Anda di halaman 1dari 6

Nama : Prima Rahmasanty Chamalik

NIM : 041814312

TUGAS 2 ADMINISTRASI PERTAHANAN

1. Catur tertib pertanahan merupakan landasan kebijaksanaan pertanahan untuk menyusun


program – program penataan kembali
penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah.
Adapun Catur Tertib Pertanahan meliputi :
1. Tertib Hukum
2. Tertib Administrasi
3. Tertib Penggunaan Tanah
4. Tertib pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
2. Pengadilan Landreform diadakan dalam dua tingkat, Pengadilan Landreform sehari-hari
adalah Pengadilan Landreform Daerah, sedang di Jakarta diadakan sebuah Pengadilan
Landreform Pusat yang berdaerah hukum seluruh wilayah Republik Indonesia
dan ditugaskan sebagai Pengadilan Banding. Daerah hukum dan tempat kedudukan
Pengadilan Landreform Daerah ditetapkan
oleh Menteri Kehakiman atas usul Menteri Agraria dan dapat meliputi satu daerah tingkat II
atau lebih. Bahwa Menteri Agraria yang mengusulkan daerah hukum dan tempat kedudukan
dipandang wajar, karena menteri itu yang ditugaskan untuk menyelenggarakan dan
menyelesaikan landreform, sehingga beliaulah yang mengerti benar tempat-tempat mana
saja yang memerlukan Pengadilan Landreform. Untuk menghemat keuangan Negara, maka
daerah hukum Pengadilan Landreform dapat meliputi lebih dari satu daerah tingkat II dan
karena itulah Menteri Kehakiman pun tentunya dengan mendapat pertimbangan seperlunya
dari Menteri/Ketua Mahkamah Agung - dapat menetapkan hakim Pengadilan Negeri
manakah diantarai hakim-hakim dari Pengadilan-pengadilan Negeri yang masing-masing
berdaerah hukum sama dengan daerah tingkat II, yang akan ditetapkan sebagai hakim
Pengadilan Landreform.
Susunan Pengadilan Landreform merupakan susunan yang khusus dan benar-benar
memberikan cap yang khusus pula dari Pengadilan Landreform. Kekhususan ini diperlukan
oleh karena Pemerintah berpendapat, bahwa tanah merupakan faktor produksi yang sangat
penting dalam Negara Republik Indonesia yang ± 80% adalah agraris dengan penduduknya
yang terdiri atas petani-petani kecil atau buruh tani yang sangat miskin dan memerlukan
perlindungan yang istimewa, sedang sebagai asas dan dasar untuk peradilan digunakan
adagium "Peradilan untuk, oleh dan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat dan negara".
Itulah sebabnya, bahwa Pengadilan Landreform dilakukan oleh Organisasi-organisasi tani
dan alat-alat negara, di bawah pimpinan seorang Kepala Pengadilan, yang ahli, yang khusus
diangkat untuk menjamin bahwa peradilan, dilakukan menurut kaidah-kaidah hukum yang
telah ditetapkan, sehingga benar-benar memenuhi baik segi hukumnya maupun tuntutan
revolusi. Putusan ini secara konsekuen dipakai juga dalam pembentukan Pengadilan
Landreform Pusat, sehingga demokratis sering juga dilaksanakan di sini. Seperti dapat dibaca
dalam pasal-pasal yang bersangkutan, susunan Pengadilan Landreform adalah:
1 orang hakim dari Pengadilan Negeri sebagai Ketua sidang- yang merangkap Kepala
Pengadilan Landreform apabila hanya ada satu kesatuan majelis;
1 orang dari Departemen Agraria sebagai hakim anggota;
3 orang wakil organisasi massa tani sebagai Hakim anggota. Ini adalah hukum dalam
sejarah peradilan Indonesia, karena 3 orang wakil dari organisasi massa tani anggota Front
Nasional duduk sebagai hakim anggota yang mencerminkan kegotong-royongan
Nasional berporoskan Nasakom dalam kesatuan majelis. Calon-calon hakim anggota dari
organisasi massa tani diusulkan oleh masing-masing
organisasi-organisasi massa tani anggota Front Nasional dan setelah dimusyawarahkan,
Front Nasional mengusulkan hakim-hakim anggota dari organisasi massa tani kepada
Menteri Kehakiman. Untuk Pengadilan Landreform Pusat hakim- hakim anggota dari
organisasi massa tani diusulkan menurut cara yang sama oleh Front Nasional Pusat.
