Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KOTA SEHAT

TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS


MATAKULIAH KEPERAWATAN KOMUNITAS 1
Dosen Pembimbing : Ns. Gita Patonengan.,S.kep

DISUSUN OLEH

Nama : Suchi Fatika Mokodompit


Nim : 02010010041
Prodi : S1 Keperawatan
Semester : V (lima)

PRODI S1 KEPERAWATAN SEMESTER V


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA
KOTAMOBAGU

1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Tuhan yang maha esa
karena atas berkat Rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “Kota Sehat” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulis makalah ini untuk memenuhi tugas pada bidang studi mata kuliah
“Keperawatan Komunitas I” selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pembaca sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan askep ini.
Dengan ini saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu, dan penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh mata kuliah
Keperawatan Komunitas I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan berbagai ilmu kepada kami.

Kotamobagu, 30 Oktober 2022


Penulis,

Suchi Fatika Mokodompit


Nim: 02010010041

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Tujuan Umum.......................................................................................5
C. Tujuan Khusu........................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................6
A. Konsep Kota Sehat...............................................................................6
B. Konsep Keperawatan Komunitas.........................................................8
C. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas..............................................15
BAB III RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT........................24
A. Asuhan Keperawatan............................................................................24
B. Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan................................................24
C. Cara Melaksanakan Kegiatan Dan Sasaran..........................................25
D. Sasaran..................................................................................................25
E. Jadwal Kegiatan....................................................................................26
F. Monitor Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan..............................................26
G. Pencatatan Pelaporan Evaluasi kegiatan...............................................26
H. Indikator Keberhasilan..........................................................................26
BAB IV PENUTUP.........................................................................................27
A. Kesimpulan ..........................................................................................27
B. Saran.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyuluhan kesehatan bertujuan untuk membantu masyarakat agar
mempunyai gaya hidup sehat secara optimal. Untuk mengubah gaya hidup
masyarakat dapat melakukan dengan menggabungkan bebrapa aspek,
diantaranya adalah menciptakan lingkungan yang mendukung, mengubah
perilaku dan meningkatkan kesadaran.
Kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan melalui penyuluhan.
Penyuluhan merupakan proses penyampaian pesan kepada masyarakat agar
mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan
untuk meningktkan pengetahuan masyarakat. Tingkat pendidikan penduduk
diwilayah Desa Tabang sebagian besar SLTP dan SLTA. Dibeberapa
penelitian menyebutkan bahwa tingkat pendidikan berkolaborasi dengan
tingkat pengetahuan
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan sesuai visi dan tata nilai
puskesmas Desa Tabang. Puskesmas Desa Tabang sebagai unit pelaksanaan
teknis tingkat daerah yang bertanggung jawab menyelengarakan
pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja, dalam melaksanakan
pembanggunan kesehatan mempunyai visi : “menjadi puskesmas
berpelayanan prima menuju desa tabang yang sehat mandiri 2017”. Misi
puskesmas Desa Tabang yaitu:
1. Memberikan pelayanan yang bermutu, dengan memperhatikan kebutuhan
pelanggan.
2. Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan kemandirian untuk
hidup sehat.
3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait dengan bidang
kesehatan diwilayah Desa Tabang.

4
Dalam melaksanakan pelayanan, puskesmas Desa Tabang
mempunyai Motto : “Puskesmas Tabang Sahabat Masyarakat”
S : senyum, salam, sapa, sopan dan santun pedoman hidup kami
A : aman dan nyaman bermitra bersama kami
H : hangat dan ramah pelayanan kami
A : akses pelayanan kesehatan dasar yang berkwalitas dan terjangkau startegi
kami
B : berbudaya sehat menjadi keseharian masyarakat kami
A : agamis (iman dan takwa) merwarnai keseharian kami
T : target puskesmas efektif dan responsive menjadi etos kerja kami
Untuk meningkatkan penyuluhan kkesehatan masyarakat piskesmas desa
tabang memiliki tata nilai yang dimaksud adalah :
1. Kekompakan
2. Tanggung jawab
3. Disiplin
4. Kreatif dan Inofatif
5. Mengutamakan kepentingan masyarakat

B. Tujuan Umum
Tercapainya perubahan pengetahuan sikap dan tindakan yang positif dari
individu, kelompok, keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan serta
memeluhara perilaku hidup bersih dan sehat serta lingkungan yang sehat.
C. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai informasi kesehatan yang diberikan
2. Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru DBD,
HIV, TB dan penyakit menular lainnya
3. Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumalah kasus penyakit
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat
5. Upaya menurunkan prevelensi balita gizi kurang dan gizi buruk
6. Upaya menurunkan angka kematian balita
7. Upaya menurunkan angka kekmatian ibu dan mewujudkan akses kesehatan
reproduksi bagi semua

