Anda di halaman 1dari 28

ABSTRAK

Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan
kembali, apabila limbah ini terlalu banyak di lingkungan maka akan berdampak
pada pencemaran lingkungan dan masyarakat sekitar. Produksi air laundry akibat
tumpukan sampah akan mencemari lingkungan dan air tanah di bawahnya apabila
tidak diolah dengan baik. Air laundry memiliki banyak padatan tersuspensi
sehingga memerlukan koagulan sebagai pengikat antar partikel padatan.
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi zat padat total (TS), total
zat padat tersuspensi (TSS) dan total zat padat terlarut (TDS) serta menghitung
efisiensi penggunaan koagulan pada pengolahan limbah cair. Limbah cair yang
digunakan dalam praktikum ini adalah limbah cair air laundry. Berdasarkan hasil
praktikum, penambahan koagulan untuk analisa TS, TSS dan TDS. Koagulasi
berfungsi untuk mengubah partikel padatan dalam air baku yang tidak bisa
mengendap menjadi mudah mengendap. Konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah
cair air laundry yang diolah tanpa koagulasi secara berturut-turut sebesar 42
mg/mL, 0,6 mg/mL dan 6 mg/mL, sedangkan konsentrasi TS, TSS dan TDS
limbah cair air laundry yang diolah dengan koagulasi secara berturut-turut sebesar
40 mg/mL, 3,1 mg/mL dan 25 mg/mL. Penggunaan koagulan tidak memberikan
efisiensi yang cukup besar bagi konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah cair air
laundry yaitu hanya sebesar 4.8 %.

Kata Kunci: Koagulasi, Limbah, Zat padat total, Zat padat tersuspensi, Zat
padat terlarut

ABSTRACT

Waste is the residual result of a process that cannot be reused, if there is too
much waste in the environment it will have an impact on environmental pollution
and the surrounding community. Leachate Production due to piles of garbage will
pollute the environment and groundwater below if it is not treated properly.
Leachate has a lot of suspended solids so it requires a coagulant as a binder
between solid particles. This practice aims to determine the concentration of total
solids (TS), total suspended solids (TSS) and total dissolved solids (TDS) and
calculate the efficiency of using coagulants in wastewater treatment. The liquid
waste used in this lab is leachate liquid waste. Based on the experimental results,
the addition of coagulant will reduce the concentration of TS, TSS and TDS.
Coagulation serves to change the solid particles in the raw water that cannot
settle to become easily precipitated. The TS, TSS and TDS concentrations of
leachate wastewater treated without coagulation were 42 mg/mL, 0.6 mg/mL and
6 mg/mL, respectively, while the TS, TSS and TDS concentrations of leachate
wastewater treated with coagulation levels were 40 mg/mL, 3.1 mg/mL and 25
mg/mL, respectively. The use of coagulant don’t provides considerable efficiency
for the concentration of TS, TSS and TDS of leachate wastewater, which is 4.8%.

Keywords: Coagulation, Waste, Total solids, Suspended solids, Dissolved solids

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2
2.1 Limbah cair.................................................................................................2
2.2 Karakteristik Limbah Cair..........................................................................3
2.3 Proses Laundry............................................................................................3
2.4 Jenis-jenis limbah........................................................................................5
2.5 Kualitas limbah...........................................................................................7
2.6 Pengolahan Limbah Metode Koagulasi......................................................10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ...........................................................6
3.1 Alat yang digunakan...................................................................................6
3.2 Bahan yang digunakan................................................................................6
3.3 Prosedur percobaan.....................................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................7
4.1 Hasil............................................................................................................7
4.2 Pembahasan ................................................................................................7
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................8
5.1 Kesimpulan..................................................................................................8
5.2 Saran............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laundry adalah salah satu penyedia jasa layanan dalam hal cuci mencuci
pakaian. Maraknya usaha laundry yang berdiri, berdampak pada tingkat
pencemaran air limbah domestik di lingkungan, dan berpotensi menjadi ancaman
yang cukup serius terhadap pencemaran lingkungan dimasa mendatang. Limbah
laundry berupa air yang mengandung deterjen, yang berupa zat surface active
(surfaktan), yaitu anionik kationik, dan non ionik. Surfaktan sulfonat yang
digunakan adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), dan Linier Alkyl Sulfonate
(LAS), yang dapat menimbulkan buih dalam proses pencucian dan tergolong
toksik. Lingkungan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam
konsentrasi tinggi dapat membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang
mengkonsumsi biota tersebut (Prihessy, 1999).
Limbah cair laundry yang melimpah mengandung padatan tersuspensi
maupun terlarut akan mempengaruhi ekologi hayati yang menimbulkan zat
beracun maupun menjadi media tumbuhnya kuman. Untuk mengetahui beban
pencemaran pada air limbah dilakukan dengan mengukur BOD (Biological
Oxygen Demand), COD (Chemical 2 Oxygen Demand), tingkat keasaman (pH),
Total Suspended Solid (TSS), dan Total Disolved Solid (TDS). Salah satu cara
sistem pengolahan air limbah yaitu dengan cara koagulasi yaitu dicampurkannya
koagulan dengan pengadukan secara cepat guna mendistabilisasi koloid dan solid
tersuspensi yang halus, dan masa inti partikel, kemudian membentuk jonjot mikro
(mikro flok) (Rizka, 2005).

