Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP

KEMAMPUAN
MENULIS TEKS PERSUASI BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL
PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh :

Oriza Sativa

( 191000288201012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA BARAT
PADANGPANJANG
2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal yang berjudul
Penyimpangan Nilai Moral Tokoh Utama dalam Novel Segala Yang Diisap Langit karya
Pinto Anugrah

Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam
bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta menyelesaikan perkuliahan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Selesainya proposal ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keterampilan berbahasa merupakan seseorang untuk mengungkapkan sesuatu
dengan menggunakan media bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Keterampilan
berbahasa memiliki empat komponen penting yaitu, keterampilan menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Keempat komponen ini sangat erat dan saling
berkaitan
Menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan
(informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai alat atau medianya. Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu:
menulis sebagai penyampaian pesan, isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca.
Menulis juga dapat dikatakan sebagai kegiatan merangkai huruf menjadi kata
atau kalimat untuk disampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain dapat
memahaminya. Dalam hal ini, dapat terjadinya komunikasi antar penulis dan
membaca dengan baik.
Untuk itu pembelajaran menulis tidaklah mudah dikarenakan harus sesuai
dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia), dalam pembelajaran bahasa Indonesia salah satu cara melatih siswa
menulis adalah dengan cara menulis teks seperti menulis teks persuasi. Teks persuasi
merupakan teks yang berisi imbauan kepada pembaca dan mempengaruhi pembaca
agar mengikuti imbauan dari isi teks penulis. Teks persuasi menggunakan fakta atau
pernyataaan yang memiliki hubungan sebab akibat.
Teks persuasi ini dapat dikatakan jenis teks yang membujuk. Dalam
mendukung menulis persuasi, diperlukan adanya media yang digunakan seperti media
audiovisual. Media audiovisual merupakan media atau alat yang digunakan untuk
menunjang pembelajaran yang memiliki unsur suara dan gambar.
Media ini sangat cocok untuk pembelajaran teks persuasi dikarenakan siswa
akan mudah memahami permasalahan yang akan dibuat untuk menjadi teks persuasi.
Media ini juga akan lebih bagus jika diimbangi dengan pembelajaran berbasis
masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
berkaitan dengan pemacahan suatu masalah.
Pembelajaran berbasis masalah berkaitan erat dengan fenomena atau
permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat, yang menjadikannya sebuah objek
dalam pembelajaran. Penerapan pembelajaran ini adalah mengaitkan pembelajaran
dengan permasalah yang ada dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran Ini
dilakukan dengan memberikan materi mengenai teks persuasi, dan mengangkat
permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat untuk dijadikan objek dalam
pemecahan suatu masalah.
Siswa diminta untuk beragumentasi secara lisan mengenai penyalagunaan

narkoba, dimulai dari penyebab penyalahgunaan narkoba, dampak penyalagunaan

narkoba, dan cara mengatasinya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pernyataan di atas, identifikasi masalah penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Pembelajaran siswa dalam menulis teks persuasi.

2. Metode pembelajaran berbasis masalah.

3. Pengaruh media audiovisual dalam menulis teks persuasi siswa.

4. Kurangnya siswa dalam kemampuan menulis teks persuasi.

5. Proses pembelajaran yang masih konvensional.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, batasan masalah

penelitian ini adalah Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap

Kemampuan Menulis Persuasi Berbantuan Media Audiovisual pada Siswa Kelas VIII

Semester Genap
D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui pengaruh metode pembelajaran berbasis masalah dengan berbantuan

audiovisual terhadap kemampuan menulis teks persuasi siswa.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran media audiovisual dalam mendukung

pembelajaran menulis teks persuasi siswa. 7

b. Untuk mengetahui peran metode pembelajaran berbasis masalah yang

digunakan dalam menulis teks persuasi siswa.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

1. Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Tan dalam Rusman (2016: 229) Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan

berpikir siswa betul-betul diotimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim

yang sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan

Menurut Barrows & Tamblyn (Ju dan Ikseon Choi, 2018: 1) “Pembelajaran

berbasis masalah (PBL) adalah metode pembelajaran di mana peserta didik pertama

kali menghadapi masalah dan kemudian dilanjutkan dengan proses inkuiri yang

berpusat pada siswa untuk memahami dan memecahkan masalah.

