Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum Dosen Pengampu

Instrumentasi dan Pengendalian Proses Drs. Syamsu Herman, MT

PENGUKURAN BERAT

Oleh :
Kelompok III

Alya Az Zahra (2007036175)


Muhammad Akbar (2007034769)
Chantika Maharani (2007036668)

LABORATORIUM DASAR PROSES DAN OPERASI PABRIK


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
ABSTRAK

Pengukuran berat atau massa dari bahan-bahan yang padat, cair atau berbentuk
gas dengan menggunakan timbangan (neraca) disebut penimbangan. Pengukuran
merupakan pencatatan suatu besaran secara periodik atau kontinu, misalnya
jumlah bahan dalam satuan kg. Prinsip kerja timbangan adalah menggunakan
skala utama dan satuan terkecil untuk menimbang suatu benda, dengan hasil suatu
massa atau berat. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengukur dan menentukan
persentase perbedaan pengukuran berat padatan. Timbangan yang digunakan
dalam percobaan pengukuran berat ini adalah timbangan analog dan timbangan
digital. Bahan yang digunakan pada percobaan pengukuran berat ini adalah pasir
dan batu apung. Percobaan dilakukan dengan menimbang bahan-bahan yaitu pasir
dan batu apung dengan menggunakan timbangan analog dan timbangan digital.
Selanjutnya dilakukan perbandingan pengukuran dengan menggunakan timbangan
analog dan timbangan digital. Pasir memiliki berat yang paling besar
dibandingkan batu apung karena ukuran partikel pasir lebih kecil sehingga
kapasitas pasir yang dapat tertampung dalam gelas kimia lebih banyak dan berat.
Persentase kesalahan terkecil yang didapat ialah pada penimbangan massa pasir
dengan glass beaker Iwakki sampai batas 120 ml yaitu 0,98% sedangkan
persentase kesalahan terbesar ialah pada penimbangan massa batu apung dengan
glass beaker Iwakki sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.

Kata Kunci : Batu Apung, Pasir, Pengukuran, Timbangan Analog, dan


Timbangan Digital

ii
ABSTRACT
Measurement of the weight or mass of solid, liquid or gaseous materials using a
balance is called weighing. Measurement is the recording of a quantity
periodically or continuously, for example the amount of material in kg. The
purpose of this experiment is to measure and determine the percentage difference
in the weight measurement of solids. The materials used in the experiment were
sand and pumice. The experiment was carried out by weighing the materials,
namely sand and pumice using analog scales and digital scales. Furthermore, a
comparison of measurements using analog scales and digital scales is carried out.
Sand has the largest weight compared to pumice because the particle size of the
sand is smaller so that the capacity of the sand that can be accommodated in the
beaker is more and heavier. The smallest error percentage obtained was in
weighing the mass of sand with an Iwaki glass beaker to a limit of 120 ml, which
is 0.98%, while the largest error percentage was in weighing the mass of pumice
with an Iwakki glass beaker to a limit of 100 ml, which is 18.54%.

Keywords: Pumice, Sand, Measurement, Analog Scales, and Scales Digital.

