Anda di halaman 1dari 17

PENDEKATAN PELEMBAGAAN PROFESI, RANAH

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pendidikan Model Pembelajaran


yang diampu oleh DR. H. Sutarman, M.Pd.

Disusun oleh :
Astri Hidayanti (2186206115)
Dianty Ambar Pratiwi (2186206056)
Neneng suryani (2186206214)
Reva Nuryanti (2186206024)
Rissa Febrina Mulyani (2186206013)

Prodi : PGSD 3B

UNIVERSITAS SEBELAS APRIL SUMEDANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Pendekatan Pelembagaan Profesi Ranah Pengembangan Keprofesian Guru ini
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa
manusia dari alam jahiliah menuju alam yang berilmu seperti sekarang ini.
Makalah Pendekatan Pelembagaan Profesi Ranah Pengembangan
Keprofesian Guru ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan
banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnya kami mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besar yang telah berjasa membantu kami selama proses pembuatan
makalah ini dari awal hingga akhir.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan
kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
sekalian demi perbaikan makalah Pendekatan Pelembagaan Profesi Ranah
Pengembangan Keprofesian Guru ini ke depannya.

Akhirnya, besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang
berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta
memajukan ilmu pengetahuan.

Sumedang, Oktober 2022

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 1
1.3 Prosedur pemecahan masalah .................................... 1
1.4 Sistematika Pembahasan ............................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3
2.1 Pendekatan Pelembagaan Profesi ............................... 3
2.1.1 Pendekatan Karakteristik ................................ 3
2.1.2 Pendekatan Institusional ................................. 4
2.1.3 Pendekatan Legalistik ..................................... 5
2.2 Ranah Pengembangan Profesi Guru ........................... 6
2.2.1 Penyediaan Guru ............................................. 6
2.2.2 Induksi Guru Pemula ...................................... 8
2.2.3 Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga ....... 9
2.2.4 Profesionalisasi Guru Berbasis Individu ........ 10
BAB III SIMPULAN ....................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jika pendidikan merupakan salah satu instrumen utama
pengembangan sumber daya manusia, berarti tenaga kependidikan
terutama guru, memiliki tanggungjawab untuk mengemban tugas itu.
Siapa saja yang menyandang profesi sebagai tenaga kependidikan, dia
harus secara kontinyu menjalani profesionalisasi. Namun demikian,
masalah esensial yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga kependidikan di
Indonesia saat ini tidak lagi semata-mata terletak pada bagaimana
menghasilkan tenaga kependidikan yang bermutu melalui lembaga
pendidikan tenaga kependidikan atau perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan, melainkan sejauh mana profesi
itu dapat diakui oleh negara sebagai profesi yang sesungguhnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pendekatan Karakteristik?
2. Bagaimana Pendekatan Institusional?
3. Bagaimana Pendekatan Legalistik?
4. Bagaimana Penyediaan Guru?
5. Bagaimana Induksi Guru Pemula?
6. Bagaimana Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga dan Individu?

1.3 Prosedur Pemecahan Masalah


Prosedur pemecahan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan
menganalisis berbagai jurnal penelitian yanhg relevan dengan pembuatan
makalah ini.

1
1.4 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam makalah ini membahasa mengenai


Pendekatan Pelembagaan Profesi, serta Ranah Pengembangan Profesi
Guru.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Pelembagaan Profesi


2.1.1 Pendekatan Karakteristik
Pendekatan karakteristik (the trait approach) memandang
bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang
membedakannya dengan pekerjaan lain. Seseorang penyandang
profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu
sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya.
Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau
karakteristik-karakteristik profesi itu menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut :
a. Kemampuan Intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.
Pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan tinggi.
Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang
berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang
penyandang profesi.
b. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi
adalah sebuah kekhususan penguasaan bidang keilmuan
tertentu. Siapa saja bisa menjadi “guru”, akan tetapi guru yang
sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi dan
penguasaan metodologi pembelajaran.
c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung
oleh orang lain atau klien. Pengetahuan ini bersifat aplikatif,
dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas dan
teruji.
d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau
communicable. Seorang guru harus mampu berkomunikasi
sebagai guru dalam makna apa yang disampaikannya dapat
dipahami oleh peserta didik.

