Anda di halaman 1dari 180

ON LINE & OFF LINE

TRAINING

ASPEK LEGAL PEMBIAYAAN


PEMILIKAN RUMAH (KPR-iB)
BPRS-BPRS Yogyakarta

Yogyakarta, 20 Oktober 2022

Ginargo D. Yantoro
Fasilitator
AGENDA

1. Regulasi Perbankan
2. Subyek Hukum Perorangan
3. Akad Pembiayaan Syariah
4. Hukum Jaminan Pembiayaan
5. Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah

3
TUJUAN PEMBELAJARAN

4
Tujuan Pembelajaran Umum

Agar peserta dapat menjelaskan hukum


perbankan syariah secara umum serta
permasalahan dan penyelesaian hukum
yang seringkali dihadapi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS)

5
Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Peserta mampu menjelaskan ketentuan subyek hukum
perorangan
2. Peserta mampu menjelaskan ketentuan dan dasar hukum
akad-akad Bank Syariah, khususnya Akad Pembiayaan Syariah
untuk Pemilikan Rumah (KPR-iB)
3. Peserta mampu menjelaskan permasalahan hukum jaminan
4. Peserta mampu menjelaskan penyelesaian pembiayaan
bermasalah

6
PENGERTIAN BANK SYARIAH

7
Berdasarkan UU No. 10/1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran;
3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran;
4. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain
untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);
8
Berdasarkan UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat.
2. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan
berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
3. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
4. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
5. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
6. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
7. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
8. Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

9
REGULASI PERBANKAN

10
Fungsi Hukum

Mengingat kegiatan utama Bank adalah berkaitan erat dengan


penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas
pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, maka diperlukan landasan
hukum yang sangat kuat guna memberikan perlindungan hukum
terhadap produk-produk serta aktivitas-aktivitas yang dihasilkan oleh
Bank serta menghindari dan/atau meminimalisasi risiko hukum yang
timbul dikemudian hari.

Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menanggung


kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum
11
Lingkup Peraturan Terkait Perbankan dan Produknya

SYARIAH Ketentuan syariah


• Fatwa DSN
• Kompilasi Hukum Islam
• Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Perbankan Ketentuan Khusus tentang perbankan


• UU Perbankan, UU Perbankan Syariah
• Peraturan BI, OJK, LPS
• UU APU PPT, SOP internal, dll

Umum Ketentuan yang terkait dengan praktik perbankan


• KUH Perdata, KUH Pidana dan UU Tipikor.
• UU Perseroan Terbatas, UU Koperasi, UU Yayasan, UU BUMN, UU Pemda (BUMD), UU Perkawinan, Hukum waris
• UU mengenai jaminan kebendaan
• UU ITE, UU Perlindungan konsumen, UU Anti Monopoli, UU Perpajakan, UU dan peraturan terkait lainnya

Pasar Modal Ketentuan terkait pasar modal dan bursa


• UU Pasar Modal, Peraturan OJK (Bapepam), Peraturan Bursa Efek

12
Aspek Hukum Perbankan Syariah Yang Terkait

Dalam melakukan kegiatan perbankan syariah di Indonesia,


praktisi perbankan syariah di Indonesia harus memahami
dengan baik yaitu landasan:
1. Hukum Perbankan Syariah,
2. Hukum Publik dan
3. Hukum Privat.

13
Klasifikasi Hukum di Indonesia

Hukum Materil Hukum Acara


Hukum yang mengatur mengenai hak & Hukum yang mengatur tentang langkah
kewajiban pihak pelaku hukum yang harus ditempuh dalam menegakkan
Dalam sistem hukum di Indonesia hukum atau mempertahankan serta menjalankan
materil dibedakan dalam 2 kelompok besar hak dan kewajiban yang diatur dalam
yaitu hukum perdata dan hukum publik hukum materil dalam beracara di lembaga
peradilan

Hukum Perdata Hukum Publik


Hukum yang mengatur dan membatasi Hukum kenegaraan, hukum administrasi
tingkah laku manusia dan hubungan antara negara, hukum pidana dan hukum
manusia (orang perorangan ataupun badan internastional yang mengatur mengenai
hukum) dalam memenuhi kepentingan atau ketentuan-ketentuan yang terkait dengan
kebutuhan khusus atau pribadinya kepentingan umum/ publik

Terdiri dari: · Hukum Pidana : Hukum


· Hukum Perorangan yang mengatur mengenai
· Hukum Keluarga peristiwa-peristiwa pidana
· Hukum Kekayaan/ Hukum Bisnis dan hukumannya.
· Hukum Waris

14
KETENTUAN TERKAIT PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

KETENTUAN/ATURAN FIQIH
Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN)
Majelis Ulama Indonesia

REGULASI YANG TIDAK


TERKAIT LANGSUNG,
antara lain : REGULASI YANG TERKAIT
• UU Peradilan agama LANGSUNG, antara lain:
• UU Penyelesaian ▪ UU Perbankan Syariah
Sengketa di luar pengadilan PERBANKAN No.21/2008
• UU Perseroan Terbatas SYARIAH ▪ UU Perbankan
• UU Hak Tanggunngan No.10/1998 jo 7/1992
• UU Fidusia ▪ PBI & SEBI
• UU Resi Gudang • POJK & SEOJK
• UU Pasar Modal
• KUH Perdata

PELAPORAN dan AKUNTANSI


▪ Pedoman Akuntansi Perbankan
Regulasi Syariah Indonesia (PAPSI) 2013
▪ PSAK 59 & 101 - 109
Referensi

15
ASPEK HUKUM SYARIAH vs HUKUM POSITIF
ASPEK HUKUM SUMBER HUKUM BERLAKU

SYARIAH Al Qur’an ❖ Universal


Hadits ❖ Universal
Fiqih ❖ Local
(Indonesia : Fatwa DSN-MUI )

HUKUM NEGARA ❖Lembaga Legislatif ❖ Local:


(Pusat atau Daerah) ➢ UU Perbankan Syariah
❖ Otoritas tertentu ➢ UU Peradilan Agama
yang ditetapkan ➢ UU Perseroan Terbatas
➢ KUH Perdata
➢ PBI & SEBI , POJK & SEOJK dll

16
KEBERLAKUAN PRINSIP SYARIAH

TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber


Hukum dan Tata Urutan Perundangan:

 UUD 1945
 Tap MPR
 Undang-Undang
 Perpu
 Peraturan Pemerintah
 Keputusan Presiden
 Peraturan Daerah

17
18
Aspek Hukum Dalam Perbankan Syariah

ASPEK HUKUM
PERBANKAN DAN
SYARIAH

Hukum Privat Hukum Publik


Hukum Acara

Aspek Hukum
Aspek Hukum KONVENSIONAL Aspek Hukum
SYARIAH PENYELESIAN
SENGKETA

Aspek Aspek
Aspek Hukum Aspek Hukum
- Fatwa DSN Hukum Hukum
Perikatan Lainnya
-PBI/SEBI Jaminan Lainnya
-POJK/SEOJK

19
LINGKUP USAHA &
PRODUK BANK SYARIAH

20
Lingkup Usaha & Produk BUS/UUS
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan (Giro, Tabungan, atau bentuk 2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi (Deposito, Tabungan, atau bentuk
lainnya) berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain lainnya) berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain

3. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad 4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
musyarakah, atau Akad lain istishna’, atau Akad lain
5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain 6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang kepada Nasabah berdasarkan
Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk IMBT atau Akad lain

7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain 8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak 10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, pemerintah dan/atau Bank Indonesia
antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah,
atau hawalah

11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan 12. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip yang berdasarkan Prinsip Syariah
Syariah
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga 14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
berdasarkan Prinsip Syariah kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah

15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah 16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah
NB: BPRS dalam melaksanakan kegiatannya, hanya melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana saja. BPRS tidak melakukan
kegiatan lalu lintas pembayaran, hal itulah yang menjadikan pembeda antara BPRS dengan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah
(UUS).
21
Lingkup Usaha dan Produk BUS/UUS (Khusus)

BUS dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk


lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

BUS dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir)
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

NB: BPRS tidak terdapat fungsi sosial

22
Perbedaan Lingkup Usaha BUS/UUS dan BPRS
1. Menghimpun dan menyalurkan dana ke masyrakat
Keduanya memiliki fungsi menghimpun dan menyalurkan dana ke publik. Namun dalam BPRS,
berupa tabungan atau deposito berdasarkan akad wadi'ah dan mudharabah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BPRS juga hanya dapat menyalurkan dana dalam
bentuk pembiayaan bagi hasil, jual beli, penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli serta pengambilalihan utang berdasarkan akad
hawalah. Sedangkan bank syariah cenderung bersifat umum.
2. Fungsi sosial
BPRS tidak terdapat fungsi sosial dalam bentuk lembaga Baitul Mal.
3. Penempatan dana pada bank lain
BPRS menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk akad wadi'ah atau akad
mudharabah dan atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Penghimpunan dana
BUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Sedangkan BPRS
memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui
rekening BPRS yang ada di BUS, Bank Umum Konvensional, dan UUS.
5. Penyediaan produk
Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank BUS (full-pledged) dan
terdapat pula dalam bentuk UUS. Sedangkan BPRS menyediakan produk atau melakukan
kegiatan usaha lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan OJK.
23
Produk dan Akad Bank Syariah

Biaya admin

Himpun Dana
Bank 1. Services
2. Pembiayaan
Syariah
Kafalah, Hawalah,
Ujrah/fee

Bagi Hasil
Wakalah
Wadiah BG, LC

Tabungan, giro Jual Beli


Murabahah, Salam,
Istishna
Mudharabah Margin,
Tabungan, giro, Bagi hasil sewa
deposito
Ujrah, Bagi Ijarah,
Hasil IMBT
Bagi Hasil
Musyarakah, MMQ,
Mudharabah

24
24
SUBYEK HUKUM PERORANGAN

25
Subyek Hukum
Subjek Hukum

Subjek Hukum Kodrati Subjek Hukum Artifisial

Perorangan Badan Usaha

Non Badan Hukum Badan Hukum

26
Subyek Hukum Perorangan

1. Dasar hukum
–KUH Perdata
–UU Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya
2. Orang/manusia, yang memiliki wewenang dalam lalu lintas
hukum untuk memperoleh Hak dan Kewajiban.