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ ii
ABSTRACT ........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pratikum ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Landasan Teori .......................................................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Timbangan .............................................................................. 7
2.3 Penunjukan Harga Ukur Secara Digital .................................................... 7
2.4 Ketepatan dan Kesalahan .......................................................................... 7
2.5 Kalibrasi .................................................................................................... 7
2.6 Pasir ............................................................................................................ 7
2.6.1 Jenis-Jenis Pasir .............................................................................. 8
2.7 Batu Apug .................................................................................................. 10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ...................................................... 11
3.1 Alat ............................................................................................................ 11
3.2 Bahan ......................................................................................................... 11
3.3 Prosedur Percobaan ................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 13
4.1 Hasil Percobaan ......................................................................................... 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 16
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 16
5.2 Saran .......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17
LAMPIRAN ...................................................................................................... 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan industri konstruksi di Indonesia cukup pesat, dimana hampir
60% material yang digunakan dalam konstruksi adalah beton. Berbagai bangunan
didirikan menggunakan beton sebagai bahan utama, baik bangunan gedung,
bangunan air, maupun bangunan sarana transportasi. Beton tersebut terdiri dari
pencampuran antara agregat halus (pasir), agregat kasar (split), dengan
menambahkan bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu guna
keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan (Dumyati dan Manalu, 2015)
Selama ini bahan yang digunakan sebagai agregat halus pada campuran
perkerasan lentur adalah pasir alam, yang umumnya berasal dari sungai. Seiring
dengan meningkatnya pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan
bahan dasar konstruksi perkerasan, sehingga dituntut untuk mencari alternatif lain
dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Negara Indonesia kaya
akan sumber alam yang dapat memberikan alternatif berupa berbagai jenis pasir,
seperti pasir kuarsa, pasir putih, dan pasir besi yang mempunyai sifat dan
karakteristik yang memenuhi persyaratan sebagai agregat halus campuran
perkerasan lentur atau beton aspal. Pasir besi merupakan bahan tambang yang
mempunyai peluang untuk digunakan sebagai material alternatif penyusun beton
aspal. Di Sulawesi Selatan, pasir besi dapat ditemukan di beberapa tempat, seperti
di Kabupaten Selayar, Jeneponto, dan Takalar, dengan potensi total sekitar 3,4
juta ton (Aly dan Takdir, 2011)
Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakanwilayah yang melimpah dengan
kandungan batu apung. Batu apung merupakan lava berbuih terpadatkan yang
tersusun atas piro klastik kaca yang amat mikrovesikuler dengan dinding batuan
beku gunung berapi ekstrusif yang bergelembung, amat tipis dan tembus cahaya
dan merupakan produk umum letusan gunung berapi dan umumnya berbentuk
zona-zona di bagian atas lava silikat. Kegunaan batuapung antara lain: bahan baku
pembuat logam, bata ringan, bata tahan api, bahan cat, bahan plester, industri

1
2

keramik, bahan baku amplas dan masih banyak lagi. Selain itu karena
mengandung silica sehingga batu apung dapat dijadikan bahan pengganti filler
padacampuran aspal (Mastaram, 2013).
Timbangan merupakan salah satu alat ukur yang paling sering kita jumpai
didalam kehidupan sehari-hari. Namun istilah yang sering kita gunakan bersama
timbangan adalah berat. Istilah massa seharusnya digunakan untuk hasil
penimbangan. Untuk satuan massa kita menggunakan Sistem Internasional (SI)
yaitu kg. Apabila kita menggunakan istilah berat, kita seharusnya menggunakan
kg.m/s2. Timbangan berdasarkan pengoperasiaanya dapat dibedakan menjadi
timbangan bukan otomatis dan timbangan otomatis. Timbangan bukan otomatis
merupakan timbangan yang penimbangannya dilakukan oleh operator secara
langsung. Timbangan bukan otomatis diatur didalam Keputusan Direktur Jendral
PDN No. 31 tentang syarat Teknis Timbangan Bukan Otomatis. Sedangkan
timbangan otomatis adalah timbangan yang proses penimbangannya berkerja
secara otomatis dan tidak memerlukan campur tangan operator. Timbangan-
timbangan yang masuk kategori timbangan bukan otomatis merupakan timbangan
yang sering kita jumpai, sedangkan timbangan otomatis masih digunakan dalam
skala industry (Anwari, 2017).

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah
1. Mempelajari cara mengkalibrasi alat pengukuran berat
2. Mempelajari cara mengukur menggunakan alat pengukuran berat
3. Menentukan kesalahan pengukuran pada pengukuran berat padatan yang
berbeda jenis dan ukurannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar


Pengukuran adalah pencatatan suatu besaran secara periodik atau kontinu,
misalnya jumlah bahan dalam satuan kg. Pengukuran merupakan dasar untuk tiap
pengendalian atau pengaturan proses-proses kimia dan fisika. Pengukuran berat
atau massa dari bahan-bahan yang padat, cair atau berbentuk gas dengan
menggunakan timbangan (neraca) disebut penimbangan (Tim Penyusun, 2022).
Berdasarkan prinsipnya timbangan terbagi atas :
a. Timbangan Manual
Timbangan Manual merupakan jenis timbangan yang bekerja secara
mekanis dengan sistem pegas. Biasanya jenis timbangan ini menggunakan
indicator berupa jarum sebagai penunjuk ukuran massa yang telah terskala.
b. Timbangan Digital
Timbangan Digital merupakan alat ukur untuk mengukur masa benda atau
zat dengan tampilan digital. Dalam pemanfaatannya timbangan digunakan di
berbagai bidang, dari bidang medis/kesehatan, bidang perdagangan, industri
sampai perusahaan jasa (Hulu, 2018)
Timbangan berdasarkan pengoperasiaanya dapat dibedakan menjadi
timbangan bukan otomatis dan timbangan otomatis. Timbangan bukan otomatis
merupakan timbangan yang penimbangannya dilakukan oleh operator secara
langsung. Timbangan bukan otomatis diatur didalam Keputusan Direktur Jendral
PDN No. 31 tentang Syarat Teknis Timbangan Bukan Otomatis. Sedangkan
timbangan otomatis adalah timbangan yang proses penimbangannya berkerja
secara otomatis dan tidak memerlukan campur tangan operator. Timbangan-
timbangan yang masuk kategori timbangan bukan otomatis merupakan timbangan
yang sering kita jumpai, sedangkan timbangan otomatis masih digunakan dalam
skala industry. Untuk satuan massa kita menggunakan Sistem Internasional (SI)
yaitu kg. Apabila kita menggunakan istilah berat, kita seharusnya menggunakan
kg.m/s2 (Anwari, 2017).

3
4

2.2 Jenis-Jenis Timbangan


Alat ukur berat yang digunakan dalam industri dikelompokkan
berdasarkan konstruksi dan cara kerjanya, meliputi :
a. Timbangan Penghitung Satuan (Caunting Scale)
Timbangan ini berfungsi untuk menghitung barang – barang kecil dan
pada saat dilakukan akan memakan waktu. Semisal baut dan mur, kancing, tablet
obat dll. Kerja timbangan ini adalah dengan menimbangkan sampel dulu, misal 10
biji kancing. Selanjutnya berat kancing itu akan disimpan didalam memori
timbangan itu untuk jumlah 10 kancing. Setelah itu berapapun kancing yang
dimasukan kedalam timbangan akan bisa dihitung berat dan jumlahnya oleh
timbangan tersebut (Hardjowigeno, 1992).

Gambar 2.1 Timbangan Penghitung Satuan


b. Timbangan Pocket
Jenis timbangan kecil yang bisa dibawa kemana–mana. Disamping
dimensinya kecil juga kapasitas yang disandangnya pun kecil. Biasanya dengan
kapasitas 30 kg kebawah.

