Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah
swt. Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta
keluarga dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah
mengorbankan jiwa raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh
dan manfaatnya masih dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas tentang
“Perjanjian Tidak Bernama (Hukum Perikatan)”. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima
kasih. Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya
Rabbal aalamiin.
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................


A. DENISI PERJANJIAN TIDAK BERNAMA.........................................................2
B. JENIS-JENIS PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT.....................2
C. DASAR HUKUM PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT............3
E. CONTOH PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT...........................5

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN .................................................................................................... 16
B. SARAN ................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 17


ii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada
pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam
KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya
perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak,
mengadakan perjanjian atau partij otonomi.
Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu
yang berbunyi: ”semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.
Di luar KUHPer dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture,
kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak
rahim, dan lain sebaginya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni
perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan
masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas
dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan Denisi Perjanjian Tidak Bernama?
2. Jelaskan Jenis-Jenis Perjanjian Tidak Bernama / Innominaat?
3. Jelaskan Dasar Hukum Perjanjian Tidak Bernama / Innominaat?
4. Jelaskan Contoh Perjanjian Tidak Bernama / Innominaat?

BAB II

1
PEMBAHASAN
Tidak Bernama ( Hukum Perikatan)

A. DENISI PERJANJIAN TIDAK BERNAMA


Pengertian Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak memiliki
nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama disesuaikan dengan kebutuhan
pihak-pihak yang mengadakannya, seperti halnya perjanjian kerja sama, perjanjian
pemasaran, perjanjian pengelolaan dan lainnya. Perjanjian tidak bernama lahir di
dalam masyarakat berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Perjanjian tidak bernama
merupakan perjanjian yang tidak diatur dialam KUHPerdata. Seiring dengan
perkembangan jaman ia tumbuh berkembang di masyarakat. Perjanjian innominaat
atau perjanjian tidak bernama berdasarkan pendapat I Ketut Oka Setiawan,
merupakan perjanjian yang dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sebutan nama
tertentu yang tidak diatur dalam undang-undang.1
Sedangkan berdasarkan pendapat Titik Triwulan Tutik, perjanjian innominaat
yang disebut oleh beliau sebagai perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang
tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas serta nama perjanjian
disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya. Lebih lanjut,
beliau menyatakan bahwa perjanjian innominaat tidak diatur dalam KUHPerdata,
tetapi lahirnya didalam masyarakat didasarkan atas asas kebebasan berkontrak.
Perjanjian innominate terdiri dari :2
1. Kontrak Joint Venture
2. Kontrak Production Sharing
3. Leasing
4. Franchise, dll

B. JENIS-JENIS PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT


Perjanjian innominaat dapat terbagi menjadi dua, yakni perjanjian campuran
dan perjanjian mandiri dari perjanjian innominaat itu sendiri. Perjanjian campuran
adalah perjanjian yang menagndung berbagai unsur dari berbagai perjanjian.

1 Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.


2 Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.
Jakarta: Kencana, 2010.

2
Misalnya perjanjian sewa beli, merupakan perjanjian gabungan dari sewa-menyewa
dan jual-beli. Sulit untuk menentukan dengan pasti dalam perjanjian campuran untuk
menyatakan dan memisahkan apakah suatu perjanjian merupakan perjanjian
nominaat atau perjanjian innominaat. Hal tersebut dikarenakan dalam realitanya ada
perjanjian-perjanjian campuran mengandung beberapa unsur sehingga sulit untuk
diklasifikasikan.3
Untuk itu, Titik Triwulan Tutik memberikan tiga teori yang didasarkan pada
Pasal 1601 (c) KUHPerdata untuk menentukan pemisahan antara perjanjian nominaat
atau perjanjian innominaat, yakni teori absorpsi, teori combinantie, serta teori
generis.4
1. Teori absorbsi
Teori absorbsi menyatakan bahwa dalam menentukan apakah suatu perjanjian
merupakan perjanjian nominaat atau perjanjian innominaat, maka ditentukan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang jika diterapkan dalam suatu
perjanjian campuran paling menonjol.
2. Teori combinantie
Kemudian, menurut teori combinantie, suatu perjanjian yang tergabung dalam
perjanjian campuran dibagi-bagi lagi, kemudian atas masing-masing perjanjian
yang telah dibagi tersebut, diterapkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan cocok untuk setiap masing-masing perjanjian tersebut.
3. Teori generis
Lalu, menurut teori generis, ketentuan-ketentuan dari perjanjian-perjanjian yang
terdapat dalam suatu perjanjian campuran diterapkan secara analogis.