1.2 Tujuan Percbaan


1. Menentukan zat padat total (TS), zat padat tersuspensi (TSS), dan zat-zat
padat terlarut(TDS)
2. Menghitung efisiensi penggunaan koagulan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair


Secara sederhana limbah cair dapat didefinisikan sebagai air buangan yang
berasal dari aktivitas manusia dan mengandung berbagai polutan yang berbahaya
baik secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya,
limbah cair dapat dibedakan atas limbah rumah tangga dan limbah industri,
sedangkan polutan yang terdapat dalam limbah dapat dibedakan atas polutan
organik dan polutan anorganik dan umumnya terdapat dalam bentuk terlarut atau
tersuspensi (Uyun, 2012).
Polutan yang terdapat dalam limbah cair merupakan ancaman yang cukup
serius terhadap kelestarian lingkungan, karena di samping adanya polutan yang
beracun terhadap biota perairan, polutan juga mempunyai dampak terhadap sifat
fisika, kimia, dan biologis lingkungan perairan. Dengan kata lain, perubahan sifat-
sifat air akibat adanya polutan dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air
sehingga berdampak negatif terhadap kelestarian ekosistem perairan dalam
berbagai aspek (Uyun, 2012). 
2.2 Karakteristik Limbah Cair
Limbah cair dapat didefinisikan sebagai sampah berwujud cair yang
dihasilkan dari proses industri atau kegiatan lain yang dilakukan oleh manusia.
Limbah cair dapat dibedakan menjadi beberapa golongan berdasarkan asal
limbahnya yaitu, limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri
(Uyun, 2012).
Apabila limbah cair dibuang langsung ke perairan tanpa diolah 8 terlebih
dahulu, maka akan menimbulkan berbagai dampak pada biota perairan, sifat kimia
dan sifat fisika air. Sifat fisika yang bekaitan dengan pencemaran air adalah suhu,
warna, bau, rasa dan kekeruhan. Suhu air limbah umumnya lebih tinggi
dibandingkan suhu air normal, karena kadar oksigen terlarut dalam limbah lebih
rendah dari pada kadar oksigen terlarut pada air normal. Timbulnya warna pada
air disebabkan oleh adanya bahan organik terlarut dan tersuspensi termasuk

