Anda di halaman 1dari 154

KREATIVITAS

PEMBELAJARAN PADA
MASA COVID-19
DI MADRASAH

Penulis:
Ridwan
Hanafi Pelu

Nizamia Learning Center


2021
KREATIVITAS PEMBELAJARAN
PADA MASA COVID-19 DI MADRASAH
Ridwan & Hanafi Pelu

Anggota IKAPI
Register 166/JTI/2016
All right reserved

Penulis:
Ridwan
Hanafi Pelu

Tata Naskah:
Rizki Janata

Tata Sampul:
Dio Vallian Putra

Diterbitkan pertama kali oleh


Nizamia Learning Center
Ruko Valencia AA-15 Sidoarjo
Telepon (031) 8913874
E-mail: nizamiacenter@gmail.com
Website: www.nizamiacenter.com

Cetakan pertama, Januari 2021


v + 147 hlm; 15,5 cm x 23 cm

ii
KATA PENGANTAR

DR. H. Ali Yafid, M.Pd.I


(Kepala Kantor Kementerian Agama Bulukumba)

Pembelajaran daring dianggap paling efektif untuk


melaksanakan proses belajar mengajar di masa Pandemi Covid-19
ini, tapi ternyata bagi guru yang ada dipelosok seperti kami,
ternyata sulit dijalankan. Aplikasi zoom, Google Classroom, Webex
meet, dan aplikasi lainnya kami coba ternyata itu tidak efektif
untuk meratakan pemenuhan hak anak dalam belajar. Zoom,
Webex meet, Google Classroom dan aplikasi lainnya hanya bisa
dilakukan oleh beberapa orang siswa saja. Sementara banyak
siswa yang tidak bisa mendapatkan pembelajaran sama sekali
dengan alasan tidak punya handphone, tidak punya pulsa data,
ataupun jaringan yang sulit mereka dapatkan.
Dengan melihat kondisi siswa dalam pembelajaran Daring ini
sebagai guru, saya tidak boleh patah semangat, pembelajaran saya
ubah dengan menggunakan, pembelajaran E-Modul yang hanya
menggunakan sedikit pulsa data, dan bagi siswa yang tidak punya
data ataupun tidak memiliki jaringan karena kondisi lingkungan
boleh meminta bantuan kepada temannya dengan bergabung
bersama-sama belajar atau langsung ke Madrasah mengambil
modul yang telah dibuat oleh guru pada hari yang telah
ditetapkan dengan tetap mematuhi protokoler Kesehatan Covid-
19.
E-Modul ternyata dianggap mudah oleh siswa karena mereka
dengan mudah bisa membuka materinya, karena hanya dikirim
melalui WA group, dan kemudian saya sertakan dengan rekaman
suara saya sebagai penjelasannya. Anak-anak yang biasanya
mengeluh dengan tidak bisa masuk di GC, Zoom, Webex, ataupun
aplikasi lainnya karena pulsanya tidak cukup untuk masuk aplikasi
iii
sekarang tidak lagi mengeluh,karena hanya menggunakan aplikasi
WAG .
Segala cara telah kami lakukan untuk memenuhi tanggung
jawab kami sebagai pendidik yang ingin mencerdaskan anak-anak
bangsa. Kami tidak ingin Covid membuat anak-anak bangsa
menjadi anak-anak yang bodoh dan tertinggal, Semoga segala
usaha kami selalu diridhai dan diberkahahi oleh Allah SWT.

iv
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena


berkat rahmat-Nya jualah, penyusunan buku Kreativitas
Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Perkembangan pendidikan di era 4.0 ini menuntut dan
mengharuskan guru agar kreatif dalam pembelajaran, apalagi di
masa pandemic Covid-19 yang telah merambah keseluruh
penjuru dunia dan telah banyak memakan korban. Oleh karena
itu, peran dan kretaivitas guru harus selalu up-to date dengan
perkembangan teknologi tersebut.
Pembelajaran daring yang diterapakan Madrasah dalam
kegiatan pembelajaran selama Covid 19 dengan membentuk
kreativitas siswa yang mandiri sehingga pembelajaran yang
disampaikan bukan sekedar menulis dan mendengarkan
penjelasan dari guru akan tetapi siswa juga ikut berperan aktif
didalamnya meskipun berlangsung secara daring.
Semoga dengan tersusunya buku Kreativitas Pembelajaran
Pada Masa Covid-19 di Madrasah ini dapat membuka wawasan
bagi para pembaca dan akhirnya penulis berdo’a kepada Allah
SWT mudah-mudahan usaha penulis bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan dan mendapat berkah dari Allah
SWT.

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................iii


PRAKATA.................................................................................................................v
DAFTAR ISI .............................................................................................................vi

BAGIAN I:
KREATIVITAS GURU, SEJARAH MADRASAH DAN
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
A. Kreativitas Guru .............................................................................................1
B. Sejarah Madrasah ....................................................................................... 15
C. Perkembangan Madrasah di Indonesia ........................................... 26

BAGIAN II:
PENDIDIKAN MODERAT DAN MODERASI PERSPEKTIF AGAMA
A. Pendidikan ..................................................................................................... 47
B. Moderat ........................................................................................................... 63
C. Moderat Perspektif Agama .................................................................... 67

BAGIAN III:
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Belajar .............................................................................................................. 81
B. Pembelajaran ................................................................................................ 86
C. Pembelajaran di Madrasah .................................................................... 95

BAGIAN IV:
CORONA VIRUS DESEASE
A. Corona Virus Desease .............................................................................. 106
B. Pembelajaran Daring (Dalam Jaringan) ........................................ 112

vi
BAGIAN V:
IMPLEMENTASI PENDDIKAN MODERAT DALAM
PEMBELAJARAN PASCA COVID-19 DI MADRASAH
A. Moderasi ...................................................................................................... 121
B. Moderasi dalam Persfektif Teorities .............................................. 123
C. Pembelajaran Berbasis Moderasi .................................................... 125
D. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Moderasi ...................... 126
E. Merumuskan Pembelajaran Berbasis Moderasi ....................... 128
F. Tujuan Pembelajaran Berbasis Moderasi .................................... 131

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 134


PROFIL PENULIS ............................................................................................. 146

vii
A. Kreativitas Guru

P
erkembangan pendidikan di era 4.0 ini menuntut dan
mengharuskan guru agar kreatif dalam pembelajaran, apalagi di
masa pandemic Covid-19 yang telah merambah keseluruh
penjuru dunia dan telah banyak memakan korban. Oleh karena itu, peran
dan kretaivitas guru harus selalu up-to date dengan perkembangan
teknologi tersebut.
Pembelajaran daring yang diterapakan Madrasah dalam kegiatan
pembelajaran selama Covid 19 dengan membentuk kreativitas siswa
yang mandiri sehingga pembelajaran yang disampaikan bukan sekedar
menulis dan mendengarkan penjelasan dari guru akan tetapi siswa juga
ikut berperan aktif didalamnya meskipun berlangsung secara daring.
Proses pembelajaran daring akan berhasil apabila guru secara
berkala untuk itu seorang guru harus mengajar dengan hati. Sehingga
ketika seorang guru mengajar dengan hati guru akan memberikan yang
terbaik demi keberhasilan proses pembelajaran.
Dalam mengembangkan kreativitas siswa diperlukan hal atau
syarat yang mendukung yaitu; guru kreatif yang mencakup
pembelajaran kreatif (creative teaching), kepala Madrasah yang kreatif
(creative leadership) dan lingkungan yang kreatif. Pengembangan
kreativitas dalam konteks bangsa untuk menyiapkan warga bangsa
dalam mengadapi kehidupan yang sangat kompetitif (globally). Dalam
konteks dunia Madrasah, pengembangan kreativitas dimaksudkan

Ridwan dan Hanafi Pelu 1


sebagai sebagai salah satu upaya peningkatan mutu atau kualitas
pendidikan.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia,
maka pemerintah bersama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
lebih berkualitas, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan
kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan
tenaga kependidikan lainnya.
Pada bagian ini, penulis akan menggambarkan tentang kreativitas
guru dalam pembelajaran dan kesiapan apa saja yang harus dilakukan
oleh oleh guru selaku pengelola dan designer pembelajaran.
1. Kreativitas
Setiap manusia dilahirkan dengan kreativitas masing-masing dan
melekat pada setiap individu. Oleh karena itu, kreatifitas merupakan
“kekayaan pribadi”(personal properties) yang diwujudkan dalam sikap
atau karakter yang fleksibel, terbuka, otonom, lapang dada, keinginan
mencoba sesuatu (penasaran), firm (strong-minded),
kemampuanmenjabarkan gagasan, kemampuan menilai diri sendiri
secara realistis (mengenal dirinya: ‘arafa nafsahu’) yang kesemuanya
diperlukan (pra-syarat) untuk memunculkan kreaivitas. Pengembangan
kreativitas dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran akan
menghasilkan siswa kreatif, siswa yang kreatif pada umumnya memiliki
kemampuan lebih tinggi dan tangguh dibanding siswa biasa (tidak
kreatif). Kemampuan berfikir kreatif sebagai komponen kreatif akan
menghasilkan pembelajaran efektif atau lebih jauh mengembangkan
daya nalar tinggi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan
pembelajaran. Pengembangan potensi kreatif siswa akan menghasilkan

2 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


superior learning. Siswa yang memiliki kemampuan berfikir kreatif akan
memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam belajar dan memiliki daya
dorong kuat, percaya diri dan kemampuan berfikir yang tinggi.
Menurut Cece Wijaya (1991: 189), salah satu masalah yang
dihadapi dalam dunia pendidikan adalah menumbuhkan kreativitas
guru. Kreativitas guru dalam proses belajar mengajar mempunyai
peranan penting dalam memotivasi belajar siswanya.
Kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan
suatu produk baru, baik yang benar-benar baru sama sekali maupun
yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan mengembangkan
hal-hal yang sudah ada. Bila hal ini dikaitkan dengan kreativitas guru,
guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar
yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau dapat saja
merupakan modifikasi dari berbagai strategi yang ada sehingga
menghasilkan bentuk baru.
Torrance & Rockenstein, (1988) mendefinisikan kreativitas
sebagai proses menjadi sensitif sehingga melakukan pencarian solusi
untuk menyelesaikan masalah; “Creativity is defined as a process of
becoming sensitive to or aware of problems, deficiencies, and gaps in
knowledge for which there is no learned solution; bringing together
existing information from the memory storage or external resources;
defining the difficulty or identifying the missing elements; searching for
solutions, making guesses producing alternatives to solve the problem;
testing and retesting these alternatives; perfecting them and finally
communicating the results”.
Kreativitas didefinisikan sebagi sebuah proses menjadi peka atau
sadar akan masalah, kekurangan, dan kesenjangan dalam pengetahuan
yang tidak ada solusi yang dipelajari; menyatukan informasi yang
tersimpan di memori atau sumber daya eksternal; mendefinisikan
kesulitan atau unsur-unsur yang hilang; mencari solusi, menebak-nebak

Ridwan dan Hanafi Pelu 3


sebagai hasil alternatif untuk memecahkan masalah; menguji dan
menguji ulang alternatif tersebut; menyempurnakan dan pada akhirnya
menyampaikan hasilnya.
Berbeda dengan Torrance, Rockenstein & Higgins (1994),
mendefinisikan kreativitas sebagai proses untuk menggeneralisasi
keaslian sebuah nilai dari beberapa ide dan konsep; “Creativity is the
process of generating something new that has value. There are many
original ideas and concepts, but some may not have value and hence may
not be considered creative. A creation is something original that has value”.
Kreativitas merupakan proses dari menghasilkan sesuatu yang
baru yang bernilai. Terdapat banyak ide dan konsep alamiah, tetapi
beberapa tidak memiliki nilai dan karena dianggap tidak kreatif. Sebuah
ciptaan (hasil) merupakan sesuatu yang asli yang memiliki nilai
tersendiri.
Sementara itu kreativitas menurut Fazylova & Rusol (2016)
didefinisikan berbeda dari kedua pendapat tersebut diatas, berikut
pendapat dari Fazylova & Rusol: “Creativity is the means of human
expression and reflection on the world surrounding us, psychologists use
creativity to help children start adialogue, to overcome stress, and explore
the various aspects of their own personality”.
Kreativitas merupakan sarana yang dimiliki oleh manusia untuk
berekspresi dan berefleksi terhadap dunia sekitarnya, para psikolog
menggunakan kreativitas untuk membantu anak memulai percakapan,
mengatasi tekanan, dan mengeksplorasikan berbagai aspek
kepribadiannya sendiri.
Oleh karena itu, menurut penulis kreativitas merupakan sarana
ekspresi dan refleksi manusia di dunia sekitar kita, para psikolog
menggunakan kreativitas untuk membantu anak-anak memulai dialog,
untuk mengatasi stres, dan mengeksplorasi berbagai aspek kepribadian
mereka sendiri. Dengan kata lain kreativitas juga dapat dipahami sebagai

4 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


kekuatan yang memiliki kualitas untuk mengekspresikan diri dengan
caranya sendiri. Anak-anak secara alami adalah kreatif. Mereka melihat
dunia melalui mata baru dan kemudian melihat apa yang mereka lihat
dengan cara yang orisinal. Jadi kreativitas adalah karakteristik manusia
yang penting. Mungkin yang terbaik menganggapnya sebagai proses,
membutuhkan campuran bahan, termasuk ciri-ciri kepribadian,
kemampuan dan keterampilan
Mengajar bukan lagi usaha menyampaikan ilmu pengetahuan,
melainkan usaha menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan
siswa agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Mengajar
dalam pemahaman ini memerlukan suatu strategi yang tepat bagi tujuan
yang ingin dicapai untuk itu perlu dibina dan dikembangkan kreativitas
guru dalam mengelola program pengajaran dengan strategi belajar
mengajar dengan berbagai variasi.
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang
mengharuskan guru dapat memotivasi dan memunculkan kreatifitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan
beberapa metode dan strategi yang variatif, misalnya kerja kelompok,
pemecahan masalah dan sebagainya.
Pembelajaran kreatif mengharuskan guru untuk mampu
merangsang siswa memunculkan kreatifitas, baik dalam konteks kreatif
berfikir maupun dalam konteks kreatif melakukan sesuatu. Kreatif
dalam berfikir merupakan kemampuan imajinatif namun rasional.
Berfikir kreatif selalu berawal dari berfikir kritis yakni menemukan dan
melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki
sesuatu yang sebelumnya tidak baik.
Pembelajaran kreatif produktif memiliki beberapa karakteristik
yang membedakannya dengan pembelajaran lainnya. Menurut
Suryosubroto (2009: 124) karakteristik pembelajaran kreatif produktif
antara lain sebagai berikut: a) Keterlibatan siswa secara intelektual dan

Ridwan dan Hanafi Pelu 5


emosional dalam pembelajaran. Keterlibatan ini difasilitasi melalui
pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dari
konsep bidang ilmu yang sedang dikaji serta menafsirkan hasil
eksplorasi tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk menjelajahi berbagai
sumber yang relevan dengan topik/konsep/masalah yang sedang dikaji.
Eksplorasi ini akan meningkatkan siswa melakukan interaksi dengan
lingkungan dan pengalamannya sendiri, sebagai media untuk
mengkonstruksi pengetahuan, b) Siswa didorong untuk
menemukan/mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui
penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi,
diskusi atau percobaan. Cara ini, konsep tidak ditransfer oleh guru
kepada siswa, tetapi dibentuk sendiri oleh siswa berdasarkan
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang terjadi ketika
melakukan eksplorasi serta interpretasi. Siswa didorong untuk
memberikan makna dari pengalamannya, sehingga pemahamannya
terhadap fenomena yang sedang dikaji menjadi meningkat.
Untuk meningkatkan kreativitas pembelajaran pasca pandemic
covid-19, maka perlu kesiapaan yang lakukan oleh guru; Kegiatan
pembelajaran daring selama Covid 19 di Madrasah diperlukan
penyusunan prota, promes, silabus, dan RPP yang di dalamnya memuat
unsur-unsur pembelajaran Covid 19 sesuai dengan mata pelajaran yang
mengampunya sehingga sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
siswa.
Selain itu, Setiap guru tetap diwajibkan membuat jenis
perencanaan perangkat pembelajaran di antaranya prota, promes,
silabus dan RPP yang lebih sederhana untuk pembelajaran daring dan
sesuai dengan jenis mata pelajaran yang diampunya. Karena berbeda
mata pelajaran membutuhkan perlakuan yang berbeda. Kewajiban ini
dalam rangka untuk merencakan jenis pembelajaran yang disesuaikan

6 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dengan hasil assessment sehingga perencanaan yang dibuat tepat
sasaran.
Kurikulum 2013 diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran
daring siswa di Indonesia. Kurikulum 2013 memiliki tujuan
mengembangkan kecakapan hidup pada abad 21 selain itu memiliki visi
untuk membentuk siswa yang berliterasi sains. Sehingga dalam hal ini
seorang guru bertanggung jawab dalam mewujudkan generasi berilmu
dan mandiri melalui pembelajaran daring di Madrasah.
Menurut Melania (2020) telah melakukan survei terhadap siswa
yang melakukan kegiatan pembelajaran daring. Hasil menunjukkan
bahwa sebagian siswa menerima pembelajaran daring dengan alasan
bahwa pembelajaran daring lebih santai, menyenangkan, fleksibel,
efisien, singkat, praktis, cepat, tepat, aman, mudah, hemat waktu, dan
hemat tenaga. Cara itu juga bisa dilakukan secara jarak jauh tanpa
berkumpul di tempat yang sama. Selain itu, manfaat lain pembelajaran
daring adalah orang tua bisa mengawasi anak-anaknya belajar, membuat
siswa atau guru menjadi melek teknologi, mempercepat era 5.0, serta
meningkatkan kemampuan di bidang IPTEK. Siswa juga mengatakan
bahwa mereka menjadi lebih kreatif dalam menyelesaikan tugas dan
dapat mengkondisikan diri senyaman mungkin untuk belajar tanpa
aturan yang formal. Mereka mengakui bahwa memanfaatkan teknologi
yang ada untuk kebermanfaatan mungkin merupakan salah satu inovasi
yang bagus dan perlu untuk ditingkatkan dalam proses digital mengingat
perlu dikuasainya sistem informasi teknologi dalam mengembangkan
IPTEK di era yang serba canggih.
Pembelajaran daring dikembangkan untuk mewujudkan sistem
pendidikan terpadu yang dapat membangun konektivitas antar
komponen yang ada dalam Pendidikan. Oleh karenanya pendidikan
menjadi lebih dinamis dan fleksibel bergerak untuk pengembangan
pendidikan. Sudah barang tentu semua ini harus diikuti oleh kesiapan

Ridwan dan Hanafi Pelu 7


seluruh komponen sumber daya manusia baik dalam cara berpikir,
orientasi, perilaku, sikap, dan sistem nilai yang mendukung pemanfaatan
pembelajaran daring untuk kemaslahatan umat manusia. Selain itu,
akses ke jaringan internet juga harus disediakan. Seorang pengguna bisa
berhubungan dengan internet dengan mengakses komputer pada
lembaga pendidikan yang telah terkoneksi ke internet atau perlu
menjadi pelanggan dari sebuah ISP (internet service provider). ISP adalah
organisasi komersial yang bergerak dalam bidang penyediaan jasa akses
ke internet. Bisa juga melakukan pengaksesan pada warung internet
(Munir, 2017). Hal inilah yang harus dipikirkan oleh penyelenggara
pendidikan, khususnya pemerintah.
Dengan demikian, kreativitas dalam pembelajaran sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi, semangat dan keingingan
siswa untuk belajaran, walaupun pembelajaran berbasis daring masa
pandemic covid-19.
2. Guru
Secara etimologi kata guru berasal dari Bahasa Indonesia yang
diartikan orang yang mengajar (pengajar, pendidik, ahli didik). Dalam
bahasa jawa, sering kita mendengar kata ‘guru’ diistilahkan dengan “di
gugu dan ditiru”. Kata “digugu” berarti diikuti nasehat-nasehatnya.
Sedangkan “ditiru” diartikan dengan diteladani tindakannya.
Sementara itu, dalam bahasa inggris terdapat kata yang semakna
dengan kata guru antara lain: teacher (pengajar), tutor (guru private
yang mengajar dirumah), educator (pendidik ahli didik), lecturer
(pemberi kuliah, penceramah). Demikian juga dalam litetatur
pendidikan Islam, seorang guru akrab disebut dengan ustadz, yang
diartikan ‘pengajar’khusus bidang pengetahuan agama Islam.
Selain itu, kata ‘guru’ terdapat banyak pengertiannya, yaitu; dari
segi bahasa kata guru berasal dari Bahasa Indonesia yang berarti orang
yang pekerjaannya mengajar. Selanjutnya dalam konteks pendidikan

8 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Islam banyak sekali kata yang mengacu pada pengertian guru, seperti
kata yang lazim dan sering digunakan diantaranya; Murabbi, Muállim,
dan Muáddib. Jika murabbi dan muállim berasal dari Al-Qurán, maka
muáddib berasal dari hadits. Ketiga kata tersebut memiliki penggunaan
sesuai dengan peristilahan pendidikan dalam konteks pendidikan islam.
Di samping itu, guru kadang disebut melalui gelarnya, seperti al-Ustadz
dan asy-Syaikh.
Al-murabbi merupakan isim faíl yang berasal dari kata kerja rabba
yang memiliki arti mendidik dan mengasuh. Serta memiliki arti
memelihara. Pengertian murabbi mengisyaratkan bahwa guru agama
harus orang-orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu nama bagi
orang-orang yang bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan.
Al-muálim merupakan isim faíl yang berasal dari kata kerja állama
yang berarti “mengajar” yakni pengajar yang bersifat pemberian atau
penyampaian pengertian, pengetahuan atau keterampilan. Pengertian
muálim mengandung konsekuensi bahwa mereka harus alim (ilmuwan)
yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki kreatifitas, komitmen tinggi
dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung Tinggi
nilai-nilai ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga yang
menyebutkan bahwa professor dalam konteks ini sama dengan muallim,
yang dimaknai dengan orang-orang yang menguasai ilmu teoritik,
mempunyai kreatifitas dan amaliah.
Sedangkan Al-muaádib merupakan isim faíl yang berasal dari kata
kerja addaba yang berarti memberi adab dan mendidik. Yakni mendidik
yang lebih bertujuan pada penyempurnaan akhlak budi pekerti.
Berdasarkan penjelasa di atas, maka istilah guru tersebut (al-
murabbi, al-muálim, dan al-muádib) di dapati adanya proses aktivitas
paedagogis dari masing-masing istilah yang sangat terkait dan menyatu
seperti aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, dimana terjadinya
akitivitas ketiga aspek tersebut sangat diharapkan dalam proses

Ridwan dan Hanafi Pelu 9


pendidikan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa guru merupakan
pihak yang mengajak, membimbing dan mengarahkan peserta didiknya
agar beradab atau berakhlak baik, dengan melalui aktivitas paedagogis.
Secara terminologi, guru atau pendidik yaitu siapa yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan kata
lain orang yang bertanggung jawab dalam mengupayakan
perkembangan potensi anak didik, baik kognitif, afektif maupun
psikomotor sampai ketingkat setinggi mungkin sesuai dengan ajaran
Islam. Selain itu, Guru adalah “tenaga pendidikan yang diangkat dengan
tugas utama mengajar pada jenjang pendidikan dasar sampai menengah
atas”. Dalam pengertian Uzer Usman, “guru adalah orang yang
mempunyai jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru, karena pekerjaan guru tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang diluar bidang kependidikan”
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen BAB II Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2 ayat 1, berbunyi; Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, pada Pasal 4 berbunyi; Kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Oleh karena itu, peran, tugas dan fungsi guru tidak bisa dipandang
dengan sebelah mata, akan tetapi harus dihargai, dihormati dan
dijunjung tinggi karena martabat dan kedudukan guru sangat tinggi.
Dengan demikian guru harus diberikan penghargaan dan penghormatan
selayaknya seorang pahlawan yang mencerdaskan bangsa.

10 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


AI-Girl (2007) memberikan penjelasan tentang guru kreatif. Guru
kreatif adalah seorang yang menguasai keilmuan (expert), memiliki
otonomi di kelas (pembeljaran). Guru kreatif menetapkan tujuan,
maksud, membangun kemampuan dasar (basic skills), mendorong
pencapaian pengetahuan tertentu, men-stimulasi keingintahuan dan
eksplorasi, membangun motivasi, mendorong percaya diri dan berani
mengambil risiko, fokus pada penguasaan ilmu dan kompetisi,
mendukung pandangan positif, memberikan keseimbangan dan
kesempatan memilih dan men-emukan, mengembangkan pengelolaan
diri (kemampuan atau keterampilan metakognitiv), menyelenggarakan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai teknik dan strategi untuk
men- fasilitasi lahirnya tampilan [perwujudan] kreatif, membangun
lingkungan yang kondusif terhadap tumbuhnya kreatifitas, dan
mendorong imajinasi dan fantasi. Guru kreatif akan memberikan
inspirasi kreatif kepada siswa (Fisher, 2004).
Sebagian besar guru hanya menggunakan metode mengajar yang
monoton yang menyebabkan siswa bosan, tidak menarik dan akhirnya
menyimpulkan bahwa pelajaran bahasa Inggris atau pelajaran lainnya
itu susah. Oleh karena itu, guru dituntut aktif dan kreatif dalam
memyampaikan pesan dan informasi mengembangakan pengetahuan
yang ada dikurikulum dengan sekreatif mungkin agar siswa antusias
menerima pesan tersebut. Untuk menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan menyenangkan guru dituntut mengembangkan
kreativitasnya.
Sedangkan guru dalam undang-undang nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
1. Pasal 39 (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

Ridwan dan Hanafi Pelu 11


pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
2. Pasal 40 (1) Pendidik dan tenaga kependidikan
berhak memperoleh:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas
dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan
kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas
hasil kekayaan intelektual; dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
3. Pasal 40 (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
4. Pasal 42 (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan mengenai sosok guru, Ki Hajar Dewantara telah
mengisyaratkan posisinya itu dengan melalui petuah-petuah dalam

12 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


bahasa sansekerta. Guru bukan sekedar mengajarkan keilmuan tertentu,
tapi dia juga harus dapat menjadi instrument perekat nilai-nilai
kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air, nilai religiusitas dan
spritualitas. Selain itu, juga guru harus menjadi tauladan bagi siswa,
menjadi orang tua yang selalu membimbing anaknya, menjadi problem
solver dalam setiap sumbatan pengetahuan dan wacana bagi orang-
orang di sekitanya. Nilai esensial yang harus tertanam pada seorang guru
sebagai sokoguru pendidikan di Indonesia adalah berfikir, berdzikir,
beramal sholeh, serta mengabdi kepada masyarakat.
Lebih lanjut, Ki Hadjar Dewantara menerapkan pendidikan yang
humanis yaitu memanusiakan manusia yang berbudaya dan
berkembang secara kognitif (daya cipta), afektif (daya rasa), dan konatif
(daya karsa). Dengan kata lain prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara
adalah “to educate the head, the heart, and the hand”. Selain dari itu dalam
ajaran Ki Hadjar Dewantara juga dikatakan bahwa guru hendaknya
mempunyai ketauladan lebih dahulu, baru sebagai fasilitator dalam
mengajar. Hal ini dapat kita mengerti dari arti nama Hajar Dewantara
yang mempunyai arti guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, dan
keutamaan.
Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat bengitu melekat di
benak kita masing-masing adalah “Ing ngarsa sung tulodo, Ing madyo
mangun karso, Tut wuri handayani”. Apabila hakikat dari semboyan
ini benar-benar di implementasikan dengan baik dan benar oleh diri kita,
maka akan memberikan dampak positif bagi diri kita sendiri dan
generasi bangsa yang akan datang
Ing ngarso Sung Tulodo, ketika di depan memberi teladan.
Hakikat dari semboyan yang pertama ini mengajak kepada guru, bahwa
guru harus mampu memberikan contoh yang baik dan benar bagi
siswanya, baik sikap, perbuatan maupun pola pikirnya. Apalagi seorang
guru dalam kurikulum 2013 juga dituntut untuk membentuk siswa yang

Ridwan dan Hanafi Pelu 13


salah satu kompetensi intinya dapat Menghargai dan menghayati
perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya. Oleh karena itu, apabila guru memberikan teladan yang
baik dan benar, maka perilaku siswa akan menjadi baik juga, bahkan
mereka bisa jadi lebih baik dari pada kita. Dengan kata lain, seorang guru
merupakan public figure yang akan dijadikan panutan siswanya, maka
guru harus memiliki akhlak yang luhur.
Ing Madyo Mangun Karso, ketika di tengah memberikan
semangat. Hakikat dari semboyan yang kedua ini mengajak kepada para
guru, bahwa para guru haruslah berada di antara siswanya, dengan kata
lain guru juga sebagai teman bagi siswanya. Dengan demikian, para guru
dengan leluasa membimbing dan memberikan inspirasi kepada anak
didiknya. Sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dan nyaman
bagi mereka.
Tut Wuri Handayani, ketika di belakang memberikan daya
kekuatan. Hakikat dari semboyan yang ketiga ini mengajak kepada para
guru untuk selalu memberikan arahan yang baik dan benar dalam
kemajuan belajar siswanya. Oleh karena itu para guru dapat memotivasi
anak didiknya untuk lebih giat dalam belajar. Dengan demikian, mereka
merasa selalu diperhatikan dan selalu mendapat pikiran-pikiran positif
dari diri gurunya. Sehingga mereka selalu memandang ke depan dan
tidak terpaku pada kondisinya saat ini.
Dengan demikian, guru harus disegani, dihargai, dihormati dan
dijunjung tinggi dengan penuh dedikasi. Dimana guru mampu
memberikan curahatan hati kepada siswa, walaupun bukan anak
mereka. Guru adalah seseorang yang mengabdikan diri dalam dunia
pendidikan dan pembelajaran dengan berbagai syarat dan ketentuan
yang sudah ditetapkan. Guru dalam menjalankan aktivitasnya

14 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dibutuhkan adanya kepedulian dan jiwa membangun, karena dalam
melakukan praktik pembelajaran dibutuhkan banyak persiapan dan
strategi ketika menghadapi sikap dan perilaku siswa.

B. Sejarah Madrasah
Islam pada hakikatnya menghendaki umatnya untuk memiliki
perhatian yang besar (concern) terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini
ditunjukkan ketika kehadiran Islam itu sendiri, wahyu yang pertama kali
diterima Rasulullah Saw. (Surah al-‘Alaq ayat 1-5), adalah perintah untuk
“membaca”, yang tentunya dengan berbagai penafsiran terhadap kata
“membaca” tersebut. Sangat jelas, perintah tersebut merupakan suatu
landasan bagi umat Islam untuk terus “membaca”, yang secara substantif
sebenarnya memerintahkan umat Islam untuk terus mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Transformasi ilmu pengetahuan, terutama ilmu ke-Islam-an
(pendidikan Islam) telah berlangsung sejak masuknya Islam di suatu
wilayah di mana Islam mulai diterima, diajarkan dan diamalkan oleh
pemeluknya. Demikian halnya yang terjadi di Indonesia. Hasil seminar
masuknya Islam di Indonesia yang dilaksanakan di Medan tahun 1963
menginformasikan bahwa Islam masuk Indonesia pada abad I Hijriah
atau abad VII Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Arab. Melalui
pesantren dan masjid-masjid juga madrasah-madrasah, aspek Islam
yang pertama kali dikembangkan atau diajarkan adalah aspek tasawuf
yang kemudian disusul aspek fiqih, namun tidak berarti bahwa aspek
fiqih tidak penting, mengingat tasawuf yang berkembang di Indonesia
adalah tasawuf Sunni yang menempatkan fiqih pada posisi penting
dalam struktur bangunan tasawufnya. Hal ini bisa dipahami dari
kurikulum pesantren dan madrasah yang dikembangkan pada waktu itu
yang berkisar pada aspek tasawuf, fiqih, kalam, ilmu alat (nahwu, sharaf,
balaghah, dan lain-lain), tafsir (al-Qur’an dan hadits), dan sebagainya.