C. DASAR HUKUM PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT


Perjanjian Tidak Bernama atau innominaat tidak diatur secara khusus dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPedatar). Meski begitu dijelaskan dalam
Pasal 1319 KUHPerdata bahwa, ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama
khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”. Artinya meskipun

3 Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa. 2002.


4 Ibid

3
tidak memiliki nama khusus perjanjian boleh dibuat oleh masyarakat dan tetap
berlaku bagi para pihak. Lebih lanjut juga ada kebebasan berkontrak dalam Pasal
1338 KUHPerdata bahwa, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Keabsahan Hukum Perjanjian Innominaat di Indonesia Setiap orang pada
hakikatnya berhak melakukan perjanjian nominaat maupun perjanjian innominaat.
Hal tersebut karena Buku III KUHPerdata tentang Perikatan memiliki sifat pelengkap
(aanvullend recht) dan mengatur (regelend recht). Dimana para pihak dapat bebas
membuat aturan-aturan perjanjian diluar ketentuan Buku III KUHPerdata. Namun,
jika para pihak tidak mengatur secara jelas terkait ketentuan perjanjian yang mereka
buat, maka ketentuan Buku III KUHPerdata ini dapat diberlakukan bagi mereka.5

D. UNSUR PERJANJIAN TIDAK BERNAMA


Mengenai unsur-unsur dalam perjanjian tidak bernama, tidak berbeda dengan
perjanjian bernama atau perjanjian lainnya, yaitu:6
1. Unsur Naturalia
Unsur yang dianggap ada kecuali dinyatakan sebaliknya. Misalnya membuat
perjanjian namun tidak menegaskan mengenai cacat tersembunyi, maka berlaku
ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual yang bertanggung jawab terhadap
cacat tersembunyi meskipun dalam perjanjian tidak disebutkan.

2. Unsur Essensialia
Unsur essensialia yang terkandung dalam suatu perjanjian menjadi pembeda antara
perjanjian yang satu dengan perjanjian yang lain.

3. Unsur Accidentalia
Terakhir, unsur pelengkap dalam suatu perjanjian. Unsur ini merupakan
ketentuanketentuan khusus yang dapat dibuat serta diatur oleh para pihak, sesuai
dengan kehendak para pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual
beli dilakukan dimana objek jual beli berada.

6
5 Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.

