas statis atau posisi terpaksa yang lama,misalnya
yang difus, rasa tebal dan letih atau lemah. Sebagian
mengelas.
besar pasien mempunyai beberapa faktor risiko.
lnsiden keluhan dan cedera muskuloskeletal Si kap abnormal tubuh yang berlangsung lama
meningkat secara bermakna jika terdapat 2 atau lebih mengakibatkan ketidak seimbangan otot dan
faktor risiko . meningginya tekanan pada saraf perifer yang dapat
Cumulative trauma disorders mencakup spektrum mencetuskan kompresi saraf multilevel dengan
kelainan yang luas. Terdapat perbedaan faktor predisposisi, keluhannya.
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL AKIBAT KERJA 3299

Diperlukan pemeriksaan yang lebih luas terhadap seperti pemasangan bidai-malam, neck braces dan korset
pasien dan tempat kerjanya karena sangat mungkin lumbal. Penanganan fase akut dapat berupa kompres
banyak faktor yang berperan. Evaluasi sikap dan posisi es, obat antiinflamasi nonsteroid, suntikan steroid lokal
tubuh pasien dalam bekerja sering memperlihatkan dan perujukan ke ahli fisioterapi yang dapat memberi
kekurangan dalam hal tempat duduk dan penempatan petunjuk latihan peregangan dan penguatan yang tepat
peralatan kerja. Di samping itu, dengan mengamati pasien serta membimbing pasien melaksanakan program aerobik
ditempat kerja dapat diketahui otot mana yang memegang progresif untuk meningkatkan kebugaran tubuh secara
peranan utama dalam melaksanakan pekerjaan dan otot menyeluruh.
mana yang merupakan penunjang kegiatan . Tindakan pembedahan hanya dipertimbangkan jika
Cumulative trauma disorders menimbulkan kerugian semua tindakan konservatif gaga! setelah dilaksanakan
besar akibat hilangnya produktifitas dan biaya kompensasi dengan sebaik-baiknya selama paling sedikit 3 bulan.
yang harus dibayarkan perusahaan. Meskipun demikian, Pengobatan CTD tidak terbatas pada tindakan medik
CTD umumnya dapat dicegah melalui penilaian lingkungan terhadap keluhan saja, melainkan juga mencakup saran
kerja yang tepat oleh ahli ergonomi. perbaikan/perubahan pada tempat kerja untuk meng-
hindarkan atau mengurangi cedera lebih lanjut, baik
Akibat Kegiatan Fisik yang Dasarnya adalah terhadap pasien maupun teman sekerjanya. Ergonomi,
Mengangkat, Mendorong dan Menarik suatu cabang ilmu yang merencanakan kenyamanan serta
Beberapa petunjuk untuk mencegah cedera akibat produktifitas maksimal dengan cedera minimal ditempat
mengangkat : kerja telah berkembang menjadi bagian sangat penting
Beban yang diangkat tidak melebihi 50% batas dalam penanganan cedera ditempat kerja.
kekuatan perorangan (Personal strength limit) . Untuk mencegah berulangnya cedera, penilaian faktor
Menghindarkan gerakan berputar sambil membawa risiko ditempat kerja memungkinkan diajukannya saran
beban; jika memang perlu berputar, putarlah perubahan seperti menggunakan alat yang berbeda,
panggul. mengurangi waktu bekerja ditempat dengan risiko tinggi
Dekatkan beban kearah tubuh jika mengangkat dsb. dengan melakukan rotasi kerja atau menggunakan alat
pelindung seperti bantalan dan bidai.
Beberapa petunjuk untuk mencegah cedera akibat
mendorong atau menarik:
Pastikan daerah dihadapan beban rata dan tidak ada
REFERENSI
yang menghalangi.
Beban sebaiknya didorong, bukan ditarik. Keuntungan Rock MD : Sports and occupational injuries. Dalam Klippel JH (Ed.)
lain ialah pandangan kearah gerakan dengan Primer on the Rheumatic Diseases. Arthritis Foundation, ,
sendirinya lebih baik. Atlanta, GA, lllh ed., 1997, p 14954-.
Hales TR, Bernard BP : Epidemiology of work-related
Gunakan sepatu yang kuat mencekam. musculoskeletal disorders. Dalam Orthopedic Clinics of
North America. 27:4; 679703-, Oct 1996.
Gangguan Akibat Proses atau Bahan Kimia atau Gassett RS, Hearne PT, Keelan B : Ergonomics and body mechanics
in the work place . Dalam Orthopedic Clinics of North
Lain-lain America. 27:4;861877-, Oct 1996.
Bahan kimia dapat mempengaruhi metabolisme tulang Ratti N, Pilling K: Occupational Medicine & Rheumatic diseases
secara langsung, misalnya Cadmium menyebabkan - Back pain in the workplace. Brit J Rheumatol 36:260;264-
osteoporosis, pseudofraktur. Fluor mengakibatkan 1997.
timbulnya daerah hipo- dan hipermineralisasi, eksostosis
pada tulang. Vinil klorida dapat menyebabkan akroosteolisis.
Pembentukan gelembung nitrogen dalam jaringan pada
penyakit Caisson dapat menyebabkan gangguan aliran
darah sehingga terjadi kelainan tulang dan sendi. Di
samping itu dapat juga mengganggu koagulasi darah
sehingga terjadi infark hipoksik pada sendi.

PENATALAKSANAAN

Secara umum, pengobatan CTD dilakukan dengan meng-


istirahatkan bagian yang terkena dengan alat bantu
432
SINDROM FIBROSIS
Sumartini Dewi

SINDROM FIBROSIS 3. Sistem Kardiovaskular


- Perikarditis konstriktif
Fibrosis adalah tahap akh ir dari proses reaktif yang di -
- Plak aterosklerotik
sebabkan adanya inflamasi, terjadi invasi dan penggantian
- Proliferasi intimal
jaringan. normal dengan jaringan ikat. Penya kit fibrosis
- lnflamasi aneurisma abdominalis
atau sklerosis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
- Fibrosis periaortitis kronis
proses fibrosis yang berlebihan hingga mengganggu
fungsi Y 4. Sistem Gastrointestinal
- Hepatitis kronis aktif
- Sirosis bilier primer
PATOGENESIS - Sklerosing kolangitis
- Pembentukan Striktur
Seluruh awal fibrosis dimed iasi oleh proses yang sama, - Kolitis kolagenosa
bertanggung jawab dalam perba ikan jaringan normal, - Fibrosis mesenterika
pada penyakit fibrosis proses ini terjadi berlebihan dan - Fibrosis submukosa oral
- Fibrosis pankreas difus
- lnflamasi fibroid polip pada saluran pencernaan
label 1. Jenis-jenis Penyakit Sindrom Fibrosis,
Berdasarkan Sistem Organ Yang Terkena. 1 - Sklerosis peritonitis

1. Kulit dan Sistem otot 5. Sistem Genitourinaria


- Sklerosis sistemik progresif - Nefritis
- Morphea - Nefrosklerosis
- Reaksi transplantasi host-graft - Sistitis interstisial
- Sindrom mobilitas sendi terbatas pad a diabetes - Penyakit Peyronie
- Kontraktur Dupuytren - lnflamasi ginjal pseudotumor
- Fibrosis Aponeurotik plantaris 6. Lainnya
- Knuckle bantalan (Garrod nodul) - Pseudotumor
- Fasciitis plantaris - Pengapuran pada pseudotumor berserat
- Keloid - Fibrosis retroperitoneal
- Fibrosis servisitis idiopatik - Struma Riedel
- Miositis Fokal - Kanker, terutama sklerosing sel limfoma besar
2. Sistem Pernafasan - Sindrom Sjogren
- Fibrosis paru - Sistemik fibrosklerosis idiopatik
- Pleuritis kronis - Polifibromatosis
- Fibrosis peribronkial - lnflamasi miofibroblastik tumor
SINDROM FIBROSIS 3301

merugikan. 1•2·3 Fibrosis diawali oleh suatu cederajaringan, berlebihan. Gejala klinis spesifik morphea cukup luas, mulai
diikuti respon inflamasi. Selama fase ini, sitokin, molekul dari plak kulit dengan ukuran sangat kecil, atau sangat
adhesi, dan mediator lainnya dikeluarkan pada lokasi yang meluas, menyebabkan keterbatasan fungsi gerak sendi
mengalami cedera, diikuti oleh infiltrasi sel-sel inflamasi. 1·2. 3 dan gangguan kosmetik . Morphea dibedakan dengan
lnflamasi kronis yang terjadi terus menerus karena suatu sistemik sklerosis tanpa keterlibatan organ internal.
cedera jaringan, menghasilkan ablasi vaskular, hipoksia, Terdapat 5 tipe Morphea: plaque morphea, morphea
pelepasan TNF-a, dan zat radikal bebas, bersama TGF-~, generalisata, skleroderma linier, morphea tipe bulosa, dan
merangsang sel fibroblas memproduksi kolagen .3.4·5•6 morphea tipe profundus (deep morphea).7•6•9 Lebih dari 15%
Terjadinya kontraktur dan perubahan anatomi akibat pasien morphea termasuk tipe campuran dan tidak dapat
proses fibrosis ini sebagian besar dimediasi oleh kontraksi dimasukan dalam salah satu tipe tersebut. 8·9•10
yang kuat dari miofibroblas dalam jaringan granulasi .
lntervensi terapi terutama ditujukan pada manipulasi Epidemiologi
kaskade inflamasi, memblokir atau memodulasi efek Morphea cukup jarang ditemukan, sekitar 2 - 4% dari
TNF-a, TGF - ~ dan sitokin lainnya, menjanjikan keberhasilan 100.000 penduduk. Morphea banyak tidak terlaporkan,
dalam peng-obatan penyakit fibrosis ini.4·5•6 karena kurangnya perhatian dari para dokter terhadap
jenis penyakit ini . Plak morphea yang sangat kecil,
Jenis-jenis Penyakit Sindrom Fibrosis yang dibahas pada jarang di laporkan atau dirujuk pada spesialis kulit atau
bab ini adalah : konsultan reumatologi . Banyak mengenai wanita dengan
1. Morphea perbandingan 3:1 dengan pria. 7•8
2. Sindrom mobilitas sendi terbatas pada Diabetes
3. Kontraktur Dupuytren Etiologi
4. Fasciitis plantaris Hingga saat ini belum diketahui, frekuensi tinggi pada
5. Fibrosis retroperitoneal pasien dengan riwayat autoimun dalam keluarga .9•10
Berikut ini uraian dari ke-5 jenis penyakit di atas : Pemeriksaan autoantibodi sering positif, yaitu antibodi
anti-histone dan antibodi anti-topoisomerase lla.1 Kasus°
morphea, ditemukan bersama penyakit autoimun sistemik
MORPH EA lain seperti primary biliary cirrhosis, vitiligo, dan systemic
lupuserythematosus. 11
Morphea, dikenal pula dengan nama skleroderma
terlokalisir,7·8 •9 berupa plak berbatas tegas dengan Penatalaksanaan
penebalan kulit diatasnya, umumnya tidak mengenai Jenis terapi untuk morphea terus berkembang, berupa :
organ internal. 9•10 Farmakologi : obat topikal, kortikosteroid intralesi, kortiko-
Morphea ditandai dengan penebalan, pengerasan steroid sistemik, Anti malaria (hydroxychloroquine/chloroquine),
kulit dan jaringan subkutan akibat deposisi kolagen yang methotrexate, tacrolimus topikal, dan penicillamine.

Tabel 2. Perubahan pada Proses Penyembuhan Normal.2


Proses yang terjadi Waktu kejadian (Hari)
Tahap 1
Cedera jaringan Paparan protein tersembunyi 0
Aktivasi platelet Pelepasan mediator 0
Koagulasi Pelepasan kemoattraktan 0-2
Tahap 2
Proses peradangan sekunder Neutrofil dan eosinofil 1-4
Monosit dan makrofag 2-6
Tahap 3
Jaringan proliferasi Migrasi fibroblas 1-7
Perubahan vaskular 2-10
Sekresi kolagen 2-21
Diferensiasi miofibroblas 7-72
Tahap 4
Jaringan baru Modifikasi jaringan oleh protease 3-21
Kolagen cross-Linking 7-72
Pembentukan kontraktur 21-72
REUMATOLOGI
3302

Penyinaran sinar Ultraviolet A (UVA), dengan atau tanpa diabetes tipe II. Dari semua diabetes tergantung insulin,
psoralen : UVA-1, dengan panjang gelombang tertentu, ditemukan 32% sampai 40% mengalami kejadian ini.
memiliki kemampuan penetrasi yang lebih dalam dari Menurut definisi, SLJM ada lah komplikasi diabetes
permukaan kulit, dapat melembutkan plak morphea, melitus dan harus dibedakan dari kontraktur diabetes dan
melalui mekanisme berikut : nondiabetes lainnya.12·13 SLJM harus dipertimbangkan
1. memiliki efek imunosupresan sistemik pada penderita diabetes dengan lesi pada tangan
2. menginduksi enzim yang secara natural dapat dan ekstremitas atas.13 Gangguan muskuloskeletal ini
mendegradasi matriks kolagen, merupakan gambaran patolog i yang serupa dengan
proses fibrosis aktif (kontraktur Dupuytren, tenosinovitis)
fibrosis pasif (glikosilasi nonenzimatik), neuropati motorik
(kontraktur neuropati), gangguan otonom (distrofi refleks
simpatis) .12,13,14,15

Temuan Klinis
SUM ditandai dengan kejadian kontraktur yang mengenai
sendi-sendi jari tangan , te rm asuk interphalangeal,
proksimal dan distal, serta sendi metakarpofalangeal.
Namun dapat terjadi penurunan rentang gerak pada bahu
dan sendi besar lainnya. Gambaran "tangan berdoa" yang
terbentuk, menunjukkan kontraktur sendi interphalangeal
dan metakarpofalangealis. SLJM sering disertai dengan
sklerodaktili pada diabetes, penebalan dan kekakuan
kulitjari-jari yang menyerupa i skleroderma.12·13 Diagnosis
banding terhadap SUM dan sklerodaktili pada diabetes
termasuk penyakit skleroderma sesungguhnya, distrofi
refleks simpatis, neuropati diabetik, kontraktur Dupuytren,
dan tenosinovitis fleksor. SLJM terkait erat dengan
komplikasi diabetes lainnya, termasuk retinopati, nefropati,
dan neuropati. Antibodi antinuklear dan faktor reumatoid
biasanya negatif. 13·14

Gambar 1. Plaque morphea, dikutip dari Laxer,dkk.9

SINDROM MOBILITAS SENDI TERBATAS PADA


DIABETES. Gambar 2a,b,c : Sindrom mobilitas sendi terbatas pada
diabetes (koleksi pribadi)
Definisi
Sindrom tangan kaku/mobilitas sendi terbatas pada
diabetes (the syndrome of limited joint mobility!SLJM) Patologi
ditandai penurunan rentang gerak dari sendi tangan Etiologi SUM dan sklerodaktili pada diabetes terkait dengan
dan pergelangan tangan pada pasien diabetes melitus mekanisme yang mendasari, sama dengan penyebab
tanpa penyakit lain yang mendasarinya .12·13 Sinonim komplikasi diabetes lainnya yang mengakibatkan fibrosis
penyakit ini adalah cheiroarthropathy, sindrom tangan lokal atau sistemik . Mekanisme ini disebabkan antara
kaku diabetes, dan kontraktur lilin diabetes. 12·13 SLJM lain adanya akumulasi polio!, kolagen, protein glikosilasi
dikaitkan dengan pertambahan usia, lamanya diabetes, nonenzimatik, akumulasi matriks ekstraselular, degenerasi
kontraktur Dupuytren, tenosinovitis fleksor palmaris, sel endotel, obliteratif mikrovaskulopati dan pelepasan
retinopati, neuropati, dan riwayat merokok .13· 14·15·16 SLJM sitokin TGF-~ dan lainnya, yang mengakibatkan fibrosis,
paling umum ditemukan pada diabetes tipe I, juga pada tenosinovitis, dan kontraktur.12·13
SINDROM FIBROSIS 3303

