Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH PENERAPAN TEORI BELAJAR BRUNER MELALUI

METODE DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR


PESERTA DIDIK KELAS IV SDN 2 INDRALAYA
PADA MATERI PECAHAN

PROPOSAL PENELITIAN
(Proposal Ini Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Metodologi Penelitian)

Oleh:

Siti Khomairroh

06131181823004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
A. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kurikulum 2013 merupakan sistem pendidikan yang berlaku di
Indonesia saat ini. Sistem ini diberlakukan serentak oleh pemerintah di seluruh
sekolah yang ada di Indonesia pada tahun 2018. Proses pembelajaran adalah
merupakan suatu sistem. Kurikulum 2013 sangat berbeda jauh dengan
kurikulum sebelumnya dalam berbagai aspek. Perbedaan Kurikulum 2013
dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum 2006 sangat terlihat jelas pada
pendidikan Sekolah Dasar. Sebelumnya pengajaran sekolah dasar dibagi
menjadi beberapa mata pelajaran. Dalam kurikulum 2013, pengajaran  sekolah
dasar dibagi menjadi beberapa tema. Setiap tema mengandung beberapa
pelajaran seperti matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia, namun demikian
untuk kelas tinggi yakni kelas empat, lima dan enam pada muatan matematika
dipisahkan secara tersendiri.
Pelajaran matematika di sekolah dasar terdiri dari beberapa pokok
bahasan yang salah satunya adalah pecahan. Pecahan merupakan salah satu
pokok bahasan yang dianggap sulit dipahami dengan cepat oleh peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya mengajar berpedoman pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, berdasarkan teori-teori pembelajaran,
menggunakan metode pembelajaran yang menunjang dalam pelaksanaan
tersebut. Hal ini diharapkan agar tujuan pembelajaran yang disampaikan guru
dapat mudah untuk diterima dan dipahami oleh peserta didik sehingga
berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar peserta didik .
Salah satu teori belajar yang dikembangkan pada pandangan kognitif
tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis dapat diterapkan pada
pembelajaran pokok bahasan yaitu discovery learning (belajar penemuan) yang
dikemukakan oleh Jerome Bruner. Menurut Bruner, (dalam Nursyam 2006)
bahwa: agar proses mempelajari proses mempelajari suatu pengetahuan atau
kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan atau
kemampuan tersebut dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif  orang yang
bersangkutan, pengetahuan atau kemampuan tersebut perlu dipelajari secara
bertahap dimulai dengan mempelajari pengetahuan secara aktif  dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan benda nyata. Kemudian
pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk gambar yang menggambarkan situasi
konkrit dan akhirmya pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk-bentuk
abstrak. Proses pembelajaran yang meliputi tahap-tahap belajar teori Bruner
seperti di atas memungkinkan peserta didik dapat memahami konsep yang
diajarkan dan guru dapat mengetahui strategi belajar dan cara berfikir peserta
didik serta dapat mempermudah pengembangan berbagai konsep dan prosedur
dalam matematika khususnya dalam memahami konsep pecahan. Menyadari
pentingnya mengajarkan materi pecahan pada jenjang Tingkat Dasar yang
berfungsi sebagai pondasi awal peserta didik dalam bidang matematika, maka
pembelajaran ini harus didasari dengan konsep, sehingga diharapkan denga
menggunakan teori belajar Bruner Discovery Learning dapat mempengaruhi
hasil belajar peserta didik
Hal ini sejalan dengan penelitian Rijal.S tahun 2016 yang berjudul
“Efektivitas Pembelajaran Matematika Siswa Melalui Penerapan Teori Belajar
Bruner” dan Widyaningrum tahun 2011 yang berjudul “Tahapan J. Bruner
dalam Pembelajaran Matematika pada Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Bulat di Sekolah Dasar” yang keduanya menyatakan pengguanaan teori belajar
Bruner dapat mengefektifkan peserta didik dalam muatan pelajaran matematika.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti tertarik melakukan
penelitian berjudul “Pengaruh Penerapan Teori Belajar Bruner Melalui
Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas IV
Sdn 2 Indralaya Pada Materi Pecahan”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi, yaitu antara lain:
1.2.1 Materi pecahan yang masih dianggap sulit dipahami bagi peserta didik
kelas IV SDN 2 Indralaya.
1.2.2 Guru sering kali kurang efektif dalam mengaplikasikan teori belajar yang
ada sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas diatas, maka rumusan
masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1.3. 1 Apakah terdapat pengaruh penerapan teori belajar Bruner melalui metode
Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV SDN 2
Indralaya pada materi pecahan?
1.4 Tujuan
Sesuai dengan poin pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan
1.4.1 Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penerapan teori belajar
Bruner melalui metode Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta
didik kelas IV SDN 2 Indralaya.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun praktis.
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
penerapan teori belajar Bruner melalui metode Discovery Learning yang
dapat mengenalkan materi pecahan berbasis konsep serta dapat
berpengaruh pada hasil belajar peserta didik dan dapat menjadikan dasar
penelitian yang lebih mendalam. Sedangkan, secara praktis yaitu sebagai
berikut.
1.5. 2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai sarana menambah
pengetahuan serta wawasan dalam bidang pembelajaran dan pengajaran
matematika yang telah didapatkan selama peneliti mengikuti perkuliahan
di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sriwijaya
dan juga sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas Mata Kuliah
Metode Penelitian Pendidikan.
2. Bagi Objek yang Diteliti
Manfaat penelitian ini bagi objek yang diteliti adalah sebagai sarana
dalam mengenalkan materi pecahan berbasis konsep dan sebagai sarana
untuk membantu peserta didik dengan menggunakan teori belajar Bruner
melalui Discovery Learning sehingga hasil belajar yang diperoleh oleh
peserta didik lebih baik lagi.
3. Bagi Intuisi
Manfaat penelitian ini bagi intuisi adalah sebagai alat untuk mengetahi
kemauan dan kemampuan peneliti dalam hal penguasaan ilmu yang telah
diberikan selama peneliti berada di bangku kuliah khususnya dalam kelas
Mata Kuliah Metode Penelitian Pendidikan.
4. Bagi Sekolah
Penelitian ini difokuskan kepada siswa kelas IV SD dengan muatan
pelajaran yang diamati adalah matematika, bilangan pecahan   sebagai
objek dan materinya. Sehingga para pembaca, guru, atau pihak-pihak lain
yang berkepentingan diharapkan dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai pertimbangan dalam aplikasi dalam proses pembelajarannya.
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengefektifkan
kualitas pembelajaran sehingga hasil belajar yang diperoleh peserta didik
menjadi semakin baik lagi.
B. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi
kebutuhan dan sekaligus mengembangkan dirinya. Oleh karena itu belajar
sebagai suatu kegiatan telah dikenal dan bahkan sadar atau tidak telah dilakukan
oleh manusia. Menurut G.A Kimble, (dalam Lisnawati Simanjuntak 1992)
belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang
terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan sehingga dapat mengetahui
dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang
belajar. David R. Shafler, (dalam Supriyat 2002) juga mengatakan bahwa
“Belajar adalah proses perubahan perilaku yang menetap sebagai hasil
pengalaman- pengalaman atau praktek”.
Dengan demikian belajar merupakan proses perubahan tingkah laku internal
yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor
lain berdasarkan pengalaman, berbuat, mengalami dan berdasarkan hasil
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan ini dapat ditunjukan dalam berbagai
bentuk seperti perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap.