3
e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri
atau selforganization. Istilah mandiri disini berarti bahwa
kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan
yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang
lain, meski tidak berarti menafikan bantuan atau mereduksi
semangat kolegialitas.
f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru
harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saat
bantuan itu diperlukan, apakah dikelas, di lingkungan sekolah,
bahkan diluar sekolah.
g. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma
yang mengikat guru dalam bekerja.
h. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Manakala
terjadi “malpraktik”, seorang guru harus siap menerima sanksi
pidana, sanksi dari masyarakat atau sanksi dari atasannya.
i. Mempunyai sistem upah. Maksudnya adalah standar gaji.
j. Budaya profeesional. Budaya profesi bisa berupa penggunaan
simbol-simbol yang berbeda dengan simbol-simbol profesi lain.

2.1.2 Pendekatan Institusional


Pendekatan intitusional (the institutional approach)
memandang profesi dari segi proses institusional atau
perkembangan asosiasional. Maksudnya kemajuan suatu pekerjaan
kearah pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar
tahap-tahap yang harus dilalui untuk melahirkan proses
pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya.
H.L. Wilensky (1976) mengemukakan lima langkah untuk
memprofesionalkan suatu pekerjaan :
1. Memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau
fulltime, bukan pekerjaan sambilan.

4
2. Menetapkan sekolah tempat menjalani proses pendidikan atau
pelatihan.
3. Mendirikan asosiasi profesi. Bentuk asosiasi itu bermacam-
macam seperti persatuan guru (PGRI), ikatan petugas
bimbingan indonesia (IPBI) dan sebagainya.
4. Melakukan perlakuan politisi utntuk memperjuangkan adanya
perlindungan hukum terhadap asosiasi atau penghimpunan
tersebut.
5. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan.
Berbeda dengan Wilensky, T. Caplow (1975)
mengemukakan lima tahap memprofesionalkan pekerjaan :
1. Menetapkan perkumpulan profesi, yang merupakan sebuah
organisasi yang keanggotaannya terdiri dari orang-orang yang
seprofesi atau seminat.
2. Mengubah dan menetapkan pekerjaan itu menjadi suatu
kebutuhan.
3. Menetapkan dan mengembangkan kode etik.
4. Melancarkan agitasi untuk memperoleh dukungan masyarakat.
5. Secara bersama mengembangkan fasilitas latihan, yang
merupakan wahana bagi penyandang profesi untuk
mengembangkan kemampuan profesionalnya menuju sosok
profesi yang sesungguhnya.
Tahap-tahap untuk memprofesionalkan suatu pekerjaan
diatas, tidak mutlak dilakukan secara rijid. Artinya tidak mutlak
harus “menetapkan pekerjaan terlebih” dahulu melainkan dapat
diawali dengan mendirikan sekolah-sekolah atau universitas
sebagai wahana pendidikan.
2.1.3 Pendekatan Legalistik
Pendekatan legalistik (the legalistic approach) yaitu
pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi
oleh negara atau pemerintah. Suatu pekerjaan dapat disebut profesi

