Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior Departemen/ SMF
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
RSUD Meuraxa Banda Aceh
Oleh :
Pembimbing :
dr. Surya Nola, M. Ked (DV), Sp. DV
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Dermatitis
Kontak Alergi”. Shalawat beriringkan salam kepad Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat yang telah membuat perubahan Islam bagi umat
manusia. Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti
kegiataan kepaniteraan klinik dibagian Stase Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
yang dilaksanakan di RSUD Meuraxa Banda Aceh
Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing
yaitu dr. Surya Nola, M. Ked (DV), Sp. DV yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga
laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan kasus ini terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap dari semua pihak
yangmembaca unutk memberikan kritik dan saran yang membangun agar dapat
menjadi masukan untuk masa yang akan datang bagi penulis dan pembaca. Besar
harapan penulis agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta
dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk meningkatkan
keilmuannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
I.I Latar Belakang.......................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................5
LAPORAN KASUS................................................................................................................5
BAB III....................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................9
3.1 DEFENISI............................................................................................................9
3.2 EPIDEMIOLOGI................................................................................................10
3.3 ETIOLOGI.........................................................................................................10
3.4 PATOFISIOLOGI...............................................................................................10
3.4.1 Fase sensitasi...............................................................................................10
3.4.2 Fase elisitasi................................................................................................11
3.5 MANIFESTASI KLINIS......................................................................................12
3.6 DIAGNOSIS.......................................................................................................13
3.7 DIAGNOSIS BANDING.....................................................................................15
3.8 TATALAKSANA...............................................................................................16
3.8.1 Farmakologi................................................................................................16
3.8.2 Non Farmakologi.........................................................................................16
3.9 KOMPLIKASI....................................................................................................17
3.10 PROGNOSIS....................................................................................................17
KESIMPULAN.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
4
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Asmiatun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa/Suku : Suku Aceh
Kawin/Tidak Kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
ANAMNESIS
Keluhan Utama :Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas dan rasa
panas di punggung bawah
Riwayat Perjalan Penyakit :Pasien datang dengan keluhan panas di bagian punggung
bawah,sebelumnya pasien memiliki keluhan nyeri punggung
bawah,keluhan panas dirasakan sejak seminggu yang
lalu,rasa panas ini muncul sesudah pasien mengoleskan
lengkuas dan garam ke bagian punggung bawahnya,rasa
panas yang dirasakan pasien menyebabkan timbulnya bercak
kemerahan dibagain punggung bawah setelah itu pasien
mengkompres kemerahan dengan es batu. Besoknya pasien
merasakan kemerahan yang lebih parah disertai dengan
memar dan rasa terbakar setelah itu pasien mengoleskan obat
cina lalu luka pada punggung bawah mulai mengelupas.
Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
Riwayat Penyakit Terdahulu : Disangkal
PEMERIKSAAN
STATUS GENERALISATA
5
Keadaan Umum :
Kepala : Normocephali
Leher : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Thoraks : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokalisasi : Regio coxae,regio sacralis
Ruam
Primer : Makula,eritema
Bentuk : Tidak Beraturan
Ukuran : Plakat
Susunan : Lesi Polisiklic
Distribusi : Regional
Warna : kemerahan
6
7
TES – TES YANG DILAKUKAN
PEMERIKSAAN LABOLATORIUM
Rutin :-
Khusus :-
RINGKASAN : Pasien datang dengan keluhan rasa panas disertai kulit seperti terkelupas
pada bagian punggung bawah keluhan ini dirasakan sejak seminggu yang
lalu.
DIAGNOSA BANDING : Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis Numularis, Dermatitis
Atopi,Psoriasis
DIAGNOSIS : Dermatitis Kontak Alergi
DIAGNOSA SEMENTRA : Dermatitis Kontak Alergi
PENTALAKSANAAN :
Umum : Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh seperti mandi dan menghindari
penyebab alergen,mematuhipengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi
obat,pastikan kulit dalam keadaan kering.