2.2 Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apersepsi, dan keterampilan. Menurut Soediarto, (dalam Solehatin
2012) mendefisikan sebagai tingkat penguasaan suatu pengetahuan yang dicapai
oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki setelah menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan pendapart
para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah tingkat
pemahaman tentang penguasaan suatu pengetahuan yang telah tercapai oleh peserta
didik.
Menurut Cece Rahmat, (dalam Abidin 2004) hasil belajar adalah penggunaan
angka pada hasil tes atau prosedur penilaian sesuai dengan aturan tertentu, atau
dengan kata lain untuk mengetahui daya serap peserta didik setelah menguasai
materi pelajaran yang telah diberikan berdasarkan Taksonomi Bloom hasil belajar
dalam rangka studi dicapai melaui tiga kategori ranah antara lain,
 . Kognitif,
yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri ats 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisisi, sintesis, dan penilaian.
 Afektif, yaitu berkenaan dengan siskap dan nilai. Ranah afektif meliputi jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau mereaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atu kompleks nilai.
 .Psikomotor, yaitu meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular ( menghubungkan, mengamati ).
Berdasarkan teori dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-
ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama bahkan tidak akan
hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk individu
yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik, sehingga akan merubah cara
berfikir serta menghasilkan  perilaku kerja yang lebih baik.