Hakim anggota dari Departemen Agraria diusulkan oleh Menteri Agraria.
Dalam perkara-perkara pidana landreform, sidang selalu dihadiri oleh seorang jaksa,
walaupun menurut Undang-undang No. 1 Drt tahun 1951, untuk perkara-perkara semacam
ini jaksa hanya hadir. apabila ia menyatakan kehendaknya untuk itu, karena ancaman
pidananya hanyalah selama-lamanya 3 bulan atau denda Rp. 10.000.-. Hal ini merupakan
penyimpangan dari ketentuan dalam Undang-undang No. 1 Drt tahun 1951, karena
Pemerintah menganggap bahwa perkara-perkara landreform yang langsung bersangkutan
dengan kepentingan tanah rakyat tani kecil adalah sangat penting.
Dalam pada itu baik jaksa maupun para penyidik diangkat oleh Menteri, mereka
masing-masing atau Jaksa Tinggi/Kepala Polisi Komisariat yang memberi wewenang untuk
itu oleh para Menteri yang bersangkutan serta diberi tugas yang khusus pula untuk
menyidik/menuntut perkara-perkara pidana landreform.
Sidang Pengadilan Landreform hanya sah apabila dihadiri oleh 5 orang hakim secara
lengkap. Namun, karena kadang-kadang dalam praktik sulit untuk mengumpulkan sekian
banyak orang, apalagi apabila sidang akan dilakukan secara non-stop, maka untuk menjaga
tetap lancarnya sidang, diadakan suatu escape-clausule, yaitu bilamana seorang hakim tidak
hadir maka untuk sidang itu ia dapat diganti dengan hakim lain dari unsur yang sama oleh
Kepala Pengadilan Landreform. Hal ini berlaku juga untuk sidang-sidang Pengadilan
Landreform Pusat. Dari tiap-tiap putusan Pengadilan Landreform Daerah, sebuah salinan
dikirim ke
Pengadilan Landreform Pusat yang berkedudukan di Jakarta dan juga kepada Mahkamah
Agung. Maksudnya tidak lain daripada menjaga keseragaman putusan dengan mewajibkan
kedua instansi itu melakukan pengawasan dan penelitian atas perbuatan-perbuatan
Pengadilan Landreform Daerah beserta hakim-hakimnya. Terhadap putusan Pengadilan
Landreform Daerah dapat dimintakan banding pada Pengadilan Landreform Pusat dan tiap
salinan putusan-banding pada Pengadilan Landreform Pusat dan tiap salinan putusannya
wajib dikirim ke Mahkamah Agung yang merupakan instansi pengawas dan peneliti yang
tertinggi, dan seperti juga Pengadilan Landreform Pusat terhadap Pengadilan Landreform
Daerah, dapat memberikan peringatan-peringatan, teguran-teguran dan petunjuk-petunjuk.
Berbeda dengan ketentuan umum tentang kasasi, maka di dalam peradilan
Landreform tidak dimungkinkan untuk mengajukan peradilan permohonan kasasi. Hal ini,
walaupun mungkin dipandang sebagai pengurangan penggunaan alat hukum bagi si pencari
keadilan, namun yang diutamakan oleh Pemerintah ialah cepatnya penyelesaian perkara,
sedang karena tokoh telah diadakan ketentuan-ketentuan tentang kewajiban pengiriman
salinan putusan guna diawasi dan diteliti dengan memberi kemungkinan untuk dengan
segera
memberikan petunjuk-petunjuk dan sebagainya baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh
Pengadilan Landreform Pusat terhadap Pengadilan Landreform Daerah oleh Mahkamah
Agung terhadap Pengadilan Landreform Pusat, Pemerintah berkeyakinan bahwa hak-hak
pencari keadilan tidak dikurangi. Pengecualian adalah permohonan kasasi untuk
kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung.
4. Tentang Hukum Acara ditentukan bahwa pada umumnya dipergunakan Hukum
Acara yang berlaku untuk Pengadilan Negeri bagi Pengadilan Landreform Daerah atau
Pengadilan Tinggi bagi Pengadilan Landreform Pusat. Pengecualian terdapat dalam pasal-
pasal yang bersangkutan (Pasal 25 dan seterusnya). Hukum Acara tersebut berlaku juga
dalam pemeriksaan pidana landreform, terhadap tertuduh anggota Angkatan Perang, hanya
Ketua sidang adalah Ketua atau Ketua Pengganti atau hakim Pengadilan Tentara dari
angkatan yang bersangkutan, demikian juga jaksa dan penyidiknya.

