1. Al-Quran
Al-Quran sebagai pedoman pertama dan utama bagi umat Islam diturunkan Allah
Swt. dalam bentuk bahasa Arab. U
2. As-Sunah
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Sunnah merupakan sumber dan dasar hukum
Islam kedua setelah Al-Quran. Selain penjelasan dalam Al-Quran yang menjelaskan
Hadis sebagai dasar pendidikan, ada juga beberapa Hadis yang menjelaskannya.
Diantara Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. Kemudian para sahabat
bertanya, wahai Rasululah! Siapa yang enggan? Beliau menjawab, barangsiapa
yang menaatiku maka dia masuk surge, dan barangsiapa yang durhaka terhadapku
maka dia yang enggan.” (H. R. Bukhari)
3. Perbuatan dan Sikap Sahabat Nabi Saw.
Menurut Ramayulis, di antara hal-hal yang dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam
pada masa sahabat, sebagai berikut:
1. Setelah Abu Bakar dibai’at menjadi khalifah ia mengucapkan dalam orasinya:
“Wahai manusia, saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal
aku bukan orang terbaik di antara kamu. Jika aku menjalankan tugasku dengan
baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah, luruskanlah aku, orang yang
kamu pandang kuat, saya pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak
daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat
sehingga aku dapat mengembalikan haknya. Hendaklah kamu taat kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku tidak mentaati Allah
dan Rasul-Nya kamu tidak perlu mengikutiku.”
2. Umar bin Khathab dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap, berjiwa demokrasi
yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar ini disaksikan dan
dirasakan sendiri oleh masyarakat pada waktu itu, sifat-sifat seperti itu sangat
perlu dimiliki oleh seorang pendidik karena di dalamnya terkandung nilai-nilai
pedagogis dan teladan yang baik yang harus ditiru.
3. Usaha-usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi
perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, diantaranya:
Abu Bakar melakukan kodifikasi Al-Quran.
Umar bin Khathab sebagai bapak kreator terhadap ajaran Islam yang dapat
dijadikan sebagai prinsip strategi Pendidikan
Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah
melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan Al-Quran.
Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.
Jadi, melalui merekalah kita menerima ajaran Islam yang sudah teratur, sehingga kita
tidak susah-susah lagi mencari-cari dan mengumpulkan Kalam Allah (Al-Quran)
serta hadis-hadis Nabi. Oleh karena jasa-jasa mereka tersebut dan karena Allah dan
Rasul Nya telah memuji dan memberikan kedudukan yang sangat tinggi pada mereka,
maka kita sebagai umat Nabi Saw. harus mencintai dan menghormati mereka.
C. Batasan Pendidikan Dalam Dimensi Hadis
1. Batasan yang luas
Batasan dalam arti luas adalah segala bentuk pengalaman belajar yang dilalui
oleh peserta didik dengan segala liongkungan dan sepanjang hayat.
2. Batasan yang sempit
Batasan pendidikan dalam arti yang sempit adalah proses pembelajaran yang
dilaksanakan di lembaga pendidikan formal (madrasah/sekolah). Dalam batasan
sempit ini pendidikan Islam muncul dalam bentuk sistem yang lengkap
3. Batasan yang luas terbatas
Maksud dari batasan pendidikan yang luas terbatas adalah segala usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui
kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan di lembaga
pendidikan formal (sekolah/madrasah) non formal (masyarakat) dan in-formal
(keluarga) dan dilaksanakan sepanjang hayat, dalam rangka mempersiapkan
peserta didik agar berperan dalam berbagai kehidupan.
”Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, hanyalah yang mereka
wariskan adalah ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambil ilmu maka dia telah
mengambil kebaikan yang banyak.” (HR. Ibnu Majah)
Satu hal yang sudah kita ketahui bahwa yang diwariskan oleh para Nabi hanyalah ilmu
tentang syariat Allah Swt. dan bukan yang lainnya. Maka para Nabi tidaklah mewariskan ilmu
teknologi kepada manusia atau yang berkaitan dengannya.
“ Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
Melalui ayat ini, dapat dikemukakan bahwa dalam ajaran Islam, pengertian ilmu bukan hanya
didasarkan pada jumlah ilmu yang dipelajarinya. Karena pentingnya ilmu pengetahuan, sering
dianggap sebagai cabang kebenaran, tetapi aspek terpenting dari kebenaran ilmiah ini tidaklah
bersifat tertinggi dan final, namun demikian berubah secara berkesinambungan.
keutamaan yang besar bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah Saw mendo’akannya dengan
kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia lakukan dari mempelajari ilmu, menghapal
hadis, mengajarkannya dan menyampaikannya kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi
pahala terhadap apa yang disampaikan walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna
riwayat yang dia sampaikan, karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya dengan
jujur.
“Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari
tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau seorang anak shalih yang
mendo’akannya.” (HR. Muslim)
Al-Quran dan hadis merupakan pedoman sekaligus kerangka segala kegiatan intelektual.
Keduanya membimbing kegiatan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Prinsip
menjadikan Al-Quran dan sunnah sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang
sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran
yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti sejarah.
D. Kewajiban Menuntut Ilmu
Keutamaan manusia dari makhluk Allah yang lainnya adalah terletak pada ilmu yang
dimilikinya. Allah bahkan menyuruh para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam a.s. karena
kelebihan ilmu yang dimilikinya. kalau kita perhatikan secara seksama mengenai keutamaan
ilmu dalam kehidupan sehari-hari sudah barang tentu memiliki manfaat yang sangat banyak
sekali.
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim baik laki-laki maupun perempuan.
