PENGUKURAN BERAT
Oleh :
Kelompok III
Pengukuran berat atau massa dari bahan-bahan yang padat, cair atau berbentuk
gas dengan menggunakan timbangan (neraca) disebut penimbangan. Pengukuran
merupakan pencatatan suatu besaran secara periodik atau kontinu, misalnya
jumlah bahan dalam satuan kg. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengukur dan
menentukan persentase perbedaan pengukuran berat padatan. Bahan yang
digunakan pada percobaan yaitu pasir dan batu apung. Percobaan dilakukan
dengan menimbang bahan-bahan yaitu pasir dan batu apung dengan menggunakan
timbangan analog dan timbangan digital. Selanjutnya dilakukan perbandingan
pengukuran dengan menggunakan timbangan analog dan timbangan digital. Pasir
memiliki berat yang paling besar dibandingkan batu apung karena ukuran partikel
pasir lebih kecil sehingga kapasitas pasir yang dapat tertampung dalam gelas
kimia lebih banyak dan berat. Persentase kesalahan terkecil yang didapat ialah
pada penimbangan massa pasir dengan glass beaker Iwakki sampai batas 120 ml
yaitu 0,98% sedangkan persentase kesalahan terbesar ialah pada penimbangan
massa batu apung dengan glass beaker Iwakki sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.
ii
ABSTRACT
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................ii
ABSTRACT.........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Tujuan Pratikum..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3
2.1 Landasan Teori ...........................................................................................3
2.2 Jenis-Jenis Timbangan ...............................................................................7
2.3 Penunjukan Harga Ukur Secara Digital .....................................................7
2.4 Ketepatan dan Kesalahan ...........................................................................7
2.5 Kalibrasi .....................................................................................................7
2.6 Pasir.............................................................................................................7
2.6.1 Jenis-Jenis Pasir...............................................................................8
2.7 Batu Apug...................................................................................................10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .......................................................11
3.1 Alat .............................................................................................................11
3.2 Bahan .........................................................................................................11
3.3 Prosedur Percobaan ....................................................................................12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................13
4.1 Hasil Percobaan .........................................................................................13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................16
5.1 Kesimpulan ................................................................................................16
5.2 Saran ..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................17
LAMPIRAN .......................................................................................................18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan industri konstruksi di Indonesia cukup pesat, dimana hampir
60% material yang digunakan dalam konstruksi adalah beton. Berbagai bangunan
didirikan menggunakan beton sebagai bahan utama, baik bangunan gedung,
bangunan air, maupun bangunan sarana transportasi. Beton tersebut terdiri dari
pencampuran antara agregat halus (pasir), agregat kasar (split), dengan
menambahkan bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu guna
keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan (Dumyati dan Manalu, 2015)
Selama ini bahan yang digunakan sebagai agregat halus pada campuran
perkerasan lentur adalah pasir alam, yang umumnya berasal dari sungai. Seiring
dengan meningkatnya pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan
bahan dasar konstruksi perkerasan, sehingga dituntut untuk mencari alternatif lain
dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Negara Indonesia kaya
akan sumber alam yang dapat memberikan alternatif berupa berbagai jenis pasir,
seperti pasir kuarsa, pasir putih, dan pasir besi yang mempunyai sifat dan
karakteristik yang memenuhi persyaratan sebagai agregat halus campuran
perkerasan lentur atau beton aspal. Pasir besi merupakan bahan tambang yang
mempunyai peluang untuk digunakan sebagai material alternatif penyusun beton
aspal. Di Sulawesi Selatan, pasir besi dapat ditemukan di beberapa tempat, seperti
di Kabupaten Selayar, Jeneponto, dan Takalar, dengan potensi total sekitar 3,4
juta ton (Aly dan Takdir, 2011)
Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakanwilayah yang melimpah dengan
kandungan batu apung. Batu apung merupakan lava berbuih terpadatkan yang
tersusun atas piro klastik kaca yang amat mikrovesikuler dengan dinding batuan
beku gunung berapi ekstrusif yang bergelembung, amat tipis dan tembus cahaya
dan merupakan produk umum letusan gunung berapi dan umumnya berbentuk
zona-zona di bagian atas lava silikat. Kegunaan batuapung antara lain: bahan baku
pembuat logam, bata ringan, bata tahan api, bahan cat, bahan plester, industri
1
2
keramik, bahan baku amplas dan masih banyak lagi. Selain itu karena
mengandung silica sehingga batu apung dapat dijadikan bahan pengganti filler
padacampuran aspal (Mastaram, 2013).