5
jika dilindungi oleh undang-undang atau produk hukum yang
ditetapkan oleh pemerintahan suatu negara.
Menurut M. Friedman (1976), pengakuan atas suatu
pekerjaan menjadi suatu profesi sungguhan dapat ditempuh melalui
tiga tahap, yaitu :
a. Registrasi (registration) adalah suatu aktivitas, dimana jika
seseorang yang ingin melakukan pekerjaan profesional, terlebih
dahulu rencananya harus diregistrasikan pada kantor registrasi
milik negara.
b. Sertifikasi (certification) mengandung makna, jika hasil
penelitian atau persyaratan pendaftaran yang diajukan oleh
calon penyandang profesi dipandang memenuhi persyaratan,
kepadanya diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan
dan keterampilan yang dimilikinya. Bentuk pengakuan tersebut
adalah pemberian sertifikat kepada penyandang profesi itu.
c. Lisensi (licensing) mengandung makna, bahwa atas dasar
sertifikat yang dimiliki oleh seseorang barulah orang tersebut
memperoleh izin atau lisensi dari negara untuk mempraktikkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
2.2 Ranah Pengembangan Profesi Guru
2.2.1 Penyediaan Guru
Berkaitan dengan penyediaan guru, Undang-undang No. 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan Peraturan Pemerintah No.
74 Tahun 2008 tentang guru telah menggariskan bahwa hal itu
menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan,
yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis
perguruan tinggi. Menurut dua hukum ini, lembaga pendidikan
tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi
tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program
pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, serta untuk

6
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan
non-kependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik
sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika
seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh
negara sebagai guru profesional. Pada sisi lain baik UU No. 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen maupun PP No. 74 tentang
guru telah mengamanatkan bahwa kedepan, hanya yang
berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan
yang memenuhi syarat sebagai guru.
Beberapa amanat penting dari dua produk hukum ini :
1. Calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV.
2. Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.
3. Sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
4. Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun
ditetapkan oleh Menteri.
5. Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi
pendidik.
6. Uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan
ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
7. Ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang
mencakup penguasaan wawasan, materi pelajaran, konsep-
konsep keilmuan.
8. Ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan

7
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial
pada satuan pendidikan yang relevan.
Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, tidak ada
alasan calon guru pada sekolah-sekolah di Indonesia
berkualitas dibawah standar. Namun demikian, ternyata setelah
mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai
CPNS guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh
ketika menginjakkan kaki pertama kali di sekolah. Melainkan
mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut
induksi.
2.2.2 Induksi Guru Pemula
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun
2008 seperti yang dimaksudkan diatas mengisyaratkan bahwa
kedepan, hanya lulusan S1/D-IV yang memiliki sertifikat
pendidiklah yang akan direkrut menjadi guru. Namun demikian,
sunggupun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum
dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi
sebagai telah memiliki kewenangan penuh, ternyata masih
diperlukan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi
guru yang benar-benar profesional.
Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula
terhitung mulai dia pertama kali menginjakkan kaki disekolah atau
satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk
menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena
secara teoritis dan empiris lazim dilakukan dibanyak negara.
Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru disekolah, ketika
menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Disinilah
esensi program induksi yang tidak dibahas secara detail.

8
2.2.3 Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga
Kegiatan pembinaan dan pengembangan dilaksanakan
secara sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu,
seperti analisis kebutuhan, perumusan sasaran dan tujuan, desain
program, implementasi dan deliveri program, dan evaluasi
program. Ini berarti bahwa kegiatan pembinaan dan pengembangan
kemampuan profesional guru secara berkelanjutan harus
dilaksanakan atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
evaluasi yang sistematis.
Tujuan dari sasaran pendidikan dan pelatihan guru
ditetapkan dengan mencerminkan kondisi yang diingini, sekaligus
menjadi ukuran keberhasilan program itu. Evaluasi program
dimaksudkan untuk menentukan tingkat keberhasilan kegiatan-
kegiatan pembinaan dan pengembangan yang dilakukan, serta
kelemahan-kelemahan selama proses penyelenggaraan. Hal ini
akan menjadi umpan balik bagi perencanaan program
pengembangan yang lebih efektif dan efisien.
Saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru
dalam pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan,
terutama tenaga guru, kecenderungan-kecenderungan baru
dimaksud adalah :
1. Berbasis pada program penelitian.
2. Menyiapkan guru untuk menguji dan mengases kemampuan
praktis dirinya.
3. Diorganisasikan dengan pendekatan kolegialitas.
4. Berfokus pada partisipasi guru dalam proses pembuatan
keputusan mengenai isu-isu esensial di lingkungan sekolah.
5. Membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada
beberapa aspektertentu dari kompetensinya.

