Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini sampai dengan selesai .

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.a

Akhir kata kami berharap semoga makalah yang membahas tentang “ Tajdid
Dalam Islam” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Dan Semoga Makalah ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Penulis
TAJDID DALAM ISLAM

Disusun oleh :
1. Fingki Nurisman
2. Merdian Purpitake
3. Rahmi Hidayati
4. Raudatus Syarifah
Dosen Pengampu :
Sigit Nugroho,M.Pd

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PAGARALAM
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan modern memasuki dunia


islam,terutama sesudah pembukaan abad kesembilan belas, yang dalam
sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode modern1. Kontak dengan
dunia Barat,yang menurut Arkouw adalah dengan melewati suatu proses yang
disebut “serbuan” atau melalui kekerasan yang bersifat militer. Untuk pertama
kalinya hal itu terjadi melalui peristiwa sejarah yang sudah sangat populer,
yakni ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir (1798-1801).2
Selanjutnya hal itu membawa ide-ide baru ke dunia islam seperti
rasionalisme,demokrasi,dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-
persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara
mengatasi persoalan-persoalan baru itu.
Sebagai halnya di Barat, di dunia islam juga timbul pikiran dan
gerakan untuk menyelesaikan faham-faham keagamaan islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin islam
modern mengharap akan dapat melepaskan umat islam dari suasana
kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.3 Kemajuan kaum
terpelajar Islampun mulai pula memusatkan perhatian dalam hal itu, dan kata
modernisme mulai pula diterjemahkan kedalam bahasa- bahasa yang dipakai
dalam Islam seperti Al-Tajdid.4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tajdid ?
2. Siapa Tokoh-Tokoh Pembaruan Islam ?
3. Bagimana Gerakan Pembaruan Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tajdid
2. Untuk mengetahui Tokoh Pembaruan Islam
3. Bagaimana Gerakan Pembaruan Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tajdid

Persoalan Tajdid terhadap islam atau semacamnya, akhir-akhir ini


seringkali muncul di dunia islam, termasuk Indonesia. Memang banyak term
(istilah) yang dipakai dalam pengertian ini yang kesemuanya memiliki arti
yang kurang lebih sama atau ada keterkaitan. Ada yang mengartikan
pembaruan, modernisasi, reorientasi pemumian dan mungkin masih ada lagi
pengertia lain. Hal ini menurut beberapa tokoh islam atau masyarakat Barat
tentang Tajdid akan diuraikan di bawah ini.
Istilah Tajdid (<‫)التجدي<د‬ berasal dari bahasa Arab dari kata
jaddada (<‫)ج<دة‬yujaddidu (<‫ )يوج<دي <دو‬dan sering digunakan dalam hadist
Rasulullah SAW, terdahulu dengan kata tajdiidan ( <‫ )تاجدي <دا<ن‬yang berarti
“membuat sesuatu menjadi baru kembali”. Jadi pengertian Tajdidmenurut
konsep di atas sebagaimana diungkapkan oleh KH. Ahmad Sidiq5bahwa “tadjij
lebih banyak mengandung pengertian” “memulihkan” sesuatu kepada keadaan
semula (ketika masih baru, sebelum terkena debu atau karat), bukan berarti
“menggati” sesuatu yang lain, yang “baru”. Oleh karena itu, kalau tajdid
diterjemahkan dengan “pembaruan”, kata yujaddidu diterjemahkan dengan
“mempernaharui” dan kata mujaddid direjemahkan dengan “pembaru”, maka