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kota Sehat


Kabupaten/ Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/ kota yang
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui
terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat dari pemerintah daerah. Pendekatan
Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun
1980an sebagai strategi menyongsong Ottawa Charter, dimana ditekankan
kesehatan untuk semua yang dapat dicapai dan langgeng, jika semua aspek,
sosial, ekonorni, lingkungan dan budaya diperhatikan. Oleh karena itu konsep
kota sehat tidak hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan yang lebih
ditekankan kepada suatu pendekatan kondisi sehat dan problem sakit saja,
tetapi kepada aspek menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat,
baik jasmani maupun rohani.
Kota sehat melakukan pendekatan yang fokus pada inisiasi kesehatan
berbasis masyarakat melalui multisektoral dengan pendekatan setting area.
Gerakan kota sehat telah berkembang menjadi gerakan yang menolak
pendekatan "top-down" (rekayasa fisik dan solusi masalah sosial) tetapi
dengan perspektif “bottom-up” yang berbasis masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan masyarakat.
Upaya meningkatkan kesehatan merupakan tanggung jawab semua
sektor, masyarakat dan swasta. Peringkat kota sehat bisa ditetapkan
berdasarkan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
Terdapat 24 indikator yang masuk dalam IPKM. IPKM adalah indikator
komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan yang
dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riskesdas (riset
kesehatan dasar), PSE (pendataan sosial ekonomi) dan survei podes (potensi
desa) (Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No.
34 tahun 2005).

6
Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan
beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati
masyarakat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan Kota Sehat adalah
berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat, melalui pemberdayaan
masyarakat, dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum adalah
wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi.
Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan
pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga
dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk
dihuni oleh warganya.
Indikator Tatanan Kota Sehat dikelompokkan berdasarkan, kawasan
dan permasalahan khusus, yang terdiri dari:
1. kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum.
2. kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
3. kawasan pertambangan sehat,
4. kawasan hutan sehat,
5. kawasan industri dan perkantoran sehat,
6. kawasan pariwisata sehat,
7. ketahanan pangan dan gizi,
8. kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, dan
9. kehidupan sosial yang sehat.
Tatanan dan permasalahan khusus tersebut dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi spesifik daerah. Setiap Kabupaten/Kota Sehat
yang memenuhi kriteria yang ditetapkan diberikan penghargaan Swasti Saba.
Perhargaan tersebut dapat diklasifikasikan atas 3 kategori, yaitu :
1. Penghargaan Padapa untuk taraf pemantapan sekurang-kurangnya 2
tatanan.
2. Penghargaan Wiwerda untuk taraf pembinaan memilih 3 sampai 4 tatanan.
3. Penghargaan Wistara untuk taraf pengembangan memilih 5 tatanan.

7
B. Konsep Keperawatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan keperawatan
profesional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spritual) dan
difokuskan pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat
kesehatan melalui upaya promotif, preventif, tanpa menhabaikan kuratif dan
rehabilitatif dengan melibatkan komunitas sebagai mitra dalam
menyelesaikan masalah (Hithcock, Scubert dan Thomas, 1999; Allender dan
Spradley, 2001, Stanhope dan Lancaster, 2016). Komunitas adalah komponen
penting dari pengalaman manusia sebagai bagian dari pengalaman yang
saling terkait dengan keluarga, rumah, serta berbagai ragam budaya dan
agama (Ervin, 2002).
Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik keperawatan
dan praktik kesehatan masyarakat, diaplikasikan dalam peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan masyarakat (populasi),menggunakan ilmu yang
berasal dari keperawatan, sosial, dan kesehatan masyarakat (Stanhope dan
Lancaster, 2016). Lingkup praktik keperawatan komunitas adalah generalis
dan spesialis. Praktik keperawatan generalis bertujuan memberikan asuhan
keperawatan komunitas dasar (basic community) dengan sasaran individu,
keluarga, dan kelompok untuk beberapa aspek keterampilan dasar (beginning
skill). Sedangkan praktik keperawatan spesialis bertujuan memberikan asuhan
keperawatan komunitas lanjut (advanced nursing comunnity) dengan sasaran
kelompok (agregat) dan masyarakat serta masalah individu dan dan keluarga
yang kompleks.

1. Tujuan Keperawatan Komunitas


Menurut Wallace dalam Allender (2014), tujuan keperawatan
komunitas adalah mempertahankan sistem klien dalam keadaan stabil
melalui upaya prevensi primer, sekunder, dan tersier. Berikut penjelasan
mengenai upaya prevensi :
a. Prevensi Primer
Prevensi primer ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang sehat. Bentuk tindakan keperawatan

8
yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan dan perlindungan
spesifik agar terhindar dari masalah/penyakit. Contohnya adalah
promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, pemberian
vaksin, serta memberikan imunisasi pada balita.
b. Prevensi Sekunder
Prevensi sekunder ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang berisiko mengalami masalah
kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya
penemuan penyakit sejak awal (skrining kesehatan), pelayanan/asuhan
keperawatan mencakup identifikasi masyarakat atau kelompok yang
berisiko mengalami masalah kesehatan, pemeriksaan kesehatan
berkala, melakukan penanggulangan masalah kesehatan secara tepat
dan cepat, serta melakukan rujukan terhadap masyarakat yang
memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Prevensi Tersier
Prevensi tersier ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat pada masa pemulihan setelah mengalami
masalah kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah
upaya rehabilitasi pasca perawatan di fasilitas tatanan pelayanan
kesehatan lain untuk mencegah ketidakmampuan, ketidak berdayaan
atau kecacatan lebih lanjut.
2. Strategi Intervensi
Strategi intervensi dalam keperawatan komunitas dibuat agar
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, adapun strategi yang dapat
diterapkan diantaranya:
a. Proses Kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan
komunitas yang di lakukan dengan melibatkan peran serta aktif
masyarakat (melalui pembentukan peer atau social support
berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat). Perawat komunitas
dapat membentuk kelompok baru atau bekerja sama dengan kelompok
yang telah ada (Stanhope dan Lancaster, 2016). Sebagai suatu