Khusus :
1. Topikal : Metilprednison 4mg 3x1
Kloderma cream
Gentamicin cream untuk bagian yang luka
2. Sistemik : Cetrizine tab 1x1
PEMERIKSAAN PENUNJANG :-
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFENISI
Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan
kulit yang ada dalam keadaan akut dan kronik dimana DKA akut atau subakut,
ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di
tempat yang terkena. Keadaan kronik dapat ditandai dengan plak terlikenifikasi
dengan hiperkeratosis, skuama, danfissura biasanya disebakan oleh pajanan yang
berkelanjutan. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas tipe IV dan
merupakan respon hipersensitifitas tipe lambat dan timbul akibat pajanan suatu
alergen, yang sebelumnya sudah terpajan oleh alergen yang sama.1
9
3.2 EPIDEMIOLOGI
3.3 ETIOLOGI
Penyebab DKA pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam
alat- alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris, pakaian, sepatu, kosmetika, obat-
obat topikal) atau yang berhubungan dengan pekerjaan (semen, sabun cuci, pestisida,
bahan pelarut, bahan cat atau polutan yang lain).1
3.4 PATOFISIOLOGI
10
bawaan diaktifkan oleh pelepasan keratinosit beberapa sitokin termasuk
interleukin 1,8, dan 18, tumor necrosis factor- , dan granulocyte-macrophage
faktor perangsang koloni. Selanjutnya, penyajian antigen sel kulit (sel
Langerhans [LCs] dan / atau sel dendritik dermal), ambil protein hapten
kompleks ("antigen") dan mengekspresikannya di permukaan sel pada
molekul antigen leukosit manusia. Antigen-Presenting Cell(APC) tersebut
kemudian bermigrasi melalui limfatik ke kelenjar getah bening regional
tempat ia menyajikan human leukosit antigen kompleks ke antigen naif- Sel T
spesifik. Sel T naif ini kemudian disiapkan dan berdiferensiasi ke dalam sel T
memori (efektor), yang berkembang secara klonal, dapatkan antigen homing
khusus kulit, dan berimigrasi ke sirkulasi di mana mereka dapat bertindak
sebagai efektor pada sel target yang menyajikan antigen yang sama di masa
depan Fase sensitisasi berlangsung 10 sampai 15 hari dan sering asimtomatik.
Selanjutnya paparan antigen (disebut rechallenge) mengarah ke fase elisitasi
dan dapat terjadi melalui beberapa rute, termasuk transepidermal, subkutan,
intravena, intramuskular, inhalasi, dan konsumsi oral. Sebagai catatan, LC
telah lama dianggap sebagai APC yang bertanggung jawab untuk
menginduksi sel T. Pada ACD, karena kelimpahannya pada epidermis, akses
mudah haptens dan antigenpresentation untuk kemampuan in vitro. Namun,
penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penipisan LC selama fase
sensitisasi tidak sepenuhnya merusak kontak respon hipersensitivitas.
Selanjutnya, penting untuk dicatat bahwa sensitisasi bisa merangsang sel T
helper (Th) dan sitotoksik (Tc).3
11
sel T efektor spesifik antigen direkrut ke dalam kulit yang mengandung antigen target
mereka, mereka berinteraksi dengan sel penyaji antigen (LCs dan sel dendritik
dermal) dalam sebuah cluster di sekitar postkapiler venula. Gugus sel imun ini
sebelumnya dianggap sebagai jaringan limfoid terkait kulit tetapi sekarang disebut
jaringan limfoid terkait kulit yang diinduksi karena gugus sel imun hanya muncul
ketika mereka diinduksi oleh peradangan, bukan dalam keadaan matang. Sebagai
tanggapan, sel T antigen-spesifik memperkuat respons imun spesifik, melepaskan
sitokin, termasuk interferon- dan nekrosis tumor faktor-, yang, pada gilirannya,
merekrut sel inflamasi lainnya sambil merangsang makrofag dan keratinosit untuk
melepaskan lebih banyak sitokin.
