Nama Kelompok :
Sharda 012010138
BAB I
PEMBAHASAN
1Dr. H. A. Fatoni, M.Pd.I..Tafsir Tarbawi: Menyingkap Tabir Ayat-ayat Pendidikan. Forum Pemuda Aswaja. Juni
2020. Hal 55
tulisan atau yang ditulis. Membaca dan menulis merupakan proses yang menjadi kebutuhan
dalam proses belajar dan mengajar.2
َ فَلَ ْو ََل نَف ََر َم ْن ُك ِل ف ِْرقَ ٍة مِ ْن ُه ْم،ًَو َما َكانَ ْال ُمؤْ مِ نُ ْونَ ِليَ ْنف ُِر ْوا كَافَّة
طائِفَةٌ ِليَتَفَقَّ ُه ْوا فِ ْي ا ِلديْنَ َو ِليُ ْنذ ُِر ْوا قَ ْو َم ُه ْم اِذَا َر َجعُ ْوا اِلَ ْي ِه ْم لَعَ ِل ُه ْم
يَحْ ذَ ُر ْون
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.3
• Tafsir Ayat
ًَو َما َكانَ ْال ُمؤْ مِ نُ ْونَ ِليَ ْنف ُِر ْوا كَافَّة
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (kemedan perang)”
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka
seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan
perjuangan. Karena perang itu sebenarnya fardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan
oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain, yang wajib di lakukan setiap
orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul memerintahkan agar mengerahkan
seluruh kaum mu’min menuju medan perang.
ٌطائِفَة
َ فَلَ ْو ََل نَف ََر َم ْن ُك ِل ف ِْرقَ ٍة مِ ْن ُه ْم
Artinya: “(Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama)”.
Maksudnya mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang
berangkat ke medan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk
suatu negeri atau suatu suku, dengan maksud supaya orang-orang mu’min seluruhnya
2
Aas Siti Sholichah. Teori Teori Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Edukasi Islam, Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07, No.
1.Hal 29 dan 36.
3Mushaf Wakaf, Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Forum Pelayan Al-Qur’an, 2013), hal. 206.
dapat mendalami agama mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak berangkat dan
tinggal di kota madinah, Ayat ini turun ketika semangatkaum muslimin untuk jihad ke
medan pertempuran mencapaipuncaknya, semua kalangan umat Islam berbondong-
bondong untuk ikut berjihad dimedan perang. Sehingga tidak ada lagi orang yang tinggal
untuk memperdalam ilmu keIslaman.
Inilah yang menjadi motifasi kaum muslimin. Orang yang syahid dianggap tidak mati,
karna ia akan mendapat kemenangan disisi Allah SWT. Jihad terbagi kedalam beberapa
macam, diantaranya adalah jihad menghadap orang-orang kafir, munafiq, setan dan hawa
nafsu. Selain itu memberantas kemiskinan, kebodohan, penyakit, dan lain-lain adalah jihad
yang tidak kalah pentingnya dari jihad mengangkat senjata melawan orang kafir. Ilmuan
berjihad dengan mengajarkan ilmunya, guru dengan pendidikannya, pemimpin dengan
keadilannya, pengusaha dengan kejujurannya, demikian seterusnya. Khusus untuk
pengajar, ayat diatas telah memberikan motifasi kepada kita bahwa orang yang berjihad
dimedan juang dengan orang yang pergi belajar kemudian mengajarkan ilmunya memiliki
kedudukan yang sama disisi Allah SWT. Jadi keutamaan menuntut ilmu dan
mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah dengan jihad. Begitu banyaknya pahala yang
dijanjikan Allah dan Nabinya sebagai motifasi bagi peserta didik dan guru serta
mengajarkan kepada orang lain maka dia akan mendapat kebaikan yang sama dengan
orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yangmelakukannya,
begitu juga sebaliknya.
Maksudnya ialah agar mereka yang telah diberikan pelajaran, mereka dapat menjaga
diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dan melaksanakan apa yang diperintah Allah
SWT. Oleh karena itu, orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan harus menjadi
puncak dan bagian tertinggi bagi sesama manusia. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan
membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, Ia sendiri juga
harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan tauladan bagi orang-orang
sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan
demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap
orang mu’min mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya
dan mengajarkannya kepada orang lain.4
Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan
maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan
kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang
berjihat dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya
tersebut kedudukanya lebih tnggi dari mereka yang keadaanya tidak sedang berhadapan
dengan musuh.5
Maka Inti dari ayat diatas adalah tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi
berperang (jihad), namun harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses
tarbiyah sangat penting bagi kukuhnya Islam.
Dari berbagai uraian di atas dapat dipahami, bahwa mencari jihad itu tidak hanya
berperang melawan musuh, tetapi mencari ilmu itu juga termasuk jihad. karena seandainya
tidak ada orang yang mencari ilmu maka generasi muda Islam tidak akan tahu apa-apasoal
ilmu. Dan perlu diketahui bahwa jihad yang paling besar adalah melawan hawa nafsu tidak
melawan orang kafir. sebagaimana hadits Nabi SAW, yang berbunyi “Kita baru saja kembali
dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya, “Apa jihad besar itu?, Nabi
SAW menjawab, “Jihaad al-qalbi (jihad hati).’ Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-
nafs”. (lihat Kanz al-‘Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/265).
