Menurut Anderson dalam buku Dr. Arifin Tahir (2015:21) kebijakan adalah suatu
tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau Sejumlah pelaku
untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Anderson mengklasifikasi kebijakan, policy,
menjadi dua yaitu substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus
dilakukan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana
kebijakan tersebut diselenggarakan.
Upaya untuk melawan atau memberantas korupsi tidak cukup dengan menangkap dan
menjebloskan koruptor ke penjara, sebab peluang untuk berbuat korupsi terhampar luas di
hadapan para calon koruptor, terlebih lagi banyak tersedia arena bagi koruptor-Koruptor baru
untuk melampiaskan hasrat korupsinya. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima
korupsi ,Ke sikap tegas menolak korupsi tidak akan pernah terwujud jika Generasi sekarang
yang masih memiliki hati nurani tidak mau dan mampu membina generasi muda untuk
mengevaluasi dan memperbarui nilai-nilai yang diwarisi dari generasi terdahulu dan sekarang
sesuai dengan tuntutan, perkembangan dan Kebutuhan bangsa. Nilai yang dimaksudkan di
sini adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu
yang disukai atau sesuatu yang baik (Bertens, 2001: 139).
1
Nilai-nilai antikorupsi yang perlu disemaikan kepada generasi muda, terutama mereka
yang masih duduk di bangku TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi antara lain: (
Handoko, 2013:35-43)
a. Kejujuran
Kejujuran merupakan dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral
(Suseno, 1987: 142). Tanpa kejujuran, manusia tidak dapat maju selangkah pun, karena ia
tidak berani menjadi diri sendiri.Lingkungan yang jujur menggelinding Terus tak tertahankan
akan membentuk masyarakat yang jujur dan masyarakat jujur seperti itu pada akhirnya akan
mampu membangun karakter bangsa yang jujur.
b. Tanggung jawab
Setiap orang harus Bertanggung jawab terhadap apa yang diniatkan, dikatakan, dan
Dilakukan, terlebih mereka yang mengaku dirinya pemimpin. Seorang pemimpin yang
bertanggung jawab terlahir dari individu yang bertanggung jawab. Seorang belum dapat
memimpin orang lain kalau ia tidak mampu memimpin dirinya sendiri.
c. Keberanian
Orang yang berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah,
merupakan Agen penting dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi. Mengatakan
kebenaran adalah pahit dan buahnya adalah manis, yaitu terwujudnya pribadi dan masyarakat
yang baik dan benar.
d. Keadilan
Kata keadilan juga memiliki makna yang beragam. Cephalus, seorang hartawan
terkemuka Athena, memaknai keadilan sebagai bersikap fair dan jujur dalam membuat
kesepakatan (Rasuanto, 2005: 8).
e. Keterbukaan
Terbuka tidak berarti bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab Selengkap-
lengkapnya atau orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita.
f. Kedisiplinan
Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer dengan hidup di barak
bagai robot, tetapi hidup disipilin dipahami siswa atau mahasiswa dengan cara mengatur dan
2
mengelola waktu sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Manfaat hidup
disiplin adalah Siswa atau mahasiswa dapat mencapai tujuan atau mengejar kepentingan
secara lebih efisien dan efektif.
g. Kesederhanaan
Hidup sederhana berarti hidup bersahaja dan tidak berlebih-lebihan yang didasari oleh
suatu sikap mental rendah hati
h. Kerja keras
Pribadi Pekerja keras akan muncul dari sosok yang memiliki motivasi tinggi untuk
berubah dan pantang menyerah dalam segala keadaan. Pribadi pekerja keras dapat
diwujudkan dengan selalu melakukan Tanggung jawab secara sungguh-sungguh serta
melakukan segala Sesuatu dengan upaya terbaik, sekuat tenaga, penuh kecerdasan tinggi, dan
sepenuh hati
i. Kepedulian
Peduli merupakan sifat yang dapat membuat segala kesulitan dapat dihadapi, segala
keadaan dapat ditanggung bersama, dan keterbatasan pun dapat dicarikan solusinya
Pengurus dan Karyawan dilarang menerima hadiah dari pihak lain yang berhubungan
dengan perusahaan karena dapat merusak atau memengaruhi pertimbangan bisnis yang baik,
sebagai Contoh:
Penerimaan Hadiah sebagai imbalan atas aktivitas yang dilakukan selama jam kerja
prinsipnya adalah milik Perusahaan dan wajib diserahkan ke Perusahaan atau dapat
dikembalikan ke pihak yang memberikan.