Penatalaksanaan SLJM terkena dan nyeri pada telapak atau jari-jari tangan. Kedua
Penatalaksanaan SLJM masih kontroversial dan tidak tangan sering terkena, dan lesi yang identik dapat terjadi
memuaskan hingga saat ini. Penatalaksanaan meliputi pada permukaan palmar kaki . Jari manis paling sering
kontrol ketat glukosa darah, latihan rentang gerak, ekstensi terkena dibandingkan jari-jari lainnya. Umumnya saat
progresif, pemberian inhibitor reduktase aldosa, dan penyakit berlangsung, proses fibrosis aktif menyebabkan
aminoguanidine.12•13•14 Pilihan terapi lain berupa injeksi penekanan pada aponeurosis palmaris, tendon fleksor,
intra lesi pada selubung tendon fleksor dengan long- bundel neurovaskular, kulit, dan struktur periartikular,
acting kortikosteroid mungkin paling aman dan efektif yang mengakibatkan rasa sakit, kecacatan/deformitas, dan
pada saat ini.17 hilangnya fungsi sendi secara progresif. 18•19•20
Diagnosis banding dari kontraktur Dupuytren ini
adalah deformitas fleksi bawaan, bekas Iuka pasca
KONTRAKTURDUPUYTREN trauma, kontraktur akibat imobilisasi, kontraktur iskemik
Volkmann (pergelangan tangan dan sendi proksimal
Patologi dan Biokimia interphalangeal mengalami antefleksi), tenosinovitis
Kontraktur Dupuytren ditandai oleh adanya fibrosis, plantaris, fibrosarkoma, dan plantar fasciitis. Secara klinis,
deformasi nodular pada fascia palmaris dan kontraktur penebalan nodul ditemukan pada fasia palmaris, tapi tidak
fleksi dari sendi-sendi kecil. 18•19•2° Fibromatosis plantaris seperti fleksor tenosinovitis, nodul pada Dupuytren kurang
kurang dikenal, namum memiliki gambaran histologi menyebar, tidak terjadi penebalan pada jalur sepanjang
yang identik, dan mungkin memiliki proses patologi yang tendon, dan penarikan kulit diatasnya. 15.1s.19.2o
sama.20
Tera pi
Penatalaksanaan kontraktur Dupuytren terdiri dari non
farmakologi dan farmakologi. Modalitas terapi termal,
dengan pemanasan lokal, fisioterapi untuk memperbaiki
rentang gerak sendi, dan injeksi intralesi dengan long-
acting kortikosteroid dapat mengurangi gejala dan
memperbaiki fungsi. Perkembangan baru dalam terapi
kontraktur Dupuytren ini adalah dengan melakukan
Gambar 3. Kontraktur Dupuytren, dikutip dari Benson dkk. 18 traksi skeletal bertahap terhadap lesi fleksi kontraktur
digital dan membuat ekstensi terus menerus, atau
Kontraktur Dupuytren, ditandai dengan proses teknik peregangan, menghasilkan perbaikan klinis yang
proliferasi, membentuk nodul yang teraba pada daerah cukup besar. 21 Terapi medis eksperimental termasuk
palmaris. Akumulasi sel-sel dendritik, kontraktilitas injeksi fasia palmaris dengan interferon, penggunaan
miofibroblas, dan infiltrasi sel T-limfosit terdapat pada kolagenase dan enzim proteolitik lainnya, dan pemberian
seluruh lesi, dan terjadi akumulasi jaringan ikat padat colchicine oral cukup menjanjikan. 22 Pada pasien dengan
pada nodul. Tahap lanjut kontraktur Dupuytren ditandai kontraktur yang berat, pembedahan mungkin diperlukan.
dengan kekakuan, kontraktur dengan imobilitas sendi, Prosedur bedah termasuk eksisi nodul, fasciotomi
dan pembentukan nodul serta atrofi otot-otot tangan dan terbatas, dermatofasciektomi (radikal rascectomi)
lengan.20 dan pencangkokan kulit, bahkan amputasi, menjadi
EtiologiFaktor risiko genetik memegang peran pada pertimbangan terakhir. Namun angka kekambuhan dan
kejadian kontraktur Dupuytren ini, diantaranya keturunan kemungkinan komplikasi masih cukup tinggi.21
Eropa utara, riwayat penyakit dalam keluarga, dan jenis
kelamin laki-laki. Penya kit Dupuytren juga terkait dengan
penambahan usia, penyakit diabetes melitus, kecelakaan FASCllTIS PLANTARIS
kerja atau trauma berulang pada daerah palmar, epilepsi,
terapi antikonvulsan, osteoartritis, penyakit pembuluh Nyeri pada bagian tumit yang dirasakan terutama
darah perifer, penyakit hati, sindrom carpal tunnel, trigger saat bangun tidur merupakan salah satu keluhan
fingger, alkoholisme, merokok, tuberkulosis paru kronis, muskuloskeletal yang paling umum ditemukan. Fasciitis
penyakit human immunodeficiency virus, eosinofilik plantaris merupakan penyakit dengan sindrom klinis
nekrotikan, artritis reumatoid, dan hiperlipidemia.14•15•20 nyeri pada tumit, disertai peradangan dan fibrosis fascia
plantaris dan sklerosis kalkaneal. Fasciitis plantaris
Temuan Klinis disebabkan oleh tekanan berulang yang berlebihan
Ditemukan gejala penurunan mobilitas padajari-jari yang pada telapak kaki, terjadi torsi dan ketegangan plantar
3304 REUMATOLOGI

fascia . Stres sepanja ng plantar fascia meningkat pada intrinsik kaki juga menjadi faktor risiko terjadinya fasciitis
obesitas, berat bad an berlebih, alas kaki yang tidak tepat, plantaris ini. Proses menua dan atrofi bagian lemak tum it
dan ketidakstab ilan struktur kaki (pes planus), hingga merupakan 2 faktor risiko terjadinya fasciitis plantaris ini.
24,26,27,28
cenderung mengalami pronasi sendi talonavikulare dan
navikul o kuneiforme . Faktor-faktor ini meningkatkan
ketegan gan plantar fascia setelah hentakan pada tumit Diagnosis Fasciitis Plantar
sebelum jari melangkah, seh ingga terjadi mikroavulsi, Diagnosis fasciitis plantaris di tegakkan berdasarkan
robekan kecil, dan peradangan plantar fascia dan temuan berikut: (a) rasa sakit dan kekakuan pada pagi
periosteum kalkaneal. 23 •24 hari saat bangun tidur, di daerah tumit dan permukaan
Nyeri dirasakan berhubungan dengan aktivitas plantar kaki (b) nyeri maksimum dengan palpasi ditemukan
fisik sehari-hari, diduga terkait adanya spur pada nyeri fokal pada plantar fasia dari tuberositas kalkanealis.
kalkaneal, namun dapat terjadi tanpa adanya spur. Nyeri Penyebab lain nyeri tumit harus disingkirkan terlebih
bersifat tajam,berdenyut-denyut, pada lokasi anterior dahulu . Kaki dan tum it harus benar-benar dipalpasi untuk
kalkaneal. 24·25 menentukan lokasi nyeri . Struktur dan gerakan kaki,
Histopatologi fasciitis plantaris ditandai dengan ankle, lutut dan pinggul harus diperiksa dengan seksama
degenerasi kolagen, hiperplasia angiofibroblastik, termasuk pola berjalan untuk melihat kecenderungan
metaplasia kondroid, dan kalsifikasi matrik. Peradangan terjadinya pronasi pedis. 26•28
periosteal disekitarnya memacu terjadinya skleros is Diagnosis banding pada kasus ini adalah osteomielitis,
kalkanealis anterior (ostosis) pada sela fascia. Ostosis penyakit inflamasi sendi dan stres fraktur harus di
kalkanealis anterior terjadi setelah gejala nyeri meng- singkirkan dengan pemeri ksaa laju endap darah,
hilang, menunjukkan bahwa peradangan dan cedera pemeriksaan radiografi, dan scan tulang dengan MRI atau
sebagai penyebab dasarnya, bukan sebaliknya. 25 ·26 radionuklida bila diperlukan.26·28•31
Proses degeneratif terjadi dengan atau tan pa proses
inflamasi dan proses penyembuhan fascia sering disertai Komplikasi
proliferasi fibroblas, menyebabkan nyeri, terutama saat- Ruptur fascia spontan, risiko meningkat karena tindakan
saat pertama melangkahkan kaki setelah bangun tidur, injeksi kortikosteroid .29 lnjeksi kortikosteroid pada lemak
atau setelah istirahat beberapa saat (inaktif).25 •26 superfisial menyebabkan nekrosis, terjadi kehilangan
Beberapa penelitian mengenalkan konsep etiologi fungsi normal penahan beban, menghasilkan nyeri saat
adanya proses fasciosis. Fasciosis seperti tendinosis, menjejakkan kaki .29•30
merupakan proses degeneratif kronis yang secara histologi
ditemukan hipertrofi fibroblastik, tanpa adanya sel-sel Pemeriksaan Penunjang
inflamasi, disorganisasi kolagen dan hiperplasia vaskular Tidak ada pemeriksaan laborato rium spesifik untuk
yang tidak beraturan dengan adanya zona avaskular. kasus ini. Pada kasus fasciitis plantaris bilateral, yang
24,2 5,26
dicurigai bagian dari spondiloartropati, dapat diperiksa
Penyebab fasciitis planta ris sering tidak jelas, dan rheumatoid factor.25 •26 Dapat ditemukan spur kalkaneal
bersifat multifaktorial. Disfungsi biomekanik pada kaki pada radiografi .3 1 Sekitar 50% pasien dengan gejala
merupakan penyebab tersering selain infeksi, keganasan, klinis dan 20% pasien tanpa gejala klinis memiliki spur
artritis, kelainan neurologi, trauma berulang seperti pada kalkaneal, umumnya tidak perlu terapi spesifik atau
atlit pelari dan kelainan sistemik lainnya. Proses patologi tindakan bedah. 26•30
yang umum diterima berupa mikrotrauma (mikro tear), Fasciitis plantaris umumnya sembuh spontan(self-
menyebabkan kerusakan permukaan fascia kalkaneal, limited), penelitian melaporkan penyembuhan lebih dari
sekunder akibat stres pembebanan berulang pada 90% dengan terapi non bedah.26•27
lengkung kaki . 25 ·26 Terapi konvensional meliputi icing, pemberian
Faktor risiko lain adalah berat badan berlebih atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), istirahat
obesitas, berdiri lama menahan berat badan, atau adanya dan modifikasi aktivitas fisik, injeksi steroid intralesi, injeksi
spur kalkaneal. Faktor risiko lain umumnya dibagi dalam botulinum toxin type A, splinting, modifikasi sepatu dan
faktor risiko ekstrinsik (latihan yang salah atau beban orthosis. Keberhasilan hingga > 70%, terbukti memperbaiki
pekerjaan) dan intrinsik (perubahan fungsi , kelainan gejala klinis selama 1 - 6 bulan. Dianjurkan untuk t idak
struktur seperti pes planus, over pronasi, pes cavus, leg memberikan injeksi > 3 kali dalam setahun. 30•32·33
length diskrepansi, torsi dan ante versi berlebih bagian
femoral atau proses degeneratif). Keseluruhan kelainan Penatalaksanaan
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pada fascia Penatalaksanaan fasciitis plantaris meliputi istirahat,
plantaris. Kelemahan otot gastroknemius, soleus, dan otot modifikasi dan menstabilkan kaki . Pemberian obat anti-
SINDROM FIBROSIS 3305

inflamasi nonsteroid dapat mengurangi rasa sakit dan retroperitoneal (perdarahan, infeksi, radiasi, operasi,
kekakuan tetapi tidak bersifat kuratif. Penurunan berat stenting, angioplasti), penyakit autoimun, tuberkulosis,
badan, modifikasi alas kaki yang lembut, dan stabil, atau sarkoidosis, penyakit saluran empedu, infeksi gonorrea,
pemasangan pada tum it dapat dipertimbangkan. Jika dan limfangitis ascending.42 A 6A 7 AB
diperlukan stabilitas yang lebih besar dapat diberikan
orthotik yang sesuai.25 •26·34·35 •36 Tanda dan Gejala Klinis
Jika setelah 3 sampai 6 bulan terapi konservatif belum Fibrosis retroperitoneal umumnya ditandai dengan rasa
efektif, injeksi kortikosteroid ke dalam fascia plantar dapat sakit di daerah perut bagian bawah, lumbosakral, dan
dipertimbangkan.30·32•33 Suntikan kortikosteroid pada fascia atau disertai tanda-tanda obstruksi viseral , termasuk
plantar, walaupun cukup efektif, tidak boleh dilakukan muntah, diare dan dehidrasi. Dapat terjadi komplikasi
tanpa indikasi, karena potensi komplikasi seperti infeksi, hidronefrosis, gagal ginjal, edema perifer, varises, atau
robekan plantar fascia, sakit kronis pada midfoot, dan klaudikasio. Jeratan saraf dan kompresi pada epidural
kelemahan kaki . 29•30•32 •33 Untuk kasus yang resisten terhadap dapat menyebabkan sakit, disestesis, kelemahan tungkai,
minimal 12 bulan terapi konservatif, intervensi bedah, atau kejang . Dapat ditemukan pula emboli paru, trombosis
termasuk fascectomi , faskiotomi (pembebasan fascia ), vena dalam , obstruksi usus, kandung kemih, atau
dan eksostektomi, dapat dipertimbangkan.37 •38•39 Terjadinya bronkospasme. Fibrosis mediastinum dapat menyerupai
kekambuhan pada kasus ini cukup tinggi . limfoma, seperti massa dan muncul gejala Sindrom
vena kava superior dengan edema, dilatasi vena leher,
Prognosis lengan dan kepala . Komplikasi lainnya adalah obstruksi
Sekitar 80% kasus fasciitis plantar, mengalami penyembuhan ekstrahepatik, vena portal, hipertensi portal, varises
spontan dalam waktu 12 bulan; 5% pasien memerlukan esofagus dan uveitis.4 1A3 A6
operasi pembebasan fascia plantaris. 26 •34 ·36·37
Patologi
Edukasi pasien Biopsi umumnya hanya menunjukkan massa yang
Fisioterapi, latihan dan stretching (Weight-bearing tidak teratur ditandai oleh jaringan fibrosis, granulasi,
windlass test), modifikasi sepatu, menghindari berdiri lama, akumulasi sel-sel inflamasi, makrofag, dan aktivasi
penurunan berat badan, dan menghindari aktivitas yang fibroblas .41 .4 3 Penyakit aorta seperti aortitis aneurisma,
membebani kaki secara berulang.26•36A0 aterosklerosis, penyakit turunan kelainan kolagen,
trauma , atau infeksi mungkin merupakan penyebab
dan harus dicurigai pada semua pasien dengan fibrosis
retroperitoneal idiopatik. 4 1A3 Diagnosis banding, yaitu
penyakit limfoma, histiositosis, infeksi, reaksi host-graft
transplan, metastasis karsinoma retroperitoneal (karsinoma
pankreas, lambung, prostat, ovarium, ginjal, leher rahim
rahim , karsinoid), penyakit Wegener granulomatosis,
pielonefritis xantogranulomatosa, TBC pyelonefritis kronis,
sarkoidosis, atau penyakit aorta disingkirkan dengan
pencitraan yang tepat, dengan biopsi atau aspirasi dari
jaringan retroperitoneal, atau dengan pemeriksaan
yang teliti terhadap jaringan nonretroperitoneal yang
Gambar 2: Weight-bearing windlass test..w terkait. 46•47A9

Diagnosis Fibrosis Retroperitoneal


FIBROSIS RETROPERITONEAL Pemeriksaan CT-scan atau MRI memperlihatkan gambaran
fibrosis yang tersebar, massa retroperitoneal unifokal,
Fibrosis retroperitoneal merupakan penyakit fibrosis atau multifokal dengan atau tanpa obstruksi ureter,
pada rongga retroperitoneal yang dapat mengganggu pembuluh darah besar, kandung empedu atau saluran
struktur retroperitoneal, termasuk pembuluh darah besar, pankreas.49 Indium - 111, leukosit berlabel galium scan
ureter, saraf, ginjal, dan kandung empedu.41 A2 A3 Fibrosis radionuklida sangat berguna untuk menyingkirkan
retroperitoneal sekunder dapat disebabkan oleh obat abses retroperitoneal dan proses inflamasi dan umum
dan racun (metilsergide, metildopa, levodopa, ergotamin, digunakan untuk mengikuti aktivitas penyakit. Setelah
bromokriptin, pergolide, asbes)A4A5 aneurisma aorta, tumor massa mencurigakan teridentifikasi, CT atau USG-dipandu
ganas (metastasis karsinoma, karsinoid, limfoma); 46 cedera biopsi jarum perkutan, laparoskopi, atau eksplorasi
3306 REUMATOLOGI

retroperitoneal dapat dilakukan untuk menentukan 12. Tuzun B, Tuzun Y, Dinccag N, et al. Diabetic sclerodactyly.
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, Diabetes Res Clin Pract,1995;27:153-157
13. Rosenbloom AL, Silverstein JH. Connective Tissue and joint
khususnya keganasan dan infeksi.41 .4 2.4 9 disease in diabetes mellitus. Endocrinol MEtab Clin North
Am, 1996;25:473-483
Penatalaksanaan Fibrosis retroperitoneal 14. Chammas M, Bousquet P, Renard E, et al. Dupuytren's
disease, carpal tunnel syndrome, trigger finger, and diabetes
Penatalaksanaa konvensional untuk fibrosis retroperitoneal mellitus. J Hand Surg (Am), 1995;20:109-114
obstruktif terdiri dari pembedahan untuk meringankan 15. Arkkila PE, Kantola IM, Viikari JS. Dupuytren's disease:
obstruksi saluran kemih dan pembuluh darah dan dilanjutkan association with chronic diabetic complications. J Rheumatol,
1997;24:153-189
dengan pemberian kortikosteroid jangka panjang. 43
16. Burge P, Hoy G, Regan P, et al. Smoking alcohol and the risk
Pendekatan alternatif lainnya dengan penggunaan stent of Dupuytren' s contracture. J Bone Joint Surg Br, 1997;79:206-
ureter untuk menghilangkan obstruksi diikuti oleh terapi 210
metilprednisolon dosis pen uh dan pemberian penicillamine, 17. Sibbitt WL Jr, Eaton RP, Corticos teroid responsive
tenosynovitis is a common pathway for limited joint mobility
azathioprine, atau cyclosphosphamide jangka panjang. in the diabetic hand. J. Rheumatol, 1997;24:931-936
Pemberian antikoagulan seumur hidup diperlukan untuk 18. Benson I.S, Williams CS, Kahle M. Dupuytren's contracture.
pasien dengan keterlibatan pembuluh darah besar. Terapi J Am Acad Orthop Surg, 1998;6:24-35
19. Ross DC. Epidemiology of Dupuytren' s disease. Hand Clin,
pembedahan untuk perbaikan aneurisma aorta abdominal
1999;15:53-62
yang terkait fibrosis retroperitoneal, dapat memperburuk 20. Yi IS, Johnson G, Moneim MS. Etiology of Dupuytren's
atau memperbaiki fibrosis retroperitoneal, sehingga disease Hand Clin 1999;15:43-51
terapi untuk pasien ini harus dengan pendekatan secara 21. Citron N, Messina JC. The use of skeletal traction in the
treatment of severe primary Dupuytren' s disease. J Bone Joint
individual. 41 .4 2.4 3 Surg Br, 1998;80:126-129
22. Dominguez, Malagon HR, Alfeiran-Ruiz A, Chavarria-
Xicoten-catl P, et al. Clinical and cellular effects of colchicines
in fibromatosis. Cancer, 1992;69:2478-2483
REFERENSI 23. Tong KB, Furia J. Economic burden of plantar fasciitis
treatment in the United States. Am J Orthop (Belle Mead NJ).
1. Sibbitt WL, Jr. Fibrosing syndromes: Dupuytren's 2010;39(5):227-31.
contracture diabetic stiff hand syndrome, plantar fasciitis 24. Riddle DL, Pulisic M, Pidcoe P, Johnson RE. Risk factors for
and retroperitoneal fibrosis. In: Koopman W, ed. Arthritis Plantar fasciitis: a matched case-control study. J Bone Joint
and allied condition: a textbook of rheumatology, 13th Surg Am. 2003;85-A(5):872-7.
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1997: 25. McPoil TG, Martin RL, Cornwall MW, Wukich DK, Irrgang
1847-1866. JJ, Godges JJ. Heel pain--plantar fasciitis: clinical practice
2. Mutsaers SE, Bishop JE, McGrouther G, et al, Mechanisms of guildelines linked to the international classification of
tissue repair: from wound healing to fibrosis. Int J Biochem function, disability, and health from the orthopaedic section
Cell Biol, 1997;29:5-17 of the American Physical Therapy Association. J Orthop Sports
3. Trojanoswka M, LeRoy EC, Eckes B, et al. Pathogenesis of Phys Ther. 2008;38(4):Al-A18.
fibrosis: type I collagen and the skin. J Mo! Med, 1998;76:266- 26. Lynch DM, Goforth WP, Martin JE, et al. Conservative treat-
274 ment of plantar fasciitis. A prospective study. J AM Podatr
4. Trojanoswka M, LeRoy EC, Eckes B, et al. Pathogenesis of Med Assoc. 1998;88:375-380
fibrosis: type I collagen and the skin. J Mo! Med, 1998;76:266- 27. Mahowald S, Legge BS, Grady JF. The correlation between
274 plantar fascia thickness and symptoms of plantar fasciitis. J
5. Clark DA, Coker R. Transforming growth factor beta (TGF- Am Podiatr Med Assoc. 2011;101(5):385-9.
beta). Int J Biochem Cell Biol, 1998;30:293-298 28. Pohl MB, Hamill J, Davis IS. Biomechanical and anatomic
6. Masih GO, Shumare ML, and Ehrlich HP. Tumor necrosis factors associated with a history of plantar fasciitis in female
factor binding protein improves incisional wound healing runners. Clin J Sport Med.2009;19(5):372-6.
in sepsis. J Surg Res, 1998;78:108-117 29. Avecedo JI, Beskin JL. Complications of plantar fascia rup-
7. Zulian F, Athreya BH, and Laxer R. «Juvenile localized ture associated with corticosteroid injection. Foot Ankle Int.
scleroderma: clinical and epidemiological features in 750 1998;19:91-97
children. An international study». Rheumatology (Oxford), 30. Kiter E, Celikbas E, Akkaya S, Demirkan F, Kilit; BA.
2006;45 (5): 614-20. Comparison of injection modalities in the treatment of plantar
8. Peterson LS, Nelson AM, Su WP, Mason T, O>Fallon WM, heel pain: a randomized controlled trial. J Am Podiatr Med
Gabriel SE. «The epidemiology of morphea (localized Assoc. 2006;96(4):293-6.
scleroderma) in Olmsted County 1960-1993». J. Rheumatol. 31. McMillan AM, Landor£ KB, Barrett JT, Menz HB, Bird AR.
1997;24 (1): 73-80. Diagnostic imaging for chronic plantar heel pain: a systematic
9. Laxer RM, Zulian F. «Localized scleroderma». Curr Opin review and meta-analysis. J Foot Ankle Res. 2009;2:32.
Rheumatol, 2006;18 (6): 606-13. 32. Yucel I, Yazici B, Degirmenci E, Erdogmus B, Dogan S.
10. Hayakawa I, Hasegawa M, Takehara K, Sato S. «Anti- Comparison of ultrasound-, palpation-, and scintigraphy-
DNA topoisomerase Ilalpha autoantibodies in localized guided steroid injections in the treatment of plantar fasciitis.
scleroderma». Arthritis Rheum. 2004;50 (1): 227-32. Arch Ortlwp Trauma Surg, 2009;129(5):695-701.
11. Gonzalez-L6pez MA, Drake M, Gonzalez-Vela MC, Armesto 33. Porter MD, Shadbolt B. Intralesional corticosteroid injection
S, Llaca HF, Val-Bernal JF. «Generalized morphea and versus extracorporeal shock wave therapy for plantar fas-
primary biliary cirrhosis coexisting in a male patient». J. ciopathy. Clin J Sport Med, 2005;15(3):119-24.
Dermatol. 2006;33 (10): 709-13. 34. Landor£ KB, Keenan AM, Herbert RD. Effectiveness of foot
SINDROM FIBROSIS 3307

