Anda di halaman 1dari 7

A.

Latar Belakang

Berbicara mengenai bahan kimia maka tidak akan terlepas dari bahayanya. Sekarang ini
banyak sekali penggunaan bahan kimia untuk mengawetkan suatu makanan dan salah satunya
adalah bakso, karena bakso termasuk makanan yang tidak dapat bertahan dalam waktu yang
cukup lama dan para konsumen beranggapan bahwa pedagang-pedagang bakso yang
dagangannya tidak terjual habis, pasti ada yang menggunakan bahan kimia untuk
mengawetkan baksonya. Boraks dan formalin adalah dua jenis bahan kimia yang dapat
mengawetkan suatu makanan dalam waktu yang cukup lama.

Kandungan zat berbahaya berupa boraks maupun formalin yang terkandung dalam bakso
bukanlah berita baru. Penambahan boraks maupun formalin untuk bakso memang banyak
dilakukan oleh pedagang-pedagang tidak bertanggung jawab, tetapi hingga kini belum
diperoleh solusi jitu untuk menghentikan praktik ini. Padahal, konsumsi masyarakat akan
bakso tergolong tinggi karena bakso merupakan salah satu makanan favorit masyarakat. Jadi,
masyarakatlah yang menjadi korban akan bahaya zat berbahaya tersebut yang mengancam
kesehatan.

Meski masyarakat telah mengetahui terdapat bakso yang mengandung boraks dan formalin,
tetapi sebagian belum dapat membedakan antara bakso yang mengandung boraks dan
formalin dengan bakso yang aman dikonsumsi. Oleh karena itu, pada praktikum ini sangat
penting untuk dilakukan agar dapat mengidentifikasi kandungan boraks dan formalin pada
bakso.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan
boraks dan formalin pada bakso.

Manfaat yang diperoleh dalam praktikum ini adalah dapat menambah wawasan bagi para
pembaca dan mengetahui bakso yang mengandung formalin dan boraks serta yang tidak
mengandung bahan berbahaya tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakso

Bakso atau baso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan Indonesia. Bakso
umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga
baso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya
disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu,
terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat
ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran besar.
Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual
di pasar swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan
lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai. Bakso memiliki akar dari seni kuliner
Tionghoa Indonesia hal ini ditunjukkan dari istilah Bakso berasal dari kata Bak-So, dalam
Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti ‘daging babi giling’. Karena kebanyakan
penduduk Indonesia adalah muslim, maka bakso lebih umum terbuat dari daging halal seperti
daging sapi, ikan, atau ayam. Seiring berkembangnya waktu, istilah bakso menjadi lebih
dikenal dengan ‘daging giling’ saja (Wikipedia, 2012).

Menurut Nata (2013), beberapa kreasi bakso unik hasil inovasi masyarakat Indonesia,
diantaranya:

1. Bakso Kaget merupakan kreasi bakso yang membuat para konsumen menjadi
penasaran ketika memakannya. Isi yang ditambahkan di dalam bakso beraneka jenis,
seperti telur, jamur, keju, jagung, udang, dan bahkan tanpa ada isinya.
2. Bakso Moncrot adalah kreasi bola bakso yang dimasukkan ke dalam buah tomat. Jadi
konsumen harus membelah isi buah tomat untuk mencicipi pentol baksonya.
3. Bakso Tenis adalah bakso yang ukurannya sebesar bola tenis. Satu porsi bakso tenis
benar-benar dapat membuat konsumen menjadi kenyang. Di beberapa daerah disebut
dengan Bakso Klenger atau Bakso Super.
4. Bakso Bakar adalah kreasi bola bakso yang disajikan dengan cara dipanggang. Dalam
pembuatannya, bakso harus dioles dengan bumbu spesial kemudian dipanggang pada
bara api lalu dicelupkan dalam kuah atau tanpa kuah.
5. Bakso Kotak adalah kreasi bentuk bakso yang berbentuk kubus. Bakso ini dibuat
dengan menggunakan cetakan kotak. Ada kesan lain yang dirasakan konsumen karena
biasanya mereka menyantap bakso yang berbentuk bulat.
6. Bakso Rawit adalah kreasi bakso dengan mencampur gilingan daging dengan cacahan
cabe rawit sehingga sensasi cita rasanya lebih pedas.
7. Bakso Hati (Love) adalah salah satu kreasi bakso berbentuk lambang cinta. Cocok
menyasar kepada konsumen-konsumen remaja.
8. Bakso Lurik merupakan bakso yang berwarna lorang-loreng atau bintik-bintik. Bakso
ini dibuat dengan daging giling dan sayur-sayuran.
9. Bakso Haram adalah nama istilah bakso yang terdapat di pulau Bali. Diberi istilah
haram karena bahannya terbuat dari daging babi.
10. Bakso Sosis adalah bakso yang berbentuk seperti sosis. Dibuat dengan cara
menggulung daging giling di atas nampan sehingga bentuknya seperti sosis/stik.