4
E. CONTOH PERJANJIAN TIDAK BERNAMA / INNOMINAAT
Contoh dari perjanjian innominaat tentunya sangat beragam, karena perjanjian
ini merupakan perjanjian tidak bernama yang ketentuan namanya tidak diatur dalam
KUHPerdata serta nama perjanjiannya ditentukan sesuai kebutuhan para pihak yang
membuat perjanjian. Perjanjian innominaat dapat berupa perjanjian kerja sama,
perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan, perjanjian sewa beli, perjanjian karya,
keagenan, sewa guna usaha/leasing, franchise, joint venture, perjanjian kerja bersama
dan sebagainya. Salah satu contoh dari perjanjian innominaat yang banyak ditemui di
Indonesia adalah Perjanjian kerja bersama. Perjanjian kerja bersama merupakan
perjanjian yang dilakukan antara pengusaha (dan wakil-wakil pengusaha) dengan
serikat pekerja (beserta perwakilan serikat pekerja).6
Menurut Salim dalam Ahmad Rizki Sridadi, perjanjian kerja bersama dapat
diklasifikasikan sebagai kontrak (perjanjian) innominaat yang telah diatur secara
khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang dan/atau telah diatur dalam
pasal-pasal tersendiri. Hal tersebut memang benar adanya, karena penamaan
“perjanjian kerja bersama” tidak ditemukan dalam KUHPerdata, dalam KUHPerdata
hanya ditemukan istilah “perjanjian kerja”, dimana perjanjian kerja yang dimaksud
KUHPerdata merupakan perjanjian antara majikan dengan buruh (bukan serikat
buruh).7
Adapun contohnya sebagai berikut:8 PERJANJIAN KERJASAMA
FRANCHISE/WARALABA [ ]
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :.
Umur :
Alamat :
NIK :
Disebut sebagai : Pihak I (Pihak Pertama/Franchisor/pemilik merek [ ])
Nama : ………. Umur
: …………
Alamat :
NIK : ………

6 Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.


Jakarta: Kencana, 2010.
7 Ibid
8 Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.

5
Disebut sebagai : Pihak II (Pihak Kedua/Franchisee)
Pada tanggal [.....], antara Pihak I sebagai Franchisor dan Pihak II sebagai
Franchisee sepakat untuk saling mengikatkan diri dalam suatu bentuk perjanjian
kerjasama untuk menjalankan usaha/bisnis waralaba (Franchise) yaitu pembukaan
outlet [....] yang berkedudukan di alamat [………………………..] . Adapun beberapa
pasal yang telah disepakati kedua belah pihak antara lain:
PASAL 1 SUBJEK
PERJANJIAN
Subjek perjanjian ini adalah:
1. Pihak I (Pihak Pertama) sebagai Franchisor adalah satu-satunya pemegang hak
intelektual atas program penjualan dan pemasaran produk [ ]di Indonesia, yang
dalam hal ini bertindak selaku Pemberi Lisensi (Licensor) yang telah menjelaskan
dan menerangkan dengan sangat jelas kepada Pihak Kedua, tentang hal-hal yang
berkaitan dengan usaha lisensi ini, baik tentang keuntungan dan kelebihannya
maupun tentang kerugiannya dan kekurangannya, yang selanjutnya Pihak Pertama
(pemberi lisensi) memberikan hak dan kewenangan kepada Pihak Kedua, untuk
menggunakan, memanfaatkan, serta menjual dan menjalankan program tersebut di
wilayah kerja Pihak Kedua, yang telah disetujui Pihak Pertama.
2. Pihak Kedua adalah pihak pembeli yang merupakan Penerima Lisensi (Licensee)
yang menyatakan diri telah mengetahui, telah mengerti dan telah memahami halhal
yang berkaitan dengan usaha lisensi ini, baik melalui media cetak dan elektronik,
buku-buku, serta peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
usaha lisensi, maupun berdasarkan penjelasan yang telah diberikan oleh Pihak
pertama, yang untuk selanjutnya Pihak kedua menyatakan sanggup dan bersedia
untuk menjalankan dan mengembangkan usaha dengan memanfaatkan dan
menggunakan program, milik Pihak Pertama dan menyatakan siap menerima serta
menanggung resiko, tanpa membebankan kerugian dan resiko tersebut kepada
Pihak Pertama.
PASAL 2 OBJEK PERJANJIAN
Objek dari perjanjian ini adalah program bisnis berlisensi merek [ ] yang
diperjualbelikan menggunakan metode Waralaba Kemitraan yang merupakan hak
milik Pihak Pertama.

6
PASAL 3 BENTUK KERJA SAMA
Perjanjian ini berbentuk perjanjian kerjasama berlisensi untuk menjalankan
usaha berbentuk Waralaba merek [ ] di lokasi yang telah disepakati antara Pihak
Pertama dan Pihak Kedua.