harus diartikan “pemulihan” menjadi seperti semula, ketika masih baru, tidak
boleh diartikan mengganti dengan yang lain, dengan baru”.
Sedangkan menurut Yusuf Qurdhawi6 tajdid diartikan “pembaruan,
modernisasi” yakni upaya mengembalikan pemahaman agama kepada
kondisi semula sebagaimana masa nabi. Ini bukan berarti hukum agama harus
persis seperti terjadi waktu itu. Melainkan melahirkan keputusan hukum
untuk masa sekarang sejalan dengan maksud syar’i dengan membersihkan
dari unsur-unsur bid’ah, khufarat atau pikiran-pikiran asing.
Adanya rumusan tajdid di atas nampak jelas bahwa dalam pengertian
secara umum adalah pembaruan atau modernisasi. Namun menurut masyarakat
Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat intitusi-intitusi lama dan
sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan
keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan modern.7
Jadi adanya rumusan tajdid menurut keterangan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa tajdid adalah “pembaruan atau modernisasi” yang
dimaksudnya pemulihan menjadi seperti semula ketika masih baru atau upaya
pengambilalihan pemahaman kepada kondisi semula sebagaimana masa
Nabi. Dan tidak boleh diartikan dengan “mengganti dengan yang lain”,
dengan yang baru. Namun menurut masyarakat Barat kata pembaruan atau
modernisasi yang banyak dipengaruhi oleh agama Katholik dan Protestan
yang mempunyai makna pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat-istiadat, institusi lama dan sebagainya agar semua itu
dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan modern.8
Tinjauan lebih lanjut mengenai tajdid menurut KH. Ali Yafie9 adalah
terbatas pada pendekatan materi/maudlu’iyah atas salah satu segi
permasalahannya yang sangat dihayati dalam dunia pesantren, yaitu bidang
fiqih. Telaahan yang sederhana ini mencoba mengamati sejauh mana hukum
pembaruan itu sebagai salah satu hukum kehidupan (fithratul-hayah)berlaku
atas perkembangan ilmu fiqih itu.
Dengan adanyasuatu pengamatan yang sungguh-sungguh atas
perkembangan ilmu fiqih akan menggambarkan betapa eratnya kaitan antara
tajdid dan ijtihad yang menghasilkan ilmu fiqih. Menurut ImamMawardi
dalam “Al- Ahkamus Shultoniyah” bahwa ada dua macam yaitu ijtihad urfi
dan ijtihad Syar’i.
Karena itu sering adanya keteledoran dalam membedakan kedua
macam ijtihad itu, maka sering terjadi pencampuradukan dalam pemikiran
yang mengakibatkan kerancuan dalam hasil pemikiran. Hal seperti itu
hendaknya tidak terulang lagi dalam masalah tajdid10, karena sebagaimana
ijtihad,tajdid pun terbagi dua jenis yaitu :
a. Tajdid “Urfiy” adalah upaya pembaruan yang lebih bersifat.
b. kemasyarakatan dan keduniawian seperti : masalah ekonomi, politik,
teknologi, kependidikan dan tidak langsung menyangkut sistem
keyakinan dan tatanan hukum agama.
c. Tajdid Syar’iy, adalah upaya pembaruan yang ada kaitannya dengan
sistem keyakinan dan hukum Sya’iy (masalah halal haram, sah batal)11
Dari semua penjelasan di atas, bila ditilik dari sejarah pergerakan
pembaruan, maka secara ringkas dapat ditarik kesimpulan bahwa tajdid atau
pembaruan itu mengandung tiga unsur, yaitu:
1. Liberation, berarti dalam proses berfikir lebih bersifat pembebasan
daripada ta’ashub mazhab, bid’ah dan khufarat
2. Rerformation, berarti kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis
3. Modernization, berarti menyesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi
canggih.

