Anda di halaman 1dari 37

UPDATE ASTHMA AND COPD

dr.Rudi Dermawan, SpP.


Achieving asthma control in practice
Alasan asma tidak terkontrol

Diagnosis yang salah


Salah pemilihan device dan
teknik penggunaan inhaler
Merokok
o Resistensi relatif kortikosteroid
Komorbid
Variasi Individu terhadap
respons terapi
o farmakogenetik
Kepatuhan pasien
Definisi Asma

Asma menyebabkan gejala


Penyakit respirasi
heterogen, • Kronik berpotensi serius
biasanya • Aktivitas terbatas dan kambuh bisa
ditandai dengan sampai fatal
• Beban bagi pasien, keluarga, masyarakat
inflamasi kronis
pada saluran Terdapat berbagai fenotipe asma
pernapasan
• Asma Alergi, Asma Kerja, Asma pada
kehamilan,
• Asma Tercetus Olahraga, Asma pada
geriatri, dll
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2019.
Fenomena Asma

Inflamasi Berdasar data


Hiperresponsif saluran napas Riskesdas 2018
Obstruksi saluran napas
Prevalens Asma
di Indonesia
sekitar 2.4%
penduduk yaitu
sekitar 6 juta
orang
Asma di dunia
300 juta
Currie, GP., Therapeutic modulation of allergic airways disease with leukotriene
receptor antagonists., Q J Med 2005; 98: 171 – 182
Mengenal Asma

Gejala respirasi
• Napas bunyi mengi (wheezing), napas pendek, dada tertekan,
batuk yang bervariasi baik frekuensi maupun intnesitas
Kesulitan bernapas (obstruksi) disebabkan
• Bronkokonstriksi (penyempitan saluran napas)
• Dinding saluran napas menebal
• Meningkatnya produksi mukus.

Variasi aliran udara (variabilitas) :


• Dapat terjadi pada orang tanpa asma
• Paling besar terjadi pada pasien asma terutama yang tidak
terkontrol.
Faktor pencetus asma

Faktor pencetus
yang memperburuk
gejala asma
 Hindari

Eksaserbasi :
*asma derajat ringan
*asma yang tidak
terkontrol 
Semakin sering dan
berat

Kontroler : Kortikosteroid
• Mengurangi frekuensi dan berat gejala asma, eksaserbasi, Penurunan fungsi paru atau efek samping obat dan kematian
• Terapi Individual berdasarkan derajat, faktor risiko eksaserbasi, fenotipe, komorbid, teknik inhaler dan pembiayaan
Mendiagnosis Asma Diagnostic flow-chart for asthma in clinical practice

Kronisitas, variabilitas, reversibilitas


• Keluhan respirasi :
– Napas berbunyi (wheezing), napas
pendek, dada terasa tertekan, batuk
– Biasanya lebih dari 1 gejala
– Riwayat Asma, Eksaserbasi, Pencetus
• Pemeriksaan fisis : tergantung derajat
dan serangan : Normal-Wheezing,
Ekspirasi memanjang
• Penunjang :
– Uji Fungsi Paru : Obstruksi
– Foto toraks : Corakan meningkat
(bronkitis), Hiperinflasi,
emfisematous

Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2019.
Uji Fungsi Paru

Obstruksi
• Peak Flow Meter, Spirometri, Uji provokasi bronkus, Bronkodilator Test, NO, Uji alergi
• Minimal saat diagnosis : VEP1 rendah dan VEP1/KPV di bawah normal
• VEP1 bertambah >200 ml atau >12% pasca inhalasi bronkodilator
• Rerata variabel APE diural > 10% (anak>13%)
• Peningkatan VEP1>12% dan 200 ml dari baseline setelah 4 minggu terapi antiinflamasi
• Makin besar variasi: mendekati diagnosis asma
• Diulang selama ada gejala, di pagi hari, atau setelah bronkodilator serta 3-6 bulan setelah terapi
• Reversibelitas bronkodilator kadang tidak ada setelah eksaserbasi berat atau infeksi virus

Pasien dalam terapi kontroler


• 25-35% terdiagnosis asma di FKTP
• Tidak dilakukan pemeriksaan faal paru
• Fungsi paru normal, ulang dengan Uji Bronkodilator
Penilaian Pasien Asma

Asma kontrol : Gejala dan faktor risiko


• Nilai gejala dalam 4 minggu terakhir
• Identifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi
• Nilai fungsi paru sebelum memulai pengobatan, 3-6 bulan secara periodik
Faktor komorbid
• Rhinitis, rhinosinusitis kronik, GERD, Obesitas, OSA, ansietas, depresi

