Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

HAMBATAN PEMBELAJARAN DI MASA COVID-19 TERHADAP ANAK


DISABILITAS DI SLB – C TUNAGRAHITA YAYASAN PEMBINA
SEKOLAH LUAR BIASA MAKASSAR
Untuk Tugas Akhir Mata Kuliah Metode Penelitian Komunikasi

Oleh :

SRIATINI KURNIA ANTIKA

B1

06520190015

UNIVERSITAS MUSLIM Indonesia

FAKULTAS SASTRA

PRODI ILMU KOMUNIKASI

2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Rabb semesta alam yang tidak
pernah berhenti memberikan berjuta nikmatNya. Maha suci Allah yang telah memudahkan
segala urusan. Karena berkat kasih sayang-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir mata kuliah metode penelitian komunikasi (proposal) ini. Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia sampai
akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik
dari segi isi ataupun teknik penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penyusunan proposal ini.

ii
ABSTRAK
Nama : Sriatini Kurnia Antika

Program : Ilmu Komunikasi

Judul : Hambatan Pembelajaran Di Masa Covid – 19 Terhadap Anak Disabilitas


Di SLB – C Tunagrahita Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa

Anak yang terlahir ke dunia tidak semua dalam kondisi sempurna, beberapa
diantaranya terlahir dengan penuh keterbatasan atau disebut dengan anak berkebutuhan
khusus. Masyarakat berasumsi bahwa pola asuhnya hanya oleh orang tuanya saja.
Kenyataannya pola asuh pada anak berkebutuhan khusus lebih membutuhkan tenaga ekstra
dan harus disesuaikan dengan kondisi anak agar anak dapat melakukan pengembangan diri
walaupun dalam kondisi penuh keterbatasan seperti para siswa-siswi di SLB – C
Tunagrahita Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa. Rumusan masalah pada penelitian ini
adalah 1) Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pada anak Tunagrahita di masa
covid-19. 2) Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pembelajaran pada anak
Tunagrahita pada masa covid-19. 3) bagaimana hambatan guru dalam memberikan
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus di masa covid - 19?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan studi kasus.


Kemudian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar Biasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala yang terjadi dalam proses


pembelajaran di masa covid-19 adalah guru cukup kesulitan dalam menyampaikan materi
pembelajaran karena kurannya kemampuan dan perhatian anak tunagrahita berkomunikasi
serta kurangnya komunikasi antara orang tua dengan guru, media pembelajaran yang
terbatas, metode pembelajaran yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya, kesulitan dalam
kegiatan
belajar mengajar. Upaya dalam mengatasi kendala dalam proses pembelajaran pada masa
covid-19 ini adalah guru melakukan breaving sebelum memulai pembelajaran,
memperbaiki komunikasi dengan orang tua siswa, guru mempersiapkan alat dan bahan ajar
serta menggunakan metode pembelajaran berdasarkan karakteristik anak.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

ABSTRAK..........................................................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5

A. Kajian Teoritik................................................................................................................5

1. Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita.............................................................................5

a. Pengertian Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita...................................................6


b. Peran Guru Dalam Pembelajaran Siswa Autis........................................................6
c. Perencanaan Pembelajaran......................................................................................7
d. Metode Pembelajaran..............................................................................................7
e. Evaluasi Pembelajaran.............................................................................................10

2. Anak Berkebutuhan Khusus............................................................................................10

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus..................................................................10


b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus..................................................................13
c. Factor Penyebab Anak Berkbutuhan Khusus..........................................................13
d. Dampak Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus......................................................14

3. Tunagrahita......................................................................................................................15

a. Pengertian Tunagrahita............................................................................................15

iv
b. Penyebab Tunagrahita.............................................................................................16
c. Klasifikasi Tunagrahita............................................................................................17
d. Karakteristik Tunagrahita........................................................................................18

4. Covid-19..........................................................................................................................20

a. Pengertian Covid-19................................................................................................20

5. Sekolah Luar Biasa (SLB)...............................................................................................20

b. Pengertian Sekolah Luar Biasa (SLB).....................................................................20


c. Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Pendidikan SLB.....................................20

B. Studi Relevan..................................................................................................................22

C. Kerangka Pikir................................................................................................................23

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................25

a. Pendekatan dan Desain Penelitian...........................................................................25


b. Setting dan Subjek Penelitian .................................................................................25
c. Jenis dan Sumber Penelitian....................................................................................26
d. Teknik Pengumpulan Data......................................................................................26
e. Teknik Analisis Data...............................................................................................27
f. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................................................28

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat fundamental sebagai bekal dalam
mejalani kehidupan. Dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan kognitif,
memiliki kepribadian (afektif) dan memiliki keterampilan (psikomotorik). Bila di
beratkan, pendidikan bagaimana cahaya yang menyinari kegelapan, sehingga dengan
cahaya tersebut manusia mampu melihat situasi yang ada di sekitarnya. Pendidikan pada
dasarnya adalah segala bentuk aktivitas dari suatu proses mengenai pengetahuan,
keterampilan, serta kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
nantinya akan di teruskan kepada generasi selanjutnya. (Ikhsan, Syahran. 2020:1-2).

Pembelajaran adalah suatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk membantu peserta didik
untuk melakukan kegiatan belajar. Tujuan belajar adalah terwujudnya efisien dan
efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik (Isjoni, 2012:11).

Pelaksanaan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan dengan berbagai cara, tidak


hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran yang dilakukan disekolah etapi juga
dapat dilakukan dirumah. Sama halnya dengan kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang
sedang dilaksanakan pada tahun ajaran kali ini yakni dengan menggunakan metode
pembejaran daring/online diseluruh Indonesia saat ini. Ini terjadi karena penyebaran
wabah covid-19 yang sedang meraja lela di Negeri ini.

Pembelajaran yang seharusnya dilaksanakan pada saat kegiatan bertatap muka di


Sekolah kini hanya bisa dilaksanakan di rumah masing-masing. Hal ini mengakibatkan
proses pembelajaran yang seharusnya terlaksana dengan baik, kini hanya dapat terlaksana

1
separuh dari kegiatannya. Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan semacam ini
banyak sekali menguntungkan dan merugikan banyak pihak. Keefektifan pada saat
pembelajaran mempengaruhi banyak aspek salah satunya yakni terhadap pelaksanaan
pada anak berkebutuhan khusus autis yang sedang berlangsung selama masa pandemic
covid-19 ini.

Anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang jika dilihat signifikan merupakan
seorang anak yang memiliki kelainan, baik dalam fisik, emosional, mental, ataupun
sosial, dalam proses pertumbuhannya jika dibandingkan dengan sejumlah anak yang
lainnya yang memang seusia dengannya. Seorang anak berkebutuhan khusus memiliki
kesempatan yang sama dengan siswa lainnya hanya saja perlu perlakuan khusus untuk
ditempatkan di sekolah yang sesuai dengan kondisinya. Salah satu sekolah yang
menaungi anak-anak yang memiliki keunikan/special adalah Sekolah Luar Biasa (SLB).
Salah satu bentuk anak tersebut adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
dinamakan anak tunagrahita.

Berdasarkan Observasi awal di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar


Biasa dengan salah satu guru Sekolah Luar Biasa (SLB) kelas tunagrahita pembelajaran
pada masa pandemic covid-19 ini tidak berjalan dengan optimal. Karena siswa tidak di
perbolehkan datang ke sekolah dikarenakan virus covid-19. Pembelajaran pada anak
berkebutuhan khusus tunagrahita selama masa pandemic covid-19 ini hanya
menggunakan buku paket atau lembar kerja yang telah diberikan oleh guru kepada wali
murid ataupun dengan daring/online. Dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran orang
tua sangat mengalami kesulitan. Karena anak-anak mereka tidak ingin mengerjakan tugas
dan ketika guru mengirimkan tugas mereka tidak ingin di ganggu dan ingin
mengerjakannya sendiri. Ketika kondisi mereka lagi baik maka orang tua baru bisa
membantu mereka untuk mengerjakan tugas-tugasnya.

Permasalahan diatas menggambarkan betapa sulitnya pembelajaran yang


berlangsung secara daring pada masa pandemic covid-19 dan berdampak pada
pelaksanaan pembelajaran siswa sehingga proses pembelajaran tidak menghasilkan hasil
yang maksimal dikarenakan virus covid-19.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pada anak tunagrahita di masa covid-19 di


SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar Biasa?
2. Apa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran pada anak tunagrahita di masa
covid-19 di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar Biasa?
3. Bagaimana cara guru mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran pada
anak tunagrahita di masa covid-19 di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar
Biasa?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Kegunaan penelitian ini sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pada anak tunagrahita di masa


covid-19 di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar Biasa?
2. Untuk mengetahui Apa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran pada anak
tunagrahita di masa covid-19 di SLB – C Tunagrahita Yayasan Sekolah Luar
Biasa?
3. Untuk mengetahui cara guru mengatasi kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran pada anak tunagrahita di masa covid-19 di SLB – C Tunagrahita
Yayasan Sekolah Luar Biasa?

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan guru dan peneliti memiliki pengetahuan dan
wawasan tentang pelaksanaan pembelajaran secara daring pada masa pandemi
covid-19

3
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran kepada guru
bagaimana menerapkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama masa
pandemi covid-19
c. Hasil penelitian mampu menjadi acuan teoritis bagi peneliti yang
sejenis.

2. Manfaat praktis

a. Bagi guru

a. Memberikan informasi sebagai wawasan untuk para guru sehingga


dapat mengetahui hasil pembelajaran dan dapat meningkatkan pelaksanaan
pembelajaran
b. Dengan pembelajaran jarak jauh ini diharapkan siswa mampu
beradaptasi ketika proses pembelajaran berlangsung
b. Bagi sekolah
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah dalam
upaya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.
b. Dapat meningkatkan kualitas sarana dan prasarana sekolah sehingga
pembelajaran lebih berkualitas lagi
c. Peningkatan nilai siswa berpengarauh terhadap prestasi sekolah itu sendiri.
c. Bagi peneliti
a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti dalam
pembelajaran daring. Mampu menjadi acuan teoritis bagi peneliti
peneliti yang sejenis.
b. Sebagai salah satu persyaratan bagi peneliti untuk memenuhi tugas akhir mata
kuliah.

4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik
1. Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran bagi tunagrahita pada hakikatnya sama dengan pembelajaran bagi
siswa normal pada umumnya. Pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesiaberasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Muhammad Thobroni, 2013: 18). Dalam
Undang-Undang No.20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20
dinyatakan bahwapembelajaranadalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.


Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi dipakai dalam banyak konteks
dengan banyak makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks belajar mengajar, strategi
berarti pola umum perbuatan guru – peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar. Dengan demikian, maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada
karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru – peserta didik dalam peristiwa belajar
mengajar.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa defenisi strategi pembelajaran menurut para
ahli, diantaranya adalah:
            1.      Kemp (1995)
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien.
           2.      Kozma ( dalam Sanjaya, 2007)
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu
yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan pembelajaran tertentu.
          3.      Dick and Carey (1985)

5
Strategi pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta
didik.

b. Peran Guru Dalam Pembelajaran Siswa Tunagrahita


Peran guru yang penting dalam mendorong pembelajaran siswa adalah
meningkatkan keinginan siswa atau motivasi untuk belajar. Melakukan tugas ini, guru
perlu memahami siswa-siswa dengan baik agar nantinya mampu menyediakan
pengalaman-pengalaman pembelajaran yang siswa akan menemukan sesuatu yang
menarik, bernilai. Dan secara intrinsic memotivasi, menantang, dan berguna bagi mereka.
(Trianto, 2011:54).
Guru yang efektif adalah mereka yang selalu memperdalam keahliannya
bermanfaat untuk murid luar biasa yang dididiknya. Keefektifan guru dapat dilihat dalam
dua aspek, yaitu banyaknya tujuan pembelajaran yang dicapai oleh murid dan pola
pengajaran yang berhubungan dengan belajar seperti waktu, tenaga, dan usaha yang di
curahkan oleh guru. (Jamila, 2008:169).
Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan yang ganda,
yaitu membantu orang tua anak tunagrahita di sekolah dan membantu terapis atau
pembimbing dan pelatih dalam program pelaksanaan gangguan tunagrahita. Widiyawati
mengemukakan bahwa tujuan terapi pada gangguan tunagrahita adalah untuk mengurangi
masalah perilaku, meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak
tunagrahita, terutama dalam hal penguasaan bahasa, dan membantu anak tunagrahita agar
mampu bersosialisasi dalam beradaptasi di lingkungan sosialnya. (Abdul:118).
Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang di tunjukkan peserta
didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan perhatian dan pujian.
Kedengarannya seperti hal yang sederhana, tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh
untuk tetap mecari dan memberi hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik
secara kelompok maupun individual. (Mulyasa, 2011: 23)
c. Perencanaan Pembelajaran
Peranan guru yang lain ialah memasukkan anak Tunagrahita di sekolah formal
umum bagi anak yang memiliki intelegensi normal yang berintelegensi dibawah rata-rata

