Anda di halaman 1dari 2

2.

Sistem saraf parasimpatik


Fungsi utama sistem saraf parasimpatik adalah mengatur respons rest and digest,
yaitu  mengontrol berbagai aktivitas tubuh saat sedang istirahat serta mengaktifkan
pencernaan dan metabolisme.
Fungsi saraf ini dianggap berlawanan dengan fungsi sistem saraf simpatik, karena
membantu tubuh menjadi lebih rileks. Sebagai contoh, bila sistem saraf simpatik
dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, fungsi sistem saraf
parasimpatik justru sebaliknya, yaitu menurunkan tekanan darah dan detak jantung.
Tak hanya itu, sistem saraf parasimpatik juga mengatur beberapa fungsi organ lain,
seperti:

 Mengecilkan pupil mata


 Merangsang produksi air liur dan air mata
 Merangsang saluran pencernaan untuk mencerna makanan
 Mengontrol buang air kecil dan buang air besar
 Merangsang terjadinya ereksi pada penis
 Memperlambat pernapasan

3. Sistem saraf enterik


Sistem saraf ini merupakan gabungan antara sistem saraf simpatik dan parasimpatik
yang terdapat di saluran pencernaan, mulai dari lambung, usus halus, hingga usus
besar atau kolon.
Sistem saraf enterik berfungsi dalam mengatur proses pencernaan, kontraksi atau
pergerakan otot-otot saluran cerna, hingga proses buang air besar.

Gangguan Sistem Saraf Otonom


Kerusakan atau gangguan pada sistem saraf otonom disebut juga dengan istilah
disautonomia. Kondisi ini dapat terjadi dengan sendirinya (primer) atau bisa juga
disebabkan oleh penyakit lain (sekunder).
Beberapa penyakit yang menyebabkan disautonomia primer, meliputi:

 Neurocardiogenic syncope (NCS)
 Postural orthostatic tachycardia syndrome (POTS)
 Multiple system atrophy (MSA)
 Familial dysautonomia

Sementara itu, disautonomia sekunder dapat terjadi oleh beberapa kondisi, mulai
dari infeksi, diabetes, cedera, kecanduan alkohol, efek samping obat-obatan, hingga
kekurangan nutrisi tertentu, seperti vitamin B dan vitamin E.
Selain itu, dysautonomia sekunder juga bisa disebabkan oleh penyakit tertentu,
seperti:
 Penyakit autoimun, misalnya lupus, penyakit Crohn, sindrom Sjogren, dan
arthritis rheumatoid
 Penyakit parkinson
 Penyakit celiac
 Penyakit Lyme
 Sindrom Guillain-Barré
 Amiloidosis
 Multiple sclerosis
 Myasthenia gravis
 Infeksi, misalnya HIV/AIDS dan kusta

Gejala Gangguan Sistem Saraf Otonom


Ketika sistem saraf otonom mengalami kerusakan atau gangguan, kinerja dan
fungsinya akan terganggu. Kondisi ini biasanya dapat ditandai dengan munculnya
beberapa gejala, seperti:

 Hipotensi ortostatik, yaitu kondisi yang membuat seseorang merasa pusing


ketika tubuh tiba-tiba beranjak dari duduk atau berbaring
 Keringat berlebih (hiperhidrosis) atau sebaliknya tidak dapat berkeringat
dengan normal (anhidrosis)
 Gangguan pencernaan, seperti sembelit, diare, atau sulit menelan (disfagia)
 Gangguan kandung kemih, seperti susah buang air kecil atau justru tidak bisa
mengontrol proses buang air kecil (inkontensia urine)
 Gangguan penglihatan, seperti mata kabur atau pupil mata tidak bereaksi
terhadap cahaya
 Masalah seksual, misalnya disfungsi ereksi dan vagina kering

Beragam gangguan sistem saraf otonom bisa disebabkan oleh berbagai penyakit.
Sebagian penyakit ini dapat disembuhkan dan tidak berbahaya, tetapi bisa juga
berbahaya dan menyebabkan komplikasi yang fatal bila tidak segera diobati.
Oleh karena itu, menjaga kesehatan sistem saraf otonom menjadi penting agar
dapat menunjang kelangsungan hidup. Jika Anda mengalami gejala yang berkaitan
dengan gangguan pada sistem saraf otonom, segera periksakan diri ke dokter untuk
memastikan penyebabnya dan mendapatkan penanganan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai