ada empat faktor yang dianggap menjadi sumber ketidakpastian dalam studi
ekonomi teknik, yaitu:
1. Kemungkinan estimasi yang tidak akurat digunakan dalam studi atau
analisa. Apabila hanya tersedia sedikit sekali informasi informasi faktual
tentang aliran kas masuk maupun keluar maka estimasi akan bisa akurat,
tergantung pada cara estimasi yang digunakan. Estimasi yang diperoleh
dengan prosedur-prosedur ilmiah yang mempertimbangkan berbagai
faktor secara sistematis tentu akan lebih baik daripada yang sekedar
diperkirakan.
2. Tipe bisnis dan kondisi ekonomi masa depan. Beberapa tipe bisnis akan
mengandung ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe
bisnis yang lain. Perusahaan-perusahaan hiburan misalnya, relatif
menanggung ketidakpastian yang lebih tinggi dari perusahaan grosir yang
besar. Ketidakpastian ini akan bertambah tinggi bila data-data historis
tidak tersedia dan kondisi ekonomi mendatang berubah cukup dramatis
karena siklus bisnis yang sulit dikendalikan.
3. Tipe pabrik dan peralatan yang digunakan. Fasilitas-fasilitas produksi
yang dirancang untuk fungsi-fungsi khusus relatif lebih tinggi resikonya
dibandingkan dengan fasilitas-fasilitas untuk fungsi umum ( general
purpose). Cara mengestimasikan aliran kas masuk maupun keluar dan
kedua tipe ini juga tidak sama.
4. Panjang periode studi (horizon peréncanaan) yang dipakai. Semakin
panjang periode studi (pada kondisi lain yang tetap) maka ketidakpastian
akan semakin tinggi juga.
ekonomi. Dengan
alternatif yang lebihmengetahui titik impas
baik pada suatu maka dan
nilai tertentu akanfaktor
bisa yang
ditentukan
tidak
pasti tersebut.
2. Analisa Sensitivitas.
Analisa sensitivitas cocok diaplikasikan pada permasalahan yang
mengandung satu atau lebih faktor ketidakpastian. Pertanyaan utama yang
akan dijawab pada analisa sensitivitas adalah (1) bagaimana pengaruh
yang timbul pada ukuran hasil (misalnya nilai NPW) bila suatu faktor
individual berubah pada selang ( X%), dan (2) berapakah besarnya
perubahan nilai suatu faktor sehingga mengakibatkan keputusan pemilihan
suatu alternatif bisa berubah.
3. Analisa Resiko.
Apabila nilai-nilai suatu faktor dianggap mengikuti suatu distribusi
probabilitas yang merupakan fungsi dari variabel random maka analisa
resiko perlu dilakukan. Dengan mengetahui fungsi distribusi probabilitas
dari hasil-hasil yang mungkin dicapai setiap alternatif maka pengambil
keputusan akan bisa menentukan keputusan terbaik dengan
mempertimbangkan faktor resiko tersebut.
Metode titik impas ini bisa digunakan untuk melakukan analisis pada
berbagai macam permasalahan, diantaranya adalah:
1. Menentukan nilai ROR dimana dua alternatif proyek sama baiknya.
Misalkan kedua alternatif proyek tersebut sama baiknya pada ROR
sebesar 12% maka titik impas dan ROR kedua alternatif tersebut adalah
12%. Bila ROR ternyata lebih besar atau lebih kecil dari 12% maka
alternatif yang satu akan lebih baik dari alternatif yang lain.
2. Menentukan tingkat produksi dari dua atau lebih fasilitas produksi yang
memiliki konfigurasi ongkos-ongkos yang berbeda sehingga pada
tingkat tersebut,
fasiitas yang ongkosfasilitas
satu dengan tahunanyang
yang terjadiMisalkan
lainnya. adalah dua
sama antara
alternatif
fasilitas produksi akan mengakibatkan ongkos ongkos tahunan yang
sama pada tingkat produksi 2000 unit per tahun maka tingkat produksi
2000 unit per tahun ini disebut tingkat produksi impas. Bila ternyata
perusahaan harus berproduksi pada tingkat 3000 unit per tahun atau
1500 unit per tahun maka salah satu alternatif tersebut akan lebih baik
dan yang lainnya.
3. Melakukan analisa jual-beli. Pada tingkat produksi tertentu, biaya-
biaya yang terjadi akan sama antara membeli suatu komponen atau
membuatnya sendiri. Jadi, pada tingkat impas ini, pilihan untuk
membuat sendiri suatu komponen atau peralatan akan sama efisiennya
dengan pilihan untuk membelinya dari luar perusahaan. Bila
perusahaan membutuhkan jumlah komponen yang lebih besar dari titik
impas tadi maka biasanya biaya membuat akan lebih murah dan biaya
membeli untuk tiap satuan komponen.
4. Menentukan berapa tahun yang dibutuhkan (atau berapa produk yang
harus dihasilkan) agar perusahaan berada pada titik impas, yaitu biaya-
biaya yang dikeluarkan sama persis dengan pendapatan-pendapatan
yang diperoleh. Bila suatu alternatif proyek bisa berproduksi di atas
titik impas ini maka alternatif tersebut layak dilaksanakan.
TR = pX (6.3)
dimana:
TR = total pendapatan dan penjualan X buah produk
P = harga jual per satuan produk
Titik impas akan diperoleh apabila total ongkos-ongkos yang terlibat persis
sama dengan total pendapatan.
TR = TC
atau
pX= FC+cX
Contoh 6.1
PT. ABC Indonesia merencanakan membuat sejenis sabun mandi untuk kelas menengah.
Ongkos total untuk pembuatan 10.000 sabun per bulan adalah Rp. 25 juta dan ongkos total
untuk pembuatan 15.000 sabun per bulan 30 juta. Asumsikan bahwa ongkos-ongkos
variabel berhubungan secara proporsional dengan jumlah sabun yang diproduksi.
Hitunglah:
b. Bila PT. ABC Indonesia menjual sabun tersebut seharga Rp. 6000 per unit, berapakah
yang harus diproduksi per bulan agar perusa haan tersebut berada pada kondisi impas
c. Bila perusahaan memperoduksi 12.000 sabun per bulan, apakah perusahaan untung atau
rugi? Dan berapa keuntungan atau keru giannya?
Solusi
b. Bila p = Rp. 6.000 per unit maka jumlah yang harus diproduksi per bulan agar
mencapai titik impas adalah:
Jadi, volume produksi sebesar 3.000 unit per bulan menyebabkan perusahaan berada
pada titik impas.
TR = pX
= Rp. 6.000 / unit x 12.000 unit
= Rp. 72 juta per bulan
TC = FC+cX
= Rp. 15 juta + Rp. 1.000/unit x 12.000 unit
= Rp. 27 juta per bulan
Jadi, perusahaan berada dalam kondisi untung karena dengan memproduksi 12.000 unit
per bulan maka total penjualan akan lebih tinggj dan total ongkosnya. Besarnya
keuntungan adalah Rp. 72 juta - Rp. 27 juta = Rp. 45 juta per bulan.
Contoh 6.2
Misalkan PT. ABC Indonesia merencanakan untuk memproduksi produk baru yang
membutuhkan ongkos awal sebesar Rp. 150 juta dan ongkos-ongkos operasional dan
perawatan sebesar Rp. 35.000 per jam. Disamping itu perusahaan harus membayar
ongkos-ongkos lain sebesar Rp. 75 juta per tahun. Berdasarkan waktu standar yang
diperoleh dan studi teknik tata cara dan pengukuran kerja, dapat diestimasikan bahwa
untuk memproduksi 1000 unit produk dibutuhkan waktu 150 jam. Selanjutnya
diestimasikan juga bahwa harga per unit produk adalah Rp. 15.000 dan investasi
diasumsikan akan berumur 10 tahun dengan nilai sisa nol. Dengan MARR 20%,
hitunglah berapa unit yang harus diproduksi agar perusahaan mi berada pada kondisi
impas.
Solusi
Misalkan x adalah jumlah produk (unit) yang harus diproduksi dalam setahun agar
mencapai titik impas.
Dengan menggunakan ongkos-ongkos tahunan (AC = annual cost) dan penjualan
tahunan (AR = annual revenue) maka kondisi impas akan diperoleh bila:
AC = AR
dimana:
AC = 150 juta (A/P. 20%, 10) + 75 juta + 0,150 (35.000) X
= 150 juta (0,2385) + 75 juta + 5.250 X
= 110,778 juta + 5.250 X dan
AR=15.000X
sehingga:
110,778 juta + 5.250 X = 15.000 X
110,778 juta = 9.750X
X = 11.362 unit per tahun
Jadi, PT. ABC Indonesia harus memproduksi sebanyak 11.362 unit per tahun agar
berada pada kondisi impas. Dengan demikian maka perusahaan harus berproduksi di
atas 11.362 unit per tahun agar berada pada kondisi untung.
• Dalam pemilihan fasilitas produksi misalnya, pada tingkat produksi rendah perusahaan
cenderung akan membeli mesin-mesin atau fasilitas lain yang harganya lebih murah
(walaupun angkos variabelnya lebih tinggi) bila tingkat produksinya cukup tinggi maka
perusahaan akan lebih baik apabila membeli fasilitas-fasilitas berteknologi tinggi yang
ongkos investasinya lebih tinggi namun ongkos-ongkos variabelnya lebih rendah.
• Untuk mendapatkan keputusan yang baik dan persoalan yang seperti ini maka harus
dicari suatu titik yang menyatakan tingkat produksi dimana suatu alternatif A akan
impas (sama baiknya) dengan suatu alternatif B misalnya, dan kapan alternatif A lebih
baik (atau lebih jelek) dari alternatif B.
• Sebagai contoh perhatikanlah gambar 6.3 yang menyatakan perilaku ongkos dua
alternatif (A dan B). Alternatif A meniiliki ongkos awal lebih tinggi namun ongkos-
ongkos variabelnya lebih rendah (ditunjukkan oleh gradien yang lebih kecil pada garis
ongkos). Sebaliknya altematif B memiliki ongkos awal (FC) yang lebih rendah tetapi
ongkos-ongkos variabelnya lebih tinggi. Kedua alternatif akan sama baiknya (impas)
bila unit variabelnya (misalnya tingkat produksinya) adalah sebesar X. bila unit
variabelnya kurang dari X maka alternatif B yang lebih baik, dan bila unit variabelnya
lebih dari X maka alternatif A yang lebih baik.
1. Definisikan secara jelas variabel yang akan dicari dan tentukan satuan atau unit
dimensinya.
2. Gunakan analisa EUAC atau analisa nilai sekarang untuk menyatakan total ongkos
setiap alternatif sebagai fungsi dari variabel yang didefinisikan.
4. Bila tingkat utilitas yang diinginkan lebih kecil dari nilai titik impas, pilih alternatif
yang memiliki ongkos variabel yang lebih tinggi (gradiennya lebih besar) dan bila
tingkat utilitas yang diinginkan di atas nilai titik impas, pilih alternatif yang
memiliki ongkos ongkos variabel yang lebih rendah (gradiennya lebih kecil).
Contoh 6.3
Sebuah perusahaan pelat baja sedang mempertimbangkan 2 alternatif mesin pemotong
plat yang bisa digunakan dalam proses produksinya. Alternatif pertama adalah mesin
otomatis yang memiliki 1 harga awal Rp. 23 juta dan nilai sisa Rp. 4 juta setelah 10
tahun. Bila mesin ini dibeli maka operator harus dibayar Rp. 12.000 per jam. Output
mesin ini adalah 8 ton per jam. Ongkos operasi dan perawatan tahunan diperkirakan
Rp. 3,5 juta. Alternatif kedua adalah mesin semiotomatis yang memiliki harga awal
Rp. 8 juta dengan masa pakai ekonomis 5 tahun dan tanpa nilai sisa. Ongkos tenaga
kerja per jam bila mesin ini dioperasikan adalah Rp. 24.000 dan ongkos-ongkos
operasional dan perawatannya Rp. 1,5 juta per tahun. Perkiraan outputnya adalah 6 ton
per jam. MARR yang dipakai analisa adalah 10%.
a. Berapa lembaran logam yang harus diproduksi tiap tahun agar mesin otomatis lebih
ekonomis dari mesin semiotomatis
b. Apabila manajemen menetapkan tingkat produksi sebesar 2.000 ton per tahun, mesin
mana yang sebaiknya dipilih?
Solusi
1. Misalkan X adalah jumlah lembaran logam (ton) yang diproduksi dalam setahun.
2. Ongkos-ongkos variabel tahunan untuk mesin otomatis adalah:
Dengan cara yang sama akan diperoleh ongkos variabel tahunan untuk mesin
semiotomatis adalah:
Jadi, mesin otomatis akan lebih ekonomis dipakai bila dibandingkan dengan mesin
semiotomatis bila tingkat produksinya lebih besar dari 1.352,8 ton per tahun.
d. Apabila manajemen memutuskan tingkat produksi sebesar 2.000 ton per tahun
maka mesin otomatis yang harus dipilih (karena lebih besar dari titik impas).