6
normal di masukkan di Sekolah Luar Biasa bagian C dengan catatan perilkau dan emosi
telah terkendali.
Rencana pendidikan anak tunagrahita dibuat secara individual sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak. Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan
anak sebagai basis dalam menyusun dan menerapkan pendidikan untuk anak tunagrahita.
Guru perlu memberikan latihan yang terstruktur yang memperkecil kesempatan anak
untuk melepaskan diri dari teman-temannya dan guru segera betindak bila
melihat anak melakukan aktivitas sendiri. Anak perlu diikut sertakan dalam proses
penyusunan program pelatihan struktur ini dengan tujuan agar anak dapat bekerja atas
kemapuan sendiri. Dalam menganai anak tunagrahita yang agresif, peranan yang
dilakukan oleh guru ialah mengajari keterampilan sosial anak melalui peragaan. Guru
harus menciptakan lingkungan sekolah yang aman, teratur, dan responsive terhadap anak
tunagrahita. (Mulyasa, 2011:119).
d. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran bagi tunagrahita harus memperhatikan karakteristik dari
siswa tunagrahita itu sendiri. Strategi atau metode pembelajaran yang dipilih dan
dikembangkan harus sesuai dengan kemampuan dan tujuan yang ingin dicapai,
karakteristik siswa, serta usia kronologisnya (dalam Mumpuniarti, 2007:76). Metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student center), bukan berpusat pada guru, sehingga pembelajaran akan lebih efektif.
Strategi pembelajaran tidak hanya diberikan kepada siswa yang normal, tetapi
juga kepada siswa-siswa yang mengalami gangguan intelektual yang dikenal dengan anak
tunagrahita. Anak tunagrahita secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, sehingga memerlukan layanan
pendidikan kebutuhan khusus.
Selain itu, adanya gagasan EFA (Education For All) yang muncul pada tahun 1990
pada Konferensi Dunia tentang pendidikan untuk semua. EFA adalah sebuah inisiatif
internasional yang diluncurkan di Jomtien, Thailand, pada tahun 1990 untuk membawa
manfaat dari pendidikan kepada setiap warga di setiap Negara tanpa melihat bentuk fisik.

7
Salah satu bunyi deklarasi EFA adalah menghilangkan kekakuan, memberikan pedoman
tentang system pendidikan dan memberikan pendidikan secara fleksibel.
Dalam pemberian layanan pendidikan tersebut, diperlukan strategi pembelajaran.
Adapun strategi pembelajaran yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita yaitu:
 Direct Introduction
Merupakan metode pengajaran yang menggunakan pendekatan selangkah-
selangkah yang terstruktur dengan cermat, dalam memberikan instruksi atau perintah.
Metode ini memberikan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kepercayaan
diri dan motivasi untuk berprestasi. Pelajaran di rancang secara cermat akan memberikan
umpan balik untuk mengoreksi dan banyak kesempatan untuk melatih keterampilan
tersebut. Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak
diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun
keterampilan tahap demi tahap.
Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan.
Sedangkan kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan,
proses-proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan
interpersonal serta belajar kelompok.
Direct introduction ini dapat diberikan kepada anak tunagrahita dengan
mengkombinasikan strategi ini dengan strategi pembelajaran lainnya.
 Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tapi
belakangan ini metode Cooperative Learning ini hanya digunakan oleh beberapa guru
untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun
demikian, hasil penelitian 20 tahun belakangan ini menunjukkan bahwa strategi ini dapat
digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan berbagai macam mata pelajaran.
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran
dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama
lainnya dalam memahami materi pelajaran. Kelompok belajar yang mencapai hasil
belajar yang maksimal diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan ini adalah untuk
merangsang munculnya dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Slavin

8
(1995:16) mengatakan bahwa pandangan teori motivasi pada belajar kooperatif terutama
difokuskan pada penghargaan atau struktur-struktur tujuan dimana siswa beraktifitas.
Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama
praktik pendidikan. Diantaranya adalah untuk meningkatkan pencapaian prestasi para
siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar
kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan
meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa
perlu belajar untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta
mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka.
Meskipun pembelajaran ini bersifat kelompok, tapi tidak semua belajar dikatakan
Cooperative Learning, seperti yang dijelaskan Abdullah (2001:19-20) bahwa
pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar,
sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri.
Ada unsure dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan
pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Dalam pembelajaran kooperatif,
proses pembelajaran tidak harus belajar dari satu guru kepada siswa. Siswa dapat saling
membelajarkan sesama siswa yang lainnya.
Menurut Siahaan (2005:2), ada lima unsure esensial yang ditekankan dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.       Saling ketergantungan yang positif
b.      Interaksi berhadapan
c.       Tanggung jawab individu
d.      Keterampilan sosial
e.       Terjadi proses dalam kelompok
 Peer Tutorial
Merupakan metode pembelajaran dimana seorang siswa dipasangkan dengan
temannya yang mengalami kesulitan/hambatan. Oleh karena itu lebih ditekankan pada
siswa yang mempunyai kemampuan di bawah kemampuannya.
Program tutorial juga dapat dilakukan dengan menggunakan software berupa
program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan. Perkembangan
teknologi komputer membawa banyak perubahan pada sebuah program pembelajaran