27
Hal-hal yang Terkait dalam Subyek Hukum Perorangan

• Kecakapan Bertindak
• Kekuasaan Orang Tua
• Perwalian
• Pengampuan
• Orang Yang Hilang
• Perkawinan

28
Kecakapan Bertindak
1. Dewasa*)
2. Tidak berada dibawah pengampuan
3. Tidak dilarang oleh UU untuk membuat perjanjian tertentu

*)Catatan:
Dewasa:
⚫ Menurut Pasal 330 KUHPerdata -> 21 thn
⚫ Menurut Pasal 6 jo. Pasal 47 UU Perkawinan -> 18 thn, dengan catatan untuk
melangsungkan perkawinan bagi yang belum berumur 21 thn harus ijin orang tua
⚫ Menurut Pasal 39 ayat 1.a UU Jabatan Notaris -> 18 thn dan cakap melakukan
perbuatan hukum

29
Kecakapan Bertindak

- Kecakapan dapat diidentifikasi antara lain melalui data yang


tercantum dalam dokumen legalitas yang terdiri dari :
– Untuk WNI
1) Kartu Tanda Penduduk (KTP); atau
2) Surat Ijin Mengemudi (SIM); atau
3) Passport
Yang masih berlaku dengan memperhatikan data tanggal lahir
yang tercantum dalam dokumen identitas yang bersangkutan

30
Bukti Identitas Diri

Kartu Tanda Penduduk; Surat Ijin Mengemudi Bukti lain yang diyakini
Pasport; atau
atau (SIM); atau sebagai bukti identitas

31
Kekuasaan Orang Tua
Menurut KUHPerdata:
• Meliputi diri si anak dan benda atau kekayaan si anak.
• Khusus benda-benda tertentu antara lain benda tidak bergerak dan surat saham
terdapat pembatasan yaitu tidak boleh dijual sebelum mendapatkan izin
(penetapan) dari hakim.

Batas Usia Anak di Bawah Kekuasaan Orang Tua:


• Belum berumur 21 tahun atau belum pernah kawin
• Selama orang tuanya masih terikat dalam hubungan perkawinan
• Segala perbuatan dan tindakan anak tersebut harus diwakili oleh orang-tuanya.

Berlakunya Kekuasaan Orang Tua:


• Anak yang lahir dalam perkawinan, mulai berlaku sejak lahir
• Anak luar kawin dan anak angkat, sejak hari pengesahannya

32
Kekuasaan Orang Tua
Berakhirnya kekuasaan orang tua:
• Menjadi dewasa/kawin/perkawinan orang tua berakhir atau dibatalkan.
• Dicabut oleh hakim/tidak cakap/tidak mampu melakukan kewajibannya orang tua dibebaskan
dari kekuasaan karena suatu alasan.

Permintaan pencabutan:
• Dimintakan pada hakim beradasar alasan yang ditentukan UU al. :

• Orangtua salah mempergunakan atau sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang


tua, berkelakuan buruk;
• Dihukum karena melakukan sesuatu kejahatan yang ia lakukan bersama-sama dengan
anaknya;
• Dihukum penjara selama dua tahun atau lebih.
• Oleh istri terhadap suaminya ataupun sebaliknya atau dimintakan oleh anggota-angota keluarga
yang terdekat.
• Dimintakan oleh dewan perwalian atau kejaksaan.

33
Perwalian
Menurut KUHPerdata

Perwalian meliputi:
• Pengawasan terhadap anak yang belum dewasa/belum kawin
• Pengurusan terhadap benda atau kekayaan anak tersebut
Anak-anak yang dapat diletakkan di bawah perwalian, antara lain :
• Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai
orang tua;
• Anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
• Anak yang lahir di luar perkawinan (naturlijk kind).

34
Perwalian
Setiap Orang dapat menjadi Wali, dengan Syarat:
• Sudah dewasa
• Berpikiran sehat
• Jujur, adil dan berkelakuan baik

Pencabutan kekuasaan wali:


• Sangat melalaikan kewajiban terhadap anak;
• Berkelakuan buruk sekali

35
Perwalian
Golongan orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali
• Sakit ingatan
• Belum dewasa
• Di bawah pengampuan
• Telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua
• Kepala dan anggota-anggota balai harta peninggalan juga tidak dapat diangkat menjadi wali,
kecuali untuk anak-anaknya sendiri.
Kewajiban seorang wali :
• Mengurus kekayaan anak yang berada di bawah pengawasannya dan bertanggung jawab atas
kerugian-kerugian yang ditimbulkan
• Jika anak telah dewasa, wali wajib memberikan pertanggung jawab kepada anak tersebut, atau
kepada ahli warisnya jika anak tsb. Meninggal dunia.
Larangan bagi seorang wali :
• Meminjam uang untuk kepentingan si anak, menjual, menggadaikan benda-benda yang tidak
bergerak, surat-surat sero dan surat-surat penagihan dengan tanpa mendapat izin (penetapan)
pengadilan.

36
PENGAMPUAN
Menurut KUHPerdata
Orang yang sudah dewasa harus ditaruh di bawah pengampuan atau curatele apabila:
• Orang tersebut menderita sakit ingatan (dungu, sakit otak, atau mata (gelap);
• Mengobralkan kekayaannya (boros)

Yang dapat memintakan pengampuan :


• Tiap anggota keluarga terhadap seorang yang sakit ingatan
• Anggota keluarga yang sangat dekat saja terhadap seorang yang mengobralkan
kekayaannya (boros)
• Suami terhadap istrinya atau sebaliknya
• Orang itu sendiri, apabila merasa dirinya kurang cerdas pikirannya/tidak mampu mengurus
sendiri kepentingannya
• Jaksa, apabila belum ada permintaan dari sesuatu pihak terhadap seorang yang menderita
sakit ingatan hingga membahayakan umum

37
ORANG YANG HILANG

• Orang-orang yang berkepentingan atau jaksa dapat meminta pada Hakim supaya
dikeluarkan suatu penetapan yang menerangkan bahwa orang yang
meninggalkan tempat tinggalnya tersebut “dianggap telah meninggal”
• hakim dapat memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengurus kepentingan
orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu, tetapi sebelum hakim
mengeluarkan suatu penetapan harus dilakukan terlebih dahulu suatu panggilan
umum (dengan melalui surat Kabar) yang diulangi paling sedikit tiga kali.
• Jika orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu meninggalkan suatu
penguasaan untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka harus ditunggu
selama sepuluh tahun lewat sejak diterimanya Kabar terakhir dari orang tersebut
baru dapat diajukan permintaan untuk mengeluarkan suatu penetapan
sebagaimana dimaksud diatas.

38
ORANG YANG HILANG

• Setelah dikeluarkan penetapan oleh hakim itu, para ahli waris berhak mengoper
kekuasaan atas segala harta kekayaan, dengan memberikan jaminan bahwa
mereka tidak akan menjual benda-benda itu.
• Para ahli waris berhak menguasai benda itu sebagai orang-orang yang
mempunyai hak pemakaian atas benda-benda tersebut dan mereka berhak untuk
menyuruh membuka surat-surat wasiat yang ada dan belum terbuka.
• Setelah lewat 30 tahun, terhitung mulai dikeluarkannya surat penetapan yang
dikeluarkan hakim atau apabila orang yang dianggap telah meninggal itu,
seandainya ia masih hidup sudah mencapai umur 100 tahun, maka para ahli waris
dapat mengadakan suatu pembagian warisan yang tetap.

39
Perkawinan
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan:
• Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri.
• Tujuannya membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan keTuhanan yang maha esa. Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
HARTA BERSAMA:
Harta yang diperoleh selama perkawinan, karena pekerjaan suami atau isteri.
HARTA BAWAAN:
Harta yang diperoleh suami atau isteri (i) sebelum perkawinan
dilangsungkan, (ii) karena warisan atau (iii) hadiah dan lain-lainnya yang
diperoleh masing-masing baik sebelum atau sesudah perkawinan.
40
➢ PENGURUS HARTA BERSAMA
Suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, misalnya menjual atau
menjaminkan.

➢ PENGURUS HARTA BAWAAN


Suami atau istri mempunyai hak penuh untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bawaan, namun mereka dapat mengadakan persetujuan untuk diurus oleh salah satu pihak atau
bersama-sama.

➢ PERJANJIAN PERKAWINAN
Perkawinan dapat dilakukan pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan harus dibuat
dengan syarat:
– Atas persetujuan bersama
– Secara tertulis
– Disahkan oleh pegawai pencatat nikah
– Tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan
– Berlaku sejak perkawinan dilangsungkan

41
– Isi Perjanjian Perkawinan
• Tidak boleh membatasi hak dan kewajiban suami isteri karena hal
tersebut merupakan hak asasi perkawinan itu sendiri.
• Tidak boleh melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan

– Perjanjian perkawinan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka


yang membuatnya dan bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga
tersangkut.
– Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan,
batal demi hukum. Perjanjian kawin tidak dapat diubah selama
perkawinan berlangsung, kecuali atas persetujuan keduabelah pihak
dan tidak merugikan pihak ketiga.

42
Perkawinan Campur

UU PERKAWINAN:

• Perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada


hukum yang berlainan,
• Karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia

43
Akibat Perkawinan Campur Terhadap Kewarganegaraannya
(UU Kewarganegaraan RI No. 12 tanggal 1 Agustus 2006)

– Perempuan WNI yang kawin dengan WNA, kehilangan kewarganegaraan RI apabila menurut hukum
negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami akibat perkawinan
tsb, dan sebaliknya
• WNA yang kawin secara sah dengan WNI dapat mengajukan kewarganegaraan RI di hadapan
pejabat yang berwenang, dengan syarat sudah bertempat tinggal di RI minimal 5 tahun berturut-
turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, dan dengan memperoleh kewarganegaraan RI tsb tidak
mengakibatkan berkewarganegaraan ganda
• Anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran yang sah (WNI dengan WNA) mempunyai status
WNI dan apabila status kewarganegaraan RI ini mengakibatkan anak berkewarganegaraan ganda,
maka dalam waktu paling lambat 3 tahun setelah berumur 18 tahun atau sudah kawin, anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
• Dapat kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam undang-
undang kewarganegaraan republik indonesia yang berlaku.
• Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan campur, menentukan hukum yang
berlaku baik mengenai hukum publik maupun hukum perdata.
44
Perkawinan yang Dilangsungkan di Luar Negeri

– UU PERKAWINAN:

• Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang WNI atau
seorang WNI dengan WNA sah jika dilakukan menurut hukum yang berlaku di
negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar UU
Perkawinan.
• Jika perkawinan menurut negeri asing tidak sah karena tidak dilangsungkan
menurut cara-cara yang lazim di negeri asing itu maka perkawinan itu menurut
hukum Indonesia juga tidak sah.
• Jika perkawinan telah dilangsungkan menurut cara yang lazim di Indonesia, yang
menurut hukum asing tidak sah, harus dianggap bahwa menurut hukum perkawinan
Indonesia adalah sah.
• Dalam waktu satu tahun setelah suami isteri kembali ke wilayah Indonesia, surat
bukti perkawinan mereka harus dicatatkan di kantor pendaftaran pencatatan
perkawinan ditempat tinggal mereka.