2.3 Teori Belajar Bruner


Teori belajar Bruner ialah belajar penemuan atau discovery learning. Belajar
penemuan dari Jerome Bruner adalah suatu pengajaran yang dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning peserta
didik didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Peserta didik terlibat aktif
dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan
masalah atau hasil abstraksi sebagai objek budaya. Guru mendorong dan
memotivasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat
membangkitkan rasa keingintahuan peserta didik. Di dalam proses belajar
Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik dan mengenal
dengan baik adalanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses
belajar perlu lingkungan yang dinamakan eksplorasi, penemuan-penemuan baru
yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Teori belajar Bruner berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu
kemampuan anak berkembang secara bertahap mulai dari sederhana ke yang
rumit, mulai dari yang mudah ke yang sulit, dan mulai dari yang nyata atau
konkret ke yang abstrak. Urutan tersebut dapat membantu peserta didik
untuk mengikuti pelajaran dengan lebih mudah dan terkait dengan usia anak.
J.S Bruner, (dalam lisnawaty Simanjuntak dkk, 1992:71) belajar matematika
menekankan pendekatan spiral yaitu menekankan konsep dan dimulai
dengan tahap-tahap yaitu benda konkret secara intuitf, kemudian pada tahap
yang lebih tinggi (sesuai kemampuan peserta didik) dalam bentuk yang
abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika (simbol- simbol).
Menurut Rusffendi (dalam Pitadjeng, 2006: 3), untuk dapat
mengajarkan konsep matematika pada anak dengan baik dan dimengerti,
maka materi hendaknya diberikan pada anak yang sudah siap intelektualnya
untuk menerima materi tersebut. Teori Bruner (dalam Prihandoko, 2006)
yang mengatakan bahwa pembelajaran matematika harus memperhatikan
tahapan perkembangan mental anak yakni tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik. Pada tahap enaktif, peserta didik belajar memahami konsep,
hukum, atau teorema dengan menggunakan atau memanipulasi objek
konkret secara langsung. Apabila peserta didik memanipulasi objek konkret
secara langsung, siswa dapat lebih mudah memahami konsep, hukum, atau
teorema dengan utuh dibandingkan tanpa objek konkret.
Menurut Bruner, (dalam Nyimas Aisyah,dkk. 2007), jika seseorang
mempelajari pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan
itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat
diintermalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses
intermalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam
tiga tahap. Bila dikaji ketiga tahapan itu yang dikenal dengan teori Belajar
Bruner yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasikan keadaan peserta
didik yaitu:
1. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam manipulasi (mengotak-atik) objek langsung. Pada
tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu
dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa
menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu
dari berbuat atau melakukan sesuatu.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran
internal di mana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar
yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya secara tidak langsung.
Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa
dalam tahap enaktif.
3. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak
memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak
tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak
pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan
dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstractsymbols), yaitu simbol-simbol
arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang- orang dalam bidang
yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-
kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-
lambang abstrak yang lain.
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan dalam proses kegiatan
belajar dengan penerapan teori belajar Bruner, siswa harus terlibat langsung
dan aktif dalam konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan
masalah, yang diawali dengan tahap enaktif dengan menghadirkan benda
nyata yang dapat dilihat, siswa dapat memegang dan permasalahannya
dalam situasi yang nyata yang ada disekitar siswa. Kemudian jika tahap
pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap
kedua, yaitu dengan menggunakan modus repersentasi ikonik, yaitu dengan
menghadirkan gambar manipulasi dari benda konkret agar semua peserta
didik dapat memahami konsep dengan mudah. Dan selanjutnya kegiatan
belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap
belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik, yaitu peserta
didik dapat mengubah kegiatan enaktif dan ikonik menjadi simbol atau
lambang matematika yang lebih memudahkan peserta didik dalam
merumuskan kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan ini guru berfungsi
sebagai motivator dan fasilitator bagi peserta didik agar mendapat
pengalaman langsung yang memungkinkan mereka menemukan dan
memecahkan masalah.
2.4 Discovery Learning
Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar
yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
pembelajaran discovery(penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep,
peserta didik melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa
konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai
pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan
aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan
melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa
dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu
konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati,
mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini peserta
didik dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran
discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri
dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