9
yang seharusnya di desain terutama pada upaya menjadikan teknologi ini mampu
merekayasa keadaan sesungguhnya.
Sedangkan tujuan pembelajaran tutorial yaitu sebagai berikut:
a.       Meningkatkan pengetahuan para siswa.
b.      Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan
masalah agar mampu membimbing diri sendiri.
c.       Meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri.
e. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menetukan nilai dari sesuatu.
Evaluasi pembelajaran bagi peserta didik berarti kegiatan menilai proses dan hasil
belajar, penilaian hasil bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi belajar peserta
didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan inklusif bagi bagi anak
berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
mengakomondasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat,
minatnya. Bahwa pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-
prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik dengan
cara melakukan evaluasi secara simultan dan berkelanjutan.
Intinya, kegiatan evaluasi atau penilaian pada sekolah umumnya dilakukan dalam
ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Namun bagi anak yang berkebutuhan
khusus, jenis evaluasi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan
kecerdasan mereka dalam menerima materi pelajaran.
2. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus
sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan secara lebih
intens. Kebutuhan tersebut di sebabkan karena kelainan atau bawaan dari lahir atau
karena masalh tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku menyimpang.
berkebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan berbeda dengan anak
normal pada umumnya. (Wijaya, 2019:2)

10
Menurut Marlina (2019:6) anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai seorang
anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk di
dalamnya anak-anak penyandang cacat dan mereka memerlukan pendidikan khusus yang
di sesusaikan dengan kebutuhan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak
secara individual.
Sedangkan menurut Grichara (2013:148) anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mengalami kelainan atau penyimpangan (fisisk, mental, intelektual, sosial, dan
emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya di bandingkan dengan
anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Beragam definisi yang dikemukan oleh para ahli, dapat di ambil sebuah
kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan
dengan karakteristik khusus yang membedakan dengan anak normal pada umumnya serta
memerlukan pendidikan khusus sesuai dengan jenis kelainannya.

b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok, anatara
lain (Marlina, 2019:11).
1) Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak bergangguan penglihatan adalah anak yang memiliki gangguan daya
penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus. Anak tunanetra terdiri dari buta total (blind)
dan kurang penglihatan (low vision).
2) Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah mereka yang mengalami
kehilangan pendengaran meliputi pengaruh gardiasi atau tingkatan baik ringan, sedang,
berat, dan sangat berat yang mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa.
Keadaan ini walaupun telah di berikan alat bantu mendengar tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual Rendah (Tunagrahita)
Tunagrahita adalah kondisi yang ditandai dengan kemampuan mental jauh
dibawah rata-rata, memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara sosial, berkaitan
dengan adanya kerusakan organic pada susunan saraf pusat dan tidak dapat di sembuhkan

11
serta membutuhkan layanan pendidikan khusus,layanan multididiplin,dan dirancang
secara individual.
4) Anak dengan Gangguan Fisik dan Motorik (Tunadaksa)
Anak yang mengalami fisik atau motoric adalah anak yang mengalami gangguan
fisik berkaitan dengan tulang, otot, sendi, dan sistem persarafan, sehingga memerlukan
layanan pendidikan khusus agar kemampuannya berkembang secara optimal. Anak
tunadaksa rata-rata mengalami gangguan psikologis yang cenderung merasa malu, rendah
hati, dan sensitive serta memisahkan diri dari lingkungannya.
5) Anak Berbakat ( Anak Gifted dan Talend )
Anak berbakat adalah anak yang ditunjukkan dengan kemampuan tingkat
kecerdasan atau kemampuan umum di atas rata-rata. Anak berbakat di antaranya: anak
unggul, anak berkemampuan istimewa, anak superior, anak genius, kemampuan
individual dapat dikategorikan menjadi dua yaitu, kemapuan khusus dan kemampuan
umum.
6) Anak Berkesulitan Belajar (Children With Learning Disabilitas)
Anak Children With Learning Disabilitas yaitu anak yang memiliki intelegensi
normal atau superior, tetapi sulit belajar dalam satu atau beberapa bidang tertentu, dan
mungkin unggul dalam bidang lain. Salah satu ciri dari kesulitan belajar adalah adanya
dugaan adanya gangguan fungsi otak, yang di sebabkan oleh adanya sel otak yang rusak.
7) Anak Lambat belajar (Slow Leaner)
Anak Slow Leaner adalah anak yang memiliki intelegensi berada
pada tahap perbatasan dengan IQ 75-85 (berdasarkan tes baku). Lambat belajar bukan
termasuk golongan kecerdasan di bawah rata-rata. Anak ini umumnya berada di sekolah
regular. Penyebab lambat belajar karena keterbatsan kemampuan dalam memecahkan
masalah secara cepat dan tepat.
8) Anak Autisme ( Autistic Spectrum Disorder )
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat, akibat
adanya kerusakan atau masalah perkembangan pada otak yang
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.
Penyebab autism memiliki gangguan dalam interaksi soisal, komunikasi, tidak

12
memahami gerak-gerik tubuh, ekspresi muka dan suara datar (monoton). Dan juga
mengalami gangguan imajinasi dan pola perilaku berulang-ulang.
9) Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
Anak tunalaras sering disebut dengan gangguan emosional yang sering
mengalami konflik baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri. Mereka
mengalami kesulita bermain maupun belajar bersama anak lain. Anak tunalaras
mengalami kesulitan beradaptasi dengan kehisupan masyarakat, sering berkelahi, dan
tidak disukai oleh anak-anak lain pada umumnya, karena ketidakmampuannya menjalin
hubungan persahabatan, maka anak tunalaras oleh orang awan sering disebut juga anak
nakal.
10) Anak Dengan Gangguan Pemutusan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan
perilakuyang berkembang secara tidak sempurna dan timbul pada anak-anak dan orang
dewasa. Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh
perhatian, pengontrolan gerak hati, serta pengendalian motoric. Keadaan yang
demikian menjadi masalah bagi anak-anak (penderita) terutama
dalam memusatkan perhatian terhadap pelajaran sehingga akan
menimbulkan kesukaran di dalam kelas.
Berdasarkan klasifikasi anak berkebutuhan khusus diatas, peneliti memfokuskan
pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita. Tunagrahita adalah kondisi yang ditandai
dengan kemampuan mental jauh dibawah rata-rata, memiliki hambatan dalam
penyesuaian diri secara sosial, berkaitan dengan adanya kerusakan organic pada susunan
saraf pusat dan tidak dapat di sembuhkan serta membutuhkan layanan pendidikan
khusus,layanan multididiplin,dan dirancang secara individual. Penyebabnya macam –
macam salah satunya cedera kepala.
c. Factor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Perkembangan anak adalah bertambahnya kemapuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih konfleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa perkembangan