orthoses to treat plantar fasciitis: a randomized trial. Arch


Intern Med, 2006;166(12):1305-10.
35. Lee SY, McKeon P, Hertel J. Does the use of orthoses im-
prove self-reported pain and function measures in patients
with plantar fasciitis? A meta-analysis. Phys Ther Sport,
2009;10(1):12-8.
36. Chia KK, Suresh S, Kuah A, Ong JL, Phua JM, Seah AL. Com-
parative trial of the foot pressure patterns between corrective
orthotics,formthotics, bone spur pads and flat insoles in pa-
tients with chronic plantar fasciitis. Ann Acad Med Singapore,
2009;38(10):869-95.
37. Miyamoto W, Takao M, Uchio Y. Calcaneal osteotomy for
the treatment of plantar fasciitis. Arch Orthop Trauma Surg,
2010;130(2):151-4.
38. Bazaz R, Ferkel RD. Results of endoscopic plantar fascia
release. Foot Ankle Int. 2007;28(5):549-56 ..
39. Debrule MB. Ultrasound-guided weil percutaneous plantar
fasciotomy. JAm Podiatr Med Assoc, 2010;100(2):146-8.
40. De Garceau D, Dean D, Requejo SM, Thordarson DB. The as-
sociation between diagnosis of plantar fasciitis and Windlass
test results. Foot Ankle Int. 2003;24(3):251-5.
41. Kottra JJ, Dunnick NR. Retroperitoneal fibrosis. Radio! Clin
North Am, 1996;34:12591275-
42. Cuny C, Chauffert B, Lorcerie B, et al. Retroperitoneal fibrosis
and infection of an aortic graft prosthesis: diagnosis and
therapeutic problems. Clin Cardiol, 1997;20:810812-
43. Moroni G, Farricciotti A, Cappelletti M, et al. Retroperitoneal
fibrosis and membranous nephropathy: improvement of both
diseases after treatment with steroids and immunosuppressive
agents. Nephrol Dial Transplant, 1999;14:13031305-
44. Shaunak S, Wilkins A, Pilling JB, et al. Pericardia!,
retroperitoneal, and pleural fibrosis induced by pergolide.
J Neurol Neurosurg Psychiatry,1999;66:7981-
45. Sauni R, Oksa P, Jarvenpaa R, et al. Asbestos exposure: a
potential cause of retroperitoneal fibrosis. Am J Ind Med,
1998;33:418421-
46. Levey JM, Mathai J. Diffuse pancreatic fibrosis: an uncommon
feature of multifocal idiopathic fibrosclerosis. Am J
Gastroenterol 1998;93:640642-
47. Kaipiainen-Seppanen 0, Jantunen E, Kuusisto J, et al.
Retroperitoneal fibrosis with antineutrophil cytoplasmic
antibodies. J Rheumatol, 1996;23:779781-
48. Sakr G, Cynk M, Cowie AG. Retroperitoneal fibrosis: an
unusual complication of intra-arterial stents and angioplasty.
Br J Uro!, 1998;81:768769-.
49. Engelken JD, Ros PR. Retroperitoneal MR imaging. Magn
Reson Imaging Clin North Am, 1997;5:165178-.
433
OBAT ANTI INFLAMASI NONSTEROID
Najirman

PENDAHULUAN inflamasi dilepaskan sejumlah med iator inflamasi seperti


prostaglandin, bradikinin, leukotrien, interleukin, histamin,
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan serotonin, tumor nekrosis faktor alfa dan lain-lain. Obat
sekelompok obat yang heterogen, akan tetapi mempunyai anti inflamasi non steroid bekerja terutama dengan cara
banyak persamaan, baik efek terapeutik maupun efek menghambat pembentukan prostaglandin dan leuko-
samping . Kelompok obat ini pertama kali dilaporkan trien, sehingga dapat mencegah/mengurangi terjadinya
oleh Edmund Stone pada pertengahan abad ke 18 yang inflamasi. Di samping itu ada juga OAINS yang bekerja
berkasiat untuk mengobatan demam. Pada tahun 1829 menghambat bradikinin.
Zat aktif tersebut berhasil diisolasi oleh Leroux dan Prostaglandin mempunyai fungsi utama mengatur
kemudian dikenal dengan nama salisin. Hidrolisis salisin proses fisiologis serta sebagai mediator nyeri dan
akan menghasilkan glukosa dan salisilat alkohol yang inflamasi . Prostaglandin G2 (PGG2) merupakan yang
selanjutnya dikonversi menjadi asam salisilat. Sodium pertama dibentuk dari asam arakidonat dan sangat
salisilat pertama kali digunakan untuk pengobatan tidak stabil. Selanjutnya PGG2 ini akan direduksi oleh
demam reumatik dan gout tahun 1875. Setelah terbukti enzim siklooksigenase (COX) menjadi prostaglandin
mempunyai khasiat sebagai anti inflamasi, maka tahun H2 (PGH2), dan pada akhirnya akan dikonversi lagi
1899 obat tersebut pertama kali diperkenalkan pada menjadi prostaglandin D2 (PGD2) , prostaglandin 12
dunia kesehatan dan dikenal dengan nama aspirin, berasal (PGl2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2 (PGF2)
dari kata Spraea, nama tumbuhan asal asam salisilat dan tromboksan A2 (TxA2) oleh enzim isomerase. Jenis
diekstraksi. prostaglandin yang akan terbentuk tergantung pada --...._
Obat anti inflamasi nonsteroid merupakan kelompok jenis jaringan, karena setiap jaringan mempunyai enzim
obat yang paling sering diresepkan di seluruh dunia dan isomerase yang berbeda. Misalnya pada platelet akan
merupakan salah satu kelompok obat yang paling sering membentuk tromboksan A2, sedangkan PGl2 dibentuk
digunakan di bidang reumatologi . Di Amerika serikat oleh sel endotel pembuluh darah.
saja diperkirakan sekitar 60-70 juta OAINS diresepkan Efek terapeutik dan efek samping yang timbul akibat
setiap tahun dan lebih dari 30 miliar tablet terjual setiap penggunaan OAINS berkaitan dengan aktivitas obat
tahunnya . tersebut yang menghambat aktivitas enzim (COX), dalam
sintesis prostaglandin. Seperti tampak pada gambar 1.
Enzim siklooksigenase bekerja merubah asam arakidonat
MEKANISME KERJA menjadi prostaglandin (PG), di samping itu juga ada
enzim lipoksigenase yangjuga merubah asam arakidonat
Sebagian besar penyakit di bidang reumatologi ditandai menjadi leukotrien (LT). Asam arakidonat sendiri berasal
dengan adanya inflamasi sebagai respons tubuh terhadap dari membran fosfolipid yang dihidrolisis oleh enzim
adanya kerusakan jaringan dan inflamasi tersebut akan fosfolipase A2.
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri juga merupakan keluhan Penelitian berikutnya menemukan bahwa ternyata
yang paling sering dijumpai dan yang mendorong siklooksigenase mempunyai 2 bentuk isoenzim yang
seorang pasien untuk berobat pada dokter. Pada proses dikenal dengan istilah COX-1 dan COX-2 dengan struktur
OBAT ANTllNFLAMASI NON-STEROID 3309

COX-1 COX-2
Fospolipase A2 (Constitutive) (Inducible)

• lntegritas gastrointestina • Tempat inftamasi


• Agregasi trombosit - Marofag
• Fungsi ginjal - Sinoviosit
- Sel endotel
• Fungsi ginjal
• Ovarium dan uterus
• Pembentukan tulang
Gambar 1. Jalur pembentukan prostaglandin dan tromboksan
oleh enzim siklooksigenase dan pembentukan leukotrien oleh
Gambar 2. lsoenzim siklooksigenase dan perannya
enzim 5-lipoksigenase.

dan fungsi yang berbeda. Penemuan ini sangat penting Untuk menentukan apakah suatu OAINS bersifat non
untuk menjelaskan cara kerja OAINS serta pengembangan selektif ataukah selektif terhadap COX-2, parameter yang
obat baru dengan toksisitas lebih rendah. Enzim COX-1 dinilai adalah kemampuan obat tersebut menghambat kerja
merupakan bentuk konstitutif dan terutama banyak kedua isoenzim siklooksigenase tersebut. Dari penelitian
diekspresikan pada sebagian besar jaringan, platelet, ginjal didapatkan bahwa selektivitas suatu OAINS terhadap
dan mukosa lambung, bertanggungjawab untuk proteksi COX didefinisikan sebagai konsentrasi obat tersebut yang
diperlukan untuk menghambat 50% aktivitas COX (IC50).
mukosa lambung, regulasi aliran darah di ginjal serta
Rasio ICSO COX-2/IC50 COX-1 bila lebih kecil dari 1, maka
agregasi trombosit. Sementara enzim COX-2 terutama
dikatakan obat tersebut bersifat selektif terhadap COX-2.
diekspresikan pada jaringan yang mengalami inflamasi
Bila rasio COX-2/COX-1 nilainya lebih besar dari 1, maka
dan berperan terhadap rangsangan yang terjadi akibat
obat tersebut lebih banyak kerjanya menghambat COX-1,
proses inflamasi seperti oleh sitokin proinflamasi, faktor dan bila rasionya sama dengan 1, maka obat tersebut
pertumbuhan dan lipopolisakarida bakteri. Di samping bersifat non selektif. Sebagai contoh, bila rasio COX02/
itu COX-2 juga diekspresikan pada sel endotel dan otot COX-1 adalah 0,01 artinya konsentrasi obat tersebut untuk
polos pembuluh darah, sel podosit intraglomerular, pada menghambat aktivitas COX-1 adalah 100 kali di banding
ovarium dan uterus serta pada tulang, yang mengatur dengan konsentrasinya untuk menghambat aktivitas
peran fisiologis organ tersebut. Enzim COX-1 dan COX-2 COX-2. Atau dengan kata lain obat tersebut sangat
juga dijumpai pada jaringan sinovium pasien reumatoid selektifterhadap COX-2. ldealnya suatu OAINS pada dosis
artritis dan osteoartritis. Dengan demikian COX-1 dan
COX-2 mempunyai fungsi yang saling tumpang tindih dan Tabel 1. Klasifikasi OAINS Menurut Selektivitasnya
berperan penting dalam menjaga homeostasis tubuh 6.7 Menghambat COX-1 dan COX-2
Enzim COX-1 dikode oleh gen yang terletak pada
Nama Obat RasiolC 50 COX-2/IC 50 COX-1
kromosom 9, sebaliknya gen yang mengkode enzim
Asetosal 5,25/163
COX-2 teletak pada kromosom 1. Enzim COX-1 aktivitasnya
Diklofenak 0,06/7,59
relatif konstan dalam menjaga fungsi homeostasis tubuh,
Flurbiprofen 1,24/12,7
sebaliknya enzim COX-2 aktivitasnya dapat meningkat Ibuprofen 0,8/53
menjadi 10-80 kali Ii pat selama proses inflamasi dan proses lndometasin 5,2/60
patologis lainnya. Perbedaan lainnya adalah, enzim COX-1 Ketoprofen 4,6
banyak terdapat pada retikulum endoplasma, sedangkan Meklofenamat 6,5/6,6
enzim COX-2 sebanyak 80-90% terdapat pada membran Mefenamic acid 20
nukleus. Naproksen 0,59/59
Dengan ditemukannya isozim COX dan perannya Niflumic acid 60
Piroksikam 7,7/300
dalam mengkatalisis pembentukan berbagai prostaglandin,
Sulindak 36,6/100
maka dikembangkanlah penelitian untuk menemukan obat
Tenoksikam 1,34
yang selektif bekerja menghambat COX-2, dan hanya 16,6
Tolfenamic acid
sedikit mempengaruhi kerja enzim COX-1. Diharapkan Nabumeton 0,28/1,46
obat baru tersebut mempunyai efek samping yang Etodolak 0,8
lebih ringan, tanpa mempengaruhi fungsi konstitutifnya. Meloksikam 0,01/0,8
Dengan demikian ada obat yang bekerja menghambat Nimesulid 0,01/0,9
kedua enzim tersebut (nonselektif) terhadap COX dan ada Celecoxib 0,0027
yang hanya selektif terhadap COX-2. Rofecoxib 0,001
3310 REUMATOLOGI

terapeutik mampu menghambat aktivitas COX-2 secara dalam menghambat kerja enzim COX. Berdasarkan waktu
komplit tanpa mempengaruhi aktivitas COX-1. Dengan paruhnya, OAINS dapat dibedakan atas OAINS dengan
demikian OAINS tersebut mempunyai efek samping masa kerja pendek dan OAINS masa kerja panjang
yangminimal, sedangkan efek anti inflamasi, analgetik dan Di samping itu berdasarkan kemampuannya
antipiretiknya dapat diperoleh secara optimal. menghambat enzim COX, Kelompok studi internasional
Di samping bekerja menghambat proses pembentukan tentang COX-2 mengklasifikasikan OAINS kedalam 4
prostaglandin, OAINS juga mempunyai mekanisme kerja kategori yakni : Spesifik terhadap COX-1, nonspesifik,
lain sebagai obat anti inflamasi yakni: preferensial terhadap COX-2 dan spesifik terhadap COX-2.
Menghambat pelepasan lisosom Berdasarkan rumus kimianya klasifikasi OAINS dapat
Menghambat aktivasi komplemen dilihat pada gambar 3.
Sebagai antagonis pembentukan/aktivasi kinin
Menghambat kerja enzim lipooksogenase
Menghambat pembentukan radikal bebas FARMAKOKINETIK
Memicu agregasi dan adesi neutrofil
Meningkatkan fungsi limfosit Semua OAINS akan diserap secara komplit setelah
Berperan pada aktivitas membran sel pemberian secara oral. Kecepatan absorpsi berbeda antara
Menghambat pembentukan nitrik oksida dengan cara satu orang dengan yang lain, tergantung pada ada/tidaknya
menghambat NF-kB, sehingga nitric oxide synthetase kelainan pada saluran cerna serta pengaruh makanan.
tidak terbentuk. Bentuk sediaanjuga tu rut mempengaruhi absorpsi, seperti
bentuk "enteric coated" akan memperlambat absorpsi,
akan tetapi juga mempengaruhi obat tersebut secara
KLASIFIKASI langsung ter-hadap mukosa lambung
Sebagian besar OAINS adalah bersifat asam lemah
Obat anti inflamasi nonsteroid dapat diklasifikasikan dan lebih dari 95% akan terikat dengan protein serum
berdasarkan berbagai cara, seperti berdasarkan rumus terutama albumin. Pada keadaan di mana terdapat hipo-
kimia, waktu paruh dalam plasma dan aktivitasnya albuminemia, seperti pada pasien penyakit kronis, penyakit