2.4 Konsep Discovery Learning

Di dalam konsep belajar ini sesungguhnya metode ini merupakan


pembentukan pada kategori atau konsep, yang bisa memungkinkan terjadinya
generalisasi. Sebagaimana teori Brunner, mengenai kategorisasi dalam
discovery, atau yang sering disebut dengan sistem coding. Pembentukan
kategori dan sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi yang terjadi
diantara objek dan kejadian. Brunner memandang bahwa konsep atau
kategorisasi mempunyai lima unsur, yang bisa dikatakan bahwa siswa
memahami konsep jika semua unsur di dalam konsep tersebut meliputi :
1) Nama
2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif
3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
4) Rentangan karakteristik
5) Kaidah
Brunner juga menjelaskan bahwa pembentukan konsep adalah dua
kegiatan yang mengkategorikan dua hal yang berbeda, yang juga menuntut
proses berpikir yang berbeda. Semua kegiatan yang mengkategorikan meliputi
mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-
peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar Brunner mementingkan partisipasi yang aktif
dari setiap peserta didik, serta mengenal baik bagaimana kemampuannya. Untuk
menunjang proses belajar, dibutuhkan lingkungan yang memfasilitasi rasa ingin
tahu dari siswa di setiap tahap eksplorasi. Lingkungan tersebut dinamakan
Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan yang dimana siswanya bisa
melakukan eksplorasi serta penemuan baru yang belum dikenal. Atau pengertian
yang mirip dengan yang telah diketahui. Lingkungan ini bertujuan supaya siswa
bisa berjalan dengan baik dan kreatif di dalam proses belajarnya.
Dalam memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasar pada
manipulasi bahan pelajaran, yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
siswanya. Manipulasi bahan pelajaran ini tujuannya adalah untuk memfasilitasi
kemampuan siswa dalam berpikir, atau mempresentasikan apa yang dipahami.
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Brunner perkembangan kognitif pada seseorang dapat terjadi
melalui tiga tahap, yang ditentukan oleh bagaimana keadaan lingkungannya
yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktive adalah seseorang yang
melakukan aktivitas di dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya, yang
artinya memahami dunia sekitar anak dengan menggunakan pengetahuan
motorik. Misalnya gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconik
adalah seseorang yang memahami dunia sekitar anak belajar yang melalui
bentuk perumpamaannya dan perbandingannya. Sedangkan tahap simbol adalah
seseorang yang sudah mampu mempunyai ide dan gagasan yang abstrak, yang
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan berlogika.
Di dalam memahami dunia sekitar anak belajar dengan melalui simbol-
simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasi dilakukan
dengan menggunakan banyak simbol, yang dimana semakin matang seseorang
dalam proses berpikir maka akan semakin matang juga sistem simbolnya.
Sederhananya teori perkembangan di dalam fase enaktif, iconik dan simbolik
adalah saat anak menjelaskan sesuatu yang melalui perbuatan, ia akan bergeser
ke depan/belakang di papan mainan dengan menyesuaikan beratnya teman
bermainnya. Itulah yang dinamakan fase enaktif. Dan pada fase ikonik ia akan
menjelaskan keseimbangan pada gambar/bagan lalu akhirnya menggunakan
bahasa, untuk menjelaskan prinsip keseimbangan pada fase simbolik.
Di dalam mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
belajar lebih aktif. Sebagaimana pendapat dari guru yang harus bisa
membimbing serta mengarahkan kegiatan belajar peserta didik, yang sesuai
dengan tujuannya. Kondisi tersebut ingin merubah kegiatan belajar mengajar
menjadi yang teacher oriented menjadi student oriented.
Hal yang menarik pada pendapat Brunner yang menyebutkan bahwa
guru harus memberi kesempatan pada muridnya, untuk menjadi problem solver
adalah seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Di dalam metode
discovery learning ini bahan ajar tidak akan disajikan dalam bentuk akhir, tetapi
peserta didik akan dituntut untuk melakukan kegiatan misalnya dalam
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-
kesimpulan. Hal itu akan memungkinkan siswa dalam menemukan arti bagi diri
mereka sendiri, serta memungkinkan mereka dalam mempelajari konsep di
dalam bahasa yang mereka mengerti sendiri. Sehingga guru dalam
mengaplikasikan metode discovery learning, harus bisa menempatkan siswa
dalam kesempatan belajar yang mandiri. Brunner juga mengatakan proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, bila guru memberikan kesempatan
kepada siswa dalam menemukan konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode ini dalam mengajar
adalah setelah tingkat inisial atau permulaan mengajar, bimbingan guru lebih
berkurang pada beberapa metode mengajar yang lainnya. Hal ini tidak berarti
bahwa guru akan menghentikan memberi bimbingan setelah problema disajikan
kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tak hanya dikurangi
direktifnya, tetapi peserta didik diberi responsibilitas yang lebih belajar untuk
dapat belajar sendiri.