13
emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
(Sari,2017:47)
Menurut Suparno dkk (2007) beberapa factor penyebab untuk anak berkebutuhan
khusus antara lain:
1) Faktor heriditer
Factor heriditer terjadi karena kelebihan kromosom yang di sebabkan oleh kesamaan
gen pada pasangan suami istri. Selain itu, usia ibu pada saat hamil juga sangat
berpengaruh terhadap kelahiran anak. Usia ibu saat hamil di atas 35 tahun memiliki
resiko yang cukup tinggi untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus.
2) Faktor infeksi
Factor infeksi di sebabkan adanya berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung terjadinya kelainan seperti TORCH
toksoplasma, rubella, cytomegalo virus, herpes, polio, meningitis.
3) Faktor keracunan
Keracunana dapat secara langsung pada anak, maupun melalui ibu hamil.
Munculnya FAS (Fetal Achohol Syndrome) adalah keracunan janin yang disebabakan ibu
mengkonsumsi alcohol yang berlebihan. Kebiasaan kaum ibu mengkonsumsi obat bebas
tanpa pengawasan dokter merupakan salah satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai
sarana kehidupan terutama pencemaran udara dan air.
4) Trauma
Kejadian yang tidak terduga yang berlangsung pada anak seperti
proses kelahiran yang sulit sehingga memerlukan pertolongan yang mengandung resiko
tinggi mengakibatkan kekurangan oksigen pada otak. Bencana alam juga bisa
menyebabkan anak memiliki kebutuhan khusus. Seperti cacat fisik dan gangguan mental.
5) Kekurangan gizi
Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak
terutama pada 2 tahun pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat terjadi karena adanya
kelainan metabolisme maupun penyakit-penyakit pada anak seperti cacingan.
d. Dampak Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus

14
Suparno dkk (2007) mengemukakan bahwa dengan adanya kelainan pada
seorang anak dapat mengalami hambatan yang akibat pada aspek fisiologis, psikologis,
dan sosial.
1) Dampak fisiologis
Dampak fisiologis terutama terjadi pada anak-anak yang mengalami kelainnan
yang berkaitan dengan fisik termasuk sensorimotor terlihat pada keadaan fisik
penyandang kebutuhan khusus kurang mampu mengkoordinasi sensori motor, melakukan
gerak yang tepat dan terarah, serta menjaga kesehatan.
2) Dampak psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan dengan kemampuan jiwa lainnya, karena
keadaan mental yang labil akan menghambat proses kejiwaan dalam tanggapan terhadap
tuntutan sosiologis.
3) Dampak sosiologis
Dampak sosiologis terjadi karena adanya hubungan dengan kelompok atau
individu di sekitarnya terutama keluarga dan saudara-saudaranya. Kehadiran anak
berkebutuhna khusus merupakan musibah, kesedihan dan beban yang berat. Semua
masalah dikeluarga tersebut merupakan dampak sosiologis yang harus di tanggung oleh
keluarga.
3. Tunagrahita
a. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak atau orang yang
memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan
retardasi mental (Aqila Smart, 2001). Menurut Nur’aeni, Anak Tunagrahita adalah anak
yang memiliki kemampuan intelektual atau IQ dan memiliki keterampilan yang
penyesuaiannya di bawah rata-rata pada anak seusianya. sedangkan Bambang Putranto
mengemukakan, anak Tunagrahita adalah anak yang memiliki kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnyadibawah rata-rata normal, sehingga
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas akademik, menjalin komunikasi
serta hubungan sosial (Nur’aeni, 2004).
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidak cakapan dalam komunikasi sosial.

15
Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah terbelakang mental
karena keterbatasan kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini
sukar untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa (Jati Rinakri Atmaja, M.Pd 2018)
Anak tunagrahita bukan merupakan anak yang mengalami penyakit, melainkan
anak yang mempunyai kelainan karena penyimpangan, baik dari segi fisik, mental,
intelektual, emosi, sikap, maupun perilaku secara signitif. Tunagrahita merupakan
kondisi perkembangan kecerdasan seorang anak yang mengalami hambatan sehingga dia
tidak mencapai tahap perkembangannya secara optimal.
Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula
dengan terbelakang mental, lemah ingatan, mental subnormal, tunagrahita. Semua makna
dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan
mental dibawah normal. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah
normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara spesifik.
b. Penyebab Tunagrahita
Menurut Smith anak tunagrahita diharapkan dapat berguna dan dapat membantu
para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak (Jati Rinakri
Atmaja, M.Pd,  2018)
Faktor genetik
Ketunagrahitaan yang disebabkan oleh faktor genetik yang dikenal dengan
phenylketonuria hal ini merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh gen orangtuan
mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses protein dalam tubuh sehingga
terjadinya penumpukan asam yang sebut asam phenylpyruvic. Penumpukan ini
menyebabkan kerusakan otak. Selain itu, mengakibatkan timbulnya penyakit tay-sochs,
yaitu adanya gen yang terpendam yang diwariskan oleh orangtua yang membawa gen ini.
Faktor Prakelahiran
Penyebab pada prakelahiran terjadi ketika pembuahan. Hal yang paling berbehaya
adalah adanya penyakit rubela (campak jerman) pada janin. Selain itu, adanya infeksi
penyakit sifilis. Dalam hal lain yang juga dapat menyebabkan kerusakan otak adalah
racun dari alkohol dan obat-obatan ilegal yang digunakan oleh wanita hamil. Racun

