Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KONSEP PROFESI KEGURUAN MATA KULIAH

PROFESI KEGURUAN

Dosen Pengampu:

Dra. Sri Budi Astuti, M. Si.

Disusun Oleh:

1. Agnes Amelia F. P (225200017)


2. Citra Laksmi P (225200018)

Universitas PGRI Adi Buana


Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia 2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah sebagai
salah satu syarat pemenuhan tugas mata kuliah Berbicara ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang penyusun miliki.

Penyusun menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari
berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penyusun ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini terutama kepada:

1. Dra. Sri Budi Astuti, M. Si. Selaku dosen pengampu mata kuliah Profesi
Keguruan sekaligus pembimbing yang telah membantu kami dalam menulis
makalah ini.
2. Kepada teman-teman kami yang telah memberikan dukungan serta
pengalaman baru, baik dalam proses belajar maupun di luar proses belajar.
3. Kepada kelompok 2 yang telah banyak memberikan dukungan dan saran
sehingga dapat terselesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dimasa depan.

ii
Daftar Isi

Halaman Judul........................................................................................................ i

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................................ iii

Bab I Pendahuluan ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 2
Bab II Pembahasan ............................................................................................... 2
2.1 Pengertian Peofesi ............................................................................................. 2
2.1.1 Syarat Profesi Keguruan .......................................................................... 2

2.1.2 Perkembangan Profesi Keguruan ............................................................ 3

2.2 Kode Etik Profesi Keguruan .............................................................................. 4

2.2.1 Tujuan Kode Etik ..................................................................................... 4

2.2.2 Penetapan Kode Etik ............................................................................... 5

2.2.3 Sanksi Pelanggaran Kode Etik ................................................................ 6

2.2.4 Kode Etik Guru Indonesia ....................................................................... 6

2.3 Organisasi Profesional Keguruan ...................................................................... 7

2.3.1 Fungsi Organisasi Profesional Keguruan ................................................ 7

2.3.2 Jenis-ienis Organisasi Profesional Keguruan .......................................... 8

BAB III Penutup .................................................................................................... 9

3.1 Simpulan ............................................................................................................ 9

Daftar Pustaka........................................................................................................ 10

iii
iv
BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau
profesional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter, yang
lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara,
guru; malah juga ada yang mengatakan profesinya pedagang, penyanyi, petinju,
penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan
pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan
keprofesionalannya. Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.

Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan


di atas, belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu
pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriterianya dapat
bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk
mendapatkan suatu profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang
dalam melakukan tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalu pendidikan tinggi yang
cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan
waktu yang tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya. Setelah
memangku jabatannya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan mereka dengan tujuan meningkatkan kualitas layanannya kepada
khalayak.

Sementara itu untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak


diperlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan
itu pun tidak perlu, meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menggauli jabatan
itu, tentu saja sangat diperlukan. Oleh sebab itu, agar tidak menimbulkan kerancuan
dalam pembicaraan selanjutnya kita harus memperjelas pengertian profesi itu.

1.2 Rumusan Masalah


1.1.2. Apa fungsi dari dituliskan nya syarat-syarat profesi?
1.2.2. Apa tujuan dijelaskan nya perkembangan Profesi Keguruan?

1
1.2.3. Bagaimana agar pembaca dapat memahami Organisasi Profesional Keguruan?

1.3Tujuan

1.3.1. Untuk memberikan langkah apa saja yang harus dilalui dan dapat
mempersiapkan diri.

1.3.2. Untuk mengetahui dan mengamati setiap proses yang dilalui dalam
Perkembangan Profesi Keguruan.

1.3.3. Memperdalam pengetahuan mengenai Organisasi Profesional Keguruan dan


memahami setiap point-point yang penting dalam fungsi Organisasi Profesional
Keguruan.

1.4 Manfaat

Makalah ini membantu pembaca untuk memahami konsep profesi Keguruan


serta dapat mengambil point penting dari setiap proses yang terjadi dalam konsep profesi
Keguruan.

BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Profesi

Profesi merupakan karier yang yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
bergantj-gsnti pekerjaan). Profesi memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di
luar jangkauan khalayak ramai dan lebih menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari
teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

2.1.1 Syarat-syarat Profesi Keguruan

Profesi Keguruan memiliki syarat-syarat khusunya untuk jabatan guru,


National Education Association (NEA) (1948) menyebutkan:

a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. b) Jabatan yang menggeluti suatu batang
tubuh ilmu yang khusus.

2
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).

d) Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan' yang bersinambungan.

e) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang

permanen. f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.

g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan ui atas keuntungan pribadi.

h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat

2.1.2 Perkembangan Profesi Keguruan

Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari


sekolah umum seperti Hollands Inlandse School (HIS). Meer Uitgebreid Lagere
Onderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School
(AMS) maka secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau
kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS)
untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution, 1987).