3
Karyawan diperbolehkan menerima undangan sesekali untuk kegiatan olahraga,
hiburan atau Makan jika:
Suap atau kickback adalah menerima uang, fee, selisih mark-up harga, komisi tidak
resmi, kredit, Hadiah, bantuan atau segala sesuatu yang bernilai, yang secara langsung atau
tidak langsung memengaruhi pertimbangan bisnis yang baik atau memperkaya diri sendiri,
keluarga atau pihak tertentu. Pengurus dan Karyawan tidak boleh menerima segala bentuk
suap dan kickback.
Perusahaan menjaga hubungan baik dengan para pemasok. Mereka adalah mitra
usaha.Hal-hal yang dilakukan:
Tujuan dari penerapan kebijakan Anti Korupsi ini adalah untuk mencegah kerugian
baik materil maupun immateriil, meningkatkan ketaatan peraturan, Kedisiplinan dan etika
Perseroan terhadap hukum, dalam melakukan kegiatan Operasional Perseroan sehari-hari
yang berhubungan dengan pihak eksternal, mitra kerja, dan instansi Pemerintah.Seluruh
karyawan dan Dewan Komisaris, Direksi wajib memastikan bahwa Aktivitas dan bisnis
Perseroan terhindar dari tindakan-tindakan korupsi sebagaimana didefinisikan dalam UU No.
31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yaitu terkait dengan kegiatan:
4
3. Penggelapan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan
7. Gratifikasi
Pembuat kebijakan ialah mereka yang mempunyai wewenang legal untuk terlibat
pada perumusan kebijakan publik maupun sosial. Pembuat kebijakan ini terdiri atas legislatif;
eksekutif; badan administratif; serta pengadilan. Legislatif merujuk kepada anggota
kongres/dewan yang seringkali dibantu oleh para staffnya. Adapun eksekutif merujuk kepada
Presiden dan jajaran kabinetnya. Sementara itu, badan administratif merujuk kepada
lembaga- lembaga pelaksana kebijakan. Pengadilan juga merupakan actor yang memainkan
peran besar dalam perumusan kebijakan melalui kewenangan mereka untuk mereview
kebijakan serta penafsiran mereka terhadap undang-undang dasar. menggunakan kewenangan
ini, keputusan pengadilan mampu menghipnotis isi serta bentuk dari sebuah kebijakan publik
dan sosial. Selain pembuat kebijakan, ada juga peserta lain yang terlibat pada proses
kebijakan yg mencakup antara lain kelompok kepentingan, partai politik, organisasi
penelitian, media komunikasi, dan individu warga.
Kebijakan pemerintah atau kebijakan publik merupakan hasil interaksi intensif antara
para aktor pembuat kebijakan berdasarkan pada fenomena yang harus dicarikan solusinya.
Menurut pendapat subarsono kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan
Keputusan Walikota/Bupati. Selain itu partisipasi masyarakat diikut sertakan agar dapat
menghasilkan keputusan yang terbaik.
Thomas R. Dye dalam Dunn memiliki 3 elemen dalam pembentukannya yaitu
kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policy stakeholders), dan lingkungan
kebijakan (policy environment). Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling
mempengaruhi. Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan,
namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan
kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik
itu sendiri.
5
Pengambilan keputusan untuk sebuah kebijakan tidak semata hanya melihat pada ketiga
elemen itu saja. Namun juga dipengaruhi terhadap tahap-tahap pembuatannya. Menurut Dunn
tahapan pembuatan kebijakan terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
a. Penyusunan Agenda
b. Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan bisa disebut juga dengan perumusan kebijakan yang merupakan
tahap awal pembuatan kebijakan. Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan
selanjutnya dibahas oleh para pembuat kebijakan kemudian dikelompokkan untuk mencari
hasil pemecahan masalah yang ada. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Namun, perumusan kebijakan tidak selalu
menghasilkan peraturan atau perintah eksekutif maupun aturan administrasi yang diusulkan.