16
tersebut dapat mengganngu perkembangan janin sehingga menimbulkan sebuah masalah
ketunagrahitaan yang akan terjadi pada anak-anak keturunannya tersebut.
Faktor penyebab pada saat kelahiran
Penyebab ketunagrahitaan pada saat kelahiran adalah kelahiran prematur, adanya
maslaah proses kelahiran seperti kekurangna oksigen, kelahiran yang idbnatu oleh alat-
alat kedokteran beriseko terhadap anak yang akan menimbulkan trauma pada kepala.
Terjadinya kelahiran prematur yang tidak tahu atau kurangnya mendaptkan perawatan
dengan baik.
Cedera kepala
Cedera kepala yang serius pada bayi atau anak dapat menyebabkan disabilitas
intelektual. Hal ini menyebabkan otak tidak dapat berkembang secara normal. Kondisi ini
dapat terjadi sejak di dalam kandungan, selama kelahiran, atau bahkan setelah bayi lahir.
Beberapa kerusakan bersifat sementara, tetapi bisa juga permanen.Itulah sebabnya sangat
penting untuk memakaikan helm, sabuk pengaman, dan menjaga bagian lain pada anak
untuk mengindari cedera kepala.
Faktor penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
 Ibu saat mengandung tidak menjaga pola makan.
 Keracunan sewaktu ibu mengandung.
 Kerusakan pada otak sewaktu lahir, misalnya, sakit pada anak seperti demam tinggi
hingga kejang, batuk pilek yang tidak berkesudahan, ataupun lahir prematur.
c. Klasifikasi Autis
Klasifikasi pada Tunagrahita dibagi menjadi 4 jenis berdasarkan tingkatan IQ
anak, yaitu mild, moderate, severe, dan profound.
1. Mild (Rentang IQ 55-70)
Karakteristik anak pada kategori ini mengalami perkembangan fisik yang agak
lambat dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya. Mereka juga kesulitan untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik di sekolah. Namun mereka dapat melakukan
keterampilan praktis dan rumah tangga sehingga kelak dapat hidup secara mandiri.
2. Moderate (Rentang IQ 40-55)
Dilihat dari perkembangan bahasanya, anak memiliki kemampuan komunikasi
yang sederhana bahkan hanya komunikasi untuk menyampaikan kebutuhan dasar seperti

17
makan, mandi, dan minum. Penampilan fisiknya juga menunjukkan kelainan sebagai
gejala bawaan. Meskipun begitu, mereka masih dapat dididik untuk mengurus dirinya
sendiri meskipun membutuhkan proses yang cukup lama.
3. Severe (Rentang IQ 25-40)
Pada rentang ini, anak tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri maupun
melakukan tugas-tugas sederhana. Anak dengan Tunagrahita memiliki gangguan bicara
dan kelainan fisik yang dapat dilihat pada bagian lidah serta ukuran kepala yang lebih
besar dari ukuran kepala normal. Secara keseluruhan, kondisi fisik mereka lemah karena
mengalami gangguan fisik motorik yang cukup berat.
4. Profound (Rentang IQ di bawah 25)
Pada kategori terberat ini, anak menunjukkan kelainan fisik dan intelegensi dalam
bentuk ukuran kepala yang membesar seperti hyrdrochephalus dan mongolism. Mereka
juga membutuhkan pelayanan medis yang intensif karena kemampuan beradaptasi yang
sangat kurang. Terlebih lagi, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang
lain.
d. Karakteristik Tunagrahita
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan
kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang
optimal. Menurut Somantri (2006), karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut:
a. Keterbatasan Inteligensi 
Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-
ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan
baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara
kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan
untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal
tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti
menulis, berhitung, dan membaca juga sangat terbatas.
b. Keterbatasan Sosial 
Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki
kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di masyarakat. Oleh karena itu mereka
memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu mereka berinteraksi dengan

18
lingkungan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda
usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul
tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan
diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa
memikirkan akibatnya.
c. Keterbatasan Fungsi Mental
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada
situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti
hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita
tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.
Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka
bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan
kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka
membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Persamaan dan perbedaan
harus ditujukan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan
konsep besar dan kecil, keras dan lemah, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit.
Selain itu mereka juga kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
yang baik dan yang buruk.

Selain itu menurut Nur'aeni (1997), anak tunagrahita juga memiliki beberapa
karakteristik atau ciri-ciri, yaitu sebagai berikut: 

1. Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya.


2. Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Jika terjadi hal baru di
lingkungannya, ia menjadi bingung dan risau. 
3. Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat. 
4. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya anak gagap.
5. Sering tidak mampu menolong diri sendiri. 
6. Motif belajarnya rendah sekali. 
7. Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi saat yang lain
menurun drastis.

19
8. Tidak peduli pada lingkungan.

4. Covid-19

a. Pengertian Covid-19

Coronavirus merupakan virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu baisa
hingga penyakit yang lebih parah (Covid-19, 2020). Gejala yang ditemukan seperti
demam, batuk, sesak nafas dan kesulita bernafas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi
dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Kasus positif covid-19 pertama kali di Indonesia terjadi pada bulan Maret 2020
kemudian beberapa bulan kemudian menyebar sampai 34 provinsi di Indonesia (Djalante
ot al., 2020).

Kasus positif covid-19 pertama kali di Indonesia semakin hari semakin bertambah
sehingga pemerintah menetapkan kasus tersebut sebagai bencana nasional. Dalam
menekan penyebaran kasus positif covid-19 pemerintah memberikan himbauan untuk
menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan (Ardan, Rahman & Geroda, 2020).

5. Sekolah Luar Biasa (SLB)

a. Pengertian Sekolah Luar Biasa

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sebuah institusi pendidikan yang


menyelenggarakan Pendidikan Luar Biasa (PLB) dans sekolah khusus bagi penyandang
kecacatan tertentu. Ketika seorang anak di identifikasi mempunyai kelainan, pendidikan
luar biasa sangat diperlukan.

Pendidikan sekolah luar biasa adalah lembaga pendidikan yang bertujuan


membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental, perilaku dan
sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia
kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993).

b. Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Pendidikan SLB

20
Pendidikan khusus (special education) adalah setiap program yang diberikan bagi
siswa yang mempunyai ketidakmampuan dan bukan atau selain program pendidikan umum
di ruang kelas. Setiap distrk sekolah menawarkan kepada anak yang mengalami kebutuhan
khusus berbagai jenis layanan yang di maksudkan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan
semua anak (Slavin, 2019:264).

Pelayanan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus digunakan dalam upaya


menjelaskan tentang program dan pelayanan yang berlaku dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan/keterbatasan dalam mengikuti
program pendidikan dengan berbagai alasan dan membutuhkan bantuan khusus termasuk
keterbatasan fisik dan belajar serta kebutuhan sosial (Surna dan Pandeirot, 2014:198).