Menurut ahli di atas dapat diartikan bahwa PBM adalah metode pembelajaran

di mana peserta didik terlebih dahulu menghadapi masalah dan melanjutkan dengan

proses penyelidikan yang berpusat pada siswa dan memecahkan masalah.

Menurut Dewey dalam Al-Tabany (2014: 64) belajar berdasarkan masalah

adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah

belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan

dan masalah, sedangkan sistem syaraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara

efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari

pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh di lingkungan akan


menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa

dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

PBM merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan

suatu masalah, dengan adanya stimulus dan respons antara belajar dan lingkungan

sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan

kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Menurut ahli di atas dapat diartikan bahwa PBM adalah metode pembelajaran

di mana peserta didik terlebih dahulu menghadapi masalah dan melanjutkan dengan

proses penyelidikan yang berpusat pada siswa dan memecahkan masalah.

Menurut Dewey dalam Al-Tabany (2014: 64) belajar berdasarkan masalah

adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah

belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan

dan masalah, sedangkan sistem syaraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara

efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari

pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh di lingkungan akan

menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa

dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Berdasarkan beberapa pengertian para ahli

di atas dapat disimpulkan bahwa PBM merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, dengan adanya stimulus dan

respons antara belajar dan lingkungan sehingga siswa dapat memperdayakan,

mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara

berkesinambungan.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah


Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

1) Pengajuan Masalah atau Pertanyaan Pengaturan pembelajaran berkisar pada

masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan

dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah

dipahami, luas, dan bermanfaat.

2) Keterkaitan Dengan Berbagai Macam Disiplin Ilmu Masalah yang diajukan dalam

pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai

disiplin ilmu.

3) Penyelidikan yang Autentik Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran

berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari

penyelesain masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan

masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan

menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan

menggambarakan hasil akhir.

4) Menghasilkan dan Memamerkan Hasil / Karya Pada pembelajaran berbasis

masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan

memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan

atau dibuatkan laporannya.


5) Kolaborasi Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus

diselesaikan bersama-sama antarsiswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil

maupun besar, dan bersama-sama anatar siswa dengan guru

Menurut Wina Sanjaya dalam Al-Tabany (2014: 65) menyatakan,

“Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dapat diartikan sebagai

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

masalah yag dihadapi secara alamiah”.

Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga ciri utama pendekatan berbasis masalah.

Pertama, merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada

sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. kedua, aktivitas pembelajaran

diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan

dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) mempunyai tiga ciri utama,

Sanjaya (Suyadi, 2013: 131), yang sekaligus membedakannya dengan strategi

pembelajaran yang lain. Ketiga ciri tersebut adalah sebagai berikut.

1) Strategi PMB merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya PMB

terdiri atas sejumlah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Peserta

didik tidak hanya mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran

yang diberikan, tetapi juga memikir, mengkomunikasi, mencari, dan mengolah data,

serta menyimpulkannya.

2) Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah. PMB

menepatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa

adanya masalah maka tidak mungkin adanya proses pembelajaran berbasis masalah.
3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah yakni

proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis

dan empiris. Sistematis dalam pengertian berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-

tahapan tertentu, sedangkan empiris dalam pengertian proses penyelesaian masalah

didasarkan pada data dan fakta yang dapat diukur (Sanjaya dalam Suyadi, 2013:131).

Beberapa kriteria pemilihan bahan PBM dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Bahan pembelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik

(conflict issues) yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video, dan lainnya.

2) Bahan pembelajaran yang bersifat familiar dengan peserta didik, sehingga

setiap peserta didik dapat mengikutinya dengan baik.

3) Bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal),

sehingga terasa manfaatnya (Suyadi, 2013: 133).

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-

ciri dan kriteria pembelajaran berbasis masalah yaitu, berisi mengenai pemecahan

suatu masalah, menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.

Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran, pemecahan

masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

c. Tahap-Tahap Pembelajaran Berbasis Masalah

Menyatakan bahwa banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan PBM.

Jhon Dewey seorang ahli pendidikan kebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah

PBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving),

yaitu sebagai berikut.


1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah

yang akan dipecahkan.

2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah

secara kritis dari berbagai sudut pandang.

3) Menentukan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan

mengambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) Pengajuan hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau

merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis

yang diajukan.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan (Sanjaya, 2006: 217).

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa PBM

adalah pembelajaran yang mengaitkan antara pengetahuan atau kemampuan siswa

dalam berpikir dengan proses pemecahan masalah yang ada dalam lingkungan

masyarakat. Salah satu ciri-ciri dalam PBM yaitu PMB menepatkan masalah sebagai

kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa adanya masalah maka tidak

mungkin adanya proses pembelajaran berbasis masalah.

PBM juga memiliki kriteria yang harus diperhatikan diantaranya, bahan

pembelajaran harus mengandung isu-isu, bahan harus familiar bagi siswa sehingga

siswa tidak sulit dalam mengkaji suatu permasalahan, dan bahan pembelajaran harus
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Ketika pembelajaran PBM diterapkan tentu

tahap-tahap yang menjadi langkah pembelajaran harus juga dipenuhi, yaitu

merumuskan masalah yang ingin dibahas, mengumpulkan data untuk meyakinkan

argument yang telah dibuat, dan merekomendasikan pemecahan masalah.

2. Hakikat Menulis

a. Definisi Menulis

Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk

bahasa tulis dalam tujuan, misalnya memberitahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil

dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Kedua istilah

itu mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat yang menyatakan kedua

istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

Istilah menulis sering melekat pada proses kreatif yang sejenis ilmiah.

Sementara istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non

ilmiah. Menulis juga dapat dikatakan sebagai kegiatan merangkai huruf menjadi kata

atau kalimat untuk disampaikan kepada orang lain, sehingga orang lain dapat

memahaminya. Dalam hal ini, dapat terjadinya komunikasi antar penulis dan pembaca

dengan baik (Dalman, 2016: 3-4).

Menurut Olshtain dalam Sayed, (2010: 54), " With the astonishing

advances in communications, brought about mainly by computer and internet,

good writing skills have become more and more, essential for communication

in both academic and real life”.

Dari ahli di atas dapat diartikan bahwa melalui menulis, seseorang dapat

berkomunikasi berbagai pesan ke pembaca atau pembaca dekat atau jauh, diketahui,
atau tidak dikenal. Menurut Suparno dan Yunus dalam Dalman (2016: 4), menulis

merupakan suatu kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan menggunakan

bahasa tulis sebagai alat atau medianya.

Tarigan (2008: 22) mengemukakan bahwa menulis ialah menurunkan atau

melukiskan lambang-lambang grafis yang dihasilkan suatu bahasa yang dipahami

oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut

dan dapat memahami bahasa serta grafis itu.

Suryani, dkk. (2014: 2) menyatakan menulis merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di

sekolah. Tujuan yang di-harapkan dalam pembelajaran menulis adalah mampu

mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki

kegemaran menulis. Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat

mengembangkan kreativitas dan dapat menggu-nakan bahasa untuk menyalurkan

kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa menulis

adalah proses penyampaian pikiran atau informasi serta perasaan dalam bentuk

lambang/tanda yang bermakna.

b. Strategi Keterampilan Menulis

Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 248) menyatakan bahwa menulis

merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang

paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan menyimak,

berbicara, dan membaca. Dibandingkan dengan ketiga kemampuan berbahasa yang


lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang

bersangkutan sekalipun.

Seperti kemampuan berbicara, kemampuan menulis mengandalkan

kemampuan berbahasa yang bersifat aktif dan produktif. Kedua keterampilan bahasa

ini merupakan usaha untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada diri

seorang pemakai bahasa melalui bahasa.

Dalam teks kemampuan menulis, agar peserta didik memperhatikan

keterampilannya, maka perlu disiapkan tes yang baik. Masalah yang terjadi dalam

penilaian pun harus diperhitungkan dengan baik untuk memperendah kadar

subjektivitas pada saat penilaian.

Nurgiyantoro dalam Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 250) berpendapat

bahwa penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistis,

impreasif, dan selintas, maksudnya adalah penilaian yang bersifat menyeluruh

berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Penilaian

yang demikian jika dilakukan oleh beberapa orang ahli yang berpengalaman, masih

dapat dipertanggungjawabkan. Namun, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh para

pengajar di sekolah. Berkaitan dengan penilaian karangan, ada beberapa kriterianya:

1. kualitas dan ruang lingkup isi; 20

2. organisasi dan penyajian isi;

3. komposisi

4. kohesi dan kerehensi

5. gaya dan bentuk bahasa;


6. mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca;

7. keterampilan tulisan dan kebersihan; dan

8. respons afektif pengajar terhadap karya tulis.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa menulis adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus

dimiliki, dengan menggunakan media huruf sebagai media untuk menguangkan ide

maupun gagasan yang dimiliki. Menulis juga harus memperhatikan kaidan

kebahasaan yang telah ditetapkan, sehingga hasil tulisan dapat dipahami atau

dimengerti oleh pembaca.

3. Hakikat Teks Persuasi

a. Definisi Teks Persuasi

Secara etimologi istilah persuasi berasal dari bahasa Inggris “persuasion”

diturunkan dari kata to persaude yang artinya membujuk atau meyakinkan. Dengan

demikian karangan persuasi adalah jenis karangan yang mengandung ajakan atau

himbauan agar pembaca menerima dan mengikuti pendapat/ kemauan penulis

(Rumelan, 2014: 60).

Jenis karangan yang tak kalah menariknya dengan ke empat jenis karangan

lainnya (deskripsi, narasi, eksposisi, dan argumentasi) adalah karangan persuasi.

Karangan persuasi merupakan salah satu jenis karangan yang berisi ajakan atau

paparan data yang bersifat meyakinkan sekaligus memengaruhi atau membujuk

pembaca untuk mengikuti keinginan penulis. Menurut Keraf dalam Dalman (2016:

145) persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang

agar melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pembicara (bentuk lisan, misalnya
pidato) atau oleh penulis (bentuk tulisan, cetakan, elektronik) pada saat ini atau yang

akan datang.

Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca

percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin

berupa fakta, atau pendirian umum, suatu pendapat/gagasan atau perasaan seseorang.

Dalam karangan persuasi, fakta-fakta yang relevan dan jelas harus diuraikan

sedemikian rupa sehingga kesimpulannya dapat diterima secara meyakinkan. Di

samping itu, dalam menulis karangan persuasi harus pula diperhatikan penggunaan

diksi yang berpengaruh kuat terhadap emosi atau perasaan pembaca (Finoza, 2010:

253).

Menurut Rahayu (2009: 171) persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan

meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki penulis. Persuasi

menggunakan pendekatan motif, yaitu berusaha membangkitkan emosi pembaca,

dalam propaganda lebih banyak menguras emosi, misalnya rasa kebencian jika

menyangkut ideologi atau rasa herois untuk melawan/menyokong suatu kelompok.

Atmazaki dalam Zamzuardi, dkk. (2013: 1) mengemukakan bahwa persuasi

sama dengan bujukan, ajakan, atau rayuan. Seseorang yang ingin agar idenya diikuti

orang lain maka akan berusaha mempersuasi orang itu dengan kata-kata dan kalimat

yang meyakinkan. Jika kalimat-kalimat itu disusun menjadi sebuah teks/paragraf,

paragraf tersebut disebut dengan paragraf persuasi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa karangan persuasi merupakan

salah satu jenis karangan yang bertujuan meyakinkan ataupun membujuk pembaca

agar melakukan sesuatu yang dikehendaki baik secara lisan maupun tulisan dengan

menggunakan pendekatan motif.


b. Ciri-ciri dan Syarat Menulis Teks Persuasi

1) Ciri-ciri Persuasi Menurut Suparno dan Yunus (Dalman, 2016: 147), ciri-

ciri karangan persuasi adalah sebagai berikut.

a) Harus menimbulkan kepercayaan pendengar/ pembacanya.

b) Bertolak atau pendirian bahwa pikiran manusia dapat diubah.

c) Harus menciptakan penyesuaian melalui kepercayaan

antarpembicara/ penulis dan yang diajak berbicara/ pembaca.

d) Harus menghindari konflik agar kepercayaan tidak hilang dan tujuan

tercapai.

e) Harus ada fakta dan data secukupnya.

2) Syarat-syarat Persuasi Menurut Suparno dan Yunus (Dalman, 2016: 147),

ada beberapa syarat menulis karangan persuasi yaitu sebagai berikut.

a) Watak dan kredibilitas pembicara harus percaya diri dan mempu

meyakinkan pendapatnya itu kepada orang lain.

b) Kemampuan pembicara mengendalikan emosi. Hal ini akan

mendukung keputusan yang diambilnya.

c) Diperlukan bukti-bukti yang meyakinkan untuk mendukung

kebenarannya

c. Struktur Teks Persuasi

Menurut Kemendikbud (2017: 18) struktur teks persuasi adalah sebagai berikut.
1. Pengenalan isu, yakni berupa pengantar atau penyampaian tentang

masalah yang menjadi dasar tulisan atau pembacanya.