45
AKAD-AKAD BANK SYARIAH

46
Pengakuan Akad Dalam Islam
Kedudukan Akad Perbankan Syariah Dalam Sistem Islam

Islam

Aqidah Syariah Akhlak

Ibadah Muamalah

Politik Pidana Ekonomi dll

Pasar
Asuransi Perbankan dll
modal
47
47
Pengakuan Akad Dalam Islam
Hukum Memenuhi Akad

Bahwa pengakuan akad di dalam syariah islam


disamping bersifat horisontal juga bersifat vertikal,
dengan dalil :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad”
(al Maidah 1)

WAJIB

48
Pengakuan Akad Dalam Islam
Syarat Sahnya Akad

• Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
Kesepakatan dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku atas
(An-nisa 29) dasar suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[.
Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu[

Kecakapan • Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
(An-Nisa 6) serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.

Hal Tertentu • mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal
(Al-Naqarah 275) Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Kausa Halal • Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada
(Al-Baqarah 188) hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan dosa, padahal kamu mengetahui

49
Syarat sahnya Perjanjian/Akad dalam Hukum Positif

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan untuk


sahnya persetujuan diperlukan 4 syarat:

1. Kesepakatan
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

50
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN/AKAD

Konvensional Syariah

Kesepakatan Perikatan / Perjanjian Ijab Qabul sbgm tercantum dlm Wa’ad / Akad

Kecakapan para pihak - Dewasa Pelaku memiliki kecakapan :


- Tidak dibawah pengampuan - Murabahah (penjual/supplier vs
- Tidak dilarang oleh peraturan per-UU an pembeli )
- Mudharabah ( mudharib vs shahibul mal )

Hal Tertentu Sesuai jenis transaksi, misal jual beli, Obyek tertentu (Ma’kud Alaih) sesuai jenis
sewa menyewa memenuhi ketentaun transaksi, misal murabahah harus memenuhi
KUH Perdata tentang jual beli atau rukun dan syarat akad murabahah dst ( sesuai jenis wa’ad atau
sewa-menyewa. akadnya)

Causa yang halal Tidak dilarang oleh UU /hukum positif - Sah akadnya
- Tidak termasuk transaksi yang dilarang :
(baik dilarang oleh ketentuan syariah maupun
dilarang oleh UU / hukum positif )

51
Pengakuan Akad Dalam Islam

Prinsip Umum Muamalat

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan


kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Asas terbuka Buku III KUH Perdata

52
52
Pengakuan Akad Dalam Islam
Transaksi Yang Dilarang

• Al-Baqarah: 173 = bangkai, darah,


Haram daging babi, binatang yang
disembelih tanpa menyebut nama
Zatnya Allah
• Al-Maidah : 91: Khamr

• Maisir : perjudian [1788 BW]


Haram Selain • Gharar : tidak jelas [1321 BW]
• Riba : tambahan yang disyaratkan
Zatnya • Tadlis : penipuan [1321 BW]

53
53
Pengakuan Akad Dalam Islam
Struktur Akad

Rukun Syarat
• Suatu yang menjadi faktor • Syarat akad bukan
asasi bagi terwujudnya merupakan rukun akad,
sesuatu, yang tanpa jika syarat akad tidak
dipenuhinya rukun dipenuhi, tidak
tersebut maka suatu akad menyebabkan akad itu
menjadi tidak sah (Batal menjadi batal, akan tetapi
demi hukum) menjadi fasid (rusak,
• Yaitu: aqidani, obyek akad dapat dibatalkan).
dan ijab qabul. • Yaitu : covenants

54
54
PRODUK PEMBIAYAAN SYARIAH:
TABARRU’ VS TIJARAH

WA’AD

AKAD

TABARRU’ TIJARAH
(non profit transaction) (profit transaction)

• Qardh Natural Certainty Natural Uncertainty


• Wadiah Contract (NCC) Contract (NUC)
• Wakalah
• Kafalah
• Hibah • Murabahah • Musyarakah
• Waqf • Salam • Mudharabah
• Istishna’ • Musyarakah Mutanaqisah
• Ijarah, IMBT & IMFZ • Mudharabah Musytarakah

Teori Pertukaran Teori Percampuran

55
PERBEDAAN AKAD
TABARRU’ DAN TIJARAH
TABARRU’ TIJARAH
❖ Non-profit transaction oriented ❖ Profit transaction oriented
❖ Untuk tolong-menolong (non ❖ Bersifat komersil
commercial)
❖ Tidak dapat diubah menjadi akad Tijarah ❖ Akad Tijarah dapat diubah menjadi
kecuali ada persetujuan sebelumnya Akad Tabarru’
❖ Tidak mengambil keuntungan, hanya ❖ Mengambil keuntungan
sekedar menutup biaya yang dikeluarkan
(cover the cost).

56
Boleh
Perubahan
Akad Tijarah
Sesudah
Kesepakatan
kontrak
Tabarru’
Tidak
Boleh

Akad Tabarru’ tidak boleh diubah menjadi akad Tijarah,


Akad Tijarah boleh diubah menjadi akad Tabarru’

57
Contracts

Gharar
Natural
Natural Uncertainty
Certainty Contracts :
Contracts : Uncertain cash-flow
certain cash-flow Baik amount
Baik amount Maupun timing-nya.
Maupun timing-nya. (Kontrak
(Kontrak Jual-Beli, Investasi)
Sewa, Upah)
Riba Nasiah

• Murabahah •Mudharabah
• Salam •Musyarakah
• Istishna’ • MMQ
• Ijarah & IMBT • Mudharabah
Musytarakah

58
TEORI PERTUKARAN

Ayn Real Asset

Obyek
Pertukaran

Dayn Financial Asset

Naqdan Saat ini

Waktu
Pertukaran

Ghairu Tangguh
Naqdan

59
Teori Pertukaran
Teori Percampuran

Waktu Objek
Pertukaran/ Pertukaran/
Percampuran Percampuran

Dayn Ayn
Ghairu (Financial (Real
Naqdan Asset) Asset)
Naqdan
(Immediate
(Deferred
Delivery)
Delivery
Uang Barang
& Surat &
Berharga Jasa

60
Tehnik Mendesign Struktur Produk Pembiayaan Syariah

❖ Memahami karakteristik kebutuhan Nasabah

❖ Memahami kemampuan Nasabah

❖ Memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi


bank

❖ Memahami akad fikih yang tepat

61
Contoh mendesign kebutuhan
nasabah-Obyek

Obyek

ya Pembelian tidak
Barang
ya Jasa
tidak
ya Ready
Stock

Murabahah tidak STOP


ya Good in
Process STOP

Proses
ya Barang tidak Ijarah
< 6 bulan

Salam Istishna’
62
Akad Penghimpunan Dana
No KONVENSIONAL SYARIAH
1 Jenis Dana Pihak Ketiga
Simpanan adalah dana a Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada
yang dipercayakan oleh . BUS dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
masyarakat kepada yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro,
bank berdasarkan
Tabungan, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu
perjanjian
Note: tidak ada janji tingkat return
penyimpanan dana
b Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada
dalam bentuk giro,
. Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad mudharabah atau
deposito, sertifikat
deposito, tabungan dan Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam
atau bentuk lainnya yang bentuk Deposito,Tabungan, atau bentuk lain yang dipersamakan
dipersamakan dengan dengan itu.
itu. Note: nisbah bagi hasil diperjanjikan (tergantung performance bank)
Note: tingkat bunga
diperjanjikan

63
2 Jenis Perjanjian
Perjanjian a Simpanan: akad wadi’ah, yaitu, akad dimana Bank bertindak sebagai penerima dana
penyimpanan . titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana dan Bank dapat mengelola atau
/penempatan menggunakan dana titipan nasabah (SE OJK No. 36/SEOJK.03/2015)
dana dengan b Investasi: akad mudharabah mutlaqah yaitu ,akad dimana Bank bertindak sebagai
menjanjikan . pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana
tingkat bunga Dengan tambahan ketentuan: Bank tidak dibatasi untuk menggunakan dana nasabah
tertentu. dalam aktivitas penyaluran dana selama tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
nasabah selaku pemilik dana menanggung risiko kerugian dalam hal obyek investasi yang
dibiayai atau un-derlying asset mengalami penurunan kualitas atau kerugian yang terjadi
bukan karena kelalaian Bank sebagai pengelola dana kecuali Bank sebagai pengelola
dana menjamin seluruh pokok dana nasabah. (SE OJK No. 36/SEOJK.03/2015)
c Investasi: akad mudharabah muqayyadah yaitu, akad dimana Bank bertindak sebagai
. pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana
Dengan tambahan ketentuan: nasabah selaku pemilik dana memberikan syarat-syarat
dan batasan tertentu kepada bank antara lain mengenai tempat, cara, dan/atau obyek
investasi yang dinyatakan secara jelas dalam perjanjian; dan nasabah selaku pemilik dana
menanggung risiko kerugian dalam hal obyek investasi yang dibiayai atau underlying asset
men-galami penurunan kualitas atau kerugian yang terjadi bukan karena kelalaian Bank
sebagai pengelola dana dan/atau menyalahi substnsi perjanjian. (SE OJK No.
36/SEOJK.03/2015)
64
Akad Pembiayaan
No
KONVENSIONAL SYARIAH
• .
1 Jenis Penyaluran Dana
Kredit adalah penyediaan uang a. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, itu berupa:
berdasarkan persetujuan atau a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
yang mewajibkan pihak ijarah muntahiya bittamlik;
peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
tertentu dengan pemberian d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
bunga
Note: tingkat bunga diperjanjikan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,
tanpa imbalan, atau bagi hasil.

65
Akad Pembiayaan
No
SYARIAH
KONVENSIONAL
2
Jenis Perjanjian
Pasal 1765 KUH a. Akad Mudharabah:
Perdata Penyediaan dana untuk kerja sama usaha antara dua pihak dimana bank menyediakan seluruh dana,
Untuk peminjaman
sedangkan nasabah bertindak selaku pengelola dana, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai
uang atau barang yang
dengan nisbah yang disepakati
habis dalam
pemakaian,
b. Akad Musyarakah:
diperbolehkan
Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana
membuat syarat bahwa dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, se-dangkan
atas pinjaman itu akan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing
dibayar bunga. c. Akad Musyarakah Mutanaqisah:
Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara ber-tahap oleh pihak lainnya
d. Akad Ijarah:
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
e. Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT):
Penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
f. Akad Ijarah Multijasa:
Penyediaan dana dalam rangka pemindahan manfaat atas jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah).
66
Akad Pembiayaan & Qardh
No KONVENSIONAL SYARIAH
2 Jenis Perjanjian
g. Akad Murabahah:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli
barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara Bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi hutang/
kewajibannya.
h. Akad Istishna’:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk transaksi jual beli
barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dan penjual atau pembuat
i. Akad Salam:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu untuk jual beli barang
pesanan dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu
j. Akad qardh:
Penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
67
Akad Pembiayaan Murabahah

68
• “Akad murabahah” adalah Akad Pembiayaan suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga
yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
• Dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.