Bakso tidak hanya disantap begitu saja, dan sebagian orang beranggapan bahwa rasanya ada
yang kurang tanpa pelengkapnya. Bakso dapat disantap dengan aneka taburan, mie, saus,
sayuran, dan kerupuk. Tak hanya berfungsi sebagai penambah tekstur dan cita rasa, protein
serta karbohidrat, macam-macam pelengkap tersebut juga berfungsi untuk menyeimbangkan
nutrisi dan vitamin dalam semangkuk bakso (Rahmadianti, 2013).

B. Boraks

Boraks merupakan salah satu zat aditif pada makanan. Yakni zat yang ditambahkan dan
dicampurkan pada makanan sewaktu pengolahan makanan dengan maksud untuk menarik
(pewarna), menambah selera (pemanis), menyedapkan (penyedap), mengharumkan dan
sebagai pengawet makanan serta pengenyal. Boraks yang dipergunakan sebagai pengenyal
berupa sodium boraks, yang dalam istilah awamnya disebut bleng. Banyak makanan yang
berasal dari Jawa mempergunakan bleng sebagai salah satu bahan dasar pengolahan
makanan, seperti gendar atau puli, lopis, dan kerupuk gendar atau karak. Memang dari segi
rasa, makanan tersebut digemari oleh masyarakat, karena selain enak, gurih, dan kenyal, juga
tahan lama. Bleng juga dipergunakan dalam pembuatan bakso dan mi agar kenyal,
menggurihkan makanan, serta tahan lama (Aryani, 2006).
Pemerintah telah memperbolehkan penggunaan boraks sebagai bahan makanan, namun
dibatasi oleh UU Kesehatan dan Keselamatan Nasional, batasnya hanya 1 gram per 1
kilogram pangan, bila lebih, itu ilegal, pelaku akan dipajara 12 tahun bila menambahkan lebih
dari 1 gram per 1 kilogram pangan (Wikipedia, 2013).

Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara lain
digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek
racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas
boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam
hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,
muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya
mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian
akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih (Laetitia, 2006).

C. Formalin

Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan aldehida
dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin,
atau padatan yang dikenal sebagai paraf ormaldehyde atau trioxane. Formaldehida awalnya
disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksander Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh
Hoffman tahun 1867.Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik
pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan
asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan
oksigen terhadap metana danhidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam
kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk
manusia (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia,
dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret
darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin
pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing
darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin
dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Formalin tidak
termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius,
maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter
spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37%
formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang
menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian
WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata
kandungan formalinyang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie (Raztaman, 2010).

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai
pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah.
Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999
tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang
Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 24 April 2013 pukul 08.00–10.00 WITA dan
bertempat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum identifikasi kandungan boraks dan formalin pada
bakso

No. Nama Alat Kegunaan

1. Cawan porselin Untuk menyimpan bakso yang telah dipotong-potong

2. Wadah plastik Untuk menyimpan larutan KMNO4

3. Labu Erlenmeyer Untuk menyimpan larutan Etanol

4. Pipet tetes Untuk mengambil larutan

Untuk memotong bakso menjadi beberapa bagian-


5. Pisau/cutter
bagian kecil

6. Lap/tissue Untuk membersihkan alat

7. Stopwatch Untuk menghitung waktu reaksi

8. Korek api Untuk menguji kandungan boraks

Alat tulis menulis dan


9. Untuk mencatat dan memotret hasil pengamatan
kamera

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum identifikasi kandungan boraks dan formalin
pada bakso

No. Nama Bahan Kegunaan


1. Bakso Sebagai objek yang diamati

2. Etanol Sebagai bahan penguji kandungan boraks

3. KMNO4 Sebagai bahan penguji kandungan formalin

C. Prosedur Kerja

1.
1. Prosedur uji kandungan formalin pada bakso
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memotong-motong bakso dengan pisau/cutter menjadi beberapa
bagian-bagian kecil.
3. Menyiapkan dua buah cawan porselin lalu memberinya kode A untuk
bakso Kampus, dan kode B untuk bakso Kemaraya.
4. Meletakkan potongan-potongan bakso ke dalam cawan porselin sesuai
dengan jenis baksonya.
5. Mengambil larutan KMNO4 pada wadah plastik dengan menggunakan
pipet tetes.
6. Meneteskan larutan tersebut ke dalam masing-masing cawan porselin
A dan B yang berisi potongan-potongan bakso.
7. Menggoyang-goyangkan cawan porselin A dan B sambil menghitung
reaksi perubahan yang terjadi menggunakan stopwatch.
8. Mencatat dan memotret hasil pengamatan.
2. Prosedur uji kandungan boraks pada bakso
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memotong-motong bakso dengan pisau/cutter menjadi beberapa
bagian-bagian kecil.
3. Menyiapkan dua buah cawan porselin lalu memberinya kode A untuk
bakso Kampus, dan kode B untuk bakso Kemaraya.
4. Meletakkan potongan-potongan bakso ke dalam cawan porselin sesuai
dengan jenis baksonya.
5. Mengambil larutan etanol pada labu Erlenmeyer dengan menggunakan
pipet tetes.
6. Meneteskan larutan tersebut ke dalam masing-masing cawan porselin
A dan B yang berisi potongan-potongan bakso.
7. Menunggu beberapa saat (± 1 – 2 menit), kemudian membakar korek
api lalu menyulutkannya ke masing-masing cawan porselin A dan B.
8. Mencatat dan memotret hasil pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Kandungan Formalin pada Bakso

Hasil pengamatan uji kandungan formalin pada bakso dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan uji kandungan formalin pada bakso


Kandungan
No. Sampel Perlakuan Uji Reaksi
Formalin
 Ditetesi larutan
Terjadi perubahan warna, di
Cawan KMNO4
1. mana ungu menjadi bening +
A  Digoyang-goyang
dalam waktu 43 detik
 Ditetesi larutan
Terjadi perubahan warna, di
Cawan KMNO4
2. mana ungu menjadi bening +
B  Digoyang-goyang
dalam waktu 53 detik

Keterangan: + = Mengandung Formalin

Tabel 3 diperoleh hasil pengamatan yang berbeda-beda, untuk kedua sampel masing-masing
ditetesi larutan KMNO4 yang sebelumnya telah diberi potongan bakso kemudian digoyang-
goyang untuk memperoleh hasil reaksi yang akurat terjadi perubahan warna, yaitu warna
larutan KMNO4 yang awalnya adalah ungu berubah menjadi bening. Cawan A mengalami
reaksi perubahan warna lebih cepat dalam waktu 43 detik sedangkan cawan B mengalami
perubahan warna dalam waktu 53 detik. Namun, keduanya terbukti mengandung formalin
dengan selisih waktu 10 detik. Ini berarti bahwa kadar formalin yang terdapat pada bakso
cawan A lebih banyak dibandingkan dengan bakso cawan B. Hal ini sesuai dengan yang
dilaporkan olehRamadlan (2012), yang menyatakan bahwa adanya kandungan formalin
apabila diuji dengan sebuah larutan penguji KMNO4akan mengalami perubahan warna
menjadi ungu muda yang hampir tidak terlihat dan mengandung endapan berwarna merah
muda pada tahu, sedangkan bakso dan mie yang mengandung formalin akan mengalami
perubahan warna ungu menjadi bening ketika dikocok terus-menerus pada tabung reaksi.

B. Uji Kandungan Boraks pada Bakso

Hasil pengamatan uji kandungan boraks pada bakso dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengamatan uji kandungan boraks pada bakso

Kandungan
No. Sampel Perlakuan Uji Reaksi
Boraks
 Tidak terjadi apa-
 Ditetesi larutan
apa
etanol
Cawan
1.  Dibakar dengan –
A  Sampel tidak
korek api
terbakar

 Tidak terjadi apa-


 Ditetesi larutan
apa
etanol
Cawan
2.  Dibakar dengan –
B  Sampel tidak
korek api
terbakar

Keterangan: – = Tidak mengandung Boraks


Tabel 4 diperoleh hasil pengamatan yang sama, jauh berbeda saat menguji kandungan
formalin.Saat kedua sampel yang berisi potongan bakso masing-masing ditetesi larutan etanol
berwarna bening hasilnya tidak terjadi perubahan spesifik. Kemudian kedua sampel tersebut
didiamkan ± 1–2 menit lalu dibakar menggunakan korek api,namun sampel tersebut tidak
terbakar atau dikelilingi api dalam cawan. Ini menunjukkan bahwa bakso pada cawan A
maupun cawan B tidak mengandung boraks (hasil negatif). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Aryani (2006) dalam seminarnya yang menyatakan bahwa dalam menguji boraks
pada mie basah dan bakso dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan kertas
tumerik dan uji nyala. Bila warna sampel sama dengan pada kertas tumerik pembanding tadi,
itu artinya bahan makanan tersebut mengandung bleng/boraks. Bila tidak sama warnanya
berarti sebaliknya. Apabila sampel yang telah diberi tetesan penguji terbakar dalam tabung
reaksi tadi, itu artinya bahan makanan tersebut mengandung bleng/boraks. Bila tidak terbakar
sama sekali berarti sebaliknya.

V. PENUTUP
A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan uji coba identifikasi kandungan borak dan formalin pada
bakso dapat ditarik suatu kesimpulan, yaitu bakso pada cawan A dan B yang dicampurkan
dengan larutan KMNO4 terbukti mengandung formalin dengan selisih waktu 10 detik.
Sedangkan bakso pada cawan A dan B yang ditetesi larutan etanol tidak terjadi perubahan
spesifik dan tidak terbakar. Ini menunjukkan bahwa bakso pada cawan A maupun cawan B
tidak mengandung boraks (hasil negatif).

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan pada praktikum ini adalah agar selalu melakukan praktik
seperti ini dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai bahaya dan dampak dari
penggunaan bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan dalam makanan.

Anda mungkin juga menyukai