Menetapkan suatu kebijakan diantara beberapa pilihan merupakan proses untuk memutuskan
kebijakan publik yang terbaik dan dalam hal inilah sebenarnya inti dari proses formulasi
kebijakan publik. Dalam formulasi kebijakan perlu diperhatikannya aspek-aspek yang
melingkupi prosesnya seperti aspek publik, aspek teknokrtis, dan aspek politis.
c. Adopsi/legitimasi Kebijakan
d. Implementasi Kebijakan
Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan pada akhirnya ditentukan pada tataran
implementasinya. Secara sederhana implementasi kebijakan merupakan tindakan dalam
proses pembuktian dari sebuah kebijakan. Untuk menganalisis proses implementasi kebijakan
dilakukannya beberapa pendekatan salah satunya adalah top-down. Pendekatan tersebut
bertitik-tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan atau kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pihak-pihak pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh seluruh aparatur,
administratur, atau birokrat di semua tingkatan yang terutama pada tingkatan bawah. Fokus
analisis pada pendekatan ini ada pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan
yang telah ditentukan.
e. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau
penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Pelaksanaan
evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam
seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap
perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Pelaksanaan evaluasi kebijakan pada dasarnya harus memperhatikan tiga hal yang menjadi
pokok yaitu : 1) Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberi informasi yang valid tentang
7
kinerja kebijakan, 2) Evaluasi kebijakan
8
berusaha untuk menilai kepantasan tujuan atau target dengan masalah yang dihadapi, 3
Evaluasi kebijakan berusaha juga untuk memberi sumbangan pada kebijakan lain terutama
dari segi metodologi.
a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar tidak jarang pembuat kebijakan harus
memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari
luar.
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama, kebiasaan lama dalam organisasi yang
sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan
investasi modal yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat
birikratik, cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun
keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut di kritik, karena sebagai
suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-
menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut di
pandang memuaskan.
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh
para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.
Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan
keputusan/kebijakan.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar lingkungan sosial dari para pembuat
keputusan/kebijakan juga berperan besar.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman
latihan dan pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada
pembuatan kebijakan atau keputusan. Misalnya, orang mengkhawatirkan pelimpahan
wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan
9
(Suharno, 2010: 52-53).
10
C. Pelaksana Kebijakan Anti Korupsi
11
Pendidikan antikorupsi sesungguhnya abstrak, bukan melalui logika saja. Pendidikan
ini memerlukan tahap penalaran, internalisasi nilai dan moral, sehingga mata pelajarannya
didesain tidak hanya menekankan aspek kognitif, melainkan lebih pada aspek afektif dan
psikomotorik. Menekankan bagaimana agar anak didik melakukan sesuatu, atau menghindari
sesuatu untuk mendapat pengharagaan sosial dari orang lain. Bagi anak-anak, proses
penalaran moralberkembang sejalan dengan proses belajar sendiri dan belajar dari
lingkungan. Melalui pendidikan antikorupsi yang terarah dan efektif, terbuka kemungkinan
internalisasi nilai-nilai.
Peran Guru dan Dosen, orang tua, dan orang-orang di sekitar menjadi kunci. Mereka
harus memberi teladan berperilaku antikorupsi, terutama berperilaku jujur sebagai dasar
pembentukan karakter secara dini. Program Pendidikan Anti Korupsi bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang sama dan terpadu serta terbimbing dalam rangka menekan
kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan korupsi. Kemudian harapannya berdampak
pada adanya respon atau tanggapan balik dari rakyat untuk bisa menyuarakan kearifannya
mengenai penyimpangan korupsi. Di samping itu juga bertujuan untuk membentuk kesadaran
publik terhadap setiap kegiatan yang mengarah kepada adanya tindakan korupsi oleh para
penguasa atau pengambil kebijakan yang tidak mempedulika rakyat.
1. Perlu adanya kebijakan Pendidikan Antikorupsi bangsa pada satuan pendidikan SMP.
2. Peningkatan kemampuan guru melalui pelatihan khusus dan dalam kegiatan di
MGMP mengenai pengintegrasian muatan kurikulum yang memuat nilainilai
kejujuran.
3. Keteladanan guru/orangtua: model atau teladan (kata dan perbuatan) sangat
diperlukan bagi berkembangnya karakter yang baik.
4. Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi bangsa dalam materi pelajaran (Pend.