69
• Murabahah berasal dari kata robiha yang
berarti untung. Oleh karena itu dalam akad
murabahah harus disebutkan
margin/keuntungan yang diperoleh bank.
(prinsip an tarodhin)

70
Ketentuan Umum
Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat
Islam
Bank membiayai sebagian atau seluruhnya harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya

Bank memiliki barang yang diperlukan nasabah, dan


pembelian ini harus sah dan bebas riba

Bank dapat memberikan kuasa kepada nasabah untuk


mencari, membayar dan menerima barang dari supplier

71
Ketentuan Umum
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan

Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut


pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati, dan harga ini
tidak berubah selama jangka waktu akad

72
MURABAHAH

1. Permohonan Barang

2. Kuasa

4. Akad Murabahah
(BANK) (NASABAH)

6. Bayar Kewajiban

3. Pesan Barang PENJUAL 5. Kirim Barang

73
Dokumentasi

- Surat pemesanan barang


- Wakalah
- Purchase order
- Akad Murabahah
- Surat pemberitahuan dan pernyataan penerimaan
barang
- Pengikatan Jaminan

74
Definisi

➢ Murabahah
➢ Barang → barang yang diketahui jelas kuantitas, kualitas dan
spesifikasinya
➢ Harga Beli → sejumlah uang yang dikeluarkan Bank untuk membeli
barang dari pemasok
➢ Margin/keuntungan → keuntungan Bank atas transaksi murabahah ini
yang disetujui bersama
➢ Harga Jual → harga beli ditambah dengan margin/ keuntungan Bank

75
• Kewajiban nasabah :
– Harga Beli/Perolehan : Rp.
– Margin : Rp.
– Harga Jual : Rp.
– Uang muka : Rp. ( - )
– Jumlah hutang/kewajiban nasabah : Rp.

Akan menjadi jumlah kewajiban yang dijamin dalam perjanjian


jaminan

76
MURABAHAH

• Realisasi Perjanjian • Event of default dan


• Condition to drawdown akibatnya
• Penyerahan Barang • Disclaimer→ risiko
• Jangka Waktu dan Cara Pembayaran • Negative & Positive
• Pengakuan Utang Covenants
• Pemberian Jaminan • Asuransi
• Biaya-biaya dan Pajak-pajak • Dispute Settlement
• Domisili
• Penutup

77
RISIKO

• NASABAH atas beban dan tanggung jawabnya, berkewajiban melakukan pemeriksaan,


baik terhadap keadaan fisik Obyek Akad maupun sahnya bukti-bukti, surat-surat dan
atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan atau hak-hak lainnya atas
Obyek Akad dan barang-barang yang dijaminkan, sehingga karena itu NASABAH berjanji
dan dengan ini membebaskan BANK dari segala tuntutan, gugatan dan atau ganti rugi
yang datang dari pihak mana pun dan atau berdasar alasan apa pun atas risiko
dimaksud.

• Dalam hal di kemudian hari diketahui atau timbul cacat, kekurangan atau
keadaan/masalah apapun yang menyangkut Obyek Akad dan atau pelaksanaan Akta
Jual Beli Obyek Akad, jual beli yang mana seluruh atau sebagian dibiayai dengan
Pembiayaan Murabahah ini, maka segala risiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab
NASABAH.

78
KUASA/WAKALAH

• NASABAH selaku PENERIMA KUASA atas beban dan tanggung jawabnya,


berkewajiban melakukan pemeriksaan, baik terhadap keadaan fisik Obyek Akad
maupun sahnya bukti-bukti, surat-surat dan atau dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan kepemilikan atau hak-hak lainnya atas Obyek Akad, sehingga
karena itu NASABAH/PENERIMA KUASA berjanji dan dengan ini membebaskan
BANK/PEMBERI KUASA dari risiko cacat maupun ketidaksesuaian Obyek Akad yang
telah dipilih/ditentukan oleh NASABAH/PENERIMA KUASA dan juga dari segala
tuntutan, gugatan dan atau ganti rugi yang datang dari pihak mana pun dan atau
berdasar alasan apa pun atas risiko dimaksud, dan NASABAH/PENERIMA KUASA
tidak akan membatalkan pembiayaan Murabahah dengan alasan cacatnya Obyek
Akad maupun ketidaksesuaian Obyek Akad maupun dokumen yang terkait
dengannya.
79
Akad Pembiayaan Musyarakah &
Musyarakah Mutanaqisah (MMQ)

No. 80
80
AKAD MUSYARAKAH

“Akad Musyarakah” adalah akad kerja sama di antara


dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan porsi dana masing-masing.

81
AKAD MUSYARAKAH

Laba
Nisbah Nisbah
20% 80%

Musyarik Usaha Musyarik/


Dana 70% Dana 30%
(Bank) Bersama Mudharib

Rugi
Porsi modal Porsi modal

Pembayaran kembali Modal

82
AKAD MUSYARAKAH

PENGERTIAN POKOK

• Bank & Nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra


usaha dengan bersama-sama menyediakan modal
• Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank dapat
ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan
wewenang yang disepakati
• Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan
dalam nisbah yang disepakati
• Kerugian ditanggung bersama kecuali terdapat kecurangan
atau kelalaian
• Jaminan dapat diberikan untuk mengantisipasi risiko
kecurangan, breach contract, atau kelalaian

83
AKAD MUSYARAKAH
OBYEK AKAD

• Modal: Para pihak wajib menyediakan modal baik berupa


uang cash maupun asset yang dapat dinilai dengan uang.
• Kerja: Ada pihak yang bertindak sebagai sekutu aktif (yang
melakukan pekerjaan)
• Keuntungan dan kerugian: keuntungan dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati bersama, sedangkan
kerugian yang dialami akan ditanggung bersama.

84
AKAD MUSYARAKAH
DEFINISI

• Musyarik: Bank dan Nasabah sebagai penyedia modal


• Syirkah: bentuk usaha atau proyek yang dikerjasamakan
• Nisbah bagi hasil: ratio perbandingan pembagian atas keuntungan dan
risiko usaha antara Nasabah dengan Bank
• Mudharib: pengelola Syirkah yang ditunjuk oleh para musyarik
• Keuntungan usaha: pertambahan harta yang diperoleh dalam
menjalankan Syirkah yang dihitung berdasarkan periode tertentu yaitu
dengan mengurangkan jumlah harta akhir periode dengan harta awal
• Kerugian usaha: berkurangnya harta di dalam menjalankan
usaha/proyek yang dihitung berdasarkan periode tertentu yaitu jumlah
harta akhir periode lebih kecil dari jumlah harta pada awal periode

85
AKAD MUSYARAKAH
DEFINISI

• Pendapatan/revenue: seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil


Syirkah
• Keuntungan Operasional/net revenue: pendapatan operasional yang
diperoleh dari Syirkah setelah dikurangi biaya-biaya langsung yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut, belum termasuk
biaya-biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan
operasional usaha (overhead)
• Pendapatan Bersih: keuntungan operasional setelah dikurangi biaya-
biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan
operasional usaha (overhead) sebelum Pembagian Keuntungan dan
pajak-pajak

86
AKAD MUSYARAKAH
MODAL DAN PENGGUNAAN
Bank dan Nasabah sepakat, dan dengan ini saling
mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa untuk
membiayai usaha yang permohonannya telah diajukan oleh
Nasabah kepada Bank sebagaimana yang dilampirkan pada
dan karenanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari Akad ini, Bank dan Nasabah masing-masing akan
menyediakan sejumlah uang sebagai penyertaan modal,
yaitu Bank sebesar Rp………(…………………….), dan Nasabah
sebesar Rp. …………… (……………………) yang masing-masing
dan berturut-turut merupakan …… % (……………………….
persen) dan …. % (………………….. persen) dari seluruh jumlah
modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha atau
proyek tersebut.

87
AKAD MUSYARAKAH

• Definisi • Guarantee & Warranties


• Modal dan penggunaan • Event of default dan
• Jangka waktu akibatnya
• Condition to drawdown • Asuransi
• Hak dan Kewajiban • Dispute Settlement
• Nisbah • Domisili
• Kewajiban mudharib • Penutup
(Harus detail karena akan menjadi dasar wanprestasi)
• Pembayaran kembali
• Biaya-biaya dan Pajak-pajak

88
AKAD MMQ

• Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang


kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya;
• Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik
atau pihak lain.
• Bank ditunjuk Nasabah untuk menjadi Mudharib
• Keuntungan yang diperoleh dari ujrah/sewa tersebut dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad,
sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan.
Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi
kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
89
AKAD MMQ

ujrah
Nisbah Nisbah
80% 20%

Usaha
Musyarik Bersama Musyarik/
Hishshah 70% Hishshah 30%
(Bank) Sewa/ Nasabah
Ijarah

Rugi
Porsi modal Porsi modal

Pembelian hishshah bank secara angsuran


90
Akad Pembiayaan Ijarah & IMBT

91 No. 91
AKAD IJARAH

• Akad ijarah adalah akad penyediaan dana dalam


rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.
• Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu
barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan
jasa.

92
AKAD IJARAH

KETENTUAN OBYEK IJARAH

• Manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa


harus bisa dinilai;
• Spesifikasi manfaat harus jelas;
• Jumlah dan cara pembayaran ujrah (flexible/
dapat berubah sesuai kesepakatan)

93
AKAD IJARAH

RUKUN IJARAH

• Mujir (pemberi sewa/pemilik manfaat)


• Ma’jur (Barang)
• Mustajir (Penyewa)
• Ujrah (bayaran, sewa)
• Shighah

94
AKAD IJARAH

SYARAT OBYEK IJARAH

• Manfaat dapat diketahui secara rinci


• Manfaat dapat disediakan secara nyata dan halal
• Manfaat yang disewakan bukan pekerjaan wajib
yang harus dilakukan oleh penyewa
• Manfaat yang disewa harus dapat dinilai dan
termasuk jenis yang dapat dilaksanakan dengan
akad ijarah

95
AKAD IJARAH

SYARAT SEWA IJARAH

• Harus termasuk dari harta yang halal dan


diketahui jenis, macam dan satuannya
• Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat
yang akan disewa

96
AKAD IJARAH

• Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa


berupa barang yang telah dimiliki Bank atau barang
yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain
untuk kepentingan nasabah berdasarkan
kesepakatan
• Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan
barang/asset sewa yang sifatnya materiil dan
struktural sesuai kesepakatan
• Nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan
barang sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran
perjanjian atau kelalaian nasabah

97
AKAD IJARAH

6. Pembayaran sewa
(ujrah)

1. Permohonan ijarah
(BANK) (NASABAH)
3. Akad Ijarah
7. Penyerahan obyek pada akhir masa sewa

2. Penguasaan
4. Penyerahan 5. Menikmati
manfaat manfaat

Obyek Sewa

98
AKAD IJARAH

POKOK AKAD

Nasabah telah mengajukan permohonan


kepada Bank untuk menyewa manfaat atau
guna usaha atas barang modal, yang atas dasar
permohonan Nasabah tersebut Bank bersedia
membelinya dari pihak ketiga untuk disewa
oleh Nasabah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dan syarat-syarat yang telah
disepakati

99
AKAD IJARAH

• Pokok akad dan Realisasi Perjanjian


• Penyerahan Barang
• Jangka Waktu, biaya sewa, cara pembayaran dan perubahan harga
sewa
• Ketentuan masa akhir
• Pemeliharaan Barang
sewa
• Pengakuan Utang
• Event of default dan
• Pemberian Jaminan akibatnya
• Biaya-biaya dan Pajak-pajak • Disclaimer
• Negative & Positive
Covenants
• Asuransi
• Dispute Settlement
• Domisili
• Penutup
10
AKAD IMBT

• Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik adalah Akad


penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
• Ketentuan obyek IMBT adalah sama dengan Ijarah.
• Dalam akad IMBT harus disertakan Wa’ad untuk
pengalihan hak obyek sewa pada akhir masa sewa.