2. Rangkaian argumen, yakni sejumlah pendapat penulis/pembicara

terkait dengan isu yang dikemukakan pada sebelumnya. Pada bagian ini

dikemukakan sejumlah fakta yang memperkuat argumen-argumennya itu.

3. Pernyataan ajakan, yakni sebagai inti dari teks persuasi yang

didalamnya dinyatakan dorongan kepada pembaca/pendengarnya untuk

melakukan sesuatu.

4. Penegasan kembali atas pernyataan-pernyataan sebelumnya yang

biasanya ditandai ungkapan-ungkapan seperti demikianlah, dengan demikian,

oleh karena itulah.

Menurut Mulyadi, dkk. (2016: 223) struktur teks persuasi adalah

sebagai berikut.

1. Pengenalan Isu 25 Bagian ini berisi pengantar atau penyampaian

tentang masalah yang menjadi dasar tulisan atau pembicaraan.

2. Rangkaian Argumen Bagian ini berisi sejumlah pendapat penulis

tentang isu yang dikemukakan sebelumya. Hal ini diperkuat oleh berbagai

fakta untuk mendukung argumen yang dikemukakan.

3. Pernyataan Ajakan Bagian ini berisi dorongan kepada pembaca

untuk melakukan sesuatu.


4. Penegasan Kembali Bagian ini berisi ungkapan untuk meyakinkan

kembali pembaca terhadap pernyataan-pernyataan sebelumnya. Hal ini

ditandai dengan kata dengan, demikian, oleh karena itu, dan lain-lain.

Menurut Kemendikbud (2017: 186) struktur teks persuasi adalah

sebagai berikut.

1. Pengenalan Isu, yakni berupa pengantar atau penyampaian tentang

masalah yang menjadi dasar tulisan atau pembicaraannya itu.

2. Rangkaian argumen, yakni berupa sejumlah pendapat

penulis/pembicara terkait dengan isu yang dikemukakan pada bagian

sebelumnya.

3. Pernyataan ajakan, yakni sebagai inti dari teks persuasi yang di

dalamnya dinyatakan dorongan kepada pembaca/pendengarnya untuk

melakukan sesuatu.

4. Penegasan kembali atas pernyataan-pernyataan sebelumnya, yang

biasanya ditandai oleh ungkapanungkapan seperti demikianlah, dengan

demikian, oleh karena itulah.

Berdasarkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa struktur teks

persuasi meliputi pengenalan isu, rangkaian argumen, pernyataan ajakan, dan

penegasan kembali. Semua struktur harus ada dalam membuat teks persuasi.

d. Kaidah Kebahasaan Teks Persuasi


Kaidah kebahasaan yang berfungsi sebagai penanda utama teks itu

adalah terdapatnya pernyataan-pernyataan yang mengandung ajakan,

dorongan, bujukan dan sejenisnya. Berikut contohnya.

1. Padahal, itu penting buat kita ketahui supaya tidak terjerumus

kejalan yang salah.

2. Sekedar mengingatkan saja, sebagai remaja kita punya sepuluh hak

reproduksi yang sepantasnya kita pertahankan.

3. Sekali lagi kita harus hati-hati dan waspada dengan situssitus yang

akan kita kunjungi.Pernyataan-pernyataan tersebut berupa bujukan yang

ditandai dengan menggunakan kata penting, harus, dan sepantasnya. Kata-kata

sejenis juga sering pula ditemukan, seperti jangan, sebaiknya, hendaknya, dan

waspadalah. Kaidah-kaidah kebahasaan lain yang menandai teks persuasi

adalah sebagai berikut.

1. Menggunakan kata-kata teknis atau peristilahan yang berkenaan

dengan topik yang dibahas.

2. Menggunakan kata-kata penghubung yang argumentative.

Misalnya, jika, sebab, karena, dengan demikian, akibatnya, oleh karena itu

(Kemendikbud, 2017: 188).

Menurut Mulyadi, (2016: 223) struktur teks persuasi adalah sebagai

berikut. 1. Pernyataan yang bersifat bujukan ditandai dengan kata harus,

sepantasnya, sebaliknya, hendaknya, dan kata kerja imperatif.