Masalah Pengobatan
• Catat pengobatan pasien dan efek samping
• Check cara penggunaan inhaler Waktu Penilaian
• Diskusi tentang kepatuhan
• Ada keluhan
• Cek kembali tentang rencana aksi pengobatan asma
• Tanya tentang persepsi dan tujuan pengobatan asma pasien • Setelah eksaserbasi
• Saat kontrol
Penilaian Kontrol Asma
Derajat Asma Asma Kontrol Tes
Penilaian gejala Ya1 N0
Terkontrol

Dalam 4 minggu terakhir


Penuh Sebagian Tidak

Gejala lebih dari 2x/


minggu

Terbangun karena asma

Penggunaan Pelega
(SABA) ≥ 2x/minggu Nilai 0 Nilai 1-2 Nilai 3-4

Keterbatasan aktivitas
karena asma
Hospitalisasi Sesuai Derajat Asma
Faktor Risiko Eksaserbasi

Obat :
• Penggunaan berlebih SABA (≥ 3x200 dosis kanister/tahun, mortalitas meningkat jika >1 kanister/bulan),
• ICS yang tidak adkuat
• Kepatuhan yang buruk
• Teknik penggunaan inhaler yang salah

Komorbid :
• Obesitas, Rhinosinusitis kronik, GERD, Alergi makanan, Kecemasan, Depresi, Kehamilan.

Pajanan
• Asap rokok, rokok elektronik, alergen, polusi udara

Fungsi paru :
• VEP1 yang rendah terutama bila <60% nilai prediksi, respon bronkodilator yang tinggi

Marker inflamasi Tipe 2 :


• Eosinofil darah yang tinggi atau hasil FeNO yang tinggi

Riwayat 12 bulan terakhir :


• Intubasi atau perawatan ICU karena asma dan Eksaserbasi berat

Masalah Sosial dan ekonomi


Kondisi Pasien Asma

Asma tidak terkontrol

Asma terkontrol sebagian

Asma terkontrol
Managemen Asma

Jangka panjang
• Menurunkan risiko
• Mengontrol gejala

Tujuan :
• Mengurangi beban pasien, tidak ada gejala yang mengganggu, hidup aktif dan produktif
• Fungsi paru normal atau mendekati normal
• Mengurangi risiko kematian terkait asma
• Mengurangi risiko eksaserbasi
• Mencegah kerusakan saluran napas
• Mengurangi kebutuhan obat pelega dan mengurangi efek samping obat

Partnership antara nakes dan pasien


• Dibutuhkan kerja sama antara nakes dan pasien
Perubahan Mendasar
GINA 2019

Tidak
merekomendasikan
terapi SABA Tunggal

Rekomendasi terapi
pengontrol (ICS)
1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2019. Available from: www.ginashtma.org; 2. Global Initiative for Asthma.
Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2020. Available from: www.ginashtma.org
Antiinflamasi Inhalasi
Pelega + antiinflamasi
DAHULU
Terapi berbasis SABA seperlunya
Besaran relative dari inflamasi dan

SABA berlebih berisiko bagi pasien:


SABA (mis.salbutamol)
Asma adalah penyakit inflamasi kronis, Dengan SABA ≥3 canister /tahun :
Kortikosteroid oral peningkatan eksaserbasi
gejala*1

Inflamasi intensitas yang berubah-ubah1


Gejala Ketika gejala memburuk, pakai SABA 1 Peningkatan kematian2
SABA tidak mengatasi inflamasi1

Hari

BARU & PILIHAN UTAMA


Terapi berbasis Budesonide-Formoterol seperlunya Atasi perburukan gejala
Atasi inflamasi
Besaran relatif dari inflamasi

BUD/FORM Pelega anti-inflamasi


 Mengurangi risiko eksaserbasi3
dan gejala*1

Menurunkan risiko eksaserbasi

Inflamasi * Usulan hipotesa dari mekanisme a) Pelega SABA dan b) Budesonide-formoterol seperlunya
Gejala sebagai Pelega Anti-Inflamasi selama perburukan gejala asma yang terjadi sebelum eksaserbasi.
Efek formoterol cenderung lebih kompleks dan tidak disajikan dalam grafik. SABA hanya
meredakan gejala tetapi tidak mengatasi inflamasi. Pelega dengan Anti-Inflamasi meredakan
gejala dan mengatasi inflamasi. Garis putus-putus menunjukkan perburukan asma pada pasien
yang menggunakan pelega SABA
Hari