PASAL 4 PENUNJUKAN POSISI DAN KEWENANGAN


Dengan perjanjian ini, Pihak Pertama menunjuk dan menetapkan bahwa pihak
kedua akan membuka outlet waralaba [.....] di [ ] sesuai dengan peta yang dibuat
oleh Pihak Pertama. Pihak Kedua dalam lisensi ini hanya berwenang untuk
menjalankan dan membuka outlet [ ] yang telah disetujui oleh Pihak Pertama di
alamat tersebut di atas, kecuali ada kesepakatan-kesepakatan di kemudian hari yang
diatur pula dalam suatu perjanjian tambahan mengenai perluasan jaringan.

PASAL 5 WILAYAH KERJA


Wilayah kerja Pihak Kedua eksklusif dan terbatas pada program Waralaba
Kemitraan [ ] yang mana bahan baku dari operasinya dapat didapatkan dari Pabrik
[ ] di alamat [ ].

PASAL 6 HAK DAN KEWAJIBAN


Perjanjian ini memberikan masing-masing pihak hak dan kewajiban sebagai berikut:

HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUA


1. HAK PIHAK KEDUA
Hak Pihak Kedua mencakup sebagai berikut:
A. Pihak Kedua berhak untuk mendapatkan hak sebagai pemegang lisensi dari
Pihak Pertama dalam usaha lisensi merek / brand [ ] yang merupakan program
Waralaba/Franchise Kemitraan [ ] sesuai dengan lokasi Pihak Kedua yang
berada sesuai dengan Pasal 4 diatas.
B. Pihak Kedua berhak untuk menerima dan mendapatkan management support
dari [ ] seperti media-media promosi, instalasi, penerapan Informasi Teknologi
dan merek dan [ ] setelah Pihak Kedua melunasi biaya-biaya yang ditetapkan
oleh Pihak Pertama.

7
C. Pihak Kedua berhak untuk membuka cabang waralaba di alamat yang telah
ditentukan oleh para pihak.
D. Pihak Kedua berhak untuk merekrut dan menerima karyawan di wilayah yang
telah ditunjuk Pihak Pertama untuk 1 (satu) tempat usaha (outlet).
E. Pihak Kedua berhak mendapatkan pembinaan, pengarahan, bimbingan
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengoperasionalan,
perawatan dan sistem pengembangan penjualan (marketing) outlet dari Pihak
Pertama, dalam upaya untuk mengembangkan bisnis [ ] Pihak Kedua di
wilayah kerja Pihak Pertama.
F. Pihak Kedua berhak mendapatkan materi dan barang-barang promosi seperti
spanduk, banner, backlight, brosur, nota dan support link web di awal dan
secara berkala, baik dalam skala lokal maupun nasional yang dibuat dan
dibiayai oleh Pihak Pertama.
G. Pihak Kedua berhak mengembangkan sistem marketingnya melalui jalur-jalur
yang di inovasikan (dikembangkan) oleh Pihak kedua sendiri, dengan meminta
pendapat serta persetujuan dari Pihak Pertama terlebih dahulu.
H. Pihak Kedua berhak untuk melakukan dan memberikan teguran dan peringatan,
baik secara lisan maupun secara tertulis kepada pihak yang membuka dan
membuka outlet di wilayah kerja Pihak Kedua, yang diketahui dan atau dapat
diduga telah melakukan tindakan-tindakan yang dapat mencemarkan,
merugikan dan atau merusak nama baik Pihak Pertama dan atau nama baik
Pihak Kedua, dengan membuat laporan tertulis kepada Pihak Pertama, disertai
dengan bukti-bukti pendukung.
I. Pihak Kedua berhak untuk memindah tangankan dan atau mengalihkan hak
lisensinya kepada pihak lain, atas seijin dan persetujuan tertulis dari Pihak
Pertama diantaranya Pihak yang berminat tersebut harus melalui wawancara,
penilaian dan presentasi kepada Pihak Pertama. Dan untuk pengalihan dan
penjualan hak lisensi tersebut, Pihak Kedua dibebankan biaya administrasi
sebesar [ ] dari nilai transaksi Pihak Kedua dengan nilai minimal transaksi
yang dilakukan Pihak Pertama dengan Pihak Kedua.
J. Pihak Kedua berhak mendapatkan dukungan tenaga kerja/ karyawan yang
berkualitas di dalam penyelenggaraan/pengoperasionalan [ ]