2. Adanya penggunaan kata ganti ‘kita’ yang bertujuan agar penulis

seolah-olah mewakili keinginan pembaca.


3. Menggunakan kata-kata teknis atau istilah yang berkenaan dengan

topik yang dibahas.

4. Adanya penggunaan kata-kata penghubung yang argumentatif.

Misalnya, Jika, maka, sebab, karena, dengan demikian, akibatnya, oleh karena

itu.

5. Penggunaan kata kerja mental, seperti diharapkan, memperhatikan,

mengagumkan, berpendapat, dan menyimpulkan.

6. Untuk meyakinkan atau memperkuat bujukan yang telah dibahas

sebelumnya, penulis menggunakan kata-kata perujukan. Misalnya,

berdasarkan pada…, merujuk pada pendapat….

Menurut Kemendikbud, (2017: 18) aspek kebahasaan teks persuasi

yang digunakan dalam teks persuasi sebegai berikut.

1. Kalimat persuasi Kalimat persuasi merupakan kalimat yang berisi

ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan. Pada

kalimat persuasi, perintah yang disampaikan lebih bersifat mengajak dan tidak

memintanya secara langsung. Sedangkan kalimat perintah disampaikan secara

langsung. Perhatikan kalimat-kalimat berikut!

1) Makan yang teratur!

2) Buang sampah pada tempatnya!

2. Kalimat fakta dan opini Kalimat fakta adalah suatu kalimat yang

menyatakan peristiwa yang telah terbukti kebenarannya. Sebaliknya, kalimat


opini adalah suatu kalimat yang merupakan suatu pendapat, gagasan, kritik,

maupun saran dari seseorang yang perlu dibuktikan kebenarannya.

3. Kata-kata teknis atau peristilahan Pada hakikatnya istilah juga

merupakan fakta, namun mempunyai ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan

kata umum.

4. Kata penghubung kausalitas Konjungsi sebab (kausalitas)

menjelaskan bahwa suatu peristiwa terjadi karena suatu sebab tertentu.

5. Kata kerja mental Verba atau kata kerja mental pada umumnya

digunakan untuk mengajukan klaim.

6. Rujukan kata Rujukan kata adalah suatu kata yang merujuk pada

kata lain yang memperhatikan keterkaitanny, beberapa kata yang sering

digunakan dalam merujuk kata, diantaranya ini, itu, dan di.

Berdasarkan teori dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa teks

persuasi adalah salah satu dari jenis teks yang sifatnya membujuk. Teks

persuasi yaitu jenis karangan yang mengandung ajakan atau imbauan atau teks

yang menyakinkan pembaca agar mengikuti yang disampaikan penulis.

Teks persuasi tentu memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan

diantaranya menimpulkan kepercayaan pembaca atau pendengar, teks yang

ditulis harus menghindari konflik agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai,

dan harus memiliki akta yang akurat dalam meyakinkan pembaca.

Teks persuasi juga memiliki struktur yang harus diperhatikan yaitu

terdapat pengenalan isu, adanya rangkaian argument, memiliki pernyataan

ajakan, dan penegasan kembali atau meyakinkan pembaca.


4. Hakikat Media Pembelajaran

a. Definisi Media Pembelajaran Media erat kaitannya dengan proses

pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang berarti

tengah, perantara, atau pengantar. Dalam proses pembelajaran, media sering

kali diartikan sebagai alat-alat grafis, atau alat elektronik yang berfungsi untuk

menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Media merupakan segala bentuk alat yang dipergunakan dalam proses

penyaluran atau penyampaian informasi.

Dengan demikian, media pembelajaran merupakan alat atau teknik

yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan siswa.

Media pembelajaran digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan

interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah (Wati,

2016: 3).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode yang

digunakan adalah metode true experimental design dengan posttest-

only control design. Menurut Sugiyono (2016:112) dalam design ini

terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R).

kelompok pertama diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan

kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu true

experimental design dengan menggunakan posttest-only control

design. Posttest-only control design ini digunakan untuk

mengukur hasil dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk

membandingkan antara kelas yang diberi perlakuan yaitu kelas

eksperimen dan kelas


kontrol yang tidak diberi perlakuan. Dengan menggunakan posttest-

only control design ini dapat dilihat apakah perlakuan (treatment) yang

diberikan berpengaruh secara signifikan pada kelas eksperimen.