Tabel 2. Klasifikasi OAINS Berdasarkan Waktu Paruhnya dan Dosis yang Lazim Digunakan
Masa kerja obat Nama OAINS Waktu paruh = T 1/2 (jam) Dosis
Masa kerja pendek Diklofenac 1,2-2 50-100 mg, 2x/hari
Etodolac 7,3 200-300 mg, 2 x/hari
Fenoprofen 2,3 300-600 mg, 3-4 x/hari
Flurbiprofen 3-4 50-100 mg, 2-3 x/hari
Ibuprofen 2-2,5 300-800 mg, 3-4 x/hari
lndomethacin 2-13 25-50 mg, 3-4 x/hari
Ketoprofen 1-4 50-75 mg, 3-4 x/hari
Ketorolac 4-6 10 mg, 3-4 x/hari
Meclofenamate 2-3 50-100 mg, 3 x/hari
Tolmetin 1-1,5 400-600 mg, 3 x/hari
Celecoxib 11 100-200 mg, 2 x/hari
Valdecoxib 8-11 10-20 mg, 1-2 x/hari
Salisilat 2-3 2,4-6 g/hari, dosis terbagi 4-5x
Masa kerja panjang Diflunisal 7-15 0,5-1,5 g/hari, dosis terbagi 2 x
Nabumetone 24 500-1000 mg, 2 x/hari
Naproxen 12-15 250-500 mg, 2 x/hari
Oxaprozin 49-60 600-1200 mg, 1 x/hari
Phenylbutazone 29-140 100-400 mg, 1 x/hari
Piroxicam 30-86 10-20 mg, 1 x/hari
Sulindac 16-18 150-200 mg, 2 x/hari
Tenidap 12-48 120 mg, 1 x/hari
Meloxicam 15-30 7,5-15 mg, 1x/hari
Rofecoxib 17 12,5-25 mg, 1 x/hari
OBAT ANTllNFLAMASI NON-STEROID 3311

Nonacid
Enolic acid com ounds

Aspirin Diclofenac Etodolac Carprofen


Diflunisal Alclofenac lndomenthcine Fenibufen
Benorylate Fenclofenac Sulindac Piroxicam Nabumetone
Flurpirofen
Trisalicylate Fentiazac Tolmetin Sudoxicam Proquazone
Ketoprofen lsoxicam
salsalate Tenidap Oxaprozin Tiaramide
Sodium Zomepirac Tenoxicam befexamac
Suprofen
Salicylate Clopirac Meloxicam Flunizone
Tiaprofenic acid
Keterolac Ibuprofen Epirazone
Tromenthamine naproxen Tinoridine
Fenoprofen
lndoprofen
Benoxaprofen Flufenamic Oxyphenbutazone
Pirprofen mefenamic Phenilbutazone
Meclofenamic Azapropazone
Niflumec Feprazone

Coxib - celecoxib
- Rofecoxib
- Valdecoxib
- Etoricoxib
- parecoxib
-Lumiracoxib
Nimesulide

Gambar 3. Klasifikasi OAINS menurut rumus kimianya

hati kronis dan usia lanjut, maka perlu ada penyesuaian FARMAKODINAMIK
dosis untuk mencegah efek samping yang terjadi. Sebab
pada hipoalbuminemia akan meningkatkan kadar obat Efek Antiinflamasi
bebas dalam plasma, sehingga toksisitasnya juga akan Efek antiinflamasi OAINS terkait dengan kemampuan obat
meningkat. ini dalam menghambat sintesa prostagland in, karena
Hati merupakan tempat utama OAINS mengalami prostaglandin baik langsung ataupun tidak langsung
metabolisme dan diekskresikan melalui urin. Di samping bertindak sebagai mediator inflamasi. Dengan demikian
itu ada beberapa OAINS yang mengalami siklus entero- OAINS sering digunakan sebagai obat lini pertama untuk
hepatik, seperti indometasin, piroksikam dan sulindak, mengatasi proses inflamasi.
mengakibatkan waktu paruh yang lebih panjang .
Diklofenak, flurbiprofen , selekoksib dan rofekoks ib Efek Analagesik
di metabo lisme di hati, sehingga harus berhati-hati Obat anti inflamasi nonsteroid menghambat nyeri baik
penggunaannya pada pasien penyakit hati. Sebagian di perifer ataupun di sentral. Obat ini efektif mencegah
besar OAINS dan selekoksib mengalami metabolisme ketiga jenis nyeri yakni nyeri fisiologis, nyeri inflamasi dan
dengan melibatkan isoenzim P450 CYP2C9, tetapi tidak nyeri neuropatik.
dengan rofekosib.
3312 REUMATOLOGI

Efek Antipiretik
OAINS
Prostaglandin E2 merupakan mediator terjadinya (obat anti inflamasi non steroid)
peningkatan suhu tubuh. Selama demam terjadi
peningkatan kadar PGE2 di hipotalamus dan ventrikel
ke Ill. Peningkatan PGE2 dihipotalamus mengakibatkan
dilepaskannya siklik adenosin monofosfat yang bertindak
sebagai neurotransmiter pada pusat pengaturan suhu
tubuh tersebut, sehingga suhu tubuh meningkat dan
pasien mengalami demam

Efek Antiplatelet
Obat anti inflamasi nonsteroid akan menurunkan
agregasi trombosit yang diinduksi oleh adenosin difosfat,
kolagen atau epinefrin. Selain dari aspirin, semua OAINS
menghambat agregasi trombosit secara reversible
Gambar 4. Mekanisme terjadinya kelainan mukosa saluran
dan tergantung pada konsentrasi obat tersebut pada
cerna akibat OAINS
trombosit. Aspirin menghambat agregasi trombosit
bersifat irreversible dan dengan dosis 80 mg, lama
hambatan ini dapat mencapai 4-6 hari sampai sumsum penyakit sistemik yang berat, merokok dan alkoholisme.
tulang membentuk trombosit yang baru. Golongan OAINS Terjadinya efek samping OAINS terhadap saluran
yang baru, terutama yang COX-2 spesifik inhibitor hanya cerna dapat disebabkan oleh efek toksik langsung OAINS
sedikit menghambat agregasi trombosit. terhadap mukosa lambung sehingga mukosa menjadi rusak.
Sedangkan efek sistemik disebabkan kemampuan OAINS
Efek Lain menghambat kerja COX-1 yang mengkatalis pembentukan
Pada akhir-akhir ini juga diteliti manfaat OAINS pada prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran cerna
penyakit Alzhaimer dan pada tumor kolorektal, terutama berfungsi menjaga integritas mukosa, mengatur aliran
OAINS yang menghambat COX-2 secara spesifik, karena darah, sekresi mukus, bikarbonat, proliferasi epitel, serta
ternyata pada kedua penyakit tersebut terjadi peningkatan resistensi mukosa terhadap kerusakan·
ekspresi COX-2. Sehingga dengan demikian diharapkan Untuk mengurangi efek samping OAINS pada saluran
OAINS tersebut data memperbaikan kedua penyakit cerna dapat dilakukan beberapa hal seperti meminum
ter-sebut. Penelitian lain juga membuktikan peran OAINS bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI),
prostaglandin waktu terjadinya ovulasi dan kontraksi misoprostol (analaog prostaglandin), histamin-2 reseptor
uterus pada saat melahirkan, sehingga pemberian OAINS antagonis (H2 reseptor antagonis), dan memilih OAINS
pada perempuan yang akan melahirkan mungkin akan spesifik inhibitor COX-2.
mengganggu proses persalinannya.
Ginjal
Efek Samping Sebanyak 5% pasien yang mendapat OAINS akan
Efek samping OAINS selalu dikaitkan dengan kerja obat mengalami komplikasi pada ginjal. Manifestasi klinis
tersebut menghambat COX-1 . Efek samping yang sering yang sering adalah edema perifer, penurunan fungsi
terjadi melibatkan saluran cerna, ginjal, hati, paru, sistem ginjal secara akut hiperkalemia, nefritis interstisialis dan
reproduksi, susunan saraf pusat dan hematologi. nekrosis papila renalis.Sebagian besar dari efek samping
pada ginjal tersebut bersifat reversibel. Edema perifer
terjad i disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi natrium
SALURAN CERNA dan air pada tubulus koligen akibat penurunan PGE2 yang
berfungsi mengatur aliran darah pada bagian medula dan
Sekitar 10-20% pasien yang mend apat OAI NS akan meng- tubulus koligen·
alami dispepsia. Dalam 6 bulan pertama pengobatan, Pada individu yang sehat OAINS tidak akan
sebanyak 5-15% pasien artritis reumatoid akan menghenti- mempengaruhi fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal
kan pengobatan akibat timbulnya dispesia. Faktor risiko terjadi bila pada pasien dehidrasi, sudah ada gangguan
terjadinya kelainan saluran cerna pada penggunaan OAINS fungsi sebelumnya, pasien diabetes dan sirosis hepatis
adalah usia lanjut, riwayat ulkus sebelumnya, dosis OAINS atau pasien usia lanjut. Gagal ginjal akut biasanya terjadi
yang tinggi, penggunaan steroid atau anti koagulan yang bila OAINS diberikan dengan dosis besar.
bersamaan dengan OAINS, adanya Helikobakter pilori, Pemberian OAINS juga dapat menyebabkan terjadi
OBAT ANTllNFLAMASI NON-STEROID 3313

hiperkalemia . Hal ini terjadi karena terhambatnya Komplikasi lain yang dapat terjadi tetapi jarang
prostaglandin yang berfungsi merangsang pelepasan renin ditemukan adalah nefritis interstitial, sindrom nefrotik dan
dari ginjal. Konsentrasi renin yang rendah mengakibatkan nekrosis papila renalis. Nefritis interstitial dan sindrom
produksi aldosteron juga berkurang dan pada gil irannya nefrotik dapat terjadi setelah 8-18 bulan penggunaan
terjadilah pengurangan ekskresi kalium . Hiperkalemia OAINS dan belum jelas patofisiologi yang mendasarinya .
pada pemberian OAINS ini dapat juga terjadi bila pada Nekrosis papila renalis terjadi akibat defisiensi PG yang
waktu yang bersamaanjuga diberikan obat anti hipertensi bersifat vasodilator, sehingga mengakibatkan timbulnya
hemat kalium dan ACE inhibitor. iskemik dan nekrosis pada papila ginjal.

label 3. Metabolisme Obat (kutip 9)


Nama obat Metabolisme Nama obat Metabolisme
Diklofenac Hati Diflunisal Hati
Etodolac Hati Nabumetone Hati
Fenoprofen Hati, siklus enterohepatik Naproxen Hati dan ginjal
Flurbiprofen Hati Oxaprozin Hati
Ibuprofen Hati Phenylbutazone Hati
lndomethacin Hati, siklus enterohepatik Piroxicam Hati, siklus enterohepatik
Ketoprofen Hati Sulindac Hati
Ketorolac Hati Tenidap Hati
Meclofenamate Hati Meloxicam Hati
Tolmetin Hati Rofecoxib Hati
Celecoxib Hati
Valdecoxib Hati
Salisilat Hati dan ginjal

Tabel 4. lnteraksi OAINS dengan Obat Lain


Efek
Warfarin Phenylbutazone lnhibisi metabolisme warfarin, peningkatan efek antikoagulan
COX- 1 spesifik Peningkatan risiko perdarahan karena inhibisi fungsi platelet kerusakan mukosa lambung
Sulfonylurea Phenylbutazone lnhibisi metabilisme sulfonil urea, meningkatkan risiko hipoglikemia
Salisilat dosis tinggi Berpotensi menimbulkan hipoglikemia
Beta blocker Non selektif OAINS Mengakibatkan hipotensi, tetapi tidak bersifat kronotropik/
inotropik negatif
Hydralazine Non selektif OAINS Kehilangan efek hipotensi
Prazosin
ACEinhibitor Non selektif OAINS
Diuretics Phenylbutazone Kehilangan sifat natriuretik, diuretik, efek hipotensi dari furosemide
Phenytoin OAINS lainnya lnhibisi metabolisme, meningkatkan toksisitas
Menggeser phenytoin dari protein plasma, menurunkan konsentrasi bentuk aktif

Lithium Sebagian besar OAINS Meningkatkan konsentrasi lithium dalam plasma


Digoxin Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi digoxin dalam plasma
Aminoglycosides Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi aminoglycosides dalam plasma
Methotrexate Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi methotrexate dalam plasma
Sodium valproate Aspirin lnhibisi metabolisme valproate, meningkatkan konsentrasi valproate dalam plasma

Antacids lndomethacin Aluminium dalam antacid mengurangi absorpsi indomethacin


Sallicylates
OAINS lainnya Sodium bikarbonat meningkatkan absorpsi indomethacin
Cimetidine Piroxicam Meningkatkan waktu paruh dan konsentrasi piroxicam dalam plasma

Probenecid Sebagian besar OAINS Mengurangi metabolisme dan klikrens OAINS diginjal
Chlestyramine Naproxen Mengurangi absorpsi naproxen
Caffein Aspirin Meningkatkan absorpsi aspirin
Metoclopramide Aspirin dan lainnya Meningkatkan absorpsi aspirin pada penderita migrrains
3314 REUMATOLOGI

Hati REFERENSI
Kelainan hati akibat pemberian OAINS mulai dari yang
ringan sampai berat seperti hepatitis fulminant, walaupun Collier DH. Nonsteridal Antiinflamrnatory Drugs. In : West S
(editors). Rheumatology Secrets 2th edition. Hanley & Belfus
ini jarang terjadi . adanya gangguan fungsi hati dapat Inc, Philadelphia 2002561-57
diketahui dengan P.eningkatan enzim transaminase. De Broe ME, Elseviers MM. Analgesic Nephropathy. NEJM
lnsiden gangguan fungsi hati yang berat akibat OAINS 1998;338:452
Furst DE, Hillson j. Aspirin and Other Nonsteroidal
ditemukan sebanyak 2,2 dari 100.000 pasien yang dirawat. Antiinflammatory Drugs. In : Koopman WJ (Ed). Arthritis
Sulindak merupakan OAINS yang paling sering mengakibat and Allied Conditions 14th edition. Lippincott Williams &
gangguan fungsi hati. Wilkins, Philadelphia 2001: 665-703
Lelo A. Pertimbangan baru dalam pemilihan selektivitas
pengharnbatan COX-2 sebagai anti nyeri dan anti inflarnasi.
Paru Dalam : Setiyohadi B, Kasjmir YI (Editor).Temu Ilmiah
Pasien asma dapat mengalami serangan bila mengkonsumsi Reumatologi 2002:78-81.
OAINS, sebab OAINS menghambatjalur siklooksigenase Osiri M, Moreland LW. Specific Cyclooxygenase 2 Inhibitors:
A New Choice of Non Steroidal Anti-Inflammatory Drug
dari asam arakidonat. Akibat terhambat pembentukan Therapy. Arthritis Care and Research 1999;12(5):351-9
PG, maka jalur lipooksigenase lebih aktif, sehingga akan Pelletier MJ, Lajeunesse D, Reboul P, Pelletier JP. Therapeutic
terbentuk leukotrien yang juga lebih banyak. Salah satu role of dual inhibitors of 5-LOX and COX, selective and non-
selective non-steroidal anti-inflammatory drugs. Ann Rheum
leukotrien, yakni LTC4 dan LTD4 bersifat bronkokonstriktor
Dis 2003;62:501-9
sehingga dapat mencetuskan serangan asma. Robert JL II, Morrow JD . Analgesic-antipyretic and anti-
inflamrnatory agents and drugs employed in the treatment
of gout. In : Wonsiewicz MJ, Morriss JM (Eds). Goodman
Jantung and Gilman' s The Pharmacological basis of therapeutics,
Obat anti inflamasi nonsteroid dapat mengakibatkan lQth. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division, New York,
2001: 687-727.
timbulnya hipertensi infark miokard dan gagaljantung. Hal Sabagun ES, Weisman MH. Nonsteroidal Anti-inflamrnatoey
ini disebabkan berkurangnya pembentuk prostasiklin oleh Drugs. In: Ruddy S, Harris ED, Sledge (Eds).Kelley' s Textbook
sel endotel, peningkatan trombositosis dan risiko untuk of Rheumatology 6th edition. WB Sounders Company,
Philadelphia 2001 :799-822
kejadian gagal jantung, terutama pada usia lanjut. Sundy JS. Non Steroidal Antiinflamrnatory Drugs. In :Koopman,
Moreland LW (Eds). Arthritis and Allied Conditions 15th
Ku lit edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia 2005:
679-98
Walaupun jarang ditemukan, OAINS dapat menimbulkan
Simon LS. NSA!Ds: Overview of adverse effects. htt,p://www.
kelainan pada kulit seperti eritema multi forme, sindrom UpTo Date 2005
Stevens Johnson dan toksik epidermal nekrolisis. Obat Wolfe MM, Lichtenstein DR, Sing G. Gastrointestinal toxicity of
yang sering menimbulkan efek samping ini adalah nonsteroidal antiinflamrnatory drugs. NEMJ 1999;17:1888-
99.
piroksikam, zomepirak, sulindak, sodium meklofenamat Wilder RL. Nonsteroidal antiinflamrnatory drugs. In : Klippel
dan benoksaprofen JH (Eds). Primer on The Rheumatic Diseases, 12th edition.
Arthritis Foundation, Atlanta 2001: 583-91

Efek Samping Lain


Penggunaan OAINS pada kehamilan trimester Ill dapat
mengakibatkan penutupan duktus arteriosus secara
prematur dan menimbulkan hipertensi pulmoner pada
bayi, sedangkan pada ibu dapat terjadi kesulitan waktu
persalinan dan perdarahan, karena hipotonia uteri. Pada
sistem hematopoeitik OAINS dikaitkan dengan kejadian
anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia .
Sedangkan pada sistem saraf pusat dapat timbul
keadaan seperti dizzines, depresi, bingung, halusinasi dan
meningitis aseptik akut, walaupun jarang dilaporkan.

lnteraksi Obat
Obat antiinflamasi nonsteroid dimetabolisme dihati
dan ginjal serta mengalami siklus entero - hepatik .
lnteraksi OAINS dengan obat lain akan mempengaruhi
farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut.
434
TERAPIKORTIKOSTEROID
DI BIDANG REUMATOLOGI
Jeffrey A.Ongkowijaya, AMC Karema-K

Kortikosteroid telah dipergunakan secara luas diberbagai kontroversi karena risiko efek samping yang mungkin
bidang penyakit dan merupakan salah satu obat yang terjadi; sehingga pemakaian lokal lebih diprioritaskan
penting untuk mengelola permasalahan penyakit di meskipun tetap memerlukan pertimbangan khusus untuk
bidang reumatologi. Banyak harapan akan peran obat pemberiannya.
ini, namun cara kerja, dosis, dan cara pemberian masih
memerlukan penelitian dan perhatian khusus.
Pada 1948, Philip S.Hench pertama kali menggunakan FARMAKOLOGI
kortison untuk pasien Artritis Reumatoid dengan hasil
yang memuaskan. Sejak itu penggunaan kortikosteroid Kortikosteroid sebenarnya terdiri atas glukokortikoid dan
menjadi salah satu komponen penting untuk pengelolaan mineralokortikoid, tapi dalam pemakaian sehari-hari sering
penyakit reumatik. Meskipun demikian, saat itu, perannya disinonimkan sebagai glukokortikoid. Kortikosteroid akan
masih diperdebatkan karena adanya ambivalensi antara disekresi oleh korteks adrenal akibat rangsangan pada
efek klinis yang menakjubkan dan potensi efek samping aksis hipotalamus-hipofisa-adrenal (HHA) dan mempunyai
yang mungkin timbul. peranan penting dalam pemeliharaan homeostasis tubuh.
Dalam bidang reumatologi, kortikosteroid dapat Pada keadaan normal, sekresi kortikosteroid mengikuti
dipakai secara lokal (topikal, intra artikular, intralesi) atau irama sikardian; namun pada kondisi stres akan terjadi
sistemik (oral, parenteral). Pemakaian kortikosteroid secara peningkatan rangsangan pada aksis HHA sehingga
sistemik sering menjadi permasalahan dan menimbulkan produksi kortikosteroid akan meningkat secara nyata.