3. a. Penyusunan proposal
Disiapkan oleh Instansi pemerintah yang memerlukan  tanah,  menguraikan :
–   maksud dan tujuan pembangunan
–   letak dan lokasi pembangunan
–   luasan tanah yang diperlukan
–   sumber pendanaan
–   analisis kelayakan lingkungan (AMDAL)

b. Penetapan Lokasi
Diajukan oleh Instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada :
Bupati / Walikota   atau   Gubernur   untuk   wilayah   DKI   Jakarta Apabila 2 wilayah 
Kabupaten /  Kota   atau   lebih   diajukan  kepada Gubernur. Apabila   2   wilayah   provinsi  
atau lebih,   diajukan  kepada  Kepala   BPN RI Apabila terhadap  penetapan lokasi dan
kemudian dalam pelaksanaan kegiatan terdapat perubahan/penambahan desa/kelurahan
agar segera dilakukan revisi dalam SK Penetapan Lokasi. Dalam rangka pengamanan lokasi
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum agar mematuhi
Surat Edaran Kepala BPN RI tanggal 13 Juli 2006 Nomor: 140.2-146A.

c. Publikasi
Setelah diterimanya keputusan penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan
tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari wajib mempublikasikan rencana
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum kepada masyarakat, dengan cara
langsung maupun tidak langsung melalui media cetak,   elektronik    dan   lainnya, yang  
pelaksanaannya   dibuat dengan berita acara.

d. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)


Untuk keperluan pengadaan tanah oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum dibentuk Panitia Pengadaan Tanah yang
pembentukan dan susunan keanggotaannya harus sesuai dengan ketentuan  Pasal 14 ayat
(1) dan (2), Pasal 15 ayat (1) dan (2) dan Pasal 16 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala BPN RI
No. 3 Tahun 2007, dan dibentuk Sekretariat beserta susunan   keanggotaan   dengan   Surat  
Keputusan   Ketua Panitia Pengadaan Tanah.

e. Penyuluhan/Sosialisasi
Setelah diterimanya permohonan Pengadaan Tanah oleh Instansi yang memerlukan tanah
Panitia Pengadan Tanah bersama-sama dengan Instansi yang memerlukan tanah
melaksanakan Penyuluhan/Sosialisasi pada masyarakat di lokasi dengan dituangkan dalam
Berita Acara Hasil Penyuluhan.

f. Identifikasi dan Inventarisasi


Setelah dilakukan pemasangan Tanda Batas lokasi oleh Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah bersama-sama dengan Panitia Pengadaan Tanah. Selanjutnya dibentuk
Satuan Tugas (satgas) dengan Surat Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Tanah yang akan
melakukan  kegiatan identifikasi dan inventarisasi yang meliputi :

pengukuran rincikan bidang tanah Inventarisasi dan identifikasi data    fisik dan yuridis
pemilik tanah  yang   terkena   pembentukan  tanah (petugas BPN dibantu desa)Inventarisasi
tanaman  dari  Instansi  terkait (Dinas Pertanian)Inventarisasi  Bangunan dari Instansi 
terkait  (DPU )

g. Pengumuman
Panitia Pengadaan Tanah mengumumkan hasil inventarisasi dan identifikasi tanah dan/atau
bangunan dan/atau tanaman dilakukan di Kantor Desa/Kelurahan dan/atau Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota selama 7 (tujuh) hari  dan/atau melalui  media  cetak,
elektronik selama 2 (dua) kali penerbitan, untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.

h. Pengesahan Hasil Pengumuman


Setelah   jangka waktu  pengumuman berakhir dan  tidak  ada keberatan  maka dibuat Berita
Acara  Pengesahan hasil pengumuman oleh Panitia Pengadaan Tanah. Apabila terdapat
keberatan dan dapat dipertanggungjawabkan dilakukan revisi. Apabila keberatan tidak dapat
dipertanggungjawabkan proses pengadaan tanah  dilanjutkan. Apabila Keberatan mengenai
sengketa kepemilikan maka penyelesaiannya diupayakan melalui musyawarah atau melalui
Pengadilan.

i. Penilaian
Penilaian harga tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh
Lembaga Penilai Harga Tanah. Apabila saat dilakukan Pengadaan Tanah di Kabupaten/Kota
atau di sekitar Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum terdapat Lembaga Penilai Harga
Tanah yang sudah mendapat Lisensi dari Badan Pertanahan Nasional, maka Penilaian Harga
Tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah yang dibentuk oleh Bupati/Walikota atau
Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta. Penentuan Lembaga Penilai Harga Tanah dilakukan
oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah berpedoman pada Keputusan Presiden
No. 80 Tahun 2003 beserta perubahannya. Penilaian Harga Bangunan dan/atau Tanaman
dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dilakukan oleh Kepala
Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang membidangi bangunan dan/atau benda lain
yang berkaitan dengan tanah.