1. Harrison, T., et al. Variability in airway inflammation, symptoms, lung function and reliever use in asthma: anti-inflammatory reliever hypothesis and STIFLE study design. ERJ Open Res 2020; 6: 00333-2019; 2.
Nwaru B.I., et al. Overuse of short-acting β2-agonists in asthma is associated with increased risk of exacerbation and mortality: a nationwide cohort study of the global SABINA programme. Eur Respir J 2020; 55:
1901872; 3. O’Byrne PM, et al. Inhaled Combined Budesonide–Formoterol as Needed in Mild Asthma. N Engl J Med. 2018;378:1865–1876
Perubahan Fungsi Paru Pasca Bronkodilator

Rerata Perubahan Fungsi Paru Setelah Pemberian Obat “Ketika gejala memburuk, sebagian besar pasien menggunakan
pelega”4
Perubahan FEV1 terhadap

30
25
baseline (%)

20
Budesonide-Formoterol: efek lega cepat & meredakan inflamasi yang
15 muncul3
10
5
0 n=36
Formoterol terbukti meredakan gejala secepat dan seefektif SABA1–2
-5
Adaptasi dari Seberova -5 0 3 5 10 15 20 25 30 35
Menit Setelah Pemberian Obat
Formoterol Formoterol Salbutamol Salbutamol Plasebo
TBH TBH pMDI 100 pMDI 2 0 0 μg
4.5 μg
Efek bronkodilator tergantung pada dosis, dengan onset antara 1-3
9 μg μg
menit (pada menit ke 3 sejak pemberian obat, tidak ada perbedaan
FEV1, forced expiratory volume in 1 second; TBH, turbuhaler; pMDI, pressurised metered dose inhaler
nilai FEV1 antara Formoterol+budesonide& Salbutamol

1. 1.Seberová E, Andersson A. Respir Med. 2000;94(6):607–611. 2. Symbicort Product Information BPOM-RI 2020; 3. Beasley R, Holliday M, Reddel H.K, et al. N Engl J Med. 2019;380:2020–2030.;
2. 4. O’Byrne PM et all. The paradoxes of asthma management: time for a new approach? Eur Respir J 2017; 50: 170110
Labac dan eksaserbasi

NOVEL START Budesonide-Formoterol 200/6 μg seperlunya (n = 220)


Studi pragmatik, open-label
R 1:1:1
2 hisapan Albuterol 100 μg seperlunya (n = 223)
yang didesain untuk
merefleksikan kondisi Budesonide 200 μg BD + 2 hisapan albuterol 100 μg seperlunya (n = 225)

praktek sehari-hari
• 675 pasien asma dewasa Menurunkan angka eksaserbasi tahunan vs SABA
yang sebelumnya diterapi 51% Angka eksaserbasi absolut per pasien/tahun: 0.195 vs. 0.400;
RR 0.49; 95% CI 0.33 - 0.72; P<0.001
dengan SABA seperlunya
• 52 minggu, open-label, Menurunkan risiko eksaserbasi berat vs SABA

randomised, multicenter,
60% Kejadian eksaserbasi berat = Bud/For: 9 vs albuterol 23;
RR, 0.40; 95% CI 0.18 to 0.86

controlled trial
Dosis ICS harian lebih rendah vs ICS + SABA
52% 222±113 pada kelompok budesonide vs
107±109 pada kelompok Bud/For seperlunya

Beasley R, Holliday M, Reddel HK, et al. Controlled trial of budesonide–formoterol as-needed for mild asthma. N Engl J Med 2019;380:2020–2030.
LABAC MENURUNKAN RISIKO EKSASERBASI VS SABA
PADA ASMA RINGAN, SEDANG, MAUPUN BERAT

Pada asma sedang-berat,


Pada asma ringan,
Budesonide-Formoterol Pelega Anti-Inflamasi (+ Pengontrol)
Budesonide-Formoterol Pelega Anti-Inflamasi
menurunkan eksaserbasi berat 21 to 48% vs ICS-LABA lain3-6;
menurunkan eksaserbasi berat 60-64% VS SABA1,2
dengan dosis ICS lebih rendah 25%5
LEBIH DARI
LEBIH DARI Vs dosis setara Vs dosis lebih Vs dosis tertinggi
40 40 ICS-LABA tinggi ICS-LABA ICS-LABA