Tabel 1. Farmakodinamlk Pemakaian Kortikosteroid pada Penyakit Reumatik


Dosis ekivalen Aktivitas relatif Aktivitas relatif lkatan Waktu paruh Waktu paruh
glukokortikoid glukokortikoid mineralokortikoid protein plasma {jam) biologi (jam)
(mg)
Kerja pendek
Kortison 25 0,8 0,8 0,5 8-12
Kortisol 20 ++++ 1,5-2 8-12
Kerja menengah
Metilprednisolon 4 5 0,5 >3,5 18-36
Prednisolon 5 4 0,6 ++ 2, 1-3,5 18-36
Prednison 5 4 0,6 +++ 3,4-3,8 18-36
Traimsinolon 4 5 0 ++ 2->5 18-36
Kerja panjang
Deksametason 0,75 20-30 0 ++ 3-4,5 36-54
Betametason 0,6 20-30 0 ++ 3-5 36-54

331
3316 REUMATOLOGI

Kortikosteroid akan dimetabolisme di hati oleh enzim associated receptors, misalnya inositol trifosfat dan protein
CYP3A4. Metabolisme prednison lebih cepat dibanding kinase (misalnya mitogen activated protein kinases -
prednisolon dengan kecepatan eliminasi 13 kali lebih MAPK), dan mempengaruhi kondisi psikokemikal membran
cepat . Peningkatan metabolisme kortikosteroid akan sehingga terjadi inhibisi transpor kation (Ca 2• dan Na +)
terjadi bila digunakan bersama dengan fenobarbital, sehingga terjadi stabilisasi membran dan berkurangnya
fenitoin dan rifampicin; sedangkan metabolisme asam kepekaan dan aktivitas sel.
salisilat akan meningkat pada penggunaan bersama Aksi genom ik kortikosteroid akan terjadi pada pem-
kortikosteroid . berian dosis rendah dengan awitan sekitar 30 menit
sedangkan aksi nongenomik baru akan timbul pada dosis
yang lebih tinggi tapi dengan awitan yang lebih dini
MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID (hitungan detik sampai 1-2 menit).

Peran kortikosteroid sebagai anti inflamasi bekerja


melalui beberapa jalur. Sebagai zat yang bersifat lipofilik, PEMAKAIAN KORTIKOSTEROID
kortiko-steroid akan mudah melewati membran sel dan
lalu terikat pada reseptor glukokortikoid (GR) yang terdiri Kortikosteroid telah dipakai secara luas dalam
atas 2 isoform yaitu GRa dan GR~ . Perbedaan kadar penatalaksanaan penyakit reumatik. Dengan banyaknya
kedua reseptor tersebut akan mempengaruhi sensitivitas jenis kortikoste roid, harus disadari bahwa perbedaan
glukokortikoid. Kasus steroid resisten telah dilaporkan preparat juga mempunyai perbedaan potensi dan
pada pasien artritis reumatoid dengan kadar GR~ yang farmakodinamik . Kebanyakan efek klinis kortikosteroid
tinggi dan antibodi terhadap lipocortin-1 . pada pasien reumatik dimediasi oleh transrepresi yang
Saat ini sudah diketahui efek terapeutik kortikosteroid menyebabkan berkurangnya proses inflamasi dan retardasi
bekerja pada aksi genomik; kortikosteroid akan terikat progresi radiologis pada pasien artritis reumatoid .
pada reseptor sitosolik yang berada di inti sel. Efek
hormonal akan terjadi melalui aktivasi dari reseptor GRa.
Steroid akan menstimulasi transkripsi gen-gen tertentu, SISTEMIK
seperti lipocortinl-, endonuclease; dan juga menghambat
transkripsi gen-gen yang lain; misalnya inhibisi sintesis Penyakit reumatik, khususnya yang termasuk penyakit
nuclear factor-K/3 (NF-K~), activator protein (AP)l- dan autoimun, memerlukan obat yang dapat mensupresi
sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF)-a, interleukin sistem imun. Kortikosteroid merupakan salah satu obat
(IL)-2 dan IL-6. Steroid juga akan menghambat induksi yang sering dipakai untuk mengontrol keluhan dan gejala
nitrogen monoxide synthetase dan inducible cyclooxygenase yang terjadi pada penyakit reumatik . Banyak penyakit
(iCox)-2. Efek anti inflamasi dari kortikosteroid juga reumatik yang sudah terbukti mengalami perba ikan klinis
disebabkan oleh destabilisasi dari mRNA proinflamasi. seperti artritis reumatoid, lupus eritematosa sistemik,
Selain itu, kortikosteroid juga mempunyai efek vaskulitis, polimiositis dan sebagainya . Umumnya
nongenomik dimana akan terjadi umpan balik negatif memerlukan pemakaian jangka panjang baik sebagai
pada hipotalamus terhadap produksi ACTH, menginduksi terapi utama maupun bridging therapy. Konsekuensinya,
apoptosis limfosit, menghambat aktivitas membrane- dapat menyebabkan supresi aksis HHA; efek ini sudah

label 2. Pengaruh Kortikosteroid pada Berbagai Sel lmun


Efek steroid
Monosit/makrofag Reduksi jumlah sel di sirkulasi
Berkurangnya paparan reseptor Fe dan molekul MHC kelas II
Berkurangnya sintesis sitokin proinflamasi dan prostaglandin
Sell Reduksi jumlah sel di sirkulasi
Berkurangnya produksi IL-2
Granulosit Reduksi jumlah eosinofil dan basofil
Meningkatnya jumlah netrofil
Fibroblas Berkurangnya permeabilitas vaskular
Berkurangnya paparan molekul adesif
Berkurangnya produksi IL-1 dan prostaglandin
Sel endotel Berkurangnya proliferasi
Berkurangnya produksi fibronektin dan prostglandin
TERAPI KORTIKOSTEROID DI BIDANG REUMATOLOGI 3317

dapat diamati setelah pemberian kortikosteroid selama Pasien reumatik yang hamil sering memerlukan
5- 7 hari. Semakin lama dan semakin besar dosis yang kortikosteroid dalam pengelolaannya. Efek terhadap janin
digunakan menyebabkan efek tersebut semakin nyata. yang mungkin terjadi adalah retardasi pertumbuhan dan
Salah satu upaya untuk mengurangi efek ini adalah berat badan lahir rendah. Efek inipun bisa diakibatkan oleh
dengan pemberian dosis tunggal sewaktu subuh dengan penyakit reumatik yang mendasarinya sehingga sering
mengikuti siklus sirkadian steroid. sulit untuk menentukan penyebab pastinya. Preparat
Pemakaian kortikosteroid setara dengan prednison yang cukup aman untuk pasien hamil adalah prednison
sampai dengan dosis 7,5 mg/hari digolongkan sebagai dan prednisolon. American Academy of Pediatrics juga
dosis rendah, lebih dari 7,5 mg/hari sampai dengan 30 mg/ menyatakan kedua preparat tersebut cukup aman untuk
hari sebagai dosis sedang, lebih dari 30 mg/hari sampai digunakan pada ibu menyusui.
dengan 100 mg/hari sebagai dosis tinggi, lebih dari 100
mg/hari sebagai dosis sangat tinggi dan dosis 250 mg/
hari atau lebih merupakan pulse therapy. Besarnya dosis LOKAL
yang digunakan tergantung dari kondisi klinis pasien,
dimana dosis rendah digunakan untuk terapi rumatan Penggunaan kortikosteroid secara lokal ditujukan untuk
pada sebagian besar kasus rematik, dosis yang lebih tinggi menghilangkan gejala inflamasi dan rasa nyeri pada
untuk terapi inisial pada kondisi akut/subakut penyakit tempat tersebut. lnjeksi intra artikular atau intra lesi
rematik sedangkan pulse dose untuk penyakit rematik yang sering digunakan untuk mendapatkan efek anti inflamasi
berat atau berpotensi mengancam jiwa. lokal dengan efek samping sistemik yang minimal.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek Menghilangnya inflamasi lokal akan berperan dalam
samping, dosis kortikosteroid harus segera dikurangi perbaikan keluhan sistemik dan meningkatnya kualitas
setelah aktivitas penyakit mulai terkontrol. Pengurangan hidup pasien.
dosis harus dilakukan secara hati-hati untuk meng- lndikasi yang dapat dipertimbangkan untuk penerapan
hindarinya terjadinya fenomena rebound dan defisiensi injeksi intra artikular atau intra lesi adalah adanya inflamasi
kortisol akibat penekanan aksis HHA. Proses in i akan persiten pada satu atau beberapa bagian tubuh. Agen
memulihkan fungsi adrenal dan tergantung dari aktivitas yang sering dipakai adalah triamsinolon acetonide/
penyakit dan lama terapi serta respon klinis. hexacetonide atau metilprednisolon asetat. Obat ini dapat
Sebagai panduan, untuk pengurangan dosis prednison bertahan cukup lama di area yang disuntik.
lebih dari 40 mg/hari maka dapat dilakukan penurunan Dosis yang dipergunakan tergantung dari bagian
5 - 10 mg setiap 1-2 minggu, diikuti penurunan 5 mg yang akan disuntik . Untuk lutut dapat diberikan
setiap 1-2 minggu pada dosis kisaran 20 - 40 mg/hari. metilprednisolon asetat 40 - 80 mg sedangkan dengan
Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg setiap 2 minggu bila triamsinolon acetonide/hexacetonide cukup separuh dosis
dosis prednison kurang dari 20 mg/hari. Dosis yang metilprednisolon asetat. Untuk mendapatkan respon anti
dipertahankan adalah dosis terkecil yang bisa mengontrol inflamasi yang baik, mengurangi risiko efek samping dan
penyakit. mengurangi kebocoran sistemik, bagian yang disuntik
Selain itu, dapat dipertimbangkan pemakaian obat harus diistirahatkan setidaknya 48 jam paska injeksi.
lain untuk mengurangi dosis kortikosteroid sekaligus jug a Rekomendasi untuk injeksi kortikosteroid hanya diberikan
berfungsi mengontrol penyakit dasarnya. Obat-obat ini maksimal tiga sampai empat kali dalam setahun.
dikenal sebagai sparing agent dan beberapa jenis obat Efek samping yang mungkin terjadi adalah facial
yang bisa digunakan antara lain azatioprin, mikofenolat, flushing, atrofi kulit/lemak, hipopigmentasi, kerusakan
metotreksat. saraf, ruptur tendon, artopati dan sinovitis imbas obat
Meskipun banyak efek menguntungkan dari serta perdarahan lokal akibat tusukan jarum.
penggunaan kortikosteroid, kemungkinan terjadinya
efek samping harus tetap diperhatikan. Kemampuan untuk
membedakan kondisi jelek yang ada sebagai akibat efek KESIMPULAN
samping kortikosteroid atau akibat perjalanan natural
penyakit/penyakit penyerta sangat dibutuhkan . Efek Pemakaian kortikosteroid di bidang reumatologi masih
samping yang mungking timbul pada pemberian sistemik sangat dibutuhkan, tetapi pertimbangan antara efikasi
adalah osteoporosis, miopati, retensi cairan, mempengaruhi dan efek samping harus selalu diperhitungkan sebelum
kadar lipid dan glukosa serum, tukak peptik, buffalo hump pemberian kortikosteroid.
dan moon face, rentan terhadap infeksi, glaukoma dan European League Against Rheumatism mengeluarkan
katarak, serta gangguan neuropsikiatrik (misalnya depresi, rekomendasi dalam pemakaian kortikosteroid dalam
insomnia, gangguan memori, psikosis). bidang reumatologi yaitu pertimbangkan efek samping
3318 REUMATOLOGI

kortikosteroid dan diskusikan dengan pasien sebelum 12. Kasjmir YI, Handono K. Wijaya LK, Hamijoyo L,
mulai penggunaannya; dosis inisial, pengurangan dosis Albar Z, Kalim H et al. Rekomendasi Pehimpunan
Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan
dan dosis jangka panjang tergantung pada penyakit dasar, Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta. Perhimpunan
aktivitas penyakit, faktor risiko dan respons individual; Reumatologi Indonesia. 2011
evaluasi faktor risiko dan kondisi yang menyertai (misalnya 13. Kavanaugh A. Risks of glucocorticoid treatment - are
hipertensi, ulkus peptik, diabetes, katarak, glaukoma, they related to treatment duration and dosage? Nat Rev
pemakaian AINS) sebelum diputuskan pemakaian Rheum 2006; 2: 588-89
14. Mahajan A, Tandon VR. Corticosteroids in Rheumatology:
kortikosteroid; untuk pemakaian jangka panjang harus Friends or Foes. JIACM 2005; 6(4): 275-80
dengan dosis minimal dan dianjurkan suplementasi 15. Nieman LK. Pharmacologic use of glucorticoids. Dalam:
vitamin D dan Kalsium pada pemakaian prednison ~ 7,5 Lacroix A, Martin KA (eds) UpToDate 2011, 19.1
mg/hari dan atau diberikan lebih dari 3 bulan. 16. Saag KG. Systemic glucocorticoids in rheumatology.
Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt
ME, Weisman MH (eds) . Rheumatology 5th ed. Mosby.
Philadelphia. 2011; 495-507
REFRENSI 17. Saag KG, Furst DE . Major side effects of systemic
glucocorticoids. In: Matteson EL, Romain PL (eds)
1. Buttgereit F, Burmester GR. Glucocorticoids. Dalam: UpToDate 2011, 19.1
KlippelJH, StoneJH, Crofford LJ, White PH (eds). Primer 18. Schacke H, Docke WD, Asadullah K. Mechanisms
on the Rheumatic Diseases 13thed. Springer, New York. involved in the side effect of glucocorticoids. Pharmacol
2008;644-50 Ther 2002; 96: 23-43
2. Buttgereit F, Da Silva JAP, Boers M, Burmeste GR,
Cutolo M, Jacobs Jet al. Standardised nomenclature for
glucocorticoid dosages and glucocorticoid treatment
regimens: curre3nt questions and tentative answers in
rheumatology. Ann Rheum Dise 2002; 61: 718-22
3. Buttgereit F, Saag K, Cutolo M. The molecular basis for the
effectiveness, toxicity and resistance to glucocorticoids:
focus on the treatment of rheumatoid arthritis. Scand J
Rheumatol 2005; 34: 14-21
4. Buttgereit F, Straub RH, Wehling M, Burmester G.
Glucocorticoid in the treatment of rheumatic diseases:
an update on the mechanism of action. Arthritis Rheum
2004; 50: 3408-17
5. Canoso JJ, Naredo E. Aspiration and injection of joints
and periarticular tissues and intralesional therapy .
Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt
ME, Weisman MH (eds). Rheumatology 5'h ed. Mosby.
Philadelphia. 2011; 617-28
6. Curtis JR, Westfall AO, Allison J, Bijlsma TW, Freeman A,
George V et al. Population based assessment of adverse
events associated with long term glucocortiocid use.
Arthritis Rheum 2006; 55(3): 420-6
7. Da Silva JA, Jacobs JWG, Kirwan JR, Boers M, Saag
KG, Ines LBS et al. Safety of low dose glucocorticoid
treatment in rheumatoid arthritis: published evidence and
prospective trial data. Ann Rheum Dis 2006; 65: 285-93
8. Hardy R, Rabbitt EH, Filer A, Emery P, Hewison M,
Stewart PM et al. Local and systemic glucocorticoid
metabolism in inflammatory arthritis. Ann Rheum Dis
2008; 67(9): 1204-10
9. Hoes JN, Jacobs JWG, Boers M, Boumpas D, Buttgereit F,
Caeyers Net al. EULAR evidence based recommendation
on the management of systemic glucocorticoid therapy in
rheumatic diseases. An Rheum Dis. 2007; 66: 1560-7
10. Huscher D, Thiele K, Gromica IE, Hein G, Demary W,
Dreher R et al. Dose related patterns of glucocorticoid
induced side effects. Ann Rheum Dis 2009; 68: 1119-24
11. Jacobs JWG, Bijslma JWJ. Glucocorticoid therapy .
Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Mcinnes
IB, Ruddy Shaun, Sergent JA (eds). Kelley's Textbook
of Rheumatology 8'h ed. Saunders. Philadelphia. 2009;
863-81
435
DISEASE MODIFYING ANTI RHEUMATIC DRUGS
(DMARD)
Hermansyah

PENDAHULUAN untuk dapat mengontrol progresivitas penyakitnya.