9
Dengan demikian kegiatan ini merujuk kepada peluang-
peluang belajar yang didesain secara sengaja untuk membantu
pertumbuhan profesional guru. Ini dimaksudkan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial.
2.2.4 Profesionalisasi Guru Berbasis Individu
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang.
Diawali dari penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan,
penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru
profesional sungguhan, yang menjalani profesionalisasi secara
terus-menerus.
Edi suharto mengemukakan masyarakat madani adalah
sebuah masyarakat demokratis dimana anggotanya menyadari akan
hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana
pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi
kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan diwilayahnya.
Guru profesional sesungguhnya adalah guru yang didalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom,
menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual
tinggi. Kata otonom mengandung makna, bahwa guru profesional
adalah mereka yang secara profesional dapat melaksanakan tugas
dengan pendekatan bebas dari intervensi kekuasaan atau birokrasi
pendidikan. Dengan demikian, guru harus menjadi profesional
sungguhan untuk bisa tumbuh secara madani. Guru profesional
melebihi batas-batas yang dimiliki oleh guru profesional yang
banyak dibahas dalam literatur akademik.
Ciri-ciri umum guru profesional adalah :
1. Melakukan profesionalisasi-diri.
2. Memotivasi-diri.

10
3. Memiliki disiplin-diri.
4. Mengevaluasi-diri.
5. Memiliki kesadaran-diri.
6. Melakukan pengembangan-diri.
7. Menjadi pembelajaran.
8. Melakukan hubungan-efektif.
9. Berempati tinggi.
10. Taat asas pada kode etik.
Guru profesional pun adalah pembelajar sejati dan
menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Sejalan dengan uraian
sebelumnya, guru profesional bercirikan sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan profesionalnya dan siap uji atas
kemampuannya itu.
2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok
lain yang „seprofesi‟ dengan mereka melalui kontrak dan
aliansi sosial.
3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa
menghilangkan makna etika kerja dan tata santun
berhubungan dengan atasannya.
4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan
kompetensi.
5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua
pihak dalam rangka perbaikan mutu pendidikan dan
pembelanjaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan
bidang pendidikan.
6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa
mengatur dan mendisiplinkan dirinya.
7. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa
memotivasi dan mengatur dirinya.
8. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan
umpan balik demi perbaikan-diri.

11
9. Memiliki empati yang kuat.
10. Mampu berkomunikasi secara efektif.
11. Menjunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan
kerja.
12. Menjunjung tinggi kode etik organisasi tempatnya
bernaung.
13. Memiliki kesetiaan dan kepecayaan.
14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi dalam kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pendekatan karakteristik (the trait approach) memandang bahwa
profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan
pekerjaan lain. Pendekatan intitusional (the institutional approach)
memandang profesi dari segi proses institusional atau perkembangan
asosiasional. Pendekatan legalistik (the legalistic approach) yaitu
pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh
negara atau pemerintah.
Guru profesional sesungguhnya adalah guru yang didalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai
kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Kata otonom
mengandung makna, bahwa guru profesional adalah mereka yang secara
profesional dapat melaksanakan tugas dengan pendekatan bebas dari
intervensi kekuasaan atau birokrasi pendidikan. Dengan demikian, guru
harus menjadi profesional sungguhan untuk bisa tumbuh secara madani.
Guru profesional melebihi batas-batas yang dimiliki oleh guru profesional
yang banyak dibahas dalam literatur akademik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudarwan Danim, 2010. Profesi Kependidikan.Bandung :Alfabeta, cv


Bafadal, Ibrahim, 1992. Supervisi Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara
A.M., Sardiman. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, ed. I, cet. 21.
Jakarta: Rajawali Pers.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

14

Anda mungkin juga menyukai