Anda di halaman 1dari 3

Konsep

Anggota SCO dan CSTO Hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Rusia secara dramatis


terjadi setelah pembubaran Uni Soviet dan pendirian Federasi Rusia pada 1991. Kedua negara
tersebut berbagi perbatasan tanah yang panjang yang yang diatur pada 1991, dan mereka
menandatangani Perjanjian Ketetanggaan yang Baik dan Kerjasama Persahabatan pada 2001.

Mengapa China dan Rusia Memperkuat Hubungan? China dan Rusia memiliki hubungan yang
kuat. Bukan hanay di bidang militer, tetapi juga ekonomi dan diplomatik.
Keduanya saling memuji latihan udara dan angkatan laut sebagai “peristiwa besar”. Kedua
negara kemudian menandatangani pakta baru untuk lebih memperdalam hubungan pertahanan.
Peta jalan tersebut, yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan
mitranya dari China, Wei Fenghe, menandai satu tahun pertumbuhan kerja sama militer yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Kerja sama itu termasuk latihan perang skala besar di Ningxia
China pada bulan Agustus lalu ketika pasukan Rusia menjadi pasukan asing pertama yang
bergabung dengan latihan reguler China. Tidak itu saja, kedua negara sepakat mengembangkan
helikopter militer, sistem peringatan serangan rudal, dan bahkan stasiun penelitian di bulan. “Ini
adalah hubungan terkuat, terdekat, dan terbaik yang dimiliki kedua negara setidaknya sejak
pertengahan 1950-an. Dan mungkin selamanya,” kata Nigel Gould-Davies, pengamat soal Rusia
dan Eurasia di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) seperti dikutip Aljazeera.com,
Kamis (25/11/2021).
Perlu dicatat bahwa hubungan China-Rusia secara historis ditandai oleh kewaspadaan bersama,
termasuk konflik perbatasan pada 1960-an yang mendorong Beijing dan Moskow ke ambang
perang nuklir. Gould-Davies menjelaskan bahwa keadaan saat ini “luar biasa” dan hubungan
kedua negara telah "berkembang sangat pesat dalam 10 tahun terakhir." Hubungan mereka kian
mesra terutama setelah sanksi negara Barat jatuh atas Rusia akibat aneksasi Krimea pada tahun
2014. Bukan hanya pada sektor pertahanan saja keduanya bergerak lebih dekat, tetapi juga di
bidang diplomatik dan ekonomi. Pada bidang kebijakan luar negeri, Beijing dan Moskow berbagi
pendekatan serupa ke Iran, Suriah dan Venezuela. Bahkan, baru-baru ini keduanya
menghidupkan kembali dorongan untuk mencabut sanksi PBB terhadap Korea Utara. Presiden
China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga memiliki hubungan pribadi setelah
bertemu lebih dari 30 kali sejak 2013. Pemimpin China itu bahkan menyebut Putin sebagai
“kameradnya”. Pada sisi lain, untuk China, Rusia adalah pemasok terbesar senjatanya dan
sumber impor minyak terbesar kedua. Sedangkan bagi Rusia, China adalah mitra dagang negara
utamanya dan sumber utama investasi dalam proyek energinya. Salah satunya adalah pabrik
LNG Yamal di Lingkaran Arktik dan pipa Power of Siberia selain proyek gas senilai US$55
miliar atau yang terbesar dalam sejarah Rusia. Gould-Davies mengatakan pendorong utama di
balik semua ini adalah permusuhan China dan Rusia atas nilai-nilai demokrasi liberal yang
dianut negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS). “Kedua negara diperintah oleh rezim anti-
demokrasi yang memiliki kepentingan bersama yang kuat dalam melawan pengaruh nilai-nilai
Barat liberal di negara mereka sendiri,” katanya kepada Aljazeera. Di samping itu, mereka juga
memiliki kepentingan bersama yang kuat dalam “mengganggu” negara dan aliansi di luar
perbatasan mereka sendiri yang mewujudkan nilai-nilai liberal. Jadi, kepentingan bersama utama
mereka adalah kepentingan ideologis sehingga mereka berusaha untuk melemahkan Barat yang
demokratis dan liberal.

China dan Rusia bertekad mempererat hubungan serta kerja sama bilateral. Hal itu diumumkan
saat Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi bertemu Menlu Rusia Sergey Lavrov di
Anhui, China timur, Rabu (30/3/2022).
“Kedua belah pihak lebih bertekad untuk mengembangkan hubungan bilateral, dan lebih percaya
diri dalam mempromosikan kerja sama di berbagai bidang,” kata Wang.
Lewat pernyataan Wang, China tampaknya tak terpengaruh oleh gerakan komunitas
internasional dalam “mengisolasi” Rusia menyusul tindakannya menyerang Ukraina. “China
bersedia bekerja sama dengan Rusia untuk membawa hubungan China-Rusia ke tingkat yang
lebih tinggi di era baru di bawah bimbingan konsensus yang dicapai oleh para kepala negara,”
ujar Wang.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia mengatakan, dalam pertemuannya
dengan Wang, Lavrov menceritakan tentang kemajuan operasi militer Rusia di Ukraina,
termasuk perihal negosiasi yang tengah dijalin kedua negara. “Kedua belah pihak mencatat sifat
kontraproduktif dari sanksi sepihak ilegal yang dikenakan pada Rusia oleh Amerika Serikat (AS)
dan satelitnya,” kata Kemenlu Rusia.
Senada dengan Wang, Kemenlu Rusia menyampaikan bahwa China dan Rusia akan terus
memperkuat kemitraan strategis. Wang dan Lavrov bertemu di sela-sela pertemuan tentang
Afghanistan yang digelar di Tunxi, China. Selain diplomat tinggi China dan Rusia, pertemuan itu
turut dihadiri delegasi dari AS serta Pakistan. Iran, Tajikistan, dan Turkmenistan dan Uzbekistan
diharapkan dapat turut mengirim delegasi ke pertemuan tersebut.
Menurut PBB, saat ini lebih dari separuh populasi Afghanistan, yakni sekitar 24 juta warga,
menghadapi kekurangan makanan parah. Sekitar 1 juta balita berpotensi meninggal akibat
kelaparan akhir tahun ini. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan
komunitas internasional untuk mempertahankan bantuannya untuk Afghanistan.
Dia pun meminta aset milik Afghanistan yang dibekukan segera dicairkan. Guterres
menekankan, hal itu perlu dilakukan agar krisis kemanusiaan di negara tersebut tak semakin jauh
memburuk.
https://kabar24.bisnis.com/read/20211127/19/1471133/mengapa-china-dan-rusia-memperkuat-
hubungan

https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hubungan+bilateral+Rusia+dan+china&btnG=#d=gs_qabs&t=166893
3477787&u=%23p%3D8NDF5pfIW9wJ

Anda mungkin juga menyukai