2
3

diantaranya yang bersifat koloid. Dengan demikian, diketahui bahwa


intensitas warna berbanding lurus dengan konsentrasi polutan dalam limbah,
yang artinya intensitas warna dapat memperlihatkan kualitas suatu limbah. Bau
dan rasa pada air limbah timbul karena adanya penguraian bahan-bahan organik
terlarut secara mikrobiologis. Kekeruhan adalah ciri lain dari limbah cair yang
disebabkan oleh partikel tersuspensi dalam limbah yang menimbulkan dampak
negatif paling nyata yaitu turunnya daya serap air akan cahaya matahari, sehingga
proses kehidupan biota perairan terganggu (Uyun, 2012).
Selain sifat fisika, polutan dalam limbah juga akan mempengaruhi sifat kimia
air yaitu adanya perubahan derajad keasaman (pH) serta tingginya nilai Biological
Oxygen Demand (BOD) dan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) limbah.
Derajad keasaman air merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
aktivitas kehidupan dalam perairan. Terjadinya perubahan pH pada air tercemar
adalah akibat dari penguraian berbagai polutan organik yang terdapat dalam
limbah, sehingga akan mempengaruhi nilai COD dan BOD. pH, COD dan BOD
ketiganya merupakan parameter kualitas limbah karena dapat 9 menyatakan kadar
oksigen yang dibutuhkan dalam menguraikan polutan organik dalam limbah
(Uyun, 2012).
Di dalam air terdapat berbagai jenis mikroorganisme seperti candawan, alga,
bakteri, protozoa, dan virus, yang memanfaatkan bahan organik yang ada dalam
limbah sebagai media untuk pertumbuhannya. Hal tersebut mengakibatkan air
limbah tidak layak digunakan dan dikonsumsi (Uyun, 2012).
2.3 Air Limbah Laundry
Menurut (Swahdendi, 2016) air limbah adalah cairan buangan dari rumah
tangga, industri dan tempat-tempat umum lain yang mengandung bahan-bahan
atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk lainnya
serta mengganggu kelestarian lingkungan. Air limbah memiliki karakteristik
secara fisika, kimia, dan biologi. Secara fisik, air limbah memiliki karakteristik
yang diamati suhu, warna, bau dan kekeruhan. Karakteristik air limbah secara
kimia yaitu terdapat berbagai macam kandungan dalam air limbah seperti bahan-
bahan organik dan anorganik. Kandungan tersebut mencakup pH, BOD, COD dan
bahan kimia berbahaya seperti fosfor, nitrogen, dan klorida. Pada karakteristik
4

biologi umumnya terkandung berbagai macam organisme seperti bakteri,


jamus, dan organisme air sejenis (Suwahdendi, 2016). Berdasarkan sumber
penghasilnya, air limbah dibagi menjadi dua jenis yaitu air limbah industri dan air
limbah domestik (Helmer dan Hespanhol, 1997 dalam Suwahdendi, 2016).
Menurut Swahdendi (2016) Air limbah domestik adalah air hasil buangan
dari perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Air
limbah domestik dikarakteristikan sebagai grey water dan black water. Grey
water adalah limbah domestik yang berasal dari air bekas cucian piring, air bekas
mandi dan cuci pakaian. Sedangkan black water adalah air limbah yang
dikelurkan melalui toilet, urinoir dan bidets. Air limbah laundry berasal dari sisa
proses kegiatan mencuci pakaian. Maka dari itu, air limbah tersebut dapat
digolongkan ke dalam kategori grey water.
Menurut Tjandraatmadja dan Diaper (2006) dalam Swahdendi (2016),
pengaruh perubahan kualitas grey water selama 10 tahun terakhir ini adalah
berubahnya formula pada produk laundry seperti deterjen, softener, pemutih, dan
jenis produk laundry lainnya.
Laundry merupakan proses kompleks yang melibatkan antara beberapa faktor
fisik dan kimiawi. Pada proses ini kotoran yang melekat pada pakaian dibersihkan
dengan mempergunakan air dan deterjen. Tahapan yang terjadi pada proses ini
adalah kotoran yang melekat pada pakaian akan dilepaskan oleh larutan deterjen
dan dilanjutkan dengan stabilisasi air yang berisi kotoran supaya kotoran tersebut
tidak menempel kembali pada permukaan pakaian. Kemampuan membersihkan
pakaian dalam roses laundry sangatlah tergantung pada beberapa faktor seperti
jenis bahan pakaian, jenis kotoran, kualitas air, peralatan mencuci, dan komposisi
deterjen (Suwahdendi, 2016).
Diantara faktor tersebut yang memegang peranan penting adalah komposisi
deterjen. Air pada proses laundry berfungsi sebagai pelarut bagi deterjen dan
kotoran yang menempel di pakaian. Air juga berfungsi sebagai media perpindahan
untuk komponen tanah yang terlarut maupun terdispersi. Proses laundry dimulai
dengan membasahi dan penetrasi larutan deterjen pada pakaian yang kotor. Air
mempunyai tegangan permukaan yang sangat tinggi yaitu 72 mN/m padahal
proses pembasahan pakaian dapat berjalan lebih cepat dan efektif jika tegangan 10
5