Gambar 2.2 Timbangan Pocket


5

c. Timbangan Dengan Kotak Pengukur Gaya


Kotak pengukur gaya merupakan instrumen pengukur gaya dengan cara
hidrolik, pneumatik, elektrik atau magnetik. Timbangan dengan kotak pengukur
gaya digunakan untuk menentukan berat bahan padat atau cair, terutama dalam
silo atau gudang penyimpanan. Karena kotak pengukur gaya dipasang diluar
bejana, tidak terjadi kontak dengan bahan yang diukur. Pemanasan perlengkapan
yang dapat mengganggu dalam bejana juga tidak diperlukan. Biasanya alat ini
tertutup rapat sehingga tidak sensitive terhadap pengotoran dan korosi.
Timbangan dengan kotak pengukur gaya mempunyai dua jenis yaitu :
a. Timbangan dengan Kotak Pengukur Gaya Hidrolik
Pada alat ini gaya berat dari beban yang ditimbang menekan cairan dalam
suatu volume tertutup, tekanan yang terjadi dalam cairan proporsional dengan
berat bahan.Prinsip kerjanya : bejana berisi bahan ditempatkan diatas dua titik
penyangga sehingga dapat bergerak menekan titik ketiga pada kotak pengukur.
Bejana juga bisa diletakkan pada tiga titik diatas pengukur gaya. Kotak pengukur
gaya dihubungkan dengan kotak manometer melalui pipa kapiler, kemudian diisi
dengan cairan yang memindahkan tekanan dari kotak pengukur gaya ke
manometer. Skala dikalibrasi dengan berat bersih atau volume bahan yang akan
diukur.
b. Timbangan dengan Kotak Pengukur Gaya Elektrik
Pada alat ini, gaya berat dari bahan yang ditimbang menyebabkan seutas
kawat meregang atau memendek sehingga tahanan listriknya berubah. Prinsip
kerjanya : kawat tahanan yang berkelok-kelok dilekatkan pada kertas atau bahan
sintetik. Sensor regangan ditempelkan pada benda yang elastis, karena adanya
beban keduanya mengalami regangan dan pemendekan. Perubahan tahanan listrik
yang terjadi disampaikan kealat penunjuk dan alat ini telah dikalibrasi dengan unit
berat atau volume.
c. Timbangan Mekanik
Timbangan mekanik adalah timbangan yang berskala kontinu atau yang
tidak berskala yang seluruh komponennya bekerja secara mekanik. Timbangan
mekanik juga dibagi berdasarkan penunjukannya. Berdasarkan penunjukannya
6

timbangan mekanik dibagi menjadi timbangan dengan penunjukan otomatis dan


timbangan dengan penunjukan bukan otomatis (Anwari, 2017).
d. Timbangan Sorong
Beban dibandingkan dengan anak timbangan yang dapat digeser
disepanjang rel (tuas timbangan). Anak timbangan mempunyai berat yang tidak
berubah. Sebagian besar sistem timbangan ini tidak berada dalam tempat tertutup,
sehingga timbangan ini sangat sensitif terhadap angin, pengotoran dan korosi.
Penyetelan dan kesetimbangan pada timbangan sorong membutuhkan waktu yang
sangat lama karena itu tidak cocok untuk penimbangan seri. Di pabrik, timbangan
ini hanya digunakan untuk barang-barang yang perlu ditimbang sekali-sekali.
Prinsip kerja timbangan sorong: beban dibandingkan dengan anak timbangan
yang dapat digeser disepanjang rel (tuas timbangan). Anak timbangan mempunyai
berat yang tidak berubah (Hardjowigeno, 1992).

Gambar 2.3 Timbangan Sorong

2.3 Penunjukan Harga Ukur secara Digital


Penunjukan harga ukur secara digital adalah suatu cara penunjukan yang
diskrit dari harga yang diukur, misalnya penunjukan harga dengan harga. Pada
penunjukan harga ukur secara digital, kesalahan membaca lebih kecil
dibandingkan dengan cara penunjukan analog. Karena kebanyakan nilai ukur atau
sinyal terdapat dalam bentuk analog, dibutuhkan suatu instalasi (converter)
mengubahnya menjadi bentuk digital (Bernasconi, 1995).
7

Gambar 2.4 Timbangan Digital

2.4 Ketepatan dan Kesalahan


Ketepatan pengukuran adalah kecocokan nilai yang ditunjukkan alat
dengan nilai yang sebenarnya. Perbedaan keduanya disebut besar kesalahan. Tiap
hasil pengukuran selalu mengandung kesalahan, misalnya diakibatkan karena
ketidaksempurnaan alat ukur dan cara pengukuran, karena pengaruh lingkungan
yang tidak dikehendaki, pengaruh orang yang mengukur (menyimpang dari cara
pengukuran yang telah ditentukan, kurang cermat pada waktu membaca, kurang
awas melihat, cara pengukuran yang dipilih kurang tepat). Kesalahan keseluruhan
dari suatu pengukuran merupakan jumlah dari masing-masing kesalahan yang
terjadi. Kesalahan alat ukur dapat berubah dengan waktu, oleh karena itu alat ukur
tertentu perlu sering dikalibrasi (Tim Penyusun, 2022).