2.5 Persiapan Menuju Metode Discovery Learning

1. Menentukan tujuan pembelajarannya.


2. Melakukan identifikasi karakteristik dari para peserta didik contohnya
kemampuan awal, minat, gaya   belajar, dan sebagainya
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik yang harus dipelajari siswa dengan cara induktif misalnya
dari contoh generalisasi.
5. Mengembangkan bahan belajar yang berupa contoh, ilustrasi, tugas dan
sebagainya untuk dipelajari peserta didik.
6. Mengatur topik pelajaran dari yang sederhana sampai yang kompleks, dari yang
konkret sampai abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar para peserta didik.
Pelaksanaan metode pembelajaran penemuan
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Di tahap ini pelajar akan dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungan, lalu dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi supaya timbul
keinginan untuk menyelidiki diri sendiri. Guru juga bisa mulai kegiatan PBM,
dengan mengajukan pertanyaan, menganjurkan membaca buku, serta aktivitas
lainnya yang mengarah pada pemecahan masalah. Stimulasi di tahap ini
fungsinya adalah untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang bisa
mengembangkan dan membantu peserta didik, dalam mengeksplorasi bahannya.
2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah guru yang memberi
kesempatan pada siswa, dalam mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, lalu salah satunya dipilih serta
dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis atau jawaban sementara atas pertanyaan
suatu masalah.
3. Data collection (Pengumpulan Data)
Saat eksplorasi berlangsung guru juga akan memberi kesempatan pada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan, dan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Di tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan dan membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik akan diberi kesempatan untuk
mengumpulkan beragam informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data adalah kegiatan dalam mengolah
data, serta informasi yang sudah didapatkan para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Setiap informasi dari hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, harus dihitung dengan cara tertentu dan ditafsirkan
dalam tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verification (Pembuktian)
Di tahap ini siswa melakukan pemeriksaan dengan cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis, yang ditetapkan dengan hasil temuan yang
alternatif. Yang dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verifikasi menurut Brunner tujuannya adalah supaya proses belajar bisa berjalan
dengan baik dan kreatif, bila guru memberikan kesempatan kepada para peserta
didik untuk menemukan konsep, teori, atau aturan pemahaman dengan melalui
contoh yang dijumpai di dalam kehidupan.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap ini adalah menarik kesimpulan yang dijadikan prinsip umum, dan berlaku
untuk setiap kejadian atau masalah yang sama dengan memperlihatkan hasil
verifikasi Berdasar hasil verifikasi tersebut dirumuskan prinsip yang mendasari
generalisasi.
2.6 Pengertian Bilangan Pecahan
Pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk “a/b” dengan
dan b adalah bilangan bulat dan b = 0. Dimana untuk bilangan a disebut
pembilang dan bilangan b disebut penyebut dan pada hakikat transaksi dalam
bilangan pecahan adalah bagaimana cara menyederhanakan pembilang dan
penyebut.
2.7 Penerapan Teori Belajar Bruner pada Materi Pecahan
a. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang guru ajarkan.
b. Bantu peserta didik untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
c. Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa dapat mencari jawabannya
sendiri.
d. Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya. Jangan mengomentari jawaban dahulu jawaban peserta didik,
gunakan pertanyaan yang dapat memandu peserta didik untuk berfikir dan
mencari jawaban yang sebenarnya.
2.8 Hasil Belajar Bilangan Pecahan
Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar bilangan pecahan adalah hasil yang diperoleh
seseorang berupa pengetahuan, kecakapan, dan sikap dalam membandingkan dan
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pecahan untuk mencapai
tujuan pendidikan sebagai akibat dari perubahan dalam diri peserta didik sebagai
hasil dari aktifitas dalam belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah
mengerjakan suatu tes.