B. Tokoh-Tokoh Pembaruan Islam


1) Ibnu Taimiah (1263-1328), berasal dari keluarga cendekiawan dimana ayah
dan kakeknya adalah ulama terkenal. Beliau lahir di Harran, Turki 22 januari,
meninggal pada 27 september. Pada umur 30 tahuan beliau sudah menjadi
ulama besar dengan mengasai ilmu kalam, filsafat, hadits, al-qur’an, tafsir, dan
fikih. Beliau rajin menulis buku, karyanya mencapai 500 jilid. Upaya
pembaharuan yang dilakukan Ibnu taimiah:
 Sebagian besar aktivitasnya diarahkan untuk memurnikan paham tauhid.
 Menggalakkan umat islam untuk bergairah kembali menggali ajaran-
ajaran islam Al-Qur’an dan As-sunnah.
 Memerlukan ijtihad untuk kembali pada Al-qur’an dan As-sunnah
kemudian menolak taklid.
 Dalam berijitihad tidak terikat pada madzhab atau imam.
 Dalam bidang hukum Islam Ibnu Taimiah menawarkan metode baru yaitu
mendasarkan keputusan hukum pada hikmah bukan ‘illat.
2) Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1730-1791), ayah dan kakeknya adalah
ulama terkenal di najd. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang agama ia
belajar dari ayahnya, melakukan perjalanan mencari ilmu, membaca buku
karya Ibn Taimiyah dan ibn al-qayyim al-Jauziah, sehingga menjadi seorang
ulama, ahli hukum, dan pembaharu ternama. Awal pembaharuannya yaitu
dengan melaksanakan ceramah dan khotbah sehingga banyak orang yang
mendukungnya. Inti pembaharuannya yaitu:
 Pembaharuan isalam yang paling utama disandarkan pada persoalan
tauhid.
 Wahab sangat tidak setuju dengan para pendukung tawashshul (orang
yang berharap sesuatu pada orang yang sudah mati)
 Sumber-sumber syari’ah islam adalah Al-Qur’an dan As-sunnah.
 Pentingnya negara dalam memberlakukan secara paksa syari’ah dalam
masyarakat yang otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang
bertindak atas dasar saran dari ulama atau komunitasnya.
3) Jamaluddin al-afghani (1838-1897), lahir di asadabad, afganistan. Berasal
dari keluarga syi’ah iran namun tidak ada bukti akuran yang menunjukan
beliau adalah penganut syi’ah. Perjalaan hidup lebih condong sebagai seorang
politik ketimbang pembaharu islam. Pada umur 22 tahun ia menjadi pembantu
pangeran di afganistan, kemudian menjadi penasihat sher ali khan, menjadi
perdana mentri oleh muh azam khan. Walaupun beliah lebih besar bidangnya
pada politik namun memiliki gagasan pembaharuan yaitu:
 Sudut pandang islam tradisional beliau mengemukakan pentingnya
kepercayaan pada akal dan hukum alam, yang tidak bertentangan dengan
kepercayaan pada Tuhan.
 Beliau berhasil mendukung kebangkitan nasionalisme di mesir dan india.
 Beliau menyatakan ide tentang persamaan wanita dan pria dalam
beberapa hal.
4) Muhammad Abduh (1848-1905), lahir di sebuah desa propinsi Gharbiyyah,
mesir. Berasal dari keluarga petani yang sederhana, taat dan cinta ilmu.
Belajar dari oarang tuanya dan mampu menghafal seluruh isi Al-Qur’an dalam
waktu 2 tahun. Perkelana mencari ilmu di lembaga pendidikan dan kemudian
bertemu Jamaluddin al-Afgani dan memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu
kalam, dan ilmu pasti. Beliau kecewa dengan pendidikan yang hanya
menggunakan metode verbal karena akan merusak akal dan nalar. Beliau
terlibat dalam politik praktis dan diasingkan karena tuduhan terlibat
pemberontakan. Abduh memiliki 3 pranata yang menjadi sasaran
pembaharuannya yaitu:
 Pembaharuan di bidang pendidikan dipusatkan pada al-Azhar.
 Pembaharuan di bidang hukum. Yaitu memperbaiki pandangan yang salah
pada masyarakat.
 Pembentukan administrasi wakaf, karena pada masa itu wakaf merupakan
bagian yang sangat penting.
5) Muhammad Rsyid Ridha (1865-1935), seorang pemikir dan ulama
pembaharu dalam islam di mesir pada awal abad ke 20. Dilahirkan dan
dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat dan taat agama. Masih ada
keturunan dari nabi muhammad yang dilihat dari garis keturunannya. Pada
awal pendidikan ia belajar Al-qur’an, membaca, dan menulis di kampungnya.
Pendidikan berikutnya yaitu beliau masuk di madrasah ae-rasyidi-ah dimana
beliau belajar ilmu bumi, ilmu bintang, dan ilmu bahasa serta ilmu-ilmu
agama. Ide-ide pembahruan penting yang dibawa rasyid ridha yaitu:
 Dalam bidang agama ia berpendapat bahwa umat islam lemah karena
ajaran tidak lagi murni seperti waktu zaman rosullullah dimana di saat
sekarang ajaran islam sudah tercampur dengan bid’ah dan khurafat.
 Dalam bidang pendidikan beliau lebih mengutamakan pengembangan
pendidikan untuk umat islam daripada membangun sebuah masjid. Ia
berpendapat tentang pengkombinasian pendidikan islam dan umum.
 Dalam bidang politik ia menyerukan bahwa penyebab kemunduran umat
islam adalah perpecahan yang ada di kalangan umat islam itu sendiri.
Beliau menghimbuaw umat islam agar bersatu kembali dibawah satu
keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan patuh akan satu
sistem hokum.
C. Gerakan Pembaruan Islam

Tajdid atau pembaruan dalam Islam timbul di periode sejarah Islam


yang disebut modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam
kepada kemajuan. Sebelum masuk kedalam kelompok masalah, ada baiknya
diuraikan terlebih dahulu sejarah Islam secara ringkas, bukan hanya untuk
mengetahui waktu mulanya Periode Modern itu, tetapi juga untuk melihat
perkembangan maju mundurnya umat Islam yang terjadi dalam sejarah.

Dalam garis besarnya sejarah Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode besar
klasik, pertengahan dan modern. Pertama, periode klasik (650-1250). Di masa
ini keutuhan Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan Khalifah
menurun dan akhirnya Bagdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu
di tahun 1258M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam
hilang. Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800M) yang dimulai dengan
zaman kemajuan (1500- 1700M) dan zaman kemunduran (1700-1800M). Tiga
kerajaan besar yang dimaksud ialah kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di
Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.

Ketiga, periode modern (1800M dan seterusnya) merupakan zaman


kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ketangan Barat menginsafkan dunia
Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah
timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat
Islam. Raja- raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana
meningkatkan mutu dan kekuatan Islam kembali. Di periode modern inilah
timbulnya ide-ide pembaruan dalam Islam.

Anda mungkin juga menyukai