Agama, Kewarganegaraan (PKn), IPS, IPA, Matematika, dan sebagainya.
5. Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi bangsa dalam kegiatan kokurikuler dan
ekstra- kurikuler (Pramuka, pencinta alam, Palang Merah Remaja atau PMR,
outbound, OSIS, dsb).
6. Kerja sama antara sekolah dengan orangtua dan masyarakat mutlak dan perlu ada
pendidikan untuk orangtua dalam hal pendidikan nilai dan karakter karena orang tua
adalah pendidik pertama dan utama.
7. Kontrak pribadi/komitmen: komitmen dari setiap peserta didik akan menjadi bahan
12
pengembangan karakter jujur.
13
8. Pengembangan budaya sekolah melalui Morning Assembly: penegasan dari pimpinan
lembaga kepada anggota komunitas pendidikan atas nilai-nilai atau keutamaan yang
akan diarah dijadikan landasan berproses pada hari itu Refleksi sehabis kegiatan dan
harian.
9. Ekstra-kurikuler: ekstra-kurikuler menyediakan ruang dan kesempatan bagi peserta
didik untuk menampilkan diri secara orisinal. Orisinalitas dan kebiasaan penegasan
dan konsistensi tata-tertib: penegasan dan konsistensi dalam menegakkan tata tertib
dan disiplin akan menjadi daya dorong untuk merealisasikan Pendidikan Antikorupsi.
10. Pelibatan aktif dalam kegiatan nonakademik: melalui keterlibatan ini berbagai
keutamaan seperti jujur, tanggung jawab, setia, kerja sama, saling menghargai dapat
dikembangkan.
Strategi dan implementasi satuan pembelajaran dapat dilakukan dalam dua tataran,
yaitu sebagai berikut. Strategi Makro Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi (bekerja
sama dengan pemerintah dan masyarakat)
a. Perlu komitmen dari seluruh jajaran pendidikan di Perguruan Tinggi, pemerintah, dan
lembaga legislatif untuk melaksanakan Pendidikan Antikorupsi;
b. Penerapan Pendidikan Antikorupsi dari pendidikan dasar, menengah dan PT perlu
dilaksanakan secara konsisten dan keberlanjutan;
c. Perlu rule of conduct Pendidikan Antikorupsi yang disepakati berbagai pihak dan
dapat diterapkan di berbagai jenjang pendidikan secara konsisten dan berkelanjuta;
d. Perlu dukungan pemerintah yang nyata terhadap perguruan tinggi dalam pelaksanaan
Pendidikan Anti-korupsi. Dengan memasukkan Pendidikan Antikorupsi bangsa ke
dalam rencana strategi perguruan tinggi;
e. Dikembangkan kebijakan tentang Pendidikan Antikorupsi di setiap perguruan tinggi
(sistem reward & punishment);
f. Penyusunan rencana kegiatan (action plan) Pendidikan Antikorupsi bangsa untuk
setiap tahunnya, lengkap dengan indikator pencapaian;
g. Penyusunan sistem penjaminan mutu Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi.
14
b) pendekatan: Penanaman Nilai, Perkembangan Kognitif, Analisis Nilai, Klarifikasi
Nilai, Pembelajaran Berbuat (dialog, diskusi, problem solving, dan berbagai
pengalaman dan penemuan).
c) Ciri kurikulum: keterpaduan (kognitif, afektif, psikomotor), kesinambungan dan
holistik (continuity, holistic, sustainability), sinkronisasi (antar dosen, ma-najemen
PT, mahasiswa, masyarakat sekitar, dan orang tua).
d) Strategi Pelaksanaan: pembiasaan, keteladanan, sentuhan kalbu, kedisiplinan dari
seluruh komponen perguruan tinggi.
e) Penyampaian: dalam satu mata kuliah, inherent dalam setiap mata kuliah (lintas
kurikulum), menjadi salah satu kompetensi dalam kelompok mata kuliah dasar
kepribadian.
f) Sistem evaluasi (multiple representation of understanding), asesmen, dan indikator
pencapaian Pendidikan Antikorupsi.
g) SDM : perlu dibangun keteladanan dari dosen, pimpinan, serta civitas akademika
lainnya agar dapat mendukung pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi, sebagai contoh
konkret dan membangun konsistensi sikap dan perilaku dan utamakan pemberdayaan
dosen dan pimpinan perguruan tinggi dalam hal pengetahuan dan keterampilan
tentang Pendidikan Antikorupsi yang terintegrasi dengan bidang ilmu (pendidikan,
penelitian, pelatihan, sarasehan, forum dosen, dialog interaktif dan diskusi ilmiah).