2.9 Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan Rijal.S (2016) yang berjudul “Efektivitas
Pembelajaran Matematika Siswa Melalui Penerapan Teori Belajar Bruner”.
2. Penelitian yang dilakukan Widyaningrum.R (2011) yang berjudul “Tahapan J.
Bruner dalam Pembelajaran Matematika pada Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat di Sekolah Dasar”
2.10 Kerangka Berpikir
Menggunakan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran merupakan hal yang
penting, terlebih jika teori tersebut dapat menggiring pengajar menyediakan wadah
peserta didik untuk menemukan suatu konsep, dalam hal ini dikhususkan lagi pada
matematika yang bersifat pasti dan bukan bersifat verba sehingga belajar matematika
khususnya materi bilangan pecahan akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang
diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep dan struktur-struktur.
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan
bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah
dipahami dan diingat anak. Hal ini dapat diaplikasikan menggunakan konsep belajar
penemuan (Discovery Learning) yakni memahami konsep, arti, dan hubungan melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila
individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and
principles in the mind.
Teori Belajar Bruner Hasil Belajar
Peserta Didik (Discovery Peserta Didik
Learning) Materi Bilangan
Pecahan

Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir


Dilihat dari skema tersebut penelitian ini memiliki maksud guna
mengetahui adakah pengaruh penerapan teori belajar Bruner melalui metode
Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta di SDN 2 Indralaya pada didik
materi bilangan pecahan.

2.11 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan uraian dari kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan
hipotesis pada penelitian ini yaitu:
H 0 :Tidak terdapat pengaruh penerapan teori belajar Bruner “Discovery Learning
terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV materi pecahan SDN 2 Indralaya.
H a :Terdapat pengaruh penerapan teori belajar Bruner “Discovery Learning”
terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV materi pecahan SDN 2 Indralaya..

C. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
dengan metode penelitian eksperimen yaitu pre-eksperimental design. Penelitian ini
menggunakan satu sampel yaitu kelas eksperiment itu sendiri. Pada kelas eksperiment
diberi perlakuan berupa penggunaan teori belajar Bruner melalui metode Discovery
Learning dalam proses kegiatan belajar mengajar pada materi bilangan pecahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan suatu perlakuan terhadap sampel.

3.2 Variabel Penlitian


Dalam penelitian ini terdapat dua variable yang terlibat, yaitu:
Variable bebas : Penggunaan teori belajar Bruner melalui metode Discovery
Discovery Learning
Variable terikat : Hasil belajar materi bilangan pecahan

3.3 Desain Penelitian


Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian pre-eksperimental design
dengan menggunakan desain penelitian yaitu one group pretest-postest design. Desain
dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

O1 × O2

Dimana:
O1=¿ Pretest (sebelum dilakukan treatment atau perlakuan)
O2=¿ Post-test (sesudah dilakukan treatment atau perlakuan)
×=¿ Treatment (perlakuan)

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2015) populasi penelitian diartikan sebagai kesemua objek
atau subjek yang telah ditetapkan oleh peneliti yang mempunyai kualitas ataupun
karakter tertentu untuk diamati, dipelajari, dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh peserta didik kelas IV SDN 2
Indralaya tahun ajaran 2020/2021.

3.4.2 Sampel
Menurut Notoadmodjo (2010), sampel dalam penelitian diartikan sebagai subjek
ataupun objek yang mewakili semua populasi yang sedang dilakukan penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi sampelnya kelas IV B sebagai kelas eksperimen dengan
pembelajaran materi bilangan pecahan menggunakan teori belajar Bruner Discovery
Learning. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
teknik Random Sampling karena tidak ada kelas unggulan di SDN 2 Indralaya sehingga
setiap anggota populasinya dianggap homogen.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan datanya adalah
menggunakan tes yang terdiri dari pretest dan posttest. Pretest merupakan tes prestasi
belajar yang diberikan untuk mendapatkan nilai awal peserta didik sebelum dilakukan
treatment atau perlakuan kegiatan belajar mengajar teori belajar Bruner melalui metode
Discovery Learning pada materi bilangan pecahan, sedangkan posttest merupakan tes
prestasi belajar yang diberikan untuk mendapatkan nilai peserta didik setelah dilakukan
treatment atau perlakuan kegiatan belajar mengajar menggunakan teori belajar Bruner
Discovery Learning pada materi bilangan pecahan yang kemudian nilai pretest dan
posttest tersebut akan dibandingkan untuk melihat apakah penggunaan menggunakan
teori belajar Bruner melalui metode Discovery Learning berpengaruh terhadap hasil
belajar peserta didik pada materi bilangan pecahan.