Timbangan merupakan salah satu alat ukur yang paling sering kita jumpai
didalam kehidupan sehari-hari. Namun istilah yang sering kita gunakan bersama
timbangan adalah berat. Istilah massa seharusnya digunakan untuk hasil
penimbangan. Untuk satuan massa kita menggunakan Sistem Internasional (SI)
yaitu kg. Apabila kita menggunakan istilah berat, kita seharusnya menggunakan
kg.m/s2. Timbangan berdasarkan pengoperasiaanya dapat dibedakan menjadi
timbangan bukan otomatis dan timbangan otomatis. Timbangan bukan otomatis
merupakan timbangan yang penimbangannya dilakukan oleh operator secara
langsung. Timbangan bukan otomatis diatur didalam Keputusan Direktur Jendral
PDN No. 31 tentang syarat Teknis Timbangan Bukan Otomatis. Sedangkan
timbangan otomatis adalah timbangan yang proses penimbangannya berkerja
secara otomatis dan tidak memerlukan campur tangan operator. Timbangan-
timbangan yang masuk kategori timbangan bukan otomatis merupakan timbangan
yang sering kita jumpai, sedangkan timbangan otomatis masih digunakan dalam
skala industry (Anwari, 2017).
3
4
2.5 Kalibrasi
Dalam teknik pengukuran, mengkalibrasi berarti menyetel alat
ukur hingga penunjukannya menyimpang sesedikit mungkin dari
sebenarnya. Untuk mengkalibrasi suatu alat digunakan alat kedua yang
biasanya lebih teliti dari alat yang dikalibrasi dengan komputer. Secara
8
2.6 Pasir
Negara Indonesia kaya akan sumber alam yang dapat memberikan
alternatif berupa berbagai jenis pasir, seperti pasir kuarsa, pasir putih, dan pasir
besi yang mempunyai sifat dan karakteristik yang memenuhi persyaratan sebagai
agregat halus campuran perkerasan lentur atau beton aspal. Pasir besi merupakan
bahan tambang yang mempunyai peluang untuk digunakan sebagai material
alternatif penyusun beton aspal. Di Sulawesi Selatan, pasir besi dapat ditemukan
di beberapa tempat, seperti di Kabupaten Selayar, Jeneponto, dan Takalar, dengan
potensi total sekitar 3,4 juta ton (Aly dan Takdir, 2011).
jika dibandingkan dengan pasir darat dan pasir sungai dan juga memilki
warna yang hampir sama dengan pasir darat. Berikut gambar pasir sungai
yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
b. Pasir Pantai
Pasir pantai yang terbentuk akibat hembusan ombak dan arus laut pada
karang memiliki tekstur yang halus dan bulat sangat bagus untuk material
penyusun beton. Pantai berpasir putih biasanya berasal dari kotoran ikan
kakatua atau parrot fish. Pasir pantai yang terdapat di pesisir pantai akibat
adanya suplay dari sungai dan gelombang arus. Batuan yang ada di
gunung mengalami proses pelapukan akibat gaya-gaya luar yang bekerja
padanya terutama pengaruh air dan suhu sehingga terurai menjadi bagian-
bagian yang kecil (fragmen) yang disuplai ke laut oleh aliran sungai.
Ketika fragmen itu sampai dilaut, selanjutnya akan dipindahkan ke
sepanjang pantai yang disebabkan oleh gelombang arus membentuk
tumpukan pasir di pantai. Gambar pasir pantai yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 2.6.
Pasir darat juga berasal dari pegunungan yang terjadi akibat pengikisan
batuan yang terbawa oleh angin dan juga melalui sungai. Pasir darat
memilki bentuk karakteristik yang lebih halus dibandingkan dengan pasir
sungai dan juga memiliki warna gelap coklat kehitaman. Berikut gambar
pasir darat yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 (Pataras et al., 2017).
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pengukuran berat adalah :
11
12
14
15
Schoot Duran
28 29,50 5,35 %
100 ml
Schoot Duran
35 32,03 8,48 %
120 ml
Iwakki 100 ml 24 28,45 18,54 %
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 dapat diketahui bahwa setiap bahan yang
digunakan memiliki massa yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan berat jenis bahan, ukuran partikel, dan luas permukaan partikel pada
masing-masing bahan tersebut. Pada sifatnya pasir memiliki berat yang paling
besar dibandingkan batu apung karena ukuran partikel pasir lebih kecil sehingga
kapasitas pasir yang dapat tertampung dalam gelas kimia lebih banyak dan berat
yang terbaca pada timbangan pun lebih besar dibandingkan batu apung.
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 juga dapat dilihat bahwa persen perbedaan
nilai antara timbangan analog dan timbangan digital yang cukup besar. Hal ini
disebabkan karena neraca digital memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi
yaitu mampu menimbang zat atau benda sampai batas 0,01 gr (2 angka dibelakang
koma). Selain itu juga disebabkan karena pengaruh lingkungan yang tidak
dikehendaki karena pengukuran dilakukan di ruangan terbuka dan terdapat udara
lembab yang dapat bergabung dengan bahan.
