Anda di halaman 1dari 6

Analisis hubungan pendidikan dengan pengambilan keputusan pada pasien

cedera muskuloskeletal yang memilih berobat ke sangkal putung


berdasarkan pendekatan teori Health Belief Model.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pendidikan dengan pengambilan
keputusan pada pasien cedera muskuloskeletal, diketahui hampir
sebagian besar pendidikan terakhir yaitu lulusan SMA Hasil uji statistik
Spearman’s rho menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan
pasien yang mengalami cedera muskuloskeletal dengan pengambilan keputusan
untuk memilih berobat ke Sangkal Putung.
Menurut Waidi (2006) setiap orang mempunyai kecenderungan dalam
melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda – beda. Perbedaan tersebut
bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan. Tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap atau
memahami pengetahuan yang mereka perolah. Pendidikan juga merupakan
salah satu faktor pendukung untuk memperkuat faktor utama dari teori HBM
(perceived benefit, barrier, self efficacy). Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya pendidikan merupakan faktor modifikasi bukan merupakan faktor
utama pembentuk pengambilan keputusan (Glanz et al, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian pendidikan masyarakat yang memilih
pengobatan tradisional tidak hanya berpendidikan rendah saja tetapi
masyarakatberpendidikan atas bahkan sarjana yang memiliki tingkat rasional yang
cukup tinggi mengambil jalan pintas ke arah pengobatan tradisional
(Kasnodihardjo, 2005). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian oleh Pakpahan
(2011) yaitu ternyata pendidikan masyarakat yang memilih pengobatan tradisional
sangkal putung mayoritas adalah SMA dan Perguruan tinggi. Sehingga untuk
mengambil keputusan memilih berobat ke Sangkal Putung tidak hanya pada
kalangan masyarakat yang berpendidikan rendah saja namun dari segala tingkat
pendidikan. Keadaan saat ini tingkat pengetahuan seseorang tidak hanya
diperoleh dari pendidikan formal saja namun seiring dengan kemajuan
teknologi informatika sangat mempengaruhi seseorang untuk dapat
memperoleh informasi dari ilmu pengetahuan dimana saja sehingga pendidikan
formal tidak selalu menjadi faktor yang berhubungan dengan keputusan
seseorang untuk selalu memanfaatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Pencegahan cedera otak traumatik adalah menghindari etiologi penyebab trauma
antara lain:

 Mencegah terjatuh, pada orang tua maupun anak-anak harus diawasi agar
tidak terjatuh akibat terpeleset (misalnya akibat lantai licin)

 Menjaga keamanan berkendara, menggunakan pelindung kepala (helm)


dan edukasi untuk tertib berlalulintas

 Tidak melakukan olahraga yang berbahaya tanpa pengamanan yang cukup.

Edukasi
Tatalaksana untuk rehabilitasi pada pasien cedera otak traumatik difokuskan pada
simtomatik dan rehabilitasi. Pasien harus difasilitasi untuk mencapai kesembuhan
komplit, namun beberapa sekuele cedera otak traumatik tidak hilang secara
komplit. Pasien harus di edukasi pentingnya rehabilitasi untuk gangguan fungsi
kognitif yang dialami.[16]

Edukasi lain yang penting adalah pencegahan berulangnya trauma dan trauma
repetitif yang berhubungan dengan aktivitas atau pekerjaan pasien.

Edukasi pada pasien obstetrik


Edukasi pasien pada pemeriksaan obstetri penting untuk mengurangi
ketidaknyamanan, meningkatkan pemahaman pasien mengenai pentingnya
pemeriksaan rutin, dan meningkatkan pengetahuan pasien tentang tanda bahaya
yang perlu diperhatikan selama kehamilan. Data pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa sekitar 289.000 wanita di seluruh dunia mengalami komplikasi terkait
kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang menyebabkan 80% dari semua
kematian ibu hamil adalah pendarahan hebat, infeksi, preeklampsia, persalinan
macet, dan abortus yang tidak aman. Namun, banyak dari kematian ibu hamil ini
dapat dicegah jika tindakan yang tepat dilakukan lebih awal dan segera.