2.5 Kalibrasi
Dalam teknik pengukuran, mengkalibrasi berarti menyetel alat ukur hingga
penunjukannya menyimpang sesedikit mungkin dari sebenarnya. Untuk
mengkalibrasi suatu alat digunakan alat kedua yang biasanya lebih teliti dari alat
yang dikalibrasi dengan komputer. Secara hukum mengkalibrasi berarti pengujian
resmi untuk menentukan bahwa alat ukur tersebut memenuhi syarat yang
ditentukan (misalnya: batas kesalahannya) (Anwari, 2017).

2.6 Pasir
Negara Indonesia kaya akan sumber alam yang dapat memberikan
alternatif berupa berbagai jenis pasir, seperti pasir kuarsa, pasir putih, dan pasir
besi yang mempunyai sifat dan karakteristik yang memenuhi persyaratan sebagai
8

agregat halus campuran perkerasan lentur atau beton aspal. Pasir besi merupakan
bahan tambang yang mempunyai peluang untuk digunakan sebagai material
alternatif penyusun beton aspal. Di Sulawesi Selatan, pasir besi dapat ditemukan
di beberapa tempat, seperti di Kabupaten Selayar, Jeneponto, dan Takalar, dengan
potensi total sekitar 3,4 juta ton (Aly dan Takdir, 2011).

2.6.1 Jenis-jenis Pasir


Menurut Pataras et al (2017) berdasarkan sifatnya pasir dibedakan menjadi
dua jenis yaitu :
1. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan untuk campuran Lataston harus dari bahan
yang bersih, keras, awet dan tidak mengandung lempung atau bahan lain yang
tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan spesifikasi.
Agregat kasar terdiri dari batu pecah atau krikil pecah dan harus disediakan dalam
ukuran-ukuran nominal tunggal.
2. Agregat halus
Agregat halus yang digunakan terdiri dari pasir alam atau batu pecah yang
masing-masing bila diuji dengan spesifikasi Bina Marga Divisi 6 tahun 2010
revisi ke 3 memenuhi gradasi yang disyaratkan. Pasir agregat halus dibedkan
menjadi 3 jenis pasi yaitu :
a. Pasir sungai
Pasir sungai berasal dari pegunungan yang terkikis mengalir melalui aliran
air di sungai. Pasir dan bebatuan tersebut berpindah dari tempat asalnya,
tergerus, dan dipindahkan oleh angin, ombak, atau es. Pasir sungai
memiliki sumber (quarry) yang cukup banyak terutama di sepanjang aliran
Sungai Musi. Pasir sungai memiliki bentuk karakteristik yang agak kasar
jika dibandingkan dengan pasir darat dan pasir sungai dan juga memilki
warna yang hampir sama dengan pasir darat. Berikut gambar pasir sungai
yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
9

Gambar 2.5 Pasir Halus dari Sungai

b. Pasir Pantai
Pasir pantai yang terbentuk akibat hembusan ombak dan arus laut pada
karang memiliki tekstur yang halus dan bulat sangat bagus untuk material
penyusun beton. Pantai berpasir putih biasanya berasal dari kotoran ikan
kakatua atau parrot fish. Pasir pantai yang terdapat di pesisir pantai akibat
adanya suplay dari sungai dan gelombang arus. Batuan yang ada di
gunung mengalami proses pelapukan akibat gaya-gaya luar yang bekerja
padanya terutama pengaruh air dan suhu sehingga terurai menjadi bagian-
bagian yang kecil (fragmen) yang disuplai ke laut oleh aliran sungai.
Ketika fragmen itu sampai dilaut, selanjutnya akan dipindahkan ke
sepanjang pantai yang disebabkan oleh gelombang arus membentuk
tumpukan pasir di pantai. Gambar pasir pantai yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pasir Halus dari Pantai


c. Pasir darat
Pasir darat juga berasal dari pegunungan yang terjadi akibat pengikisan
batuan yang terbawa oleh angin dan juga melalui sungai. Pasir darat
memilki bentuk karakteristik yang lebih halus dibandingkan dengan pasir
10

sungai dan juga memiliki warna gelap coklat kehitaman. Berikut gambar
pasir darat yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 (Pataras et al., 2017).