9
intervensi, kelompok bisa menjadi cost efficient treatment dengan
hasil terapeutik yang positif. Proses kelompok ini dilakukan dengan
membentuk kelompok dari-oleh-untuk masyarakat yang
memperhatikan kesehatan di wilayahnya sehingga dapat secara
mandiri mengatasi masalah yang muncul di masyarakat. (Snyder dan
Lindquist, 2009).
Berikut beberapa pengaruh positif strategi intervensi dengan
proses kelompok (Yalom, 1983; dalam Hitchcock, Schubert dan
Thomas, 1999) diantaranya:
1) Membangun harapan ketika anggota kelompok menyadari bahwa
ada orang lain yang telah menghadapi atau berhasil menyelesaikan
masalah yang sama.
2) Universalitas, dengan menyadari bahwa dirinya tidak sendiri
menghadapi masalah yang sama.
3) Berbagi informasi;
4) Altruisme dan saling membantu;
5) Pengembangan teknik sosialisasi;
6) Perilaku imitatif dari pemimpin kelompok;
b. Promosi Kesehatan
Bentuk promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya
promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi
dan meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat
(Stanhope dan Lancaster, 2016). Pendidikan kesehatan umumnya
bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketidak
mampuan dan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat
diseminasi informasi bertujuan mengubah sikap, keyakinan dan
perilaku masyarakat melalui pemeberian informasi serta
memunculkan kesadaran bahwa suatu masalah yang timbul dapat
diatasi.

10
2) Modifikasi gaya hidup (Life Style Modification)
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memodifikasi
gaya hidup diantaranya perubahan situasi, tersedianya
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan dan
meneruskan perubahan, hasil yang akan diperoleh dari perilaku
baru, serta adanya dukungan fisik dan sosial untuk merubah
perilaku. Modifikasi gaya hidup dapat membantu klien untuk
bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan membuat perubahan
perilaku yang sesuai untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
3) Penataan lingkungan (Environmental Restructuring)
Lingkungan yang ditata mencakup lingkungan fisik, sosial dan
ekonomi misalnya mengatur kenyamanan dan keamanan fisik,
menghindarkan terjadi pencemaran air minum, menciptakan
keterpaduan kelompok, dan menetapkan penyediaan koperasi.
Kegiatan ini mencakup kegiatan penyediaan atau penataan faktor
pendukung untuk mengoptimalkan kualitas lingkungan dan
peningkatan perilaku.
4) Pengkajian dan penilaian
Mendorong seseorang agar mengurangi faktor resiko dan
mengadopsi gaya hidup sehat. Contohnya mengadakan lomba atau
kompetisi penampilan sesuai indikator sehat
c. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan atau empowerment adalah suatu kegiatan
keperawatan komunitas dengan melibatkan masyarakat secara aktif
untuk menyelesaikan masalah yang ada di komunitas, masyarakat
sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah (Stanhope dan
Lancaster, 2016). Perawat dapat menggunakan strategi pemberdayaan
untuk membantu masyarakat mengembangkan keterampilan dalam
menyelesaikan masalah, menciptakan jejaring, negoisasi, lobbying,
dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan kesehatan (Nies dan
McEwen, 2015).

11
Terdapat lima area pemberdayaan yaitu interpersonal (personal
empowerment), intragroup (small group development), intergroup
(komunitas), interorganizational (coalition building), dan political
action (Labonte, 1994; Stanhope dan Lancaster, 2016).
Tahapan proses pemberdayaan masyarakat meliputi :
1) Tahap persiapan (Engagement)
Pada tahap engagement dilakukan persiapan awal atau enrty point
proses pemberdayaan yang meliputi persiapan sumber daya
manusia, sarana serta lingkungan. Persiapan yang dilakukan
meliputi: a) persiapan tenaga pemberdayaan; tahap ini ditujukan
untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan antar anggota
terutama jika tenaga petugas memiliki latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda. b) persiapan lapangan; pada tahapan ini
perawat melakukan pengkajian kelayakan pada daerah yang akan
dijadikan sasaran baik secara formal maupun informal. Selain itu,
pada tahap ini, perijinan juga dilakukan. Akses relasi dengan
tokoh informal juga penting untuk dilakukan agar terjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat.
2) Tahap pengkajian (Assesment)
Pengkajian dapat dilakukan terhadap individu (tokoh masyarakat)
atau kelompok-kelompok masyarakat dengan menggunakan
metode focus group discussion, curah pendapat atau nominal
group proces. Perawat komunitas melakukan identifikasi masalah
mengenai kebutuhan masyarakat. Masyarakat mulai di libatkan
secara aktif agar permasalahan yang dirasakan masyarakat benar-
benar berasal dari masyarakat sendiri. Setelah mendapatkan
permasalahan, perawat memfasilitasi masyarakat dalam
menyusun prioritas masalah akan ditindaklanjuti.
3) Tahap perencanaan kegiatan (Designing)
Perawat komunitas melakukan proses penyusunan perencanaan
program pemberdayaan masyarakat pada tahap designing.
Perencanaan program dilakukan aktif bersama partisipasi