4
Dr. H. A. Fatoni, M.Pd.I.. Tafsir Tarbawi: Menyingkap Tabir Ayat-ayat Pendidikan. Forum Pemuda Aswaja. Juni
2020. Hal 55-60
5 Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi jilid IV, (Beirut Dar al-fikr), hal. 48.
B. Tafsir Surat Ali-Imron ayat 104
ََۗو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ا ُ َّمةٌ يَّدْع ُْونَ اِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُم ُر ْونَ بِا ْل َم ْع ُر ْوفِ َويَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر ۗ َوا ُ ولٰٓئِكَ هُ ُم ْال ُم ْف ِل ُح ْون
Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar 6 , merekalah
orang-orang yang beruntung”
• Tafsir Ayat
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar diantara
mereka (orang-orang mu’min) ada golongan atau kelompok yang memerintahkan kepada
kebaikan. Kata-kata minkum di sini menunjukkan kepada salah satu dari kedua makna yaitu:
Selain itu min juga menunjukkan perintah untuk menyeru kepada umat manusia
seluruhnya untuk menyampaikan Risalah Muhammad SAW. Akan tetapi, hal itu tidaklah
menolak adanya spesialisasi sebagian dari kaum muslimin untuk memberikan penjelasan-
penjelasan mengenai Islam kepada orang-orang yang telah masuk Islam. Atas dasar perintah
itu, boleh saja dakwah dilaksanakan secara berjama'ah dan individu sesuai dengan
kemampuannya. Kemudian jama'ah dapat membentuk orang-orang yang patut menjadi da'i
dan mengadakan studi Islam bagi para generasi setelah Nabi Muhammad SAW. Dan harus
ada pula orang yang meminta fatwa kepada orang yang lebih mengetahui tentang agama yang
tidak diketahuinya.
Kedua, dalam kata minkum menunjukkan min lit tab'idl, yaitu min yang menunjukkan
untuk sebagian. Dalam pengertian ini, maka terjemahan ayat 104 surat Ali-‘Imran tersebut di
atas adalah "hendaknya ada diantara kamu yang secara khusus melaksanakan dakwah
6
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan
yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Islamiah memerintahkan ma'ruf dan melarang yang munkar." Hal ini sejalan dengan firman
Allah dalam surat al-Taubah ayat 122 yang artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang
yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka untuk memperdalam tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya sicpaya mereka dapat
menjaga diri”. Dengan menggunakan dhamir yang mengkhususkan atau dengan kata lain
bahwa kebahagiaan itu hanya akan diperoleh oleh mereka yang bersungguh-sungguh dalam
mengamalkan ajaran agamanya, maka hal itu menjadi indikasi kesuksesan manusia.
Dengan penjelasan tersebut, maka pendapat yang mengatakan bahwa dakwah sebagai
kewajiban umum, atau fardhu 'ain (tiap individu) dan kewajiban khusus atau fardlu kifayah
(hanya bagi kelompok khusus) dapat bisa disepakati. Dalam hubungan ini Imam Syafi'i
berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban itu mencakup kewajiban umum dan khusus. Seruan
untuk berdakwah, ditujukan kepada umat Islam berdasarkan ayat tersebut. Jika ditinggalkan,
maka akan berdosa semuanya. Oleh karena itu, sebagian kaum muslimin memiliki kewajiban
untuk berdakwah kepada sebagiannya, maaka kebahagiaan akan datang menghampiri umat.
Maksud ayat ini adalah bahwa hendaknya ada dari segolongan orang yang berjuang dalam
menuntut ilmu serta mendalaminya kemudian bila ilmu telah diperoleh maka ajarkanlah
kepada orang lain serta menyeru kepada manusia untuk berbuat baik (ma'ruf) dan mencegah
terhadap yang mungkar karena hal itu termasuk sifat dari orang-orang mukmin. Mengajarkan
ilmu adalah salah satu dari dari tujuh amalan yang merupakan amalan yang terus mengalir
pahalanya, mengajarkan ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat yang membuat
orang lain dapat mengenal ajaran agama mereka, yang membuat orang lain dapat mengenal
Allah Subhanallahu Wata’ala bisa meniti jalan yang lurus. Ilmu yang dapat membuat orang
tersebut dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, yang mereka dapat membedakan
antara kebenaran dan kebatilan dan dapat membedakan mana yang halal dan mana yang
haram. Hal ini menunjukkan keutamaan para ulama dan para guru-guru yang ikhlas. Mereka
mengajari orang-orang yang tidak tahu dan mengingatkan orang-orang yang lupa. Ketika
mereka meninggal ilmu mereka tetap mengalir pahalanya. Ketikaseorang ulama meninggal,
tetapi kitab mereka tetap ada. Generasi-generasi setelahnya dapat mengambil ilmu tersebut.7
7Dr. H. A. Fatoni, M.Pd.I.. Tafsir Tarbawi: Menyingkap Tabir Ayat-ayat Pendidikan. Forum Pemuda Aswaja. Juni
2020. Hal 55-60
C. Tafsir Q.S Al Alaq 1-5
ٍ َعل
ۗق ِ ْ َ َخلَق.2
َ اَل ْن
َ سا نَ مِ ْن
َ ْ َ اِ ْق َرأْ َو َربُّك.3
ۗ اَل ْك َر ُم
Artinya:
Menurut Quraish Shihab,8 kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun,
yang mana melahirkan makna lain seperti, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks yang tertulis maupun tidak tertulis.