Gambar 2.7 Pasir Halus dari Darat


2.7 Batu Apung
Batu apung merupakan lava berbuih terpadatkan yang tersusun atas piro
klastik kaca yang amat mikrovesikuler dengan dinding batuan beku gunung berapi
ekstrusif yang bergelembung, amat tipis dan tembus cahaya dan merupakan
produk umum letusan gunung berapi dan umumnya berbentuk zona-zona di
bagian atas lava silikat. Kegunaan batuapung antara lain: bahan baku pembuat
logam, bata ringan, bata tahan api, bahan cat, bahan plester, industri keramik,
bahan baku amplas dan masih banyak lagi. Selain itu karena mengandung silica
sehingga batu apung dapat dijadikan bahan pengganti filler pada campuran aspal
(Mastaram, 2013).

Gambar 2.8 Batu Apung halus


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pengukuran berat adalah :

Gambar 3.1 Pasir

Gambar 3.2 Batu Apung


3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan pengukuran berat adalah :

Gambar 3.3 Timbangan Analog

11
12

Gambar 3.4 Timbangan Digital

Gambar 3.5 Glass Beaker Iwakki 150 ml

Gambar 3.6 Glass Beaker Shcoot 150 ml


13

3.3 Prosedur Percobaan


1. Siapkan alat pengukur berat dan siapkan pasir halus dan batu apung.
2. Ditimbang gelas kimia yang kosong terlebih dahulu dengan timbangan
analog dan timbangan digital.
3. Kemudian diisi gelas kimia 150 ml dengan pasir dan batu apung sampai
tanda 100 ml kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan
analog dan timbangan digital yang di lakukan sebanyak 2 kali
penimbangan dengan menggunakan gelas kimia yang berbeda.
4. Kemudian diisi gelas kimia 150 ml dengan pasir dan batu apung sampai
tanda 120 ml kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan
analog dan timbangan digital yang di lakukan sebanyak 2 kali
penimbangan dengan menggunakan gelas kimia yang berbeda.
5. Kemudian diulangi langkah diatas dengan menggunakan bahan pasir dan
batu apung.
6. Kemudian dicatat angka yang terbaca pada timbangan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Pada percobaan ini dilakukan penimbangan berat dengan bahan pasir dan
batu apung menggunakan dua alat yaitu timbangan analog dan timbangan Digital.
Hasil yang diperoleh pada pecobaan disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Penimbangan Alat Gelas Kimia


Gelas Kimia Massa Gelas Kimia % Perbedaan
Timbangan Sorong Timbangan Digital
(Ohaus) (gr) (gr)
Schoot 63 67,15 6,6 %
Iwakki 66,5 68,34 2,8 %

Tabel 4.2 Hasil Penimbangan Pasir Halus

Timbangan Perbedaan Timbangan


Isi Gelas Kimia Timbangan
Analog Analog Vs Timbangan
(ml) Digital (gr)
(gr) Digital

Schoot Duran 129,2 125,30 3,01 %


100 ml
Schoot Duran
137,6 149,65 8,75 %
120 ml

Iwakki 100 ml 121,5 130,94 7,8 %

Iwakki 120 ml 150,55 149,08 0,98 %

14
15

Tabel 4.3 Hasil Penimbangan Bahan Batu Apung


Timbangan Perbedaan Timbangan
Isi Gelas Kimia Timbangan
Analog Analog Vs Timbangan
(ml) Digital (gr)
(gr) Digital

Schoot Duran
28 29,50 5,35 %
100 ml
Schoot Duran
35 32,03 8,48 %
120 ml
Iwakki 100 ml 24 28,45 18,54 %