4,500 10,000
Number of patients with severe exacerbations

35 35
60 60 60

Exacerbation rate (per 100 patients-6 months)


PASIEN PASIEN

Tingkat Eksaserbasi (per 100 patients-year)


30 30 55 55 55
50 50 50
(per 100 patients-year)

60%

Events (per 100 patients-year)


Tingkat Eksaserbasi

25 25
23
45 48% 45 45
formoterol + BUD-FORM
64% 21
Budesonid harian + SABA
40 37 40 40
seperlunya 22%
20
20
20 35 35 35
21%
31 31 SABA + BUD-FORM
SABA seperlunya 29
30 30 30
15 15 25
Budesonide-Formoterol 25 24 25 39% 25 Salmeterol/fluticasone
+ salbutamol
Pelega Anti-Inflamasi 19
20 19 20 20
10 10 9 16
7 15 15 15 SABA + Sal/flu
12
5 5 10 10 10
BUD/FORM Pelega Anti-
5 5 5 Inflamasi +Pengontrol
0 0 0 0 0
Beasley et al.2 Rabe et al.3 Vogelmeier et al.4 Kuna et al.5 Bousquet et al.6
O’Byrne et al.1
NOVEL START n = 1,138 n = n = 1,076 n = 1,067 n = 1,123 n = 1,105 n = 1,153
SYGMA 1
n = 223 n = 225 1,137 n = 1,107 n = 1,107 n = 1,151
n = 1,277 n = 1,277
n =220

1. O’Byrne PM, FitzGerald JM, Bateman ED, et al. supplementary appendix. N Engl J Med. 2018;378:1865–1876. 2. Beasley R, Holliday M, Redel HK, et al. N Engl J Med. 2019;380:2020–2030. 3. Rabe KF, Atienza T,
Magyar P, et al. Lancet. 2006;368:744–753. 4. Vogelmeier C, D’Urzo A, Pauwels R, et al. Eur Respir J. 2005;26:819–828. 5. Kuna P, Peters MJ, Manjra AI, et al. Int J Clin Pract. 2007;61:725–736. 6. Bousquet J, Boulet
LP, Peters MJ, et al. Respir Med. 2007;101:2437–2446.
Pemilihan Device dan Teknik Pemakaian

Terapi inhalasi : Pilihan Device :

• Langsung ke target organ • Perlu edukasi menggunakan


• Dosis lebih kecil device
• Efek samping minimal • Evaluasi teknik penggunaan
• Sesuaikan dengan kebutuhan
obat, kemampuan teknik
pemakaian, pembiayaan.
• MDI (metered dosage
Inhaler), DPI (Dry Powder
Inhaler) dan Nebulizer (Jet
dan Ultrasonik)
Pandemi Covid-19

Asma dan Pandemi Covid-19 Rekomendasi:


• Komorbid Covid-19 sehingga asma harus terkontrol Vaksin covid-19
• Virus SarCoV2 sebagai pencetus Asma Booster
• Risiko tinggi : Riwayat kortikosteroid oral dan riwayat asma berat Vaksin influenza
• Asma eksaserbasi (2020) turun (berhubungan dengan 3M)

Terapi asma khususnya ICS atau kombinasi


• Hindari pencetus, Lanjutkan program terapi
• Eduksi langkah-langkah bila terjadi perburukan

Pasien terduga atau terkonfirmasi Covid-19


• Hindari nebulizer kecuali ruang tekanan negatif/terbuka
• Gunakan MDI dengan atau tanpa specer
G lobal Initiative for Chronic
O bstructive
L ung
D isease COPD Treatment

dr.Rudi Dermawan, SpP.


Definisi PPOK berdasarkan GOLD 20211

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah:


• Penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani,
• Memiliki karakter gejala pernapasan dan keterbatasan aliran udara
yang persisten,
• Karena abnormalitas saluran pernapasan dan/atau alveolar,
• Yang umumnya disebabkan oleh paparan partikel atau gas
berbahaya
Prevalens PPOK
• Prevalens PPOK di Indonesia sekitar 3.7%2

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2021. Available from: https://goldcopd.org/; 2. RISKESDAS 2013
Indikator langsung diagnosis pada PPOK*

Spirometri

Pengukuran :
Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1)
Kapasiti Vital Paksa (KVP)

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio


VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

“Spirometri dibutuhkan untuk


menentukan diagnosis PPOK”

