Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

“UJI KUALITATIF BORAKS PADA BAKSO”


ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

Di Susun Oleh :

KELOMPOK 4

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini mengenai uji kualitatif Boraks
pada bakso. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang
telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan
olehnya itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan yang akan penulis susun selanjutnya.

Demikian sepatah kata dari penulis tentang pengantar laporan ini dan semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Bukittinggi, 10 Januari 2022

KELOMPOK 4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbicara mengenai bahan kimia maka tidak akan terlepas dari bahayanya. Sekarang
ini banyak sekali penggunaan bahan kimia untuk mengawetkan suatu makanan dan salah
satunya adalah bakso, karena bakso termasuk makanan yang tidak dapat bertahan dalam
waktu yang cukup lama dan para konsumen beranggapan bahwa pedagang-pedagang bakso
yang dagangannya tidak terjual habis, pasti ada yang menggunakan bahan kimia untuk
mengawetkan baksonya. Boraks dan formalin adalah dua jenis bahan kimia yang dapat
mengawetkan suatu makanan dalam waktu yang cukup lama.
Kandungan zat berbahaya berupa boraks yang terkandung dalam bakso bukanlah
berita baru. Penambahan boraks pada bakso memang banyak dilakukan oleh pedagang-
pedagang tidak bertanggung jawab, tetapi hingga kini belum diperoleh solusi jitu untuk
menghentikan praktik ini. Padahal, konsumsi masyarakat akan bakso tergolong tinggi karena
bakso merupakan salah satu makanan favorit masyarakat. Jadi, masyarakatlah yang menjadi
korban akan bahaya zat berbahaya tersebut yang mengancam kesehatan.
Meski masyarakat telah mengetahui terdapat bakso yang mengandung boraks, tetapi
sebagian belum dapat membedakan antara bakso yang mengandung boraks dengan bakso
yang aman dikonsumsi. Oleh karena itu, pada praktikum ini sangat penting untuk dilakukan
agar dapat mengidentifikasi kandungan boraks pada bakso. Meskipun bukan pengawet
makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Selain sebagai
pengawet, bahan ini berfunsi pula mengenyalkan makanan. Makanan yang sering
ditambahkan boraks diantaranya bakso, lontong, mi, kerupuk, dan berbagai makanan
tradisional seperti ‘lempeng” dan “alen-alen”. Di masyarakat daerah tertentu boraks juga
dikenal dengan sebutan garam bleng, bleng, atau pijer dan sering digunakan untuk
mengawetkan nasi untuk dibuat makanan yang sering disebut legendar atau gendar (Yuliarti,
2007).
B. TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dari uji kualitatif boraks pada bakso ini adalah untuk mengetahui
kandungan boraks pada bakso dan juga untuk mengetahui mana bakso yang layak konsumsi
dan yang mana bakso yang tidak layak dikosumsi.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

A. BAKSO
Bakso atau baso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan
Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka,
akan tetapi ada juga baso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam
penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening,
dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri.
Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang
kaki lima hingga restoran besar. Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam
bentuk makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat
juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai.
Bakso memiliki akar dari seni kuliner Tionghoa Indonesia hal ini ditunjukkan dari istilah
Bakso berasal dari kata Bak-So, dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti
‘daging babi giling’. Karena kebanyakan penduduk Indonesia adalah muslim, maka bakso
lebih umum terbuat dari daging halal seperti daging sapi, ikan, atau ayam. Seiring
berkembangnya waktu, istilah bakso menjadi lebih dikenal dengan ‘daging giling’ saja
(Wikipedia, 2012).
Bakso tidak hanya disantap begitu saja, dan sebagian orang beranggapan bahwa
rasanya ada yang kurang tanpa pelengkapnya. Bakso dapat disantap dengan aneka
taburan, mie, saus, sayuran, dan kerupuk. Tak hanya berfungsi sebagai penambah tekstur
dan cita rasa, protein serta karbohidrat, macam-macam pelengkap tersebut juga berfungsi
untuk menyeimbangkan nutrisi dan vitamin dalam semangkuk bakso (Rahmadianti,
2013).
B. BORAKS

Boraks merupakan salah satu zat aditif pada makanan. Yakni zat yang
ditambahkan dan dicampurkan pada makanan sewaktu pengolahan makanan dengan
maksud untuk menarik (pewarna), menambah selera (pemanis), menyedapkan
(penyedap), mengharumkan dan sebagai pengawet makanan serta pengenyal. Boraks
yang dipergunakan sebagai pengenyal berupa sodium boraks, yang dalam istilah
awamnya disebut bleng. Banyak makanan yang berasal dari Jawa mempergunakan bleng
sebagai salah satu bahan dasar pengolahan makanan, seperti gendar atau puli, lopis, dan
kerupuk gendar atau karak. Memang dari segi rasa, makanan tersebut digemari oleh
masyarakat, karena selain enak, gurih, dan kenyal, juga tahan lama. Bleng juga
dipergunakan dalam pembuatan bakso dan mi agar kenyal, menggurihkan makanan, serta
tahan lama (Aryani, 2006).

Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan,


antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat
menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan
formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan
oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan
disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis
boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan
menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi
anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan
menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah
mencapai 10 – 20 g atau lebih (Laetitia, 2006).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Pisau
b. Cawan petri/piring
c. Timbangan
d. Mortir/sendok
e. Pipet tetes/sendok

2. Bahan
a. Kunyut dengan konsentrasi 100%
b. Aquades
c. Bakso
BAB III
HASIL

A. HASIL UJI KUALITATIF BORAKS PADA BAKSO


Setelah dilakukan uji kualitatif 5 sampel boraks pada bakso yang berbeda-beda
maka dapat kita tarik kesimpulan dari uji yang kita lakukan menggunakan kunyit, hasil
dari uji setiap sampel dinyatakan tidak mengandung boraks, maka dapat dikatakan
bakso bakso dari berbagai penjual tersebut layak atau bias kita konsumsi tanpa ada rasa
takut.
B. DOKUMENTASI
Tempat membeli bakso:

Simpang garegeh, dekat masjid Bakso depan hoki


Bakso samping hoki Bakso atas hoki

Foto masing masing sampel:

1. Sampel 1
2. Sampel ke-2

3. Sampel ke-3
4. Sampel ke-4

5. Sampel ke-5
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari uji coba yang telah dilakukan bahwa seluruh sampel tidak ada
yang mengandung boraks. Karena apabila pada uji kualitatif tersebut jika sampel atau
bakso-bakso yang telah diuji berubah warna seperti bercak merah ataupun berwarna
coklat maka bakso tersebut mengandung boraks.

B. SARAN
Dari kesimpulan yang telah didapatkan penulis berharap kepada penjual bakso
diluar sana diharapkan lebih mementingkan kesehatan konsumen dari pada pendapatan
yang di dapat dari hasil yang tidak baik atau dapat merugikan konsumen. Sebab
kesehatan lebih penting dari apapun itu. Bagi penjual yang masih menggunakan boraks
pada makanan apa pun itu, diharapkan tidak menggukana boraks lagi karena boraks
sangat berbahaya terhadap kesehatan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Saparinto C., Hidayati D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius

Baliwati, Y., F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Cetakan I. Penerbit Swadaya. Hal. 89
:Jakarta.

Silalahi, M. and Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan. Maj
Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 11.

Cahyadi, W. 2006. Bahan Tambahan Makanan. Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Khamid, 1993 : Bahaya Boraks Bagi Kesehatan.Jakarta : Penerbit Kompas


Khamid, I.R.2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta : Penerbit kompas

Anda mungkin juga menyukai