Gambar 3.1

Post-Test Only Control design

R X O2
R O4

Keterangan :

R : Random

X : Perlakuan (treatment)

O2 : posttest yang diberikan pada kelas eksperimen O4 :

posttest yang diberikan pada kelas kontrol

B.Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2011: 61) variabel penelitian adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang

lain, maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan sebagai

berikut.
a. Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Variabel Independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel

stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut

sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Dalam SEM (Structural Equation

Modeling/Pemodelan Persamaan Struktural), variabel independen disebut

sebagai variabel eksogen (Sugiyono, 2011: 61). Variabel independen

dalam penelitian ini adalah penggunaan metode pembelajaran berbasis

masalah berbantuan media audiovisual.

Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria,

konsekuen. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai variabel terikat.

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam SEM (Structural Equation

Modeling/Pemodelan Persamaan Struktural), variabel dependen disebut

sebagai variabel indogen (Sugiyono, 2011: 61). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah keterampilan menulis persuasi siswa kelas VIII SMP

PGRI 2 Ciputat.
b. Operasional Variabel

i. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan

video “Penyalahgunaan Narkoba” dalam pembelajaran bahasa

Indonesia. Penggunaan video adalah skor yang diambil dari

responden setelah siswa diberikan perlakuan. Siswa diminta

untuk menonton video “Penyalahgunaan Narkoba”, kemudian

mengidentifikasi struktur dan penggunaan bahasa pada video

yang dilihat.

ii. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

kemampuan menulis teks persuasi siswa kelas VIII SMP PGRI

2 Ciputat. Menulis teks persuasi adalah skor yang diambil dari

responden melalui instrumen berupa tes tertulis. Siswa diminta

membuat teks persuasi berdasarkan struktur dan unsur

kebahasaan teks persuasi. Dengan indikator sebagai berikut:

kemampuan siswa dalam menulis teks persuasi sesuai dengan

struktur dan unsur kebahasaan.

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/

subjek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi,

populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam

yang lain. Populasi juga bukan hanya jumlah yang ada pada objek/subjek

yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karateristik/sifat yang dimiliki oleh

subjek atau objek itu (Sugiyono, 2016: 117).

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila

seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi

sensus (Arikunto, 2013: 173). Populasi adalah keseluruhan jumlah

yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai karateristik dan

kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Surjaweni, 2014: 65).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII

SMP PGRI 2 Ciputat, tahun ajaran 2017/2018 yang terdiri atas lima

kelas dan jumlah siswa sebanyak 220 siswa.

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2016: 118) sampel adalah bagian dari

jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila

populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang


ada dalam populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,

maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat

diberlakukan untuk populasi dan harus betul-betul representatif

(mewakili).

Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Arikunto, 2013: 174).

Sampel adalah bagian dari sejumlah karateristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014: 65). Sampel

dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling (sederhana)

karena mengambil anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak

tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII-1 dan VIII-2 yang

jumlah keseluruhan dari kedua kelas adalah 85 siswa. Kelas VIII-1 yang

berjumlah 41 siswa menjadi kelas kontrol yang pembelajaran menulis

persuasi tidak menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah

berbantuan media audiovisual. Sedangkan kelas VIII-2 yang berjumlah 44

siswa merupakan kelas eksperimen yang diberi perlakuan dalam

pembelajaran menulis persuasi.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas merupakan ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan hasil yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan


demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antara data

yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada

objek penelitian (Sugiyono, 2011: 363).

Validitas adalah suatu ukuran yang membuktikan tingkat- tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang

ukuran valid berat memiliki validitas rendah (Arikunto, 2013: 211).


Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas kontruks.

Untuk menguji validitas kontruks, dapat digunakan pendapat dari ahli

(Judgment experts). Dalam hal ini, setelah instrumen dikontruksi tentang

aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka

selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya

tentang instrumen yang telah disusun itu. para ahli akan memberikan

keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan

dirombak total. (Sugiyono, 2011: 177).

2. Tes

Tes adalah suatu teknik pengukuran yang di dalamnya terdapat

pertanyaan-pertanyaan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau

dijawab oleh responden (Arifin, 2011: 226). Tes adalah serentetan

pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok (Arikunto, 2013: 193).