Berikut ini ada beberapa hadis yang berhubungan dengan menuntut ilmu seperti yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abdik Bar, dalam hal ini Rasulullah Saw. Bersabda:
“Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada
para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu wajib dan para malaikat turut
bergembira. Untuk itu, Islam sangat memperhatikan pendidikan untuk mencari ilmu
pengetahuan karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta
dengan ilmu, ibadah seseorang menjadi sempurna. Begitu pentingnya ilmu, Rasulullah Saw.
mewajibkan umatnya agar menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan.
Kewajiban menuntut ilmu atau belajar tidak hanya terbatas pada pendidikan formal seperti
sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, dan lembaga-lembaga formalnya. Kewajiban menuntut
ilmu dalam ajaran agama Islam tidak mengenal batas waktu, akan tetapi sepanjang hidup
manusia, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Tuntutlah ilmu itu dari sejak buaian (sejak lahir) sampai ke liang lahad (mati).” (Al-Hadis)
Ilmu sebagai suatu pengetahuan, yang diperoleh melalui cara-cara tertentu. Karena menuntut
ilmu dinyatakan wajib, maka kaum muslimin menjalankannya sebagai suatu ibadah, seperti
kita menjalankan sholat, puasa. Maka orang pun mencari keutamaan ilmu.
Menuntut ilmu merupakan perintah agama. Bahkan agama itu sendiri adalah ilmu
pengetahuan. Mustahil orang yang beragama tidak berpengetahuan, tapi orang yang
berpengetahuan masih mungkin tidak beragama, oleh karena itu tidak ada satu agama pun di
dunia ini yang tidak menganjurkan pemeluknya untuk berpengetahuan. Termasuk Islam
sangat menganjurkan bagi para pemeluknya untuk mencari dan menggali serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Demikian pula hadis-hadis Nabi SAW. sebagai sumber kedua Islam memberikan banyak
informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ada beberapa hadis yang dianggap
refresentasi dari banyak hadis tentang pengembangan ilmu pengetahuan. Akan lebih baik
rasanya apabila hadis-hadis ini diklasifikasi sebagai berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi dan Abu Bakr bin
Abu Syaibah dan Muhammad bin Al 'Ala Al Hamdani -dan lafadh ini milik Yahya-
dia berkata; telah mengabarkan kepada kami, dan berkata yang lainnya, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
'Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah
akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi
kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah akan
memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang
muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu
menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.
Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan
jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid
(rumah Allah) untuk membaca Al Qur'an, melainkan mereka akan diliputi
ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-
nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang
ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.”
“Telah bercerita kepada kami Nahsr bin Ali dia berkata, telah bercerita kepada kami
Khalid bin Yazid Al Ataki dari Abu Ja'far Ar Razi dari Ar Rabi' bin Anas dari Anas
bin Malik dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah
sampai dia kembali.” Abu Isa berkata hadis ini hasan gharib, sebagian perawi telah
meriwayatkannya namun tidak merafa'kannya.”
Beberapa hadis tersebut, memberikan informasi kepada umat Islam, bahwa betapa
agama Islam sangat peduli terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Islam tidak
menginginkan umatnya dalam kebodohan, yang akhirnya tidak memiliki peradaban.
A. Pengertian gender
jender didefinisikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin,
yakni laki-laki dan perempuan. Jender juga biasa didefinisikan sebagai konsep pembagian
kerja yang dianggap tepat bagi laki- laki dan perempuan sesuai situasi, dan kondisi budaya.6
Shubungan dengan hal tersebut, jender bisa juga dirumuskan sebagai suatu konsep yang
mengacu pada peran-peran dan tanggung)awab laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman.
Jender adalah sifat dan peran laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh pandangan dan
budaya yang berkembang dalam masyarakat.8 Sebagai contoh; laki- laki umumnya
mempunyai sifat kuat, berani, agresif, pemimpin, pintar, maskulin. Sedangkan perempuan
umumnya mempunyai sifat yang lemah lembuat, cengeng, rajin, penurut, pemalu, feminin.
Sifat dan peran tersebut dapat dipertukarkan antara satu dengan lainnya, tergantung dari
situasi dan kondisi yang dialami oleh kedua jenis insan tersebut.
B. Landasan Normatif
Di dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang merupakan sumber utama ajaran
Islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu,
kini, dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan,
kemerdekaan, dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak
pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi di antara umat manusia. Hal
ini ditegaskan dalam firman-Nya dalam Q.S. al-Hujurat/49:13)
Alquran yang merupakan rujukan utama dan pertama ajaran Islam juga menjelaskan dalam
Q.S. Al-Nisa’/4:1 bahwa asal muasal manusia, baik laki-laki maupun perempuan tidaklah
berbeda, yakni dari nafs yang satu (min nafs wahidah).
Selain ayat tersebut juga dapat dilihat pada QS. al-Nisa’ (4): 11-12, 34 yang membahas
tentang kewarisan dan beberapa peraturan dalam kehidupan rumah tangga suami istri. Ayat
lain juga terdapat pada QS. al-Nahl (16): 97 membahas tentang amal saleh laki-laki dan
perempuan, QS. al-Baqarah (2): 282 tentang kesaksian, QS. al-Hajj (22): 30 tentang
kedudukan manusia (terhormat), dan QS. al-Hujurat (49): 13 tentang penciptaan manusia.
Dalam sejarah awal Islam, peranan perempuan begitu menonjol ketiak Aisyah RA. dan
Hafsah RA. misalnya terlibat dalam proses pewahyuan yang menyipan lembaran-lembaran
mushaf al-Qur’an dan catatan hadis Nabi Saw. Kepercayaan yang diberikan terhadap
perempuan, tentu didasarkan atas kemanpuan perempuan yang sama dengan kaum laki-laki
dalam segala bidang termasuk dalam persoalan yang berkaitan dengan agama.