Pertimbangan DMARD mana yang akan dipilih diserahkan
Obat-obat yang mempengaruhi proses perjalanan pada dokter yang menangani pasien, sebab mekanisme
artritis reumatoid (AR) disebut sebagai "Slow Acting kerja obat itu dipengaruhi oleh individual itu sendiri,
Anti Rheumatic Drugs" (SAARD) atau yang dikenal juga yang penting evaluasi tentang efektivitas obat dan
Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) yang toksisitasnya.
menghambat progresivitas penyakit. Obat golongan
ini akan memperlihatkan efeknya setelah 4-6 bulan
pengobatan, dan tidak mempunyai efek langsung CARA PENGGUNAAN DMARD PADA PASIEN AR
menghilangkan sakit dan inflamasi, oleh karena itu sambil
menunggu kerja obat ini biasanya diberikan obat anti Pada dasarnya tedapat dua cara pendekatan pemberian
inflamasi nonsteroid (OAINS). DMARD pada pengobatan pasien AR. Cara pertama
Dahulu pengobatan AR menggunakan sistem adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari
piramid, di mana pengobatan dimulai dengan analgesik saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada
dan OAINS disertai penyuluhan dan fisioterapi. Bila hasil pemikiran bahwa detruksi sendi pada AR terjadi pada
yang diperoleh tidak memuaskan, baru ditambahkan masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan
DMARD satu-persatu sesuai dengan kebutuhan . Bila menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan
timbul deformitas yang berat, dapat dipertimbangkan atau secara siklik seperti penggunaan obat-obatan
tindakan operatif. Ternyata cara lama itu tidak imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan .
memberikan hasil yang memuaskan, bahkan sering Kecenderungan untuk menggunakan kombinasi DMARD
didapatkan destruksi sendi yang berat, sementara dalam pengobatan AR timbul karena terapi DMARD secara
pasien terus tersiksa oleh rasa nyeri dan inflamasi yang sekuensial pada jangka panjang tidak berhasil mencegah
berkepanjangan. terjadinya kerusakan sendi yang progresif.
Penggunaan DMARD yang menggunakan pola Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
piramid telah banyak ditinggalkan. Saat ini lebih banyak penggunaan DMARD pada AR, yaitu:
digunakan metode step down bridge dengan meng - DMARD harus dimulai sedini mungkin sebelum terjadi
gunakan kombinasi beberapajenis DMARD yang dimulai destruksi sendi.
pada saat yang dini untuk kemudian dihentikan secara Gunakan DMARD secara tunggal atau kombinasi
bertahap pada saat aktivitas AR telah dapat terkontrol. secara terus-menerus selama penyakit masih' aktif.
Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa penatalaksanaan Monitor disabilitas dan berbagai parameter hasil
yang efektif hanya dapat dicapai bila pengobatan dapat pengobatan secara berkala dan teratur untuk
diberikan pada masa dini penyakit. mengetahui progresifitas penyakit secara baik.
Umumnya pada pasien yang diagnosisnya telah dapat Tentukan respons pengobatan yang akan dicapai,
ditegakkan dengan pasti, DMARD dapat dimulai diberikan sehingga bila diperlukan perubahan terapi dapat
3320 REUMATOLOGI

direncanakan dengan ba ik. DMARD YANG LAZIM DIGUNAKAN UNTUK


Gunakan analgesik dan OAINS sebagai terapi PENGOBATAN AR
tambahan untuk mengatasi nyeri dan inflamasi.
Pilihan obat dan dosis untuk pengobatan AR DMARD yang relatif baru sepe rti metotreksat (MTX),
hendaknya didasarkan pada faktor-faktor prognostik hidroksikloroquin (HCE) dan sulfasalazin (SAS) mempunyai
yang dinilai pada kunjungan awal. Pasien dengan rasio efikasi/toksisitas yang lebih baik daripada DMARD
prognostik yang baik biasanya dapat diobati dengan yang terdahulu seperti garam emas (MUC), D-penisilamin
satu DMARD saja, seperti metotreksat, sulfasalazin, (DP), dan azatioprin (AZA). Dalam sepuluh tahun terakhir,
atau leflunamid. Pada pasien dengan prognosis yang telah d ikembangkan DMARD baru yang lebih efektif
kurang baik atau kalau hasil satu macam DMARD termasuk siklosporin A, leflunomid, etanersep dan
belum menghasilkan perubahan yang memuaskan infliksimab. Obat tersebut telah ditel iti sebagai obat
setelah digunakan dalam dosis yang adekuat selama 3 tunggal maupun sebagai kombinasi dengan metotreksat.
sampai 6 bulan, DMARD tersebut harus segera diganti Saat ini, DMARD yang banyak digunakan di Indonesia
atau tetap digunakan dalam bentuk kombinasi dengan adalah , klorokuin/sulfasalazin dan metotreksat, baik
DMARD yang lain. sebagai DMARD tunggal , maupun dalam kombinasi .
Dahulu banyak digunakan D-penisi lamin, tetapi saat ini
Pada umumnya angka kejadian efek samping mono-
jarang digunakan karena efek terapeutiknya baru timbul
terapi maupun terapi kombinasi hampir sama, karena itu
setelah pemakaian beberapa bulan . Walaupun demikian,
kontrol darah tepi lengkap yang teratur perlu dilakukan
pemakaian D-penisilamin sebagai salah satu kombinasi
untuk semua DMARD. Kontrol tambahan untuk fungsi
DMARD masih digunakan pada beberapa kasus. Garam
hati, kreatinin serum dan protein urin diperlukan untuk
emas hampir tidak pernah d igunakan, karena obat in i
beberapa DMARD. Lihat tabel 1 dan 2.
tidak tersedia di Indonesia.

Tabel 1. Monitoring DMARD


Agen antimalaria Pemeriksaan penglihatan secara teratur (pemeriksaan funduskopi, evaluasi lapangan penglihatan,
atau penggunaan AMSLER)
Sulfasalazin CBC dan LFT setiap 2 minggu untuk 3 bu Ian pertama, kemudian setiap 1 bulan
D-Penicillamin CBC dan urinalisa setiap 2 minggu pada dosis awal atau perubahan dosis, selanjutnya 1-3 bulan
Senyawa emas lnjeksi CBC dan urinalisis sebelum setiap suntikan awal,kemudian sebelum setiap injeksi kedua atau ketiga.
Urinalisis dipantau oleh pasien
Oral CBC dan urinalisis setiap 2-4 minggu
Metotreksat CNC dan LFTs setiap 2 minggu, kemudian 1-3 minggu
Siklofosfamid CBC dan urinalisis setiap bulan setelah uji minggu awal
Azatioprin CBC setiap 1-2 minggu, lalu - 3 bulan: LFTs setiap 1-3 bulan
Klorambucil CBC setiap bulan awalnya, kemudian setiap 3 minggu
Cyclosporin CBC, kreatinin serum, tekanan darah setiap bulan, kemudian setiap 2-4 minggu pada dosis main-
tenance.
"CBC = complete blood count ; LFT =liver function test

Tabel 2. Toksisitas DMARD yang Perlu Dimonitor


Mukokutaneus Hematologi Gastrointestinal Hepatik Ginjal
Hidroksiklorokuin + + + +
Sulfasalazine ++ ++ ++ ++
D-penicillamin +++ ++ ++ + ++
Emas oral + + +++ + +
Emas parenteral +++ ++ + + ++
Azatioprin + ++ ++ ++
Metotreksat + +++ ++
Siklofosfamid +++ ++
Klorambucil +++ +
Siklosporin + +++ + ++
DMARD 3321

KLOROKUIN fungsi polimorfonuklir. Dari penelitian klinik sulfasalazin


dapat menekan erosi sendi dibandingkan dengan plasebo.
Hidroksiklorokuin dan klorokuin telah dipergunakan untuk Sulfasalazin mempunyai efektifitas hampir sama dengan
pengobatan AR sejak tahun 1950. obat ini terikat kuat preparat emas dan d-penisilamin.
pada DNA, menghambat fungsi limfosit, menstabilkan Untuk pengobatan AR sulfasalazin dalam bentuk
membran lisosom, menurunkan kemotaksis, fagos itosis, enterik coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500
dan produksi superoksid oleh leukosit polimorfonuklir, mg/hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap
menekan produksi dan pelepasan interleukin I (IL 1), minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg atau 2 x
klorokuin mempunyai waktu paruh yang panjang, steady 1000 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g/hari,
state dalam darah tercapai dalam waktu 3 sampai 4 bu Ian, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g/hari
inilah yang menyebabkan efeknya lam bat. Pada penelitian untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi
konsentrasi klorokuin dalam plasma harus dicapai 700- sempurna terjadi. Jika sulfasalazin tidak menunjukkan
2100 ug/ml agar obat ini mempunyai efek, sebagian besar khasiat yang dikehendaki dalam 3 bulan, obat ini dapat
pasien AR dengan pengobatan hidroksiklorokuin tidak dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetap
mencapai konsentrasi ini. Atas dasar pemikiran inilah kita digunakan dalam bentuk kombinasi dengan DMARD
beranggapan bahwa obat klorokuin relatif kurang efektif. lainnya.
Di pihak lain peningkatan dosis akan meningkatan efek Kurang lebih 20% pasien AR menghentikan
samping. pengobatan obat ini karena mengalami nausea, muntah
Sebagian pasien akan menghentikan penggunaan atau dispepsia. Gangguan susunan saraf pusat seperti
klorokuin pada suatu saat karena merasa bahwa obat pusing atau iritabilitas dapat pula dijumpai. Neutropenia,
ini kurang bermanfaat bagi penyakitnya . Toksisitas agranulositosis dan pansitomia yang reversibel telah
klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapatkan
Klorokuin dapat digunakan dengan amanjika dilakukan SAS. Ruam kulit terjadi kurang lebih pada 1% sampai 5%
pemantauan yang baik selama penggunaannya dalam dari pasien yang menggunakan SAS. Penurunan jumlah
jangka waktu yang panjang. Efek samping pada mata, sel spermatozoa yang reversibel juga pernah dilaporkan,
sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil pas ien tes fungsi hati harus dilakukan setiap minggu pada tiga
saja. Toksisitas klorokuin pada retina hanya bergantung bulan pertama, kemudian setiap bulan setelah itu.
pada dosis harian saja dan bukan dosis kumulatifnya .
Dosis anti malaria yang dianjurkan untuk pengobatan
AR adalah klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidrok- D-PENISILAMIN
siklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini jarang sekali ter-
jadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek D-penisilamin (DP) mulai meluas penggunaannya sejak
samping lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan tahun tujuh puluhan. Walaupun demikian, karena obat
anti malaria adalah dermatitis makulopapular, nausea, ini bekerja sangat lambat, saat ini DP kurang disukai
diare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang lagi untuk digunakan dalam pengobatan AR. Umumnya
dapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati diperlukan pengobatan kurang lebih satu tahun untuk
pada beberapa pasien. dapat mencapai keadaan remisi yang adekuat, dan
rentang waktu ini dianggap terlalu lama bagi sebagian
besar pasien AR.
SULFASALAZIN Dalam pengobatan AR, DP (Kuprimin 250 mg atau
Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai
Sulfasalazin (SAS) pertama kali ditemukan tahun 1930, 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua
yang diindikasikan sebagai antibiotik terhadap bakteri, sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk
kemudian dipergunakan untuk penyakit radang saluran mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari. Efek
cerna (IBD = Inf/amatory Bowel Disease). Dalam dekade samping DP antar lain adalah ruam kulit urtikaria atau
terakhir obat ini diketahui dapat dipergunakan untuk anti morbiliformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus.
inflamasi baik seropositif maupun sero negatif. Sulfasalazin DP juga dapat menyebabkan trombositopenia, leukopenia
sedikit diabsorbsi dalam usus, dirobah oleh bakteri usus dan agranulositosis. Pada ginjal DP dapat menyebabkan
menjadi 5 aminofetil salisilik acid (5-ASA) dan sulfapiridin. timbulnya proteinuria ringan yang reversible sampai pada
5-ASA diekskresikan dalam feses, sedangkan sulfapiridin suatu sindrom nefrotik. Efek samping lain yangjuga dapat
diserap dan dimetabolisme dalam hati, komponen aktif timbul adalah "lupus like syndrome", polimiositis, neuritis,
dari Sulfasalazin pada AR adalah sulfapiridin. Sulfasalazin miastenia gravis, gangguan mengecap, nausea, muntah,
menghambat angiogenesis sinovium, menekan limfosit dan kolestasis intra hepatik dan alopesia.
3322 REUMATOLOGI

GARAM EMAS sampai 50 mg 2 x sehari dosis maksimum 2,5 mg/kgBB. Efek


samping mual, neutropenia, trombositopeni . Pemeriksaan
Auro sodium Tiomalat (AST) intramuskular telah dianggap rutin darah dan tes fungsi hati seka li sebulan.
sebagai suatu "gold standard" bagi DMARD sejak 20
tahun terakhir ini. Khasiat obat ini tidak diragukan lagi,
walaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakan METOTREKSAT
efek samping dari yang ringan sampai yang cukup berat.
AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara Metotreksat (MTX) adalah suatu sitostatika golongan
intra muskular yang dimulai dengan dosis percobaan antagonis asam folat yang banyak digunakan sejak
pertama sebesar 10 mg, disusul dengan dosis percobaan 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah digunakan
kedua sebesar 20 mg, kemudian, setelah 1 minggu, dosis dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulai
penuh diberikan sebesa r 50 mg setiap 20 minggu. Jika bekerja relatif lebih pendek (3-4 bulan) jika dibandingkan
respons pasien belum memuaskan setelah 20 minggu, dengan DMARD yang lain. Dalam pengobatan penyakit
pengobatan dapat diberikan dalam dosis sebesar 50 mg keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesis
setiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskan timidin sehingga menyebabkan hambatan pada sintesis
dapat tercapai . DNA dan poliferasi selular. Apakah mekanisme ini juga
Efek samping AST anta ra lain adalah pruritus, bekerja dalam penggunaannya sebaga i DMARD belum
stomatis, proteinuria, trombositopenia dan aplasia diketahui dengan pasti.
sumsum tulang. Efek samping AST agaknya terjadi Penggunaan pada AR dengan dosis 5-25 mg/minggu,
lebih sering pada pengemban HLA-DR3A. Jika timbul waktu absorbs i rata-rata hampir 1,2 jam . Komponen
efek samping yang ringan, dosis AST dapat dikurangi utama hasil metabolismenya dalam sirkulasi darah terikat
atau dihentikan sementara . Jika gejala efek samping dengan albumin, dan terakumulasi dalam hati sebagai
tersebut menghilang, AST kemudian dapat diberikan poliglutamat. Metotreksat diel iminasi dari tubuh melalui
lagi dalam dosis yang lebih rendah. Auranofin tablet ginjal dan sistem bilier. Kerjanya menekan proliferasi
3 mg adalah preparat garam emas oral telah dikenal limfosit dan produksi faktor rematoid (RF), meningkatkan
sejak awal decade yang lalu dan dianggap sebagai kemotaksis PMN, dan mempengaruhi produksi sitokin.
DMARD yang berlainan sifatnya dari AST. Walaupun Pemberian MTX umumnya dimu lai dalam dosis 7,5 mg
obat ini terbukti berkhasiat dalam pengobatan AR, (5 mg untuk orang tua) setiap minggu. Walaupun dosis
lebih mudah digunakan serta tidak memerlukan efektif MTX sangat bervarias i, sebagian besar pasien
pemantauan yang ketat seperti AST, banyak para ahli sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampa i 4
yang berpendapat bahwa khas iat auranofin t idaklah bulan setelah pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan
lebih baik dibandingkan dengan AST. dalam 3-4 bu Ian maka dosis MTX harus segera ditingkat-
Auranofin sangat berguna bagi pasien AR yang kan .
menunjukkan efek samping terhadap AST. Auranofin Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yang
diberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek samping digunakan dalam pengobatan AR umumnya jarang
proteinuria dan trombositopenia lebih jarang dijumpai dijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa kerentanan
dibandingkan dari penggunaan AST. Pada awal penggunaan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis,
auranofin, banyak pendeirta yang mengalami diare, yang intoleransi gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia,
dapat diatasi dengan menurunkan dosis pemeliharaan aspermia atau leukopenia. Efek samping ini biasanya dapat
yang digunakan. diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan
pemberian MTX. Kelainan hati dapat dicegah dengan
tidak menggunakan MTX pada pasien AR yang obese,
AZATIOPRIN diabetik, peminum alkohol atau pasien yang sebelumnya
telah memiliki kelainan hati.
Azatioprin merupakan analog purin, yang mempengaruhi Pada pasien AR yang menunjukkan respons yang baik
sintesis DNA, obat in i dikonversikan dalam bentuk terhadap MTX, pemberian asam folinat dapat mengurangi
metabolik aktif dalam sel eritrosit dan hati. Waktu paruh beratnya efek samping yang terjadi. Peningkatan enzim
plasma adalah 60 menit setelah pemberian peroral dan hati dapat terjad i secara transien, tetapi tidak berhubungan
diekskresikan melalui ginjal. Azatioprin menghambat dengan timbulnya fibrosis hati, reaksi hipersensitivitas,
proliferasi limfosit dengan cara non spesifik, juga berupa ruam kulit telah dilaporkan, insiden pneumonitis
berpengaruhi terhadap sel T dan sel B, sel monosit, tidak diketahui, tetapi tidak lebih dari 5% kasus, yang
makrofag, dan aktivitas sel natural killer (NK). Dosis harian paling sering mungkin terjadi dengan pemberian MTX
azotioprin 1-2,5 mg/kgBB. Dosis awal 25 mg dinaikkan adalah fibrosis dan sirosis hepatis.
DMARD 3323