Ridwan dan Hanafi Pelu 15


Madrasah sebagai nama bagi suatu lembaga atau wadah yang
mewadahi proses transformasi ilmu telah mengalami perkembangan
pemaknaan dalam rentang sejarah perkembangan umat Islam sejak
zaman Rasulullah SAW sampai sekarang. Madrasah dimaknai sebagai
istilah yang menunjuk pada proses belajar dari yang tidak formal sampai
yang formal. Madrasah adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam
yang diusahakan, di samping masjid dan pesantren. Proses kelahiran dan
dinamika madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam formal
di Indonesia yang merupakan perkembangan lanjut atau pembaruan
dari lembaga pendidikan pesantren dan masjid/surau.
Kata “madrasah” terambil dari akar kata “darasa-yadrusu-
darsan- belajar”. Kata madrasah sebagai isim makan, menunjuk arti
“tempat belajar”. Padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia
adalah sekolah. Ditilik dari makna Arab di atas, madrasah menunjuk
pengertian “tempat belajar” secara umum, tidak menunjuk suatu tempat
tertentu, dan bisa dilaksanakan di mana saja, di rumah, di surau/langgar,
di masjid atau di tempat lain sesuai situasi dan kondisi. Tempat-tempat
tersebut dalam sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam memegang
peranan sebagai tempat transformasi ilmu bagi umat Islam. Dalam
perkembangan selanjutnya, secara teknis, kata madrasah dikonotasikan
secara sempit, yakni suatu gedung atau bangunan tertentu yang
dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang
proses belajar ilmu agama, bahkan juga ilmu umum.
Dalam literatur Islam klasik (turats), dijumpai istilah madrasah
dalam pengertian “aliran” atau “madzhab”. Para penulis Barat
menerjemahkannya dengan school atau aliran, seperti Madrasah Hanafi,
Madrasah Maliki, Madrasah Syafi’i, dan Madrasah Hambali. Di sini, kata
madrasah menjadi sebutan bagi sekelompok ahli yang mempunyai
pandangan atau paham yang sama dalam ilmu-ilmu keislaman, seperti
dalam bidang ilmu fiqih di atas. Timbulnya Madrasah-madrasah (aliran-

16 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan intelektual pada masa
puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni
pada masa Abbasiyah. Kebebasan intelektual ini mendorong setiap
orang (ulama) untuk mengembangkan metode dan cara berfikir masing-
masing sehingga memunculkan perbedaan cara pandang dan metode
dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di masa itu.
Perbedaan metode dan cara pandang terhadap suatu masalah hukum
inilah yang kemudian mereka membentuk halaqah/kelompok belajar
masing-masing. Hal ini berarti masing-masing ulama memiliki murid
dan tempat belajar. Mereka berbeda kelompok belajar, namun secara
santun mereka saling menghargai adanya perbedaan tersebut.
Menurut Charles Michael Stanton, Lembaga Pendidikan Islam di
masa klasik (sebelum lahirnya madrasah sebagaimana sekarang) itu ada
dua macam, yaitu Lembaga Pendidikan Islam formal dan informal.
Kriteria yang digunakan untuk membedakan kedua bentuk lembaga
tersebut adalah hubungan lembaga pendidikan dengan negara yang
berbentuk teokrasi. Lembaga formal adalah Lembaga Pendidikan Islam
yang didirikan oleh negara untuk menyiapkan generasi penerus yang
menguasai pengetahuan agama dan berperan dalam agama, menjadi
tenaga birokrasi atau pegawai pemerintahan. Lembaga-lembaga formal
ini dibiayai dan disubsidi oleh pemerintah dan orang kaya dari harta
wakaf, yang administrasinya termasuk kurikulumnya berada di tangan
pemerintah. Adapun lembaga pendidikan informal adalah lembaga yang
dikelola oleh selain pemerintah atau negara. Lembaga informal inilah
yang menawarkan pelajaran-pelajaran umum, termasuk filsafat.
Menurut George Makdisi, Lembaga Pendidikan Islam terbagi
menjadi dua tipe, yakni lembaga pendidikan yang eksklusif (tertutup)
terhadap pengetahuan umum dan lembaga yang inklusif (terbuka)
terhadap pengetahuan umum. Kriteria yang digunakan George Makdisi
adalah dari sudut materi pelajaran di sekolah-sekolah Islam. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa tidak semua lembaga pendidikan Islam

Ridwan dan Hanafi Pelu 17


di masa klasik mengajarkan pengetahuan umum, artinya hanya sebagian
lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan pengetahuan umum.
Namun demikian, tidak diketahui secara pasti cara pendidikan
Islam itu dilakukan pada mula-mula Islam masuk Indonesia. Bagaimana
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem, kelembagaan, bahkan
metodologi kependidikan Islam? Bagaimana keberhasilan dan kegagalan
suatu sistem, kelembagaan dan metodologi kependidikan Islam?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bisa hanya dijawab dengan cerita,
tetapi harus disertai bukti-bukti sejarah yang nyata. Karena luasnya
permasalahan terkait dengan perkembangan madrasah, maka penulis
dalam tulisan ini hanya hendak memaparkan proses kelahiran dan
dinamika madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam formal
di Indonesia yang merupakan perkembangan lanjut atau pembaruan
dari lembaga pendidikan pesantren dan masjid/surau.
Pada masa awal perkembangan Islam, umat Islam belum memiliki
madrasah (tempat belajar) seperti yang dikenal sekarang. Sejak masa
Rasulullah SAW sampai masa Bani Umayyah, proses belajar mengajar
dilaksanakan di masjid-masjid. Kemudian pada masa Bani Abbasiyah,
bukan saja hanya di masjid sebagai tempat belajar, namun juga
perpustakaan-perpustakaan, istana khalifah dan rumah-rumah para
ulama digunakan sebagai wadah dan tempat untuk menuntut ilmu.
Kebanyakan masjid pada waktu itu sudah dilengkapi dengan
perpustakaan, ruang belajar, dan ruang baca. Para ulama dan sarjana
mengajar dengan sistem halaqah (murid duduk bersila di sekeliling
guru), seperti yang berlangsung di Masjidil Haram Makkah, Masjid
Madinah, dan Masjid-masjid di Baghdad, Kufah, Basra, Damascus, dan
Kairo. Demikian pula di negeri-negeri lainnya, seperti Persia (Iran) dan
India. Pada awalnya, pendidikan dilakukan di masjid-masjid. Di
Indonesia, pendidikan Islam dilakukan di surau, langgar, masjid dan

18 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pesantren dengan sistem halaqah (tanpa bangku, papan tulis, meja dan
kelas), sejak Islam berkembang sampai awal abad ke-20 M.
Meskipun pendidikan ilmu agama dilakukan dengan sistem yang
sangat sederhana, namun terbukti telah mampu melahirkan ulama-
ulama dan para sarjana yang ahli dan terkenal dalam berbagai bidang
keilmuan dan menghasilkan karya-karya yang sampai sekarang dapat
dinikmati oleh generasi penerusnya. Dalam perkembangan berikutnya,
mengingat berbagai pertimbangan, dibuatlah tempattempat belajar di
luar masjid, terutama untuk mengajarkan Baca Tulis al-Qur’an (BTA)
kepada anakanak, mempelajari ilmu al-Qur’an, dan dasar-dasar Islam.
Lembaga ini lebih dikenal dengan istilah Kuttab.
Mayoritas ahli sejarah sepakat bahwa maktab/kuttab adalah
lembaga pendidikan dasar. Sulit menentukan maktab dan kuttab itu, dua
nama untuk satu lembaga atau dua nama yang saling berbeda. Menurut
Makdisi, maktab berbeda dengan kuttab, paling tidak di Nisapur. Untuk
memperkuat pendapatnya, Makdisi melaporkan bahwa Abd al-Ghafir al-
Farisi belajar di Maktab pada usia lima tahun untuk belajar al-Qur’an dan
ilmu agama di Persia. Setelah sepuluh tahun, ia memasuki kuttab untuk
belajar sastra. Selanjutnya Makdisi menjelaskan bahwa ada laporan
bahwa maktab adalah sekolah tingkat dasar yang mengajarkan khat,
kaligrafi, al-Qur’an, akidah, dan sya’ir.
Sebagaimana dikutip oleh Hanun Asrohah, Muniruddin Ahmed
berpendapat bahwa al-Maktab adalah tempat belajar. Adapun al-kuttab
adalah sebutan bagi pelajar di maktab. Siapa yang memakai kata kuttab
sebagai tempat belajar (maktab) adalah salah dan harus dibenahi. Orang
yang pertama kali memperkenalkan lembaga kuttab adalah Salman al-
Farisi. Namun, Muniruddin tidak memperkenalkan nama lembaga
kuttab yang tidak dikenal oleh pendengaran orang-orang Arab. Lembaga
ini sudah dikenal di Persia sebelum Islam.

Ridwan dan Hanafi Pelu 19


Maktab/Kuttab—dalam sejarahnya—bisa dikelompokkan ke
dalam lembaga pendidikan tertutup sekaligus terbuka terhadap ilmu
pengetahuan umum. Pada abad pertama masa Islam klasik, di kuttab
hanya diajarkan membaca dan menulis, lalu meningkat dengan diajarkan
pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan
pengetahuan umum di samping ilmu agama. Bahkan, kuttab memiliki
dua macam, yakni scular learning-kuttab yang mengajarkan
pengetahuan nonagama, dan religious learning-kuttab yang
mengajarkan ilmu agama.
Pendidikan lanjutan dilaksanakan dengan sistem halaqah (secara
bahasa berarti lingkaran), di mana seorang guru biasanya duduk di atas
lantai sambil menerangkan, membacakan karangannya atau komentar
orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Murid-muridnya melingkari
gurunya sambil mendengarkan penjelasan sang guru. Sistem ini tidak
mengenal klasikal, dan metode ini masih berkembang sampai sekarang,
seperti di pesantren-pesantren. Semua umur dan jenjang berkumpul
bersama untuk mendengarkan penjelasan guru. Sistem Halaqah
biasanya dilakukan oleh seorang ulama dengan mengundang ulama-
ulama lain atau murid-muridnya untuk berdiskusi atau berdebat atau
mengajar kepada murid-murid. Sistem halaqah tidak khusus dipakai
untuk mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu umum dan filsafat.
Halaqah dalam arti untuk berdiskusi dan berdebat lebih dekat dengan
sistem pendidikan di perguruan tinggi. Di Baghdad, pada masa
Abbasiyah, pendidikan tinggi diberikan di Baitulhikmah dan juga di
masjid-masjid. Di samping dipahami sebagai sistem, halaqah juga bisa
dipahami sebagai lembaga pendidikan. Dilihat dari segi materi
pengajaran dan proses belajarmengajarnya, maka halaqah bukan
sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar, namun lembaga pendidikan
tingkat lanjutan.

20 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Selain kuttab dan halaqah, dikenal juga istilah majlis. Istilah majlis
(bentuk isim makan, berarti tempat duduk) telah dikenal dan dipakai
dalam dunia pendidikan sejak abad pertama Islam. Pada awalnya,
merujuk pada arti tempat pelaksanaan belajar-mengajar, seperti
ungkapan “Fulan pergi ke suatu majlis yang mengajarkan hadits”. Di
samping itu, kata majlis bisa berarti “tempat duduk”, “pelajaran”, bahkan
bisa dipakai untuk menunjuk arti orang-orang yang duduk dalam suatu
majlis. Kata majlis yang di-idlafah-kan kepada nama orang berarti milik,
misalnya, majlis al-Nabi, artinya majlis yang menjadi milik atau yang
diselenggarakan oleh Nabi. Contoh lainnya seperti “Majlis Syafi’i” berarti
majlis yang diselenggarakan oleh Imam Syafi’i.
Di masa kolonial, pendidikan Islam hanya terbatas pada pesantren
dan surau dan masih bersifat tradisional. Kemudian pada 1909
madrasah pertama di Indonesia muncul yaitu Madrasah Abadiyah di
Kota Padang, Sumatera Barat, didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad.
Setelah itu madrasah-madrasah lain pun tumbuh berdiri.
Seperti Madrasah Shcoel yang didirikan pada 1910 di Kota Batu
Sangkar, Sumatera Barat oleh Syekh M. Talib Umar. Lalu pada 1912,
salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah di
Yogyakarta, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dkk dan mereka mulai
membangun sistem lembaga pendidikan yang menggabungkan
pendidikan Islam dan umum.
Berturut-turut setelah itu pada 1913 ada Madrasah Al-Irsyad di
Jakarta, didirikan oleh Syeikh Ahmad Sokarti. Kemudian pada 1915
muncul Diniyah Schoel di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat,
didirikan oleh Zainuddin Labai el Janusi. Berikutnya pada 1926, salah
satu organisasi Islam terbesar Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU)
didirikan di Surabaya oleh K.H. Hasyim Asyari, K.H. Wahab Hasbullah
dan setelah itu mulai banyak mendirikan Madrasah.

Ridwan dan Hanafi Pelu 21


Madrasah adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal
henti. Pada jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk semua
warga.Sejarah mencatat , Madrasah pertama kali berdiri di Sumatram,
Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910
berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar,
kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel
sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan
Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Dengan
demikian, Madrasah Nurul Uman didirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah
pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin Ulya (mulai 1919), ada
madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan belanda plus, seperti
muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga
model AL-Irsyad (1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah,
Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang
mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah
madrasah di Indonesia.
Dari jaman penjajahan, orde lama, orde baru, era repormasi
sampai era sby, nasib madrasah di indonesia sangatlah
memperihatinkan dan seolah-olah di anaktirikan oleh pemerintah,
padahal ada banyak sekali elit politik yang duduk di kursi DPR, MPR,
ISTANA dan lembaga kebijakan negara lainnya yang lahir dan berlatar
belakang dari madrasah, lulusan madrasah tidak bisa di pandang sebelah
mata atau juga di anggap remeh, justru lulusan-lulusan madrasah
memiliki nilai lebih bukan saja karen faktor agama yang diperdalam tapi
banyak faktor lainnya.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu
keluarlah peraturan yang menetapkan madrasah sebagai “sekolah liar”,

22 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan yang melarang atau
membatasi madrasah. Kalaupun kemudian Pemerintah Belanda
memberikan apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500
gulden untuk 50.000.000 jiwa. Menyimak pidato Oto Iskandardinata
pada 1928 di Voolkraad, bantuan itu dianggap penghinaan karena
seharusnya yang diberikan Belanda satu juta gulden. Akan tetapi,
madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga
republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada 1915 berdiri
madrasah bagi kaum perempuan, yaitu Madrasah Diniyah putri yang
didirikan Rangkayo Rahmah Al-Yunisiah. Zaiuniddin Labai ini juga yang
pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di
Minangkabau pada 1919.
Seiring dengan perkembangan dan pembidangan pengetahuan
dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transmisi keilmuan dari
berbagai bidang atau disiplin ilmu sehingga majlis banyak ragamnya.
Menurut Muniruddin Ahmed sebagaimana dikutip Asrohah, ada tujuh
macam majlis, yaitu;
1) majlis al-hadits, suatu aktivitas transmisi ilmu hadis,
2) majlis al-tadris (selain majlis hadits, yakni meliputi majlis
fikih, majlis nahwu, dan majlis kalam),
3) majlis al-munadzarah (merupakan pertemuan perdebatan,
bukan lembaga pendidikan regular), baik majlis al-
munadzarah yang diselenggarakan atas perintah khalifah,
seperti pada masa Khalifah Mu’awiyah dan masa Abbasiyah
(al-Makmun), majlis al- munadzarah yang lebih bersifat
edukatif, secara kontinu, majlis munadzarah yang bersifat
spontan, misalnya seorang ulama secara tidak sengaja
bertemu, kemudian melakukan diskusi/debat dan majlis
munadzarah para ulama untuk menentukan siapa yang

Ridwan dan Hanafi Pelu 23


argumennya paling luas dan meyakinkan dalam suatu
masalah tertentu,
4) majlis al-muzakarah, sebuah inovasi dari para murid dalam
majlis al-hadits dengan memanfaatkan waktu sambil
menunggu kehadiran guru untuk saling mengingat dan me-
review pelajaran yang sudah berlalu. Majlisini kemudian juga
digunakan tidak hanya di bidang ilmu hadis,
5) majlis al-syu’ara, suatu tempat untuk belajar syair atau
sebagai lembaga kontes para ahli syair. Majlisini pada
umumnya hanya menarik bagi ulama-ulama yang bergelut di
bidang bahasa,
6) majlis al-adab. Bagi bahasa Arab, al-adab mencakup tiga
macam pembahasan, yaitu puisi, silsilah, dan laporan
bersejarah bagi orang-orang terkenal. Oleh karena itu, majlis
ini mungkin dimaksudkan sebagai pertemuan untuk lebih
membahas salah satu atau ketiga pembahasan al-adab. Majlis
ini bercorak semacam perbincangan daripada sebagai tempat
mengajar, dan
7) majlis al-fatwa dan al-nadzar. Majlis ini merupakan
pertemuan ulama fiqih dan pelajar yang hendak belajar fiqih.
Majlisini diselenggarakan untuk mencari kesepakatan dari
beberapa masalah yang dibahas, kemudian kesepakatan
tersebut difatwakan agar dapat dipegangi oleh masyarakat.
Karena dalam majlis ini sering diwarnai dengan perdebatan,
maka bisa disebut juga majlis al-nadzar.
Sayangnya, madrasah tetap saja tersingkirkan. Saat Indonesia
merdeka, madrasah masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua.
Pemerintah Indonesia hanya mengeluarkan Maklumat BP KNIP 22
Desember 1945 No. 15 yang menyerukan agar pendidikan di musala dan
madrasah berjalan terus dan diperpesat; kemudian diperhatikan melalui

24 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


keputusan BP KNIP 27 Desember 1945 (agar madrasah mendapat
perhatian dan bantuan dari pemerintah) dan melalui Laporan Panitia
Penyelidik Pengarahan RI tanggal 2 Mei 1946 yang menegaskan,
pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah dipandang
perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberi bantuan berupa
biaya sesuai dengan keputuan BP KNIP. Perhatian pemerintah negeri ini
diwujudkan dengan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950
yang memberikan bantuan kepada madrasah dengan subsidi per siswa
@ Rp 60,00.
Baru pada masa reformasi, UU No. 20/2003 tentang UUSPN
khususnya Pasal 17 Ayat 2 dan Pasal 18 Ayat 3, madrasah diakui
statusnya sederajat dengan sekolah umum. Namun, pemerintah masih
enggan memberikan bantuan, apalagi pernah beredar Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Moh Ma`ruf, tanggal 21 September 2005 No.
903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 yang melarang
pemerintah daerah mengalokasikan APBD kepada organisasi vertikal
(termasuk terhadap madrasah).
Reformasi kemudian melahirkan PP No. 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pada PP ini terdapat
Pasal 12 ayat (1) yang menyebutkan pemerintah dan/atau pemerintah
daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan
keagamaan. Anehnya, PP ini pun masih dianggap angin lalu. Masih
banyak pemerintah daerah yang belum memberikan perimbangan dana
kepada madrasah. Dana 20% pendidikan di APBD masih menjadikan
madrasah sebagai sisipan.
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut penulis, Madrasah
merupakan lembaga pendidikan yang bercirikhaskan Agama. Dimana,
proses pembelajaran di Madrasah meng-adopsi kurikulum Kementerian
Pendidikan Nasional dan menjabarkan Pendidikan Agama Islam.

Ridwan dan Hanafi Pelu 25


Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum
diintegrasikan menjadi satu, yang merupakan penggambukan beberapa
mata pelajaran yang ada di Madrasah. Sedangkan proses pembelajaran
di Madrasah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dijabarkan
menjadi beberapa mata pelajaran, yaitu;
1. Mata Pelajaran Fiqih
2. Mata Pelajaran Aqidah Akhlaq
3. Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
4. Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadist, dan
5. Mata Pelajaran Bahasa Arab.
Dimana, mata pelajaran Bahasa Arab masuk dalam rumpun
Bahasa, akan tetapi kenyataannya proses pembelajaran yang dilakukan
di Madrasah Mata Pelajaran Bahasa Arab masih berdiri sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa;
Madrasah merupakan lembaga pendidikan formal, wadah atau tempat
untuk menimba ilmu dan pengetahuan.

C. Perkembangan Madrasah di Indonesia


Di Indonesia, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam
dalam bentuk madrasah juga merupakan pengembangan dari sistem
tradisional yang diadakan di surau, langgar, masjid, dan pesantren.
Menurut Maksum, ada dua faktor yang melatarbelakangi
berkembangnya madrasah di Indonesia. Yang pertama, madrasah
muncul sebagai respons pendidikan Islam terhadap kebijakan
pemerintah Hindia Belanda, dan kedua, karena adanya gerakan
pembaruan Islam di Indonesia yang memiliki kontak cukup intensif
dengan gerakan pembaruan di Timur Tengah. Mengenai perubahan
sistem halaqah menuju sistem klasikal yang dikembangkan di madrasah
di Indonesia, hal itu lebih dipengaruhi oleh sistem sekolah-sekolah

26 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pemerintahan Kolonial Belanda. Hal ini dilakukan untuk menandingi
sekolah-sekolah Belanda yang diskriminatif dan netral agama, yang
dinilai tidak sesuai dengan cita-cita Islam. Pengaruh itu juga datang dari
orang-orang Indonesia yang belajar di negerinegeri Islam atau dari para
guru dan ulama negeri tersebut yang datang ke Indonesia.
Di Indonesia, permulaan munculnya Madrasah baru sekitar abab
20, meski demikian latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari
dua faktor, yaitu semangat pembaharuan Islam yang berasal dari islam
pusat(timur Tengah) dan merupakan respon pendidikan terhadap
kebijakaan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta
mengembangkan sekolah. Hal ini juga diamini oleh M. Arsyad yang
dikutip Khoirul Umam, munculnya madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam dikarenakan kekhawatiran terhadap pemerintah
Hindia Belanda yang mendirikan sekolah-sekolah umum tanpa
dimasukkan pelajaran dan pendidikan agama Islam.
Pemerintah Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam
sistem pendidikan yang hendak dikembangkan di Hindia Belanda.
Kurikulum maupun metode pembelajaran keagamaan yang
dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak
kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia
Belanda. Di balik itu, pemerintah kolonial mencurigai peran penting
pondok pesantren dalam mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan
prokemerdekaan di Hindia Belanda.
Madrasah bukan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi
berasal dari dunia Islam Timur Tengah yang berkembang sekitar abad
ke-10 atau 11 M. Kehadiran madrasah di Indonesia menunjukkan
fenomena modern dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Dikatakan modern karena keberanjakan sistem tradisional pendidikan
Islam yang dilaksanakan di masjid, langgar, dan pesantren yang tanpa
batas waktu dan bebas untuk segala usia menuju sistem klasikal,

Ridwan dan Hanafi Pelu 27


penjenjangan, menggunakan fasilitas bangku/papan tulis, bahkan
memulai memasukkan pengetahuan umum dalam kurikulumnya.
Tampaknya, penggunaan istilah “madrasah” di Indonesia adalah untuk
membedakan antara lembaga pendidikan Islam modern dengan lembaga
pendidikan Islam tradisional dan sistem pendidikan Belanda yang
secular.
Kemunculan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak
lepas dari adanya gerakan pembaruan Islam yang diawali oleh usaha
sejumlah tokoh intelektual agama Islam yang kemudian dikembangkan
oleh organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam baik di Jawa, Sumatra,
maupun Kalimantan. Organisasi sosial keagamaan yang menerima
sistem pendidikan modern di Indonesia kemudian berlomba-lomba
mendirikan madrasah yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, sulit
sekali memastikan kapan tepatnya istilah madrasah itu dipakai di
Indonesia dan madrasah mana yang pertama kali didirikan. Tim
penyusun Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia dari Dirjen Binbaga
Depag RI menetapkan bahwa madrasah yang pertama kali didirikan
adalah Madrasah Adabiyah di Padang (Sumatra Barat) yang didirikan
oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.M.
Terlepas dari apa yang ditetapkan Tim dari Depag RI tersebut,
terdapat data bahwa sebelum tahun 1909 itu telah didirikan madrasah
oleh organisasi Jam’iyyatul Khoir pada tahun 1905 M, kemudian di
Surakarta pada tahun 1905 M didirikan Madrasah Manba’ul ‘Ulum oleh
R. Hadipati Sosrodiningrat atas gagasan dan perintah Paku Buwono IX
dengan masa belajar sampai 12 tahun. Di Surabaya berdiri Madrasah
Nahdlatul Wathan, Madrasah Hizbul Wathan dan Madrasah Tasywirul
Afkar. Di Minangkabau didirikan Madrasah Diniyyah (1915) oleh
Zainuddin Labay El-Yunusi, dan Madrasah Diniyyah Putri (1923) oleh
Rahmah El-Yunusiyyah. Selain itu, berdiri pula Madrasah Sumatra

28 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Thawalib (1916) yang merupakan pengembangan dari Surau Jembatan
Besi.
Madrasah di Indonesia berkembang setelah berdirinya organisasi
keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan, seperti Jam’iyyatul
Khair (1905), Muhammadiyah (1912) oleh K.H. Ahmad Dahlan [1869-
1923]), Al-Irsyad (1913) oleh Ahmad Ibn Muhammad Surkatî al-Anshâri
[w.1943]), Mathla’ul Anwar (1916) di Banten, Persis (1923) di Bandung
oleh Haji Zamzam (1894-1952) dan Haji Muhammad Junus serta Ahmad
Hassan (1887-1958), Nahdlatul ‘Ulama (1926) oleh K.H. Hasyim Asy’ari,
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (1928), dan al-Jami’atul Washliyyah
(1930).
Setelah Indonesia merdeka (1945) dan Departemen Agama berdiri
(3 Januari 1946), pembinaan madrasah menjadi tanggung jawab
departemen ini. Sesuai dengan tuntutan zaman dan masyarakat,
Departemen Agama menyeragamkan nama, jenis, dan tingkatan
madrasah yang beragam tersebut, sebagaimana yang ada sekarang.
Berdasarkan komposisi mata pelajaran, madrasah terbagi menjadi dua
kelompok. Pertama, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama
30% sebagai mata pelajaran dasar dan pelajaran umum 70%. Statusnya
ada yang negeri dan dikelola oleh Depag, dan ada yang swasta dan
dikelola oleh masyarakat. Jenjang pendidikannya adalah;
1) Raudlatul Athfal atau Bustanul Athfal (tingkat taman kanak-
kanak);
2) Madrasah Ibtidaiyah (tingkat dasar);
3) Madrasah Tsanawiyah (tingkat menengah pertama), dan
4) Madrasah Aliyah (tingkat menengah atas).
Kedua, madrasah yang menyelenggarakan pendidikan agama
dengan model seluruh mata pelajarannya adalah materi agama, yang
sering dikenal dengan madrasah diniyah. Jenjang pendidikannya;
madrasah diniyah awwaliyyah (tingkat dasar), madrasah diniyah wustha

Ridwan dan Hanafi Pelu 29


(tingkat menengah pertama), dan madrasah diniyah ‘ulya (tingkat
menengah atas). Madrasah diniyah ini pada umumnya berada di masjid
dan pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dan
dikelola oleh masyarakat. Tujuan didirikan madrasah diniyah ini selain
untuk memberikan kesempatan kepada siswa sekolah umum yang ingin
memperdalam ilmu agama, juga untuk mempersiapkan kader-kader
ulama.
Menyikapi kebijakan tersebut, tokoh-tokoh Muslim di Indonesia
akhirnya mendirikan dan mengembangkan madrasah di Indonesia
didasarkan pada tiga kepentingan utama, yaitu;
1) Penyesuaian dengan politik pendidikan pemerintah kolonial;
2) Menjembatani perbedaan sistem pendidikan keagamaan
dengan sistem pendidikan modern; dan,
3) Agenda modernisasi Islam itu sendiri.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan Islam ke
dalam babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan
sistem pendidikan Islam sebagai pranata Pendidikan Nasional. Lembaga-
lembaga pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk
tumbuh dan berkembang serta meningkatkan kontribusinya dalam
pembangunan pendidikan nasional. Di dalam Undang-Undang itu setiap
kali disebutkan sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu
sekolah dasar, selalu dikaitkan dengan madrasah ibtidaiyah, disebutkan
sekolah menengah pertama dikaitkan dengan madrasah tsanawiyah,
disebutkan sekolah menengah dikaitkan dengan madrasah aliyah, dan
lembaga-lembaga pendidikan lain yang sederajat, begitu pula dengan
lembaga pendidikan non formal.
Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam,
memiliki kiprah panjang dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Pendidikan madrasah merupakan bagian dari pendidikan nasional yang

30 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan
nasional atau kebijakan pendidikan nasional. Madrasah telah
memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam proses
pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks
perluasan akses dan pemerataan pendidikan.
Dengan biaya yang relatif murah dan distribusi lembaga yang
menjangkau daerah-daerah terpencil, madrasah membuka akses atau
kesempatan yang lebih bagi masyarakat miskin dan marginal untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan. Walau demikian para penulis
sejarah pendidikan Islam di Indonesia agaknya sepakat dalam menyebut
beberapa madrasah pada periode pertumbuhan, khususnya di wilayah
Sumatera dan Jawa. Mahmud Yunus memasukkan ke dalam madrasah
kurun pertumbuhan ini antara lain Adabiah School (1909) dan Diniah
School Labai al-Yunusi (1915) di Sumatera Barat, Madrasa Nahdlatul
Ulama di Jawa Timur, Madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta,
Madrasah Tasywiq Thullab di Jawa Tengah, Madrasah Persatuan Umat
Islam di Jawa Barat, Madrasah Jami’atul Khair di Jakarta, Madrasah
Amiriah Islamiyah di Sulawesi dan Madrasah Assulthaniyah di
Kalimantan.
Salah satu pilar pendidikan nasional adalah perluasan dan
pemerataan akses pendidikan. Upaya perluasan dan pemerataan akses
pendidikan yang ditujukan dalam upaya perluasan daya tampung satuan
pendidikan dengan mengacu pada skala prioritas nasional yang
memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh siswa dari berbagai
golongan masyarakat yang beraneka ragam baik secara sosial, ekonomi,
gender, geografis, maupun tingkat kemampuan intelektual dan kondisi
fisik. Perluasan dan pemerataan akses memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang
hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era globalisasi.