Contoh 6.4
Asumsikanlah ada 3 alternatif proyek dengan data-data sebagai berikut :
Bila MARR adalah 10%, pada interval tingkat produksi per tahun berapa alternatif B
paling ekonomis?
Solusi
Misalkan X adalah jumlah produk yang dibuat per tahun, maka:
EUACA = 100 juta (A/P, 10%, 10) + 20 juta + 200 X
= 100 juta (0,16275) + 20 juta + 200 X
= 36,275 juta + 200 X
EUACB = 150 juta (A/F, 10%, 10) + 16 juta - 25 juta (A/F, 10%, 10) + 150 x
= 150 juta (0,16275) + 16 juta - 25 juta (0,06275) + 150x
= 38,844 juta + 150 X
EUACC = 250 juta (A/P. 10%, 10) + 5 juta - 25 juta (A/F, 10%, 10) + 100 X
= 250 juta (0,16275) + 5 juta - 25 juta (0,06275) + 100x
= 44,119 juta + 100 X.
Bila digambar dalam diagram maka hubungan ongkos-ongkos dan ketiga alternative akan
tampak seperti gambar 6.4.
• Keputusan untuk membeli atau membuat sebuah komponen atau produk sering
harus didahului dengan analisa titik impas dan kedua alternatif tersebut.
• Biaya-biaya tetap berarti akan hilang bila perusahaan membeli produk dari luar
perusahaan. Biaya-biaya pemesanan (termasuk biaya biaya aspek legal) juga
termasuk biaya-biaya tetap bila perusahaan memutuskan untuk membeli produk
atau komponen. Namun biaya biaya tetap pada alternatif membeli biasanya lebih
rendah dari biaya biaya tetap pada alternatif membuat sendiri.
Con toh 6.5
Seorang insinyur diserahi tugas untuk melakukan analisa buat beli pada 2 buah komponen
yang akan digunakan untuk melakukan inovasi pada produk-produk tertentu yang menjadi
andalan perusahaan. Setelah melakukan studi dan berhasil mengumpulkan data-data teknis
maupun ekonomis dari pembuatan kedua komponen tersebut diperoleh ringkasan data
seperti pada tabel 6.2.
Disamping itu masih ada biaya-biaya overhead yang besarnya Rp. 18 juta per tahun
untuk komponen A dan Rp. 15 juta per tahun untuk komponen B.
Disisi lain perusahaan juga mempertimbangkan tawaran dari suatu perusahaan untuk
membeli komponen A dan B masing-masing seharga Rp. 10,000 dan Rp. 15.000 per
unit. Bila diasumsikan tidak ada biaya-biaya lain yang terlibat dalam proses pembelian
produk dan i = 15% untuk analisa, tentukanlah:
Solusi
a. Misalkan XA adalah kebutuhan komponen A dalam setahun dan XB adalah
kebutuhan komponen B dalam setahun.
Untuk komponen A:
• Biaya per tahun untuk alternatif membeli adalah kebutuhan per tahun dikalikan
dengan harga per unit yaitu:
UEAC beli = 10.000 XA
• Biaya per tahun untuk alternatif membuat sendiri adalah:
EUAC buat = 200 juta (A/P, 15%, 5) + 18 juta + (3.000 +2.000) XA 10 juta (A/F,15%,5)
= 200 juta (0,23097) + 5.000 XA -10 juta (0,18097)+ 18 juta
= 46,194 juta + 5.000 XA - 1,8097 juta + 18 juta
= 62,3843 juta + 5.000 XA
Untuk mencapai titik impas antara altematif membuat dan membeli maka harus
terpenuhi:
EUAC beli = UEAC buat
10.000 XA = 62,3843 juta + 5.000 XA
5.000 XA = 62,3843 juta
XA = 12.477 komponen.
Jadi, alternatif membuat akan sama ekonomisnya dengan alternatif membeli komponen
A pada kebutuhan sebesar 12.477 komponen per tahun.
Untuk komponen B:
b. Bila kebutuhan masing-masing komponen adalah 2.000 unit per tahun maka
perusahaan lebih baik membeli komponen A maupun komponen B.
Artinya, nilai-nilai parameter tersebut mungkin lebih besar atau lebih kecil
dan hasil estimasi yang diperoleh, atau berubah pada saat-saat tertentu.
Analisa sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai dan suatu parameter pada suatu
saat untuk selanjutnya dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu
alternatif investasi.