101
AKAD IMBT
• Pada prinsipnya sama dengan ijarah hanya terdapat
tambahan klausula opsi sebagai berikut:

HAK OPSI NASABAH UNTUK MEMBELI


Dalam waktu selambat-lambatnya …. hari sebelum masa
untuk memperoleh manfaat guna usaha atas Barang
berakhir, Nasabah berkewajiban menegaskan kehendaknya
untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak opsi yang
diberikan berdasarkan Perjanjian ini untuk membeli Barang
tersebut kepada Bank secara tertulis, bank berjanji dan
dengan ini mengikatkan diri untuk melepaskan hak dan
kepentingannya atas Barang untuk menyerahkan
sepenuhnya kepada Nasabah.

102
Apakah Kontrak Harus Dalam Bentuk Tertulis?

• Kontrak atau perjanjian tidak harus dalam


bentuk tertulis
• Bentuk lisan atau tertulis dari sebuah kontrak
lebih untuk keperluan pembuktian
• Kontrak dalam bentuk lisan mempunyai
kekuatan pembuktian yang lemah

103
Jenis Perjanjian Tertulis

Perjanjian dalam bentuk tertulis dapat dibedakan


antara:
1. Dibawah tangan
2. Didaftarkan ke Notaris (waarmerking)
3. Dilegalisir tandatangan para pihak oleh Notaris
4. Dibuat dihadapan Notaris (akta notariil)
Catatan:
untuk kontrak yang dibuat dihadapan notaris bisa karena diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan)

104
Peranan Notaris Dalam Akad
Peranan Kaatib/Notaris Dalam Hukum Islam
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan adil. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah atau dia sendiri tidak mampu mendiktekan, maka
hendaklah walinya mendiktekan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki. Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi
saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah:282)
105
105
Peranan Notaris Dalam Akad
Peranan Kaatib/Notaris Dalam Hukum Islam

Bentuk • Tertulis = non tunai


Perjanjian • Lisan = tunai

• Penulis = Notaris = Adil = tidak berpihak (sumpah notaris)


Proses • Debitur mendiktekan dengan jujur
Pembuatan akta • Kecakapan = wali/pengampu
• Saksi-saksi

• Adil di sisi Allah = grosse akta


• Lebih menguatkan kesaksian = pembuktian (saksi dan
Fungsi Akta dokumen)
• tidak meragukan = akta otentik

106
106
Struktur Akad Pembiayaan

107 No. 107


STRUKTUR PERJANJIAN/AKAD PEMBIAYAAN/LINE FACILITY/PKS

❖Komparisi
❖Premis
LF / AKAD / PKS ( * )
❖Batang Tubuh
❖Kolom Tanda Tangan

Catatan :
Isi batang tubuh perjanjian pembiayaan syariah pada prinsipnya hampir sama dengan
perjanjian kredit (GENERAL CLAUSE) dengan penambahan / penyesuaian dengan klausula
spesifik syariah (SPESIFIC CLAUSE).

108
KLAUSULA DALAM PERJANJIAN/AKAD PEMBIAYAAN

Legal Clause Commercial Clause


❖ Condition presedent ❖ Jenis & jumlah fasilitas
❖ Pernyataan dan jaminan ❖ Jangka waktu.
General ❖ Debet rekening, ❖ Pembayaran kewajiban.
❖ Jaminan ❖ Denda.
❖ Kelalaian ❖Biaya Administrasi.
❖ Pilihan hukum
Akad Pembiayaan ❖Murabahah :
( Akad Murabahah, Mudharabah, Uang muka / Urbun, Wakalah u/ memesan, membeli & menerima brg
Musyarkah, Istisna, Ijarah dan akad Tanda terima barang (TTB)
lainnya sesuai prinsip syariah) Ganti rugi (Ta’widh) atas biaya yang timbul
Spesifik Margin keuntungan
Penyelesaian sengketa (arbitrase ❖Mudharabah/Musyarakah :
syariah)
Bagi Hasil / Nisbah, Ta’widh (ganti rugi) atas keuntungan bank
Tanda terima uang(TTU) / Customer acknowledge receipt (CAR)
Nota kesepakatan proyeksi pendapatan / laba (NKPPL)
❖Ijarah/IMBT :-
Imbalan / Fee / Ujrah, Ganti rugi atas keuntungan bank
Janji bank mengalihkan, Opsi : Hibah atau Beli

109
Hal-hal Lain Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Perjanjian Pembiayaan

1. Undang – Undang 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen jo POJK


No. 1/POJK.07/ 2013
Penyesuaian isi perjanjian pembiayaan terhadap Undang Undang
Perlindungan Konsumen, khususnya atas ketentuan pasal 18 ayat (1) dari
Undang - Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa dalam
perjanjian pembiayaan dilarang mencantumkan klausula baku, antara lain :
• menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa yang dibelinya (Contohnya perubahan margin keuntungan, konversi)
• menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

110
Hal-hal Lain Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Perjanjian Pembiayaan
2. AKTA PENGAKUAN HUTANG
Pengertian
Grosse Akta Pengakuan Hutang/Akta Pengakuan Hutang adalah suatu akta yang berisi
pengakuan hutang sepihak, dimana debitur mengakui bahwa dirinya mempunyai
kewajiban membayar kepada Kreditur sejumlah uang dengan jumlah yang pasti (tetap).

Suatu grosse akta yang pada bagian kepala aktanya dicantumkan irah-irah; “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan mengikat dan
mempunyai kekuatan eksekutorial, dimana apabila pihak debitur wanprestasi, pihak
kreditur dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa
melalui proses gugatan perdata.

Berdasarkan Pasal 224 HIR di atas, suatu grosse akta harus memenuhi syarat-syarat;
- Syarat Formil
- Syarat Materiil

111
Hal-hal Lain Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Perjanjian Pembiayaan

3. Hubungan Akta Pengakuan Hutang Dengan Perjanjian Pembiayaan


Berdasarkan Surat Mahkamah Agung tanggal 18 Maret 1986 No. 133/154/86/Um-
Tu/Pdt tanggal 18 Maret 1986 menyebutkan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat
dibuat dalam bentuk pengakuan hutang.
Akta pengakuan hutang haruslah murni, dibuat tersendiri dan tidak boleh
dimasukkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pembiayaan. Apabila suatu
grosse akta pengakuan hutang dicampuradukkan dengan ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat dalam perjanjian pembiayaan, seperti mengenai margin, penalty
(denda), pengakhiran jangka waktu fasilitas dan sebagainya, maka dengan
sendirinya melenyapkan kepastian bentuk Grosse Akta Pengakuan Hutang
sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 224 HIR. Sehingga membuat grosse akta
tersebut mengandung cacat yuridis dan mengakibatkan tidak sah sebagai suatu
grosse akta. grosse akta tersebut kehilangan executorial kracht, yang
menjadikannya sebagi grosse akta yang non-executable.

112
IMPLEMENTASI ASPEK HUKUM PERJANJIAN
DALAM TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH

Perikatan/
Syariah Perjanjian
(Fatwa MUI-DSN)

MENGIKAT
Syariah dan PBI/
SEBI, POJK/SEOJK WA’AD & KEDUA
BELAH PIHAK
AKAD

113
WA’AD vs AKAD
Wa’ad Akad
Definisi Janji yang diampaikan salah satu pihak untuk Kesepakatan tertulis antara Bank dan pihak lain
melaksanakan suatu transaksi yang memuat adanya hak dan kewajiban masing –
masing pihak sesuai dengan prinsip syariah

Kekuatan Hukum Hanya mengikat satu pihak Mengikat para pihak

Terms & Conditions Tidak terinci (not well defined) Ditetapkan secara rinci dan spesifik (well defined)

Kewajiban yang harus ditunaikan Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak manapun Ada kewajiban. Jika default, dapat diberikan sanksi

Penggunaan Line Facility (Plafond) dituangkan dalam Akad pembiayaan,


MOU/Perjanjian Line Facility Perjanjian kerja sama (PKS)

114
III. Hukum Perikatan
IMPLEMENTASI WA’AD DAN AKAD

AKAD
Perjanjian LF*) PKS
PEMBIAYAAN

Wa’ad

Akad
Catatan :
• Wa’ad dipakai untuk pemberian Line Facility yang dituangkan dalam bentuk MOU/Perjanjian Line
Facility (mengikat sepihak).
• Setiap penarikan Line Facility dituangkan dalam akad yang berbentuk akad pembiayaan
• Line Facility ini bila telah digunakan meskipun hanya sebagian maka telah mengikat para pihak.
• Pembiayaan dalam bentuk penerusan (channeling), kemitraan, joint financing dan servicing
dituangkan dalam bentuk PKS.

115
Skema Hukum Pembiayaan (1)

ASPEK HUKUM DALAM


PEMBIAYAAN

Aspek Hukum Aspek Hukum Aspek Hukum


PENYELESAIAN
PERIKATAN JAMINAN SENGKETA

AKAD PERJANJIAN
PEMBIAYAAN KERJASAMA

• Akad Pembiayaan • Perjanjian Kerjasama • Pengikatan jaminan


Murabahah Dealer dilakukan sesuai
• Akad Pembiayaan Ijarah • Perjanjian Kerjasama dengan hukum positif
• dll Developer
• Perjanjian Kerjasama
Channeling, Servicing, Joint
116 Financing etc.
Skema Hukum Pembiayaan (2)

ASPEK HUKUM DALAM PEMBIAYAAN

Aspek Hukum Aspek Hukum Aspek Hukum


PENYELESAIAN
PERIKATAN JAMINAN SENGKETA

Perjanjian Line Perjanjian


Facility KERJASAMA

• PKS Channeling • Pengikatan


Akad Akad Murabahah / IMBT jaminan dilakukan
PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN • PKS Kemitraan sesuai dengan
(inti-plasma) hukum positif

117
MAPPING PERJANJIANPendampingan
Rincian Perkara Non Pidana BSM
PEMBIAYAAN Perkara Pidana DAN

PERJANJIAN KERJASAMA YANG TERKAIT

AKAD PEMBIAYANAKAD KONVENSIONAL SYARIAH

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN: • Customized / Tailor Made • Customized / Tailor Made


- Termasuk Pembiayaan • Memperhatikan ketentuan PBI /
Executing SEBI/ POJK & SEOJK terkait akad /
prinsip syariahnya.