Ridwan dan Hanafi Pelu 31


Saat ini, di Indonesia, terdapat 38 ribu madrasah. Setiap tahunnya,
madrasah meluluskan dua ratus ribu siswa, tetapi tak sampai sepuluh
persen yang melanjutkan kuliah karena keterbatasan dana; hanya
sekitar 20% yang gurunya PNS, sementara yang non-PNS tidak
mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Apakah 5,5 juta siswa
madrasah dan 456.281 guru madrasah ini bukan warga negara
Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang berbeda? Sebentar
lagi pemilihan presiden dan wakil presiden, entah apakah mereka yang
terpilih akan memperhatikan nasib madrasah atau akan terus meniru
perlakuan penjajah Belanda? Apa pun yang terjadi, madrasah akan terus
ada: cerdas dan mulia!
Pendirian madrasah oleh para pemuka Muslim di berbagai pelosok
negeri memainkan peranan yang sangat penting dalam membuka akses
bagi masyarakat miskin dan terpencil untuk memperoleh layanan
pendidikan. Komitmen moral ini dalam kenyataan tidak pernah surut,
sehingga secara kelembagaan madrasah terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat hingga sekarang. Berdasarkan statisik
pendidikan Islam tahun 2007, laju pertumbuhan madrasah dalam lima
tahun terakhir mencapai rata-rata kisaran 3% per tahun dan lebih dari
50% madrasah berada di luar Jawa yang terdistribusi di daerah
pedesaan. Sumbangan madrasah dalam konteks perluasan akses dan
pemerataan pendidikan tergambar secara jelas dalam jumlah penduduk
usia sekolah yang menjadi siswa madrasah. Pada tahun 2007, jumlah
seluruh peserta madrasah pada semua jenjang pendidikan sebesar
6.075.210 siswa. Adapun Angka Partisipasi Kasar (APK) madrasah
terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada masing-masing tingkatan
adalah 10, 8% MI, 16, 4% MTs, dan 6, 0% MA. Kontribusi APK tersebut
tersebar berasal dari madrasah swasta pada masing-masing tingkatan.
Sumbangan lain dari madrasah dalam pembangunan pendidikan
nasional adalah dalam penuntasan wajib belajar pendidikan dasar

32 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


(wajar dikdas) sembilan tahun. Program wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun pada pendidikan madrasah dikembangkan melalui
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jumlah MI
sebanyak 22.610 buah dengan 3.050.555 siswa. Jumlah MTs sebanyak
12.498 buah dengan 2.531.656 siswa. Jumlah siswa dalam program
wajib belajar pendidikan sembilan tahun terdiri dari 47, 2% siswa MI
dan 31, 8 siswa MTs. Sisanya 21, 0% siswa/santri pondok pesantren
salafiah.
Kontribusi madrasah terhadap penuntasan wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun cukup lumayan besar mencapai 17%.
Meskipun belum tercapai, namun diharapkan sampai tahun 2009 dapat
dituntaskan. Kriteria tuntas adalah angka partisipasi kasar (APK)
mengikuti pendidikan SMP atau Madrasah Tsanawiyah mencapai 95%.
Sampai tahun 2008 baru mencapai sekitar 92, 3%. Angka sisanya yaitu
sekitar 2,7 % diharapkan pada tahun 2009 dapat dicapai angka
partisipasi kasar pendidikan dasar sembilan tahun hingga 95%. Artinya
wajib belajar pendidikan dasar pendidikan dasar sembilan tahun itu
dianggap tuntas, meskipun 95% masih ada sisanya 5%. Angka 5% dari
50 juta anak usia sekolah bisa dikatakan lumayan banyak yang tercecer,
tetapi bisa dianggap selesai.
Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan termasuk Madrasah
Aliyah, kontribusi madrasah dari mulai MI sampai MA terhadap angka
partisipasi mengikuti pendidikan di berbagai jenjang pendidikan secara
agregat atau secara keseluruhan itu bisa mencapai 21%. Bukan angka
sedikit 21% dari sekitar 60 juta penduduk. Artinya masyarakat terutama
madrasah telah memberikan andil pada upaya-upaya pemerintah
menyediakan lembaga-lembaga pendidikan yang cukup besar. Di
samping kenaikan APK, indikator lain dari percepatan penuntasan
program wajib belajar sembilan tahun adalah semakin menurunnya
angka drop out pada tahun 2006 sebesar 0,6 % menjadi 0,4 % pada
tahun 2007 untuk MI dan untuk MTs sebesar 1,06 % pada tahun 2006

Ridwan dan Hanafi Pelu 33


menjadi 1,02 % pada tahun 2007. Pada tahun 2008 angka drop out pada
MI dan MTs diperkirakan turun 1, 04 % sedangkan APK pada MI dan MTs
masing-masing mencapai 14, 75 % dan 20,70 %.
Peran penting dalam rangka perluasan akses masyarakat dari
kelompok marginal tampak secara jelas dari latar belakang keluarga
siswanya. Berdasarkan Statistik Pendidikan Islam Tahun 2007, lebih
dari 92,7% orang tua siswa madrasah berpendidikan sederajat atau
kurang dari SLTA dengan pekerjaan utama sebagai petani, nelayan, dan
buruh (58,0%). Sejalan dengan kondisi ini, 85% berpenghasilan kurang
dari Rp. 1 juta per bulan.Gambaran kondisi orang tua siswa tersebut
menunjukkan bahwa madrasah memiliki aksessibilitas yang tinggi
terhadap siswa dengan latar belakang keluarga masyarakat yang miskin
secara ekonomi.
Aksessibilitas madrasah bagi kelompok marginal juga tercermin
pada aspek kultural, yaitu perannya yang penting dalam gender
mainstreaming bidang pendidikan berkenaan dengan komposisi
siswanya yang sebagian besar kaum perempuan. Realitas ini adalah
prakondisi yang baik bagi pengembangan pendidikan Islam berwawasan
gender dan juga sekaligus menepis tudingan berbagai kalangan bahwa
sikap dan pandangan keagamaan umat Islam cenderung diskriminatif
terhadap perempuan.
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah
sudah tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan sistem
pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga pendidikan madrasah
ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah
ilmu bumi, dan pelajaran umum lainnya. Sedangkan metode
pengajarannya pun sudah tidak lagi menggunakan sistem halaqah,
melainkan sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat, yaitu
dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk
proses belajar mengajar. Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya

34 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


bangga dengan sistem dan lembaga pendidikan Islam madrasah yang
ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan kurikulum pelajarannya
yang sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum pelajaran
umum.
Peran dan kontribusi madrasah yang begitu besar itu pada
gilirannya sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran
Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga
inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di
Indonesia. Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan
Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama
diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah
itu sendiri. Perkembangan serta kemajuan pendidikan Islam terus
meningkat secara signifikan. Hal itu dapat dilihat misalnya pada
pertengahan dekade 60-an,
Madrasah sudah tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh
propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah
pada masa itu sudah mencapai 13.057. Dengan jumlah ini, sedikitnya
1.927.777 telah terserap untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan
yang sama juga menyebutkan jumlah madrasah tingkat pertama
(tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan jumlah murid 87.932.
Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16
madrasah dengan jumlah murid 1.881. Dengan demikian, berdasarkan
laporan ini, jumlah madrasah secara keseluruhan sudah mencapai
13.849 dengan jumlah murid sebanyak 2.017.590. Perkembangan ini
menunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan madrasah
memberikan sumbangan yang signifikan bagi proses pencerdasan dan
pembinaan akhlak bangsa.
Dalam pada itu, meskipun pemerintah melalui departemen agama
sudah banyak melakukan perubahan dan perumusan kebijakan di sana-
sini untuk memajukan madrasah, namun itu belum terlalu berhasil jika

Ridwan dan Hanafi Pelu 35


dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang dalam hal ini dikelola
oleh departemen pendidikan
Karena realitasnya, masyarakat hingga periode 90-an masih
mempunyai sense of interest yang tinggi untuk masuk ke sekolah-
sekolah umum yang dinilainya mempunyai prestise yang lebih baik
daripada madrasah/sekolah Islam (Islamic School). Lebih dari itu,
dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih
terjamin ketimbang masuk ke madrasah atau sekolah Islam. Hal itu bisa
jadi disebabkan oleh image yang menggambarkan lulusan-lulusan
madrasah tidak mampu bersaing dengan lulusan-lulusan dari sekolah-
sekolah umum. Lulusan madrasah hanya mampu menjadi seorang guru
agama atau ustdaz. Sedangkan lulusan dari sekolah umum mampu
masuk ke sekolah-sekolah umum yang lebih bonafide dan mempunyai
jaminan lapangan pekerjaan yang pasti. Dalam konteks kekinian, image
madrasah atau sekolah Islam telah berubah.
Madrasah sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya
diminati oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Melainkan sudah
diminati oleh siswa-siswa yang berasal dari masyarakat golongan kelas
menengah ke atas. Hal itu disebabkan sekolah-sekolah Islam atau
madrasah elit yang sejajar dengan sekolah-sekolah umum sudah banyak
bermunculan. Diantara madrasah atau sekolah Islam itu adalah;
Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam al-Azhar, Sekolah
Islam al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, Madania School, dan lain
sebagainya.
Sebelum mengalami perkembangan seperti sekarang ini,
madrasah hanya diperuntukkan bagi kalangan masyarakat kelas
menengah ke bawah. Namun sejak mulai mengadopsi sistem pendidikan
moderen yang berasal dari Barat sambil tetap mempertahankan yang
sudah ada dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung
iklim pembelajaran siswa dan pengajaran siswa, madrasah (atau sekolah

36 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Islam) sekarang sudah sangat diminati oleh kalangan masyarakat kelas
menengah ke atas. Apalagi madrasah sekarang ini sudah banyak yang
menjalankan dengan apa yang disebut sebagai English Daily. Semua guru
dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus berbicara dalam
bahasa Inggris. Madrasah seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta,
Sekolah Islam Al-Azhar, sekolah Islam Al-Izhar, Sekolah Islam Insan
Cendekia, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh
diantaranya.Kemampuan bahasa asing yang bagus di era globalisasi
seperti sekarang ini mutlak diperlukan.
Oleh karena itu, di beberapa madrasah dan sekolah Islam itu
kemudian tidak hanya memberikan pengetahuan bahasa Inggris saja.
Lebih dari itu, pengetahuan bahasa asing lainnya juga absolut diajarkan
oleh madrasah seperti bahasa Arab misalnya. Atau bahasa Jepang,
Mandarin dan lainnya pada tingkat Madrasah Aliyah. Di samping itu,
dalam menghadapi era globalisasi, madrasah sebagai institusi
pendidikan Islam tidak lantas cukup merasa puas atas keberhasilan yang
telah dicapainya dengan memberikan pengetahuan bahasa asing kepada
para siswanya dan desain kurikulum pendidikan yang kompatibel dan
memang dibutuhkan oleh madrasah. Akan tetapi, justru madrasah harus
terus berpikir ulang secara berkelanjutan yang mengarah kepada
progresivitas madrasah dan para siswanya.
Oleh karena itu, dalam pendidikan madrasah memang sangat
diperlukan pendidikan keterampilan. Pendidikan keterampilan ini bisa
berbentuk kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan intra kurikuler yang
berupa pelatihan atau kursus komputer, tari, menulis, musik, teknik,
montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan olahraga seperti
sepak bola, basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya. Dari
pendidikan keterampilan nantinya diharapkan akan berguna ketika para
siswa lulus dari madrasah. Karena jika sudah dibekali dengan
pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang tidak dapat
melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas

Ridwan dan Hanafi Pelu 37


misalnya, maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah
didapatnya ketika di madrasah tidak akan kesulitan lagi dalam upaya
mencari pekerjaan. Jadi, kiranya penting bagi madrasah untuk
mengembangkan pendidikan keterampilan tersebut. Sebab, dengan
begitu siswa akan langsung dapat mengamalkan ilmunya setelah lulus
dari madrasah atau sekolah Islam. Namun semua itu tentunya harus
dilakukan secara profesional.Dengan adanya pendidikan keterampilan
di sekolah-sekolah Islam atau madrasah, lulusan madrasah diharapkan
mampu merespon tantangan dunia global yang semakin kompetitif. Dan
nama serta citra madrasah juga tetap akan terjaga. Karena ternyata
alumni-alumni madrasah mempunyai kompetensi yang tidak kalah
kualitasnya dengan alumni sekolah-sekolah umum.
Solusinya adalah dengan mempertimbagkan kembali ide yang
sebenarnya sudah lama disuarakan oleh beberapa kalangan, yaitu
adanya pendapat yang menginginkan pendidikan satu atap di negeri ini.
Seperti yang diungkapkan bahwa fenomena penganaktirian madrasah
sesungguhnya adalah konsekwensi dari pemberlakuan dualisme
manajemen pendidikan di negeri ini yang berlangsung sudah sejak lama.
Maka terkait dengan masalah dualisme pendidikan ini, ide tentang
pendidikan satu atap ini juga layak kembali dipertimbangkan.
Berdasarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri, yaitu
Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri
Dalam Negeri nomor 6 Tahun 1975, nomor 037/U/1975, dan nomor 36
Tahun 1975 tentang Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah
ditetapkan beberapa hal antara lain:
1. Standar pelajaran umum pada madrasah sama dengan sekolah
umum.
2. Ijazah madrasah mempunyai nilai yang sama dengan ijazah
sekolah umum.

38 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


3. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat
lebih atas.
4. Siswa madrasah diperbolehkan pindah ke sekolah umum yang
setingkat.
5. Lulusan madrasah aliyah dapat melanjutkan ke perguruan tinggi
umum dan agama.
6. Kurikulum madrasah aliyah terdiri dari dua jenis program pilihan,
yakni program pilihan A terdiri dari: ilmu-ilmu agama (A1), ilmu-
ilmu fisika (A2), ilmu-ilmu biologi (A3), ilmu-ilmu sosial (A4), serta
ilmu-ilmu budaya (A5), dan program pilihan B (belum
dikembangkan).
Sejak tahun ajaran 1987/1988, berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 73 Tahun 1987, muncul Madrasah Aliyah Model baru
yaitu Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Tujuannya untuk
mempersiapkan siswa agar memiliki kemampuan dasar dalam bidang
ilmu agama Islam dan bahasa Arab yang diperlukan untuk melanjutkan
ke IAIN (Institut Agama Islam Negeri) atau dapat langsung bekerja di
masyarakat dalam bidang pelayanan keagamaan. Program ini mencakup
pelajaran agama 65% dan umum 35%. Setiap MAPK dilengkapi dengan
laboratorium, perpustakaan kitab, mushalla dan asrama. MAPK
menerima siswa lulusan madrasah tsanawiyah dengan persyaratan:
Nilai Ebtanas Murni (NEM) termasuk dalam peringkat satu sampai
sepuluh besar, nilai mata pelajaran agama dan bahasa Arab
berkualifikasi baik, dan lulus seleksi kemampuan penguasaan bahasa
Arab. MAPK ini sejak tahun ajaran 1987/1988 telah dibuka di beberapa
Madrasah Aliah Negeri (MAN) sebagai pilot project, yaitu MAN Ciamis,
MAN Yogyakarta, MAN Jember, Padang Panjang dan MAN Ujung
Pandang.
Pada akhir dekade 1980-an terjadi pengintegrasian madrasah
dalam sistem pendidikan nasional, yakni dengan lahirnya Undang-

Ridwan dan Hanafi Pelu 39


undang N0. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
yang menegaskan bahwa pendidikan keagamaan menjadi salah satu
jenis pendidikan di Indonesia, di samping pendidikan akademik,
pendidikan profesional, dan pendidikan kejuruan. Implikasi dari UUSPN
terhadap pendidikan madrasah dapat dilihat dari kurikulum semua
jenjang madrasah, dari ibtidaiyah sampai ‘aliyah. Secara umum,
penjenjangan madrasah paralel dengan penjenjangan pada lembaga
pendidikan umum (SD, SMP dan SMA).
Tahun 1993 Menteri Agama mengeluarkan Kepmen Agama nomor
372 tahun 1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri Khas
Agama Islam, bahwa MI dan MTs melaksanakan kurikulum nasional SD
dan SLTP. Dari ketentuan yang terintegrasi itu, MI pada dasarnya adalah
“SD berciri khas Islam”, dan MTs adalah “SMP berciri khas Islam”.
Keduanya termasuk pendidikan dasar. Adapun Madrasah ‘Aliyah pada
dasarnya dikategorikan sebagai “SMU berciri khas Islam”.
Dengan adanya SKB Tiga Menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun
1975, nomor 037/U/1975, dan nomor 36 Tahun 1975 tentang
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, Keputusan Menteri
Agama nomor 73 tahun 1987, dan Undang-undang No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka dapat dikatakan bahwa
secara politik pemerintah telah ikut serta dalam upaya pengembangan
pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, status madrasah
menjadi sejajar dengan lembaga pendidikan umum lainnya. Yang
membedakan antara MI/MTs dengan SD/SMP terletak pada beban mata
pelajaran agama dan muatan lokal. Pada SD dan SMP mata pelajaran
agama mendapat porsi 2 jam seminggu, sementara muatan lokalnya
mendapat porsi berturut-turut 2, 2, 4,5,7,7 dan 6, 6, 6. Sebaliknya di MI
dan MTs, 2 jam untuk muatan lokal, dan agama mendapat porsi 4, 4,
6,7,7,7 dan 9, 9, 9. Di samping dengan mengkonversi jatah waktu untuk

40 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


muatan lokal, jumlah jam mata pelajaran agama juga diperoleh dengan
menambah jam ekstra.
Dengan adanya pengakuan kesederajatan MI/SD dengan
MTs/SMP diperlukan motivasi tenaga kependidikan untuk mewujudkan
madrasah sebagai sekolah unggul. Pada saat ini, masih berkembang di
tengah masyarakat pandangan konsep keunggulan ini sebagai
kehebatan sesaat-setempat yang melebihi kehebatan umum di
lingkungannya. Oleh karena itu, banyak lembaga atau instansi yang
didirikan berumur pendek, lalu mati bersama pendirinya. Bahkan, tidak
sedikit yang bangkrut sebelum pendirinya mati. Konsep keunggulan
seperti itu cocok dengan orientasi uang, jangka pendek, dan
fragmentaris.
Selain itu, dalam perkembangan Madrasah di Indonesia, maka
melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 810 tahun 2017 Nama
Madrasah Aliyah Negeri, Madrasah Tsanawiyah Negeri, dan Madrasah
Ibtidaiyah Negeri
Kementerian Agama mengeluarkan peraturan tentang perubahan
nama Madrasah Aliyah Negeri, Tsnawiyah Negeri, dan Madrasah
Ibtidaiyah Negeri dengan surat keputusan menteri (KMA) Nomor 810
tahun 2017.
KMA Nomor 810 tahun 2017 bertujuan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Agama Nomor 90 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah.
Menurut Prof. Mastuhu, pada era globalisasi ini keunggulan adalah
kehebatan yang terus tumbuh secara konsisten, tidak pernah berakhir,
dan berumur melampaui umur pendiri atau pengelolanya. Jika demikian,
maka madrasah atau sekolah unggul adalah madrasah yang secara
konsisten dan terusmenerus tumbuh berkembang dengan
mempertahankan mutu lembaga itu sesuai dengan yang dicitacitakan
pendirinya, bahkan diupayakan terus ditingkatkan mutunya.

Ridwan dan Hanafi Pelu 41


Dalam konsep keunggulan ini, kebesaran lembaga menjadi titik
pusatnya, bukan pendiri atau pengelolanya. Keunggulan pendiri atau
pengelola terletak pada pribadinya yang visioner. Visi itulah yang harus
dibawa oleh instansi yang dikelola untuk dilaksanakan dan
dikembangkan. Oleh pendiri visioner, lembaga dipandang sebagai
learning organization (organisasi pembelajaran dalam perspektif untuk
mengembangkan institusi dan kariernya di masa depan), bukan earning
organization (tempat mencari penghasilan). Pepatah mengatakan, “apa
yang bisa anda berikan, bukan apa yang akan anda dapatkan”.
Keberadaan sekolah/madrasah unggulan sebagai subsistem
pendidikan nasional perlu dipertahankan dan dikembangkan. Namun
demikian, pendidikan ini akan mampu memberikan sumbangan yang
berarti jika disertai dengan metodologi modern dan Islami. Untuk itu,
diperlukan guru yang mampu mendidik dan mengajar dengan
metodologi yang sesuai dengan tantangan zaman, mata pelajaran yang
memberi wawasan dan kesempatan dalam persaingan global dan sistem
pengelolaan pendidikan yang modern.
Hal itu didukung dengan adanya beberapa temuan yang
disampaikan Fazlur Rahman menyoal sistem pendidikan agama
(madrasah) di beberapa negara muslim. Temuan itu adalah: pertama,
adanya dikotomi pemberian mata pelajaran antara ilmu agama dan ilmu
umum. Artinya, siswa madrasah tidak secara sinergi memperoleh kedua
ilmu tersebut. Siswa hanya memperoleh salah satu dari keduanya.
Akibatnya, mereka mengalami hambatan kompetensi dalam persaingan
studi lanjut dan pengembangan karir. Kedua, adanya dikotomi sistem
pengelolaan antara pendidikan agama dan umum. Hal ini merupakan
implikasi dari adanya dikotomi perlakuaan atas dua kutub mata
pelajaran tersebut di atas terhadap siswa. Jika ingin menggeluti ilmu
umum, maka harus sekolah di sekolah umum semisal SD, SMP, SMU dan
PTU/PTUN dan sebaliknya yang berminat menekuni ilmu agama maka

42 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


harus sekolah diniyah semisal: MI, MTS, MA dan STAIN/IAIN. Ketiga,
adanya orintasi pendidikan semata-mata hanya untuk tujuan akhirat.
Sekolah agama (madrasah) hanya mencetak siswanya menjadi ahli
akhirat (kuat iman dan taqwanya/ IMTAK); pandai agama, hafal Qur’an
dan hadist, menguasai ilmu ushul fiqih dan sejenisnya. Tidak ada
orientasi dari madrasah untuk mencetak ahli dunia yang handal dan
profesional (kuat ilmu pengetahuan dan teknologinya/IPTEK). Keempat,
madrasah tidak didukung dengan ketersediaan buku-buku yang relevan
dengan kebutuhan pembelajaran siswa.Kelima, madrasah kurang
memiliki banyak guru dan pengajar yang kreatif dan inovatif dalam
proses pembelajaran dan pengembangan siswa dan madrasah.
Fenomena ini disinyalir karena pihak madrasah memiliki “beban
psikologis” untuk menerapkan mata pelajaran umum yang berkonotasi
“barat”. Ada pandangan bahwa pelajaran umum seperti ilmu
pengetahuan umum dan teknologi merupakan hasil dari cipta karya
barat yang merupakan “musuh” umat Islam. Keengganan ini
mengkondisikan siswa madarasah rigid dan kaku pada penerimaan hal
baru; penguasaan bahasa Inggris, ilmu hitung, ilmu alam dan teknologi.
Adapun yang menjadi keprihatinan masyarakat Islam khususnya, siswa
madrasah mengalami split personality yaitu keterpecahan diri karena
tidak mampu menghadapi tantangan global.
Dari beberapa problem tersebut di atas, Fazlur Rahman
memberikan beberapa tawaran. Pertama, memiliki sikap positif pada
perubahan dan hadirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Sikap positif
ini perlu dibangun guna mewujudkan alam perubahan di era global.
Untuk mengejar ketertinggalan di bidang IPTEK, Prof Mastuhu
berpendapat yakni dengan jalan alih teknologi yaitu membeli lisensi
untuk memproduksi barang-barang dagangan yang ada dipasar dengan
sains dan teknologi yang sudah dipersiapkan oleh pihak penjual lisensi
yang berada di luar negeri. Kedua, terdapat perubahan dalam metode
mengajar yakni dari pasif ke heuristik, dari mekanis ke kreatif, dari

Ridwan dan Hanafi Pelu 43


stretegi menguasai materi sebanyak-banyaknya menjadi menguasai
metodologi yang kuat, dari memandang dan menerima ilmu sebagai hasil
final yang mapan menjadi memandang dan menerima ilmu dalam
dimensi proses. Demikian juga dengan fungsi pendidikan, bukan hanya
mengasah dan mengembangkan akal tetapi mengolah dan
mengembangkan hati (moral) dan keterampilan.
Ketiga, membekali guru dan pengajar dengan paradigma mengajar
yang kreatif; mengubah cara belajar dari model warisan menjadi cara
belajar yang pemecahan masalah, dari hafalan dan siap untuk diberikan
pelatihan-pelatihan ilmu umum (IPTEK). Tenaga pengajar yang dari ilmu
umum siap untuk dibekali penguasaan IMTAK. Kelima, mengingat siswa
merupakan amanah yang harus diberdayakan, maka madrasah seperti
dijelaskan oleh Prof Mastuhu harus menumbuhkembangkan
kemampuan belajar sendiri (laerning ability) bagi siswa dalam rangka
menemukan jati diri dan menyongsong masa depan. Ada beberapa sikap
yang harus dikembangkan; pertama, copyng, kemampuan memahami
gejala, atau fenomena, informasi, dan makna dari setiap peristiwa yang
dihadapi atau dialami.
Kedua, accomodating, kemampuan menerima pendapat dari luar
yang benar dan melepaskan pendapat sendiri apabila ternyata keliru.
Ketiga, anticipating, kemampuan untuk mengantisipasi apa yang bakal
terjadi, berdasarkan fakta, data dan pengalaman empiris menurut
kaidah-kaidah keilmuan. Keempat, reorienting, kemauan dan
kemampuan mendefinisikan kembali atau memperbaiki orientasi sesuai
dengan tantangan zaman dan berdasarkan bukti-bukti yang ada serta
alasan-alasan yang rasional. Kelima, selecting, kemampuan memilah-
milah dan memilih yang terbenar, terbaik, dan paling mungkin
diwujudkan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Siswa di masa depan
akan menghadapi bahaya over choice, kelebihan pilihan dan peluang.
Keenam, managing, kemampuan mengelola dan mengendalikan, lengkap

44 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dengan kemampuan mengambil keputusan. Ketujuh, developping,
kemampuan mengembangkan pelajaran dan pengalaman yang telah
diperolehnya sehingga menjadi cara baru yang menjadi milik atau
penemuannya untuk menghadapi suatu masalah. Dan kedelapan, untuk
menjamin ketujuh hal itu dan agar tetap berada di alur yang benar, maka
diperlukan kemampuan berijtihad, memahami ajaran agama secara
benar, mendalam, dan utuh sehingga perilakunya sebagai manusia
modern tetap berada dalam panduan iman dan taqwa.
Islam yaitu agama yang merupakan rahmatanlil'alamin yang
membawa berkah dan rahmat bagi seluruh alam semesta besrta segenap
seluruh isinya. Agama yang mendatangkan kedamaian bagi seluruh umat
manusia, dan ini sudah tergambar jelas di Indonesia dimana penyebaran
Agama Islam dilakukan secara damai antaralain oleh pedagang gujarat
melalui media perdagangan atau pernikahan antara kaum pribumi dan
pendatang.
Awal pembelajaran agama Islam ini dilaksanakan secara informal
disurau-surrau dan lama kelamaan proses mengajar ini dilembagakan
dalam bentuk pesantren dan dilengkapi dengan asrama. Menurut "KH.
Hasyim Muzadi" Pesantren lahir di Indonesia untuk mensyariatkan
orang-orang dan masyarakat yang baru masuk Islam. Jadi Wali Songo
masuk dan mengislamkan orang secara masal dan secara keyakinan
akan tetapi secara aturan hukum Islam belum mendalami, priode
selanjutnya memerlukan pendidikan formalnya sehingga dengan
demikian lahirlah pesantren yang melakukan formulasi terhadap ajaran-
ajaran yang bersifat tradisional. Pesantren lahir di Indonesia oleh
masyarakat, dengan demikian tidak ada campur tangan pemerintah
ketika itu apalagi pemerintah belanda. Kalau sekolah itu menyajikan
keilmuan dan kalau pesantren menyajikan kehidupan.
Asimilasi nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai tradisional yang ada di
masyarakat inilah yang menyebabkan islam mudah diterima dan

Ridwan dan Hanafi Pelu 45


berkembang pesat keseluruh jawa dan kepulau-pulau lainnya di
indonesia. Dalam perkembangannya pesantren tidak lagi sebagai pusat
pendidikan tetapi juga menjadi pusat peradaban. Nilai-nilai keagamaan
dan bermasyarakat menyebar melalui jaringan santrinya ke berbagai
penjuru daerah pulau-pulau lain di pulau jawa dan bahkan ke luar negri.
Untuk menjaga kemandirian pesantren mengembangkan berbagai unit
usaha yang dilengkapi program keterampilan untuk memperdayakan
masyarakat sekitar.
Berdasarkan penjelasan di atas, hemat penulis ketika semangat
otonomi pendidikan menjadi isu sentral dalam reformasi pendidikan
nasional, maka madrasah seharusnya include dalam semangat otonomi
itu. Ada banyak alasan ilmiah yang menguatkan bahwa otonomi
pendidikan diyakini akan mendatangkan kemaslahatan terhadap
peningkatan kualitas pendidikan nasional di masa datang.
Madrasah pada awalnya merupakan perkembangan dari institusi
pendidikan Islam di surau/masjid dan pesantren. Selanjutnya, madrasah
tidak selalu harus memiliki penekanan yang sama dengan institusi yang
membidani kelahirannya, serta harus bisa bersama-sama tumbuh
berkembang dan saling melengkapi. Perkembangan madrasah tidak
sepenuhnya merupakan kelanjutan lembaga pendidikan tradisional
yang sudah ada sebelumnya. Undang-undang No.20/2003 telah
menegaskan bahwa madrasah dalam banyak hal, seperti dalam hal
kedududukan, status, dan kurikulum sama persih dengan sekolah umum,
maka secara yuridis ide pendidikan satu atap ini sesungguhnya telah
memiliki landasan hukum yang sangat kuat.

46 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


A. Pendidikan

P
entingnya pendidikan di Indonesia termasuk ke dalam langkah
pemerintah melalui Kementerian dan lembaga, untuk
mencerdaskan anak bangsa. Salah satunya adalah pendidikan
karakter, untuk mengiringi tumbuh kembang manusia mulai dari anak
usia dini hingga tingkat universitas. Pendidikan telah menjadi
program Nasional yang terus dikembangkan, untuk
mencapai standar sumber daya manusia era globalisasi.
Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.
Secara etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa
Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin”
dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan
“menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif
pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap
pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti
prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau
magang.

Ridwan dan Hanafi Pelu 47


Selain itu, kata pendidikan dalam bahasa inggris disebut dengan
education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum
yang tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti
sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit banyak,
sedangkan Duco berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi,
Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan
kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Djumali (2013:1) pendidikan adalah wahana untuk
mempersiapkan manusia dalam problem kehidupan dimasa kini
maupun dimasa mendatang. Peran pendidikan sangat penting untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
berkompetensi dalam ilmu pengetahuan maupun teknologi. Oleh karena
itu, perkembangan ilmu pengetahuan harus diperbaiki untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa
pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas
pendidikan.Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat
sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering
tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan
home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum
bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan
memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan
harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

48 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih
berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya
tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Oleh karena itu, peran pendidikan sangat penting bagi kehidupan
manusia. Berikut ini beberapa pendapat pendidikan menurut ahli, antara
lain;
1. Ki Hajar Dewantara memberikan pendapatnya bahwa, pendidikan
terlahir didukung oleh alam semesta untuk mendorong potensi
anak-anak. Pendidikan dibuat agar dapat menggapai kenyamanan
hidup sebagai bagian dari masyarakat.
2. Ahmad D. Marimba mengungkapkan bahwa, pendidikan
merupakan pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar untuk
membentuk kepribadian siswa melalui bimbingan jasmani dan
rohani.
3. Menurut H.H.Horne, definisi pendidikan diartikan sebagai sarana
yang digunakan masyarakat untuk meneruskan kehadirannya,
dalam memberi pengaruh pada diri sendiri serta memelihara
prinsipnya.
4. Martinus Jan Langeveld menyebutkan bahwa, arti pendidikan
yaitu suatu usaha membantu anak-anak untuk dapat menjalankan
kewajibannya sebagai manusia, tanpa bergantung kepada orang
lain dan melatih tanggung jawabnya. Menurutnya, pendidikan juga
berarti sebagai sebuah upaya orang dewasa dalam menuntun
manusia yang lebih muda untuk ke arah dewasa.
5. Gunning dan Kohnstamn mengatakan pendapatnya bahwa,
pendidikan memiliki pengertian yakni sebuah proses
terbentuknya kepribadian dengan mengikuti hati nurani secara
nilai hidup yang baik dan benar.