SIKLOSPORIN-A Gangguan fungsi ginjal akibat CS-A dapat dihindari


dengan melakukan:
Siklosporin-A (CS-A), adalah suatu undekapeptida siklik Eksklusi pasien dengan faktor risiko potensial
yang di isolasi dari jamur tolipokladium inflatum Garns Membatasi dosis maksimal sampai 5 mg/KgBB/hari
pada tahun 1972. dalam dosis rendah, CS-A telah terbukti Pemantauan fungsi ginjal yang sering dan teliti
khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati pasien AR.
Pengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambat
progresivitas erosi dan kerusakan sendi. Kendala utama LEFLUNOMID
penggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik yang sangat
bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi Leflunomid, suatu derivat isoksazol, merupakan salah
ginjal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan satu obat paling baru yang dipergunakan untuk AR.
kadar kreatinin serum atau hipertensi. Efek samping lain Leflunomid (LFM) telah disetujui untuk digunakan
CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingival, sebagai DMARD oleh FDA sejak bulan Oktober 1998. uji
hipertrikosis, rasa terbakar pada ekstermitas dan perasaan klinis yang dilakukan membuktikan bahwa LFM memiliki
lelah. khasiat yang setara dengan MTX dan merupakan suatu
Dosis awal CS-A umumnya diberikan dalam dosis alternatif yang baik bagi pasien AR yang gagal diobati
2,5-3,5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis. Setelah dengan MTX atau intoleran terhadap MTX. Sebagaimana
4 sampai 8 hari dosis dapat ditingkatkan 0,5-1 ,0 mg/ dengan DMARD lainnya, mekanisme kerja LFM belum
KgBB/hari setiap 1 sampai 2 bulan sehingga mencapai 5 sepenuhnya diketahui. Diduga efek terapeutik LFM pada
mg/KgBB/hari. Jika dosis maksimal yang dapat ditolerir AR berhubungan dengan kemampuan LFM menghambat
tercapai dan pasien telah berada dalam keadaan stabil aktivitas enzim dehidrorotat dehidrogenase. Progresivitas
sekurang-kurangnya 3 bulan, dosis CS-A harus dikurangi erosi sendi nyata lebih lambat pada pasien yang menerima
setiap 1 atau 2 bu Ian sebesar 0,5 mg/KgBB/hari. Jika tidak 20 mg/hari leflunomid daripada metotreksat atau
dijumpai respons klinis setelah penggunaan CS-A dalam sulfazalazin.
dosis maksimal yang dapat ditolerir selama 3 bu Ian, CS-A Leflunomid efektif dan aman untuk mengurangi
harus dihentikan. Penggunaan CS-A merupakan kontra kerusakan/erosi sendi dan tanda klinis AR. Efeknya
indikasi pada keadaan: sebanding dengan metotreksat dan sulfasalazin dalam 4
Terdapatnya atau adanya riwayat penyakit parameter klinis, akan tetapi berlangsung lebih cepat. Di
keganasan samping itu dalamjangka yang lebih pendek, leflunomid
Hipertensi yang tidak terkontrol menghambat progresivitas penyakit berdasarkan
Penggunaan CS-A harus dilakukan secara berhati- pemeriksaan radiografi dan lebih baik memperbaiki
hati pada: kemampuan fungsional. Leflunomidjuga relatif ditoleransi
Usia di atas 65 tahun dengan baik. Gangguan faal hati yang berlangsung
Hipertensi terkontrol sebentar. Berbeda dengan DMARD yang lain, tak ada
lnfeksi aktif toksisitas hematologik, pulmonal dan ginjal.
Kondisi premalignan: leukoplakia, mielodisplasia Kombinasi DMARD
Kehamilan dan menyusui Sejak tahun 1990 telah dianjurkan perubahan terapi
Penggunaan obat-obatan lain seperti: anti epilepsi, AR dengan menggunakan terapi kombinasi, di mana
ketokonazol, flukonazol, trimetoprim, eritromisin, penggunaan kombinasi DMARD dianjurkan diberikan
verapamil, diltiazem, OAINS, dan agen alkilasi seperti sejak awal penyakit dan tidak menunggu respons terhadap
siklofosfamid. OAINS. Akan tetapi karena mekanisme kerja DMARD yang
Dalam usaha untuk mengurangi efek yang tidak jelas belum banyak diketahui pada waktu itu, kombinasi
diinginkan penggunaan CS-A sebaiknya dilakukan dengan yang dianjurkan hanya berdasarkan pengalaman saja .
pemantauan yang ketat. Sebelum pengobatan dimulai Tujuan utamanya ialah meningkatkan efikasi, diharapkan
sebaiknya dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obat bekerja secara sinergis tanpa meningkatkan toksisitas.
pemeriksaan sebagai berikut: Hal ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan
Pemeriksaan tekanan darah sekurang-kurangnya 3 menggabungkan obat-obat yang mekanisme kerja dan
kali . efek sampingnya berbeda.
Pemeriksaan bilirubin dan enzim hati Dengan ditemukannya manfaat metotreksat dan lebih
Pemeriksaan kadar kalium, magnesium dan asam dipahaminya mekanisme kerja DMARD yang lain, terapi
urat darah kombinasi semakin menarik dan memberikan tingkat
Pemeriksaan protein urin keberhasilan terapi yang lebih baik. Terapi kombinasi
sering dipergunakan apabila penggunaan DMARD
3324 REUMATOLOGI

secara tunggal gaga!. Gabungan MTX, SAS dan klorokuin O' Dell J., Left R., et al. Methotrexate (M) Hydroxychloroquine
memperlihatkan hasil yang baik. Akhir-akhir ini gabungan (H), Sulfasalazine (S) versus M-H or M-S for rheumatoid
arthritis; results a double blind study. Arthritis Rheum.
siklosporin dan MTX atau MTX dan SAS, lebih baik hasilnya 1999; 42: s 117.
dibandingkan daripada MTX tunggal. O'Dell J. Combination DMARD therapy for rheumatoid arthritis,
apparent universal acceptance. Arthritis Rheum. 1997; 40-
S50.
O'Dell JR., Haire CE., et al. Treatment of rheumatoid arthritis with
REFERENSI metotreksate alone, sulfasalazine and hydroxychloroquine
or combination at all three medications. N. Engl J Med. 1996;
American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Clinical 334 : 1287-91.
Guidelines. Guidelines for the Management of Rheumatoid Pincus T, O'Dell J.R., Kremer J.M. Combination therapy with
Arthritis. Arthritis Rheum. 1996 : 9 : 713-22. multiple disease modifying anti rheumatic drugs in
Avina, Zubieta JA, et al. long term effectiveness of anti malarial rheumatoid arthritis. Ann Intern Med. 1999; 131; 768-74.
drugs. In rheumatic disease. Ann Rheum Dis. 1998; 57 : Paseo G., Priolo F., Marubini F. Slow progression joint damage
582-87. in early rheumatoid arthritis treatment with cyclosporine A.
Borigini MJ, Pualus HE. Rheumatoid arthritis. In: Weisman MH, Arthritis Rheum. 1996; 39 : 1006-105.
Weinblatt ME, Louise JS eds. Treatment of rheumatic diseases.
Rau R, et al. Longterm treatment of destructive rheumatoid
2"d ed. Philadelphia:W. B. Saunders; 2001.p.217-35.
arthritis with methotrexate. J Rheumatol, 1997; 24 : 1881-9.
Brooks P. Management of rheumatoid arthritis. Medicine
International. 2002.p.50-3. Rich E., Moreland LW., Alarcon GS. Paucity of radiographic
Brooks P. disease modifying anti Rheumatic drugs. In: Klippel JH progression in rheumatoid arthritis treated with methotrexate
ed. Primer on the rheumatic diseases. 11 lh ed. Atlanta:Arthritis as the first disease-modifying anti rheumatic drug. J
Foundation; 1997.p.432-6. Rheumatol. 1999; 26: 256-61.
Chatham WW. Gold and d-Penicillarnine. In Koopman JW (ed). Smolen JS and Emery P. Efficacy and safety of leflunomide in active
Arthritis and allied conditionts. 14'" ed . Lippincott WW. rheumatoid arthritis. B j Rheumatol. 2000; 39, 48-56.
Philadelphia, 2001; 717-33. Weinblatt ME. Treatment of rheumatoid arthritis. In: Koopman
Cush JJ., Tugwell P., Weinblatt M, et al. US consensus guidelines for JW ed. Arthritis and allied conditions. 141h ed. Philadelphia:
use of cyclosporine A. in rheumatoid arthritis. J. Rheumatol, Lippincott WW;2001.p.1245-60.
1999; 26: 1176-86. Wolfe F, Sharp JT. Radiographic outcome at recent-onset
Daud R. Combination of sulfasalazine and chloroquine in Rheumatoid arthritis . A 19-year study of radiographic
the treatment of patients with rheumatoid arthritis . A progression. Arthritis Rheum, 1998; 41 : 1571-82.
Randomized controlled trial. M. Sc. Thesis, Mc Master Weinblatt ME., Kremer JM., Coblin JS, et al. Pharmacokineties safety
University, Hamilton, Ontario, Canada, 1992. and efficacy of combination treatment with methotrexate and
Felson DT, Anderson JJ, Meenan RF. The comparative efficacy and leflunomide in patients with active rheumatoid arthritis.
toxicity of second-line drugs in rheumatoid arthritis. Results Arthritis Rheum, 1999; 42: 1322-8.
of two metaanalyses. Arthritis Rheum. 1990; 33: 1449-61.
Fox RI., kang HI. Mechanism of action of hydroxychloroquine
as an anti rheumatic drugs. Semin. Arthritis Rheum, 1993;
23 : 82-91.
Fermocioli GF., Baibak LW., Ferraris M. Effects of cyclospirine on
joint damage in rheumatoid arthritis. Clin Exp Rheumatol.
1997; 15 : 583-9.
Jones SK. Ocular toxicity and hydroxychloroquine guidelines for
screening. Br J. Dermatol, 1999; 140 : 3-7.
Jackson CG, Elegg DO . Sulfasalazine and minocycline. In
Koopman JW (ed). Arthritis and allied conditionts. 14th.
ed.Philadelphia:Lippnicott WW; 2001; 1 : 769-82.
Gornisiewicz M, Moreland L. Rheumatoid arthritis. In: Robin
L ed.Clinical care in rheumatic diseases. 2"• ed.Atlanta:
American College of Rheumatology; 2001.p.89-96.
Kremer JM. Methotraxate and leflunomide. Biochemical basis
for combination therapy in the rheumatoid arthritis. Semin
Arthritis Rheum. 1993, 29 : 14-25.
L.S. Simon and D. Yocum. New and drug therapies for rheumatoid
arthritis.BJ Rheumatol. 2000; 39 (supp) : 36-42.
Leipold G, et al. Azathioprine induced severe pancytopenia
due to a homozygous two-point mutation of thiopurine
methyltransperase gene in patient with juvenile. HLA B27.
Associated spondylarthritis . Arthritis Rheum, 1997; 40 :
1896-98.
Mc Casly DJ. Personal Experience in the treatment of seropositive
rheumatoid arthtritis with drugs use in combination. Semin
Arthritis Rheum. 1993, 23 : 42-9.
Motonen T, et al. comparison of combination therapy with single
drug therapy in early rheumatoid arthtiris a ramdornized
trial. Lancet. 1999, 353; 568-1573.
436
AGEN BIOLOGIK DALAM TERAPI
PENYAKIT REUMATIK
B.P. Putra Suryana

Penemuan agen biologik telah memberikan kemajuan T dan B), interaksi sel-sel atau sel-matriks ekstraselular,
yang luar biasa dalam terapi penyakit reumatik, seperti menghambat ON dan oksigen reaktif, atau komplemen
pada artritis reumatoid (AR) dan spondilitis ankilosa (SA). (label 1). Agen biologik yang jug a sedang dikembangkan
Terapi inhibitor TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) menjadi mempunyai target terhadap matrix metalloproteinase
terapi pertama pada AR yang berdasarkan penemuan (MMP) atau molekul signal intraselular.
konseptual sampai pada aplikasi klinis. Terapi tersebut
tidak hanya telah terbukti memperbaiki gejala klinis
penyakit, tapi juga memperlambat kerusakan sendi ANTAGONIS TUMOR NEKROSIS FAKTOR
pada AR. Pengetahuan tersebut juga telah membuka
peluang terapi pada penyakit reumatik lainnya yaitu lupus TNF-a pada awalnya disintesis dan diekspresikan sebagai
eritematosus sistemik (LES) dan vaskulitis. molekul transmembran, kemudian bagian ekstraselularnya
Agen biologik dibuat dengan tujuan untuk memblok mengalami pemecahan oleh TNF-a converting enzyme
komponen autoimun yang berperan dalam patogenesis (TACE) melepaskan molekul terlarut sebagai TNF-a
suatu penyakit. Agen biologik diberi nama berdasarkan terlarut (soluble TNF-a) dalam sirkulasi. TNF-a terlarut
komponen autoimun atau proses inflamasi yang menjadi yang berikatan dengan reseptor yang dikenalnya akan
targetnya. Sitokin merupakan target agen biologik yang memicu perubahan konformasional dan dimerisasi pada
paling banyak diteliti dan telah diaplikasikan secara klinis, reseptor tersebut. Reseptor TNF ada 2 yaitu reseptor TNF
seperti anti-TNF dan anti-IL. Teknologi canggih seperti tipe I (TNF-RI) dan tipe II (TNF-Rll). Aktivitas biologis
teknik rekombinan DNA dan penciptaan molekul kecil TNF-a terlarut terutama melalui TNF-RI, sedangkan TNF-a
nonimunogenik seperti antibodi monoklonal (monoclonal pada sel melalui TNF-Rll. Soluble TNF receptors (sTNFRs)
antibodies: MoAbs), reseptor terlarut (soluble receptor), dan hanya sebagian kecil dari total reseptor TNF, dan mungkin
pengikat sitokin, memungkinkan para peneliti membuat berperan s'ebagai antagonis endogen terhadap TNF-a
'alat' untuk memblok target tertentu (Shanahan,2005). dalam sirkulasi. Ligan alami untuk reseptor TNF adalah
TN F-a dan lymphotoxin-a (Bazzoni, 1996)
Upaya untuk memblok TNF paling banyak dilakukan
TARGET TERAPI AGEN BIOLOGIK melalui berbagai penelitian yang meliputi penemuan obat
biologik berbasis protein yaitu antibodi monoklonal yang
Target terapi agen biologik tidak hanya sitokin, tetapi menyerang TNF maupun reseptor terlarut TNF (sTNFR)
juga berbagai komponen lainnya yang berperan dalam rekombinan. Molekul tersebut akan berikatan dengan
patogenesis penyakit reumatik. Saat ini anti sitokin masih TNF-a terlarut sehingga mencegah sitokin berikatan
menjadi agen biologik yang paling banyak diteliti dan dengan reseptor TNF pada sel, yang dapat mengaktifkan
dikembangkan, serta telah diaplikasikan secara klinis. jalur inflamasi. sTNFR rekombinan dibuat dari gabungan
Agen biologik lainnya masih dalam penelitian, seperti protein ligan-binding portion dari reseptor TNF manusia
agen biologik yang bekerja pada sel-sel imun (limfosit dengan immunoglobulin-like molecule manusia. Semua
3326 REUMATOLOGI

Tabel 1. Mekanisme Kerja dan Target Terapi Agen Biologik (diringkas dari Shanahan dan Moreland,2005)
Mekanisme kerja Target terapi Uji klinis
Anti-sitokin TNF-a (etanercept, infliximab, AR, spondilitis ankilosa, artritis pso-
adalimumab) riatik, vaskulitis
IL-1 (anakinra) dan AR (binatang coba)
IL-18
IL-6 AR (binatang coba)
Lupus (binatang coba)
IL-17 AR (ex vivo model)
IL-12, IL-15 dan IL-7 AR (binatang coba)
MMIF AR (binatang coba)
VIP Sinovitis (binatang coba)
PIF Sinovitis (binatang coba)
Signaling intraseluler Artritis (binatang coba)
Anti limfosit T CD4, CDSbdan CD7 AR
Reseptor IL-2 AR (binatang coba)
CD28, B7-1, B7-2 dan CTLA4 AR, LES (binatang coba), Psoriasis
CD40 dan ligan CD40 LES
CD11a/CD18 AR, LES (binatang coba), Psoriasis
Anti limfosit B CD20 (rituximab) AR, LES, ITP, vaskultis, limfoma
Anti kemokin yang berperan pada interaksi sel IL-8 AR, artritis psoriatik
dengan sel atau sel dengan matriks ekstraseluler CCR1 Sel-sel sinovium
RANTES Sinovitis (binatang coba)
lntegrin AR (binatang coba)
CD44 AR
Mengaktifkan apoptosis Reseptor Fas AR (binatang coba)
Reseptor TRAIL LES (binatang coba)
Meng ham bat kerusakan jaringan akibat inflamasi Metalloproteinase AR dan OA (binatang coba)
Artritis (binatang coba)
Oksida nitrit AR (binatang coba)
Spesies oksigen reaktif
Menghambat komplemen cs Lupus like disease (binatang coba)
Artritis dan Sindrom antifosfolipid
C3 convertase (binatang coba)
Menghambat reseptor Fe FcyRlll LES (binatang coba)
Fey RI AR (binatang coba)
Menghambat osteoklas RANKL AR (binatang coba)
MMIF,macrophage migration inhibitory factor; VIP,vasoactive intestinal peptide ; RANTES,regulated upon activation normal T
cell expressed and secreted ; TRAIL, TNF-related apoptosis-inducing ligand; RANKL,receptor activator of nuclear factor K/3 ligand;
AR,artritis reumatoid ; LES,lupus eritematosus sistemik; ITP,idiopathic trombhocytopenic purpura

komponennya berasal dari protein manusia, tapi hubungan gabungan (chimeric) manusia/tikus. lnfliksimab tersusun
antara kedua region tersebut menunjukkan urutan asam- oleh region konstan dari lgGK dengan region Fv murine
amino yang tidak alami sehingga berpotensi memicu anti-human TNF-a antibody (Gambar 2). Antibodi tersebut
respons antibodi (Haque and Bathon,2005). Etanercept mempunyai afinitas tinggi terhadap TNF-a manusia ala mi
(nama dagang : Enbrel) adalah sTNFR rekombinan yang maupun rekombinan, dan dapat menetralisir sitotoksisitas
telah mendapat ijin Food and Drug Administration (FDA) TNF in vitro. Waktu paruhnya 8,0-9,5 hari, diberikan secara
untuk dipakai dalam klinis. Etanercept adalah konstruksi intravena dengan interval 8 minggu setelah pemberian 3
dimer dari dua sTNF-Rll berikatan dengan bagian Fe lgG1 dosis awal (loading dose) (Elliott, 1993).
manusia (Gambar 1), mempunyai afinitas yang lebih kuat Adalimumab (nama dagang: Humira)juga merupakan
terhadap TNF-a (50-1000 kali) dan masa paruh lebih antibodi terhadap TNF-a, berbeda dengan infliksimab
lama. Pada AR, waktu paruh dalam serum sekitar 102 jam, karena seluruh komponennya berasal dari manusia.
diberikan secara subkutan (Mohler, 1993). Adalimumab juga mempunyai afinitas yang tinggi
Antibodi monoklonal terhadap TNF (Anti-TNF terhadap TNF-a dengan masa paruh yang sama dengan
MoAbs) yang telah dipakai secara klinis adalah infliksimab lgG1 manusia yaitu sekitar 2 minggu, diberikan dengan
(nama dagang : Remicade), merupakan anti-TNF MoAbs injeksi subkutan (van de Putte, 1998).
AGEN BIOLOGIK 3327

lnhibisi TACE dapat menghambat pembentukan TNF-a terapi antagonis TNF adalah reaksi pada tempat injeksi dan
terlarut dan reseptor TN F-a terlarut, jug a menjadi strategi tempat infus seperti eritema dan indurasi, yang biasanya
untuk melawan TNF yang masih dalam penelitian (Haque bersifat ringan . Efek samping yang paling mendapat
and Bathon,2005). perhatian adalah peningkatan risiko infeksi dan keganasan.
Efek samping yang paling sering dilaporkan pada lnfeksi oportunistik seperti tuberkulosis, histoplasmosis,
aspergilosis, koksidioidomikosis, listerosis, pneumonia
Pneumocystis carinii, infeksi kriptokokkus, kandidiasis,
infeksi cytomega/ovirus dan atipikal mikobakteria telah
dilaporkan. Pengaruh anti sitokin terhadap timbulnya
Extracellular
domain of keganasan masih belum diketahui dengan jelas. Efeknya
human P 75 pada perburukan fungsi jantung pada pasien penyakit
TNF Rll receptor
jantung kongestif dan timbulnya penyakit demielinisasi
otoimun pad a sistem saraf pusat jug a menjadi perhatian
para ahli. Masalah lainnya adalah, terbentuknya antibodi
terhadap ketigajenis antagonis TNF telah dilaporkan, yang
mungkin dapat mempengaruhi efektifitasnya (Haque and
Fe region of Bathon,2005).
human lgG