permukaannya berkurang sampai 30 mN/m. Pada proses inilah peranan dari


surfaktan sebagai bahan baku deterjen untuk menurunkan tegangan permukaan
(Suwahdendi, 2016).
Kualitas air yang jelek dapat mempengaruhi proses pencucian dan
menimbulkan masalah pada mesin cuci. Ion kalsium dan magnesium yang
bertanggung jawab terhadap kesadahan air dapat menimbulkan terbentuknya
endapan. Endapan ini disebabkan oleh terbentuknya residu pada proses laundry
dan dapat membentuk kerak pada mesin cuci sehingga berakibat pada
terganggunya fungsi dari elemen pemanas dan komponen mesin cuci yang lain.
Kandungan kalsium yang tinggi dalam air dapat menghalangi proses
menghilangkan partikel tanah pada kotoran yang melekat pada pakaian. Selain itu,
keberadaan ion logam seperti besi, tembaga dang mangan dapat merugikan proses
laundry. Ion – ion tersebut dapat menjadi katalis dari dekomposisi agen pemutih
(bleaching agents) sehingga fungsinya menjadi terganggu. Kotoran yang melekat
pada pakaian dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: debu dari udara, kotoran
yang dihasilkan badan (mislanya keringat), pengotor yang berasal dari aktifitas
domestik, komersial dan industri (Swahdendi, 2016)

2.4 Jenis-Jenis Limbah


Menurut (Fitra et al, 2015)Berdasarkan karakteristiknya, limbah limbah
dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu:
1. Limbah cair
Limbah cair merupakan sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (PP 82 tahun 2001). Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan
berdasarkan pada:
a. Sifat Fisika dan Sifat Agregat. Keasaman sebagai salah satu contoh sifat
limbah dapat diukur dengan menggunakan metoda Titrimetri.
b. Parameter Logam, contohnya Arsenik (As) dengan metoda SSA.
c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH3-N) dengan metode Biru
Indofenol.
d. Organik Agregat contohnya Biological Oxygen Demand (BOD).
e. Mikroorganisme contohnya E Coli dengan metoda MPN.
f. Sifat khusus contohnya Asam Borat (H3BO3) dengan metode Titrimetri.
6

g. Air laut contohnya tembaga (Cu) dengan metoda SPR-IDA-SSA .

2. Limbah padat
Limbah padat merupakan hasil buangan industri yang berupa padatan,
lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat
berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya
berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan,
perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis
limbah padat seperti kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan. plastik, metal, dll.
Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi pabrik gula, pulp, kertas,
rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging (Fitra et
al, 2015).

Secara garis besar limbah padat terdiri dari:


a. Limbah padat yang mudah terbakar
b. Limbah padat yang sukar terbakar
c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang
e. Limbah radioaktif
f. Bongkaran bangunan
g. Lumpur
3. Limbah gas dan partikel
Menurut (Fitra et al, 2015) ada beberapa metode yang telah dikembangkan
untuk penyederhanaan buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah
absorbsi, pembakaran, penyerapan ion, kolam netralisasi dan pembersihan
partikel.

Pemilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut:


a. Jenis bahan pencemar (polutan)

b. Komposisi

c. Konsentrasi

d. Kecepatan air polutan

e. Daya racun polutan


7

f. Berat jenis

g. Reaktivitas

h. Kondisi lingkungan

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung


bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya dan
jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak
serta membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian
kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan limbah B3
ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan
lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar dan meningkatkan
kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Fitra et al, 2015).

2.5 Kualitas Limbah


a. Total Solid (TS)
Total solid merupakan suspended solid dan dissolved solid yang diperoleh
dari pemisahan padatan dan cairan dengan pemanasan atau evaporasi. Material
yang tersisa pada temperatur 105℃ inilah yang disebut total solid. Total padatan
adalah padatan yang tersisa setelah penguapan sampel hingga berat konstan pada
suhu 105℃. Total solid biasanya ditentukan dalam oven melalui proses
pengeringan, yang dapat dibagi dalam dua sub-proses. Pertama, perpindahan
panas antara lingkungan sekitarnya dan permukaan padat menyebabkan
kelembaban menguap. Kedua, karena gradien temperatur dalam padatan, air
terperangkap ke dalam mikrostruktur padat bermigrasi ke permukaan dan
8

kemudian menguap. TS dapat dibagi lagi menjadi volatile solid atau padatan
organik dan fixed solid atau padatan anorganik (Rezagama, 2017)

b. Total Dissolved solids (TDS)