Tes ialah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang

dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi

penetapan skor angka. Persyaratan pokok bagi tes adalah validitas dan

reabilitas. Hal ini akan dibicarakan dalam uraian berikutnya. Dua jenis tes

yang sering dipergunakan sebagai alat pengukur adalah sebagai berikut:


b) Tes lisan, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan

tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban

yang diberikan secara lisan.

c) Tes tertulis, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara

tertulis tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaanya dari

jawaban yang diberikan secara tertulis pula. Tes tertulis ini dibedakan

dalam dua bentuk sebagai berikut.

(1) Tes esai yaitu tes yang dikehendaki agar tes memberikan jawaban

dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat yang disusun sendiri.

(2) Tes objektif adalah suatu tes yang disusun di mana setiap

pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih.

Tes ini dapat menghasilkan skor yang konstan, tidak tergantung

kepada siapa pun yang memberi skor, tidak dipengaruh oleh sikap

subjektivitas (Margono, 2013: 170).

Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan tes

esai atau uraian. Tes esai atau uraian yaitu tes yang dikehendaki agar tes

memberikan jawaban dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat yang

disusun sendiri.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui data penelitian digunakan teknik analisis sebagai

berikut.
1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan uji liliefors dilakukan apabila data

merupakan data tunggal atau data frekuensi tunggal, bukan data distrubusi

frekuensi kelompok. Uji normalitas menggunakan uji liliefors (Lo) sebagai

berikut.

𝑥−𝑥̌
Z =
𝑠

Menurut Sundayana (2014: 83) langkah-langkah dalam uji Liliefors:

1) Menghitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya;

2) Susunlah data dari yang terkecil sampai data terbesar pada tabel;

3) Mengubah nilai x pada nilai z dengan rumus;

𝑥−𝑥̌
Z =
𝑠

4) Menghitung luas z dengan menggunakan tabel z;

5) Menghitung nilai proporsi data yang lebih kecil atau sama dengan data

tersebut;

6) Menghitung selisih nilai z dengan nilai proporsi;

7) Menentukan luas maksimum (Lmaks) dari langkah f;

8) Menentukan luas tabel Liliefors (Ltabel); Ltabel = (n-1);

9) Kriteria kenormalitasan: jika Lmaks<Ltabel maka data

berdistribusi normal.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,


Progesif, dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad,

Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa.

Dalman. 2016. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Finoza,

Lamuddin. 2010. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi


Insan Mulia.

Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ju, Hyunjung dan Ikseon Choi. 2018. The Role of Argumentation in Hypothetico-
Deductive Reasoning During Problem-Based Learning in Medical
Education: A Conceptual Framework. Interdisciplinary Journal O
Problem-Based Learning. 12(1): 1. https://doi.org. (Diakses 07 Febuari
2018).

Kemendikbud. 2017. Buku Paket Bahasa Indonesia SMP Kelas VIII. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

K-13 N/SMP. 2017. Latihan Soal Bahasa Indonesia Kelas VIII. Media Presindo
Margono, S. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyadi, Yadi, dkk. 2016. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama
Widya.

Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group).

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta:


BPFE-Yogyakarta.

Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT


Grasindo.

Rumelan, Iwan. 2014. Media Poster Sebagai Sarana Peningkatan Kemampuan


Menulis Karangan Persuasi Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Pulau
Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur. Fkip Universitas Pattimura,
Ambon. 11(2): 60.

https://ejournal.unpatti.ac.id (Diakses 07 Febuari 2018).

Rusman. 2016. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

............... 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka baru


perss.

Sundayana, Rostina. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Suryani, Ni Kadek Ima, dkk. 2014. Penerapan Teknik Pemodelan Untuk


Meningkatkan Keterampilan Menulis Paragraf Persuasi PAda
Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Kubu. e-Journal Universitas
Pendidikan Ganesha. 2(1): 2. https://ejournal.undiksha.ac.id.

(Diakses 07 Febuari 2018).

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis. Bandung: Angkasa. Wati, Ega

rima. 2016. Ragam Media pembelajaran. Kata Pena.

Zamzuardi, Yosi, dkk. 2013. Kemampuan Menulis Paragraf Persuasi Siswa


Kelas X SMA Negeri 16 Padang Dengan Menggunakan Media
Poster. STKIP PGRI Sumatera Barat.
https://download.portalgaruda.org. (Diakses 07 Febuari 2018).

Anda mungkin juga menyukai