Ridwan dan Hanafi Pelu 49


6. Menurut Stella Van Petten Henderson, pendidikan berarti
gabungan dari proses tumbuh dan berkembangnya kepribadian
dan peninggalan berharga dalam bentuk aktivitas sosial.
7. Carter V. Good menyatakan bahwa, pendidikan merupakan proses
berkembangnya keahlian seseorang dalam menentukan sikap dan
perbuatan sebagai anggota masyarakat, yang mendapat pengaruh
dari tempatnya berada seperti rumah atau sekolah.
Pendidikan di Indonesia diatur ke dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003. Menurut undang-undang tersebut, pendidikan
merupakan upaya sadar dan terorganisir dalam rangka menciptakan
suasana bimbingan dan pengajaran. Pembelajaran tersebut dilakukan
secara aktif untuk siswa demi meningkatkan kemampuan pribadi.
Sehingga memiliki pengetahuan keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, hingga keterampilan dalam
kehidupan bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara.
Sedangkan, menurut pendapat lain tentang konsep pendidikan,
yitu; istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya
awalan “pe” dan akhiran “kan” yang mengandung arti “perbuatan” (hal,
cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa
Yunani yaitu “Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris
dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam
bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang
berarti pendidikan.
Pendidikan sendiri pada dasarnya adalah usaha sadar untuk
menumbuh-kembangkan potensi sumber daya manusia dengan cara
mendorong dan menfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail,
dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, bab I, pasal I, tentang
“Sistem pendidikan Nasional”, bahwa pendidikan didefinisikan sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

50 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


proses belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan juga merupakan salah satu aspek pembangunan yang
menempati posisi strategis, dimana keberadaannya mampu mengelola
suatu input yang hasilnya nanti mampu menjadi pelaku pembangunan di
segala bidang. Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan bagian
dari pendidikan Islam dimana tujuan utamanya ialah membina dan
mendasari anak didik dengan nilainilai agama sekaligus mengajarkan
ilmu agama Islam sehingga mampu mengamalkan syariat Islam secara
benar dan sesuai dengan pengetahuan agama.
Pada dasarnya dalam bidang pendidikan sendiri, siswa
menginginkan dunia pendidikan sekolah sebagai tempat yang selalu
dinamis dan tidak membosankan agar tercipta suatu proses
pembelajaran yang menyenangkan. Suasana pembelajaran yang
menyenangkan akan berkesan menarik minat siswa untuk terlibat
secara aktif, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai secara
maksimal. Karena proses pembelajaran merupakan inti dari aktivitas
pendidikan di sekolah sehingga perlu adanya penataan lingkungan
sekolah dalam rangka menciptakan situasi yang tenang dan baik untuk
kegiatan belajar. Di samping itu perlu adanya komunikasi yang harmonis
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya serta dengan guru
sebagai pendidik agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik.
Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan
salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1
disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

Ridwan dan Hanafi Pelu 51


spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
mengembangkan segala potensi yang dimiliki siswa melalui proses
pembelajaran. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa siswa adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.
Bendara Raden Tumenggung Harya Suwardi Soerjaningrat yang
lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara (1961: 2) mengatakan
dalam bukunya bahwa usaha-usaha pendidikan (tari) ditujukan pada (a)
halusnya budi, (b) cerdasnya otak dan (c) sehatnya badan. Ketiga usaha
itu akan menjadikan lengkap dan laras bagi manusia. Dengan demikian
pendidikan merupakan usaha untuk membentuk manusia yang utuh
lahir dan batin, yaitu cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. Ki Hadjar
Dewantara juga menegaskan bahwa pendidik harus memiliki konsep 3
kesatuan sikap yang utuh, yakni; ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, dan tut wuri handayani. Pengertiannya, bahwa sebagai
pendidik harus mampu menjadi tauladan bagi siswanya, pendidik juga
mampu menjagakeseimbangan, juga dapat mendorong, dan
memberikan motivasi bagi siswanya. Trilogi pendidikan ini diserap
sebagai konsep “kepemimpinan Pancasila”.
Menurut Syah dalam Chandra (2009: 33) dikatakan bahwa
pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mempunyai arti
memelihara dan memberi latihan. Kedua hal tersebut memerlukan
adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan tentang kecerdasan pikiran.
Pengertian pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan melihat definisi
tersebut, sebagian orang mengartikan bahwa pendidikan adalah
pengajaran karena pendidikan pada umumnya membutuhkan

52 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pengajaran dan setiap orang berkewajiban mendidik. Secara sempit
mengajar adalah kegiatan secara formal menyampaikan materi
pelajaran sehingga siswa menguasai materi ajar.
Dalam konsep tradisional Jawa, teori pendidikan dikemukakan
lewat syair tembang Pocung (Lagu Jawa), yang berbunyi sebagai berikut:
Ngelmu iku
Saranane kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya bodya penekese dur angkara;
(Ilmu itu Mencarinya dengan berusaha secara tulus
Niat (mencari ilmu) dengan tekad yang bulat dan kokoh
Maksud kata “kas” adalah dorongan kekuatan iman (kebulatan
tekad) di dalam mecari ilmu
Sesungguhnya usaha ini berfungsi untuk menahan hawa nafsu);
Dari konsep tersebut menjelaskan bahwa pendidikan itu penting
artinya bagi kehidupan manusia, baik berfungsi bagi pendewasaan
manusia secara lahiriah dan batiniah maupun pendewasaan bagi sikap
dan perilaku yang menuju pada cita-cita manusia “ideal” atau manusia
“utama”. Berikut ini juga pendidikan dalam salah satu syair pada
tembang Sinom:
Nuladha laku utama,
Tumraping wong tanah Jawi
Wong agung ing Ngeksiganda
Panembahan Senapati
Kepati amarsudi
Sudanen hawa lan nepsu
Pinesu tapa brataTanapi ing siang ratri

Ridwan dan Hanafi Pelu 53


Amemangun karyanak tyas ing sasama
(Mencontoh perilaku yang utama
Untuk orang di tanah Jawa
Wong Agung di Ngeksiganda
Panembahan Senopati
Sampai mati mencari
Kurangilah keinginan dan nafsu
Sesungguhi semedi
Tiap siang dan malam hari
Membuat harmonis kehidupan hati semua orang).
Dua tembang di atas sudah bisa untuk memberi pengertian bahwa
pendidikan itu sangat penting dan diperlukan oleh manusia. Pendidikan
itu sangat luas, dapat berupa ilmu, dapat berupa pergaulan dengan
sesama, dapat dengan membuat orang lain senang. Kekokohan dalam
mencari ilmu adalah bukti bahwa ilmu itu memang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Apalagi sekarang ini kehidupan sudah beraneka
ragam kebutuhannya sebagai akibat dari globalisasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan sangat luas
bisa secara formal lewat lembaga - dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi dan pendidikan juga bisa diperoleh dari dalam lingkungan baik
keluarga maupun maupun masyarakat.
Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai
perguruan tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur
hidup sejak lahir hingga dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas pendidikan anak usia dini yang nota bene anak-
anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang mengajarkan nilai-
nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan potensi
diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 BAB 1

54 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk siswa yang masih kecil
adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan
program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar (Endaswara, Suwardi. 2012: 12).
Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas 2004: 4),
yaitu:
1. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak;
2. Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya;
3. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik;
4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi;
5. Mengembang ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang
dimiliki anak; dan
6. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.
Oleh karena itu, maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai
positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian
pendidikan bagi siswa yang masih kecil merupakan landasan yang tepat
sebelum masuk pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia
dini merupakan pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan untuk
mengembangkan sosialisasi anak, menumbuhkan kemampuan sesuai
dengan perkembangannya, mengenalkan lingkungan kepada anak, serta
menanamkan disiplin, karena secara tidak langsung dapat menanamkan
atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai sosial kepada anak. Jadi dari
uraian konsep pendidikan seperti tersebut dalam pendahuluan, dapat
dipahami makna dan kepentingan pendidikan secara hakiki bagi
manusia, Dedi Mulyasana. 2012: 4.
Pendidikan mengandung arti bimbingan yang dilakukan oleh
seseorang (orang dewasa) kepada anak-anak, untuk memberikan
pengajaran, perbaikan moral dan melatih intelektual. Bimbingan kepada
anak-anak dapat dilakukan tidak hanya dalam pendidikan formal yang

Ridwan dan Hanafi Pelu 55


diselenggarakan pemerintah, akan tetapi peran keluarga dan
masyarakat dapat menjadi lembaga pembimbing yang mampu
menumbuhkan pemahaman dan pengetahuan.
Berperannya keluarga dan masyarakat dalam melakukan
bimbingan pengetahuan, sejalan dengan definisi pendidikan menurut
Edgar Dalle yang menjelaskan bahwa pendidikan sebagai usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan
siswa agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tetap untuk masa yang akan datang.
Hal senada juga dijelaskan oleh Abdurrahman Saleh Abdullah yang
menjelaskan pendidikan sebagai proses yang dibangun masyarakat
untuk membawa generasi-generasi baru kearah kemajuan dengan cara-
cara tertentu sesuai dengan kemampuan yang berguna untuk mencapai
tingkat kemajuan paling tinggi.
Untuk itu dalam dunia pendidikan, keluarga, sekolah dan
masyarakat merupakan tri pusat pendidikan. Ketiga lembaga ini
mempunyai peranan yang sama untuk mengantarkan manusia menjadi
makhluk yang berbudaya dan berpengetahuan. Pola pendidikan yang
dikembangkan dalam keluarga adalah pendidikan informal berupa
pembentukan pembiasaan-pembiasaan dan cara melakukan kegiatan
sehari-hari seperti cara makan, berbicara, berpakaian, tatakrama dan
lain-lain. Pendidikan di keluarga merupakan pijakan awal dalam
meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak. Hal ini sebagaimana
di katakana Unang Wahidin bahwa: “keluarga sering disebut sebagai
lembaga pertama dan utama bagi pendidikan anakanakyang dilahirkan.
Disebut lembaga pertama, karena setiap anak manuisia yang dilahirkan
pasti berbeda dalam sebuah keluarga dan dan menerima pendidikan
pertama dari keluarga sebelum lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

56 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Pendidikan pertama yang diberikan sesuai denga system pendidikan
yang berlaku dimana keluarga tersebut berbeda. Dan keluarga disebut
lembaga utama dalam dalam pendidikan anak, karena keluarga memang
peranan paling penting dalam pendidikan anak yang dilahirkan bila
disbanding dengan lembaga-lembaga lainnya.
Sedangkan pola pendidikan di sekolah bersifat formal, dimana
anakanak akan dibekali dengan ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sosialisasi dengan lingkungan sekolah. Di masyarakat pola pendidikan
yang dikembangkan adalah pendidikan nonformal berupa pengalaman
hidup dan sosialisasi dan berinteraksi dengan berbagai bahasa, suku
bangsa, agama dan lain-lain. Dengan adanya sinergitas peran lembaga
keluarga, sekolah dan masyarakat dalam memberikan pendidikan, akan
menciptakan generasi terdidik yang dapat menjadi tolok ukur
keberhasilan pendidikan suatu negara sehingga dapat menghantarkan
kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan.
Oleh karena itu, untuk menciptakan generasi sukses dan terdidik,
Ali bin Abi Thalib (dalam Dedi Mulyasana 2012) mengingatkan kepada
orang tua dan para pendidik untuk memberikan bimbingan dan
pengajaran dengan ilmu dan pola pendidikan agar mereka dapat hidup
di zamannya yang sudah pasti berbeda dengan zaman orang tua dan
pendidiknya. Hal ini dapat dirasakan saat ini, dimana informasi dan
teknologi sudah sangat maju dan akses juga peluang hidup cukup
terbuka, hal ini mengisyaratkan bahwa kehidupan bersifat aktif dan
dinamis, untuk itu perlunya mempersiapkan generasi handal yang dapat
bersaing sehat dan berdaya guna.
Sumber daya manusia yang handal merupakan penggerak utama
dalam melestarikan dan menciptakan sumber daya alam yang potensial
yang dapat digunakan untuk kelangsungan kehidupan manusia di bumi
ini, hal ini sesuai dengan konsep pendidikan menurut M. Ilyasin yang
mendefinisikan pendidikan sebagai upaya dalam mempersiapkan

Ridwan dan Hanafi Pelu 57


sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai
tuntunan pembangunan bangsa.
Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan- kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke
arah alam dan sesama alam. Jhon Dewey merupakan merupakan tokoh
pembaharu pendidikan abad 20, konsep pendidikan beraliran
pendidikan progresif, dimana menempatkan pendidikan terpusat pada
anak agar pengetahuan terorganisasi dipelajari demi tujuan-tujuan lain
yang lebih besar.
Sedangkan Pendidikan menurut Ivan Illich adalah proses
memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan
memberdayakan diri dengan mempertimbangkan aspek penyadaran,
pencerahan, pemberdayaan dan perubahan perilaku. Hal ini
memberikan isyarat perlunya mempersiapkan generasi yang dapat
menciptakan peluang kerja dengan berbagai keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki dengan tetap menjadikan pendidikan moral
sebagai prioritas.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba dalam buku Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Definisi tersebut, menjelaskan bahwa perlunya melakukan pendidikan
yang berkaitan dengan aspek jasmani (fisik) dan rohani (psikis) sehingga
dengan pendidikan jasmani dan rohani yang seimbang akan
menghasilkan generasi yang cerdas intelektual serta soleh spiritual.
Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
kemaslahatan dan kebahagiaan setinggitingginya. Dalam makna yang
lebih luas, ungkapan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan juga

58 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dapat di definisikan sebagai penuntun, pembimbing, dan petunjuk arah
bagi para siswa agar mereka dapat tumbuh menjadi dewasa sesuai
dengan potensi dan konsep diri yang tertanam dalam diri sebenarnya.
Selain itu, pendidikan menurut pandangan Islam menjelaskan
pendidikan dengan berbagai istilah, salah satu istilah yang dapat
mewakili dan memberikan rujukan mengenai konsep pendidikan adalah
At-tarbiyyah. Kata “At-tarbiyyah”, berasal dari kata rabb yang berarti
membina/ menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap hingga
mencapai batas yang sempurna.
Kata “At-tarbiyyah”, yang berkaitan dengan pendidikan dapat
ditemukan dalam Al-Qur‟an Surat Ali- Imran/3: 79: “Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya".
Kata “rabbȃnȋ”, mengandung pengertian orang yang sempurna
ilmu dan takwanya kepada Allah S.W,T. Rabbȃnȋ adalah orang-orang
yang memiliki ilmu pengetahuan yang sempurna yang terpanggil untuk
mengajarkan ilmu dan kemampuan wawasan pengetahuan untuk
disebarkan kepada masyarakat, dalam makna sederhana kata “rabbȃnȋ”
dapat diartikan sebagai pengajar atau pendidik.
Zakiyah Daradjat mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu
usaha untuk membina dan mengasuh siswa agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh serta menghayati tujuan,
yang pada akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup.
Dalam Islam, pendidikan merupakan hal yang fundamental, dan
tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan Islam adalah seimbang

Ridwan dan Hanafi Pelu 59


antara kehidupan dunia dan akhirat serta tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, sehingga setiap muslim baik itu laki-laki
maupun perempuan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang
sama untuk mencari ilmu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pendidikan. Rasyid Ridha berpendapat bahwa para ulama
sepakat adanya kesamaan kewajiban menuntut ilmu bagi laki-laki dan
perempuan. Seluruh masyarakat dengan struktur sosial, politik dan
ekonomi yang berbedapun berkewajiban untuk menuntut ilmu dan
membekali diri dengan ilmu serta mengkondisikan diri untuk
melaksanakan kewajiban menuntut ilmu dengan sempurna. Oleh karena
itu, tujuan pendidikan menurut Islam adalah tercermin dari tujuan hidup
manusia yaitu beribadah kepada Allah S.W.T. dan menjadi “khalȋfatullȃh”
di bumi.
Begitu pentingnya Islam memberikan ruang kepada setiap
manusia untuk mendapatkan pendidikan, karena dengan ilmu dan
pendidikan yang baik, manusia dapat mengelola alam dan menciptakan
teknologi yang tidak dapat diciptakan oleh makhluk lain dan dengan
ilmu pengetahuan, manusia menjadi makhluk yang paling sempurna.
Sejalan dengan tujuan hidup manusia, tujuan pendidikan menurut Al -
Ghazali adalah menjadi insan purna yang mendekatkan diri kepada Allah
S.W.T. dan menjadi insan purna yang bertujuan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Isyarat tersebut sesuai dengan Al-Qur‟an Surat al-Baqarah/2: 201:
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka".
Upaya yang dilakukan untuk memberikan pendidikan terhadap
setiap manusia diharapkan dapat memberikan kebahagiaan dan
ketenangan yang dapat dirasakan setiap manusia serta dapat
memberikan nilai positif yang tertanam dalam diri manusia.

60 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Teori menurut O’Connor sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman
Saleh Abdullah menjelaskan bahwa teori yang berkaitan dengan
pendidikan adalah sebuah tema yang apik berdasarkan hasil
eksperimental yang dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau
sosiologi hingga sampai pada praktek kependidikan.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah mencakup penjelasan
mengenai suatu sektor tertentu dari disiplin ilmu dan dianggap benar
berdasarkan hasil pengamatan, penelitaian yang mendalam mengenai
disiplin ilmu tertentu. Teori pendidikan hadir dilatarbelakangi akan
adanya kebutuhan dalam proses belajar mengajar. Berbagai teori
pendidikan yang memberikan andil terhadap perkembangan proses
belajar mengajar dan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan.
Secara garis besar teori pendidikan dilatarbelakangi oleh aliran
Empirisme, Nativisme, Konvergensi.
Aliran Empirisme menjelaskan bahwa pembentukan dan
perkembangan manusia dalam menerima informasi dan pendidikan
ditentukan oleh faktor lingkungan. Pelopor teori ini adalah John Lock
(1632-1704) seorang yang berkebangsaan Inggris yang mempunyai
gagasan bahwa segala sesuatu berada dalam pikiran dan hasil dari
pengalaman inderawi bukan berasal dari akal budi. Teori ini lebih
dikenal dengan Tabularasa (a blank sheet of paper), dimana setiap
individu yang lahir diumpamakan seperti kertas putih, untuk
perkembangan selanjutnya faktor yang sangat mempengaruhi dan
menentukan adalah lingkungan. Teori ini bersifat optimistik, dimana
setiap individu yang lahir mempunyai potensi dan peluang besar untuk
dapat berubah sesuai dengan lingkungan dan pengalaman yang diterima.
Menurut teori ini pendidikan memegang peranan penting, karena
dengan lingkungan pendidikan yang baik setiap individu akan
mendapatkan proses pendidikan yang baik yang dapat menghasilkan
tujuan hidup. Aliran ini berseberangan dengan aliran pendidikan
nativisme.

Ridwan dan Hanafi Pelu 61


Aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan kepribadian
setiap individu hanya ditentukan oleh bawaan (kemampuan dasar)
bakat serta faktor dalam bersifat kodrati. Faktor lingkungan dan
pengalaman inderawi tidak berpengaruh sama sekali. Manusia lahir
sudah memiliki bakat, kemampuan dan potensi yang alami dan tidak
dapat dirubah oleh lingkungan sekitar. Tokoh teori ini seorang filosof
berasal dari Jernam bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang
lahir di Danzig (Polandia). Aliran ini disebut aliran pesimistik, karena
perkembangan setiap individu tidak dapat berubah dan bersifat kodrati,
meskipun berbagai upaya telah dilakukan, sehingga setiap individu tidak
perlu berupaya dan bekerja keras untuk merubah kehidupan ini karena
semua sudah kodrati. Dalam dunia pendidikan, menurut teori ini setiap
individu akan berkembang dan berhasil melakukan proses
pembelajaran sesuai dengan bakat dan pembawaannya. Dari dua teori
yang berkembang, melahirkan teori yang menggabungkan antara teori
nativisme dan teori empirisme, teori ini disebut teori konvergensi.
Teori Konvergensi merupakan teori perpaduan, dimana
menjelaskan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor
bakat/kemampuan dasar dan alam sekitar. Proses perkembangan dan
pembentukan kepribadian manusia merupakan proses interaktif dan
dialektis antara kemamapuan dasar dan alam lingkungan secara
kesinambungan. Perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil
proses kerjasama kedua faktor baik internal (potensi hereditas),
maupun faktor eksternal (lingkungan budaya dan pendidikan). Pelopor
teori ini adalah Wiliam Stern (1871-1983), seorang filosof berkebangsan
Jerman. Teori ini menjelaskan bahwa bakat setiap individu tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan setiap individu yang
mendukung bakat tersebut. Teori ini menemukan dua garis yaitu bakat
dan lingkungan memusat kesatu titik (konvergensi).

62 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pendidikan menurut
penulis adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk
meningkatkan kualitas dan kompetensi hidupnya dengan melakukan
segala perubahan. Selain itu, pendidikan baik sengaja maupun tidak,
akan mampu membentuk kepribadian manusia yang matang dan
wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
bertanggung jawab.

B. Moderat
Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti
ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga
berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian
kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n
penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap
moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-
biasa saja, dan tidak ekstrem.
Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam
pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-
aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti
mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak,
baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika
berhadapan dengan institusi negara. Dengan demikian moderasi
merupakan sebuah pernyataan sikap dari seseorang terhadap suatu
pilihan atau tindakan yang akan dilakukannya. Moderasi secara
sederhana dimaknai sebagai jalan tengah yang dipilih seesorang dalam
bersikap atau bertindak terhadap dua peristiwa yang berlawanan atau
berbeda.

Ridwan dan Hanafi Pelu 63


Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata
wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata
tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam
bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”.
Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang
sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan
tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit' yang memiliki
tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam
perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang
berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan. Dengan demikian pada
prinsipnya moderasi merupakan sikap seseorang yang berada di tengah-
tengah, tidak berprilaku ektrim kiri maupun ektrim kanan. Moderasi dari
makna tersebut berarti terkait dengan semua hal dalam kehidupan
setiap orang baik dalam bidang sosial, agama, ekonomi dan pendidikan
yang memilih jalan tengah dan tidak berprilaku ekstrim kiri ataupum
ekstrim kanan.
Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki
arti “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata
“dermawan”, yang berarti sikap di antara kikir dan boros, atau kata
“pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut (al-jubn) dan nekad
(tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab.
Adapun lawan kata moderasi adalah berlebihan, atau tatharruf
dalam bahasa Arab, yang mengandung makna extreme, radical, dan
excessive dalam bahasa Inggris. Kata extreme juga bisa berarti “berbuat
keterlaluan, pergi dari ujung ke ujung, berbalik memutar, mengambil
tindakan/ jalan yang sebaliknya”. Dalam KBBI, kata ekstrem
didefinisikan sebagai “paling ujung, paling tinggi, dan paling keras”.

64 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Dalam bahasa Arab, setidaknya ada dua kata yang maknanya sama
dengan kata extreme, yaitu al-guluw, dan tasyaddud. Meski kata
tasyaddud secara harfiyah tidak disebut dalam Alquran, namun
turunannya dapat ditemukan dalam bentuk kata lain, misalnya kata
syadid, syidad, dan asyadd. Ketiga kata ini memang sebatas menunjuk
kepada kata dasarnya saja, yang berarti keras dan tegas, tidak ada satu
pun dari ketiganya yang dapat dipersepsikan sebagai terjemahan dari
extreme atau tasyaddud. Dalam konteks beragama, pengertian
“berlebihan” ini dapat diterapkan untuk merujuk pada orang yang
bersikap ekstrem, serta melebihi batas dan ketentuan syariat agama.
Kalau dianalogikan, moderasi adalah ibarat gerak dari pinggir
yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal),
sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat atau
sumbu, menuju sisi terluar dan ekstrem (centrifugal). Ibarat bandul jam,
ada gerak yang dinamis, tidak berhenti di satu sisi luar secara ekstrem,
melainkan bergerak menuju ke tengah-tengah.
Dalam konteks kehidupan masyarakat plural dan multikultural
seperti Indonesia, Moderasi harusdipahami sebagai komitmen bersama
untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga
masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya
harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar
melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara
mereka. Jelas, moderasi sangat erat terkait dengan toleransi, Hanafi Pelu
dan Asep Saefullah, 2019: 30.
Sedangkan buku yang dipublish oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Diklat Kementerian Agama (Central
Bureau of Qur’an Affairs Research and Development and Educational
Training Agency, Ministry of Religious Affairs, Indonesia) Moderasi
dalam Thematic Tafsir dengan judul (Islamic Moderation and its Role in
Empowering Harmony within Society, 2016: 6-10 dalam Hanafi Pelu dan

Ridwan dan Hanafi Pelu 65


Asep Saefullah, 2019: 78-79), bentuk dan makna moderasi terbagi atas
tiga (3) bentuk, yaitu;
1. The term Wasat; (The term wasat and its derivation is only
mentioned five (5) times in the Qur’an. This term initially means
something having two ends of the same measure. However, the term
wasat generally means being in the middle of two things. A person
who is in charge to manage a game or match is called wasit as he or
she is in between of the two players; he or she does not tend to the
right or to the left);
Artinya; Istilah wasat dan turunannya disebutkan lima (5) kali
dalam Al-Qur'an. Istilah ini berarti sesuatu yang memiliki dua
ujung dengan ukuran yang sama. Namun, istilah wasat secara
umum berarti berada di tengah-tengah diantara dua hal.
Seseorang yang bertanggung jawab untuk mengelola permainan
atau pertandingan disebut wasit karena berada di antara dua
pemain; dan tidak cenderung ke pihak kanan atau pihak kiri.
2. The term Al-Wazn; (The term Wazn, and all its derivations are
repeated twenty eight (28) times in the Qur’an. The basic meaning is
something used to know the measure of something else. From here,
it can be understood that the term initially refers to a noun, as the
term al-mizan (scale) is commonly known as a tool used to measure
something);
Artinya; Istilah Wazn dan turunannya diulang dua puluh delapan
(28) kali dalam Al-Qur'an. Makna dasarnya adalah sesuatu yang
digunakan untuk mengetahui ukuran dari sesuatu yang lain. Dari
sini dapat dipahami bahwa istilah tersebut awalnya merujuk pada
sebuah kata benda, sebagaimana istilah al-mizan (skala) yang
lazim disebut sebagai alat yang digunakan untuk mengukur
sesuatu atau sebagai timbangan (menjaga keseimbangan).

66 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


3. The term Al-Adl; (The discourse of moderation also deals with the
discussion of the term al-adl whose derivations are found twenty-
eight times in the Qur’an. The term indeed contains many meanings,
among other; al-istiqamah (straight, not banding), almusawah
(equal) or at-taswiyah (equalize). In terms of al-musawah, a just
person means who something to other people just exactly same as
what people did to him).
Artinya; Wacana moderasi juga membahas tentang istilah al-adl
yang derivasi ditemukan dua puluh delapan kali dalam Al-Qur'an.
Istilah tersebut memang mengandung banyak arti, antara lain; al-
istiqamah (lurus, bukan pita), almusawah (sederajat) atau at-
taswiyah (menyamakan). Dalam istilah al-musawah, orang yang
adil berarti sesuatu yang bagi orang lain sama persis dengan apa
yang dilakukan orang kepadanya, menunjukan keadilan terhadap
suatu persoalan, adil dalam memutuskan permasalah.
Berdasarkan penjelasan di atas, menurut penulis bahwa sikap
moderat adalah dimana sesorang berada ditengah-tengah, menjaga
keseimbangan, jujur dan menjadi penengah terhadap suatu masalah atau
persoalan, ibaratnya seorang wasit yang sedang memimpin
pertandingan.

C. Moderat Perspektif Agama


Dalam konteks beragama, sikap moderat dengan demikian adalah
pilihan untuk memiliki cara pandang, sikap, dan perilaku di
tengahtengah di antara pilihan ekstrem yang ada, sedangkan
ekstremisme beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku
melebihi batas-batas moderasi dalam pemahaman dan praktik
beragama. Karenanya, moderasi beragama kemudian dapat dipahami
sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di
tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.