8
2. KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
A. Pihak Kedua wajib dan telah memahami serta mengerti segala hal yang
berkaitan dengan usaha lisensi [ ] ini, baik sisi kelebihannya maupun sisi
kekurangannya. (Telah terlampir dalam proposal penawaran [ ])
B. Pihak Kedua wajib dan telah memahami serta mengerti dengan
sungguhsungguh tentang segala resiko yang kemungkinan akan terjadi terhadap
usaha lisensi ini.
C. Pihak Kedua wajib mengetahui dan mengerti dengan sungguh-sungguh bahwa
program Waralaba/Franchise Kemitraan [ ] ini adalah Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) milik Pihak Pertama, yang untuk itu untuk penggunaan,
pemanfaatan dan pengembangan sistem dan program ini, Pihak Kedua wajib
mendapat izin dan persetujuan Pihak Pertama.
D. Pihak Kedua wajib melakukan pembayaran Biaya Waralaba dan iuran
keanggotaan kepada Pihak Pertama dan Pihak Pertama tidak diwajibkan
mengembalikan segala sesuatu yang telah dibayarkan kepada Pihak Pertama
tersebut.
E. Pihak Kedua berkewajiban untuk menjalankan usaha lisensi [ ] ini dengan
sungguh-sungguh dan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung
jawab.
F. Pihak Kedua wajib sudah aktif membuka outlet yang telah disepakati dalam
Pasal 4 dalam jangka waktu maksimal 6 (enam) bulan sejak serah terima, dan
apabila lewat dari jangka waktu tersebut belum aktif menjalankan outlet
tersebut, maka Pihak Kedua dianggap mengundurkan diri tanpa ada kompensasi
apapun dari Pihak Pertama.
G. Pihak Kedua wajib membayar iuran keanggotaan setiap tahunnya sebesar Rp.
[ ] kepada Pihak Pertama dimulai tahun ketiga sejak BMC diserahterimakan/
launching dari Pihak Pertama (nilai ini akan dimediasikan dan dinegosiasikan
untuk disesuaikan lagi dengan perkembangan bisnis). Apabila Pihak Kedua
dalam dua tahun berturut-turut lalai dalam melakukan pembayaran iuran
keanggotaan yang menjadi kewajiban Pihak Kedua, maka Pihak Kedua wajib
membayar nilai akumulasi iuran tersebut, ditambah dengan dendanya 20% (dua
puluh persen). Dan apabila di tahun ketiga Pihak Kedua belum melakukan
pembayaran juga maka akan dicabut hak lisensinya tanpa ada kompensasi