Total Dissolved solids atau benda padat yang terlarut yaitu semua mineral,
garam, logam, serta kation-anion yang terlarut di air. Termasuk semua yang
terlarut di luar molekul air murni (H2O). Secara umum, konsentrasi benda-
benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion di dalam air. TDS
terukur dalam satuan Parts per Million (ppm) atau perbandingan rasio berat ion
terhadap air.
Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak
tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini
terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air,
mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan
anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air
buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air,
misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.
Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik
yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak
menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat
organik terlarut bersifat karsinogen. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut
khususnya zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung membentuk
senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya.
Benda-benda padat di dalam air tersebut berasal dari banyak sumber,
organik seperti daun, lumpur, plankton, serta limbah industri dan kotoran. Sumber
lainnya bisa berasal dan limbah rumah tangga, pestisida, dan banyak lainnya.
Sedangkan, sumber anorganik berasal dari batuan dan udara yang mengandung
kalsium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur, dan mineral lain. Semua
benda ini berbentuk garam, yang merupakan kandungannya perpaduan antara
logam dan non logam. Air juga mengangkut logam seperti timah dan tembaga
saat perjalanannya di dalam pipa distribusi air minum.
c. Total Suspended solids (TSS)
Total Suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu
9

dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2
μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah
lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS
umumnya dihilangkan dengan flokuasi dan penyaringan. TSS memberikan
kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk
fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat
dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk
menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel
tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan
intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk
partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg/L dari fine
talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari
sampel yang mengandung 1.000 mg/L coarsely ground talc . Kedua sampel juga
akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung
1.000 mg/L ground pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai
TSS yang sama.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut
total (TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur
sebagai berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk
menghindari kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau
kehilangan bahan akibat penguapan atau oksidasi (Pamungkas, 2014).

d. Biological Oxygen Demand (BOD)


BOD didefinisikan sebagai oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk memecahkan bahan-bahan organik yang ada di dalam air. Uji BOD
dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk
maupun perindustrian. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
dibutuhkan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya dari proses
oksidasi (Rezagama, 2017).

e. Chemical Ox gen Demand (COD)


COD (chemical oxygen demand) atau kebutuhan oksigen kimiawi yang
jumlah oksigen yang dibutuhkan agar bahan buangan yang ada didalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimiawi atau banyaknya oksigen-oksigen yang
10

dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. COD
merupakan salah satu parameter kunci sebagai pendeteksi tingkat pencemaran air.
Semakin tinggi COD, maka semakin buruk kualitas air yang ada (Rezagama,
2017).

2.6 Pengolahan Limbah Metode Koagulasi


Koagulasi merupakan proses dimana terjadi destabilisasi pada suspensi atau
larutan. Fungsi koagulasi di sini adalah untuk mengatasi faktor-faktor yang
menstabilkan sistem. Reaksi koagulasi dapat berjalan dengan membubuhkan zat
pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan merupakan bahan
yang dapat mempercepat terjadinya koagulasi (Kusnaedi, 2004).

Koagulan berfungsi untuk menetralkan muatan listrik pada partikel-partikel


halus sehingga dapat meningkatkan jarak efektif gaya tarik menarik London-Van
Der Waals dan membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Jenis-jenis
koagulan yang digunakan saat ini sangat beragam. Dari seluruh jenis koagulan
tersebut memiliki sifat, karakteristik dan cara kerja yang berbeda. Beberapa jenis
koagulan yang sering digunakan adalah Lime [CaO atau Ca(OH)2], Alum
[Al2(SO4)3.14H2O], Ferri klorida (FeCl3), Ferro sulfat (FeSO4.7H2O) dan
Polialuminium klorida. Pada proses koagulasi, koagulan yang mengandung
garam aluminium atau besi ditambahkan ke dalam air sehingga terbentuk
kompleks aluminium hidroksida atau besi hidroksida yang bermuatan positif.
Partikel bermuatan positif ini akan mengadsorpsi partikel koloid bermuatan
negatif seperti tanah liat dan partikel- partikel lain penyebab timbulnya warna dan
kekeruhan (Kusnaedi, 2004).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah, Erlenmeyer, Corong,
Gelas ukur, Cawan penguap, Timbangan analitik, Kertas saring, Oven.
3.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Air limbah Laundry dan
Aluminium Sulfat (Tawas) 5 % dari sampel sebagai koagulan.

