Anda di halaman 1dari 11

PROBLEMA INDIVIDUAL SOSIAL

Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan


belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah bersumber dari kondisi
tempat belajar dan pelajar yang terlibat dalam belajar Kondisi tempat belajar misalnya bisa
berupa ruang kotor, papan tulis rusak, meja kursi rusak, dan sebagainya dapat mengganggu
belajar. Sedangkan masalah pembelajar di bagi menjadi dua, yaitu:

1. Masalah Individu
Rudolf Dreiklurs dan Pearl Cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan
kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan
upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan
untuk mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat dipenuhi
malalui cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat, dalam hal ini masyarakat kelas,
maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara lain.Dengan
perkataan lain, dia akan berbuat “tidak baik” perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan
dengan cara tidak baik inilah oleh pasangan penulis diatas digolongkan sebagai berikut:
a. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attentiongettingbehaviors).
Misal: membadut (aktif), atau serba lamban.
b. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (powerseekingbehaviors). Misal: selalu
mendebat, marah, menangis, lupa aturan.
c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revengeseekingbehaviors). Misal:
mengata-ngatai, memukul.
d. Peragaan ketidakmampuan: Sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun,
karena kegagalan yang terjadi.

Untuk membedakan keempat tipe di atas, dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap
gejala yang muncul. Dreikurs dan Cassel mengajukan satu teknik yang cukup sederhana
untuk mendeteksi gejala tersebut, dengan parameter sebagai berikut:

a. Jika guru merasa terganggu oleh tindakan murid, mungkin tujuan murid adalah untuk
mencari perhatian.
b. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan murid tersebut mungkin untuk
mencari kekuasaan.
c. Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuannya mungkin untuk mencari pelampiasan
dendam.
d. Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan anak mungkin untuk menunjukkan
ketidakmampuannya.

Menurut Manan Rahman, (1998:58) dari keempat tindakan individu di atas sebagaimana
dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah
laku yang sering nampak pada anak usia sekolah yaitu:
a. Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi
superstar di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan
sepenuh hati.
b. Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat
banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
c. Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku
yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
d. Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan
keras kepala.

Peserta didik yang tidak bisa menaikkan statusnya dengan cara yang dapat diterima oleh
lingkungannya, biasanya akan mencari jalan lain, baik melalui tindakan untuk menarik
perhatian yang aktif maupun yang pasif.

a) Cara aktif : Bentuk mencari perhatian yang aktif bersifat merusak, misalnya bergaya
sok, melawak, mengacau, menjadi anak nakal, anak yang terus-menerus bertanya atau
ramai dikelas.
b) Cara Pasif : Bentuk pasif dalam mencari perhatian yang bersifat merusak misalnya,
pemaksaan atau ingin mendapatkan perhatian orang lain dengan meminta tolong terus.

Pencari Kekuasaan

Perilaku untuk mencari kekuasaan hampir sama dengan kasus tindakan di atas, namun
sifatnya lebih

kuat yakni mencari perhatian yang sifatnya merusak.

a) Pencari kekuasaan yang aktif biasanya suka membantah, berbohong, pemukul,


mempunyai watak pemarah, menolak perintah, dan benar-benar tidak mau tunduk.
b) Pencari kekuasaan yang pasif adalah orang yang kemalasannya sangat nyata, yang
biasanya tidak mau bekerja sama sekali. Murid seperti ini sangat pelupa, keras kepala,
dan tidak mau patuh.

Peserta didik yang mencari pelampiasan dendam disebabkan putus asa dan bingung
sehingga mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik
(mencakar, memukul, menendang) bermusuhan dengan teman-temannya, memaksa
dengan kekuasaan. Biasanya anak tersebut pelampiasannya lebih banyak secara aktif
daripada secara pasif. Keaktifan mereka digambarkan sebagai anak yang kejam dan penuh
kebencian, sedangkan mereka yang pasif digambarkan sebagai orang yang cemberut dan
menantang. Lebih lanjut Dreikurs dan Cassel menegaskan bahwa guru harus dengan tepat
mengidentifikasi dan memahami tujuan tindakan anak sehingga secara efektif dapat
dilakukan penanganannya.