Sementara kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
nilai dan keterampilan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kata ini merupakan simbol
abadi sejak manusia mengenal baca-tulis hingga dewasa ini.
Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu,
yaitu Allah mengajar dengan pena sebagaimana yang telah diketahui manusia lain
sebelumnya, dan mengajar manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama
adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia dan cara kedua adalah
mengajarWahyu pertama ini dimulai dengan kata ( = إقرأmembaca) yaitu bentuk kata tanpa
8M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan,
2001), 433.
alat dan tanpa usaha manusia. Meskipun berbeda namun keduanya bersumber dari satu
sumber yaitu Allah SWT.9
perintah atau األمر فعلyang merupakan perubahan dari kata bentuk mudhari’ yang dibentuk
dengan mengganti awalan katanya dengan huruf alif.10
Menurut kaidah ushul al-fiqh, bahwa kata-kata dalam al-qur’an yang dimulai dari kata
perintah adalah merupakan kewajiban dari perintah iu sendiri, al-ashl fi> al-amr lil wuju>b.
Dari sini dapat dipahami bahwa perintah belajar (membaca) merupakan sebuah kewajiban
bagi ummat islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur".
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada tiga potensi diri manusia yang terlibat dalam
proses belajar mengajar, yaitu: pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Apabila dikaitkan
dengan kegiatan belajar mengajar, ketiga komponen tersebut saling berkorelasi, bahwa
pendengaran bertugas untuk menangkap dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah
didapatkan dalam proses belajar mengajar, penglihatan bertugas untuk mengembangkan ilmu
9 Ibid, 434
10Abdullah Abbas Nadwi, Learning The Language Of The Holy Al-Qur’an (Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an)
(Bandung: Mizan, 1996), 186.
Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ ’Ulumuddin. Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hujjatul Islam (Bandung:
11
12 Ibid, 27
pengetahuan serta menambahkan hasil penelitian guna mengembangkan kajian terhadap ilmu
tersebut, dan yang terakhir yaitu hati nurani yang bertugas untuk memilah segala sesuatu
yang sifatnya baik dan buruk.13
Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 14, No. 2, 2021, pp. 187-193
13
BAB II
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu manusia
akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan mampu merubah suatu
peradaban. Bahkan dirinya pun tidak bisa menjadi lebih baik karena menuntut ilmu
merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.14
Selain itu Belajar juga merupakan suatu hal yang harus ditempuh oleh manusia untuk
menghilangkan kebodohan, menemukan jati diri dan menemukan tujuan hidup. Oleh sebab
itu Nabi memberi perhatian khusus dalam bidang pendidikan. hal tersebut bisa dilihat pada
banyaknya hadis Nabi yang membahas tentang pentingnya menuntut ilmu dan keutamaan
orang-orang yang berilmu. Dalam dunia pendidikan Rasulullah merupakan role model dalam
mengembangkan metode pembelajaran. Karakteristik mengajar ala Rasulullah harus
senantiasa digugu dan ditiru oleh semua kalangan pendidik. Salah satu metode yang baik
untuk membentuk karakter murid adalah dengan memberinya suri teladan yang baik
sebagaimana nabi mengajarkan akhlak karimah kepada para sahabat.15
14Dr. H. A. Fatoni, M.Pd.I.. Tafsir Tarbawi: Menyingkap Tabir Ayat-ayat Pendidikan. Forum Pemuda Aswaja.
Juni 2020. Hal 55
15
Fuad Mafatichul Asror, Futihatul Janah, Eriza Choirotin. Kewajiban dan Karakteristik Belajar Mengajar Ala
Rasulullah (Perspektif Hadis). Hal 193.
DAFTAR PUSTAKA
Aas Siti Sholichah.(2018). Teori-Teori Pendidikan Dalam Al-qur’an. Jurnal Pendidikan Islam.
Vol 07, No 1.
Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi jilid IV, (Beirut Dar al-fikr)
M. Quraish Shihab, 2001 Wawasan Al-qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat (Bandung: Mizan)
Prof. Dr. Hamka, 1983 Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta: Pustaka Panjimas)
M. Nasib Ar-Rifa’i, 1999 Tafsir Ibnu Katsir Jilid. I, (Jakarta: Gema Insani Press)