Keadaan yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal
perang kemerdekaan, walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang
disesuaikan dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru
meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai
lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK).

Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status


yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan
dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak
di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik
untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial. Namun, kewibawaan guru
mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan
kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa (Sanusi et al., 1991).

3
Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya
bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan
guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya
yang mempunyai pendapatan yang lebih baik

2.2 Kode Etik Profesi Keguruan

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok


Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa "Pegawai
Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
di dalam dan di luar kedinasan." Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan
bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi
negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip- prinsip pokok tentang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita
simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di
dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

2.2.1 Tujuan Kode Etik

a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar
atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap
profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan
nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut
kode kehormatan.

b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau


material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan

4
lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para
anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota
profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di
bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal
kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk
kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi


tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena
itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota
profesi dalam menjalankan tugasnya,

d) Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian
para anggotanya.

e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap


anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.

2.2.2 Penetapan Kode Etik

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres

5
organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh
orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk
dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas
bahwa orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat
dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan
mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut,
jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam
organisasi profesi yang bersangkutan.

Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut
dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi

2.2.3 Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi,
sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat
meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian,
maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat
menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik
berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.

Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur
atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius
ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan
moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap
pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan
mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah
sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi
profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

2.2.4 Kode Etik Guru Indonesia

6
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945,
turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan
karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia


seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses


belajar-mengajar.

5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.

7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan


sosial.

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI


sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.

2.3 Organisasi Profesional Keguruan

Seperti yang telah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesional,
jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan
mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara
kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal
dengan singkatan PGRI.

2.3.1 Fungsi Organisasi Profesional Keguruan

7
PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai
perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa
(Hermawan S., 1989). Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap,
mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni,
1986). Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yakni: (a) Misi
politis/ideologi, (b) Misi persatuan organisatoris, (c) Misi profesi, dan (d) Misi
kesejahteraan.

Sesuai dengan tahap perkembangan dan pembangunan bangsa dalam era orde baru ini.

Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejahteraan, kelihatannya masih perlu


ditingkatkan. Sementara pelaksanaan misi ketiga, mis profesi, belum tampak kiprah
nyatanya dan belum terlalu melembaga

Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional gun, PGRI sampai saat ini
masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan
program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum
banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiata yang berkaitan dengan
perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan
kualifikasi guru atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional
yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.

Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi


biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau kongres, baik
di pusat maupun di daerah (Sanusi et al., 1991). Oleh sebab itu, peranan organisasi ini
dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.

2.3.2 Jenis-jenis Organisasi Keguruan

Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang


diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing Kegiatan-kegiatan dalam
kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan
dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.

8
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus kita
ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah
mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN). Himpunan Sarjana
Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain- lain. Hubungan formal antara
organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum
didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan
mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota
salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang
juga menjadi anggota PGRI.

BAB III

Penutup

3.1 Simpulan

Jabatan guru merupakan suatu jabatan profesional, dan sebagai jabatan


profesional, yang menjalankannya harus mempunyai kualifikasi tertentu. Standar
pekerjaan profesional mencakup bahwa pekerjaan itu melibatkan aktivitas intelektual,
mempunyai sejumlah pengetahuan khusus, memerlukan persiapan panjang untuk
melaksanakannya, memerlukan pelatihan terus-menerus dalam pekerjaan itu, merupakan
profesi seumur hidup dan keanggotaan tetap, menetapkan standar perilaku, memberikan
prioritas kepada pelayanan, mempunyai organisasi profesi, dan mempunyai kode etik
yang dipatuhi oleh para anggotanya.

Tugas guru belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara optimal,


namun perkembangannya di tanah air menunjukkan kecenderungan menuju pencapaian
kebutuhan tersebut. Upaya untuk melakukan hal ini sangat bergantung pada niat, perilaku
dan komitmen guru itu sendiri dan organisasi terkait, serta kebijakan pemerintah.

9
Daftar Pustaka

Amitai, Etzioni. 1969. The Semiprofessions and Their Organization

Teachers, Nurses, and Social Workers. New York: Free

Press.

Blau, Peter dan Scott, W. Richard. 1965. Formal Organization. San

Francisco: Chandler.

Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang

Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian. Jakarta: Dep. Penerangan R.I.

Gideonse, Hendrick D.. 1982. The Necessary Revolution in Teacher

Education. Bloomington, Ind: Phi Delta Kappa.

Harris, Chester (ed.). 1960. Encyclopedia of Educational Research,

erd. ed. New York: The Macmillan Company, 1564 pp. Hermawan,
S. R.. 1979. Etika Keguruan. Suatu Pendekatan Terhadap

Profesi dan Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT Margi Hayu.

Howsam, Robert B., et al. 1976. Educating a Profession. Washington

10
D.C: American Association of Colleges for Teachers Education.

Nasution, S.. 1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Penerbit Jenmars.

11

Anda mungkin juga menyukai