PERJANJIAN KERJASAMA : • Sesuai dengan kesepakatan para • Sesuai dengan kesepakatan para
-Dalam rangka channeling pihak dan lending model bank. pihak dan lending model bank.
-Dalam rangka servicing (financing) • Memperhatikan hal-hal yang
- Dalam rangka kemitraan dilarang sesuai dengan prinsip
syariah.

118
CONTOH STRUKTUR DOKUMEN PEMBIAYAAN

Syarat Umum Pembiayaan (SUP)

Perjanjian Akad
Line Facility Pembiayaan
Perjanjian
Jaminan

Akad Perjanjian
Pembiayaan Jaminan

119
Contoh Struktur Akad Pembiayaan

Hal-hal bersifat umum dan berlaku pada semua akad

Hal-hal bersifat umum dan berlaku pada akad tertentu namun


Syarat-Syarat dapat disatukan sebagai ketentuan umum
Umum
Ditandatangani oleh para pihak sebanyak satu kali untuk seluruh
fasilitas pembiayaan yang diterima nasabah

Untuk pembiayaan segmen tertentu dapat disesuaikan berdasar


kesepakatan para pihak dengan memperhatikan mitigasi risiko
dan kepentingan bisnis.

FASILITAS Akad pembiayaan sebagai turunan dari Perjanjian


Perjanjian Line
PEMBIAYAAN Akad Turunan Line Facility yang secara spesifik mengatur skema
Facility pembiayaaan yang diperoleh Nasabah.
WHOLESALE
Memuat pokok-pokok Line Facility yang diterima oleh Nasabah
dan fasilitas pembiayaan yang dapat digunakan oleh Nasabah
berdasar pada Line Facility yang diperolehnya tersebut.

Hanya mengatur hal-hal spesifik sesuai skema pembiayaan

Akad Pembiayaan Pengaturan mendetil untuk masing-masing fasilitas

Membedakan akad untuk segmen retail dan wholesale

120
SYARAT UMUM PEMBIAYAAN (SUP)

CONTOH ISI SUP Isi / Klausula


1. Berlakunya syarat-syarat umum
2. Definisi (Pengertian)
3. Tujuan, Jenis dan Jangka Waktu Pembiayaan
4. Pencairan/Penarikan Pembiayaan
5. Pembayaran Jumlah Kewajiban
1. Standar dokumen (tidak ada 6. Pembayaran yang dipercepat dan Penggunaan Pembayaran
7. Pembatalan dan Penangguhan
pengisian) 8. Hak-hak Bank
2. Berlaku untuk seluruh 9. Kejadian-kejadian Kelalaian/Cedera Janji
10. Kesanggupan Nasabah
Fasilitas Pembiayaan 11. Pernyataan dan Jaminan Nasabah
Berdasarkan segmen pembiayaan 12. Larangan Perjumpaan Hutang
13. Ketentuan-ketentuan Mata Uang
• Wholesale/Komersial 14. Agunan
• Konsumer 15. Pengikatan Agunan
16. Asuransi
• Mikro
17. Pembukuan dan Pembuktian
18. Keadaan Paksa (Force Majeure)
19. Perubahan Syarat Umum dan Akad
20. Penyelesaian Sengketa
21. Signature (Tanda Tangan)

121
CONTOH ISI PERJ LINE FACILITY Isi / Klausula

▪ Komparisi
▪ Premises
▪ Penyediaan Fasilitas
Pembiayaan
1. Berlaku umum untuk setiap ▪ Perincian Penyediaan Fasilitas
fasilitas pembiayaan yang sama Pembiayaan
▪ Jangka Waktu
atau pembiayaan multiskim ▪ Agunan
2. Harus diisi mengenai detail ▪ Ketentuan Khusus
penyediaan fasilitas pembiayaan ▪ Pemberitahuan &
Korespondensi
▪ Ketentuan Penutup
▪ Signature

122
CONTOH ISI PERJANJIAN/AKAD
PEMBIAYAAN Isi / Klausula (mis. Murabahah)

▪ Komparisi
▪ Premises
▪ Pelaksanaan Pembiayaan
▪ Perincian Pemberian Fasilitas
Pembiayaan
▪ Wakalah/Penunjukan Nasabah sebagai
1. Harus diisi mengenai detail ▪
Kuasa Bank
Syarat Pencairan
pemberian fasilitas pembiayaan ▪ Jangka Waktu dan Cara Pembayaran
▪ Tempat Pembayaran
2. Dibuat dalam format/bentuk ▪ Biaya, Potongan dan Pajak

sesuai jenis akad (syariah) yang ▪
Agunan
Kewajiban Nasabah (ketentuan khusus)
relevan. ▪ Cedera Janji dan Akibat Cedera Janji
▪ Pengawasan dan Pemeriksaan
▪ Pemberitahuan
▪ Ketentuan Penutup
▪ Signature

123
CONTOH POLA CHANNELING/SERVICING

Wakil Bank
BANK
MULTIFINANCE/ Agen:
KOPERASI
PKS CHANNELING/ -Fasilitas
SERVICING -Jaminan
MURABAHAH/IMBT

Akad Pembiayaan
Murabahah/IMBT

Nasabah
End User

Akad
PEMBIAYAAN

124
TAKE OVER PEMBIAYAAN

TAKE OVER PEMBIAYAAN Akad Pembiayaan

Pengalihan Hutang Pembiayaan Syariah Beberapa alternatif akad Pengalihan


1. Pengalihan Hutang dilakukan dari Bank Hutang dari LKK ke LKS:
Konvensional (LKK) kepada BSM (LKS) a. Qardh wal Murabahah
b. Qardh wal IMBT
2. Sesuai dg Fatwa DSN MUI No.31/DSN-
c. Qardh wal Ijarah
MUI/VI/2002 ttg Pengalihan Hutang
d. Syirkah Al Milk
3. Dilakukan case by case
4. Disesuaikan dengan jenis fasilitas
kredit/pembiayaan, underlying transaction, Beberapa alternatif akad Pengalihan
barang jaminan dan jenis akad/skim Syariah Hutang dari LKS ke LKS:
yang relevan a. MMQ
5. Dilakukan pengikatan ulang jaminan b. IMBT
6. Sesuaikan dengan ketentuan dalam c. Bai’ al Istijrar
Kebijakan Internal.
Akad
PEMBIAYAAN

125
PENYELESAIAN SENGKETA AKAD
PEMBIAYAAN
KESEPAKATAN PENYELESAIAN PENYELESAIAN
DI LUAR PENGADILAN DI PENGADILAN

Badan Arbitrase Nasional Indonesia Pengadilan Negeri:


Umum ( BANI ) ❖ Perdata
❖ Pidana
❖ Niaga
❖ Hubungan Industrial
Badan Arbitrase Syariah Nasional Pengadilan Agama
Syariah (BASYARNAS) Pengadilan Negeri*)
Lembaga Alternatif Penyekasaian
Sengketa (LPAS)-LAPS

*) Putusan Mahkamah Konstitusi tentang penjelasan pasal 55 (2) UU No. 21 tahun 2008 tentang Undang-undang Perbankan Syariah

126
Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut menyelesaikan
sengketa di bidang ekonomi syariah. Selain itu, dapat ditentukan forum
penyelesaian sengketa alternatif lain yaitu musyawarah mufakat,
mediasi, atau arbitrase.

Kewenangan PA juga mencakup kewenangan eksekusi jaminan terkait


sengketa ekonomi syariah.

Penyelesaian sengketa selain melalui PA, dilakukan sesuai kesepakatan


para pihak yaitu melalui arbitrase di bidang ekonomi syariah a.l.
BASYARNAS dan LAPS.

127
HUKUM JAMINAN PEMBIAYAAN

128
Pengertian Agunan

• Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah


debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

• (Pasal 1 butir 23 Undang- undang No.7 Tahun 1992 tentang


Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan)

129
Dalil Syariah Jaminan/Collateral
pada Pembiayaan Syariah

• Al Quran
• Hadits
• Maslahah dan sadd al-zari’aj
• Fatwa-fatwa DSN MUI
• Fatwa-fatwa Ulama sedunia

130
Dalil Alquran tentang Agunan/collateral (al Baqarah: 283)

ُُ ُ‫ضة‬
َ ‫ان ُُ َّم ْقبُو‬
ُ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َ ِجدُوا َكاتِبا فَ ِر َه‬
َ ‫علَى‬
َ ‫َو ِإن ُكنت ُ ْم‬
• Artinya : Jika kamu dalam musafir, sementara tidak ada juru tulis, maka
boleh mengambil beberapa agunan yang dipegang
• Konteks ayat ini mengenai hutang piutang sebagai lanjutan dari al-
Baqarah 282.
• Substansi dalam ayat ini menjelaskan, jika kamu kurang mempercayai
orang yang berhutang atau orang menggunakan dana, maka boleh
meminta kepadanya agunan.
• Menggunakan harta orang lain dalam pembiayaan mudharabah dan
musyarakah di zaman sekarang perlu diproteksi dengan agunan agar
mudharib dan syarik serius dalam mengelola dana orang lain.

131
• Keharusan collateral di sini, bukan untuk tujuan menjamin
harta mudharabah, karena penjaminan harta (modal)
seperti ini tidak boleh.
• Jadi tujuan collateral adalah untuk menjamin haq yang
mungkin terjadi di masa depan
• Penerapan collateral dimaksudkan untuk menjamin
kemungkinan terjadinya kerugian di masa depan
disebabkan kesalahan atau kelalaian mudharib
(Wahbah az-Zuhaily, Fiqh Muamalah al Mu’ashirah).

132
Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah
RA ini yang artinya:

“Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari


seorang Yahudi yang dibayar secara tangguh (dengan
cara berhutang), lalu Nabi Saw menggadaikan baju
besinya”.

133
Istimbath Hadits Jaminan (Collateral)

• Untuk kebutuhan konsumtif seperti makanan pokok saja


boleh menggunakan kolateral, apalagi untuk bisnis yang
dananya berasal dari dana masyaralat (DPK).
• Nabi yang terkenal sebagai Al-Amin (terpercaya), masih ada
agunan. Apalagi masyarakat bukan Nabi.
• Murabahah adalah hutang piutang yang di dalamnya boleh
dikenakan agunan.
• Boleh meminta rahn dari orang yang berhutang.

134
Dalil Maslahah dan Sadd al-Zari’ah

• Syarat adanya agunan atau collateral pada pembiayaan


murabahah, syirkah dan mudharabah karena pada akad
tersebut, mudharib menggunakan dana shahibul mal. Tujuan
agunan adalah agar mudharib serius dalam mengelola dana
orang lain. Dalam perspektif ushul fiqh, penggunaaan agunan
di sini untuk menjaga dan memelihara harta orang lain
(maslahah). Memelihara harta orang lain adalah wajib.
Agunan itu dapat pula karena alasan sadd al-zariah, yakni
mencegah mudharib melakukan penyimpangan (moral
hazard).