12
masyarakat. Masyarakat tidak hanya dituntut untuk mengetahui
permasalahan dan kebutuhannya namun juga bekerja sama
dengan perawat untuk menyusun penanganan yang tepat dan
sesuai. Diskusi dilakukan perwakilan masyarakat dan perawat
mengenai alternatif program dan tujuan yang ingin dicapai yang
dapat dilakukan oleh masyarakat dalam proses pemberdayaan.
Perawat bertugas sebagai fasilitator yang membantu masyarakat
berdiskusi bersama mengenai rencana program dan
menuangkannya dalam bentuk tertulis seperti penyusunan
proposal.
4) Tahap Implementasi (pelaksanaan program)
Tahap implementasi merupakan tahap pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat. Proses implementasi yang baik harus
dilandasi kerja sama yang baik antara perawat dan masyarakat
maupun antar masrakat. Hal ini ditujukan agar proses pelaksanaan
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
5) Tahap evaluasi
Evaluasi dilakukan sebagai proses pengawasan dari masyarakat
dan perawat terhadap program yang sedang dijalnkan. Pada tahap
evaluasi, warga harus dilibatkan agar terbentuk pengawasan
secara internal dan dalam rangka memandirikan masyarakat
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Evaluasi
diharapkan dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi
perbaikan program.
6) Tahap terminasi (Disengagement)
Pada tahap terakhir ini terjadi pemutusan hubungan secara formal
dengan komunitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat telah
mampu secara mandiri atau telah mencapai waktu yang
ditetapkan sebelumnya. Proses terminasi tidak serta merta
dilakukan secara mendadak namun harus bertahap. Sehingga jika
perawat belum menyelesaikan dengan baik maka kontak dengan

13
masyarakat tetap dilakukan namun tidak secara rutin dan akhirnya
perlahan-lahan dikurangi kontrak dengan komunitas sasaran.
d. Kemitraan (Partnership)
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif
antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan
program. Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing
dilakukan untuk saling menguntungkan ( Stanhope & Lancaster,
2014). Partnership adalah intervensi keperawatan komunitas dalam
bentuk kerjasama dengan pihak terkait untuk membina, mengawasi,
dan mencegah permasalahan komunitas.
Pihak yang dapat dilibatkan dalam partnership adalah
pemerintah (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kelurahan),
Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM dan pihak swasta. Bentuk
kegiatan tersebut dapat berupa kerjasama program dan dukungan dari
pihak yang diajak kerjasama. Program dapat berasal dari pihak yang
diajak kerjasama atau perawat.
Aktivias kemitraan dapat membantu perawat dalam mengubah
komunitas risiko tinggi ke dalam realitas komunitas yang berarti. Jenis
dari kemitraan meliputi :
1) Kerjasama dengan konsumen (Consumery Advocacy)
Consumery advocacy merupakan bentuk partnership yang terjadi
jika melihat kebijakan sumber pelayanan kesehatan prioritas
tertinggi ditujukan untuk kebutuhan klien. Consumery advocacy
juga diartikan sebagai upaya pemecahan masalah lebih lanjut jika
penyelesaian konflik tidak konsisten dengan keinginan klien.
Perawat diharapkan melakukan advokasi jika kebutuhan kelompok
berisiko tidak tersedia di dalam program atau didalam sistem
pelayanan kesehatan. Perawat dapat melakukan tindakan untuk
meningkatkan penyediaan dana, penyediaan waktu dari profesi
lain. Keterlibatan klien dalam proses advokasi sangat pening.
2) Multidisiplin kolaborasi sangat efektif untuk mengidentifikasi dan
mengkaji resiko kesehatan di masyarakat yaitu:

14
a) Mengkaji kebutuhan kesehatan komunitas
b) Menentukan populasi yang beresiko sakit, cacat, kematian.
c) Merencanakan program dan mengalokasikan sumber
d) Mengidentifikasi isu-isu penelitian.
3) Membangun jejaring (Networking) :
a) Mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan mulai dari waktu (when), alasan (why) dan cara
(how). Menurunkan resiko kesehatan di masyarakat dan dapat
memfasilitasi perawat untuk masuk ke masyarakat dan
mengembangkan kerjasama komunitas.
b) Meningkatkan dan mempertahankan hubungan kerjasama
dengan profesi lain dan memfasilitasi terjadinya tipe kerjasama
perawat dengan klien maupun kerjasama dengan multidisiplin.

C. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas


Pelaksanaan keperawatan komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang
tercakup dalam proses keperawatan komunitas dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses keperawatan komunitas
secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien yang dimulai dengan
pembuatan kontrak /partnership dan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi (Widyanto, 2014).
A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti/Core
a. Sejarah (History)
Sub variabel model keperawatan yang perlu dikaji didalam
komponen sejarah komunitas meliputi pertanyaan terkait sejarah desa,
kondisi wilayah, Seluruh jenis data yang diperoleh dalam variabel
sejarah adalah data primer yang didapatkan melalui ketua RW dan
keluarga.
b. Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas terdiri atas jumlah
penduduk, jumlah penduduk yang menderita hipertensi dan vital statistik

15
terkait angka kematian, insiden hipertensi serta prevalensi hipertensi
yang terdapat di Dusun Princi.Seluruh jenis data yang diperolah dalam
variabel ini adalah data sekunder melalui metode literature review yang
didapatkan melalui data RW dan data perawat desa. riwayat
hipertensi serta lama menderita hipertensi pada penduduk Dusun Princi.
Pertanyaan tersebut dapat membantu dalam penegakan masalah
dalam masyarakat. Menurut Kemenkes RI (2017),karakteristik penduduk
berupa jenis kelamin dan usia merupakan faktor resiko terjadinya
hipertensi. Prevalensi terjadinya hipertensi pada wanita dan pria sama,
dimana wanita yang belum mengalami menopause akan dilindungi oleh
hormone estrogen yang mampu melindungi pembuluh darah, hormone
tersebut mampu meningkatkan HDL dalam darah sehingga dapat
mencegah proses aterosklerosis. Namun pada usia>45 tahun hormone
tersebut akan semakin menurun sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya hipertensi. Sedangkat pada laki-laki usia>30 tahun berhubungan
dengan stress, dimana stress mampu meningkatkan hormone adrenalin
yang mamapu meningkatkan pompa jantung sehingga tekanan darah
meningkat. Riwayat hipertensi dalam keluarga juga mampu meningkatkan
resiko terjadinya hipertensi. Secara genetic berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potassium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
daripada orang yang tidak mempunyai keluarga hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi essensial dengan riwayat hipertensi
dalam keluarga. Dengan adanya rekapan jumlah penduduk maupun vital
statistic yang menderita hipertensi serta angka kematian yang berkaitan
dengan penyakit tersebut merupan sebuah data pendukung untuk
mengambil masalah tersebut untuk ditangani dalam meningkatkan angka
kesehatan masyarakat
c. Suku Budaya
Bagian dari komponen variabel suku budaya adalah budaya, sosial
dan perilaku penduduk. Pertanyaan yang mewakili masing-masing sub

16
variabel ditanyakan kepada ketua RW dan keluarga melalui pedoman
wawancara dan kuisioner. Pedoman wawancara ketua RW meliputi
pertanyaan terkait ada atau tidaknya perkumpulan masyarakat serta
bagaimana kebiasaan masyarakat untuk menyelesaikan masalah,
sedangkan kuisioner yang diberikan kepada keluarga mengenai perilaku
keseharian yang meliputi jenis makanan dan minuman apa yang sering
dikonsumsi, aktivitas fisik apa saja yang sering dilakukan dan berapa
lama aktivitas fisik dilakukan.
Menurut WHO (2015), menyatakan bahwa konsumsi garam
(sodium) > 100mmol / sekitar 2,4 gram sodium/6 gram garam per hari
dapat menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler menyebabkan volume darah
meningkat sehingga dapat memunculkan hipertensi.Konsumsi makanan
berlemak seperti gorengan/ santan berlebih dapat menyebabkan
penumpukan lemak terutama LDL, penumpukan LDL yang lama dan
mengendap dalam darah dapat menyebabkan aterosklerosis. Aktivitas fisik
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah dan melatih otot jantung yang menyebabkan keelastisan meningkan,
sehingga lebih terbiasa untuk mendapatkan beban yang lebih berat.
d. Nilai dan Keyakinan
Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai, keyakinan,
dan praktik keagamaan yang mengakar pada tradisi dan secara kontinu
berkembang serta tetap eksis karena memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semua kelompok etnik mempunyai nilai dan keyakinan yang berinteraksi
dengan sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan warganya. Data
dalam komponen ini dapat diperoleh melalui kuisioner yang diberikan
kepada keluarga. Pertanyaan yang terdapat didalamnya meliputi
bagaimana persepsi warga tentang keharusan rutin kontrol hipertensi,
keyakinan warga terkait perilaku yang mempengaruhi gejala hipertensi
dan keyakinan yang dianut.
Pertanyaan mengenai persepsi menganai pentingnya control rutin
sangat berpengaruh pada keinginan dan kepercayaan masyarakat dalam