* Penyakit Paru Obtruksi Kronis


Buku Lengkap Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK PDPI, Juli 2011
Harapan pasien dalam terapi PPOK

Terbebas dari • segera terbebas dari gejala, terutama dyspnea, yang


menyebabkan rasa takut dan stress1
Gejala
Terhindar dari • Takut mengalami eksaserbasi dan rawat inap,
sehingga ingin menghindari hal tersebut sebisa
eksaserbasi mungkin1-2

• Ingin dapat beraktivitas di pagi hari dengan baik dan


Aktivitas pagi menjalani aktivitas harian3-4

1. Halpin D et al. JRSM Open 2015; 6(12):2054270415614543 2. Karasouli E et al. BMJ Open 2015; 6:e009030; 3. Roche N et al. Respir Res 2013; 14:112;
4. Partridge M et al. Ther Adv Respir Dis 2009; 3(4):147–57; .
Efek Eksaserbasi terhadap penurunan fungsi paru
Efek Hipotetical pada perokok biasa yang 50% pasien sejak hospitalisasi pertama karena eksaserbasi PPOK
mengalami PPOK berdasarkan tingkat keparahan1 meninggal di tahun ke-43

Exacerbation

Exacerbatio
n

Exacerbatio
n
Exacerbatio
n

Figure adapted from Hansel T, et al. 2009


Kaplan-Meier survival function untuk kohort 73.106 pasien sejak pertama kali
mengalami eksaserbasi untuk PPOK selama 17 tahun periode follow-up3
COPD, chronic obstructive pulmonary disease; ROS, Reactive oxygen species.
1. Hansel T, et al. Lancet 2009;374:744–55; 2. Vestbo J, et al. N Engl J Med 2011;365:1184–92; 3. Suissa S et al. Long-term natural history of chronic obstructive pulmonary disease: severe exacerbation and
mortality. Thorax 2012; 67: 957-963
Tata Laksana awal PPOK

Kelompok C Kelompok D
≥ 2 eksaserbasi berat LAMA atau
atau ≥ 1 menyebabkan LAMA LAMA+LABA* atau
hospitalisasi ICS+LABA**
*pertimbangkan jika sangat simptomatik (CAT>20)
** pertimbangkan jika eos ≥300

Kelompok A Kelompok B
0 atau 1 eksaserbasi
sedang (tidak Bronkodilator Bronkodilator onset lama (LABA
menyebabkan atau LAMA)
hospitalisasi)

mMRC 0-1 CAT < 10 mMRC ≥ 2 CAT ≥ 10

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2021. Available from: https://goldcopd.org/
Faktor pertimbangan ketika memulai pengobatan ICS

SANGAT DISARANKAN DIPERTIMBANGKAN TIDAK DISARANKAN


menggunakan ICS menggunakan ICS menggunakan ICS

• Memiliki riwayat rawat inap • 1 eksaserbasi sedang • Kejadian pneumonia berulang


karena eksaserbasi PPOK# PPOK/tahun# • Eosinophil darah <100 sel/µL
• ≥2 eksaserbasi PPOK sedang • Eosinophil darah 100-300 • Memiliki riwayat infeksi
per tahun# sel/µL mikobakterium
• Eosinophil darah >300 sel/µL
• Memiliki riwayat asma atau
penyakit asma

# meskipun terapi pemeliharaan menggunakan bronkodilator kerja panjang sudah sesuai


* Perhatikan bahwa eosinophil darah harus dilihat sebagai suatu rangkaian kesatuan; nilai yang dikutip mewakili perkiraan cut-
point; jumlah eosinophil cenderung berfluktuasi
(catatan: skenario berbeda untuk pertimbangan penghentian ICS)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2021. Available from: https://https://goldcopd.org/
Penanganan PPOK setelah pengobatan inisial
1. Jika respon baik dengan inisial terapi, pertahankan.
2. Jika tidak: - Pertimbangkan karakteristik utama untuk ditangani (dyspnea atau eksaserbasi)
 Gunakan jalur eksaserbasi jika kedua eksaserbasi dan dyspnea perlu ditangani
 Tempatkan pasien sesuai kotak di bawah berdasarkan pengobatan saat itu & ikuti indikasi
 Nilai respon, sesuaikan, dan review
 Rekomendasi ini tidak tergantung penilaian ABCD saat diagnosa