135
Fatwa DSN MUI No. 4 tahun 2000

Jaminan dalam Murabahah:


1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah
serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan yang dapat dipegang.

Penjelasan:
Jaminan yang dapat dipegang dalam bahasa Alquran disebut “Rihan
Maqbudhah”

136
Fatwa DSN MUI No.6 tahun 2000
Jaminan/Agunan dalam Mudharabah

• Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak


ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad.

137
Fatwa DSN MUI No.7 Tahun 2000
Jaminan dalam Musyarakah

Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah


tidak ada jaminan, namun untuk menghindari
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan

138
Rahn (collateral)

Rahn ‘Iqar/Rasmi/
Rahn Takmini/ Musta’ar Rahn Hiyazy
Rahn Tasjily
=
Barang jaminan tidak di
tangan bank/penerima gadai, Sama dgn dhaman
Melainkan tetap di tangan
nasabah atau penguasaan
Barang jaminan di
nasabah, hanya surat/sertifikat
tangan bank/penerima gadai
yang diserahkan kepada bank.
139
• Rahn ‘iqar (disebut juga rahn rasmiy) ialah barang
jaminan tetap berada di tangan nasabah (selaku
rahin). Di mana Murtahin memiliki haq kebendaan
atas harta yang diagunkan tersebut, namun barang
jaminan itu tidak berpindah penguasaannya
kepadanya, melainkan tetap ditangan nasabah.
Note:
Murtahin adalah lembaga pegadaian atau bank.

140
• Rahn Hiyazy, penguasaan barang jaminan berpindah
dari tangan nasabah kepada tangan murtahin,
sehingga barang yang dijaminkan (digadaikan)
berada dalam penguasaan murtahin (lembaga
pegadaian/ bank).
• Murtahin harus menjaga barang jaminan, sampai
hutang dilunasi nasabah.

141
• Rahn ‘iqar (rasmi) ialah collateral berupa tanah atau benda
tak bergerak dimana benda collateralnya tidak berada di
tangan murtahin (bank/lembaga pegadaian). Dengan
demikian, rahn ‘iqar termasuk jaminan fidusia.
• Rahn hiyazy, ialah jaminan atau collateral di mana
bendanya berada di tangan murtahin (lembaga
pegadaian/bank). Rahn hiyazy ini mirip/sama dengan
dhaman. Kesamaan ini disebut ulama sbg qiyas, yakni
mengqiyaskan rahn hiyazy dengan dhaman.
• Murtahin melakukan penahanan atas barang jaminan yang
digadaikan, sepanjang hutang belum dibayar.

142
Tujuan Collateral pada Pembiayaan Syariah

• Bank Islam dapat berpegang pada collateral (rahn) sebagai


sarana untuk menjamin hartanya ketika terjadi kerugian
yang disebabkan penyimpangan atau kelalaian mudharib
atau mudharib melanggar syarat-syarat yang ditetapkan

143
Tujuan Collateral

Buku Nahwa Thatwiri al-Mudharabah fi al-Masharif al_Islamiyah

144
Artinya:

• Keharusan collateral di sini, bukan untuk tujuan menjamin


harta mudharabah, karena penjaminan harta (modal)
seperti ini tidak boleh.
• Penerapan collateral dimaksudkan untuk menjamin
kemungkinan terjadinya kerugian di masa depan
disebabkan kesalahan atau kelalaian mudharib
(Wahbah az-Zuhaily, Fiqh Muamalah al Mu’ashirah).

145
TUJUAN PENGUASAAN BUKTI AGUNAN

Memberikan hak dan kekuasaan bagi Bank


untuk mengambil pelunasan hutang
TUJUAN atau kewajiban Debitur.
PENGUA
SAAN Mendorong debitur mengelola proyek
BUKTI dengan baik dan sungguh-sungguh
AGUNAN Mendorong Debitur untuk memenuhi
Ketentuan dan persyaratan Akad .

146
Jenis Agunan

• Agunan perorangan adalah yang diserahkan oleh Pihak


Ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur
tidak dapat memenuhi kewajibannya.
• Contoh : Personal Garantee, Corporate Garantee
Agunan Perorangan •

• Agunan dari debitur/pihak ketiga kepada Bank yang


memberikan hak yang didahulukan dari kreditur lain untuk
mengambil pelunasan terhadap hasil penjualan agunan
Agunan Kebendaan tersebut (hak preferent).

147
Agunan Kebendaan

• Adapun yang dimaksudkan benda bergerak adalah semua benda


Agunan yang secara phisik dapat dipindahkan kecuali apabila karena
ketentuan undang-undang benda tersebut ditetapkan sebagai
Bergerak benda tidak bergerak.
• Contoh : Mobil, motor, pesawat terbang, kapal

• Tanah dan barang-barang lain yang karena sifatnya oleh


Agunan Tidak undang- undang dinyatakan sebagai benda tidak bergerak
seperti misalnya mesin pabrik yang sudah terpasang, kapal laut
bergerak dengan bobot/isi diatas 20 m3.
• Contoh : Tanah, mesin yang ditanam di tanah

148
Personal Guarantee dan Corporate Guarantee

Dasar Hukum KUH Perdata Pasal 1820 sd 1850

• Akta dibuat secara tertulis (Notarial / bawah


Ciri Akta PG / CG tangan).
• Terhadap hak perseorangan
• Tidak memberikan hak preferent kepada
Kreditur.
• Penjamin dari Pihak Ketiga.
• Tunduk pada ketentuan Pasal 1832 KUHPerdata

• Hapusnya hutang yang dijamin dengan PG / CG.


Hapusnya PG/CG
• Dilepaskannya PG / CG oleh Kreditur

149
Hak Tanggungan

Hipotik

Hak Kebendaan Jaminan Fidusia

Gadai

Resi Gudang
Pengikatan agunan
kredit Bank

Personal
Guarantee
Hak Perorangan

Corporate Guarantee

150
Hak Tanggungan
(UU No 4 Tahun 1996)

151 No. 151


Asas-azas Hak Tanggungan

1
Hak Preferent (hak didahulukan)
2
Tidak dapat dibagi-bagi
3
Azas-azas Hak atas tanah yang telah ada
4
Hak Perjanjian Accessoir
Tanggungan 5
Droit de Suit
6
Menjamin lebih dari satu utang

152
HAK TANGGUNGAN

• Sertifikat Hak Milik (HM)


Obyek Hak Tanggungan • Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
• Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)
• Sertifikat Hak Pakai atas Tanah Negara (SHP)
• Sertifikat Hak Milik atas satuan Rumah susun
(SHMSRS)

• Jangka waktu 1 bulan untuk yang telah


Jenis SKMHT bersertifikat.
• Jangka waktu 3 bulan untuk yang belum
bersertifikat.
• Jangka waktu sama dengan jangka waktu kredit
untuk kredit khusus, yaitu :
• KKPA (Kredit Koperasi Primer dan Anggotanya)
• KPR (maks LT 200 m², LB 70 m²).
• Limit kredit maks Rp 50 juta

153
HAK TANGGUNGAN

• Pengikatan Hak Kebendaan dan memberikan


Ciri Hak Tanggungan Hak preferent kepada kreditur setelah didaftarkan
di Kantor Pertanahan
• Dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada.
• Merupakan perjanjian accessoir.
• Mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun
benda tersebut berada (drot de suit).
• Dapat menjamin lebih dari 1 (satu) hutang.

• Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak


Hapusnya Hak Tanggungan Tanggungan.
• Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang
Hak Tanggungan.
• Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan peringkat oleh PN.
• Hapusnya Hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan

154
Pengikatan SHMSRSS (Strata Title)
. Terhadap obyek bangunan yang memiliki bukti kepemilikan berupa SHMSRSS atau strata
title, terdapat kepemilikan bersama terhadap hak atas tanahnya, sehingga pengikatan
SHMSRSS mengikuti pengikatan sertifikat induk hak atas tanah tersebut.

1 Lakukan penggabungan hak atas tanah mjd


sertifikat induk
Tahapan 2 Pengikatan HT dengan pencantuman
Pengikatan Klausula roya partial
SHMSRSS 3
Bangunan selesai, pertelaan dalam rangka
Penerbitan SHMSRSS / Strata title
4
Terbit SHMSRSS dengan pembebanan HT
mengikuti pembenan sertifikat induk
155
Dokumen Kelengkapan Pengikatan
BUKTI HAK MILIK PERORANGAN MILIK BDN HUKUM (PT)

Hak Milik Persetujuan suami / istri N/A

HGB asal tanah negara Persetujuan suami / istri Persetujuan RUPS (AD)

HGB asal tanah hak Persetujuan suami / istri dan Persetujuan RUPS (AD) dan
pengelolaan/HM persetujuan pemilik hak persetujuan pemilik hak
pengelolaan/HM pengelolaan

Hak Guna Usaha Persetujuan suami / istri Persetujuan RUPS (AD)

Hak Pakai atas tanah negara Persetujuan suami / istri Persetujuan RUPS (AD)

SHMSRS Persetujuan suami / istri Persetujuan RUPS (AD)

156
Dokumen Kelengkapan Pengikatan

BUKTI HAK PENANGANAN PENGIKATAN

Milik anak di bawah Tindakan hukum dari wali harus mendapatkan penetapan PN untuk
umur menjaminkan asset anak tsb.
Terbit strata title Dilakukan pensertifikatan induk terlebih dahulu, selanjutnya dalam
(SHMSRS) APHT dicantumkan roya partial.
Asset Boedel Waris Persetujuan dari seluruh ahli waris

Berada dalam 2 wilayah Pengikatan dilakukan melalui PPAT yang fisik tanahnya terluas berada
PPAT dalam wilayah PPAT dimaksud.
Hak atas tanah di Pengikatan agunan baru dapat dilakukan setelah adanya bukti LUNAS
wilayah otorita Batam pembayaran UWTO (Uang Wajib Teritorial Batam)

157
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

158
Legal Review terhadap Pembiayaan Bermasalah

Debitur

FINANCIAL Dokumen
REVIEW pembiayaan
NPF
Agunan
LEGAL REVIEW
Penjamin

Lainnya

159
Melakukan kajian Terhadap Debitur

Identitas Kemauan
(Itikad)
Perorangan
Debitur Perijinan
Keabsahan
Badan Hukum Kewenangan
Bertindak Peluang &
Risiko
Group Usaha

160
Legalitas Debitur
a. Akta pendirian berikut perubahannya (Anggaran Dasar, Berita Acara RUPS) Bukti
Pengesahan atau Persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI
b. Bukti Penerimaan Pelaporan Perubahan Susunan Pengurus dan Pemegang Saham dari
Kementerian Hukum dan HAM RI
c. Bukti pendaftaran perubahan anggaran dasar dalam Daftar Perusahaan Bukti
pengumuman perubahan anggaran dasar dalam Tambahan Berita Negara RI
Kewenangan Pengurus dan Pemegang Saham
d. Identitas diri Pengurus/Pemegang Saham/pihak ketiga terkait Informasi yang
diperlukan oleh Manajemen terkait dengan Direksi dan Komisaris, seperti :
1) Keterkaitan dengan perusahaan lain (debitur / non debitur) ;
2) Daftar Orang Tercela ;
3) Perubahan susunan Direksi dan/atau Komisaris yang dilakukan tanpa persetujuan
kreditur ;
4) Perubahan susunan Direksi dan/atau Komisaris belum dilaporkan kepada
Kementerian Hukum & HAM RI ;