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Total Solids (TS) Sebelum ditambahkan Aluminium Sulfat
1. Cawan porselen (kosong) dikeringkan di dalam Oven pada suhu 105℃
selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang
berat cawan kosong.
2. 10 mL sampel (Air laundry) dimasukkan ke dalam cawan porselen yang
sudah dikeringkan, kemudian diuapkan dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 105℃ , lalu didinginkan di dalam desikator selama 5 menit dan
ditimbang berat cawan + residu. Lakukan hal tersebut sampai didapat berat
konstan.
3.2.2 Total Suspended Solids (TSS) Sebelum ditambahkan Aluminium Sulfat
1. Dipanaskan kertas saring di dalam Oven pada suhu 105℃ selama 30
menit, kemudian didinginkan didalam desikator lalu ditimbang berat kertas
saring.
2. Diambil 100 mL sampel (Air Laundry), lalu saring dengan menggunakan
kertas saring yang sudah ditimbang tadi.
3. Dikeringkan bagian yang tinggal di kertas saring dan kertas saringnya di
dalam Oven pada suhu 105℃ selama 1 jam, kemudian didinginkan di
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.
3.2.3 Total Dissolved Solids (TDS) Sebelum ditambahkan Aluminium Sulfat

11
12

1. Cawan porselen (kosong) dikeringkan di dalam Oven pada suhu 105℃


selama 15 menit, kemudian didinginkan didalam desikator selama 5 menit
lalu ditimbang berat cawan kosong.
2. 10 mL filtrat sampel (Air Laundry) pada prosedur Analisa Total
Suspended Solid dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah
dikeringkan, kemudian diuapkan dan dikeringkan di dalam Oven pada suhu
105℃ , lalu didinginkan di dalam desikator selama 5 menit dan ditimbang
berat cawan + residu. Lakukan hal tersebut sampai didapat berat konstan
3.2.4 Setelah Penambahan Aluminium Sulfat
1. Ditambahkan koagulan 5% sebanyak 5 gram kedalam 100 ml larutan
sampel.
2. Dilakukan kembali analisa TS, TSS dan TDS seperti prosedur diatas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh pada percobaan pengolahan limbah cair (air
Laundry) dengan metode koagulasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil percobaan pengolahan limbah cair (air Laundry) dengan metode
koagulasi
Pengolahan Limbah Pengolahan Limbah
Parameter Tanpa Koagulan Penambahan Efisiensi
Koagulan (%)
TS 42 mg/mL 40 mg/mL 4,8
TSS 0,6 mg/mL 3.1 mg/mL
TDS 6 mg/mL 25 mg/mL

4.2 Pembahasan
Pada percobaan pengolahan limbah cair dengan menggunakan metode
koagulasi dimana limbah cair yang digunakan yaitu air Laundry. Sedangkan
untuk koagulan yang digunakan adalah Aluminium Sulfat. Air Laundry
merupakan air limbah yang dihasilkan akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah yang melarutkan materi-materi organik hasil dekomposisi
sampah. Koagulasi merupakan proses penambahan zat kimia (koagulan) yang
memiliki kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga
partikel siap membentuk flok (gabungan partikel-partikel kecil) (Wagiman dan
Setioningrum, 2014).
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat juga bahwa penggunaan koagulan tidak
memberikan pengaruh terhadap penurunan konsentrasi dimana efisiensi dari
penggunaan koagulan yaitu sebesar 4,8%. Secara keseluruhan, perbandingan
konsentrasi terhadap berbagai nnalisa zat padat pada limbah cair (air laundry)
hasil percobaan, baik dengan penambahan koagulan maupun tanpa penambahan
koagulan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.