17
mengontrol hipertensi.Dimana apabila masyarakat memiliki keyakinan
atau kebiasaan yang berkaitan dengan manajemen hipertensi seperti
dengan memakan mentimun atau rebusan daun seledri mampu untuk
menurunkan tekanan darah, maka adapun sebagian masyarakat yang
lebih mengutamakan pengobatan tradisional tersebut daripada harus
memeriksakan ke pelayanan kesehatan. Pemeriksaan tekanan darah
seharusnya rutin dilakukan bagi penderita hipertensi, hal tersebut memiliki
manfaat untuk memastikan tekanan darah dan menetapkan terapi yang
sesuai dengan keluhan yang dialami. Hal ini dapat mengurangi terjadinya
komplikasi akibat hipertensi seperti, stroke, gagal ginjal, retinopati dan
lain sebagainya dimana akan membutuhkan pengawasan yang lebih ketat
2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh
terhadap Kesehatan masyarakat. Lingkungan yang bersih dan sehat
membuat penderita hipertensi menjadi lebih nyaman berada di rumah
ataupun di lingkungan sekitarnya. Untuk meningkatkan derajat
Kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan juga kebersihan lingkungan
sekitar dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Data
subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah kondisi geografis, kondisi
hunian, kesehatan lingkungan dan fasilitas umum di Dusun Princi. Data
terebut dapat diperoleh melalui winshield survey dan kuisioner keluarga.
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan Kesehatan dan sosial tersedia untuk melakukan deteksi
dini gangguan atau merawat dan memantau apabila gangguan sudah
terjadi. Hal yang perlu dikaji dalam komponen pelayanan kesehatan dan
sosial adalah ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah sekitar, jarak
faskes dengan rumah, statistik kunjungan masyarakat ke layanan
kesehatan, jam buka layanan kesehatan, nakes yang tersedia untuk
memberikan layanan, layanan yang disediakan, ketersediaan pelayanan
sosial, jenis pelayanan sosial serta kepemilikan asuransi kesehatan.

18
Tersedianya pelayanan kesehatan memberikan kemudahan
penderita hipertensi untuk mengontrol tekanan darah, mendapat
pengobatan secara optimal dan dapat berkonsultasi mengenai hipertensi.
Jika terjadi kekambuhan gejala, penderita hpertensi dapat langsung
mengunjungi pelayanan kesahatan yang ada di desa.
c. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan dapat efektif.Hal hal yang perlu dikaji adalah jenis
pekerjaan warga sekitar, jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan,
ketersediaan lapangan kerja dan ada atau tidaknya industryyang terdapat di
komunitas. Jenis pekerjaan yang berat atau membutuhkan pemikiran yang
berat dapat menyebabkan sterss sehingga tekanan darah menjadi
meningkat. Tinggi rendahnya tingkat sosial ekonomi mempengaruhi
penderita hipertensi dalam melakukan pengobatan, sehingga pengobatan
yang dijalankan beragam dan adanya bantuan asuransi kesehatan dapat
membantu penderita hipertensi dalam pembiayaan pengobatannya.
d. Keamanan dan Transportasi
Tersedianya transportasi dan kondisi jalan dalam desa akan
mempengaruhi mobilitas warga untuk menuju layanan kesehatan. Dari
uraian tersebut, didapatkan bahwa perlunya untuk melakukan pengkajian
terkait jenis kendaraan yang dimiliki keluarga atau komunitas serta
bagaiamana kondisi jalan di Dusun Princi.
e. Politik dan pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk
menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat yang perlu dikaji
adalah bagaimana struktur pemerintahan dusun, ada atau tidaknya proker
pemerintahan terkait kesehatan dan kesejahteraan warga serta ada atau
tidaknya pengawasan puskesmas.Kepala desa atau kepala dusun
dapat berkolaborasi dengan puskesmas setempat untuk mengadakan
POSBINDU PTM, memberikan pelatihan kepada kader untuk membantu

19
penderita hipertensi mengontrol penyakitnya dan memberikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat desa terutama penderita hipertensi.

f. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting
dalam menerima informasi terutama terkait dengan hipertensi. Sarana
komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan kesehatan (misalnya: televisi,
radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas). Dalam
subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah penggunaan alat
komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran, surat, dll), ketersediaan
papan informasi di daerah sekitar, ada atau tidaknya pelaksanaan
penyuluhan hipertensi sebelumnya, media yang digunakan dalam
penyuluhan, tempat dilaksanakannya penyuluhan dan berapa kali sudah
terpapar penyuluhan. Sarana komunikasi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai hipertensi. Penderita hipertensi
hanya perlu telepon pelayanan Kesehatan atau petugas kesehatan untuk
berkonsultasi mengenai penyakitnya. Ketersediaan papan informasi
tentang hipertensi di daerah sekitar dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya penderita hipertensi.
g. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian
karena untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar tentang
penyakit hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau
tingkat pengetahuan yaitu statistiktingkat pendidikan masyarakat, jenis
pendidikan masing masing anggota keluarga dan ketersediaan fasilitas
kesehatan di masing masing sekolah.Tinggi rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi penerimaan informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan, sehingga informasi yang didapat bervariasi tergantung tingkat
pendidikan masyarakat atau penderita hipertensi.
h. Rekreasi