Kebijakan dan strategi direktorat pembinaan Sekolah Luar Biasa dalam pelayanan
pendidikan khusus dan pendidikan pelayanan khusus Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Visinya adalah
terwujudnya pelayanan pendidikan optimal untuk mencapai kemandirian bagi anak-anak
berkebutuhan khusus serta yang mempunyai potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Sedangkan misinya adalah memperluas kesempatan dan pemerataan pendidikan


bagi anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dan
anak-anak yang mempunyai potensi kecerdasan dan bakat istimewa, meningkatkan mutu
dan relevansi pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus meningkatkan kepedulian
dan memperluas jejaring tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus,
mewujudkan pendidikan inkusif secara baik dan benar dilingkungan sekolah biasa, sekolah
luar biasa, maupun keluarga/masyarakat.

Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,


dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran
karena kelainan fisik, mental, emosional, sosial dan/atau memilliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa (UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 48 ayat 1).

21
Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan, layanan
sosial, layanan bimbingan dan konseling dan jenis layanan lainnya yang bersifat khusus
sehingga anak berkebutuhna khusus berhak mendapatkan pendidikan di sekolah untuk
menuntut ilmu memperoleh pendiidkan serta pembelajaran seperti anak berkebutuhan
khusus tersebut memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB), dan sekolah SLB terdapat tahapan
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dan
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) yang tahapannya disesuaikan dengan
kemampuan siswa, bukan berdasarkan umurnya.

Sedangkan peneliti memfokuskan pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita


yang menempuh pendidikan di SLB - C khususnya anak tunagrahita. Teknik layanan
pendidikan jenis pendidikan khususuntuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

B. Studi Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Norma Yunaini, pada tahun 2019, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul “Model Pembelajaran Tunagrahita (Studi Multisitus di SLB
Negeri 1 Bantul dan SLB Negeri 2 Yogyakarta)”. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab tiga pertanyaan penting yaitu pertama, desain model pembelajaran tunagrahita.
Kedua penerapan model pembelajaran tunagrahita. Ketiga, hasil penerapan model
pembelajaran tunagrahita di SLB Negeri 2 Yogyakarta dan SLB Negeri 1 Bantul
Yogyakarta. Penelitian ini penting, karena memahami pembelajaran anak tunagrahita
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya, untuk mencapai pembelajaran yang
optimal. Adapun persamaannya yaitu tertuju pada proses pembelajaran pada anak
tunagrahita.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ifah Arifah, pada tahun 2014, Universitas Negeri
Yogyakarta dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Bagi Siswa Tunagrahita di Kelas 5
SD Gunungdadi, Pengasih, Kulon Progo”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bagi siswa tunagrahita di kelas 5 SD

22
Gunungdani, Pengasih, Kulon Progo. Penelitian ini meliputi (1) penyampaian materi
pelajaran, (2) penerapan metode pembelajaran, (3) penggunaan media pembelajaran, (4)
pelaksanaan prinsip-prinsip pembelajaran, (5) hambatan yang dialami guru, (6) respon
siswa selama pembelajaran. Adapun persamaan nya yaitu tertuju pada proses belajar anak
tunagrahita.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Novia Ajeng Pratiwi, pada tahun 2015, Universitas
Negeri Surabaya dengan Judul “Model Pembelajaran Langsung Terhadap Kosa Kata
Anak Tunagrahita Ringan Di Pendidikan Khusus”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh model pembelajaran langsung terhadap
kosakata anak tunagrahita ringan kelas satu SD sekolah di Diknas Seduri Mojosari
Mojokerto. Adapun persamaan nya yaitu tertuju pada proses belajar anak tunagrahita.

Berdasarkan studi relevan diatas merupakan sebuah penelitian dengan suatu


pokok bahasan tertentu, misalnya dari segi strategi pembelajaran anak tunagrahita, studi
etnografi pada anak tunagrahita, model pembelajaran pada anak tunagrahita.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan yang lainnya adalah lebih
menekankan pada proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunagrahita pada masa
covid-19, kendala guru dalam menghadapi anak tunagrahita, dan upaya guru dalam
mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus
tunagrahita. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah tertuju
pada pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita dengan tujuan pada efektifitas
pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita seperti pembelajaran anak tunagrahita,
yang di harapkan dapat berjalan dengan lancar dan jadikan acuan serta masukkan kritik
konstruktif terutama dalam mendidik anak berkebutuhan khusus tunagrahita.
c. Kerangka Pikir
Kebutuhan akan pendidikan bukan hanya milik anak normal, tapi juga anak dengan
kebutuhan khusus, salah satunya adalah penyandang tunagrahita. Penyandang tunagrahita
adalah mereka dengan hambatan dibidang mental dan intelektual. Walaupun memiliki
hambatan dibidang intelektual para penyandang tunagrahita tetap memiliki kebutuhan
yang sama dengan orang normal, termasuk mendapatkan pembelajaran.
Pembelajaran bagi tunagrahita pada dasarnya sama dengan pembelajaran pada
umumnya. Akan tetapi dengan hambatan intelektual yang disandangnya, mereka

23
memerlukan penanganan yang lebih. Pembelajaran pada tunagrahita didasarkan pada
kemampuan, masalah, dan kebutuhan yang dialaminya. Rencana, sistem, maupun
kurikulum pembelajaran juga disesuaikan dengan kemampuan peserta didik bukan
sebaliknya.
Pelaksanaan pembelajaran bagi tunagrahita tidak semudah pelaksanaan pembelajaran
bagi anak normal. Pembelajaran bagi tunagrahita walaupun pada prinsipnya sama dengan
pembelajaran umum, tapi ada prinsip-prinsip khusus, pendekatan khusus, maupun
pembelajaran yang dilakukan secara individual agar tujuan dari pembelajaran dapat
tercapai. Pembelajaran bagi tunagrahita dapat dilaksanakan disekolah-sekolah khusus,
maupun sekolah inklusi.