13
14

45
40

Konsentrasi (mg/mL)
35
30
25
20
15
10
5
0
TS TSS TDS
Analisis Zat Padat

Pengolahan tanpa koagulan Pengolahan dengan koagulan


Gambar 4.1 Diagram perbandingan konsentrasi terhadap berbagai Analisa zat
padat pada limbah cair (air laundry)
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa konsentrasi TS, TSS dan TDS
limbah cair (air laundry) yang mengalami proses koagulasi lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah cair yang tidak
mengalami proses koagulasi. Pada prinsipnya koagulan berfungsi untuk
menetralkan muatan listrik pada partikel-partikel halus sehingga dapat
meningkatkan jarak efektif gaya tarik menarik Van Der Waals meningkat dan
membentuk partikel-partikel yang lebih besar . Penambahan koagulan akan
memperkecil konsentrasi TS, TSS dan TDS. Hal tersebut dikarenakan sifat
koagulan yang mampu membuat partikel-partikel koloid dalam limbah bergabung
membentuk flok dan mengendap karena adanya gaya gravitasi (Moerdiyanti et al.,
2014)
Pada percobaan ini hasil yang didapat berbanding terbalik dengan teoritis ,
hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain dari manusia itu sendiri
atau human error. Hal lain yang menyebabkan adalah dosis koagulan yang
diberikan, karena untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi
sangat tergantung dari dosis yang dibutuhkan, bila pembubuhan koagulan sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan
dengan baik. Faktor lain yang menyebabkan adalah ritme pengadukan, tujuan
untuk pengadukan untuk mencampurkan koagulan kedalam air. Dalam
pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus benar-benar
15

merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi dengan


partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan pengadukan
sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok, bila pengadukan terlalu lambat
mengakibatkan lambatnya flok terbentuk dan sebaliknya apabila pengadukan
terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk dan kemungkinan akan lolos
dalam tahap penyaringan yang menyebabkan koagulan tidak berfungsi efektif
(Rahimah et al., 2016)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah cair (air laundry) yang mengalami
proses koagulasi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi TS, TSS dan
TDS limbah cair yang tidak mengalami proses koagulasi. Yang diolah tanpa
koagulasi secara berturut-turut yaitu sebesar 42 mg/mL, 0,6 mg/mL dan 6
mg/mL. Sedangkan konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah cair yang diolah
menggunakan koagulan secara berturut-turut sebesar 40 mg/mL, 3.1 mg/mL
dan 25 mg/mL. Banyak hal yang menyebabkan pada percobaan ini terutama
pada manusia itu sendiri/human error
2. Penggunaan koagulan tidak memberikan efisiensi yang cukup besar terhadap
penurunan konsentrasi TS, TSS dan TDS limbah cair (air laundry) yaitu
hanya sebesar 4,8%.

5.2 Saran
Setelah dilakukannya praktikum ini, praktikan memberikan saran kepada
praktikan selanjutnya agar lebih teliti dalam melakukan penimbangan dan
penyaringan agar mendapatkan hasil yang bagus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fitra, A. G., Darmawati, G., Sitompul N., & Sakinah, R. W. (2015). Pengolahan
Limbah Cair Industri Dengan Metoda Koagulasi. Pekanbaru: Universitas
Riau

Kusnaedi. (2004). Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Surabaya: Penebar
Swadaya.

Moerdiyanti, M., Zahara, T. A., & Jati, D. R. (2014). Pdam Kota Pontianak
Sebagai Koagulan Untuk Pengolahan Air Bersih. Jurnal Teknologi
Lingkungan Lahan Basah, 1(492), 1–10.
Rahimah, Z., Heldawati, H., & Syauqiyah, I. (2016). Rohimah 107892-ID-
pengolahan-limbah-deterjen-dengan-metode. Konversi, 5(2), 13–19.

Rezagama, A. (2017). Pengolahan Lindi Dengan Metode Koagulasi-Flokulasi


Menggunakan Koagulan Aluminium Sulfat dan Metode Ozonisasi Untuk
Menurunkan Parameter BOD , COD , dan TSS ( Studi Kasus Lindi TPA
Jatibarang ). Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 1–13.
Suwahdendi, M. P. 2016. Efektifitas Batu Vulkanik Dan Arang Sebagai Media
Filter Pengolahan Air Limbah Laundry Dengan Menggunakan Sistem
Pengolahan Constructed Wetland. Skripsi. Universitas Udayana.
Denpasar.
Tjandraatmaja., Diaper. 2006. Analisis kualitas perairan yang tercemar oleh
limbah laundry. Jurnal Ilmu Lingkungan. ISSN: 1829-8907. Vol. 10
ISSUE 1:38-48.
Uyun, Kurratul. 2012. Studi Pengaruh Potensial, Waktu Kontak, Dan pH
Terhadap Metode Elektrokoagulasi Limbah Cair Restoran Menggunakan
Elektroda Fe Dengan Susunan Monopolar Dan Dipolar. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung
Wagiman, & Setioningrum, D. (2014). Modul Praktikum Pengendalian Limbah
Industri. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