Iwakki 120 ml 32,6 35 7,4%

Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 dapat diketahui bahwa setiap bahan yang
digunakan memiliki massa yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan berat jenis bahan, ukuran partikel, dan luas permukaan partikel pada
masing-masing bahan tersebut. Pada sifatnya pasir memiliki berat yang paling
besar dibandingkan batu apung karena ukuran partikel pasir lebih kecil sehingga
kapasitas pasir yang dapat tertampung dalam gelas kimia lebih banyak dan berat
yang terbaca pada timbangan pun lebih besar dibandingkan batu apung.
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 juga dapat dilihat bahwa persen perbedaan
nilai antara timbangan analog dan timbangan digital yang cukup besar. Hal ini
disebabkan karena neraca digital memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi
yaitu mampu menimbang zat atau benda sampai batas 0,01 gr (2 angka dibelakang
koma). Selain itu juga disebabkan karena pengaruh lingkungan yang tidak
dikehendaki karena pengukuran dilakukan di ruangan terbuka dan terdapat udara
lembab yang dapat bergabung dengan bahan.
Dalam melakukan suatu pengukuran tidak selamanya memberikan hasil
yang tepat dan akurat. Kesalahan yang terjadi bisa karena kesalahan alat ukur
maupun kesalahan sipengukur/human error. Persentase kesalahan terkecil yang
didapat ialah pada penimbangan massa pasir dengan gelas kimia iwakki yang di isi
pasir sampai batas 120 ml yaitu 0,98% sedangkan persentase kesalahan terbesar
ialah pada penimbangan massa batu apung dengan gelas kimia iwakki yang di isi
batu apung sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Menentukan kesalahan pengukuran dapat dilakukan dengan cara
menghitung perbedaan berat suatu bahan dengan kedua alat penimbang
berat yang ada.
2. Persentase kesalahan terkecil yang didapat ialah pada penimbangan massa
pasir dengan gelas kimia iwakki yang di isi pasir sampai batas 120 ml
yaitu 0,98% sedangkan persentase kesalahan terbesar ialah pada
penimbangan massa batu apung dengan gelas kimia iwakki yang di isi batu
apung sampai batas 100 ml yaitu 18,54%.

5.2 Saran
1. Pada saat mengukur berat sampel praktikan harus lebih teliti dalam
pembacaan skala pada timbangan analog agar tidak terjadi kesalahan pada
pembacaan.
2. Disarankan untuk praktikan lebih berhati-hati dan teliti dalam
memasukkan bahan kedalam gelas ukur agar tidak terjadi kesalahan yang
menyebabkan pasir berserakan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aly, S. H., dan Takdir, T. (2011). Penggunaan pasir besi sebagai agregat halus
pada beton aspal lapisan aus. Jurnal Transportasi, 11(2), 123–134.
Anwari, S. (2017). Perancangan dan Kalibrasi Timbangan Digital. Jurnal Teknik
Elektro, ITENAS Bandung, 106–118.
Bernasconi, G. (1995). Bagian 1, edisi 1. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Dumyati, A., dan Manalu, D. F. (2015). Analisis Penggunaan Pasir Pantai Sampur
Sebagai Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Fropil, 3(1).
Hardjowigeno, S. (1992). Jenis Timbangan. Jakarta : Maduatama Sarana.
Hulu, F. N. (2018). Analisis Perbandingan Tingkat Akurasi Timbangan Digital
Dan Manual Sebagai Alat Pengukur Berat Badan Anak. Jurnal Ilmu
Komputer Dan Bisnis, 9(1), 1864–1868.
Mastaram, Y. (2013). Analisis Pengaruh Penggunaan Abu Batu Apung Sebagai
Pengganti Filler Untuk Campuran Aspal. Jurnal Teknik Sipil, 2(2), 191–200.
Pataras, M., Astira, I. F., Arliansyah, J., Rangkuti, P., & Roynaldo, B. (2017).
Analisis penggunaan pasir pantai, darat, dan sungai terhadap kinerja laston
dan lataston wearing course. Jurnal Teknik Sipil Unsri, 479–487.
Tim penyusun. (2021). Penuntun Praktikum Instrumentasi dan Pengendalian
Proses. Pekanbaru. Program Studi DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Riau.