9
apapun dari Pihak Pertama, terkecuali merugi atau ada hal-hal tertentu yang
disetujui oleh Pihak Pertama maka akan dirundingkan lagi.
H. Pihak Kedua wajib membuat laporan tertulis kepada Pihak Pertama, secara
berkala minimal 6 (enam) bulan sekali, tentang perkembangan dan pemasaran,
serta kendala-kendala yang dihadapi dalam menjalankan dan mengembangkan
usaha [ ]
I. Pihak Kedua wajib memenuhi dan melengkapi segala perizinan dan pendaftaran
yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha sesuai dengan yang diwajibkan baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang mana pemenuhan perizinan tersebut
biayanya ditanggung oleh Pihak Kedua.
J. Pihak Kedua bertanggung jawab secara penuh dalam memenuhi segala
persoalan yang berkaitan dengan perpajakan dan perizinan berdasarkan
peraturan Pemerintah Pusat atau Daerah.
K. Pihak Kedua wajib bertanggung jawab dan menyatakan membebaskan Pihak
Pertama atas segala akibat dari pungutan-pungutan atau biaya lainnya yang
dimunculkan oleh Pihak Kedua selama kontrak berlangsung.
L. Pihak Kedua wajib mengikuti seluruh persyaratan dan SOP yang ditentukan
oleh Pihak Pertama sebagai berikut:
a. Pihak Kedua dilarang dan selanjutnya Pihak Kedua berjanji tidak akan
menggandakan, memperbanyak, menyalin, memindahkan kepada perangkat
komputer lainnya, dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun, atas segala
program [ ] yang telah diberikan / dipinjamkan /disalin dari Pihak Pertama,
tanpa seizin tertulis dari Pihak Kedua dan apabila hal tersebut dilakukan
maka Pihak Kedua bersedia menerima sanksi berupa Pencabutan
Kepemilikan Lisensi tanpa ada kompensasi dari Pihak Pertama dan tuntutan
ganti rugi sesuai dengan undang-undang HKI (Hak Kekayaan Intelektual).
b. Pihak Kedua dilarang untuk menjalankan dan / mengelola lisensi franchise
yang sejenis di wilayah yang sama, tanpa persetujuan dan seizin Pihak
Pertama.
M. Pihak Kedua dalam menjalankan usaha ini wajib mengikuti Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang telah diterapkan oleh Pihak Pertama selama ini, tetapi tidak
menutup kemungkinan dari Pihak Kedua memberikan masukan-masukan, ide,

10
gagasan yang lebih baik demi kemajuan bersama, dan disetujui oleh Pihak
Pertama.

HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA

1. HAK PIHAK PERTAMA


A. Pihak Pertama memiliki hak milik penuh atas merek [ ].
B. Pihak Pertama memiliki hak atas pembayaran uang atas pembukaan outlet [ ]
yang jumlah dan besarannya telah ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah
pihak.
C. Pihak Pertama berhak untuk menerima pembayaran Biaya Lisensi dan iuran
keanggotaan dari Pihak Kedua dalam perjanjian waralaba ini.
D. Pihak Pertama berhak untuk memeriksa dan meneliti tentang kebenaran dan
keabsahan surat-surat, dokumen, data dan keterangan yang diberikan Pihak
Kedua untuk membeli dan mengambil program [ ].
E. Pihak pertama berhak untuk melakukan tindakan evaluasi dan atau memeriksa
keberadaan, perkembangan, aktivitas, serta pelaksanaan program [ ] baik
secara terbuka maupun tertutup.

2. KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA


A. Pihak Pertama wajib menyediakan dan menyiapkan seluruh peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan oleh Pihak Kedua dalam menjalankan outlet
[ ] yang telah disebutkan dalam Pasal 4.
B. Pihak Pertama berkewajiban menyiapkan sumber daya manusia dan
memberikan pelatihan serta pengarahan kepada sumber daya manusia yang
disediakan kepada Pihak Kedua, di tempat dan waktu yang ditentukan oleh
Pihak Pertama.
C. Pihak Pertama berkewajiban memberikan pengganti dalam hal dalam
perjalanan sumber daya manusia tersebut mengundurkan diri sebelum
berakhirnya masa kontrak kerja.
D. Pihak Pertama berkewajiban mendampingi Pihak Kedua selama minimal dua
minggu sejak dibukanya outlet [ ] yang disebutkan dalam Pasal 4.