2. Masalah sosial (kelompok)


Anak perlu bergaul dengan teman lainya, di samping sebagai segi individu ia juga
mempunyai segi sosial yang perlu diperhatikan dan dikembangkan. Karena bekerja di
dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berpikir mereka sehingga dapat
memecahkan masalah dengan baik dan lancar.
Dalam perkembanganya setiap individu dalam kelompok pasti akan menjumpai problem
atau masalah dalam kelompok tersebut. Masalah kelompok akan muncul jika tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas akan jadi membosankan dan
akhirnya para siswa dalam kelompok bersikap pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya
terganggu.
Ciri-ciri kelompok menurut Lois U Johnson dan Marry A. Bany:
a) Kesatuan kelompok
b) Interaksi dan komunikasi
c) Struktur kelompok
d) Tujuan-tujuan kelompok
e) Kontrol (hukum)
f) Iklim kelompok

Jika kebutuhan tersebut tidak dijumpai dalam kelompok maka akan timbul enam kategori
masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah
sebagai berikut:

a. Kelas kurang kohesif, misalnya perbedaan jenis kelamin, suku dan tingkatan sosio
ekonomi dan sebaginya.
b. Kelas mereaksi negatif terhadap salah satu anggotanya, misalnya, mengejek anggota
kelas yang dalam pengajaran seni suara, menyanyi dengan suara sumbang.
c. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya
pemberian semangat kepada badut kelas.
d. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
e. Semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena mengangap
tugas yang diberikan kurang adil.
f. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya gangguan
jadwal atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru lain, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan


dengan perilaku siswa pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

a. Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis kelamin.


b. Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya rebut, bercakap-cakap,
pergi kesana-kemari dan lain sebagainya.
c. Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temanya, ialah menerima dan mendorong
perilaku siswa yang keliru.
d. Mudah bereaksi negatif atau terganggu.
e. Moral rendah, permusuhan, aggresif.
f.Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti annggota kelas
baru dan situasi baru.
A. Cara Penanggulangan Masalah

Untuk menangkal dan menanggulangi kenakalan anak tersebut perlu diketahui secara dini
dan

seksama tentang:

Penyebab-penyebabnya, misalnya:

a. Faktor perkembangan jiwa pada periode puberitas.


b. Lingkungan keluarga yang broken home
c. Lingkungan sekolah yang menjemukan, kurang kreatif dan otoriter
d. Lingkungan masyarakat penuh spekulasi dan sebagainya.

Gejala-gejalanya

Langkah yang tepat untuk menangguanginya.

Kebijakan-kebijakan yang dapat diambil untuk menangkal dan menanggulangi kenakalan


anak dapat

dilakukan melalui Tri pusat pendidikan, yaitu dalam lingkungan sekolah atau pendidikan
formal, dan

lingkungan sosial dan masyarakat.

Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan
prinsip-prinsip pengelolaan kelas. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Hangat dan Antusias, diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan
akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada
aktifitasnya.akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas
b. Tantangan, penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
c. Bervariasi, penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru
dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian siswa.
Kevariasian. ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan
menghindari kejenuhan.
d. Keluwesan, tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah
kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajarmengajar
yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti
keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
e. Penekanan pada Hal-Hal yang Positif, pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik,
guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan
perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu
penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada
mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan
yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
f. Penanaman Disiplin Diri, tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan dislipin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan
mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam
segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.\

Dalam penanganan masalah pengelolaan kelas, guru perlu mengetahui sebab-sebab anak
berperilaku yang tidak diharapkan. Schaefer (1996) mengemukakan 2 (dua) pendekatan
dalam memahami masalah anak, yaitu pendekatan dari luar (surface approach), dan
pendekatan kausal (causal approach).

Pendekatan dari luar (surface approach) memusatkan penguasaan dan pengendalian


terhadap tingkah laku anak yang diamati. Pendekatan ini dipakai guru yang bersikap kaku,
bergaya otoriter yang selalu mengharapkan seluruh anak didiknya patuh dan taat kepada
aturan dan ketentuan yang telah ditetapkannya sepihak. Tipe guru seperti ini menilai
beratu atau ringannya suatu kesalahan anak sesuai dengan akibat-akibat praktis dari
kesalahan itu. Misalnya, suatu kesalahan karena tidak sengaja, seorang anak minum sambil
berdiri tanpa sengaja tabung airnya lepas, airnya tumpah membasahi kawannya yang
sedang duduk disamping bangkunya sehingga anak yang terkena tumpahan air itu
menangis. Kemudian kesalahan anak ini dianggap yang lebih berat dari pada anak yang
dengan sengaja menumpahkan air ke lantai.