20
Hal hal yang perlu dikaji dalam subsistem rekreasi adalah
ketersediaan fasilitas rekreasi yang ada di komunitas, kualitas sarana
rekreasi, keterjangkauan tempat rekreasi oleh warga dan siapa saja yang
berkunjung.Data tersebut diperoleh dari hasil winshield survey dan
kuisioner keluarga. Rekreasi atau kegiatan bersantai dapat menurunkan
stress. Diketahui stress sendiri merupakan salah satu penyebab hipertensi,
karena pikiran yang terlalu tegang dan banyak masalah menyebabkan
tekanan darah tinggi, sehingga rekreasi diperlukan bagi penderita
hipertensi untuk menenangkan pikiran terkait penyakitnya ataupun
masalah yang dihadapi dan mencegah kekambuhan.
B. Analisa Dan Diagnosa Keperawatan Komunitas
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian
dianalisaseberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat
reaksi yang timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam
pembuatan diagnosa atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari
masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat
aktual, ancaman dan potensial.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
berdasarkan pengkajian komunitas di Dusun Princi adalah defisiensi kesehatan
komunitas, hal tersebut berhubungan dengan kurangnya persebaran atau
minimnya akses warga untuk memperoleh informasi terkait kesehatan. Disamping
itu, diagnosa lain yang mungkin muncul pada komunitas adalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan yang berkaitan dengan masih banyaknya warga yang
mengkonsumsi makanan atau minuman yang seharusnya dihindari oleh penderita
hipertensi, kurangnya kesadaran warga untuk melakukan kontrol hipertensi dan
masih banyaknya warga yang tidak memiliki asuransi kesehatan.
C. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai
dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan ini
meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai
dengan prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran,
menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi.

21
D. Implementasi (Pelaksanaan)
Menurut Widyanto (2014).Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada
tiga tingkat pencegahan yaitu:

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi
dan diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada
kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu
penyakit. Contoh pencegahan primer yang dapat dilakukan misalnya
kegiatan penyuluhan kesehatan terkait penyakit yang meliputi faktor
resiko, penyebab, tanda gejala dan proses terjadinya suatu penyakit.
Contoh lain pencegahan primer yang dapat dilakukan yaitu dengan
pelatihan kader kesehatan dan pengusulan pengadaan posyandu PTM.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat
terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya
masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa
dini dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit atau
kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan.
Misalnya mengkaji dan memberi intervensi berupa pemeriksaan kesehatan
keluarga maupun komunitas serta penyuluhan kesehatan terkait
manajemen pegobatan, tatalaksana dan diet yang dianjurkan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada
pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari
ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya
kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk
mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses
penyakit.Contoh pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah senam
hipertensi, penyuluhan kesehatan terkait pencegahan komplikasi serta
konseling.

22
E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses perbandingan antara status kesehatan klien
dengan hasil yang diharapkan.Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil indakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk, 2011)

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:


S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasioleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respo subjektif dan objektif
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. (Suprajitno dalam
Wardani, 2013)
Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Evaluasi Berjalan (Sumatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisan format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalahyang dialami oleh
keluarga. Format yang dipakai adalah format SOAP
2. Evaluasi Akhir (Formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan
yang lagi dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin
semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau Kembali, agar
didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
Instrument yang dapat digunakan untuk mengevaluasi secara formatif
adalah lemvar pre dan post lest.

23
BAB III
RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT

A. ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


1. Hasil Pengkajian
1) Gambar wilayah binaan keterangan:
a. Jalan kecamatan
b. Jumlah penduduk
c. Jumlah sasaran
2) Batas administrative
3) Sejarah
a. Sejarah terbentuknya wilayah
4) Survei Demografi
a. Jenis kelamin
b. Usia
5) Value/survei
a. Agam

B. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1. Penyuluhan - Menentukan sasaran
- Menentukan jadwal
- Menentukan tempat
- Menyiapkan materi
- Menentukan metode
- Memeillih media
- Diskusi
- Penutup

24
C. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN DAN SASARAN
No Kegiatan Pelaksanaan program Lintas Lintas sector Ket
Pokok PENYULUHAN Program Terkait
1. penyuluhan - mengkoordinir - KIA, - Kader sumber
Kegiatan KESLING, memotivasi pembiyayaan
- membuat jadwal GIZI,P2P, masyarakat BOK
- memfasilitasi UKS, melaksanakan
Media informasi UKSG/ kegiatan
kesehatan UKG, mengundang
PTM, JIWA masyarakat
- menentukan
Sasaran
- menentukan
Jadwal
- menentukan
Tempat
- menyiapkan
Materi
- menentukan
Metode
- memilih media diskusi penutup
D. SASARAN
No Kegiatan Sasaran
1. Penyuluhan Asi Eksklusif Ibu hamil, bayi dan balita
2. Penyuluhan PMBA Ibu bayi dan balita
3. penuuluhan penyakit berbasis lingkungan Masyarakat
4. Penyuluhan bahaya rokok pada anak sekolah Anak seklh SMP,SMA
5. Penyuluhan DBD Masyarakat RW
6. Pnyuluhan kesehatan reproduksi termasuk Anak seklh, SMP,SMA
Keluarga berencana
7. Penyuluhan pemberian TTD pada rematri Anak sekolah rematri
SMP,SMA
8. Penyuluhan dalam gedung Pasien yang berobat

25
Ke puskesmas desa tabang
9. Penyuluhan UKGM/UKGS UKGS: anak sklh TK,
PAUD dan SD
UKGM: Masyarakat

E. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dari bulan januari-desember

G. MONITOR EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN


Monitoring pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan setiap bulan
sesuai dengan SOP monitor dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.