17
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Perhitungan % perbedaan :
A.1 Pengukuran berat pada Gelas Kimia 150 ml kosong
• Berat Gelas Kimia (Schoot) menggunakan timbangan Analog = 63 gr
• Berat Gelas Kimia (Schoot)menggunakan timbangan Digital = 67,15 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
63−67,15
=| | X 100 %
63

= 6,6 %

• Berat Gelas Kimia (Iwakki) menggunakan timbangan analog = 66,5 gr


• Berat Gelas Kimia (Iwakki) menggunakan timbangan Digital = 68,34 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
66,5−68,34
=| | X 100 %
66,5

= 2,8 %

A.2 Pengukuran Berat pada sampel pasir


• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada pasir
100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 192,2 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 192,2 gr - 63 gr
= 129,2 gr

18
19

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 192,45 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 67,15 gr

Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 192,45 gr – 67,15 gr
= 125,3 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
129,2−125,3
=| | X 100 %
129,2

= 3,01 %

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada pasir
120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 200,6 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 200,6 gr - 63 gr
= 137,6 gr

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 216,8 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 67,15 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 216,8 gr – 67,15 gr
= 149,65 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
137,6−149,65
=| | X 100 %
137,6

= 8,75 %
20

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada pasir
100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 188 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 188 gr – 66,5 gr
= 121,5 gr

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 199,3 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 68,34 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 199,3 gr – 68,34 gr
= 130,94 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
121,5−130,94
=| | X 100 %
121,5

= 7,8 %

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada pasir
120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 217,05 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 217,05 gr – 66,5 gr
= 150,55 gr
Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 217,42 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 68,34 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 217,42 gr – 68,34 gr
21

= 149,08 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
150,55−149,08
=| | X 100 %
150,55

= 0,98 %

A.3 Pengukuran Berat pada sampel batu apung


• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada batu
apung 100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 91 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 91 gr - 63 gr
= 28 gr

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 96,65 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 67,15 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 96,65 gr – 67,15 gr
= 29,5 gr
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙
% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
28−29,5
=| | X 100 %
28

= 5,35 %

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Schoot) pada batu
apung 120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 98,50 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 63 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 98,50 gr - 63 gr
22

= 35 gr

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Schoot) = 99,18 gr
Berat Gelas Kimia (Schoot) = 67,15 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia schoot) – (Berat gelas kimia schoot)
= 99,18 gr – 67,15 gr
= 32,03 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
35−32,03
=| | X 100 %
35

= 8,48 %

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada Batu
apung 100 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 90,5 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 90,5 gr – 66,5 gr
= 24

Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :


Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 96,79 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 68,34 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 96,79 gr – 68,34 gr
=28,45 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
24−28,45
=| | X 100 %
24

= 18,54 %
23

• Berat bahan dan % perbedaan Berat Gelas Kimia (Iwakki) pada Batu
apung 120 ml
Berat bahan dengan menggunakan timbangan analog :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 99.1 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 66,5 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 99,1 gr – 66,5 gr
= 32,6
Berat bahan dengan menggunakan timbangan Digital :
Berat pasir + Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 103,34 gr
Berat Gelas Kimia (Iwakki) = 68,34 gr
Berat pasir = Berat (pasir + gelas kimia iwakki) – (Berat gelas kimia iwakki)
= 103,34 gr – 68,34 gr
= 35 gr

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔 −𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙


% Perbedaan = | | X 100 %
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔
32,6−35
=| | X 100 %
32,6

= 7,5 %
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 Batu Apung Gambar B.2 Pasir Halus

Gambar B.3 Menimbang Pasir Halus Gambar B.4 Menimbang Batu Apung

24
25

Gambar B.5 Menimbang Batu Apung Gambar B.6 Menimbang Pasir Halus
Menggunakan Neraca Analitik Menggunakan Neraca Analitik

Gambar B.7 Menimbang Batu Apung Gambar B.8 Menimbang pasir Halus
Menggunakan Neraca Ohaus
Menggunakan Neraca Ahous

Anda mungkin juga menyukai