Ridwan dan Hanafi Pelu 67


Tentu perlu ada ukuran, batasan, dan indikator untuk menentukan
apakah sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama tertentu itu
tergolong moderat atau ekstrem. Ukuran tersebut dapat dibuat dengan
berlandaskan pada sumbersumber terpercaya, seperti teks-teks agama,
konstitusi negara, kearifan lokal, serta konsensus dan kesepakatan
bersama.
Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang
seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan
penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda
keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik
beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem
berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama. Seperti
telah diisyaratkan sebelumnya, moderasi beragama merupakan solusi
atas hadirnya dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ultra-
konservatif atau ekstrem kanan di satu sisi, dan liberal atau ekstrem kiri
di sisi lain.
Moderasi berdasarkan pemaknaan tersebut mengerucut pada
suatu sistem nilai yang dianut seseorang dalam menetukan sikap atau
mengambil keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan yang
sifatnya adil, berada pada jalan tengah dan tidak memiliki
kecenderungan pada salah satu pihak. Moderat merupakan kondisi
dalam batas wajar; tidak berlebihan atau ekstrim, sedang atau tidak
melakukan kekerasan atau tunduk pada ekstrem; ringan atau tenang;
sedang: iklim sedang (Company, n.d.). Hal ini merupakan sebuah sistem
nilai yang dianut seseorang sebagai kemampuan untuk melakukan
kontrol diri dalam memenuhi keinginannya, memenuhi keinginan orang
lain pada kondisi dan situasi tertentu (Soar, 2003).
Moderat berarti sebuah sikap yang ditunjukkan seseorang pada
sebuah kasus atau peristiwa yang berseberangan dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan dirinya dan tidak merebut hak dan kebutuhan

68 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


orang lain. Berarti sikap moderat adalah sikap yang menjauhkan diri dari
tindakan atau keputusan yang hanya menguntungkan dirinya dan
merugikan orang lain. Pada posisi ini, berarti ada proses penyesuaian
antara kebutuhan seseorang dengan kondisi dan situasi yang dihadapi
orang lain.
Moderasi adalah gagasan bahwa seseorang harus menghindari
hal-hal ekstrem dan fokus pada kehidupan yang menjaga komitmen pada
keseimbangan dan keutuhan (Pollack, 2014). Moderasi menghendaki
nilai keseimbangan dalam suatu keputusan atau tindakan. Dengan
demikian kemampuan membangun sikap moderat akan sangat
tergantung pada kemampuan seseorang untuk memastikan kepatuhan
pada kriteria tertentu (misalnya dalam penilaian) sebagaimana
tercantum dalam indikator yang disepakati bersama termasuk
membangun komitmen utuk mematuhi kebijakan dan prosedur
penilaian secara moderat (Squire, 2013).
Moderasi dalam makna jalan tengah yang dipilih seesorang dalam
bersikap atau bertindak terhadap dua peristiwa yang berlawanan atau
berbeda merupakan pilihan yang ditetukan seseorang pada situasi
tertentu seperti pro dan kontra, kompromi atau tidak. Dalam persfektif
teorities moderasi dimaknai sebagai seperangkat hipotesis yang saling
terkait yang menjelaskan proses di mana kelompok-kelompok politik
menjauhkan diri dari platform radikal demi kebijakan yang lebih
moderat dan lebih memilih strategi pemilihan, kompromi, dan non-
konfrontatif daripada strategi non-elektoral, eksklusif, dan
konfrontasional.
Teori moderasi yang lahir dari isu-isu politik sebenarnya
cenderung pada sistem nilai yang dianut seseorang atau kelompok
politik dalam menentukan sikap terhadap pilihan politiknya. Moderasi
dapat terjadi pada level ideologis dan perilaku yang saling memperkuat

Ridwan dan Hanafi Pelu 69


satu sama lain. Moderasi lahir situasi yang memiliki pilihan perilaku
yang saling melemahkan atau saling memperkuat pada situasi tertentu.
Kedudukan pendidikan dalam sistem pembangunan Nasional
masih menjadi salah satu prioritas utama. Pembangunan bidang
pendidikan selain menjadi tujuan dari pembangunan nasional, juga
menjadi bagian penting dari aspek pembangunan nasional yang harus
dicapai. Bagaimanapun juga, pendidikan menjadi entitas mutlak dari
keberhasilan pembangunan nasional sehingga bidang pendidikan
menempati prioritas tertinggi dalam menjamin keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian usaha untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan tetap menjadi sebuah keharusan. Reformasi bidang
pendidikan harus mampu menyentuh aspek-aspek yang dapat menjadi
jaminan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh beragam faktor mulai dari
aspek kebijakan, atau regulasi, pembiayaan dan termasuk dukungan
infrastruktur serta dukungan sumber daya manusia yang kompeten.
Keseluruhan aspek tersebut perlu mendapat penanganan serius agar
dapat bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Aspek paling
dominan yang kadang kala mendapat sorotan adalah pada aspek
pemenuhan infrastruktur pendukung seperti sarana dan fasilitas
pembelajaran di sekolah, serta keterbatasan kompotensi pendidik dan
tenaga kependidikan.
Sorotan ini, menjadi core value dari lahirnya UU No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional dan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa guru dan dosen wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan
satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

70 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Sorotan terhadap kualitas dan mutu pendidikan selama ini
menafikan satu hal yang juga turut mempengaruhi kualitas dari proses
pembelajaran. Kadangkala dalam proses pembelajaran, kurikulum
menghendaki pembentukan karakter siswa turut menjadi perhatian
utama untuk dikembangkan. Dalam proses pembelajaran, internalisasi
pembentukan karakter siswa juga menjadi tujuan pembelajaran,
disamping pengetahuan dan keterampilan.
Kualitas dan mutu lulusan ditentukan oleh terbentuk dan tidaknya
karakter tertentu setelah pembelajaran berlangsung. Proses ini turut
menjadi tanggung jawab setiap individu guru dan dosen dalam
membentuk karakter positif siswanya. Pada tataran inilah dikehendaki
pentingnya membangun sebuah proses pembelajaran yang efektif,
dimana ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dapat dikembangkan
oleh guru setelah siswa menyelesaikan proses pembelajarannya.
Pembelajaran efektif menjadi tujuan utama bagi guru untuk dapat
mendorong siswa agar berprestasi. Keberhasilan siswa ditentukan oleh
kemampuan guru dalam memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas dan
pembelajaran diluar kelas. Fasilitasi guru diawali dengan menyusun
perencanaan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran dan
melakukan evaluasi. Tahapan evaluasi menjadi prosedur standar untuk
mengetahui prestasi siswa terhadap penguasaan pada indikator
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran didukung oleh banyak
bukti yang menempatkan perencanaan pembelajaran sebagai
determinasi inti keberhasilan sebuah pembelajaran. Prestasi belajar
akan tercapai dengan baik ketika semua faktor mendukung, seperti
metode pengajaran, yang dapat menjadi jembatan untuk mencapai
kompetensi (Maesaroh, 2013). Dengan demikian tugas utama seorang
guru dalam pembelajaran adalah memfasilitasi siswa agar mereka dapat

Ridwan dan Hanafi Pelu 71


mengoptimalkan kompetensi yang dimililikinya melalui perencanaan
pembelajaran yang baik. Hal ini tentu akan dipengaruhi oleh sistem nilai
yang dianut guru pada saat merancang perencanaan kegiatan
pembelajaran. Keberhasilan guru dalam pembelajaran sangat
ditentukan oleh rancangan pembelajaran yang dibuatnya. Perencanaan
yang baik tentu juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam
mepraktekkan secara efektif apa yang telah direncanakan agar dapat
meningkatkan pembelajaran siswa.
Determinasi inti lainnya yang turut berpengaruh pada
keberhasilan pembelajaran adalah kemampuan dan keterampilan guru
dalam melaksanakan keseluruhan perencanaan yang telah dibuatnya.
Pembelajaran ketika dipraktekkan secara efektif, menurut Black &
Wiliam, (1998) dapat meningkatkan pembelajaran siswa. Peningkatan
kualitas pembelajaran siswa berasal dari kualitas perencanaan dan
realisasi rencana pembelajaran yang dilakukan guru dalam membangun
interaksi pembelajaran di dalam kelas. Pada jargon inilah, kedudukan
pengembangan paradigma, model, metode dan pendekatan
pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru dalam melaksanakan
pembelajarannya memiliki peran yang sangat penting.
Elemen keberhasilan pembelajaran tersebut harus menjadi fokus
perhatian guru agar dapat menjamin kualitas pembelajaran yang
dilaksanakan sekaligus menjadi jalan untuk dapat menyiapakn siswa
menghadapi abad 21. Bagaimanapun juga, pendidikan menjadi satu-
satunya jalan untuk menyiapkan menyiapkan siswa menghadapi
tantangan era Century 21 atau era industri 4.0. Salah satu bentuk respon
pendidikan terhadap tantangan tersebut adalah kebijakan pemerintah
dalam pemberlakukan kurikulum 2013 dengan seperangkat perubahan
baik pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.

72 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Penekanan kuruikulum 2013 terletak pada strategi dan model
pembelajaran yang harus mengarahkan siswa untuk berpikir tingkat
tinggi. Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan
berpikir kritis, logis, reflektif, meta kognitif, dan berpikir kreatif yang
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Higher Order of
Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan
kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
Pemberian materi Sains disesuaikan dengan hakikatnya, yaitu;
sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah, sehingga diharapkan akan
terbentuk juga sikap ilmiah pada siswa. Penerapan beberapa model
pembelajaran seperti pembelajaran berbasis proyek (Project based
learning), pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning),
belajar penemuan (Discovery/ inquiry) menjadi peluang bagi guru untuk
menerapkan kegiatan pembelajaran pada level HOTS (Higher order of
thinking skill).
Model pembelajaran yang sesuai dengan isi dalam permendikbud
nomor 103 Tahun 2014 dan permendibud nomor 22 Tahun 2016 adalah
model pembelajaran yang bukan berbasis ceramah atau hafalan, tetapi
model pembelajaran yang berbasis aktivitas dan kreativitas,
menginspirasi, menyenangkan dan berprakarsa, serta lebih mengacu
pada makna ‘alami, sesuai fitrah manusia’ yaitu: terpusat pada siswa,
autentik, kontekstual, dan bermakna bagi kehidupan siswa sehari-hari.
Model pembelajaran yang dimaksud, misalnya; discovery learning,
project-based learning, problem-based learning, dan inquiry learning.
Pemberlakuan model pembelajaran dalam konteks kurikulum
2013 diperkuat dengan permendikbud nomor 22 Tahun 2016, bahwa
untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata

Ridwan dan Hanafi Pelu 73


pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan atau
penelitian, seperti; model discovery atau inquiry learning. Sedangkan
untuk mendorong kemampuan siswa untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah, misalkan dengan menggunakan model
project based learning.
Pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran dengan
memberdayakan untuk berfikir tingkat tinggi (high order thinking).
Kurikulum 2013 telah mengadopsi taksonomi Bloom yang direvisi oleh
Anderson dimulai dari level mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Karena tuntutan Kurikulum
2013 harus sampai pada taraf mencipta, maka siswa harus terus
menerus dilatih untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Pada prakteknya, pembelajaran selama ini telah menunjukkan
hasil yang sangat menjanjikan, meskipun terdapat beberapa aspek yang
luput dari perhatian guru dalam pembelajaran. Salah satu yang masih
jarang diperhatikan guru adalah core value yang terkandung pada
kegiatan pembelajaran dengan proses evaluasi, khususnya kemampuan
guru memperhatikan aspek moderasi dalam menjalankan keduanya.
Nilai moderasi turut menjadi variabel penting dalam melakukan
pembelajaran, pengukuran dan atau penilaian pembelajaran sehingga
menghasilkan output lulusan yang akuntabel. Realitas menunjukkan
bahwa guru belum memperhatikan apakah pembelajaran yang
dirancang sudah mempertimbangkan nilai moderasi yang didalamnya
tentu memuat prosedur pembelajaran, desain pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran.
Nilai moderasi memang menjadi hal yang tidak selalu
diperhatikan, meskipun beberapa literatur telah mencoba untuk
mengangkat isue moderasi sebagai bagian penting dari keberhasilan

74 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pembelajaran. Pada tahapan pertama moderasi dalam kaitannya dengan
pembelajaran adalah strategi berbasis penelitian yang menghubungkan
penilaian dengan praktik pembelajaran yang lebih baik dengan
menginternalisasikan nilai moderat (Little et al., 2003). Pembelajaran
sudah perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek nilai
moderasi dalam prosesnya, khususnya pada tahapan pengambilan
keputusan yang dilakukan guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran.
Konsep guru moderat sebenarnya lahir dari keinginan untuk dapat
melaksanakan pembelajaran yang melibatkan pendidik dalam diskusi
kolaboratif dengan siswa tentang materi, indikator dan kriteria penilaian
yang ditentukan oleh guru (Little et al., 2003). Hal ini dimaknai sebagai
dasar utama untuk membangun nilai moderasi antara guru dan siswa
terhadap apa yang akan dipelajari, metode apa yang digunakan dan apa
yang akan dicapai. Konsep ini sangat penting dilakukan dan diterapkan
oleh guru agar dapat memberikan peluang kepada siswa agar dapat
berproses dengan baik sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang
dimiliki siswa.
Selama ini ada kecenderungan guru menyusun perencanaan
pembelajaran hanya mengacu kepada analisis silabus yang ditetapkan
oleh pemerintah tanpa mempertimbangkan kemampuan dan komptensi
siswa yang berbeda. Konsep ini sesungguhnya sehaluan dengan program
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menetapkan program
pendidikan nasional dengan tema Merdeka Belajar (Kompas, 2019).
Pada konsep ini terdapat keinginan pemerintah agar semua siswa dapat
berproses dengan baik karena didasarkan pada kompotensi dasar yang
dimiliki oleh siswa dan guru.
Merdeka belajar berarti guru menyajikan pembelajaran yang
sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa, tingkat kebutuhan siswa
bukan pada semata-mata usaha untuk mencapai apa yang telah

Ridwan dan Hanafi Pelu 75


ditargetkan oleh kurikulum. Dengan demikian tipologi guru merdeka
belajar adalah guru moderat. Guru moderat berarti guru yang dalam
mengambil keputusan tentang metode, materi, evaluasi dan proses
pendukung lainnya untuk keberhasilan siswa harus atas persetujuan
dan sepengetahuan siswa sebagai peserta belajar. Dengan demikian
merdeka belajar berarti guru moderat dalam menetapkan materi,
menentukan metode, menetapkan tingkatan soal yang diajukan kepada
siswa, dan termasuk moderat dalam memutuskan nilai siswa.
Moderasi dalam pendidikan sebenarnya lahir pertama kali pada
tulisan tentang Moderation and Teacher Learning, What can research tell
us about their interrelationships? (Hipkins and Sally, 2011) dari New
Zealand Council for Educational Research tentang penelitian yang
berfokus pada pembelajaran guru melalui moderasi sosial, menemukan
bahwa selama ini pembelajaran belum menyentuh pada aspek wawasan
profesional guru dalam bersikap moderat ke dalam pengajaran.
Temuan penelitian ini menjadi dasar utama rancangan penelitian
ini bahwa konsep moderasi dalam pendidikan khsusnya pada proses
internalisasi nilai moderat dalam pembelajaran sudah perlu menjadi
perhatian bagi guru agar siswa dapat mengikuti proses pembelajaran
yang sesuai dengan kompetensinya baik pengetahuan, keterampilan dan
sikapnya. Proses ini akan melahirkan tindakan dan perlakuan yang sama,
adil dan transparan dalam pembelajaran.
Penelitian tentang moderasi pendidikan memang masih
cenderung dominan pada aspek moderasi manajerial dalam
pengambilan keputusan pimpinan atau kepala sekolah dan guru dengan
prinsip moderat serta penelitian tentang moderasi dalam pelaksanaan
penilaian dan pemberian nilai pada siswa yang moderat. Terlepas dari
sejumlah studi yang melakukan wawancara pasca-moderasi dengan
guru, beberapa studi memang lebih dominan berfokus pada dampak
sikap moderat guru pada situasi kelas yang diajar (Hipkins and Sally,

76 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


2011). Dengan demikian perlu dibangun satu konsep baru tentang
bagaimana mengintegrasikan sikap moderat dalam pembelajaran yang
dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan proses evaluasi
pembelajaran.
Pembelajaran pada sekolah di Indonesia, pada umumnya memang
masih belum menjadikan konsep moderasi sebagai variabel penting
yang menjadi perhatian bagi guru dalam pengambilan keputusan dalam
pembelajaran. Sementara dalam konsep umumnya, nilai moderasi dalam
pendidikan dapat diintegrasikan sebelum, selama dan setelah
pelaksanaan penilaian (Maxwell, 2002). Hal ini berarti nilai moderasi
dapat dijadikan core value bagi guru dalam menyusun perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian pembelajaran.
Pembelajaran yang menafikan nilai moderat dapat ditemukan
pada prosedur yang dilakukan guru ketika menganalisis perbedaan
siswa dalam hal pengetahuan dan pengalaman dasar yang dimiliki
sebelum menetapkan materi pelajaran. Hal ini karena guru dalam
menyusun materi dan indikator materi serta pokok bahasan masih
secara ketat mengacu kepada silabus yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kondisi ini berefek pada gap kemampuan siswa dalam memahami dan
menguasai materi yang diajarkan oleh guru. Demikian halnya keputusan
guru dalam memilih metode dan media pembelajaran, juga tidak
mempertimbangkan aspek moderasi dalam penetapannya sehingga
tidak semua siswa dapat secara aktif mengikuti pembelajaran degan
metode dan media yang dipilih oleh guru.
Little et al. (2003) mengemukakan beberapa karasteristik guru
diantaranya adalah (1) Menilai kinerja siswa lebih konsisten, efektif,
percaya diri, dan adil; (2) Membangun pengetahuan umum tentang
ekspektasi kurikulum dan tingkat pencapaian; (3) Mengidentifikasi
kekuatan dan bidang pertumbuhan berdasarkan bukti pembelajaran
siswa; (4) Menyesuaikan dan memperoleh pembelajaran baru dengan

Ridwan dan Hanafi Pelu 77


membandingkan pemikiran seseorang dengan pemikiran orang lain baik
siswa atau guru; dan (5) Berbagi praktik yang efektif untuk memenuhi
kebutuhan semua siswa, memantau kemajuan, dan merayakan
pertumbuhan.
Keseluruhan proses tersebut harus memiliki nilai akuntabilitas,
adil, transparan dan dikomunikasikan antara siswa dan guru. Aspek
yang paling kuat dari moderasi guru menurut Little et al. (2003) adalah
diskusi yang melibatkan siswa dalam melakukan penilaian dan berbagi
secara kolektif tentang strategi yang efektif dalam perencanaan langkah
selanjutnya untuk pembelajaran.
Dukungan teorities terhadap konsep ini ditemukan pada
penelitian pada Universitas di Turki bahwa untuk mendorong
universitas dalam meningkatkan kualitas standar yang setara dengan
standar internasional harus memiliki kualitas dari berbagai aspek,
seperti; kualitas pengajaran dan pembelajaran, siswa, program, lulusan,
sumber daya, dan tata kelola yang seimbang, harus mencakup moderasi
(Wasatiyyah) yang komprehensif dalam mencapai yang terbaik sebagai
penyedia pengetahuan bagi bangsa (Hj. Yaakub & Othman, 2018). Pada
penelitian ini ditemukan posisi dan kedudukan moderasi sebagai elemen
penentu dari keberhasilan lembaga pendidikan untuk meningkatkan
kualitasnya.
Pelaksaan moderasi pada konsep dasarnya dapat melibatkan guru
sekolah yang berbeda bukan hanya pada institusi tertentu, misalnya
dalam menetapkan standar penilaian pada satu mata pelajaran yang
harus mempertimbangkan kondisi sosial siswa dan bahkan pemanfaatan
media ICT dalam pembelajaran (Adie, 2008). Nilai akan sama meskipun
perolehan nilai siswa berbeda karena adanya variabel teknologi yang
dapat dimanfaatkan siswa sementara siswa lainnya tidak. Sementara
Sadler (1998), sebagaimana dikutip dalam Wyatt-Smith et al., 2010)
menggambarkan tiga komponen berurutan penilaian seorang guru

78 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


tentang pekerjaan siswa guru memperhatikan pekerjaan pembelajar;
menilai pekerjaan berdasarkan standar; dan membuat respons atau
hasil penilaian. Pada setiap titik keputusan, pada tiga tahapan tersebut,
guru yang berbeda mungkin memanfaatkan perbedaan jenis sumber
daya saat membuat penilaian dan penetapan kesimpulan juga akan
berbeda sementara hasil pekerjaan siswa atau karya siswa sama.
Kondisi ini menggambarkan bahwa proses pelaksanaan dan
penilaian pembelajaran cenderung tidak adil karena standar kelulusan
yang ditetapkan sama untuk semua sekolah sementara proses, media,
metode, kualifikasi guru, sarana dan prasarana, lingkungan sekolah
berbeda. Pada posisi inilah dibutuhkan moderasi sebagai basis nilai
(core value) untuk guru dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian siswa agar siswa dapat memperoleh nilai yang relatif sama
karena mempertimbangkan perbedaan sumber daya dan lingkungan
pembelajaran dimana proses pembelajaran yang diikuti siswa
dilaksanakan.
Penelitian tentang apa yang mendukung dan menghambat praktik
moderasi dalam pendidikan harus didukung dengan memperbaharui
fokus pada pengembangan pedoman yang komprehensif dan jelas untuk
pengajar dan siswa, kriteria penilaian, sampel beranotasi, contoh, dan
panduan penilaian untuk ujian (Beutel & Adie, 2013). Dibutuhkan
semacam standar yang lebih proporsional berdasarkan aspek-aspek
tertentu yang digunakan oleh lembaga, guru dan siswa sehingga dapat
lebih moderat dalam mengambil keputusan dalam pembelajaran secara
umum.
Kedudukan dan urgensi moderasi menjadi dasar filosofi
penetapan fokus penelitian tentang pembelajaran berbasis moderasi
agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah,
memeberikan peluang yang sama kepada siswa untuk meningkatkan
penguasaannya terhadap pembelajaran, memberikan sikap adil dari

Ridwan dan Hanafi Pelu 79


guru pada siswa dalam memeroleh keputusan terkait pembelajaran yang
diikuti.
Berikut ini ciri sikap moderat dalam gambar berikut;
Ciri-ciri sikap MODERAT

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan


bahwa, moderasi/moderat merupakan kemampuan seseorang untuk
mampu bersikap adil, jujur, toleransi, menghargai dan menjadi
penengah terhadap suatu permasalahan maupun persoalan yang
dihadapi baik itu secara pribadi maupun kelompok.

80 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


A. Belajar

M
engajar (teaching) dapat membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar (Ngalim
Purwanto, 1996: 84). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan
siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan
pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang
ada.
Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari
perencanaan pembelajaran, Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki
hakekat perencanaan atau perancangan (design) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak
berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi
berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran
menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan
pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan
adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagimana cara
menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi
antara sumbersumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara
optimal.

Ridwan dan Hanafi Pelu 81


Kata “belajar” merupakan kata yang sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Kata tersebut sudah sering kita dengar dalam banyak hal,
terutama dari orang tua kita serta guru-guru di
sekolah/Madrasah. Mungkin sudah tidak terhitung kata “belajar”
disuarakan dan didengarkan, belajar, belajar, dan belajar…!!!
Belajar merupakan kata kerja yang berasal dari kata “ajar” dalam
bahasa Indonesia. Kata “ajar” masuk dalam kategori kata benda yang
memiliki pengertian petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui atau dturuti. Sedangkan sesuatu yang yang diberikan dan
diajarkan dalam bentuk nasihat, petuah, arahan, dan petunjuk, disebut
dengan ajaran.
Secara makna leksikal, kata “belajar” secara leksikal dalam Bahasa
Indonesia memiliki beberapa pengertian, yaitu: 1. usaha untuk
memperoleh kepandaian/ilmu, 2. berlatih, dan 3. Perubahan tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian sebagai suatu
pola baru yang berupa kecakapan sikap kebiasaan (Ngalim Purwanto,
1996: 85). Belajar pada hakikatnya merupakan suatu usaha, suatu
proses perubahan yang terjadi pada individu sebagai hasil dari
pengalaman atau hasil dari pengalaman interaksi dengan lingkungannya
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007: 329). Belajar dalam
pengertian yang lain yaitu suatu upaya untuk menguasai sesuatu yang
baru. Konsep ini mengandung dua hal: pertama; usaha untuk menguasai,
Hal ini bermakna menguasai sesuatu dalam belajar, kedua; sesuatu yang
baru dalam hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar (Prayitno, 2009:
201).
Belajar adalah hasil pasangan stimulus dan respon yang kemudian
diadakan penguatan kembali (reinforcement) yang terus menerus.
Reinforcement ini dimaksudkan untuk menguatkan tingkah laku yang
diinternalisasikan dalam proses belajar. Proses belajar setiap orang akan

82 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


menghasilkan hasil belajar yang berbedabeda untuk itu perlunya
reinforcement yang terus menerus hingga mengalami perubahan
tingkah laku kearah yang lebih baik (Gagne & Briggs, 2008)
Secara makna terminologi, terdapat banyak perspektif yang
dipaparkan oleh para ahli dalam merumuskan pengertian belajar, di
antaranya sebagai berikut:
1. Belajar merupakan aktifitas mental atau psikis yang terwujud
dalam interaksi tiap individu secara aktif terhadap lingkungannya,
dan menghasilkan perubahan-perubahan tertentu, baik dari sisi
daya pikir maupun prilaku. (W.S. Winkel)
2. Belajar merupakan salah satu usaha yang dilakukan seseorang
secara sadar, untuk memperoleh kemampun aru dan berbeda dari
sebelumnya, serta mengarah kepada perubahan tingkah laku
berdasarkan hasil pengalaman dan latihan yang telah dijalani.
(Morgan)
3. Belajar adalah proses yang dilakukan dengan unsur kesengajaan
untuk memperoleh tujuan tertentu dan menghasilkan perubahan-
perubahan yang berbeda dari sebelumnya (proses belajar) pada
tiap indvidu. (Ernest E. Hilgard)
4. Inti dari belajar adalah perubahan tingkah laku. Artinya terdapat
perubahan pola pikir seseorang dari hasil pengamatan dan
pembelajaran yang berimbas pada perubahan sikap seseorang
dari periode sebelumnya. (Vernon S. Gerlach & Donald P. Elly)
5. Belajar merupakan perubahan sikap dan kepribadian seseorang
yang terwujud dalam beberapa bentuk atau respon, yaitu;
keterampilan, tingkah laku, kebiasaan, kecakapan, atau
pemahaman. (Witherington)
6. Belajar adalah proses melihat, mengamati, dan memahami.
(Sudjana)

Ridwan dan Hanafi Pelu 83


7. Belajar adalah usaha untuk mendapatkan pengetahuan yang
diperoleh dari proses pembelajaran yang membuat seseorang
mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, memberi pengaruh
positif kepada sesama, serta dapat menjaga dan melestarikan
lingkungannya. (Imam Al-Gazali)
Salah satu faktor yang mempengaruhi belajar adalah perilaku non-
kognitif. Perilaku nonkognitif yang dimaksudkan itu adalah minat. Selain
itu, minat juga merupakan salah satu aspek psikis manusia yang dapat
mendorongnya untuk mencapai tujuan. Seseorang yang memiliki minat
terhadap suatu objek, cenderung untuk memberikan perhatian yang
lebih besar terhadap objek tersebut. Jadi, jika dikaitkan dengan
pembelajaran, faktor minat mungkin dapat mempengaruhi hasil belajar
seseorang.
Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal itu secara
lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan guru harus
melibatkan siswa secara aktif, misalnya mengamati, bertanya dan
mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar aktif tidak dapat
terjadi tanpa adanya partisipasi siswa.
Terdapat berbagai cara untuk membuat proses pembelajaran yang
melibatkan keaktifan siswa dan mengasah ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Proses pembelajaran aktif dalam memperoleh informasi,
keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui suatu proses pencarian dari
diri siswa. Para siswa hendaknya lebih dikondisikan berada dalam suatu
bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif. Siswa mencari
jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru maupun yang
ditentukan oleh mereka sendiri. Semua ini dapat terjadi ketika siswa
diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan kegiatan yang

84 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dilaksanakan sangat mendorong mereka untuk berpikir, bekerja, dan
merasa.
Belajar merupakan proses yang berlangsung terus menerus
sepanjang hidup, baik melalui pendidikan formal, informal maupun
melalui pengalaman hidup sehari-hari. Menurut Witherington (dalam
Sukmadinata, 2007), “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian,
yang dimanivestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Masih dalam Sukmadinata (2007), pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Crow and Crow dan Hilgard, menurut Crow and Crow
“belajar adalah diperolehnya kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan
sikap baru”. Sedangkan menurut Hilgard, “belajar adalah suatu proses di
mana suatu prilaku muncul atau berubah karena adanya respon
terhadap sesuatu situasi”. Selanjutnya menurut Slameto (2003), belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian
belajar tersebut secara luas dapat diartikan bahwa belajar akan
menghasilkan perubahan-perubahan, yaitu dalam bentuk adanya
perubahan pengetahuan dari yang tidak tahu, menjadi tahu.
Kunandar (2007) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku pada diri individu
yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang
bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat disimpulkan bahwa
manusia yang melakukan proses belajar akan timbul perubahan tingkah
laku sesuai dengan perkembangannya yang berlangsung secara aktif dan
integratif. Proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang
berlangsung secara terus-menerus, sesuai dengan perkembangan psikis
pada dirinya. Selanjutnya, manusia yang mengikuti proses belajar akan

Ridwan dan Hanafi Pelu 85


mengalami perubahan dalam sikap, maupun tingkah laku. Demikian
halnya dengan proses belajar di sekolah, keberhasilan siswa dalam
belajar ditandai dengan terselesaikannya tugas-tugas akademik yang
diberikan guru di sekolah.

B. Pembelajaran
Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar, dalam arti
sempit, pembelajaran merupakan suatu proses belajar agar seseorang
dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan
lingkungan dan pengalaman. Sebagaimana yang terdapat dalam UU RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
menyebutkan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi
siswadengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Menurut (Miarso, 2004), pembelajaran adalah usaha pendidikan
yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaannya terkendali .
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis,
kapur dan alat belajar), fasilitas (ruang, kelas audio visual), dan proses
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar
Hamalik, 2002: 56).
Pembelajaran efektif juga akan melatih dan menanamkan sikap
demokratis bagi siswa. Pembelajaran efektif juga dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga memberikan
kreatifitas siswa untuk mampu belajar dengan potensi yang sudah
mereka miliki yaitu dengan memberikan kebebasan dalam
melaksanakan pembelajaran dengan cara belajarnya sendiri. Didalam
menempuh dan mewujudkan tujuan pembelajaran yang efektif maka
perlu dilakukan sebuah cara agar proses pembelajaran yang diinginkan

86 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


tercapai yaitu dengan cara belajar efektif. Untuk meningkatkan cara
belajar yang efektif perlu adanya bimbingan dari guru (Slameto, 1995:
75-76).
Proses pembelajaran merupakan keseluruhan kegiatan yang
dirancang untuk membelajarkan siswa. Pada satuan pendidikan, proses
pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswauntuk berpartisipasi aktif
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis
siswa. Di Indonesia Proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar
dan menengah diatur dalam standar proses.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa standar proses berisi
kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan
menengah diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan hasil pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pembelajaran yang mampu memberdayakan seluruh potensi
siswa tertuang dalam enam pilar pendidikan universal yang telah
diracanakan oleh UNESCO yaitu; learning to know, learning to do,
learning to be, learning to together, learning how to learn, and learning
how to trough life. Berdasarkan enam pilar tersebut, siswa disyaratkan
mau dan mampu meperkayakan pengalaman belajarnya dengan
meningkatkan interaksi dengan lingkungan (learning to live together)
sehingga memiliki pemahaman dan pengetahuan (learn to know).
Kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya akan mampu
menimbulkan kepercayaan untuk berbuat (learning to do) dan
menumbuh kembagkan potensi diri siswa sehingga mampu menjadi

Ridwan dan Hanafi Pelu 87


peribadi yang utuh dan maksimal (learning to be). Prinsip belajar siswa
yang cenderung menghafal dan menerima informasi dari guru harus
diubah dan berganti menjadi prinsip belajar untuk menemukan konsep
dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang muncul secara mendiri
(learning how to learn) serta diarahkan untuk memahami cara menjalani
kehidupan (learning to thought).
Guru sebagai pembimbing diharapkan mampu menciptakan
kondisi yang strategi yang dapat membuat siswa nyaman dalam
mengikuti proses pembelajaran tersebut. Dalam menciptakan kondisi
yang baik, hendaknya guru memperhatikan dua hal: pertama, kondisi
internal merupakan kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri,
misalnya kesehatan, keamanannya, ketentramannya, dan sebagainya.
Kedua, kondisi eksternal yaitu kondisi yang ada di luar pribadi manusia,
umpamanya kebersihan rumah, penerangan serta keadaan lingkungan
fisik yang lain. Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan
fisik yang baik dan teratur, misalnya ruang belajar harus bersih, tidak
ada bau-bauan yang dapat mengganggu konsentrasi belajar, ruangan
cukup terang, tidak gelap dan tidak mengganggu mata, sarana yang
diperlukan dalam belajar yang cukup atau lengkap (Hadari Nawawi,
1989: 117).
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang
lebih baik. Pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh
berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa
yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang
berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi
bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Sistem pembelajaran individual atau pembelajaran privat,
belakangan ini memang cukup marak dilakukan melalui les-les privat
atau melalui lembaga-lembaga pendidikan yang memang khusus

88 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


memberikan pelayanan yang bersifat individual, apalagi dalam masa
pandemic covid-19 ini, pembelajaran tatap ditiadakan, maka guru-guru
dan siswa melakukan pembelajaran dengan menggunakan aplikasi
whatsapp, zoom, google meet, google classroom, cisco webex. Dalam
sistem pembelajaran tuntas, pelayanan individu merupakan kegiatan
yang mesti dilakukan. Setiap sub materi pelajaran yang disajikan harus
dapat dimengerti oleh semua siswa, tanpa terkecuali. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran tuntas, materi pelajaran tidak boleh diteruskan
sebelum materi yang sedang diajarkan dapat diserap oleh seluruh siswa.
Suasana belajar yang menyenangkan membuat pembelajaran akan
berjalan efektif, apabila suasana pembelajaran tersebut menyenangkan,
siswa akan lebih Rileks, Bebas dari tekanan, Aman, Menarik, Bangkitnya
minat belajar, Adanya keterlibatan penuh, Perhatian siswa tercurah,
Lingkungan belajar yang menarik, misalnya keadaan kelas terang,
pengaturan tempat duduk leluasa untuk siswa bergerak, Bersemangat,
Perasaan gembira, Konsentrasi tinggi. Suasana pembelajaran yang
menyenangkan menghindarkan pembelajaran yang tidak efektif, karena
siswa tidak Tertekan, Perasaan terancam, Perasaan menakutkan, merasa
tidak berdaya, tidak bersemangat, malas/tidak berminat, jenuh/bosan,
suasana pembelajaran monoton, pembelajaran tidak menarik siswa.
Suasana bebas atau terbuka ataupun permisif merupakan
kebebasan bagi siswa dalam berbicara dan atau berpendapat sesuai
dengan tujuan dari proses pembelajaran, sehingga dengan hal tersebut
siswa tidak akan merasakan tekananan, adanya rasa takut, malu dan
lainnya terhadap guru maupun sesame siswa.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas memang tidak
semata tergantung guru, tetapi melibatkan banyak faktor, diantaranya
keaktifan siswa, tersedianya fasilitas belajar, kenyamanan dan
keamanan ruangan kelas dan beberapa faktor lainnya, kendati memang
keberadaan guru merupakan faktor penentu dalam menciptakan kondisi