H. PENCATATAN, PELAPPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Pencatatan dengan menggunakan format laporan yang telah ditetapkan dan
dilaporkan ke penanggung UKM dan kepala puskesmas. Evaluasi kegiatan
dilakukan sesuai dengan SOP jadwal monitoring dan evaluasi puskesmas Desa
Tabang.

I. INDIKATOR KEBERHASILAN

26
BAB IV
PENUTUP

Pada bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan
penyuluhan di puskesmas desa tabang yang di laksanakan pada 1 januari 2020
sampai 18 desember 2020, sebagai berikut:

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi masalah pada tahun 2019 angka kesehatan
di puskesmas tabang masih cukup tinggi. Kasus TB sebanyak 24, DBD sebanyak
68, ppelayanan kesehatan huipertensi 44,61%, pelayanan kesehatan pada
penderita DM sebanyak 62,83%. Berdasarkan data diatas maka diharapkan dapat
tecapainya perubahan pengetahuan, dan sikap tindakan yang positif dari individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan serta memelihara
perilaku hidup bersih dan sehat serta lingkungan yang sehat.
B. Saran
1. Untuk Puskesmas
Sebaiknya diadakan kegiatan rutin penyuluhan kesehatan setiap tahunnya
sebagai upaya pencegahan primer sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
serta kesadaran warga akan pentingnya menjaga kesehatan dan merubah gaya
hidup. Selain itu perlu adanya deteksi dini kesehatan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan untuk mengurangi perilaku beresiko kesehatan pada warga, sehingga
dapat menjadi salah satu upaya preventif sekunder terhadap kejadian hipertensi
yang disebabkan oleh perilaku beresiko yang dilakukan warga.
3. Untuk Mahasiswa
• Perlunya metode dan media penyuluhan yang variatif dalam memberikan
informasi kesehatan tentang hipertensi.
• Lebih ditingkatkan lagi mengenai koordinasi dari setiap program- program
yang akan dilakukan di desa.
• Perlunya pelatihan kader kesehatan untuk melanjutkan kegiatan penyuluhan
kesehatan tentang hipertensi dan pemeriksaan Kesehatan secara rutin.

27
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Mc Farlane. 2000. Community As Partner Theory And Practice In
Nursing. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Batin, W. O. S., Tina, L., & Saptaputra, S. K. (2017), Pengaruh Pemberian Jus
Mentimun + Pepaya + Semangka Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Liya Kabupaten Wakatobi Tahun 2017, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, Volume 2 nomor 6 tahun 2017, Kabupaten Wakatobi. Hal. 8
Clark. 1999. Nursing In The Community Dimensionsof Community Health
Nursing. Stamford: Appleton & Lange
Depkes, RI. (2014), Pedoman Umum Gizi Seimbang, Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. hal.13-14
Friedman, Marilyn. M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
Praktek Edisi 5. EGC. Jakarta
Houston, M. C., Harper, K. J., & PharmD . (2008), Potassium, Magnesium, and
Calcium: Their Role in Both the Cause and Treatment of Hypertension, The
Journal Of Clinical Hypertension, Volume 10 nomor 7 tahun 2008, Hal. 7
Mahardani, N.M.A.F., 2010, Pengaruh Senam Jantung Sehat terhadap Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di klub Jantung Sehat Klinik
Kardiovaskuler Rumah Sakit Hospital Cinere tahun 2010.
Manno, F. A., Soputri, N., & Simbolon, I. (2016), Efektivitas Buah Semangka
Merah (Citrullus Vulgaris Schard) Terhadap Tekanan Darah, Jurnal
Skolastik Keperawatan, Volume 2 nomor 2 tahun 2016, Bandung. Hal.184.
Manurung, W. P., & Wibowo, A. (2016), Pengaruh Konsumsi Semangka
(Citrullus vulgaris) untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi, Majority, Volume 5 nomor 5 tahun 2016, Lampung. Hal.105
Mubarak W.I. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta :CV Sagung
Seto.
Noorfatmah Siti. 2012. Kepatuhan Pasien yang Menderita Penyakit Kronis
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta

28
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka
Cipta. Jakarta
Palmer, Anna dan Williams, Bryan. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga.
Jakarta
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,
edisi pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Jakarta.
Vitahealth. (2006) Hipertensi, Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. hal.8-12.
Wahyudi I., 2010. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga.
Yogyakarta: Nuha Medika
Wahyuni, S., 2015, Pengaruh Senam Hipertensi Terhadap Tekanan Darah Lansia
di Posyandu Lansia Desa Krandegan Kabupaten Wonogiri, Skripsi, Program
Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta, Surakarta.
WHO. 2002. Education For Health: Manual Of Health Care. Penerjemah: Ida
Bagus Tjitsara. ITB. Bandung
Widyanto, F.C. 2014. Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika

29
30

Anda mungkin juga menyukai