j. Musyawarah
Musyawarah antara Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik tanah
mengenai :Rencana pembangunan untuk kepentingan umum dislokasi tersebut. Bentuk
dan/atau besarnya ganti rugi. Musyawarah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi
berpedoman pada :Kesepakatan para pihak. Hasil Penilaian Harga Tanah dan penilaian harga
bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Tenggat waktu penyelesaian proyek pembangunan. Panitia Pengadaan Tanah membuat
Berita Acara Hasil Pelaksanaan Musyawarah lokasi pembangunan untuk kepentingan umun
dan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang ditandatangani oleh seluruh
anggota panitia, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik.
k. Keputusan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)
Berdasarkan berita acara hasil pelaksanaan musyawarah lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum dan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, Panitia Pengadaan
Tanah menerbitkan keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dan daftar
nominatif pembayaran ganti rugi. Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan
pembangunan merupakan tanah instansi pemerintah, keputusan penetapan bentuk
dan/atau besarnya ganti rugi dilakukan berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan
Perundang-undangan tentang Perbendaharaan Negara.

l. Pembayaran Ganti Rugi


Berdasarkan keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi Panitia Pengadaan
Tanah memerintahkan kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk
melakukan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak dalam waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari sejak tanggal keputusan tersebut ditetapkan apabila bentuk ganti rugi berupa
uang dan terhadap bentuk ganti rugi selain uang tenggang waktu sesuai dengan kesepakatan
para pihak. Untuk melindungi kepentingan yang berhak atas ganti rugi, seorang penerima
kuasa hanya dapat menerima kuasa dari (1) satu orang yang berhak atas ganti rugi. Surat
kuasa untuk menerima ganti rugi harus dibuat dalam bentuk nota riil dan disaksikan oleh
dua orang saksi atau bagi daerah terpencil surat kuasa dibuat secara tertulis dan diketahui
oleh Kepala Desa/Lurah atau yang setingkat dengan itu dan Camat. Bersamaan dengan
pembayaran ganti rugi berupa uang, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah membuat
tanda terima pembayaran ganti rugi, ditindaklanjuti dengan Penandatanganan Pernyataan
Pelepasan Hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman, dan oleh Panitia
Pengadaan Tanah dibuat Berita Acara pembayaran ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah.
Pada saat penandatanganan pernyataan pelepasan hak atas tanah yang berhak atas ganti
rugi wajib menyerahkan dokumen asli bukti kepemilikan kepada Panitia Pengadaan Tanah.
m. Penitipan Ganti Rugi

Penitipan ganti rugi diajukan oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh penetapan, dengan melampirkan
persyaratan :Berita Acara pembayaran ganti rugi. Berita Acara hasil pelaksanaan
musyawarah dan penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi. Keputusan Bupati / Walikota /
Gubernur / Mendagri terhadap adanya keberatan; Keterangan dan alasan penitipan ganti
rugi dan. Surat-surat lain terkait penitipan ganti rugi. Penitipan ganti rugi dilakukan dalam
hal :Tidak ada kesepakatan nilai ganti rugi sedangkan musyawarah telah melewati jangka
waktu 120 hari. Yang berhak ganti tidak diketahui keberadaannya. Obyek perkara di
pengadilan dan belum memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Masih
dipersengketakan kepemilikannya. Sedang diletakan sita oleh pihak yang berwenang.
Terhadap tanah yang uang ganti ruginya dititipkan di Pengadilan, belum dapat diajukan
permohonan hak atas tanahnya.

n. Pemberkasan
Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan pemberkasan dokumen  dan
menyerahkannya kepada :Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah berupa dokumen asli
Pertanahan Kabupaten/Kota berupa rekaman dokumen asli yang   dilegalisasi   oleh pejabat
yang berwenang. Instansi induk yang memerlukan tanah berupa rekaman dokumen asli
yang   dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang. Bupati/Walikota atau Gubernur untuk
wilayah DKI Jakarta berupa rekaman dokumen asli yang dilegalisir oleh Pejabat yang
berwenang. Tugas dan tanggung jawab Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota berakhir
setelah penyerahan dokumen Pengadaan Tanah kepada Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah dengan dibuat Berita Acara. Permasalahan yang lahir setelah berakhirnya
pelaksanaan Pengadaan Tanah tidak menghalangi pembangunan fisik  sedangkan bentuk
dan tindak lanjut penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan isi putusan
penyelesaiannya.

sumber UU Nomor 2 Tahun 2012

Anda mungkin juga menyukai