Ridwan dan Hanafi Pelu 89


pembelajaran yang efektif. Dalam mewujudkan kondisi pembelajaran
yang efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini:
1. Melibatkan Siswa; Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar
siswa sehingga mau belajar. Dengan demikian aktifitas siswa
sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar
siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, antara lain :
Aktivitas visual, seperti membaca, menulis, melakukan eksprimen,
Aktivitas lisan, seperti bercerita, tanya jawab, Aktivitas
mendengarkan, seperti mendengarkan penjelasan guru,
mendengarkan pengarahan guru, Aktivitas gerak, seperti
melakukan praktek di tempat praktek dan Aktivitas menulis,
seperti mengarang, membuat surat, membuat karya tulis atau
semacamnya;
2. Menarik minat dan perhatian Siswa; Kondisi pembelajaran yang
efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar.
Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri
seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar,
sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang
diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin
melakukan sesuatu. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran erat
kaitannya dengan sifat, bakat dan kecerdasan siswa. Pembelajaran
yang dapat menyesuaikan sifat, bakat dan kecerdasan siswa
merupakan pembelajaran yang diminati (Rosyada, 2004: 56);
3. Membangkitkan Motivasi Siswa; Motivasi merupakan daya yang
terdapat dalam diri seseorang yang dapat mendorongnya untuk
melakukan sesuatu. Sedang motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motifmotif menjadi perbuatan atau tingkah laku
untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Tugas guru
adalah bagaimana membangkitkan motivasi siswa sehingga ia
mau belajar (John W. Santrock, 2008: 9);

90 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


4. Memberikan pelayanan individu Siswa Salah satu masalah utama
dalam pendekatan pembelajaran adalah kurangnya pemahaman
guru tentang perbedaan individu antar siswa. Guru sering kurang
menyadari bahwa tidak semua siswa dalam suatu kelas dapat
menyerap pelajaran dengan baik. Kemampuan indiviadual mereka
dalam menerima pelajaran berbeda-beda. Disinilah sebenarnya
perlunya keterampilan guru di dalam memberikan variasi
pembelajaran agar dapat diserap oleh semua siswa dalam
berbagai tingkatan kemampuan, dan disini pulalah perlu adanya
pelayanan individu siswa (Madri M. dan Rosmawati, 2004: 273);
5. Menyiapkan dan menggunakan berbagai media dalam
pembelajaran Alat peraga/media pembelajaran adalah alat-alat
yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu
memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa
dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Sebab,
pembelajaran yang mengggunakan banyak verbalisme tentu akan
membosankan. Sebaliknya pembelajaran akan lebih menarik, bila
siswa merasa senang dan gembira setiap menerima pelajaran dari
gurunya (Rosyada, 2004: 57);
Cara belajar yang efektif dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
instruksional yang ingin dicapai (Milan Rianto, 2007: 1). Untuk
meningkatkan cara belajar yang efektif diperlukan strategi yang tepat
agar pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan seefektif
mungkin.
Mengajar merupakan proses pembimbingan terhadap siswa agar
mereka mengalami proses belajar. Dalam belajar para siswa
menghendaki hasil belajar yang efektif: Demi tuntutan tersebut guru
harus membantu dengan cara mengajar yang efektif pula. Mengajar
efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar yang efektif. Untuk

Ridwan dan Hanafi Pelu 91


dapat mengajar secara efektif guru harus mampu menciptakan iklim
belajar yang menunjang terciptanya kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses belajar. Kondisi yang dimaksudkan hanya dapat tejadi
apabila guru mengajar menggunakan prinsip-prinsip mengajar,
diantaranya sebagai berikut:
1. Konteks; Belajar sebagian besar tergantung pada konteks belajar
itu sendiri. Situasi problematis yang mencakup tugas untuk belajar
hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks yang dianggap
penting dan memaksa bagi pelajar dan melibatkan siswa menjadi
peserta yang aktif, justru karena tujuan itu sendiri;
2. Fokus; Proses pembelajaran perlu diorganisasikan dengan bahan
be1ajar. Di samping itu pembelajaran yang penuh makna dan
dektit harus diorganisasikan di sekitar suatu fokus. Pengajaran
akan berhasil dengan menggunakan fokalisasi, sehingga mutu
pembelajaran lebih meningkat;
3. Sosialisasi; Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sarna
dalarn kerja kelornpok, diskusi dan sebagainya. Mereka
bertanggung jawab bersama dalam proses pepemecahan masalah;
4. Individualisasi; Dalam mengorganisasi belajar mengajar guru
memperhatikan taraf kesanggupan siswa dan merangsangnya
untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan
sebaikbaiknya;
5. Urutan; Belajar sebagai gejala tersendiri dan pada
mengorganisasikannya dengan tetap berdasarkan prinsip
konteks, fokalisasi, sosialisasi, dan individualisasi. Namun
demikian, guru juga harus mempertimbangkan efektivitas dari
serangkaian pelajaran yang disusun secara tepat menurut waktu
atau urutannya;

92 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


6. Evaluasi; Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses
belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat
pada proses belajar itu.
Dalam hal ini guru harus mempunyai pengetahuan dan keahlian
yang profesional dalam pelaksanaan pembelajaran efektif dan efesien.
Dalam hal ini guru harus mampu menguasai materi pelajaran, strategi
pengajaran, mempunyai keahlian manajemen kelas, keahlian
motivasional, keahlian komunikasi dan dapat bekerja secara efektif
dengan murid dari latar belakang kultural yang beragam. Dalam hal ini
Pentingnya Guru Memotivasi Siswa merupakan salah satu yang urgen
dalam meningkatkan minat belajar siswa. Untuk itu guru harus: Siswa
senantiasa memerlukan dorongan dari guru, Siswa perlu bekerja dan
berusaha sesuai tuntutan belajar dan motivasi perlu dimiliki oleh siswa
agar mereka memiliki ketangguhan dalam belajar.
Dalam memelihara kondisi dan suasana belajar yang efektif maka
harus terwujud seorang guru yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan pembelajaran, adanya penataan lingkungan belajar yang
baik, serta cara atau strategi pengajaran seorang guru yang profesional.
Untuk mencari garis yang memisahkan belajar yang tersendiri dari
rangkaian proses belajar adalah merupakan suatu abstraksi. Tidak
mungkin unit pelajaran yang satu tepisah dengan unit-unit lain. Atau
beberapa unit terpisah dari keseluruhan pelajaran itu. Bila hendak
mencapai belajar yang otentik, organisasi rangkaian atau urutan dari
belajar dengan penuh makna harus dengan sendirinya bermakna pula.
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, harus dipilih fokus
yang memiliki ciri-ciri yang baik: 1) Memobilisasi tujuan. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, pengajaran harus dapat
membangkitkan keinginan untuk belajar. Konteks bermaksud
membangkitkan tujuan, sedangkan fokus merumuskan dan
mengarahkan tujuan. Jadi fokus belajar mengajar yang baik harus

Ridwan dan Hanafi Pelu 93


mampu memobilisasi keinginan belajar. Memberi bentuk dan
uniformitas pada belajar. 2) Belajar yang efektif mempunyai ciri antara
lain uniformitas (keseragaman). Keseragaman artinya terdapat
koordinasi intern dari relasi-relasi yang terdapat dalam unit pelajaran
itu, atau terdapat strukturalisasi sehingga dapat menirnbulkan fokus
yang wajar. 3) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi
dan penemuan. Fokus yang baik harus rnenirnbulkan suatu pertanyaan
yang perlu dijawab, soal yang perlu dipecahkan, suatu pengertian yang
harus dipaharni dan digunakan.
Hasil belajar merefleksikan keleluasaan, kedalaman, kompleksitas
dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik
penilaian tertentu. Hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah yaitu:
1. Ranah kognitif, berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan
kemampuan dan kemahiran intelektual, meliputi ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi dan kreativitas.
2. Ranah efektik, yang berorientasi pada nilai dan sikap, meliputi
pengenalan, pemberian respon, penghargaan, pengorganisasian,
dan pengalaman.
3. Ranah psikomotor, yang berhubungan dengan kemampuan fisik
seperti keterampilan motorik dan syaraf, menipulasi, ketepatan
gerakan, artikulasi dan naturalisasi.
Dengan demikian pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh
guru dalam menciptakan suasana belajar siswa agar terlaksana kegiatan
belajar mengajar yang koqnitif, efiktif dan psikomotor.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa;
pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh pendidik untuk
membelajarkan siswapada lingkungan belajar tertentu dan akhirnya
terjadi perubahan tingkah laku. Oleh karena, pembelajaran merupakan
proses, tentu dalam sebuah proses terdapat komponen-komponen yang
saling terkait. Komponen-komponen pokok dalam pembelajaran

94 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


mencakup tujuan pembelajaran, pendidik, siswa, kurikulum, strategi
pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Hubungan antara komponen-komponen pembelajaran tersebut salah
satunya akan membentuk suatu kegiatan yang bernama proses
pembelajaran.

C. Pembelajaran di Madrasah
Madrasah memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa.
Saat ini pendidikan madrasah masih dianggap pendidikan “kelas dua”.
Hal ini terjadi karena penyelenggaraan Madrasah masih menghadapi
sejumlah masalah besar mulai seperti persoalan pengelolaan dan
rendahnya mutu pendidikan Madrasah.
Pendidikan merupakan sektor penting dalam pembangunan
bangsa, melalui pendidikan kita menyiapkan sumber daya manusia
(SDM) yang mampu mengisi pembangunan bangsa ke depan. Pentingnya
pendidikan sebagai pilar pembangunan secara tegas tertuang dalam
pembukaan UUD 1945. Sesuai alinea ke-4 salah satu tujuan bangsa
Indonesia adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Cerdas dalam
semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia
menyelenggarakan pendidikan dalam satu sistem pendidikan nasional.
Salah satunya adalah penyelenggaraan pendidikan Islam yang
diselenggarakan bersama antara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Agama (Kemenag)
yang fokus menyelenggarakan pendidikan Agama dan pendidikan
Keagamaan.
Menurut Keputusan Menteri Agama nomor 184 Tahun 2019
tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah diterbitkan
untuk mendorong dan memberi aturan bagaimana berinovasi dalam
implementasi kurikulum madrasah serta memberikan payung hukum
dalam pengembangan kekhasan Madrasah, pengembangan penguatan

Ridwan dan Hanafi Pelu 95


Karakter, Pendidikan Anti Korupsi dan Pengembangan Moderasi
Beragama pada Madrasah.
Selain itu, KMA Nomor 183 Tahun 2019 dan KMA Nomor 184
Tahun 2019 akan diterapkan secara bertahap pada jenjang MI, MTs dan
MA mulai Tahun Pelajaran 2020/2021.
Kepada semua pihak, para pemangku kebijakan dan pemangku
kepentingan diharapkan memberikan respon positif dan dinamis untuk
secara bersama-sama, bahu membahu dan bergotong royong
mengimplementasikan dengan baik dan benar, sehingga tujuan
diterbitkannya KMA ini dapat membawa perubahan pendidikan
madrasah lebih bermutu.
Lebih lanjut, Keputusan Menteri Agama nomor 184 Tahun 2019
tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah pada BAB III
Pengembangan Implementasi Kurikulum di Madrasah bagian D tentang
Implementasi Moderasi Beragama, Penguatan Pendidikan Karakter, dan
Pendidikan Anti Korupsi terdiri dari;
1. Setiap guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai moderasi
beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti
korupsi kepada siswa.
2. Penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan
karakter, dan pendidikan anti korupsi kepada siswa bersifat
hidden curriculum dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan
pemberdayaan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Implementasi penanaman nilai moderasi beragama, penguatan
pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada siswa di
atas tidak harus tertuang dalam administrasi pembelajaran guru
(RPP), namun guru wajib mengkondisikan suasana kelas dan
melakukan pembiasaan yang memungkinkan terbentuknya
budaya berfikir moderat dalam beragama, terbentuknya karakter,

96 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dan budaya anti korupsi, serta menyampaikan pesan-pesan moral
kepada siswa.
Kiprah madrasah dalam membangun karakter bangsa dengan
penanaman nilai-nilai agama sebagai bagian dalam penyelenggaraan
pendidikan disamping pemberian ilmu pengetahuan umum perlu
menjadi perhatian. Karena penyeleggaraan pendidikan madrasah telah
mendorong pendidikan di Indonesia semakin besar. Membantu
pencapaian wajib belajar, serta meningkatkan angka partisipasi sekolah
di Indonesia. Sebagai bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas).
Saat ini jumlah madrasah di Indonesia telah tersebar ke seluruh
pelosok negeri. Menurut data dari Kemenag 2011 jumlah madrasah di
Indonesia sudah mencapai lebih dari 43.640 buah. Angka ini
memberikan kontribusi besar untuk meningkatkan angka partisipasi
sekolah dalam pencapaian wajib belajar.
Perkembangan madrasah di Indonesia cukup pesat, hal ini dapat
dilihat dari jumlah madrasah yang setiap tahun semakin bertambah.
Menurut data Kemenag hingga akhir tahun 2011 jumlah madrasah sudah
lebih dari 43.640 buah. Banyaknya madrasah yang tersebar di seluruh
pelosok negeri membantu pencapaian pemerataan pendidikan di
Indonesia. Akan tetapi, dalam penyelenggaraannya, madrasah kerap
menghadapi masalah. Persoalan klasik dari penyelenggaraan
pendidikan di madrasah antara lain terkait dengan pengelolaan
madrasah yang berada di bawah pembinaan dua kementerian yaitu
Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, kesenjangan antara
madrasah negeri dan swasta, serta mutu madrasah yang masih rendah.
Pertama, persoalan dualisme pengelolaan pendidikan.
Pengelolaan pendidikan madrasah berada dibawah dua kementerian
yaitu Kemendiknas dan Kemenag. Pengelolaan ini seringkali
menimbulkan kecemburuan terutama dari segi pendanaan, perhatian,

Ridwan dan Hanafi Pelu 97


bantuan, yang seringkali mendapat perlakuan yang berbeda. Anggaran
pendidikan untuk madrasah yang diambil dari anggaran pendidikan
langsung dikelola oleh Kemenag. Namun jumlahnya tidak sebanding
dengan jumlah madrasah yang ada di seluruh Indonesia. Sehingga
kucuran dana yang diberikan menjadi terbagi dan lebih kecil
dibandingkan dengan sekolah umum.
Selain itu kesejahteraan guru di madrasah juga cukup
memprihatinkan. Sistem dualisme pengelolaan pendidikan ini memang
telah terjadi di Indonesia sejak lama, dan menjadi bentuk jalan
kompromi politik kelompok kepentingan dalam masyarakat Indonesia
(Arief, 2012: 230). Hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Madrasah
secara bersama dengan sekolah umum ikut memajukan pendidikan dan
memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan dalam menghasilkan
lulusan yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan umum, tetapi
juga berbekal ilmu pengetahuan agama. Sudah sepatutnya mendapat
perhatian ekstra dari dua kementerian ini. Kemenag dan Kemendikbud
tentu saja harus mengabaikan ego sektoralnya dalam mengembangkan
pendidikan. Karena madrasah pun menjadi bagian dalam Sisdiknas.
Kedua, kesenjangan antara madrasah negeri dengan madrasah
swasta. Ada perbedaan perlakuan yang diberikan untuk madrasah
negeri dan swasta. Perbedaan perlakuan ini sangat dirasakan oleh
madrasah swasta. Pemberian bantuan pendidikan untuk madrasah
swasta selalu dinomor-duakan. Contohnya saja, dalam hal pemberian
beasiswa baik untuk siswa maupun untuk guru. Sarana dan prasarana
pun masih kurang memadai. Pembinaan sekolah atau madrasah swasta
yang minim perhatian. Padahal jumlah madrasah negeri dan swasta
sangat jauh sekali perbedaannya. Menurut data Kemenag tahun 2010-
2011, secara nasional terdapat 22.468 sekolah jenjang MI, 14.757 MTs,
dan 6.415 MA.

98 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Ketiga, persoalan mutu madrasah. Seperti yang telah diungkapkan
Supangat (2011: 155) Meskipun madrasah telah berkontribusi bagi
pencerdasan kehidupan bangsa, namun masih menghadapi berbagai
kendala yang sulit dihindarinya (Supangat: 2011: 155). Menurut
Amirullah (Minnah dkk, 2012: 5), hambatan terbesar yang dihadapi
madrasah adalah rendahnya kualitas proses pendidikan yang ada
didalamnya. Hal ini terjadi karena aspek manajemen, aspek kurikulum
dan aspek kualitas tenaga pendidiknya yang dinilai masih rendah.
Pada umumnya madrasah masih dihadapkan pada beberapa
kendala yang mempengaruhi mutu baik proses maupun hasil
pendidikan, baik berkenaan dengan latar belakang siswa dan
keluarganya, dukungan berbagai sumber pendidikan, kualifikasi dan
rendahnya partisipasi dari masyarakat. Persoalan yang dihadapi
madrasah terutama pada pencapaian mutu dipicu karena tidak
terpenuhinya standar-standar tertentu, seperti infrastruktur, pendidik
dan tenaga kependidikan, kurikulum, calon siswa, proses pembelajaran,
dan manajemen kelembagaannya. Pendirian madrasah sering kurang
mempertimbangkan pemenuhan aspek mutu baik standar pelayanan
pendidikan maupun standar nasional pendidikan.
Madrasah merupakan bagian dari Sisdiknas memiliki peran yang
cukup penting dalam pendidikan dan sejajar dengan sekolah umum.
Perbedaan antara madrasah dan sekolah umum terletak pada sejarah
pembentukannya serta ciri khasnya. Dari sisi sejarah, sekolah atau
pendidikan umum dibentuk dari model pendidikan umum yang
dibangun pada masa kolonialisme Belanda, sementara madrasah
dibentuk sebagai respons terhadap pandangan umum bahwa sekolah-
sekolah Belanda hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang berkuasa dan
pejabat pemerintahan. Penyelenggaraan madrasah memiliki peluang
dan tantangan tersendiri.

Ridwan dan Hanafi Pelu 99


Menurut Abdurrahman (2000: 130-137) peluang madrasah antara
lain: pertama, kehidupan beragama yang semakin semarak dan semakin
diamalkan dalam kehidupan pribadi maupun dalam sosial
kemasyarakatan memberi peluang untuk bersama-sama membangun
khususnya dalam bidang pendidikan yang mempunyai peranan strategis
dalam peningkatan sumber daya manusia. Ditengah krisis moral yang
terjadi di Indonesia, pendidikan madrasah menjadi pilihan tepat karena
paket pendidikan di dalamnya sudah mencangkup pemberian wawasan
ilmu agama. Kedua, semakin berfungsinya Kementerian Agama dalam
pembinaan dan pengelolaan madrasah. Hal ini kemudian dikuatkan
dengan adanya program strategis Kementerian Agama yakni
meningkatkan mutu pendidikan madrasah.
Ketiga, adanya animo masyarakat dan gairah beribadah untuk
berperan serta dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membangun manusia Indonesia seutuhnya, serta meningkatkan sumber
manusia melalui penyelenggaraan madrasah dan memasukkan putra-
putrinya pada jenjang pendidikan madrasah. Keempat, adanya peluang
untuk mengembangkan program sesuai dengan kemandirian dan ciri
kekhususan madrasah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan nasional. Kelima, adanya dukungan masyarakat yang
sangat luas dalam upaya untuk ikut berperan serta dalam
menyelenggarakan madrasah baik dalam hal pengelolaan,
pembangunan maupun dalam hal tanggung jawab kemitraan dalam
pengabdiannya kepada bangsa, negara dan agama.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya pendidikan madrasah
seringkali masih dipandang sebelah mata. Madrasah dianggap sebagai
pendidikan ‘kelas dua’ setelah pendidikan formal yang diselenggarakan
Kemendikbud. Pendidikan yang diselenggarakan di madrasah dinilai
kurang berkualitas, lulusannya dianggap belum mampu bersaing dengan
lulusan satuan pendidikan yang sederajat, dan tata kelola lembaganya

100 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


juga tidak berkualitas. Sehingga, sebagian masyarakat masih menjadikan
madrasah sebagai pilihan terakhir untuk menuntut ilmu.
Bila melihat dari komposisi materi yang diberikan kepada siswa
40% merupakan materi keagamaan yang ditanamkan pada setiap sisi.
Padahal, ditengah krisis moral yang terjadi saat ini, dan ketika
pendidikan umum sudah tidak dapat lagi memenuhi tuntutan perbaikan
karakter dan moral bangsa, pendidikan agama justru seharusnya
menjadi garda terdepan dalam perbaikan akhlak dan moral bangsa
dimasa yang akan datang. Karenanya, kiprah madrasah tidak dapat
dipandang sebelah mata karena madrasah memiliki peran penting dalam
pendidikan nasional secara bersama membangun pendidikan ke arah
yang lebih baik demi terwujudnya bangsa yang cerdas dan berakhlak
mulia dengan mengedepankan nilai-nilai agama sebagai pegangan dalam
kehidupan.
Secara sederhana, model pembelajaran berdasarkan kurikulum
terpadu bagi madrasah dimana bidang studi rumpun agama Islam yang
terdiri dari Aqidah Akhlak, Fiqh, Quran Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam
serta penciptaan suasana lingkungan yang relegius harus menjadi
komitmen bagi setiap warga madrasah dalam rangka mewujudkan
madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktek keislaman.
Bidang studi rumpun agama Islam merupakan inti sehingga bahan-
bahan yang termuat dalam bidang studi umum PKN, IPS, IPA,
Matematika, Seni Budaya, Penjaskes, Muatan Lokal, Keterampilan dan
Bahasa harus dijiwai oleh pendidikan agama Islam. Bidang studi rumpn
Agama Islam juga menjadi motivator dan dinamisator bagi
pengembangan kualitas IQ (intelegent Quotient), EQ (Emotional
Quotient), CQ (Creativity Quotient) dan SQ (Spritual Quotient). Muhaimin,
(2007: 217).
Pengembangan Ciri Khas Madrasah bidang Keagamaan juga dapat
ditandai dengan adanya berbagai kegiatan seperti meningkatnya

Ridwan dan Hanafi Pelu 101


program pendidikan agama secara optimal seperti penambahan jam
pelajaran agama, semakin terhindarnya kegiatan pendidikan yang
dikotomis antara pendidikan agama dengan pendidikan umum,
terwujudnya suasana keagamaan yang tercermin dalam kehidupan
ibadah dan perilaku, meluasnya kegiatan ekstra kurikuler yang
menitikberatkan pada pengembangan kepribadian secara utuh dan
semakin terpeliharanya pelaksanaan ajaran agama Islam di sekolah
seperti kekeluragaan, harga diri, semangat kebersamaan dan lain-lain.
Selain itu, Madsarah harus unggul dengan khas dan tampilan yang
berbeda dengan sekolah pada umumnya. Oleh karena itu,
pengembangan ciri khas keunggulan madrasah oleh penulis di sini
adalah;
Pertama, penguasaan dua bahasa Asing (bahasa Arab dan Ingris).
Salah satu yang ciri khas yang dimiliki madrasah adalah adanya bidang
studi bahasa Arab yang wajib dipelajari oleh siswa selain bahasa Inggris
atau bahasa Asing lainnya. Kenyataan ini seharusnya dimanfaatkan
dengan baik oleh Madrasah untuk membuat suatu program unggulan
dengan menitikberatkan pada bagaimana memfasilitasi siswa untuk
menguasai bahasa asing bagi yang memiliki kemampuan atau bagi siswa
yang memiliki bakat dan minat ke arah ini.
Dalam rangka efektifitas pelaksanaanya, maka madrasah harus
memiliki kesiapan dalam berbagai hal terutama pada;
1. Kesiapan asrama bagi siswa yang mengikuti program ini. Kesiapan
asrama penting dalam rangka penciptaan lingkungan bahasa (biah
al-lugah);
2. Kesiapan Asrama bagi para ustazd dan utadzah yang akan
membimbing mereka selama program ini berlangsung;
3. Kesiapan guru yang profesioanl dalam pembelajaran Bahasa;

102 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


4. Kesiapan dana baik untuk gaji guru maupun untuk biaya lain
seperti biaya untuk proses pembelajaran; dan
5. Kesiapan sarana dan parasaran belajar seperti laboratorum
Bahasa.
Minimal ada tiga standar kompetensi yang diharapkan untuk
dimiliki siswa yang mengikuti program unggulan ini adalah;
1. Dapat menggunakan bahasa asing secara aktif dengan lisan. Hal ini
berarti mereka harus bisa menggunakan bahasa asing (bahasa
Arab dan Inggris) secara aktif dengan orang lain dengan benar,
sekaligus dapat memahami dengan benar bahasa yang
dikemukakan oleh native speaker;
2. Dapat memahami bahasa kitab atau bahasa buku. Hal ini berarti
siswa memahami bahasa kitab yang tertulis dalam bahasa Arab
dengan menggunakan ilmu sharaf, balagah, nahwu) sebagai
sarananya, demikian halnya dengan bahasa Inggris;
3. Dapat membuat tulisan dengan menggunakan bahasa Arab sesuai
kaidah insya. Hal ini berarti, mereka dapat mengungkapkan ide
dan pemikirannya dalam tulisan yang menggunakan bahasa Asing.
Kedua, Pengembangan Program Paket Pilihan. (P4). Sementara
yang dimaksud dengan pengembangan program paket pilihan adalah,
madrasah menyiapkan sebuah paket yang di dalamnya terdiri dari
berbagai program khusus yang dipersipakan bagi siswa Madrasah
Tsanawaiyah dan Madrasah Aliyah yang tidak berniat untuk
melanjutkan studi ke yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi). Program yang
dimaksud adalah program yang sesuai dengan kebutuhan lokal di mana
madrasah itu berada.

Ridwan dan Hanafi Pelu 103


Sedangkan diantara program yang di maksud adalah: Pertama,
Kewirausahaan seperti komputer, pengalengan ikan, menjahit, membuat
kue, atau keterampilan lainnya yang banyak dibutuhkan oleh
masyarakat. Intinya adalah keterampilan yang dapat secara langsung
dimanfaatkan oleh siswa setelah lulus dari Madrasah. Dengan program
ini, maka siswa yang lulus sekolah dan tidak lagi melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi tentu dapat mencoba untuk membuka usaha
sendiri dengan modal keterampilan yang di bekali.
Ketiga, Program Da’i profesional. Mansyarakat modern yang
menghadapi berbagai persoalan hidup sangat membutuhkan siraman
rohani dan pemahaman agama yang baik. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat tersebut, maka dibutuhkan da’i yang memiliki keahlian
dalam bidang dakwah, meskipun bukan pekerjaan yang muda untuk
mempersiapkannya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan khusus untuk menjadi
seorang da’i agama Islam yang profesional dalam menghadapi kondisi
masyarakat yang terlilit oleh berbagai persoalan. Memang setiap umat
Islam seharusnya memposisikan diri sebagai da’i, baik untuk diri,
keluarga maupun masyarakatnya, akan tetapi da’i sebagai profesi
dibutuhakan ilmu dan kemampuan khsusus agar dalam menjalankan
tugasnya lebih profesial, efektif dan optimal.
Sebagai calon Da’I maupun seorang Da’I harus memiliki a kreteria
da’i profesional adalah;
1) menguasai ajaran Agama Islam;
2) memahamai bahasa Arab dengan baik;
3) memiliki keahlian dalam membaca dan menulis Alquran dan
hadis;
4) memiliki kemampuan berkomunikasi dan retorika; dan,
5) Mengetahui psyikologi sosial dan lain-lain.

104 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa; pembelajaran di Madrasah sangat berbeda dengan di sekolah
umum, dimana pembelajaran di Madrasah lebih focus dan menekankan
pada aspek aqidah-akhlaq, qur’an hadist, sejarah kebudayaan Islam dan
fiqih. Oleh karena itu, sebagai guru yang mengajar di Madrasah harus
lebih kreatif dan progressif dengan mata pelajaran yang diembannya.