Pendekatan kausal (causal approach), mencoba mencari dan mengerti motif-motif tindakan
dan maksud-maksud dari suatu tindakan, berusaha untuk menemukan mengapa seorang
anak bertindak demikian. Pendekatan ini memecahkan masalah dengan menghilangkan
sebab-sebab atau akarnya yang tersembunyi. Biasanya guru memandang setiap perilaku
anak mempunyai alasan tertentu atau didorong oleh suatu motif.

Schaefer (1996) mengemukakan bahwa diatara motif-motif yang umum dari tingkah laku
salah pada anak disebabkan :

a. Perhatian, anak-anak ingin mendapatkan perhatian, bahkan peringatan dan kritik


b. Pembalasan, anak-anak memberikan pembalasan karena merasa disakiti dan terhalangi
keinginannya
c. Salah pengertian, anak tidak mengerti tentang apa yang diharapkan dari dirinya atau
lupa peraturan-peraturan
d. Perjuangan hak, anak-anak menginginkan dibiarkan melakukan cara dan kehendaknya
sendiri dalam perselisihan
e. Sebab keadaan jasmani, anak merasa mudah tersinggung dan marah karena dia letih,
lapar atau sakit
f. Persaingan, anak bersifat cemburu untuk memperoleh perhatian dan kelebihan
terhadap teman sebanyanya
g. Pemindahan, anak menderita karena beberapa harga diri yang terluka yang dialaminya,
dan mencoba memindahkan kepada orang lain
h. Nilai-nilai, anak hanya memikirkan diri sendiri (egosentris) dan hampir tidak
memperdulikan orang lain, dan tidak merasa bersalah atas suatu perbuatannya.

Teknik Penanggulangan Masalah Anak dalam Pengelolaan Kelas

Teknik pengelolaan kelas dapat dikelompokan kedalam teknik preventif dan teknif kuratif.
Teknik prevetif adalah teknik untuk mencegah timbulnya tingkah laku yang dapat
mengganggu kegiatan pembelajaran, sedangkan teknik kuratif adalah teknik untuk
menanggulangi perilaku anak yang mengganggu kegiatan belajar.

Teknik preventif dilakukan guru dengan maksud tersedianya suatu kondisi yang nyaman
dan aman bagi anak untuk beraktivitas dikelas. Teknik kuratif merupakan tindakan korektif
guru terhadap perilaku anak yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi
kelangsungan aktivitas anak di dalam kelas. Hasibuan (1994) mengemukakan sejumlah
sikap dan tindakan guru dalam masing-masing teknik diatas, yaitu :

a. Teknik Preventif, tindakan guru yang preventif adalah ;


 Sikap terbuka, merupakan sikap guru yang penting untuk menunjukan keakraban
hubungannya dengan anak. Dengan suasana keterbukaan, anak-anak merasa bebas dan
leluasa mengemukakan pendapatnya serta yakin bahwa guru selalu mendengarkan dan
memperhatikan pendapatnya. Contoh bermain di bak pasir, Yana menaruh pasir
dikepala Yanto. Guru menegur Yana untuk tidak mengulangi perbuatannya tapi Yana
tetap mengulangnya. Menghadapi perilaku anak ini guru berkata : “Yana, Ibu ingin
anak Ibu belajar dengan baik, pasir jangan diletakan di atas kepala kawannya, kalau kita
jadi anak baik kawan-kawan kita juga baik, ibu guru juga baik, Ibu sedang anak-anak
ibu baik dan patuh”.

b. Sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, akan berpengaruh baik juga
kepada perkembangan anak. Sikap menerima apa adanya merupakan pernyataan
sayang, merasa diterima berarti merasa di sayang. Anak tidak akan merasa rendah diri
dan malu, karena guru memperlakukannya dengan cara yang tidak membeda-bedakan.
Misalnya pada kegiatan menggambar anak sudah berusaha menggambar dengan baik,
tetapi pewarnaanya kurang rata. Ibu guru tetap menerima dan menghargainya sebagai
suatu jerih payah. Ibu guru berkata, “kamu sudah berusaha untuk menggambar dan
mewarnai, ibu salut dan bangga dengan usahamu”.
c. Sikap empati, upaya yang dilakukan dlam dimensi pencegahan. Sikap empati berarti
guru harus memandang anak dari sudut pandangan siswa. Sikap empati mencegah
timbulnya rasa malu dan takut pada anak, dan dapat pula membangun keberanian
anak, jika diminta untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran.
Contoh, dalam pengembangan motorik anak Ibu guru melatihkan mengancingkan baju
anak, lalu anak mengatakan bahwa mengancingkan baju itu susah. Ibu guru berkata,
“Anak-anak mengancingkan baju itu memang susah, tapi kalau sudah biasa nanti bisa
sendiri”.
d. Sikap demokratis, ditunjukan guru untuk teknik pencegahan. Guru berusaha
menempatkan perannya sebagai pengarah dan pembimbing dalam proses
pembelajaran. Berbicara dengan ramah, membimbing anak, menggunakan kata-kata
ajakan, menolong anak dan membagi tanggung jawab secara bersama untuk
menciptakan suasana demokratis di dalam kelas. Dalam tindakan pengelolaan kelas
anak diajarkan untuk bertanggung jawab, diperlakukan sebagai manusia yang dapat
secara bijaksana mengambil keputusan di samping memberikan kesempatan untuk
menanggung konsekuensi perbuatannya sendiri. Contoh, guru minta tolong pada anak-
anak untuk membersihkan papan tulis dan membagikan kertas gambar dengan berkata
ramah, “Siapa anak-anak ibu yang bisa membersihkan papan tulis ?” Kemudian berkata
lagi, “Siapa anak Ibu yang bisa menolong membagikan kertas gambar ini ?”
e. Mengarahkan anak pada tujuan kelompok, aturan kelompok penting dilakukan guru
untuk pencegahan perilaku anak. Mengarahkan anak pada tujuan kelompok adalah
mengarahkan anak ke tujuan kelas, khususnya tujuan pengajaran. Guru perlu
merumuskan tujuan pembelajaran yang realistis, mengkomunikasikan pada anak secara
jelas. Contoh, Ibu guru berkata, “Anak-anak kita membiasakan berdoa sebelum belajar,
supaya anak-anak Ibu nanti dapat belajar dengan baik”.
f. Menghasilkan aturan kelompok yang disepakati bersama, beberapa contoh dari aturan
bersama-sama dengan anak :
 Mengacungkan tangan sebelum bertanya
 Mendengarkan baik-baik petunjuk guru
 Mengikuti pengarahan yang diberikan guru
 Menjalin kerja sama dengan teman sekelas
 Menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya
 Membantu teman lain, seperti juga kamu akan dibantu
 Membawa buku, pensil, kertas, penghapus dan alat-alat lainnya yang diperlukan
untuk belajar
 Menempati tempat di tempat duduk sebelum bel berbunyi
 Melakukan persiapan untuk pulang ke rumah secara tertib.
g. Memperjelas komunikasi, guru diharapkan memperjelas komunikasi yang dilakukan
anak, karena tidak semua anak dapat berkomunikasi dengan baik. Dalam hal ini guru
mengulangi apa yang diucapkan anak dengan maksud mempertegas maksud anak.
Contoh, guru membantu penegasan anak dalam menceritakan pengalamannya selama
liburan.
h. Menunjukan kehadiran, dilakukan guru sebagai teknik pencegahan perilaku anak yang
tidak diinginkan. Guru perlu menunjukan pada anak bahwa ia hadir di kelas, tidak
secara fisik tetapi juga mental. Guru hendaknya sadar serta tanggap terhadap perhatian
anak, keterlibatan anak sehingga diketahui anak yang acuh atau kurang berpartisipasi
dalam proses pembelajaran. Sikap guru yang demikian dirasakan anak bahwa gurunya
hadir bersama dengan mereka dan mengetahui apa yang mereka perbuat. Contoh,
tindakan guru untuk menunjukan kehadirannya adalah : mengangkat bahu,
menggelengkan kepala, mengerutkan dahi, memberikan komentar-komentar terhadap
perilaku-perilaku anak atau kejadian-kejadian yang diamatinya di dalam kelas.