11
E. Pihak Pertama wajib menerbitkan surat keterangan kepada sumber daya
manusia yang telah mengikuti pelatihan dan pengarahan di tempat yang telah
ditentukan oleh Pihak Pertama.
F. Pihak Pertama wajib menerbitkan surat keterangan yang mengatur standar
aturan kerja, jam kerja, sanksi, kontrak kerja karyawan, dan standar gaji setiap
karyawan, yang mana untuk beberapa hal serta besarannya akan ditentukan
melalui mediasi dengan Pihak Kedua.
G. Pihak Pertama berkewajiban membantu mempromosikan outlet Pihak Kedua
melalui kegiatan-kegiatan sosial secara bersama-sama.
H. Pihak Pertama wajib menjaga posisi dan lokasi antara outlet [ ] yang satu
dengan outlet [ ] yang lainnya, dengan radius +/- [ ] km.

PASAL 7 BIAYA-BIAYA
Biaya yang harus dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama untuk
membuka dan mengoperasikan 1 (satu) buah outlet [ ] adalah senilai [.....], dengan
rincian sebagai berikut:
1. Franchise Fee, Rp. [ ], meliputi:
a. Biaya Franchise
b. [....]
c. [....]
d. [....]
e. [....]
2. Renovasi dan Perlengkapan Tambahan Outlet beserta Instalasi-Instalasinya,
meliputi: a. [....]
b. [....]
c. [....]
d. [...]
TOTAL= Rp. [..]

PASAL 8 SISTEM DAN WAKTU PEMBAYARAN


Pembayaran franchise Pihak Kedua kepada Pihak Pertama dapat dilakukan
dengan menggunakan transfer bank maupun pembayaran tuhani. Pembayaran
franchise dilakukan secara bertahap dalam tiga term, yaitu pada Term I sebesar 50%
dari total nilai franchise, Term II sebesar 30% dari total nilai franchise setelah

12
peralatan dan perlengkapan masuk serta instalasi sudah terpasang, dan pada Term III
sebesar 20% saat dua hari menjelang persiapan pembukaan outlet. PASAL 9
JANGKA WAKTU DAN PERJANJIAN PELAKSANAAN

1. Perjanjian ini mulai berlaku sejak ditandatanganinya surat perjanjian oleh kedua
belah Pihak, sampai dengan kedua belah pihak sepakat menjalankan dan masih
menyelenggarakan usaha [ ] yang akan dievaluasi setiap [ ] bulan/tahun, serta
kedua belah Pihak tetap menjalankan masing-masing kewajibannya
2. Penyimpangan dari isi perjanjian ini oleh salah satu pihak dapat mengakhiri
perjanjian ini, dengan mengacu kepada Pasal 10.

PASAL 10 SEBAB-SEBAB BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini dapat berakhir karena sebab-sebab berikut:


1. Pihak Pertama mencabut Hak Lisensinya dari Pihak Kedua.
2. Pihak Kedua mengundurkan diri dari perjanjian ini, dengan membuat surat
permohonan pengunduran diri secara tertulis kepada Pihak Pertama yang disetujui
oleh Pihak Pertama.
3. Pihak Kedua menjual hak lisensi atas merek [ ] kepada pihak lain atas persetujuan
Pihak Pertama.
PASAL 11 AKIBAT BERAKHIRNYA PERJANJIAN
1. Akhir dari perjanjian ini mencabut hak Pihak Kedua untuk menggunakan
dan/memanfaatkan segala sesuatu yang berkaitan/berhubungan dengan merek
franchise [ ]
2. Bahwa masing-masing pihak, baik Pihak Pertama maupun Pihak kedua, wajib
menyelesaikan dan /membayar segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak para
pihak, baik haknya Pihak Pertama maupun hak Pihak Kedua yang belum
diselesaikan dan/atau belum dibayarkan.
3. Pihak Kedua wajib mengembalikan kepada Pihak Pertama segala perangkat lunak
komputer yang telah diisi dengan program merk [ ] untuk selanjutnya dihapus dari
perangkat lunak milik Pihak Kedua.