Ridwan dan Hanafi Pelu 105


A. Corona Virus Desease
Virus corona termasuk superdomain biota, kingdom virus. Virus
corona adalah kelompok virus terbesar dalam ordo Nidovirales. Semua
virus dalam ordo Nidovirales adalah nonsegmented positive-sense RNA
viruses. Virus corona termasuk dalam familia Coronaviridae, sub familia
Coronavirinae, genus Betacoronavirus, subgenus Sarbecovirus.
Pengelompokan virus pada awalnya dipilah ke dalam
kelompokkelompok berdasarkan serologi tetapi sekarang berdasar
pengelompokan filogenetik. Lebih jauh dijelaskan bahwa subgenus
Sarbecovirus meliputi Bat-SL-CoV, SARS-CoV dan 2019-nCoV. BatSL-CoV
awalnya ditemukan di Zhejiang, Yunan, Guizhou, Guangxi, Shaanxi dan
Hubei, China.
Pengelompokan yang lain memperlihatkan bahwa virus corona
grup beta meliputi Bat coronavirus (BcoV), Porcine hemagglutinating
encephalomyelitis virus (HEV), Murine hepatitis virus (MHV), Human
coronavirus 4408 (HCoV 4408), Human coronavirus OC43 (HCoV-OC43),
Human coronavirus HKU1 (HCoV-HKU1), Severe acute respiratory
syndrome coronavirus (SARSCoV) dan Middle Eastern respiratory
syndrome coronavirus (MERS-CoV).
Virus corona berbentuk bulat dengan diameter sekitar 125 nm
seperti yang digambarkan dalam penelitian menggunakan cryo-electron
microscopy. Partikel virus corona mengandung empat protein struktural
utama, yaitu protein S (spike protein) yang berbentuk seperti paku,
protein M (membrane protein), protein E (envelope protein), dan

106 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


protein N (nucleocapside protein). Protein S (~150 kDa), protein M
(~25– 30 kDa), protein E (~8–12 kDa), sedangkan protein N terdapat di
dalam nukleokapsid.
Analisis filogenetik mengungkapkan bahwa virus corona termasuk
dalam subgenus Sarbecovirus dari genus Betacoronavirus, dengan
panjang cabang yang relatif panjang untuk kerabat terdekat bat-SL-
CoVZC45 dan bat-SL-CoVZXC21, dan secara genetik berbeda dari SARS-
CoV. Khususnya, pemodelan homologi mengungkapkan bahwa virus
corona memiliki struktur receptorbinding domain yang sama dengan
SARS-CoV, meskipun terdapat variasi asam amino pada beberapa residu
utama. Meskipun virus corona lebih dekat ke bat-SL-CoVZC45 dan bat-
SLCoVZXC21 di tingkat genom keseluruhan, tetapi melalui analisis
filogenetik dari receptor-binding domain ditemukan bahwa virus corona
lebih dekat dengan garis keturunan SARS-CoV. Dewasa ini WHO
memberi nama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-
CoV-2) yang menjadi penyebab penyakit COVID-19.
Covid-19 coronavirus disease yang sering disebut COVID-19.
COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China pada akhir tahun 2019.
Penularan wabah COVID-19 sangat cepat dan sulit untuk mengenali ciri
ciri orang yang sudah tertular dengan virus ini. Saat ini Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menetapkan COVID-19 sudah menjadi
pandemi, artinya terjadi penambahan kasus penyakit yang cukup cepat
dan sudah terjadi penyebaran antar negara (Aswani, 2020).
Dampak yang ditimbulkan dari COVID-19 dirasakan hampir
seluruh negara. Banyak sektor yang menerima dampak wabah tersebut,
tidak terkecuali pada sektor pendidikan. Akibat pandemi ini, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Surat Edaran
No. 4 Tahun 2020 memutuskan proses belajar mengajar harus
dilaksanan dari rumah masing-masing atau yang kerap disebut dengan

Ridwan dan Hanafi Pelu 107


Belajar Dari Rumah (BDR) (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 2020).
Pada awal tahun 2020, dunia dikejutkan dengan adanya wabah
virus corona (covid-19) yang menginfeksi hampir seluruh negara di
dunia. Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China. WHO (World
Health Organization) sejak Januari 2020 telah menyatakan dunia masuk
ke dalam darurat global terkait virus ini (Sebayang, 2020: 1).
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan status darurat bencana
terhitung mulai tanggal 29 Februari-29 Mei 2020 terkait pandemi virus
ini dengan jumlah waktu 91 hari (Koesmawardhani, 2020: 3). Organisasi
Pendidikan, Keilmuwan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
atau UNESCO menyebut hampir 300 juta siswa di seluruh dunia
terganggu kegiatan sekolahnya dan terancam hak-hak pendidikan
mereka di masa depan (Kompas TV, 2020: 7).
Hal tersebut mempengaruhi perubahan-perubahan dan
pembaharuan kebijakan untuk diterapkan. Kebijakan baru juga terjadi
pada dunia pendidikan merubah pembelajaran yang harus datang ke
kelas, menjadi cukup di rumah saja. Anjuran pemerintah untuk stay at
home and physical and social distancing harus diikuti dengan perubahan
modus belajar tatap muka menjadi online. Bekerja dari rumah atau Work
from Home yang dilaksanakan saat ini merupakan tindak lanjut atas
imbauan Presiden Joko Widodo pada konferensi pers di Istana Bogor
Jawa Barat (15 Maret 2020). Presiden mengimbau agar dapat
meminimalisir penyebaran virus corona, masyarakat diminta untuk
bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah.
Mengacu pada Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat
penyebaran covid-19. Maka dalam praktiknya proses belajar mengajar
dirumah, siswa dan guru dibantu dengan aplikasi belajar online/daring.
Peralihan cara pembelajaran ini memaksa berbagai pihak untuk

108 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


mengikuti alur yang sekiranya bisa ditempuh agar pembelajaran dapat
berlangsung dan yang menjadi pilihan adalah dengan pemanfaatan
teknologi sebagai media pembelajaran daring. Lembaga pendidikan di
Indonesia dari jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi
semuanya menerapkan pembelajaran daring/online.
Menurut Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan
Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Kementerian Agama (Kemag), A. Umar,
bahwa; skema pembelajaran madrasah tahun ajaran 2020/2021 yang
dimulai pada Senin (13/7/2020) dilakukan sesuai kondisi zona daerah
dan kebijakan pemerintah daerah (pemda) setempat.
Satuan pendidikan yang berada di daerah zona hijau dapat
melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan setelah
mendapatkan izin dari pemda melalui dinas pendidikan provinsi atau
kabupaten/kota, kantor wilayah Kemag provinsi, dan kantor
kabupaten/kota berdasarkan persetujuan Gugus Tugas Covid-19
setempat.
Lebih lanjut beliau (Umar-red) menyampaikan, pemerintah telah
menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) 4 Menteri tentang
Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021
dan Tahun Akademik Tahun 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. SKB
ini antara lain mengatur bahwa pemerintah melalui Gugus Tugas Covid-
19 telah menetapkan zona hijau, kuning, oranye, dan merah pada seluruh
wilayah kabupaten/kota di Indonesia.
"Satuan pendidikan yang berada di daerah zona kuning, oranye,
dan merah, dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di
satuan pendidikan dan tetap melanjutkan kegiatan belajar dari rumah,"
ujar Umar dalam siaran persnya, Minggu (12/7/2020).
Umar-red menyebutkan, madrasah di zona hijau yang sudah
memenuhi persyaratan sesuai SKB 4 Menteri, serta disetujui Gugus
Tugas Covid-19 setempat, maka Kepala Kanwil Kemag Provinsi atau

Ridwan dan Hanafi Pelu 109


Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota dapat memperbolehkan madrasah
itu melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, madrasah harus tetap
menerapkan protokol kesehatan.
Umar-red menambahkan, Kanwil Kemag Provinsi memberikan
persetujuan untuk Madrasah Aliyah (MA). Sementara Kanwil Kemag
Kabupaten/Kota memberikan persetujuan untuk Madrasah Tsanawiyah
(MTs) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Khusus untuk bulan pertama,
pembelajaran tatap muka hanya dapat diberlakukan untuk MTs dan MA
saja. Untuk MI, dapat diberlakukan sebulan berikutnya jika statusnya
masih hijau.
Untuk meringankan tugas guru, tenaga kependidikan, dan siswa
dalam pelaksanaan pembelajaran daring, lanjut Umar, Direktorat KSKK
Madrasah telah menjalin kerja sama dengan provider selular. Ada XL
Axiata, Indosat Ooredoo, Telkomsel, dan Tri yang akan memberikan
bantuan kuota internet dengan harga terjangkau bagi para pelajar, serta
pendidik dan tenaga kependidikan madrasah selama pandemi Covid-19.
Pembelian kuota ini juga bisa bersumber dari Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) madrasah.
Menurut SE No. 4 Tahun 2020, BDR melalui pembelajaran daring
dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna
bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian
kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan (Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2020). Pembelajaran daring lebih
menitikberatkan pada kecermatan dan kejelian siswa dalam menerima
dan mengolah informasi yang diberikan secara online (Riyana, 2019).
Konsep pembelajaran daring memiliki konsep yang sama dengan
e-learning. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmadewi pada 2020
menunjukan bahwa selama pandemi COVID19 penerapan pembelajaran
daring di SD dapat tersampaikan dengan baik apabila terdapat
kerjasama antara guru, siswa, dan orang tua (Dewi, 2020).

110 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Pembelajaran di rumah secara online membuat siswa lebih
mandiri dan kreatif, dan pembelajaran daring merupakan wujud
keberhasilan menciptakan social distancing dan meminimalisir
keramaian yang dianggap berpengaruh besar terhadap penyebaran
COVID-19 (Handarini, 2020).
Seiring berjalannya waktu, tidak terasa proses pembelajaran
dalam jaringan telah dilalui oleh siswa hampir satu (1) tahun
berjalannya pembelajaran daring menuai banyak kelebihan dan
kelemahan. Dari segi kelebihan pembelajaran daring memberikan
fleksibilitas tempat dan waktu (Yuangga & Sunarsi, 2020; Jamil &
Aprilisanda, 2020; Setiawan, 2020), menciptakan suasana belajar baru
(Sari, 2015), menghemat uang transport, siswa dapat belajar sesuai
dengan gaya belajar masing-masing, waktu berkumpul dengan keluarga
lebih banyak, siswa lebih bertanggung jawab, kreatif, dan mandiri
(Ramanta & Widayanti, 2020).
Kelemahan dari sistem pembelajaran daring ialah sulit
menemukan titik fokus anak karena situasi dan kondisi rumah kurang
mendukung untuk proses pembelajaran daring (Sari, 2015). Tidak hanya
itu, pembelajaran daring menimbulkan kurangnya interaksi antara
pendidik dan siswa dan antar siswa (Yuangga & Sunarsi, 2020; Hadisi &
Muna, 2015), pemberian tugas yang lebih banyak, bergantung dengan
koneksi internet, lebih boros kuota internet (Ramanta & Widayanti,
2020), dan lebih sulit dalam memahami materi (Jamil & Aprilisanda,
2020).
Bersarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa;
penyakit Virus Corona (Covid-19) tahun 2020 merebak virus baru
coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) yang penyakitnya disebut
Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Virus ini ditemukan di Wuhan,
China pertama kali dan sudah menginfeksi 90.308 orang per tanggal 2
Maret 2020. Jumlah kematian mencapai 3.087 orang atau 6%, jumlah

Ridwan dan Hanafi Pelu 111


pasien yang sembuh 45.726 orang. Virus jenis RNA strain tunggal positif
ini menginfeksi saluran pernapasan manusia dan bersifat sensitif
terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan
mengandung klorin. Sumber host diduga berasal dari hewan terutama
kelelawar, dan vektor lain seperti tikus bambu, unta dan musang. Gejala
umum berupa demam, batuk dan sulit bernapas. Sindrom klinik terbagi
menjadi tanpa komplikasi, pneumonia ringan dan pneumonia berat.
Pemeriksaan spesimen diambil dari swab tenggorok (nasofaring dan
orofaring) dan saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, aspirat
endotrakeal). Isolasi dilakukan pada pasien terbukti terinfeksi Covid-19
untuk mencegah penyebaran lebih luas.

B. Pembelajaran Daring (Dalam Jaringan)


Pembelajaran daring yaitu program penyelenggaraan kelas belajar
untuk menjangkau kelompok yang masif dan luas melalui jaringan
internet. Pembelajaran dapat dilakukan secara masif dengan jumlah
peserta yang tidak terbatas, bisa dilakukan secara gratis maupun
berbayar (Bilfaqih&Qomarudin, 2015: 1).
Sedangkan menurut Thome pembelajaran daring merupakan
pembelajaran yang memanfaatkan teknologi multimedia, video, teks
online animasi, pesan suara, email, telepon konferensi, dan video
streaming online (Kuntarto,2017: 101).
Sehingga pembelajaran daring dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang dalam pelaksanaannya menggunakan jaringan
internet, intranet dan ekstranet atau komputer yang terhubung langsung
dan cakupannya global (luas).
Di dalam bukunya “The One Word Schoolhouse”, Salman Khan
mengatakan: Pendidikan tidak terjadi di dalam ruang antara mulut guru

112 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


dan telinga murid. Pendidikan terjadi di ruang di dalam otak masing-
masing.
Hal ini sejalan dengan teori pembelajaran kontruktivisme bahwa
ilmu pengetahuan itu dibangun oleh murid melalui proses belajar, bukan
dipindahkan dari guru ke murid. Mengingat hal tersebut tidak ada alasan
untuk meragukan bahkan menolak pembelajaran daring
(Bilfaqih&Qomarudin, 2015:3). Untuk menjamin pelaksanaan dan
keberlanjutan program pembelajaran, pendidikan dan pelatihan secaca
daring, pengembangannya harus mempertimbangkan peraturan dan
undang-undang yang berlaku. Beberapa di antaranya yang terkait adalah
sebagai berikut:
1) Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 4
Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan
dalam masa darurat penyebaran covid-19;
2) UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen;
3) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
4) Permendikbud Nomor 68 Tahun 2014 tentang pendidikan
TIK dan pendidik keterampilan komputer dan pengelolaan
informasi dalam implementasi kurikulum 2013;
5) Permendikbud Nomor 119 Tahun 2014 tentang
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (PJJ) pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
Dasar legalitas penyelenggaraan e-learning di atas digunakan
untuk menguatkan kebijakan bahwa pemerintah sangat serius
memperhatikan, melaksanakan serta mengembangkan e-learning
(Soekartawi, 2007: 59-74).
Pembelajaran memanfaatkan e-learning merupakan salah satu
pembelajaran yang saat ini sedang berkembang di dalam pendidikan
Indonesia. E-learning dalam pengembangan dan implementasinya
mempunyai ciri atau karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut

Ridwan dan Hanafi Pelu 113


dapat berupa pemanfaatan jasa teknologi elektronik, di mana guru dan
siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat
berkomunikasi dengan relatif mudah.
Cisco (2010) dalam Dessta (2015: 14), mendeskripsikan e-
learning dalam berbagai karakteristik, antara lain:
1) E-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, dan pelatihan secara online;
2) E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya hasil belajar yang diperoleh hanya secara
konvensional, sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi;
3) E-Learning tidak berarti menggantikan model belajar
konvensional didalam kelas, tetapi memperkuat model
belajar konvensional melalui pengayaan konten dan
pengembangan teknologi pendidikan;
4) E-Learning akan menyebabkan kapasitas siswa bervariasi
bergantung pada bentuk konten dan alat penyampaiannya.
Menurut Bilfaqih dan Qomarudin (2015: 5) pembelajaran daring
memiliki karakteristik yang utama sebagai berikut:
1) Daring, pembelajaran daring adalah pembelajaran yang
diselenggarakan melalui jejaring web;
2) Masif, pembelajaran daring adalah pembelajaran dengan
jumlah partisipan tanpa batas yang diselenggarakan melalui
jejaring web;
3) Terbuka, sistem pembelajaran daring bersifat terbuka dalam
artian terbuka aksesnya bagi kalangan pendidikan, kalangan
industri, kalangan usaha, dan khalayak masyarakat umum.
Hak belajar tak mengenal atar belakang dan batas usia.

114 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Sedangkan menurut Isman (2016: 3) pembelajaran daring
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Menuntut pembelajar untuk membangun dan menciptakan
pengetahuan secara mandiri (constructivism);
2) Pembelajar akan berkolaborasi dengan pembelajar lain dalam
membangun pengetahuannya dan memecahkan masalah
secara bersama-sama (social contructivism);
3) Membentuk suatu komunitas pembelajaran (community of
learners) yang inklusif;
4) Memanfaatkan media laman (website) yang bisa diakses
melalui internet, pembelajaran berbasis komputer, kelas
virtual, dan atau kelas digital;
5) Interaktivitas, kemandirian, aksesibilitas, dan pengayaan.
Menurut Charismiadji (2020: 10) secara proses, model
pembelajaran modern ini sudah diatur dalam Permendikud nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:
1) Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu;
2) Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi
belajar berbasis aneka sumber belajar;
3) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah;
4) Dari pembelajaran persial menuju pembelajaran terpadu;
5) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal
menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya
multi dimensi;
6) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal
menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya
multi dimensi;
7) Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

Ridwan dan Hanafi Pelu 115


8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal
(hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan siswa sebagai pembelajar sepajang hayat;
10) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan membari
keteladanan (ing ngarso sing tulodo), membangun kemauan
(ing madyo mangun karso), dan mengembangka kreativitas
siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11) Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan
masyarakat;
12) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja
adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana saja adalah
kelas;
13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan efesisensi dan efektivitas pembelajaran; dan,
14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peseta didik.
Sedangkan Menurut Ayuningtyas (2019: 3) terdapat dua jenis
komunikasi daring, antara lain:
1) Komunikasi sinkron atau serempak, Adalah komunikasi yang
menggunkan komputer, smartphone ataupun alat bantu
lainnya yang digunakan sebagai media perantaranya, dalam
komunikasi ini kedua orang yang ingin berkomunikasi
tersebut memiliki waktu yang sama.
2) Komunikasi asinkron atau tidak serempak Adalah komunikasi
yang menggunkan komputer, smartphone ataupun alat bantu
lainnya yang digunakan sebagai media perantaranya, dalam
komunikasi ini waktu untuk berkomunikasi tidak bersamaan.

116 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan penghentian sementara
kegiatan belajar mengajar disekolah tak lantas membuat proses belajar
siswa terhenti. Siswa tetap bisa belajar secara daring, guru bisa tetap
memberikan pendampingan dalam proses belajar siswa, dan orang tua
bisa memonitor perkembangan belajar anaknya (Videlia, 2020: 18).
Guru harus tetap melakukan pembimbingan belajar bagi siswanya,
walaupun harus dilakukan secara jarak jauh. Salah satu yang dapat
dilakukan guru adalah mempersiapkan materi-materi pembelajaran
maupun penugasan-penugasan yang dapat dipelajari secara daring oleh
siswanya (Gunawan, 2020: 5).
Selain itu, berikut ini terdapat beberapa aplikasi yang dapat
dimanfaatkan untuk pembelajaran daring, antara lain:
1) WhatsApp;
2) Zoom;
3) Cisco webex
4) Facebook;
5) Edmodo;
6) Telegram;
7) Google classroom; dan
8) Google Formulir.
Aplikasi pembelajaran daring saat ini menjadi solusi efektif untuk
memudahkan kegiatan belajar mengajar secara online bagi para guru
dan siswa. Kehadiran platform belajar daring yang semakin mudah
ditemukan tentu membantu pelajar di Indonesia tetap aman belajar di
rumah, tanpa dibatasi tempat dan waktu. Dengan hadirnya aplikasi
pembelajaran daring terpercaya di Indonesia, kegiatan belajar mengajar
akan tetap efektif dan efisien. Dirangkum Indozone, berikut
rekomendasi aplikasi pembelajaran daring di Indonesia:

Ridwan dan Hanafi Pelu 117


1) Rumah Belajar; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) Republik Indonesia telah meluncurkan
aplikasi belajar online gratis bernama Rumah Belajar. Belajar
melalui aplikasi ini didukng dengan video, audio, gambar,
hingga animasi interaktif;
2) seTARA; Daring seTARA daring menyediakan kelangkapan
pembelajaran dari perancangan, pelaksanan pembelajaran,
sampai ke penilaian secara lengkap;
3) Ruang-Guru; Aplikasi Ruang-guru menyediakan beragam
fitur bermanfaat untuk pembelajaran daring, antara lain:
video belajar animasi, latihan soal dan pembahasan,
rangkuman modul bimbel, dan social learning;
4) Quipper; Materi yang diajarkan disini telah disesuaikan
dengan kurikulum resmi dari pemerintah;
5) Zenius; Aplikasi ini menyediakan berbagai fitur seperti bank
soal, ujian berbasis komputer, analisis&rekapitulasi,
video&latihan soal, dan laporan belajar;
6) Kelas Pintar; Ada tiga metode belajar interaktif di aplikasi ini,
yaitu learn, practice, dan test. Setiap siswa akan diberikan
pemahaman materi melalui video, audio, animasi, buku
pelajaran online (e-book), dan multimedia;
7) Google Suite for Education; Melalui Google Suite for Education,
para pengguna dapat terus belajar meski saat akses internet
lambat;
8) Kipin School; Dalam aplikasi ini, tersedia ribuan buku
pelajaran online (e-book) berbagai tingkatan, mulai dari SD
sampai SMA/SMK. Semua buku-buku tersebut diterbitkan
langsung oleh Kemendikbud sesuai dengan kurikulum
terbaru yang berlaku di Indonesia. Latihan soal setiap materi

118 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pelajaran, video pembelajaran, dan bacaan literasi lainnya
juga dapat ditemukan di aplikasi ini;
9) Meja Kita; Para siswa yang menggunakan aplikasi Meja Kita
dapat terhubung dengan siswa-siswa di komunitas pelajar
seluruh Indonesia. Sehingga siswa bisa saling berdiskusi;
10) SekolahMu; Aplikasi SekolahMu mempunyai program
“Belajar Tanpa Batas” yang menyediakan live streaming mata
pelajaran untuk para siswa. Pembelajaran daring lewat
aplikasi SekolahMu juga ditujukan bagi seluruh orangtua
sebagai pendamping kegiatan belajar-mengajar dirumah; dan
11) Cisco Webex; Untuk kebutuhan pembelajaran daring Cisco
Webex dapat memungkinkan tenaga pendidik untuk berbagi
konten presentasi melalui papan tulis digital di layar
komputer/smartphone.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa; pengembangan pembelajaran daring tidak
semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara online saja,
namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah
siswa belajar di hadapan guru melalui layar komputer yang dihubungkan
melalui jaringan internet. Selain itu, pembelajaran daring perlu
diciptakan seolah-olah siswa belajar secara konvensional, hanya saja
dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Karena itu
pembelajaran daring perlu mengadaptasi unsurunsur yang biasa
dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional

Ridwan dan Hanafi Pelu 119


D
alam mengimplemetasikan Pendidikan Moderat di Madrasah
yang dimulai dari MI (Madrasah Ibtidaiyyah), MTs (Madrasah
Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah) sesuai dengan
Keputusan Menteri Agama nomor 184 Tahun 2019 tentang Pedoman
Implementasi Kurikulum pada Madrasah diterbitkan untuk mendorong
dan memberi aturan bagaimana berinovasi dalam implementasi
kurikulum madrasah serta memberikan payung hukum dalam
pengembangan kekhasan Madrasah, pengembangan penguatan
Karakter, Pendidikan Anti Korupsi dan Pengembangan Moderasi
Beragama pada Madrasah.
Selain itu, KMA Nomor 183 Tahun 2019 dan KMA Nomor 184
Tahun 2019 akan diterapkan secara bertahap pada jenjang MI, MTs dan
MA mulai Tahun Pelajaran 2020/2021.
Kepada semua pihak, para pemangku kebijakan dan pemangku
kepentingan diharapkan memberikan respon positif dan dinamis untuk
secara bersama-sama, bahu membahu dan bergotong royong
mengimplementasikan dengan baik dan benar, sehingga tujuan
diterbitkannya KMA ini dapat membawa perubahan pendidikan
madrasah lebih bermutu.

120 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Lebih lanjut, Keputusan Menteri Agama nomor 184 Tahun 2019
tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah pada BAB III
Pengembangan Implementasi Kurikulum di Madrasah bagian D tentang
Implementasi Moderasi Beragama, Penguatan Pendidikan Karakter, dan
Pendidikan Anti Korupsi terdiri dari;
1. Setiap guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai moderasi
beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti
korupsi kepada siswa.
2. Penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan
karakter, dan pendidikan anti korupsi kepada siswa bersifat
hidden curriculum dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan
pemberdayaan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Implementasi penanaman nilai moderasi beragama, penguatan
pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada siswa di
atas tidak harus tertuang dalam administrasi pembelajaran guru
(RPP), namun guru wajib mengkondisikan suasana kelas dan
melakukan pembiasaan yang memungkinkan terbentuknya
budaya berfikir moderat dalam beragama, terbentuknya karakter,
dan budaya anti korupsi, serta menyampaikan pesan-pesan moral
kepada siswa.

A. Moderasi
Moderasi dari segi bahasa, berasal dari bahasa Inggris moderation
yang memiliki arti sikap sedang, sikap tidak berlebihan-lebihan (Echols
& Shadily, 2009) Dengan demikian moderasi merupakan sebuah
pernyataan sikap dari seseorang terhadap suatu pilihan atau tindakan
yang akan dilakukannya. Moderasi secara sederhana dimaknai sebagai
jalan tengah yang dipilih seesorang dalam bersikap atau bertindak
terhadap dua peristiwa yang berlawanan atau berbeda.

Ridwan dan Hanafi Pelu 121


Moderasi juga bermakna jalan tengah dari terjemahan bahasa
Arab wasatiyyah memiliki arti adil, persamaan, tengah-tengah, tidak
berlebih-lebihan. Dengan demikian pada prinsipnya moderasi
merupakan sikap seseorang yang berada di tengah-tengah, tidak
berprilaku ektrim kiri maupun ektrim kanan. Moderasi dari makna
tersebut berarti terkait dengan semua hal dalam kehidupan setiap orang
baik dalam bidang sosial, agama, ekonomi dan pendidikan yang memilih
jalan tengah dan tidak berprilaku ekstrim kiri ataupum ekstrim kanan.
Moderasi berdasarkan pemaknaan tersebut mengerucut pada
suatu sistem nilai yang dianut seseorang dalam menetukan sikap atau
mengambil keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan yang
sifatnya adil, berada pada jalan tengah dan tidak memiliki
kecenderungan pada salah satu pihak. Moderat merupakan kondisi
dalam batas wajar; tidak berlebihan atau ekstrim, sedang atau tidak
melakukan kekerasan atau tunduk pada ekstrem; ringan atau tenang;
sedang: iklim sedang (Company, n.d.). Hal ini merupakan sebuah sistem
nilai yang dianut seseorang sebagai kemampuan untuk melakukan
kontrol diri dalam memenuhi keinginannya, memenuhi keinginan orang
lain pada kondisi dan situasi tertentu (Soar, 2003).
Moderat berarti sebuah sikap yang ditunjukkan seseorang pada
sebuah kasus atau peristiwa yang berseberangan dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan dirinya dan tidak merebut hak dan kebutuhan
orang lain. Berarti sikap moderat adalah sikap yang menjauhkan diri dari
tindakan atau keputusan yang hanya menguntungkan dirinya dan
merugikan orang lain. Pada posisi ini, berarti ada proses penyesuaian
antara kebutuhan seseorang dengan kondisi dan situasi yang dihadapi
orang lain.
Moderasi adalah gagasan bahwa seseorang harus menghindari
hal-hal ekstrem dan fokus pada kehidupan yang menjaga komitmen pada
keseimbangan dan keutuhan (Pollack, 2014). Moderasi menghendaki

122 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


nilai keseimbangan dalam suatu keputusan atau tindakan. Dengan
demikian kemampuan membangun sikap moderat akan sangat
tergantung pada kemampuan seseorang untuk memastikan kepatuhan
pada kriteria tertentu (misalnya dalam penilaian) sebagaimana
tercantum dalam indikator yang disepakati bersama termasuk
membangun komitmen utuk mematuhi kebijakan dan prosedur
penilaian secara moderat (Squire, 2013).

B. Moderasi dalam Persfektif Teorities


Moderasi dalam makna jalan tengah yang dipilih seesorang dalam
bersikap atau bertindak terhadap dua peristiwa yang berlawanan atau
berbeda merupakan pilihan yang ditetukan seseorang pada situasi
tertentu seperti pro dan kontra, kompromi atau tidak. Dalam persfektif
teorities moderasi dimaknai sebagai seperangkat hipotesis yang saling
terkait yang menjelaskan proses di mana kelompok-kelompok politik
menjauhkan diri dari platform radikal demi kebijakan yang lebih
moderat dan lebih memilih strategi pemilihan, kompromi, dan non-
konfrontatif daripada strategi non-elektoral, eksklusif, dan
konfrontasional.
Teori moderasi yang lahir dari isu-isu politik sebenarnya
cenderung pada sistem nilai yang dianut seseorang atau kelompok
politik dalam menentukan sikap terhadap pilihan politiknya. Moderasi
dapat terjadi pada level ideologis dan perilaku yang saling memperkuat
satu sama lain. Moderasi lahir situasi yang memiliki pilihan perilaku
yang saling melemahkan atau saling memperkuat pada situasi tertentu.
Teori moderasi yang paling utama adalah Teori Political Parties.
Asal usul teori ini kembali ke karya Robert Michels yang menawarkan
studi klasik tentang Partai Sosial Demokrat Jerman dalam bukunya
Political Parties (Alidina, 2014). Teori ini menawarkan wawasan ke
dalam transformasi politik partai dalam sejumlah besar kasus budaya

Ridwan dan Hanafi Pelu 123


dan sejarah termasuk sosialis dan partai-partai demokrasi Kristen di
Eropa Barat dan kelompok-kelompok politik Islam (Przeworski &
Sprague, 1986). Sikap politik seseorang atau kelompok organisasi
menjadi sebuah bentuk dari dinamika yang melahirkan teori moderasi
yang menghendaki adanya pernyataan sikap antara pro dan kontra pada
salah satu pilihan politik atau tidak memiliki kecenderungan politik. Pro
ataupun kontra pada pilihan politik dalam persfektif teori moderasi
berarti tidak mencederai pilihan politik yang berlawanan, tetapi tetap
menjaga harmonisasi hubungan antara kedua belah pihak dengan
mengakomodasi pilihan orang atau kelompok lain.
Moderasi sebagai teori dalam persfektif partai politik terdiri dari
tiga mekanisme kausal.
1. Kelompok-kelompok politik radikal diorganisasikan sebagai
partai-partai pencari suara, untuk memenangkan pemilu maka
kelompok-kelompok partai ini meninggalkan agenda revolusioner
mereka sebagai strategi pemaksimalan suara.
2. Kerentanan kelompok-kelompok politik radikal yang
berpartisipasi dalam kontes pemilu terhadap represi negara.
Logika keberlangsungan politik mengharuskan kelompok-
kelompok ini menghindari secara terbuka untuk berhadapan
dengan elite negara.
3. Pelibatan efek sumber daya organisasi pada perilaku kelompok
dan menyarankan bahwa pemeliharaan organisasi pemilu lebih
diprioritaskan dari pada tujuan politik.
Tiga mekanisme kausal ini sebenarnya menggambarkan
bagaimana cara dan strategi bersikap moderat dengan mengakomodir
antara kebutuhan organisasi politik atau kelompok dengan kepentingan
lain. Kelompok tertentu yang pada awalnya berseberangan, akan
berkolaborasi untuk mencapai tujuan politik bersama. Bahkan
digambarkan bahwa kaum radikal atau kelompok oposisi terhadap

124 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


pemerintah diberikan ruang gerak sebagai jalan tengah untuk mencapai
tujuan bersama.
Posisi pilihan tersebut relatif mengamodasi kepentingan bersama
untuk tujuan bersama sebagai bentuk dari sikap moderat pada pilihan-
pilihan politik. Kecenderungan tersebut tentu berbeda dengan kelompok
radikal yang menyatakan sikap berlawanan dan tidak mengakomodir
kepentingan bersama. Moderasi radikal umumnya dianggap kondusif
untuk demokratisasi, sementara utuk kelompok radikal yang dianggap
tidak moderat dapat menghambat kemajuan demokrasi ketika kelompok
radikal terkooptasi ke dalam sistem politik yang berkuasa dan
kehilangan karakteristik reformis mereka (Tezcür, 2010). Kelompok
radikal menjadi kelompok yang secara nyata tidak menggunakan prinsip
moderasi dalam partai politik.
Persfektif teorities dari moderasi melahirkan suatu bentuk sikap
akomodasi, toleransi dan harmonisasi untuk kepentingan bersama
dalam bentuk komitment sikap mengambil jalan tengah dengan
membangun kolaborasi dengan kelompok yang pada awalnya
berseberangan. Moderasi merupakan sebuah pilihan sikap jalan tengah
untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan menapikan kebutuhan
kelompok atau pribadi yang bertentangan melalui akomodasi,
kolaborasi dan toleransi.

C. Pembelajaran Berbasis Moderasi


Pembelajaran berbasis moderasi merupakan isu baru dan belum
familiar dijadikan sebagai topik pembahasan yang dianggap signifikan
mempengaruhi hasil belajar siswa. Moderasi selama ini lebih populer
dalam konteks politik dan kepemimpinan, meskipun beberapa
penelitian telah mengaitkan prilaku moderat seorang guru dalam proses
penilaian siswa, tetapi belum secara utuh melihat dan

Ridwan dan Hanafi Pelu 125


menginternalisasikan aspek moderasi sebagai sikap yang urgent dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
Membangun hubungan antara sikap moderat dengan sikap guru
dalam pembelajaran memang tidak mudah tetapi bukan suatu hal yang
tidak mungkin. Guru dibutuhkan sikap moderat pada saat melaksanakan
pembelajaran atau bertindak terhadap siswa. Pemberian assessment
ataupun penugasan kepada siswa tentu guru perlu memeiliki sikap
moderat dalam bentuk penyesuaian antara kebutuhan kurikulum
dengan kemampuan siswa memenuhinya. Kondisi ini banyak ditemukan
pada beberapa studi (Beutel & Adie, 2013) tentang prilaku guru dalam
meberikan assessment pada siswa. Dengan demikian kemungkinan
mengintegrasikan prilaku moderat dalam keseluruhan proses
pembelajaran juga sangat memungkinkan.

D. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Moderasi


Moderasi dalam konteks pembelajaran merupakan proses yang
dilaksanakan guru dalam berbagi topik tentang pelaksanaan,
pemahaman dan acuan kurikulum yang akan dicapai oleh siswa dan juga
antara guru dengan guru lainnya. Guru perlu melakukan komunikasi
intensif terhadap indikator yang moderat untuk diujika kepada siswa.
Pada posisi ini, moderasi mengharuskan guru membandingkan dan
mengkonfirmasi sebagai proses penyesuaian hasil penilaian antara guru
satu dengan guru lainnya pada jenis materi, tingkatan kelas yang diajar
dengan guru lain melalui kolaborasi agar dapat membangun
pemahaman yang sama terhadap pencapaian hasil belajar siswa (Te Kete
Ipurangi, 2019).
Moderasi berarti tidak hanya semata mencakup penilaian.
Moderasi dalam pembelajaran berdasarkan pandangan Maxwell (2002)
berarti mencakup perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pembelajaran, meskipun pada akhirnya akan bertumpu pada proses

126 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


penilaian yang dilaksanakan guru. Penilaian yang moderat tentu harus
lahir dari proses yang moderat. Ketika guru merencanakan
pembelajaran, maka sudah perlu seoirang guru mempertimbangkan
apakah perencanaan tersebut akan berakhir pada penilaian yang
moderat. Guru tidak dapat menciptakan penilaian yang moderat jika
perencanaan dan pelaksanaannya tidak mengacu pada prinsip
pembelajaran berbasis moderasi (Maxwell, 2002). Pada prinsipnya
proses pembelajaran moderasi mencakup perencanaan yang merupakan
proses diskusi tentang tugas penilaian, kriteria, standar dan keputusan
penilaian memastikan validitas dan reliabilitas penilaian, dengan tujuan
meningkatkan kualitas pengalaman belajar mengajar. Singkatnya,
moderasi adalah komponen penting dari pengajaran yang efektif dan
belajar (Beutel & Adie, 2013)
Moderasi dalam pembelajaran juga merupakan sebuah proses
yang terpisah dari penandaan penilaian, yang memastikan bahwa hasil
penilaian (misalnya nilai dan atau nilai) adil, valid dan dapat diandalkan,
bahwa kriteria penilaian telah diterapkan secara konsisten, dan setiap
perbedaan dalam penilaian akademik antara penanda individual dapat
diakui dan sama. Ini memastikan konsistensi dalam menandai
peningkatan hasil belajar siswa secara priodik (IAD, 2019). Model ini
diharapkan menghasilkan bentuk penilaian yang adil dan tidak berbeda
antara siswa satu dengan siswa lainnya baik dari sekolah yang sama
maupun dari sekolah yang berbeda.
Moderasi dapat digambarkan sebagai proses di mana anggota tim
pengajar berbagi pemahaman tentang persyaratan penilaian, kriteria,
standar, dan bukti bahwa menunjukkan kualitas kinerja yang berbeda
(Adie, Lloyd & Beutel, 2013). Tujuan dari moderasi adalah untuk
memastikan bahwa penilaian selaras dengan kriteria yang ditetapkan,
hasil pembelajaran dan standar; prosesnya adil, adil dan valid; dan
penilaian konsisten, dapat diandalkan, dan berdasarkan bukti dalam
respons tugas (Beutel & Adie, 2013).

Ridwan dan Hanafi Pelu 127


E. Merumuskan Pembelajaran Berbasis Moderasi
Pembelajaran berbasis moderasi dapat dirumuskan dan
dilaksanakan berdasarkan pandangan bahwa moderasi juga berkaitan
dengan konsistensi, komparabilitas dan keadilan penilaian profesional
tentang level yang ditunjukkan oleh siswa (Maxwell, 2002), (Beutel &
Adie, 2013) dan (Soar, 2003). Hal ini berarti bahwa moderasi sebagai
sebuah sikap dapat diinternalisasikan dalam prosedur pembelajaran
untuk memperoleh hasil belajara dari siswa. Keseluruhan proses
tersebut harus memuat nilai-nilai moderasi dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, yaitu;
1. Perencanaan Pembelajaran berbasis Moderasi
Meningkatkan prestasi siswa adalah tujuan penting dari setiap
kegiatan belajar yang sangat ditentukan oleh perencanan pembelajaran
yang dibuat oleh guru. Dalam perencanaan pembelajaran berbasis
moderasi guru perlu membangun komunitas di mana para guru
berkumpul untuk berbagi ide dan saling mendukung. Belajar bersama
sebagai komunitas dapat mendukung guru ambil bagian dalam proses
mendekonstruksi, merekonstruksi, dan membangun pengetahuan dan
keterampilan (Stoll & Bolam, 2005, hlm. 10, sebagaimana dikutip dalam
Millwood, 2007). Di luar fokus langsung membuat keputusan moderasi
yang sesuai, ada potensi untuk membangun pengetahuan baru tentang
cara melakukannya lebih efektif mengajar sehingga siswa memiliki
peluang yang lebih baik untuk mencapai hasil ditargetkan oleh standar.
Perencanaan pembelajaran berbasis moderasi dilakukan dengan
menyusun rencana kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan
beberapa aspek diantaranya adalah perencanaan bahan atau materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan sumber
serta bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran. Aspek tersebut
harus mempertimbangkan antara kemampuan guru menyajikan materi
melaksanakan metode dan pendekatan dengan kemampuan sekolah

128 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


menyediakan sarana dan prasarana pendukung termasuk dalam
menyiapkan kemampuan siswa mengikuti metode, memahami materi
dan melaksanakan pembelajaran.
2. Pelaksanaan Pembelajaran berbasis Moderat
Menurut Timperley (2008), jika kegiatan belajar profesional guru
adalah untuk berdampak pada hasil siswa, maka hasil siswa harus
menjadi fokus dari itu pembelajaran profesional. Moderasi dapat
mengarah pada peningkatan pengajaran dan pembelajaran, misalnya,
dengan meningkatkan kesadaran guru dan siswa tentang indikator yang
akan dicapai pada setiap sesi pembelajaran. Pemahaman guru dalam
sikap ini tentu akan memudahkan guru dalam melaksanakan praktik
mengajar yang berkualitas, dan berujung pada peningkatan kemampuan
siswa mencapai tujuan pembelajaran. Setiap proses pembelajaran yang
dilaksanakan harus mengarah pada kemampuan guru meningkatkan
partisipasi siswa, saling menghormati, memperkuat kapasitas
profesional guru, proaktif dalam pembelajaran dengan mengembangkan
dan memastikan moderasi antara kebutuhan tujuan pembelajaran
dengan standar penilaian yang digunakan guru. Hal ini memungkinkan
untuk dilaksanakan karena pada konsepnya, moderasi dapat
dinternalisasikan dalam beragama bentuk tergantung pada faktor-faktor
konteks, terutama apakah penilaian berisiko tinggi atau berisiko rendah.
(Maxwell, 2010b)
Oleh karena itu, moderasi dalam pembelajaran digambarkan
sebagai kegiatan antara guru dan anggota tim kepemimpinan senior
yang membuat penilaian dan memeriksa keakuratan dari apa yang siswa
pahami, dan dikketahui dan dapat lakukan serta seberapa baik guru lain
menilai siswa yang sama (Twinkl, 2019). Aktivitas ini tidak hanya
dilakukan dengan guru internal pada sekolah tertentu tetapi juga dapat
dilakukan dengan berkolaborasi dengan sekolah lain pada mata
pelajaran dan tingkatan kelas yang sama (Twinkl, 2019).

Ridwan dan Hanafi Pelu 129


3. Penilaian berbasis moderasi
Pelaksanaan penilaian oleh guru perlu dilakukan dengan
menganut prinsip moderasi. Penilaian dan moderasi sangat penting
untuk efektivitas pembelajaran apa pun (IAD, 2019). Setiap tindakan
yang diambil oleh penilai yang tidak moderat dengan cara apa pun
seperti, keadilan dalam penilaian, kepatuhan terhadap hasil spesifik dan
kriteria penilaian merupakan bentuk pelanggaran tanggung jawab yang
sangat serius. Diperlukan moderasi untuk semua komponen penilaian
sumatif, terlepas dari tingkat pekerjaan atau bobot kredit penilaian dan
harus sesuai dengan bidang studi, jenis pekerjaan yang diproduksi, dan
bobot kredit pekerjaan (IAD, 2019).
Moderasi melibatkan pencarian melalui seleksi pekerjaan untuk
memutuskan apakah siswa telah menunjukkan keterampilan yang
diperlukan yang diuraikan dalam kurikulum nasional untuk tingkat
pendidikan tersebut. (Twinkl, 2019). Guru harus mengumpulkan
sejumlah bukti yang cukup untuk membantu mereka memahami dan
menafsirkan kriteria untuk mencapai tujuan atau tingkat tertentu. Serta
membantu diskusi moderasi dengan guru lain dalam proses moderasi.
(Twinkl, 2019) Interpretasi atau penilaian guru profesional
menginformasikan konten dan pedagogi serta pengetahuan sosial,
budaya dan kontekstual. Guru berbeda dalam keyakinan, pemahaman,
harapan, dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Ketika mereka
membahas sampel pekerjaan dengan guru lain selama proses moderasi,
pengetahuan mereka sendiri semakin dalam, dan mereka membangun
praktik kolaboratif (Te Kete Ipurangi, 2019).
Oleh karena itu, moderasi dalam penilaian sangat penting karena
juga menganut prinsip akuntabilitas pada keputusan penilaian. Melalui
penilaian berbasis moderasi dapat menjaga konsistensi dalam penilaian
karena mempertimbangkan keadilan dan akuntabilitas pada
keseluruhan sistem penilaian. Pada konteks penilaian moderasi

130 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


sesungguhnya relevan dengan konsep moderasi sosial, sebagai bentuk
proses yang melibatkan guru dan siswa dalam mendiskusikan dan
menegosiasikan penilaian untuk membangun konsensus dan
pemahaman tentang standar yang digunakan dalam penilaian pekerjaan
siswa (Gipps, 1994). Jadi sebenarnya moderasi sosial dimaksudkan
untuk memastikan bahwa guru membuat penilaian yang andal dan valid
sesuai dengan penilaian dari guru lain dan sesuai dengan standar yang
ditetapkan (James & Conner, 1992; Selandia Baru Otoritas Kualifikasi,
2007; Wilson, 2004, seperti dikutip dalam Klenowski & Adie, 2009), bisa
juga membuka peluang untuk pembelajaran profesional yang bertujuan
untuk mengangkat prestasi siswa.
Moderasi dalam penilaian dapat memberikan jaminan bahwa
siswadinilai secara konsisten, akurat dan dirancang dengan baik. Ini
memastikan semua penilai yang menilai standar atau kualifikasi unit
tertentu, menggunakan metode penilaian yang sebanding dan membuat
penilaian yang serupa dan konsisten tentang kinerja siswa(Squire,
2013). Kriteria penilaian ini harus dipertimbangkan dan digunakan
dalam proses moderasi. Proses ini akan berlaku untuk penilaian RPL
serta untuk pelajar dengan kebutuhan khusus dan yang mengalami
hambatan untuk belajar (Squire, 2013).

F. Tujuan Pembelajaran berbasis Moderasi


Tujuan pembelajaran berbasis moderasi memang perlu
dirumuskan secara lebih global. Hal ini karena terkait dengan proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Paa ketiga
segmen ini, moderasi perlu menajdi pertimbangan utama. Moderasi
membantu guru untuk membuat keputusan berdasarkan bukti yang
dapat diandalkan, serta meningkatkan ketergantungan informasi
penilaian yang mereka kumpulkan dan penilaian yang mereka buat
tentang pembelajaran siswa dalam pencapaian kurikulum.

Ridwan dan Hanafi Pelu 131


Moderasi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
keputusan yang dibuat guru tentang pembelajaran siswa yang terdiri
dari tahap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan
pelaksanaan evaluasi. Melalui pembelajaran berbasis moderat
diharapkan akan mendorong pengembangan kurikulum, pelaksanaan
pembelajaran dan penilaian yang mempertimbangkan aspek moderat
yaitu antara aktivitas guru dan kesanggupan siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Tujuan pembelajaran berbasis moderasi secara spesifik pada
aspek penilaian siswa mencakup (1) Instrumen penilaian, desain dan
metodologi penilaian serta catatan penilaian, keputusan penilaian dan
mekanisme pelaporan dan umpan balik, (2) Moderasi penilaian
melibatkan berbagai teknik penilaian, seperti sampel pekerjaan,
simulasi, permainan peran, item tertulis, lisan, portofolio, dan proyek,
(3) Kegiatan moderasi termasuk interaksi pra-penilaian dengan penilai,
interaksi selama penilaian dan interaksi pasca penilaian dan (4)
Moderasi adalah sarana untuk interaksi profesional dengan, dan
peningkatan praktisi, untuk terus meningkatkan kualitas penilaian
(Squire, 2013).
Karakteristik guru dalam pembelajaran moderasi dikemukakan
Little et al. (2003) adalah (1) Menilai kinerja siswa lebih konsisten,
efektif, percaya diri, dan adil; (2) Membangun pengetahuan umum
tentang ekspektasi kurikulum dan tingkat pencapaian; (3)
Mengidentifikasi kekuatan dan bidang pertumbuhan berdasarkan bukti
pembelajaran siswa; (4) Menyesuaikan dan memperoleh pembelajaran
baru dengan membandingkan pemikiran seseorang dengan pemikiran
orang lain baik siswa atau guru; dan (5) Berbagi praktik yang efektif
untuk memenuhi kebutuhan semua siswa, memantau kemajuan, dan
merayakan pertumbuhan.

132 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Keseluruhan proses tersebut harus memiliki nilai akuntabilitas,
adil, transparan dan dikomunikasikan antara siswa dan guru. Aspek
yang paling kuat dari moderasi guru menurut Little et al. (2003) adalah
diskusi yang melibatkan siswa dalam melakukan penilaian dan berbagi
secara kolektif tentang strategi yang efektif dalam perencanaan langkah
selanjutnya untuk pembelajaran.

Ridwan dan Hanafi Pelu 133


Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Abdul Kadir, dkk, 2012. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kharisma.
Abdul Madjid, 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum. Bandung: PT Rosdakarya
Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan
Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Abdur Rahman Assegaf, 2007. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Suka Press.
Abuddin Nata, 2005. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur‟an. Jakarta: UIN
Jakarta Press.
Abudin Nata, 2001. Prespektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Abudin Nata, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Pt. Logos Wacana
Ilmu,
Ahmad Syalabi, 1987. Al-Tarbiyah al-Islamiyah, Nuzumuha, Falsafatuha,
Tarikhuha. (Kairo: maktabah al-Nahdlah al-Mashriyyah).
Akhmad Alim, 2014. Tafsir Pendidikan Islam. Jakarta: AMP Press.
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, 2006. Hukum Perdata Islam
di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan Fikih, UU
No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana).
Azyumardi Azra, 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII-XVIII. (Bandung: Mizan).

134 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Azumardi Azra, 2000. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu). Cet. ke-2.
A.W. Munawir, 1997. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia. (Yogyakarta:
Pustaka Progressif).
Adie, L. E., Klenowski, V., & Wyatt-Smith, C., 2012. Towards an
understanding of teacher judgement in the context of social
moderation. Educational Review,
Adie, L., & Klenowski, V., 2016. Moderation and Assessment. In M. A.
Peters (Ed.), Encyclopedia of Educational Philosophy and Theory
(pp. 1–6). Springer.
Ahmed Faruque dkk, 2018. Effectiveness of Workplace Social Distancing
Meansure in Reducing Influenza Transmission: A Systemaic Review
Alidina, F., 2014. Islamisme dan Sekularisme di Turki: Meninjau Kembali
Teori Moderasi. Kongres Dunia Ilmu Politik. Montreal. Turki: Asosiasi
Ilmu Politik International.
AI-Girl, Tan, 2007. Creativity: A Handbook for Teacher. New Jersey: World
Scientific
American Heritage Dictionary, 2009. Retrieved from The Free Dictionary:
https://www.thefreedictionary.com/moderation.
Arief, 2012. Studi Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Pendidikan
Agama: Analisis terhadap Kebijakan Pemerintahan Bidang
Pemberdayaan Madrasah Ibtidaiyah di Kota Surabaya dan Kota
Malang. Surabaya: Lemlit IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Ayuningtyas Novita, 2019. 10 Jenis Komunikasi Daring, Jarang yang Tahu
Ini Penjelasan Macamnya.
Beutel, D., & Adie, L. M., 2013. Identifying discourses of moderation in
higher education. Assessment and Evaluation in Higher Education.
Assessment & Evaluation in Higher Education.

Ridwan dan Hanafi Pelu 135


Bilfaqih Y & Qomarudin Nur M., 2015. Esensi Pengembangan
Pembelajaran Daring.Yogyakarta: Deepublish.
Bloxham, S., Hughes, C., & Adie, L., 2016. What’s the point of moderation?
A discussion of the purposes achieved through contemporary
moderation practices. Assessment & Evaluation in Higher Education.
Chabib Thoha, 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, Cetakan I).
Cece Wijaya, 1991. Kreativitas. Yogyakarta.
Company, H. M. H. P. (n.d.). The American Heritage Dictionary entry:
Abstemious. Retrieved 8 October 2020.
Connolly, S., Klenowski, V., & Wyatt-Smith, C., 2012. Moderation and
consistency of teacher judgement: Teachers’ views. British
Educational Research Journal.
Centers for Disease Control and Prevention. Coronavirus (COVID-19)
[Internet]. [2020] - [cited 2020 Feb 2]. Available from:
https://www. cdc.gov/coronavirus/about/index.html
Charles Michael Stanton, 1990. Higher Learning in Islam: tha Classical
Period, AD. 700-1300. (Maryland: Rowman and Littlefield Inc.).
Darmalaksana Wahyudin dkk, 2020. Analisis Pembelajaran Online Masa
WFH Pandemic Covid-19 sebagai Tantangan Pemimpin Digital Abad
21.
Deliar Noer, 1995. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
(Jakarta: LP3ES).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1994. Ensiklopedi Islam. Cet. Ke-3, Jilid
2 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).
Dewey, John, 1916/1944. Democracy and Education. The Free Press.
Hlm. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.

136 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Dedi Mulyasana, 2012. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung:
Rosdakarya.
Dececco dan Crawford, 2004. Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama Republik Indonesia, 2007. Alquran Dan
Terjemahannya Special for Women. Bandung: Sygma.
Djaja Sutrisno, 2016. Harapan dan Tantangan Guru Daring.
Djaali, 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, S. B., 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, 2008. Kebijakan
Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di
Indonesia. Jakarta: Ditjen Penais Departemen Agama.
Ditjen Pendidikan Islam, Kebijakan, Program dan Strategi Pelaksanaan
kegiatan Ditjen Pendidikan Islam Tahun 2010-2014.
Dimyati, 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. : Dirjen
Dikdas- men Depdiknas.
Echols, J. M., & Shadily, H., 2009. An English-Indonesiam Dictionary.
Gramedia Pustaka Utama.
Endang Saifuddin Ansari, 1991. Wawasan Islam; Pokok-pokok Pikiran
tentang Islam dan Umatnya. (Jakarta: Rajawali Press).
Endaswara, Suwardi, 2012. Filsafat Ilmu: Konsep, Sejarah dan
Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: Capas.
Faqihuddin Abdul Kodir, 2006. Bergerak Menuju Keadilan. Jakarta:
Rahima.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 010/0/2000 tentang Tata
Kerja Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Fajar, Malik. (t.th), 2007. Visi Pembaruan Pendididikan Islam. Hasbullah,
Otonomi Pendidikan, Kebijakan otonomi Daerah dan Implikasinya

Ridwan dan Hanafi Pelu 137


terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo
Persada.
Fehr AR and Perlman S. Coronaviruses: An Overview of Their Replication
and Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015; 1282:1-23. Doi:
10.1007/978-1-4939-2438-7_1
Fisher, Robert, 2004. “What is Creativity?” in Robert Fisher & Mary
William eds. Unlocking Creativity: Teaching Across the Curriculum.
London: David Fulton Publisher.
George Makdisi, 1992. “Typology of Institutions of Learning” dalam An
Anthology Studies oleh Issa J. Baullata (Montreal: McGill Indonesia
IAIN Development Project).
Gagne, & Briggs, J., 2008. Principles of Instructional Design (Second). Holt
Rinehart and Winston.
Gronlund, A., 2002. Electronic Government: Design, Applications &
Management. Idea Group Publishing, Hershey, PA.
Gunawan Bakti, 2020. Pemanfaatan Aplikasi Sederhana Sebagai Sarana
Pembelajaran Daring di Tengah Kebijakan “Belajar di Rumah”.
Hamalik, Oemar, 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Hanafi Pelu H. Asep Saifullah, 2019. Moderasi Beragama: Menghargai
Keberagaman dalam Keberagamaan. Cetakan Pertama: Oktober
2019. Penerbit INTENSE. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan:
International English Institute of Indonesia HP. 081-330-489-267
Mojokerto Jawa Timur Indonesia. ISBN: 978-623-91146-0-2.
Hanun Asrohah, 2001. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. ke-2. (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu).
H. M. Arifin, 1993. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi
Aksara).

138 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Hastomo Siddiq A., 2013. Efektivitas Media Pembelajaran E-Learning
Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa di SMA
Negeri 1 Yogyakarta. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hidayah Fitri, 2012. Penerapan E-learning Sebagai Media Pembelajaran
Mata Diklat Pemrograman Web Kelas XI Teknik Komputer Jaringan
SMK N 2 Pengasih. Skripsi. UNY.
Hary Hamersma, 1983. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta:
Gramedia.
Harun Nasution, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. (Jakarta:
UI Press), Jilid 1 dan 2.
Hasbullah, 2001. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Hj. Yaakub, M. B., & Othman, K., 2018. Modelling the Islamic Higher
Learning Education System through Islamic Moderation
(Wasatiyyah) Understanding and Practices. Ar-Raiq, Vol 1 No 2.
Indra Charismiadji, 2020. Mengelola Pembelajaran Daring yang Efektif.
Indozone, 2020. 12 Aplikasi Pembelajaran Daring (Online) Gratis Terbaik
di Indonesia.
Isman, 2016. Pembelajaran Moda Dalam Jaringan (Moda Daring).
Ismail Sm, 2008. Srategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM.
(Semarang: Rasail Media Group).
John M. Echols dan Hasan Shadily, 2001. Kamus Inggris-Indonesia.
(Jakarta: Gramedia).
Karel A. Steenbrink, 1994. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan
Islam dalam Kurun Modern, Cet. ke-2. (Jakarta: LP3ES).
Koesmawardhani, N. W., 2020. Pemerintah Tetapkan Masa Darurat
Bencana Corona hingga 29 Mei 2020. Detiknews.
Kompas TV, 2020. Sorotan: Dampak Corona ke Dunia Pendidikan.

Ridwan dan Hanafi Pelu 139


Keputusan Menteri Agama Nomor 810 tahun 2017 tentang perubahan
nama Madrasah; Madrasah Aliyah Negeri, Madrasah Tsanawiyah
Negeri, dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri.
Keputusan Menteri Agama nomor 184 Tahun 2019 tentang Pedoman
Implementasi Kurikulum pada Madrasah.
Kementerian Agama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Buku
Statistik Pendidikan Islam Tahun 2010-2011.
Kindervatter, S., 1979. Nonformal Education as an Empowering.
Massachusetts: Center for Internasional Education University of
Massachusetts.
Kunandar, 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kuntarto Eko, 2017. Keefektifan Model Pembelajaran Daring dalam
Perkuliahan Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.
M Echols, J., & Shadily, H., 2009. Kamus Inggris Indonesia: An English-
Indonesian Dictionary. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Maxwell, G. S., 2002. Moderation of teacher judgments in student
assessment: Discussion paper. Brisbane: Queensland School
Curriculum Council.
Miarso, Y, 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.: Prenada Media.
Mahmud Yunus, 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:
Mutiara Sumber Widya), cet. Ke-4.
Maesaroh, S., 2013. Peranan Metode Pembelajaran Terhadap Minat nan
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Oleh: Jurnal Kependidikan,
Vol. 1 No. 1.
Maxwell, G. S. (2010a). Moderation of Student Work by Teachers.
International Encyclopedia of Education, 457–463.
Maxwell, G. S. (2010b). Moderation of Student Work by Teachers.
International Encyclopedia of Education.

140 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Mahsun Fuad, 2005. Hukum Islam Indonesia; Dari Nalar Partisipatoris
Hingga Emansipatoris. (Yogyakarta: LKiS).
Mastuhu, 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Cet ke-2.
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu).
Mastuhu, 2007. Sistem Pendidikan Nasional Visioner, Cet. I. (Jakarta:
Lentera Hati).
Maksum, 1999. Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya. (Jakarta:
Logos).
Minnah, Ek Widdah, Asep Suryana, dkk, 2012. Kepemimpinan Berbasis
Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah. Bandung: Alfabeta.
Muhaimin, 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Madrasah, Sekolah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Mulyasa, E., 2003. Menjadi kepala sekolah profesional: dalam konteks
menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mahmud Yunus, 1990. Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta: Cv Hida Karya
Agung).
Munir, 2009. Pembelajaran Jarak Jauh. Bandung: Alfabeta.
Nasrun, 2001. Media, Metode, dan Pengelolaan Kelas Terhadap
Keberhasilan Praktek Lapangan Kependidikan, Forum pendidikan:
Universitas Negeri Padang.
Nurani Soyomukti, 2011. Teori-teori Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Nurdin Usman. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Paules CI, Marston HD, Fauci AS. Coronavirus Infections—More Than
Just the Common Cold. JAMA. 2020; 323(8):707–708. doi: 10.1001/
jama.2020.0757

Ridwan dan Hanafi Pelu 141


Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2020). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Przeworski, A., & Sprague, J, 1986. Batu Kertas: Sejarah Sosialisme
Pemilu. Chicago: University of Chicago Press.
Purwanto, Ngalim, 1996. Psikologi Pendidikan Remaja. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Prayitno, 2009. Dasar teori dan praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Rosyada, Dede, 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: sebuah Model
Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia), Cet. 4.
Ratmilah, 2012. Implementasi Model E-learning Sebagai Pendukung
Kuliah Pada Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tahun Akademik 2012-2013. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
R Poppy Yaniawati, 2010. E-Learning dan Alternatif Pembelajaran
Kontemporer. Bandung: Arfindo Raya.
Reni Akbar, 2001. Kreativitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Saifudin Anwar, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bina
Aksara.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suryosubroto, 1996. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta

142 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Sanjaya, W, 2016. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Kencana.
Santrock, John W., 2008. Educational Psychology. Terj.Tri wibowo B.S,
Psikologi Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group.
Sebayang, R, 2020. Awas! WHO Akhirnya Tetapkan Corona Darurat
Global. CNBC Indonesia.
Semiawan, Cony, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Gramedia.
Slameto, 2003. Belajar dan Fakta yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soemanto, Wasty, 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soekartawi, 2007. Merancang dan Menyelenggarakan E-Learning.
Yogyakarta: Ardan Media.
Solichin A Wahab, 2005. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaodih, Nana, 2008. Pengembangan KurikulumTeori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syalabi, Ahmad, 1954. History of Muslim Education. Beirut: Dar al-
Kasysyaf.
Shaleh, Abdurrahman, (2004). Madasah dan Pendidikan Anak Bangsa,
Jakarta: PT Grafindo Persada.
Suwito, 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Sudjana, Nana, 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Rosdakarya.
Sukmadinata, N. S., 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin, 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ridwan dan Hanafi Pelu 143


Slameto, 1995. Belajar dan Faktor - Faktor Belajar yang Mempengaruhi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suwito, 2003. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Jakarta:
Angkasa.
Suwardi Endaswara, 2012. Filsafat Ilmu: Konsep, Sejarah dan
Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: Capas.
Sudjana, 2004. Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan
Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:
Falah Production.
Supangat. 2011. “Transformasi Madrasah dalam Sistem Pendidikan
Nasional” dalam Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun
15 Nomor 1.
Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005. Manajemen Pembelajaran.
Jakarta: Penerbit Quantum Teaching.
Syaiful Bahri Djamarah, 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. (Jakarta: PT. Rhineka
Cipta).
Tezcür, G. M, 2010. Muslim Reformers in Iran and Turkey: The Paradox of
Moderation. Modern Middle East. Austin, Texas: University of Texas
Press.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Cet II, Jakarta: PT. Imtima.
Tulus Tuú, 2004. Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa. (Jakarta:
Grasindo.
Twinkl, 2019. Moderation Twiki. Retrieved from Twinkl:
https://www.twinkl.co.uk/teaching-wiki/moderation
Uno, H. B., 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara.

144 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Umiarso dan Zamroni, 2011. Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif
Barat dan Timur. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Unang Wahidin, 2012. “Peran Strategis Keluarga dalam Pendidikan
Anak”. Edukasi Islami. Jurnal Pendidikan Islam. ISSN 2253-8970. Vol.
01. Issue 02.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Golden Terayon
Press, 1994).
Undang-undang Nomor 32 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, (Jakarta:
Cemerlang).
Videlia Dipna 2020. Daftar E-Learning Kemendikbud, Sekolah Online
untuk Mencegah Corona.
W.S. Winkel, 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Zhou P, Yang X, Wang X, et al. A pneumonia outbreak associated with a
new coronavirus of probable bat origin. Nature. 579, 270–273
(2020). doi: 10.1038/s41586-020-2012-7

Ridwan dan Hanafi Pelu 145


Ridwan lahir dan besar di Bontocinde Desa
Patte’ne, Kecamatan Polongbangkeng Selatan
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Menyelesaikan Pendidikan SD Negeri 14 Mallaka,
SMP Swasta Rangong Daeng Romo dan SMA Negeri
1 Takalar. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana
Pendidikan di IKIP Ujung Pandang. Menyelesaikan pendidkkan S2 di
Universitas Muhammadiyah Makassar. Pernah menjadi Guru di SMP
Batu Putih Makassar, SMK Pepabri Makassar dan Bulukumba, SMP
Ndegri Bialo Bulukumba, dan MAN Tanete Bulukumba. STIKES Panrita
Husada Bulukumba, STKIP Muhammadiyah Bulukumba, dan STAI Al-
Gazali Bulukumba. Sejak Februari 2017 menjadi Pengawas Madrasah di
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bulukumba sampai saat ini.

Hanafi Pelu, lahir dan besar di Negeri Wakal,


Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah,
Provinsi Maluku. Menyelesaikan Pendidikan SD
Negeri 1 Wakal, SMP Negeri Hitu dan SMA Negeri
Hila. Menyelesaikan Pendidikan Strata 1, Strata 2
dan sementara menyelesaikan program Doktoral
di Universitas Negeri Makassar. Pernah menjadi Guru di Madrasah
Tsanawiyah Negeri Masohi, Madrasah Aliyah Negeri 2 Ambon dan SUPM
Negeri Ambon. Pernah bertugas di Balai Diklat Keagamaan Ambon dan
sekarang bertugas di Balai Diklat Keagamaan Makassar.

146 Kreativitas Pembelajaran Pada Masa Covid-19 di Madrasah


Pernah menulis di Jurnal Waiheru Balai Diklat Keagamaan Ambon, Jurnal
Baruga Balai Diklat Kegamaan Makassar, Merit International Journal,
Jurnal Andragogi Pusdiklat, Jurnal Universitas Iqro Buru (Uniqbu), dan
pernah menulis Buku.

Ridwan dan Hanafi Pelu 147

Anda mungkin juga menyukai