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Metode pendekatan kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Merode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mandalam, suatu data yang mengandung makna.
Metode kualitatif adalah metode metode penelitian yang berlandasan pada filsafat
postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawanyan adalah eksperimen) dimana penelitian ini adalah sebagai instrukmen kunci,
pengambilan data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan
trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif. Dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Sugiyono, 2012:15)
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang mana metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. (Sugiyono,
2006:9)
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian yang dilakukan berbentuk penelitian kualitatif, untuk itu peneliti
mempersisapkan setting penelitian berupa keterangan lokasi penelitian, waktu penelitian,
berikut penjelasan yang lebih rinci mengenai setting penelitian diantaranya.
a. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di SLB – C Tunagrahita Yayasan Pembina Pendidikan
Luar Biasa. Jl. Cendrawasih I No. 226 A, Kampung Buyang, Mariso, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan.
b. Waktu Penelitian

25
Waktu penelitian dilakukan memerlukan rancangan waktu yang sesuai sehingga
penelitian dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga
memperoleh hasil yang maksimal
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa anak berkebutuhan khusus tunagrahita, kepala
sekolah, guru kelas tunagrahita dan siswa kelas tunagrahita di SLB – Tunagrahita
Yayasan Pembina Pendidikan Luar Biasa.
C. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam peneitian kualitatif diperoleh dari dua data, yaitu data primer dan data
sekunder, karena menurut teori penelitian kualitataif, agar penelitisnnys dapat betul-betul
berkualitas, maka data yang dikumpulkan harus lengkap, data tersebut yaitu data primer dan
data sekunder. (Sandu Siyoto, 2015:28)
1. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subyek yang dapat dipercaya,
dalam hal ini adalah subyek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variable yang
diteliti. (Sandu Siyoto, 2015: 28)
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis, foto-
foto, film, rekaman, video, dan benda-benda, dan lain-lain yang dapat memperkaya data
primer. (Sandu siyoto, 2015:28)
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Metode Observai
Syaodih mengatakan bahwa observasi merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang
sedang berlangsung, margono mengatakan bahwa observasi sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. (Djaman
satori,2009:105) atau definisi lain observasi adalahalat pengumpulan data yang dilakukan

26
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematika gejala-gejala yang diselidiki.
(Narbuko dan Achamadi,2012:70)
2. Metode Wawancara
Menurut Sudjana wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi
melalui tatap muka atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya dengan pihak
yang ditanya atau menjawab. (Djaman satori, 2009:130)
Penggunaan metode wawancara secara garis besar ada dua macam pedoman
wawancara yaitu pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan, dan yang kedua adalah wawancara
wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci
sehingga menyerupai cheks-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda v (chek) pada
nomor yang sesuai. (Sandu Siyoto, 2015:76)
Selain itu menurut Esterberg (2002) wawancara adalah merupakan pertemuan dua
orang tua untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat di
konstruksikan makna dalam suatu topic tertentu. (Sugiyono,2015:317)
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan, transkip, buku, agenda, dan sebagainya. (Sandu Siyoto,2015:77)
Metode dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari
arsip dokumen baik yang berada ditempat penelitian ataupun yang berada diluar
penelitian, yang hubungannya diluar penelitian tersebut. (Iskandar,2009:134)
E. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2016:224) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan di
pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah di pahami oleh diri sendiri dan orang lain.
1. Reduksi Data
Reduksi data di artika sebagai mencatat secara teliti dan rinci yang diperoleh dari
lapangan yang jumlah cukup banyak, semakin lama peneliti kelapangan, maka jumlah
data semakin banyak, kompleks dan rumit, untuk itu perlu segera di lakukan analisis data.

27
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting. Data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya (Sugiyono,
2016:247). Penelitian ini data di peroleh melalui catatan lapangan dan wawancara
kemudian data tersebut dirangkum dan di seleksi sehingga akan memberikan gambaran
yang jelas kepada peneliti.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah data di reduksi adalah menyajikan data. Penyajian
data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kateori,
flowchart dan sejenisnya. Menurut Miles dan Huberman (1984) menyatakan yang paling
sering di gunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang
bersifat naratif (Sugiyono, 2016:249)
Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan teks yang bersifat naratif.
Penyajian data dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya
masing-masing data yang telah di dapatkan dari hasil wawancara dari sumber tulisan
maupun dari sumber pustaka.
3. Kesimpulan/Verifikasi
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis dan kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara
dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kreidbel.
Kesimpulan dalam penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu subjek objek yang
sebelumnya kurang jelas setelah di teliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2016:252-253).
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility,
transferability, dependability, confirmability. Tetapi penelitian kualitatif pada proposal,
mahasiswa hanya di sarankan menggunakan uji credibility. (Sugiyono,2015:366)
1. Uji Kredibilitas

28
Uji kredibilitas pada penelitian kualitatif dilakukan dengan beberapa langkah
diantaranya, dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan member check.
a. Perpanjangan pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali kelapangan,
melakukan pengamatan, wawancaa lagi dengan sumber data yang pernah di temui
maupun yang baru. Beberapa lama perpanjangan pengamatan ini dilakukan, akan sangat
tergantung pada kedalaman, keluesan dan kepastian data. (Sugiyono,2015:369)
Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini,
sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data
yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah di cek kembalai ke lapangan
data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri.
(Sugiyono),2015:370)
b. Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunana berarti melakukan pengamatan lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan
dapat direkam secara pasti dan sistematis. (Sugiyono,2015:370)
c. Tringulasi
Tringulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
tringulasi sumber, tringulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. (Sugiyono,2006:273)
d. Memberchek
Memberchek adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data, tujuan memberchek adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Pelaksanaan memberchek dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data
selesai, atau setelah mendapat suatu temuan, atau keismpulan. (Sugiyono,2006:276)

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. G.T. (2020). Protokol Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19 (Corona Virus

Disease 2019).19,31.

Anonim. UU No. 20 tahun (2003). Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anonim. UU No. 23 tahun (2002). Tentang Perlindungan Anak.

Desiningram, D.R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

Djalante, R., Lassa, j., Setiamarga, D., Mahfud, C., Sudjatman, A., Indrawan, M., … Djalante, S.

(2020). Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Periode of

January to March 2020. Progress in Disaster Sience, 100091.

Endang Rochyadi. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak

Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas

Grichara. (2013). Mendidik Anak Sepenuh Jiwa. Jakarta: PT. Gramedia

Isjoni, 2012. Membangun Visi Misi Bersama, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Iskandar, 2012. Membangun Visi Bersama, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mumpuniarti. (2007). Pembelajaran Akademik Bagi Tunagrahita. Buku Pegangan Kuliah

Jurusan PLB-FIP-UNY. Yogyakarta: FIP-UNY

Nunung Apriyanto. (2012). Seluk Beluk Tunagrahita & Strategi

Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera]

30

Anda mungkin juga menyukai