ANTAGONIS INTERLEUKIN-1

Superfamili IL-1 meliputi 10 produk gen yang berkaitan


Gambar 1. Struktur molekular etanercept. (Dikutip dari Shanahan erat, terutama IL-1a, IL-1b, IL-1 Ra dan IL-18. IL-1a dan
and St.Clair,2002)
IL-1b adalah agonis terhadap reseptor IL-1 (IL-1R), yang
disintesis sebagai molekul prekursor (pro-IL-1 a dan pro-
IL-1b). IL-1 b matur yang disekresikan menimbulkan efek
proinflamasi dari IL-1 . IL-1Ra adalah antagonis reseptor
IL-1 yang mempunyai afinitas sama dengan IL-1 b. Reseptor
IL-1 ada 2 yaitu reseptor IL-1 tipe I (IL-1RI) dan tipe II
(IL-1 Rll). Respons biologis oleh IL- 1 hanya memerlukan
1%-2% okupansi IL-1RI (Arend,1993), sedangkan IL-1Rll
tidak dapat menimbulkan signal dan tampaknya berperan
sebagai decoy receptor untuk IL-1 (Collota,1993). Bentuk
reseptor terlarut dari IL-1RI dan IL-1Rll juga diproduksi
mMouse Fe region secara alami, mungkin berperan sebagai antagonis
humanlgG
UHuman endogen terhadap IL-1 b (Symons, 1991 ).
Upaya memblok IL-1 dilakukan dengan cara rekayasa
genetika untuk menciptakan bentuk rekombinan dari IL-
1Ra dan reseptor IL- 1 terlarut. Anakinra (nama dagang:
Gambar 2. Struktur molekular infliximab . (Dikutip dari
Kineret) adalah rekombinan IL-Ra manusia (rll-1 Ra) yang
Shanahan and St.Clair,2002)

Tabel 2. lndikasi dan Dosis Antagonis TNF dan Antagonis IL-1 (diringkas dari Haque and Bathon,2005)
~~~__,..~~.,.........---'

Agen biologik lndikasi Dosis dan cara pemberian


Etanercept (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa Dewasa : 2S mg injeksi subkutan, dua kali seminggu.
kombinasi dengan MTX) dan anak-anak), artritis psoriatik, Anak-anak: 0,4 mg/kg (maksimal 25 mg) injeksi subkutan,
spondilitis ankilosa dua kali seminggu
lnfliximab (kombinasi dengan AR aktif sedang-berat (dewasa), 3 mg/kg intravena pada minggu 0, 2 dan 6 selanjutnya tiap
MTX) spondilitis ankilosa 8 minggu (dosis dapat dinaikkan sampai 10 mg/kg)
Adalimumab (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa) 40 mg injeksi subkutan, tiap 2 minggu
kombinasi dengan MTX)
Anakinra (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa) 100 mg/hari injeksi subkutan
kombinasi dengan MTX)
AR,artritis reumatoid ; MTX, metotreksat
REUMATOLOGI
3328

telah dipakai pada terapi pasien AR dewasa. Anakinra et al, 1994) (Shan et al ,2000).
berikatan dengan IL-1 RI dengan afinitas yang ekuivalen
dengan I L-1 b, sehingga mampu mencegah IL-1 b ber-
ikatan dengan IL-1 RI pada sel. Waktu paruhnya singkat TERAPI AGEN BIOLOGIK PADA PENYAKIT REUMATIK
sekitar 4-6 jam, sehingga harus diberikan tiap hari melalui
injeksi subkutan. Data in vitro menunjukkan bahwa IL- Artritis Reumatoid
1Ra diperlukan 10 sampai 100 kali lebih banyak terhadap Efektivitas antagonis TNF pada AR yang refrakter telah
IL-1 untuk dapat menghambat 50% akitivitas biologis banyak dilaporkan melalui uji klinis, baik sebagai mono-
IL-1 (Arend, 1990). Sehingga diperlukan sangat banyak terapi ataupun kombinasi dengan metotreksat (MTX).
IL-1 Ra terhadap IL-1 untuk dapat memblok inflamasi Etanercept adalah satu-satunya antagonis TNF yang dipakai
akibat IL-1, karena aktivasi sel hanya memerlukan 1-2% sebagai monoterapi pada AR dini, sedangkan penelitian
okupasi dari IL-1 RI. Hal tersebut mungkin menjelaskan tentang infliksimab dan adalimumab dikombinasi dengan
efektifitas anakinra yang relatif lebih lemah (Haque and MTX pada AR dini sedang berlangsung. Uji klinis mengenai
Bathon,2005). Strategi lain untuk memblok IL-1 masih perbandingan efektifitas dan keamanan antagonis TNF
dalam tahap penelitian, seperti menciptakan rekombinan terhadap disease-modifying antirheumatic drug (DMARD)
sll-1 RI (Drevlow, 1996) dan antibodi monoklonal terhadap non-biologik telah dilakukan pada etanercept (90) .
IL-1 a dan IL-1b (van den Berg, 1994). IL-1 trap jug a masih Antagonis TNF sebagai monoterapi pada AR dibandingkan
dalam penelitian klinis, terbentuk oleh 2 molekul identik plasebo menunjukkan respons kl inis (kriteria respons
berikatan kovalen melalui ikatan disulfida. Tiap molekul American College of Rheumatology/ACR) lebih baik dalam
mempunyai 2 sekuen reseptor ekstraselular dengan waktu yang singkat (beberapa hari sampai minggu) .
afinitas kuat terhadap IL-1 digabungkan dengan porsi Penghentian terapi menyebabkan penyakit menjadi aktif
Fe lgG1 manusia. In vitro, afinitas IL-1 trap lebih kuat kembali, menunjukkan inhibisi TNF sangat efektif menekan
dibandingkan dengan sll-1 Rll dan sll-1 RI, dan mempunyai proses inflamasi tapi tidak bersifat kuratif. Antagonis TNF
masa paruh sampai 67 jam (Economides,2003). dikombinasi dengan metotreksat (MTX) juga menunjukkan
Antogonis IL-1 tidak meningkatkan risiko infeksi respons klinis yang lebih baik dibandingkan dengan MTX
maupun keganasan . Be lum pernah dilaporkan adanya saja. Selain menekan inflamasi, antagonis TNF juga terbukti
infeksi tuberkulosis maupun infeksi oportunistik lainnya menghambat kerusakan sendi setara dengan MTX. Pasien
pada berbagai uji klinis antagonis IL-1 (Haque and AR yang telah mendapat MTX tapi tetap mengalami
Bathon,2005). kerusakan sendi, penambahan antagonis TNF mampu
menekan progresifisitas kerusakan sendi tersebut secara
bermakna. Ketiga jenis antagonis TNF telah dibuktikan
ANTl-CD20 kemampuan dalam menekan inflamasi dan menghambat
kerusakan sendi pada AR (Haque and Bathon, 2005).
CD20 adalah petanda permukaan sel (cell surface marker) Antagonis IL-1 (anakinra) pada AR menunjukkan
yang terdapat pada sel limfosit B muda sampai yang matur. respons yang lebih lemah dibandingkan dengan
Petanda tersebut tidak ditemukan pada sel stem, sel pre-B antagonis TNF dalam hal menekan gejala klinis maupun
muda, sel dendritik dan sel plasma. Peran sel limfosit progresifisitas kerusakan sendi . Hal tersebut mungkin
B pada patofisiologi AR belum diketahui dengan pasti, dipengaruhi oleh waktu paruhnya yang singkat (Haque
beberapa mekanisme yang diperkirakan adalah berperan and Bathon,2005). Etanercept pada AR juvenil aktif yang
dalam pembentukan autoantibodi faktor reumatoid, tidak memberikan respons terhadap MTX dan obat anti
presentasi antigen melalui interaksi langsung sel-sel, dan inflamasi menunjukkan perbaikan klinis dibandingkan
produksi sitokin (TN Fa, IL-6 dan IL-10) (Panayi,2005). dengan plasebo (Criscione et al,2002).
Rituksimab adalah monoklonal antibodi lgGh Rituksimab dengan berbagai kombinasi dengan
anti-CD20 yang berasal dari manusia. Agen biologik siklofosfamid dan glukokortikoid menunjukkan induksi
ini menyerang limfosit B meliputi limfosit B imatur, perbaikan aktivitas penyakit dan bertahan lama pada
matur dan sel B memori yang mengekspresikan antigen pasien AR yang refrakter. Beberapa pasien yang rekuren
permukaan CD20, sehingga jumlah limfosit B berkurang. menunjukkan peningkatan jumlah sel limfosit B kembali
Rituksimab tidak menyerang sel plasma sehingga kadar disertai peningkatan titer faktor reumatoid (242 Shanahan).
imunoglobulin pada pasien yang mendapat terapi Terapi rituksimab pada pasien AR aktifyang telah mendapat
rituksimab tidak berubah. Ablasi limfosit B terjadi melalui MTX tapi memberikan respons tidak adekuat menunjukkan
kombinasi sitotoksisitas yang diperantarai antibodi dan perbaikan klinis yang bermakna dan berlangsung lama.
sitotoksisitas yang diperantarai komplemen, juga melalui Kombinasi dengan MTX memberikan hasil yang lebih baik
aktivasi apoptosis akibat terjadinya cross-linking FcR (Reff dibandingkan dengan siklofosfamid (Panayi,2005).
AGEN BIOLOGIK 3329

Spondilitis Ankilosa Agen biologik adalah molekul yang dibuat dengan


Antagonis TNF juga digunakan untuk terapi spondilitis teknologi rekombinan DNA, yang dapat berupa antibodi
ankilosa (SA), berdasarkan fakta bahwa TNF-a banyak monoklonal, reseptor terlarut atau pengikat sitokin. Agen
diekspresikan pada sendi sakro-iliaka pasien SA. biologik mempunyai target kerja pada komponen tertentu
lnfliksimab dan etanercept dilaporkan memberikan dalam patogenesis inflamasi dan penyakit. Target kerja
perbaikan klinis dan gambaran radiologis yang bermakna agen biologik dapat pada sitokin, sel limfosit T dan B,
pada pasien SA. Pasien SA yang mendapat etanercept komplemen, serta proses inflamasi atau apoptosis. Agen
selama 3 bulan menunjukkan respons klinis dan perbaikan biologik yang telah banyak diteliti dan dikembangkan
mobilitas spinal yang lebih baik dibandingkan dengan adalah anti-TN Fa (etanercept, infliksimab dan adalimumab),
plasebo. Tera pi infliksimab selama 12 minggu pada pasien anti-IL-1 (anakinra) dan anti-CD20 (rituksimab). lndikasi
SA juga menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna terapi agen biologik pada penyakit reumatik adalah
dibandingkan dengan plasebo (Gorman,2002), di samping apabila terapi anti-inflamasi dan disease modifying anti-
juga memperbaiki status fungsional dan kualitas hidupnya rheumatic drug konvensional tidak memberikan respons
(Braun,2003). Pemeriksaan magnetic resonance imaging klinis yang memuaskaan. Anti-TNFa dan anti-IL-1 telah
(MRI) pada tulang belakangjuga menunjukkan perbaikan digunakan untuk terapi AR aktif yang refrakter terhadap
pada pasien SA yang mendapat terapi infliksimab disease modifying anti-rheumatic drug konvensional.
(Braun,2002). Agen biologik sebagai monoterapi maupun kombinasi
pada terapi AR menunjukkan respons klinis yang baik
Lupus Eritematosus Sisterriik dan mampu menghambat kerusakan sendi. Etanercept
Anti CD20 (rituksimab) digunakan untuk terapi lupus juga diindikasikan untuk terapi AR juven.il, spondilitis
eritematosus sistemik (LES), tapi belum ada laporan resmi ankilosa dan artritis psoriatik, sedangkan rituksimab masih
tentang hasil dan efeknya pada pasien dengan jumlah dalam tahap penelitian untuk pasien LES. Efek samping
yang cukup banyak. Pada beberapa kasus LES aktif dan terapi agen biologik adala.h peningkatan risiko infeksi
refrakter, terapi rituksimab 500 mg dua kali dalam 2 oportunistik termasuk tuberkulosis.
minggu dikombinasi dengan siklofosfamid dan steroid
dosis tinggi menunjukkan perbaikan pada kadar C3, laju
endap darah, hemoglobin dan skor British Isles Assessment REFERENSI
Group (BILAG). Kondisi tersebut bertahan beberapa bu Ian
Anolik J, Campbell D, Felgar R, et al. B lymphocyte depletion in the
(Leandro,2002). Monoterapi rituksimab dicoba pada 16 treatment of systemic lupus erythematosus: a phase I/II trial
orang pasien LES aktif non-organ-threatening, tapi tidak of rituximab in SLE. Arthritis Rheum 2002;46(suppl 9):289.
memberikan efek pada dosis rendah dan dosis sedang. Arend WP. Interleukins and arthritis-IL-I antagonism in
inflammatory arthritis. Lancet I993;34I:I55-6.
Hanya 10 orang pasien mencapai pengurangan jumlah Arend WP, Welgus HG, Thompson RC, et al. Biological properties
sel B yang diharapkan menunjukkan perbaikan nilai of recombinant human monocyte-derived interleukin I
skor Systemic Loupes Activity Measure (SLAM), hanya receptor antagonist. JClin Invest 1990;85:I694-7.
1 pasien menunjukkan penurunan kadar anti-dsDNA Braun J, Brandt J, Listing J, et al. Treatment of active ankylosing
spondylitis with infliximab: a randomised controlled
(Anolik,2002). multicentre trial. Lancet 2002;359:1187-93.
Braun J, Baraliakos X, Golder W, et al. Magnetic resonance
imaging examination of the spine in patients with ankylosing
Penyakit Reumatik Lainnya
spondylitis, before and after successful therapy with
Agen biologik juga dicoba pada beberapa penyakit infliximab-evaluation of a new scoring system. Arhritis Rheum
reumatik lainnya seperti artritis psoriatik dan vaskulitis. 2003;48:1126-36.
Sebuah penelitian pada 60 pasien artritis psoriatik Bazzoni F, Beutler B. The tumor necrosis factor ligand and receptor
families. N Engl JMed I996;334:I717-25.
diberikan terapi etanercept 25 mg subkutan dua kali Criscione LG, St.Clair EW. Tumor necrosis factor-a antagonist for
seminggu selama 3 bulan atau mendapat plasebo, the treatment of rheumatic diseases. Curr Opin Rheumatol
menunjukkan respons klinis dan kesembuhan lesi psoriasis 2002;I4:204-ll.
Colotta F, Re F, Muzio M, et al. Interleukin-I type II receptor:
yang lebih baik pada kelompok yang mendapat etanercept
a decoy target for IL-I that is regulated by IL-4. Science
(Mease,2000). Etanercept menunjukkan disease-modifying I993;26I:472-5.
effect yang dapat menghambat kerusakan sendi (Ory,2002). Drevlow BE, Lovis R, Haag MA, et al. Recombinant human
Etanercept juga dilaporkan memberikan respons klinis interleukin-I receptor type I in the treatment of patients with
active rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum I996;39:257-65.
yang baik pada beberapa kasus granulomatosis Wagener Elliott MJ, Maini RN, Feldmann M, et al. Treatment of rheumatoid
(Stone,2001) dan penyakit Behcet (Sfikakis,2002). arthritis with chimeric monoclonal antibodies to tumor necro-
sis factor alpha. Arthritis Rheum I993;36:I68I-90.
Economides AN, Carpenter LR, Rudge JS, et al. Cytokine traps:
multi-component, high-affinity blocker of cytokine action.
KESIMPULAN
3330 REUMATOLOGI

Nat Med 2003;9:47-52.


Gorman JD, Sack KE, Davis JC. Treatment of ankylosing
spondylitis by inhibition of tumor necrosis factor alpha. N
Engl JMed 2002;346:1349-56.
Haque U and Bathon JM. Cytokine inhibitors: tumor necrosis
factor and interleukin-1. In : Koopman WJ, Moreland
LW (eds). Arthritis and allied conditions. A textbook of
rheumatology,151h ed, vol.1 . Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins, 2005 : 839-53.
Leandro MJ, Edwards JC, Cambridge G, et al. An open study of
B lymphocyte depletion in systemic lupus erythematosus.
Arthritis Rheum 2002;46:2673-77.
Mease PJ, Goffe BS, Metz J, et al. Etanercept in the treatment of
psoriatic arthritis and psoriasis: a randomised trial. Lancet
2000;356:385-90.
Mohler KM, Torrance DS, Smith CA, et al. Soluble tumor necrosis
factor (INF) receptors are effective therapeutic agents in lethal
endotoxinemia and function simultaneously as both TNF
carriers and TNF antagonists. JImmunol 1993;151:1548-61.
Ory P, Sharp JT, Salonen D, et al. Etanercept (Enbrel) inhibits
radiographic progression in patients with psoriatic arthritis.
Arthritis Rheum 2002;46(suppl 9):196.
Reff ME, Carner K, Chambers KS, et al. Depletion of B cells in vivo
by a chimeric mouse human monoclonal antibody to CD20.
Blood 1994;83:435-45.
Shanahan J, Moreland LW. Investigational biologic therapies
for the treatment of rheumatic diseases. In : Koopman
WJ, Moreland LW (eds) . Arthritis and allied conditions.
A textbook of rheumatology,15th ed, vol.1 . Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins, 2005 :859-76.
Shanahan JC and St.Clair EW. Short analytical review. Tumor
necrosis factor-a blockade: a novel therapy for rheumatic
disease. Clinical Immunology 2002;103:231-42.
Shan D, Ledbetter JA, Press OW. Signaling events involved in
anti-CD20-induced apoptosis of malignant B cells. Cancer
Immunol Immunother 2000;48:673-83.
Sfikakis PP. Behcet disease: a new target for anti-tumor necrosis
factor treatment. Ann Rheum Dis 2002;61(suppl 2):52-3.
Stone JH, Uhlfelder ML, Hellmann DB, et al. Etanercept combined
with conventional treatment in Wegener' s granulomatosis: a
six-month open-label trial to evaluate safety. Arthritis Rheum
2001;44:1149-54.
Symons JA, Eastgate JA, Duff GW. Purification and characterization
of a novel soluble receptor for interleukin 1. J Exp Med
1991;174:1251-4.
Panayi GS. B cell-directed therapy in rheumatoid arthritis-clinical
experience. JRheum 2005;32 (suppl 73):19-24.
van de Putte LBA, van Riel PLCM, den Broeder A, et al. A single
dose placebo controlled phase I study of the fully human
anti-TNF antibody D2E7 in patients with rheumatoid arthritis.
Arthritis Rheum 1998;41(suppl):57.
vandenBerg WB, Joosten LAB, Helsen M, et al. Amelioration of
established rnurine collagen-induced arthritis with anti-IL-1
treatment. Clin Exp Immunol 1994;95:237-43.

Anda mungkin juga menyukai