Contoh 6.6
Sebuah alternatif investasi diperkirakan membutuhkan dana awal sebesar Rp. 10 juta
dengan nilai sisa nol di akhir tahun ke lima. Pendapatan tahunan diestimasikan sebesar
Rp. 3 juta. Perusahaan menggunakan MARR sebesar 12% untuk menganalisis
kelayakan alternatif investasi tersebut. Aliran kas dan alternatif ini terlihat pada gambar
6.5. Buatlah analisa sensitivitas dengan mengubah nilai-nilai
a. tingkat bunga
c. pendapatan tahunan
pada interval ± 40% dan nilai-nilai yang diestimasikan di atas dan tentukan batas-batas
nilai parameter yang mengakibatkan keputusan terhadap alternatif tersebut bisa
berubah (dari layak menjadi tidak layak atau sebaliknya).
Solusi
Langkah pertama yang akan dilakukan disini adalah menentukan keputusan awal
(sebelum dilakukan analisa sensitivitas) dan alternatif tersebut dengan menghitung
nilai awal nettonya (NPW):
a. Bila tingkat suku bunga berubah sampai (40% dan suku bunga yang diestimasikan
maka nilai NPW-nya akan menjadi:
1. bertambah 40%
2. bertambah 25%
3. berkurang 25%
4. berkurang 40%
Bila digambar dalam grafik yang menyatakan perubahan suku bunga terhadap NPW
maka diperoleh gambar 6.6.
Keputusan akan berubah dari layak menjadi tidak layak bila NPW yang dihasilkan
berubah menjadi negatif. Batas perubahan ini akan diperoleh dengan menghitung
nilai ROR, yaitu suatu tingkat bunga yang menyebabkan NPW = 0. NPW = 0 bila:
Jadi, keputusan akan berubah bila tingkat suku bunga menjadi lebih besar dari 15,25%
atau bila meningkat sekitar 25% dan nilai i awal yang ditetapkan sebesar 12%.
Bila besarnya investasi awal diubah pada interval ± 40% maka nilai-nilai NPW akan
menjadi sebagai berikut:
1. bertambah 40%:
2. bertambah 25%:
NPW = -12,5 juta + 3 juta (3,6048)
= -1,6856 juta
3. berkurang 25%
5. berkurang 40%
Bila diplot maka hubungan antara persentase perubahan nilai investasi awal terhadap
nilai NPW terlihat pada gambar 6.7.
Alternatif tersebut akan menjadi tidak layak bila perubahan nilai investasi awal
menyebabkan nilai NPW berubah menjadi lebih kecil dan nol. NPW akan sama dengan
nol bila besarnya investasi adalah :
P = 3juta(P/A,12%,5)
= 3 juta (3,6048)
= 10,8144 juta
Jadi, investasi tersebut menjadi tidak layak bila investasi yang dibutuhkan lebih dan
Rp. 10,8144 juta atau meningkat sebesar 8,144% dan investasi awal yang diestimasikan
sebesar Rp. 10 juta.
e. Bila pendapatan tahunan berubah pada interval ± 40% maka akibatnya pada NPW
akan terlihat seperti pada perhitungan beberapa titik sampel berikut:
Alternatif di atas akan menjadi tidak layak bila pendapatan tahunan turun sampai di bawah
2,774 juta per tahun atau bila terjadi penurunan sekitar 7,47%. Silakan anda hitung sendiri
dengan cara yang serupa di atas !!
DEPRESIASI
7.1. Pendahuluan
Depresiasi dan pajak adalah dua faktor yang sangat penting dipertlmbangkan dalam studi
ekonomi tekuik. Walaupun depresiasi
tidak berupa aliran kas, namun besar dan waktunya akan mempengaruhi pajak yang akan
ditanggung oleh perusahaan. Pajak adalah aliran kas. OIeh karenanya pajak harus
dipertimbangkan seperti halnya ongkos-ongkos pelaratan, bahan, energi, tenaga kerja, dan
sebagainya. Pengetahuan yang balk tentang depresiasi dan sistem pajak akan sangat
membantu dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan inveslasi.
Depresiasi pada dasamya adalah penurunan nilai suatu properti atau aset karena waktu dan
pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau aset biasanya disebabkan karena satu atau
lebih faktor-faktor berikut:
1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dan alat atau properti tersebut.
2. Kebutuhan produksi atau jasa yang Iebih barn dan lebih besar.
3. Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
4. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya per kembangan teknologi.
5. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang Iebih baik dengan
ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatari yang lebih memadai.