Teknik Kuratif, dengan teknik kuratif guru dapat melakukan beberapa hal,

a. Penguatan negatif, guru yang melakukan penguatan negatif akan berusaha untuk
mengurangi atau selanjutnya menghilangkan suatu stimulus yang tidak menyenangkan,
agar anak terdorong kembali untuk berperilaku yang sama sebagai akibat dari
pengurangan atau penghilangan stimulus tersebut, contoh Ibu guru menginginkan anak
pemalu berani menyanyi ke depan, ia menunjuk langsung anak kurang berani
bernyanyi ke depan sendiri (stimulus tidak menyenangkan), tetapi bila suatu saat anak
mulai berani menyanyi ke depan tanpa ditunjuk oleh guru, maka guru mengurangi
secara berangsur-angsur cara menunjuk langsung (penguatan negatif).
b. Penghapusan, dapat pula dilakukan guru dalam menanggulangi perilaku anak yang
mengganggu kegiatan belajar. Kegiatan ini kebalikan dari penguatan, khususnya
penguatan positif. Dalam penguatan positif tingkah laku anak dipertahankan,
sedangkan dalam pengahapusan, tingkah laku anak dikurangi atau dihilangkan sama
sekali. Contoh, kebiasaan menutup mulut dengan tangan apabila menjawab pertanyaan
guru. Guru mengatakan secara langsung agar tidak menutup mulut dengan tangan bila
menjawab.
c. Penghukuman, merupakan tindakan yang dapat diterapkan guru untuk anak
berperilaku mengganggu kelancaran pembelajaran. Pemberian hukuman secara
bijaksana secara terbatas menimbulkan akibat yanbg baik secara tepat, tetapi guru harus
hati-hati mencatat akibat-akibat dari hukuman itu. Pemberian hukuman hendaklah
dihindarkan sekiranya masih ada alternatif yang tepat untuk menghilangkan tingkah
laku anak yang tidak diinginkan, sehingga tidak menimbulkan akibat sampingan, baik
terhadap anak maupun guru. Hukuman memberikan pengaruh psikologis yang negatif
pada anak. Namun pemberian hukuman yang cocok dengan situasi dan perilaku anak,
ada kemungkinan dapat meningkatkan proses pembelajaran anak.
d. Pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran, dalam hal ini guru
menghadapi masalah perilaku anak, tidak bersikap marah atau tidak menyalahkan
anak, tetapi memelihara situasi yang telah diciptakan. Contoh, guru tidak mengatakan
“Kamu terlambat terus masuk kelas, kamu ternyata sulit menepati waktu”, tetapi akan
lebih baik guru mengatakan kepada akan yang terlambat, “Bila terlambat terus, nanti
akan ketinggalan pelajaran dan juga mengganggu teman-teman yang sudah belajar”.
e. Pemasabodohan terhadap pelanggaran anak, guru bersikap masa bodoh terhadap
pelanggaran yang dilakukan anak yang berprilaku menguasai, kemudian memberikan
respons positif jika anak bertingkah laku positif. Bersikap masa bodoh dimaksudkan
tidak membedakan respon dari prilaku anak yang ingin menguasai.
f. Pemberian tugas yang memerlukan keberanian (bagi anak yang menunjukkan tingkah
laku menguasai), jika guru merespon justru menjadi faktor penguat bagi anak untuk
bertingkah laku yang harus dihentikan.
g. Pemberian tugas yang memerlukan keberanian (bagi anak yang menunjukkan tingkah
laku menguasai), Kemudian guru dapat memberikan tugas yang bersifat memimpin,
keberanian, menuntut kekuatan fisik, anak yang menunjukan tingkah laku menguasai.
Merasa dipandang dan dihargai karena kekuatan dan keberaniannya, dengan demikian
anak merasa puas dan tidak mencari perhatian yang bisa mengganggu proses
pembelajaran. Contoh, memindahkan meja atau kursi, membagikan buku, membagikan
kue pada teman-temannya.
h. Penghilangan respon, ekspresi wajah tetap wajar, tidak memberikan respon dengan
ekspresi wajah tetap wajar, merupakan tindakan guru terhadap anak yang menunjukan
tingkah laku membalas dendam. Guru diharapkan dapat meminta kepada anak-anak
lain agar jangan menghiraukan perilaku anak tersebut. Dengan demikian jangan
menghiraukan perilaku anak tersebut. Dengan demikian anak merasa bahwa guru,
maupun temannya bukanlah sasaran balas dendam, anak akan mencari sasaran lain di
luar kelas.
i. Penyalahan anak secara tidak langsung dan penunjukan segi-segi keberhasilan, bagi
anak dengan tingkah laku ketidakmampuan, teknik penanggulangan yang di lakukan
guru adalah dengan tidak menyalahkan anak secara langsung, melainkan menunjukan
segi-segi keberhasilan anak. Guru harus menyadari bahwa anak punya potensi. Anak
butuh dorongan dan kesempatan mewujudkan kemampuannya. Berikan penghargaan
jika anak menunjukan suatu keberhasilan, dengan demikian anak terdorong untuk
meningkatkan usahanya dalam mesujudkan kemampuannya dalam pembelajaran.
Dalam permainan Kucing-Tikus, Guru menegur anak supaya tidak bermain curang.
j. Peningkatan partisipasi anak dalam beraktifitas, dalam kegiatan bermain di bak pasir,
anak dapat membuat taman yang bagus. Usaha ini dihargai Ibu guru dan berkata,
“Anak-anak coba lihat yang dibuat temanmu dibak pasir, taman yang indah, baguskan
tamannya ?”. Dalam hal ini partisipasi semua anak akan berhasil dengan aktifitas yang
meningkat
k. Meratakan partisipasi anak, mendorong dan meratakan partisipasi anak dalam
beraktivitas, dalam hal ini guru menyadari dalam kegiatan pembelajaran ditemui anak
yang kurang berpartisipasi, dan ada pula anak yang dengan segala kemampuannya
aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Guru perlu memberikan dorongan kepada
anak yang kuran g berpartisipasi, bagi anak yang terlalu aktif berpartisipasi, guru perlu
membatasi dengan cara tidak mematikan motivasi anak untuk berpartisipasi aktif.
Contoh, permainan memasukan bola disenangi anak-anak. Rikki selalu berkeinginan
untuk melakukan berulang-ulang dengan demikian ia memasukan bola ke keranjang
sebanyak mungkin. Berbeda dengan Putri yang selalu diam, seperti tidak tertarik
dengan permainan itu. Guru berkata, “ Anak-anak Ibu, yang sudah melempar bolanya
berbaris dulu dibelakang, nanti bergantian melempar bola lagi setelah temannya yang
belum mencoba”. Untuk Putri, sambil memegang tangannya dan menggiring ke depan
guru berkata,”Sini sayang, sekarang Putri yang memasukan bola lagi, ya...” Guru
membantu Putri memegang bola dan setelah Putri berhasil memasukan bola Ibu guru
memberikan pujian padanya.
l. Pengurangan Ketegangan, mengurangi ketegangan merupakan tindakan
penanggulangan masalah anak yang disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan
dalam kelompok yang dapat melahirkan ketegangan dalam kelas. Guru diharapkan
menurunkan ketegangan bahkan menghilangkan ketegangan tersebut.
m. Penyelesaian pertentangan antar pribadi atau antar kelompok, untuk mengatasi
masalah anak yang bersumber dari pertentangan anak baik individu maupun
kelompok, guru diharapkan dapat mengamati secara seksama kondisi hubungan antara
anak dan berusaha mengatasi pertentangan-pertentangan. Pertentangan bisa terjadi
sesaat di dalam kelas, tetapi kadang kala sudah terjadi diluar kelas sampai terbawa ke
dalam kelas.

Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus memaklumi dengan
menciptakan lingkungan yang bersifat edukatif, memberikan layanan yang menyenangkan
dan menggairakhkan, iklas dalam bersikap dan berbuat, menerima segala konsekwensi.
Kendala yang dapat menjadi penghambat dalam proses belajar mengajar baik yang
berpangkal dari perilaku anak didik, maupun dari luar diri anak didik, harus guru
hilangkan. Guru haru pandai-pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana
dan tidak merugikan anak didik, pandangan guru anak terhadap didik akan menentukan
sikap dan perbuatan. Tidak semua guru memiliki pandangan yang sama dalam menilai
anak didik, ini yang akan mempengaruhi pendekatan yang diambil oleh guru didalam
pengajaran, sebaiknya guru memandang anak didik sebagai anak individu dengan sebagai
perbedaan, sehingga akan mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Didalam
kelas, masing-masing anak didik belajar dengan gaya yang berbeda-beda, cara berpakaian
yang berbeda, cara mengemukakan pendapat yang berbeda, dan juga daya serap serta
tingkat kecerdasan yang bervariasi. Masing- masing anak didik memiliki karakteristik yang
berbeda-beda dari satu anak dengan anak lainnya, perbedaan tersebut dapat memberikan
wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran dalam pengelolaan kelas harus
memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut. Diantaranya ada perbedaan individual
yang harus dilakukan dengan pendekatan individual, yang menuntut penguasaan penuh
kepada anak didik sehingga strategi belajar tuntas atau mastery learning diharapkan
kepada anak didik dengan tingkat penguasaan optimal.

Anda mungkin juga menyukai