3.6 Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial dalam
teknik analisis datanya. Statistic deskriptifnya terdiri dari nilai maksimum, nilai
minimum, varians, rata-rata, dan uji gain score ternormalisasi. Untuk data hasil belajar
peserta didik diperoleh dari nilai tes evaluasi akhir yang mengacu pada pedoman
tahapan kemampuan pemecahan masalah Polya yang terdiri dari:
1) Memahami Masalah
2) Merencanakan Pemecahan Masalah atau Memilih Strategi
3) Melaksanakan Rencana atau Strategi yang telah dibuat
4) Memeriksa Kembali
Untung memperoleh nilai akhir dilakukan dengan rumus:
skor perolehan
N= ×100 % … … … … … … … … … … … … … …(3.1)
skor Max

Selanjutnya nilai yang telah didapat digolongkan sesuai table dibawah ini:
Tabel 3.2 Kualifikasi atau Penggolongan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi
Pecahan

(Sumber: Nurhayati, Meirista, E., Suryani, D. R., 2019).


Lalu selanjutnya menggunakan uji gain score untuk mengetahui seberapa significant
pada peningkatan nilai pretest dan posttest menggunakan rumus:
⟨ S posttest ⟩ − ⟨ S pretest ⟩
⟨ g ⟩= … … … … … … … … … … … …(3.2)
nilai max s kore− ⟨ S pretest ⟩

Dengan:
⟨g⟩ : gain skore
⟨ S posttest ⟩ : Nilai postest
⟨ S pretest ⟩ : Nilai pretest
nilai max s kore : nilai maksimal yang mampu diperoleh dalam hal ini adalah 100
Selanjutnya skore gain yang telah diperoleh dikategorikan sesuai table dibawah ini:
Tabel 3.3 Kategori Gain Termolisasi
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan statistik inferensial. Yaitu dilakukan uji
normalitas yaitu dengan metode Kolmogorov-Smirnov dengan taraf significant 0,05
dengan SPSS untuk mengetahui dsts tersebut berdidtribusi normal atau tidak. Dengan
hipotesis pengujian :
H 0 : data didapat dari populasi yang berdistribusi normal
H a : data didapat dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Apabila Asymp. Sig>0,05 maka H 0 diterima yang artinya data berasal dari populasi
yang berdistibusi normal.
Apabila Asymp. Sig <0,05 maka H 0 ditolak yang artinya data berasal dari populasi yang
tidak berdistibusi normal.
Selanjutnya melakukan Uji Hipotesis dengan uji-t untuk mengetahui perbandingan nilai
pada pretest dan posttest.
Dengan hipotesis statistic:
H 0 : μ1 ≥ μ2 tidak terdapat pengaruh penggunaan teori belajar Bruner melalui metode
Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV SDN 2
Indralaya
H a : μ1 < μ2 terdapat pengaruh penggunaan teori belajar Bruner melalui metode
Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta didik kelas IV SDN 2
Indralaya
Menggunakan rumus:
Md


t hitung = … … … … … … … … … … … (3.3)
2
(∑ d )
∑ d 2− n
n( n−1)

Dimana M d =
∑ d … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …(3.4)
n

Dengan :

M d =¿ Main gain antara pre dan pottest

d=¿ selisih gain skor pre dan posttest

n=¿ jumlah subyek penelitian


Apabila t hitung > t tabel maka H 0 ditolak

Apabila t hitung ≤ t tabel maka H 0 diterima

Dengan taraf significant 0,05.


DAFTAR PUSTAKA

Rijal, S. (2016). Efektivitas Pembelajaran Matematika Siswa Melalui Penerapan


Teori Belajar Bruner. Prosiding, 2(1).

Widyaningrum, R. (2011). Tahapan J. Bruner dalam Pembelajaran Matematika


pada Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di Sekolah Dasar
(SD/MI). Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 9(1),
65-80.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. https://kbbi.kemdikbud.go.id


https://id.wikipedia.org/wiki/Pecahan
http://liskusmijono.blogspot.com/2011/12/penerapan-teori-bruner-untuk.html?
m=1
ttps://www.kompasiana.com/septianiayurosita/5c7debc743322f35190fea66/
kurikulum-2013-di-sekolah-dasar-sudah-efektifkah

Anda mungkin juga menyukai