15
Perlu memberikan pembiayaan opersional PKBM melalui APBN atau program
Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan, agar strategi dan
implementasi Pendidikan Antikorupsi dapat disosialisasikan dan dibudayakan lebih
luas kepada berbagai lapisan masyarakat.
Evaluasi merupakan salah satu bagian penting dalam siklus analisis kebijakan. Hal
mendasar yang dilakukan tahap evaluasi adalah mencermati apakah kebijakan yang
diimplementasi telah menghasilkan dampak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak
(Santoso, 2010) yang dikutip oleh (Oktavianto & Abheseka, 2019, p. 120).
Terdapat 3 pendekatan evaluasi, yakni evaluasi semua yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tanpa menanyakan manfaat, nilai dan
hasil-hasil kebijakan pada individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Evaluasi
formal yang mengevaluasi hasil berdasar pada tujuan kebijakan yang diumumkan secara
formal oleh pembuat kebijakan (Dunn, 2014). Dan evaluasi teoritis yang mengkaji hasil-hasil
kebijakan yang dilakukan oleh pelaku kebijakan (Oktavianto & Abheseka, 2019, p. 120).
Evaluasi kebijakan publik (public policy evaluation) merupakan salah satu tahapan
dari proses kebijakan publik (public policy process). Oleh karena itu, dibahas evaluasi
kebijakan di kemukakan Jones (2007: 60), bahwa “...suatu manfaatnya penting, dengan
indicator specification, techniques, and methods” (Suyatna, 2020, p. 326). The specification
of object, spesifikasi objeknya berarti mengevaluasi hasil berbagai macam kebijakan pidana
korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah sesuai dengan masalah- masalah yang dihadapi
16
oleh masyarakat.
17
The techniques of measurement, teknik pengukurannya yaitu cara-cara untuk mengevaluasi
kebijakan tindak pidana korupsi dengan teknik ilmiah dan sistematis dengan ukuran-ukuran
tepat. The methods of analysis, dari sudut metode analisisnya yaitu menunjukan hasil akhir
dari kegiatan mengevaluasi kebijakan tindak pidana korupsi: Apakah kebijakan itu
memberikan dampak positif yang lebih besar (Suyatna, 2020, p. 326).
Evaluasi seperti ini, sesungguhnya baru merupakan langkah awal sebab penghayatan
nilai bukan semata-mata memiliki unsur kuratif, melainkan juga secara positif mampu
meningkatkan kreativitas siswa secara keseluruhan. Kalau di sekolah tidak ada lagi yang
membolos, tidak ada lagi yang terlibat tawuran pelajar, tidak ada lagi yang terlambat
menyerahkan tugas, tidak ada lagi yang tidak naik kelas, tidak ada lagi yang menyontek,
kriteria apa yang bisa kita pakai untuk menilai keberhasilan pendidikan antikorupsi? Kriteria
ini tidak lain adalah kreativitas, yaitu inisiatif yang akan tampil secara keseluruhan peforma
yang dimiliki sekolah yang lazim kita sebut sebagai prestasi. Sekolah yang berprestasi pasti
mampu mengatasi persoalan seputar perilaku tidak disiplin dan tidak jujur dalam diri siswa
dan semakin mengarahkan diri siswa kepada hal positif yang semakin menyempurnakan
kinerja pendidikan (Manurung, 2012, p. 239).
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Presindo
http://www.riaumandiri.net
Friedman, Howard S. dan Mariam W. Schustrack. 2006. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset
Modern. Jakarta: Erlangga.
Nugrohu, Riant D, (2003). Kebijakan Publik Evaluasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta,
Elex Media Komputindo,
Ismail, M. H., & Sofwani, A. (2016). Konsep dan Kajian Teori Perumusan Kebijakan
Publik. JRP (Jurnal Review Politik), 6(2), 195-224.
Oktavianto, R., & Abheseka, N. M. (2019). Evaluasi Operasi Tangkap Tangan KPK.
Integritas: Jurnal Antikorupsi, 5(2), 117-131.
20