12
13
3.6 DIAGNOSIS
Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak alergi antara
lain :
Anamnesis
o Anamnesis terarah tentunya diperlukan untuk mengeksplor riwayat pajanan
terhadap bahan atau substansi kimia tertentu .
o Onset penyakit sangat penting ditanyakan untuk mengetahui tipe dermatitis
kontak iritan. Onset penyakit sampai timbulnya gejala klinis dalam hitungan
menit sampai jam tergolong tipe simpel akut. Tipe akut lambat biasanya
dalam hitungan 8-24 jam. Tipe kumulatif cenderung merupakan konsekuensi
dari pajanan berulang dengan konsentrasi substansi yang rendah. Penting juga
14
o menyertai riwayat keluarga atau orang di sekitar yang juga mengalami gejala
yang sama. Riwayat atopik dan alergi juga ditanyakan.
Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
o Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh
permukaan kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena
berbagai sebab endogen.5
Pemeriksaan penunjang
o Uji Tempel Atau Patch Test (In Vivo)
Patch test adalah uji kulit yang dilakukan secara in vivo dengan cara
menempelkan bahan kimia (alergen) yang dicurigai secara oklusif dalam
bentuk dan konsentrasi tertentu pada kulit normal pasien yang sensitif. Uji ini
merupakan visualisasi fase elisitasi reaksi hipersensititas tipe lambat, yang
hasilnya tidak selalu sama dengan hasil kontak dengan lingkungan pasien
sehari-hari, sebab dipengaruhi oleh absorsi perkutan. Oleh karena itu untuk
menjamin dan membantu absorbsi dari bahan yang diuji, maka harus
dilakukan secara tertutup (oklusif).
o Provocative Use Test
Uji photopatch digunakan untuk menegvaluasi fotoalergi kontak terhadap zat
seperti sulfonamid,fenotiazin,p-aminobenzoic acid,oxybenzone,6-metil
kumarin,musk ambrette,atau tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel
standar diterapkan selama 24 jam , hl ini kemudian terekspos 5 sampai 15J/m2
dari ultraviolet dan dibaca 48 jam.
o Tes In Vitro
Tes in vitro dan tes pada hewan untuk mendiagnosis DKA telah menerima
banyak perhatian dalam dekade terakhir. Labarotarium studi seperti
15
transformasi limfosit atau inhibisi makrofag telah dievaluasi sebgai
pengukuran DKA pada manusia dan hewan. Masalah untama dalam
menembangkan sistem in vitro adalah kurangnya penegtauan tentang apa yang
merupakan bagian antigenik dari suatu bahan kimia tertentu.6
16
Psoriasis
Psoriasis adalah peradangan pada kulit yang menyebabkan kulit bersisik, menebal,
mudah terkelupas, dan kadang juga terasa gatal. Psoriasis biasanya muncul di kulit
bagian lutut, siku, punggung bagian bawah, dan kulit kepala.8
3.8 TATALAKSANA
3.8.1 Farmakologi
o Topikal
a. Untuk lesi basah: beri kompres terbuka dengan larutan NaCL 0,9%
b. Untuk lesi kering: kortikosteroid krim potensi sedang-tinggi misalkan Mometason
furoat, Flutikason propionate, Klobetasol butirat
c. Untuk dermatitis yang kronik: Klobetasol propionat.4
o Sistematik:
a. Simtomatis seperti antihistamin sedatif/nonsedatif untuk mengurangi rasa gatal
b. Kortikosteroid oral untuk derajat berat Kasus berat dan kronik: Inhibitor
kalsineurin atau fototerapi broad/narrow band UVB, obat imunosupresif sistemik
seperti Azatioprin atau Siklosporin. Superinfeksi oleh bakteri: antibiotik oral dan
topikal.8
o Menghindari Alergen
Menghindari Alergen Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien
telah ditentukan oleh uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini
17
kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat
terhadap bahan yang mengandung alergen.
Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam),
penghindaran langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan perbaikan
gejala. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk. Dengan
demikian, menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali adalah pencegahan
yang tidak memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan DKA untuk
meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik, terutama jika
perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan buruk.1
3.9 KOMPLIKASI
3.10 PROGNOSIS
Penyakit ini tetap menyerang populasi yang terkena dampak sepanjang hidup
mereka. Penghindaran yang ketat dari alergen perlu menjadi strategi yang diterapkan.
Manajemen respon inflamasi adalah tujuan penting dalam pengobatan. Semakin lama
18
seseorang mengidap Dermatitis Kontak Allergi (DKA),semakin banyak waktu yang
dibutuhkan untuk mengatasinya.4
19
PEMBAHASAN
20
dirasakan sejak seminggu yang
lalu,rasa panas ini muncul Kulit adalah bagian paling luar dari tubuh
lengkuas dan garam ke bagian kulit terkena defek buruk dapat dipastikan
parah disertai dengan memar dan dengan kulit. Reaksi Dermatitis Kontak
rasa terbakar setelah itu pasien dapat ditandai berupa kulit menjadi merah
mengoleskan obat cina lalu luka atau coklat. Kadang-kadang disertai dengan
pada punggung bawah mulai rasa panas dan edema atau ada papula,
21
Kortikosteroid bekerja dengan
1. Topikal : Metilprednison 4mg 3x1 mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Kloderma cream Molekul hormone yang memasuki membran
Gentamicin cream untuk plasma jaringan target secara difusi pasif,
bagian yang luka akan membentuk kompleks reseptor-steroid
2. Sistemik : Cetrizine tab 1x1 terhadap reseptor protein spesifik sehingga
menstimulasi sintesis protein spesifik yang
merupakan perantara efek fisiologi steroid.
Pada beberapa jaringan, misalnya hepar,
hormon steroid merangsang transkripsi dan
sintesis protein spesifik; pada jaringan lain,
misalnya sel limfoid dan fibroblas, hormon
ini bersifat katabolik.
Cetirizine merupakan antihistamin selektif
reseptor H1 dengan efek sedative yang
rendah pada dosis aktif farmakologi dan
mempunyai sifat tambahan sebagai anti
alergi. Cetirizine menghambat pelepasan
histamin pada fase awal dan mengurangi
migrasi sel inflamasi.
22
KESIMPULAN
Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan salah satu penyakit kulit akibat kerja
yang cukup sering. Hal ini tidak terkait dengan atopi dan merupakan reaksi imunologi tipe
IV yang dimediasi terutama oleh limfosit yang sudah tersensitisasi sebelumnya. Tanda dan
gejala klinis yang sering yaitu pruritus, menyengat, nyeri, eritema berbatas tegas, edema,
vesikel, papula, bula, erosi, kerak, scaling, lichenifikasi, ekskoriasi, dan pigmentasi. Alat-alat
diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis adalah uji tempel sebagai baku
emas.
Kita harus memahami interpretasi masing-masing. Mereka adalah reaksi ragu, reaksi
positif lemah (non-vesikular), reaksi positif yang kuat (vesikuler), reaksi positif yang ekstrim
(bulosa), reaksi negatif, dan reaksi iritasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, kita harus
menggabungkan dengan anamnesis. Dalam aspek ini, kita harus mempertimbangkan tentang
etiologi. Etiologi yang beragam dan berkisar dari logam sampai antibiotik, pewarna sampai
produk tanaman.
Dengan demikian, alergen yang ditemukan dalam perhiasan, produk perawatan
pribadi, obat topikal, tanaman, dan bahan kimia yang memungkinkan kontak terhadap
individu dengan pekerjaan tertentu. Setelah kita mengetahui etiologi, kita dapat mencegah
penyakit dengan menghindari alergen. Namun, tidak hanya menghindari alergen yang bisa
kita gunakan sebagai pencegahan, karena alasan pekerjaan (juga dampak ekonomi), kita juga
dapat menyarankan pakaian pelindung atau krim pelindung. Untuk mengurangi keparahan
DKA, kita dapat memberikan terapi simtomatis, seperti aluminium sulfat topikal,
antihistamin oral, glukokortikoid, macrolaktam, dan radiasi ultraviolet
23
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26