13
PASAL 12 KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)
1. Keadaan Kahar atau Keadaan yang Memaksa (force majeure) dapat menjadi alasan
yang dibenarkan atas penyimpangan dari isi perjanjian ini. Keadaan yang
Memaksa dalam perjanjian ini meliputi gempa bumi, bencana angin topan,
bencana banjir yang sangat besar, bencana kebakaran yang bukan karena
kesengajaan, perang, kerusuhan atau huru hara yang menimbulkan kepanikan dan
kerusakan tingkat lokal (daerah).
2. Salah satu pihak yang mengalami kejadian dan atau peristiwa tersebut pada pasal
12 ayat 1 diatas, wajib memberikan surat pemberitahuan kepada pihak lainnya,
yang dilengkapi dengan bukti-bukti, dokumen serta surat keterangan resmi yang
menerangkan kejadian atau peristiwa yang terjadi, oleh instansi atau pejabat
pemerintah yang berwenang
3. Dengan adanya keadaan yang memaksa (force majeure) seperti tersebut pada pada
pasal 12 ayat 1 diatas, serta dilengkapi dengan bukti, dokumen serta surat
keterangan tersebut pada pasal 12 ayat 2 diatas, maka salah satu pihak yang
mengalami kejadian atau peristiwa tersebut, dibebaskan dari kewajibannya karena
keadaan memaksa (force majeure).

PASAL 13 UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN


1. Setiap perselisihan yang terjadi antara para pihak sebisa mungkin diselesaikan
terlebih dahulu melalui musyawarah mufakat.
2. Apabila musyawarah mufakat gagal untuk menyelesaikan perselisihan meski sudah
diupayakan, para pihak melalui perjanjian ini sepakat untuk menyelesaikan
perselisihan sesuai dengan hukum yang berlaku.
3. Apabila terjadi pembatalan perjanjian oleh Pihak Kedua, maka pembayaran yang
telah dilakukan tetap menjadi milik Pihak Pertama.
4. Segala perubahan dan hal yang belum sempat diatur dalam Surat Perjanjian
Kerjasama Waralaba ini akan kami atur dan tuangkan dalam suatu bentuk surat
perjanjian kerjasama tambahan (khusus) tersendiri lain, yang tetap merupakan satu
kesatuan utuh serta tidak terpisahkan dari Perjanjian ini, yang mana juga disepakati
oleh Para Pihak.
Demikian perjanjian kerja sama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua), diatas kertas
yang bermaterai cukup, dan kedua-duanya memiliki kekuatan hukum yang sama,

14
yang disimpan oleh masing-masing pihak, dibuat dalam kondisi sehat jasmani
maupun rohani, tanpa paksaan dari pihak manapun, serta dihadiri oleh saksi-saksi
yang dikenal oleh kedua belah pihak.

[Kota], [Tanggal]

Pihak Pertama Pihak Kedua

( ) ( )

Saksi-saksi

( ) ( )

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya perjanjian tidak tertulis merupakan perjanjian yang lahir dari
praktek kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip asas kebebasan berkontrak.
Leasing sebagai salah satu lembaga hukum perjanjian merupakan perjanjian
innominat, Leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti menyewakan. Di
Indonesia, leasing lebih sering diistilahkan dengan nama “sewa guna usaha”. Sewa
Guna Usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset)
dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu
jangka waktu tertentu. Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu

15
pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu
perusahaan baik secara langsung maupun tidak. Latar belakang timbulnya sewa beli
pertama kali adalah untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberikan
jalankeluar apabila pihak penjual menghadapi banyaknya permintaan untuk membeli
barangnya, tetapi calon pembeli tidak mampu membayar harga barang secara tunai.
Pihak penjual bersedia menerima harga barang itu dicicil atau diangsur tetapi ia
memerlukan jaminan bahwa barangnya sebelum harga dibayar lunas tidak akan dijual
lagi oleh si pembeli.

B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari atas banyaknya kekurangan
dalam penyusunannya, yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan kami.
pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah-makalah selanjutnya. Terimakasih.
.

DAFTAR PUSTAKA

Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa. 2002.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana, 2010.

16

Anda mungkin juga menyukai