161
Legalitas Ijin Usaha Debitur

a. Kelengkapan Ijin Usaha (NIB/TDP, NPWP, SIUP,


SITU, Ijin/ rekomendasi instansi yang berwenang
untuk bidang usaha tersebut)
b. Masa berlaku ijin-ijin dimaksud
c. Kesesuaian peruntukan dan penggunaan ijin-ijin
dengan permohonan pembiayaan

162
Kajian Terhadap Akad Pembiayaan

Jenis Bilateral
Club Deal
Alas Hak &
Sindikasi Kewajiban

Cross Default
Akad Klausula
Pembuktian
Cross Collateral
(Paripasu)

Dokumentasi
Notarial Peluang &
Risiko
Bawah Tangan

163
Legalitas Dokumentasi Pembiayaan

a. Kronologis pemberian fasilitas pembiayaan


b. Akad pembiayaan awal dan seluruh addendumnya
c. Syarat-syarat umum akad pembiayaan
d. Persyaratan akad pembiayaan dan pemenuhannya oleh debitur
e. Penelitian keabsahan akad pembiayaan dan addendumnya
f. Penetapan syarat/ketentuan restrukturisasi pembiayaan
g. Pencantuman syarat/ketentuan restrukturisasi pembiayaan
dalam perjanjian kredit (syarat penandatanganan, syarat efektif,
syarat penarikan, syarat batal)
h. Kewenangan penandatanganan akad pembiayaan dan
perubahan

164
Kajian terhadap Jaminan

Jaminan Umum UU Konkuren


Tanah
HT
Bangunan
Kapal >20DWT Hipotik
Mesin & Peralatan Tittle Executorial
Agunan Kendaraan Fidusia & Preference
Persediaan
Piutang
Hak lainnya Fidusia
Surat Berharga
Gadai Preference
Logam Mulia
Perorangan PG
Konkuren
Perusahaan CG
165
Legalitas Agunan

a. Bukti pemilikan agunan


b. Jenis/kondisi/keberadaan agunan
c. Penilaian agunan
d. Kewenangan menjaminkan
e. Penguasaan, penyimpanan dan administrasi
bukti pemilikan;
f. Asuransi

166
167
Aspek Hukum Dalam Penyelesaian Pembiayaan

TAKE OVER
NOVASI PEMBIAYAAN
❖ Tidak perlu adanya pengambilalihan
❑Pergantian kedudukan Debitur oleh kepemilikan saham perusahaan
novator
❖ Perlu adanya perubahan Akad
❑Akad pembiayaan yang lama Pembiayaan
berakhir diganti dgn akad baru
❖ Perlu adanya pengikatan ulang atas
❑Pengikatan agunan lama berakhir agunan pembiayaan
sehingga dilakukan pengikatan baru
❖ Tidak perlu adanya perubahan
❑Kepengurusan perusahaan sesuai pengurus perusahaan Debitur
dengan pihak novator

168
Non Litigasi - Subrogasi
Penggantian hak-hak kreditur oleh pihak ketiga karena adanya Pembayaran
hutang debitur oleh pihak ketiga tsb kepada kreditur.

1. Akad Pembiayaan tidak hapus demikian pula dengan


Kriteria pengikatan agunannya, beralih kepada kreditur baru.
2. Dapat dilakukan subrogasi penuh atau sebagian.

1. Subrogasi tersebut harus persetujuan dari pihak Debitur.


2. Setelah pelunasan, dibuatkan Akta subrogasi yang ditandatangani oleh 3
pihak, yaitu Debitur, Kreditur baru dan kreditur lama.
3. Subrogasi penuh agunan beserta akta pengikatannya diserahkan
Mekanisme kepada kreditur baru.
4. Subrogasi sebagian Akad Pembiayaan dan pengikatan agunan tetap
dalam penguasaan kreditur lama, minimal agunan mencover
kewajiban yang tersisa.

169
Non Litigasi – Likuidasi Agunan
Penebusan Agunan
Penebusan bisa dilakukan oleh nasabah atau pihak ketiga dengan persetujuan nasabah.

Penjualan Agunan Secara Sukarela (untuk nasabah NPF/WO)


❑ Penjualan agunan sekarela harus dengan persetujuan nasabah.
❑ Penjualan agunan dilakukan di bawah tangan.
❑ Penjualan agunan secara sukarela termasuk langkah yang paling aman dalam
eksekusi agunan.

Lelang Secara Sukarela (untuk nasabah NPF/WO & kooperatif)


❑ Penjualan agunan sekarela harus dengan persetujuan nasabah.
❑ Lelang agunan dilakukan langsung melalui KPKNL atau Lembaga Lelang.
❑ Lelang sukarela ini termasuk langkah yang paling aman dalam eksekusi agunan.

170
Litigasi – Eksekusi Agunan (Parate Eksekusi)

❑ Dilakukan atas dasar Pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak


Tanggungan
❑ Untuk debitur kategori Macet dan jaminan telah diikat sempurna
❑ Lelang agunan dilakukan langsung KPKNL atau Balai Lelang Swasta.
❑ Biaya relatif lebih murah, karena sukses fee dibayarkan apabila lelang berhasil
❑ Lelang eksekusi ini rentan terhadap adanya gugatan dari debitur ataupun pihak
lain
❑ Gugatan yang diajukan oleh debitur atau pasangannya tidak dapat menunda
lelang (Pasal 14 Permenkeu Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk
pelaksanaan lelang)
❑ Gugatan yang berasal dari pihak lain, selain debitur terkait mengenai
kepemilikan agunan dapat menunda lelang

171
Litigasi – Eksekusi Agunan melalui permohonan Fiat Eksekusi

• Dilakukan atas dasar ketentuan Pasal 14 dan Pasal 20 UU Nomor 4 Tahun


1996 Tentang Hak Tanggungan
• Penjualan agunan melalui lelang eksekusi dengan mengajukan permohonan
Fiat eksekusi dari Pengadilan Agama bisa dilakukan tanpa harus
mendapatkan persetujuan nasabah.
• Lelang agunan dilakukan di pengadilan, biayanya relatif lebih mahal
dibandingkan lelang melalui fiat eksekusi Pengadilan Agama.
• Lelang eksekusi diajukan terhadap debitur atau pemilik agunan yang tidak
kooperatif, misalnya pemilik agunan tidak bersedia melakukan
pengosongan.
• Jika debitur atau pemilik agunan tidak bersedia mengosongkan agunan,
pengadilan dengan bantuan aparat kepolisian dapat melakukan
pengosongan secara paksa (vide Pasal 200 (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2)
RBg).
• Limit lelang agunan ditetapkan berdasarkan hasil taksasi dari eksternal
appraisal.

172
Prosedur lelang melalui permohonan fiat eksekusi ke
Pengadilan Agama
1. Kreditur selaku pemohon Fiat Executie mengajukan permohonan peneguran
(aanmaning) melalui Ketua Pengadilan Agama sebanyak 2 kali dengan melampirkan
dokumen pembiayaan. Selanjutnya Ketua Pengadilan Agama akan menegur debitur
dan/atau penjamin untuk melunasi seluruh kewajiban kepada Kreditur secara
sukarela.
2. Jika debitur dan/atau penjamin tidak juga mengindahkan teguran dari pengadilan,
kreditur mengajukan permohonan sita eksekusi atas objek jaminan kepada Ketua
Pengadilan Agama. Pengadilan akan melakukan penyitaan terhadap jaminan di
lokasi agunan dengan berita acara.
3. Untuk melakukan lelang agunan, kreditur mengajukan permohonan lelang ekskusi
kepada Ketua Pengadilan Agama dengan melampirkan dokumen penjaminan.
4. Lelang agunan dilakukan oleh Juru Sita Pengadilan dengan melibatkan Kantor
Lelang Negara, dengan didahului oleh Pengumuman lelang 2 kali.
173
Permohonan PKPU atau Pailit melalui Pengadilan Niaga

• Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur


yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator
di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur
dalam UU Kepailitan (vide Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan).

• Kepailitan tersebut meliputi seluruh kekayaan debitur pada


saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan (vide Pasal 21
Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan)
174
Syarat Dapat Diajukannya Permohonan Kepailitan

1. Adanya 2 (dua) kreditur

2. Adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat


ditagih

175
Akibat Hukum Atas Dikabulkannya Permohonan Kepailitan

1. Berlaku sita umum terhadap seluruh kekayaan debitur


(vide Pasal 1 ayat (1) jo Pasal 21 UU Kepailitan)
2. Debitur kehilangan hak untuk mengurus harta debitur dan
sebagai gantinya diangkat kurator untuk mengurus dan
membereskan harta debitur (vide Pasal 69 ayat (1) UU
Kepailitan)
3. Putusan pailit berlaku serta merta (Uitvoorbar Bij Voorrad)
(vide Pasal 8 ayat (7) UU Kepailitan)

176
Pelaksanaan Eksekusi terhadap Penjamin
(Personal Garansi atau Corporate Garansi)

• Utang telah jatuh tempo, baik karena tidak ada perpanjangan


fasilitas atau terpenuhi persyaratan jatuh tempo seketika.
• Penjamin diketahui masih memiliki asset untuk membayar
kewajiban debitur sebagian atau seluruh.
• Adanya Perjanjian Personal Garansi atau Corporate Garansi
• Adanya pengecualian Pasal 1831 KUHperdata, Pasal 1833,
Pasal 1837, Pasal 1847, 1848.
• Adanya surat teguran / somasi kepada Penjamin

177
Penyertaan modal sementara

Pasal 22
(1) Kualitas Penyertaan Modal Sementara ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara belum
melampaui 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara
telah melampaui 1 (satu) tahun namun belum melampaui 4 (empat)
tahun;
c. Diragukan, apabila jangka waktu Penyertaan Modal Sementara telah
melampaui 4 (empat) tahun namun belum melampaui 5 (lima) tahun;
d. Macet, apabila:
1. jangka waktu Penyertaan Modal Sementara telah
melampaui 5 (lima) tahun; atau
2. investee telah memiliki laba kumulatif namun Penyertaan
Modal Sementara belum ditarik kembali.

178
Restrukturisasi Pembiayaan
Pasal 55
(1) Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar; dan
b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi
kewajiban setelah restrukturisasi.
(2) Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
antara lain melalui:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran
kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning),
c. Penataan kembali (restructuring),
Pasal 56
Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk:
a. memperbaiki kualitas Pembiayaan; atau
b. menghindari peningkatan pembentukan PPA,

179
Ginargo D. Yantoro
0811887868
ginargodyantoro@gmail.com

T E R I M A
K A S I H

Anda mungkin juga menyukai