Dalam melakukan suatu pengukuran tidak selamanya memberikan hasil
yang tepat dan akurat. Kesalahan yang terjadi bisa karena kesalahan alat ukur
maupun kesalahan sipengukur/human error. Persentase kesalahan terkecil yang
didapat ialah pada penimbangan massa pasir dengan gelas kimia iwakki yang di isi
pasir sampai batas 120 ml yaitu 0,98% sedangkan persentase kesalahan terbesar
ialah pada penimbangan massa batu apung dengan gelas kimia iwakki yang di isi
batu apung sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Menentukan kesalahan pengukuran dapat dilakukan dengan cara
menghitung perbedaan berat suatu bahan dengan kedua alat penimbang
berat yang ada.
2. Persentase kesalahan terkecil yang didapat ialah pada penimbangan massa
pasir dengan gelas kimia iwakki yang di isi pasir sampai batas 120 ml
yaitu 0,98% sedangkan persentase kesalahan terbesar ialah pada
penimbangan massa batu apung dengan gelas kimia iwakki yang di isi batu
apung sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.
5.2 Saran
1. Pada saat mengukur berat sampel praktikan harus lebih teliti dalam
pembacaan skala pada timbangan analog agar tidak terjadi kesalahan pada
pembacaan.
2. Disarankan untuk praktikan lebih berhati-hati dan teliti dalam
memasukkan bahan kedalam gelas ukur agar tidak terjadi kesalahan yang
menyebabkan pasir berserakan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aly, S. H., dan Takdir, T. (2011). Penggunaan pasir besi sebagai agregat halus
pada beton aspal lapisan aus. Jurnal Transportasi, 11(2), 123–134.
Anwari, S. (2017). Perancangan dan Kalibrasi Timbangan Digital. Jurnal Teknik
Elektro, ITENAS Bandung, 106–118.
Bernasconi, G. (1995). Bagian 1, edisi 1. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Dumyati, A., dan Manalu, D. F. (2015). Analisis Penggunaan Pasir Pantai Sampur
Sebagai Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Fropil, 3(1).
Hardjowigeno, S. (1992). Jenis Timbangan. Jakarta : Maduatama Sarana.
patr, F. N. (2018). Analisis Perbandingan Tingkat Akurasi Timbangan Digital Dan
Manual Sebagai Alat Pengukur Berat Badan Anak. Jurnal Ilmu Komputer
Dan Bisnis, 9(1), 1864–1868.
Mastaram, Y. (2013). Analisis Pengaruh Penggunaan Abu Batu Apung Sebagai
Pengganti Filler Untuk Campuran Aspal. Jurnal Teknik Sipil, 2(2), 191–200.
Pataras, M., Astira, I. F., Arliansyah, J., Rangkuti, P., & Roynaldo, B. (2017).
Analisis penggunaan pasir pantai, darat, dan sungai terhadap kinerja laston
dan lataston wearing course. Jurnal Teknik Sipil Unsri, 479–487.
Tim penyusun. (2021). Penuntun Praktikum Instrumentasi dan Pengendalian
Proses. Pekanbaru. Program Studi DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Riau.
17
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Perhitungan % perbedaan :
A.1 Pengukuran berat pada Gelas Kimia 150 ml kosong
Berat Gelas Kimia (Schoot) menggunakan timbangan Analog = 63 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot)menggunakan timbangan Digital = 67,15 gr
= |63−67,15
63 | X 100 %
= 6,6 %
= |66,5−68,34
66,5 | X 100 %
= 2,8 %
18
19
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 192,45 gr – 67,15 gr
= 125,3 gr
= |129,2−125,3
129,2 | X 100 %
= 3,01 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada pasir
120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 200,6 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 200,6 gr - 63 gr
= 137,6 gr
=|137,6−149,65
137,6 | X 100 %
= 8,75 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada pasir
100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 188 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 188 gr – 66,5 gr
= 121,5 gr
=|121,5−130,94
121,5 | X 100 %
= 7,8 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada pasir
120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 217,05 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 217,05 gr – 66,5 gr
= 150,55 gr
21
= |150,55−149,08
150,55 | X 100 %
= 0,98 %
= |28−29,5
28 |
X 100 %
= 5,35 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada batu
apung 120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 98,50 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 98,50 gr - 63 gr
= 35 gr
= |35−32,03
35 | X 100 %
= 8,48 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada Batu
apung 100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 90,5 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 90,5 gr – 66,5 gr
= 24
23
=|24−28,45
24 | X 100 %
= 18,54 %
Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada Batu
apung 120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 99.1 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 99,1 gr – 66,5 gr
= 32,6
Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 103,34 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 68,34 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 103,34 gr – 68,34 gr
= 35 gr
=|32,6−35
32,6 |
X 100 %
24
= 7,5 %
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI
Gambar B.3 Menimbang Pasir Halus Gambar B.4 Menimbang Batu Apung
24
25
Gambar B.5 Menimbang Batu Apung Gambar B.6 Menimbang Pasir Halus
Menggunakan Neraca Analitik Menggunakan Neraca Analitik