*DISPNEA* *EKSABERBASI*

LABA atau LAMA LABA atau LAMA


*

LABA + LAMA ** LABA + ICS LABA + LAMA **


** ** LABA + ICS
Pertimbangkan Pertimbangkan
jika jika
eos < 100 eos ≥ 100
• Pertimbangkan LABA + ICS +
LAMA+ LABA + ICS
mengubah alat LAMA
inhalasi atau
molekul
• Investigasi (dan
obati) penyebab Pada mantan perokok
Roflumilast
lain dispnea FEV1 < 50% & Azithromisin
bronkitis kronis

eos = blood eosinophil count (cells/µL)


* Pertimbangkan jika eos ≥ 300 atau eos ≥ 100 dan ≥2 eksaserbasi sedang/1 hospitalisasi
** Pertimbangkan de-eskalasi ICS atau tukar jika pneumonia, indikasi tidak tepat, atau kurang respon terhadap ICS Referensi: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2021
Studi SPEED: Effect on lung function and morning activities of budesonide/formoterol
versus salmeterol/fluticasone in patients with COPD

Run- Randomisasi, buta ganda Pengobatan Inklusi pasien:


Pasien COPD ≥40 tahun, diagnosa PPOK
in BUD/FORM 320/9 µg SAL/FLU 50/500 µg dengan gejala min 2 tahun, min 1x
Pengobatan PPOK dan plasebo Diskus BID Wash-out dan placebo TBH BID eksaserbasi PPOK yang membutuhkan
dihentikan kecuali ICS BUD/FORM 320/9 µg steroid oral dan/atau antibiotik dalam 12
SAL/FLU 50/500 µg Crossover bulan terakhir, sedang atau sebelumnya
dan plasebo TBH BID dan plasebo Diskus BID
perokok min 10 bungkus-tahun, FEV1
Terbutaline 0.5 mg/dosis sebagai pelega ≤50% dari prediksi normal dan
FEV1/kapasitas vital <70% paska-
bronkodilator dan yang sebelumnya
Minggu -1 0 1 3 4
menggunakan SABA atau SAMA sebagai
n = 442 pasien pelega.

Budesonide/Formoterol memiliki onset


kerja yang lebih cepat dan memberikan
83% perbaikan yang lebih besar bagi
(p<0.05) kemampuan pasien melakukan aktivitas
pagi hari Vs. Sal/Flu

Partridge, Martyn R. et al. Effect on lung function and morning activities of budesonide/formoterol versus salmeterol/fluticasone in patients with COPD., Ther Adv Respir Dis. 2009. 3(4) 1471
Studi PATHOS exacerbation:
Combination of Budesonide/Formoterol more effective than Fluticasone/Salmeterol in
preventing exacerbations in chronic obstructive pulmonary disease: the PATHOS Study

Run- Observasi, retrospektif, berdasarkan populasi, selama 11 tahun di swedia (medical records GP di swedia)
Inklusi pasien:
in Pasien dengan
BUD/FOR (7155 (72%)) matched cohort n = 2734
diagnosa PPOK oleh
dokter yang
FLU/SAL (2738 (28%)) matched cohort n = 2734 menggunakan
BUD/FOR atau
Tahun 0 1 SAL/FLU.
1

Dosis rata-rata ICS selama periode studi observasi:


Dosis budesonide 568 ± 235 µg/hari
Dosis fluticasone 784 ± 338 µg/hari

Budesonide/formoterol lebih efektif


menurunkan jumlah eksaserbasi,
hospitalisasi, dan penggunaan oral
steroid vs salmeterol/flutikason

Larsson K, et al. Combination of Budesonide/Formoterol more effective than Fluticasone/Salmeterol in preventing exacerbations in chronic obstructive pulmonary disease: the PATHOS Study., J Intern Med.
2013;273:584–94
Kesimpulan

1. Asma terkontrol merupakan tujuan pengobatan asma


2. Mencapai asma terkontrol melalui diagnosis asma yang tepat,
menentukan derajat asma, menentukan faktor risiko eksaserbasi dan
pengobatan dengan kontroler
3. Pasien PPOK mengharapkan pengobatan yang membuat pasien
terbebas dari gejala, terbebas dari eksaserbasi, dan Ingin dapat
beraktivitas di pagi hari dengan baik5,6,7,8
4. Pembagian Kelompok PPOK berdasarkan gejala, uji fungsi paru, dan
riwayat eksaserbasi
5. Strategi tatalaksana PPOK terutama berdasar pada penilaian individu
dari gejala dan risiko eksaserbasi1

Anda mungkin juga menyukai