17
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul : Pengolahan Limbah Cair Metode Koagulasi


Tanggal : 1 November 2022
Kelompok : 3 (tiga)
Anggota : 1. Alya Az Zahra (2007036179)
2. Muhammad Akbar (2007034769)
3. Chantika Maharani (2007036668)
A. TS sebelum ditambahkan koagulan
 Cawan kosong : 81,31
 Sampel : 10 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


15 87,58
30 84,78
45 83,26
60 81,72
75 81,72

B. TSS sebelum ditambahkan koagulan


 Kertas saring kosong : 1,03 gr
 Sampel : 100 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


15 1,09
C. TDS sebelum ditambahkan koagulan
 Cawan kosong : 96,29 gr
 Sampel : 10 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


15 101,05
30 98,71
45 97,12
60 96,35
75 96,35

D. TS sesudah ditambahkan koagulan


 Cawan kosong : 65,36
 Sampel : 10 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


15 72,18
30 70,88
45 83,26
60 81,72
75 81,72

E. TSS sesudah ditambahkan koagulan


 Kertas saring kosong : 1,03 gr
 Sampel : 100 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


30 1,34
F. TDS sesudah ditambahkan koagulan
 Cawan kosong : 56,45 gr
 Sampel : 10 ml

Waktu (menit) Hasil (gr)


15 64,14
30 62,99
45 61,66
60 59,72
75 56,82
90 56,70
105 56,70

Mengetahui,
Asisten Pratikan

(Irene Olyvia.s) Alya Az Zahra


LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

Tanpa Penambahan Koagulan


1. Total Solid (TS)
Berat cawan kosong (a) = 81,30 gr
Berat cawan + residu (b) = 81,72 gr
Berat sampel (c) = 10 ml = 0,01 L
( b−a )
TS= x 1000
c

( 81,72−81,30 ) gr
¿ x 1000 mg
10 mL

¿42 mg/mL

2. Total Suspended Solid (TSS)


Berat kertas saring kosong (a) = 1,03 gr
Berat kertas saring + residu (b) = 1,09 gr
Berat sampel (c) = 100 ml
( b−a )
TSS= x 1000
c

(1,09−1,03 ) gr
¿ x 1000 mg
100 mL

¿0,6 mg/mL

3. Total Desolved Solid (TDS)


Berat cawan kosong (a) = 96,29 gr
Berat cawan + residu (b) = 96,35 gr
Berat sampel (c) = 10 ml
( b−a )
TDS= x 1000
c

( 96,35−96,29 ) gr
¿ x 1000mg
10 mL
¿6 mg/mL
B.2. Pengolahan Limbah Rumah Tangga dengan Penambahan Koagulan

1. Total Solid (TS)


Berat cawan kosong (a) = 65,36 gr
Berat cawan + residu (b) = 65,76 gr
Berat sampel (c) = 10 ml
( b−a )
TS= x 1000
c

( 65,76−65,36 ) gr
¿ x 1000 mg
10 mL

¿40 mg/mL

2. Total Suspended Solid (TSS)


Berat kertas saring kosong (a) = 1,03 gr
Berat kertas saring + residu (b) = 1,34 gr
Berat sampel (c) = 100 ml
( b−a )
TSS= x 1000
c

(1,34−1,03 ) gr
¿ x 1000 mg
100 mL
¿3.1 mg/mL

3. Total Desolved Solid (TDS)


Berat cawan kosong (a) = 56,45 gr
Berat cawan + residu (b) = 56,70 gr
Berat sampel (c) = 10 ml

(56,70−56,45)
¿ x 1000 mg
10 mL

¿ 25 mg/mL
B.3. Efisiensi
Adapun efesiensi yang didapat yaitu sebesar:
TStanpa koagulasi −TSdengan koagulasi
Efesiensi= x 100 %
TS tanpa koagulasi

( 42−40 ) mg/L
¿ x 100 %
42 mg/L

¿ 4,8 %
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Menimbang Tawas Gambar C.2 Sampel air laundry


(Al2SO4)3 dengan penambahan koagulan

Gambar C.3 Proses penyaringan Gambar C.4 Pengeringan sampel


limbah cair

Gambar C.5 Hasil zat padat yang


dihasilkan

Anda mungkin juga menyukai