Tanda bahaya pada kehamilan yang perlu diketahui ibu hamil, antara lain
perdarahan hebat pervaginam, kejang, sakit kepala berat yang disertai penglihatan
kabur, sakit perut yang intens, perasaan terlalu lemah untuk bangun dari tempat
tidur dan beraktivitas, kesulitan bernapas, kurangnya pergerakan janin, demam,
dan adanya edema pada jari, wajah, dan kaki.

Edukasi infark miokard akut

Edukasi dan promosi kesehatan infark miokard akut (acute myocardial infarct)
yang perlu dijelaskan kepada pasien termasuk mengenai patofisiologi penyakit
dan alur penatalaksanaannya. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
infark miokard akut (IMA) dapat dilakukan melalui program CERDIK dan
PATUH dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Edukasi Pasien
Beberapa poin yang perlu disampaikan dalam edukasi pasien, antara lain:

 Pemeriksaan penunjang segera yang dibutuhkan dalam penegakan


diagnosis, seperti EKG dan pemeriksaan biomarker jantung
 Kondisi kegawatdaruratan yang dialami oleh pasien, dan kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi

 Tujuan terapi awal dan kepentingan dari tata laksana lanjutan seperti
tindakan reperfusi baik farmakologis maupun mekanik

 Kebutuhan rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas primary


percutaneous coronary intervention (pPCI)
 Etiologi dan faktor risiko IMA untuk mencegah rekurensi

 Informed consent sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan


reperfusi
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pencegahan dan pengendalian penyakit infark miokard dapat dilakukan melalui
program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, seperti CERDIK dan
PATUH. Sebagai upaya pencegahan penyakit tidak menular, CERDIK merupakan
akronim dari:

 Cek kesehatan secara berkala

 Enyahkan asap rokok
 Rajin aktivitas fisik
 Diet sehat dengan kalori seimbang

 Istirahat cukup

 Kelola stress

Sedangkan PATUH merupakan akronim dari:

 Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter

 Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur

 Tetap diet dengan gizi seimbang

 Upayakan aktivitas fisik dengan aman

 Hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya

Pencegahan penyakit juga harus dengan memberikan edukasi pada populasi


dengan faktor risiko, antara lain:

 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: gaya hidup, merokok, stres, kurang
olahraga, kebersihan oral buruk, konsumsi alkohol, diabetes melitus,
hipertensi, obesitas, dan dislipidemia

 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: umur ≥65 tahun, jenis kelamin
laki-laki, dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau sudden death

Banyak studi yang telah dilakukan untuk menemukan cara mencegah penyakit
kardiovaskular, termasuk IMA. Di antaranya adalah pemberian vitamin D,
penggunaan aspirin sebagai preventif, konsumsi multivitamin, dan
pemberian vaksinasi influenza.
PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER

a. Pencegahan Primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi
penyuluhan kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat
dan lembaga sosial lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan
Helm saat mengemudi kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita
selalu diawasi oleh orang tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan
kecepatan yang tinggi, pada pemanjat tebing saat memanjat harus
menggunakan pengaman pada kepala dan badan, Pada pekerja bangunan
agar menggunakan helm saat menaiki bangunan yang tinggi.

b. Pencegahan skunder
1) Untuk mengendalikan perdarahan lakukan penekanan langsung
(Turniket)
2) Apabila benda yang menancap maka harus distabilkan dengan metode
apa saja, sehingga mencegah trauma lebih lanjut.
3) Imobilisasi fraktur: Pembidaian bagian atas dan bawah fraktur, meliputi
persendian proksimal dan distal.
4) Pada pasien yang fraktur :
a) Pembatasan aktivitas yang sederhana dengan penggunaan mitela dan
kruk
b) Reposisi tertutup diikuti oleh pemasangan gips.

c. Pencegahan tersier
1) Untuk menangani avulsi yaitu:
a) Memantau dan mengendalikan perdarahan dengan penekanan
langsung
b) Rigasi flap kulit yang dilakukan dengan hati – hati, dan selanjutnya
ditutupi dengan balutan yang tebal, steril serta basah.
2) Imobilisasi fraktur: Pembidaian dengan pemasangan bantalan (pad)
untuk mencegah disrupsi kulit yang lebih lanjut.
3) Untuk mencegah terjadinya fraktur yang lebih lanjut : pasien yang akan
dipulangkan :
a) Perawatan gips harus disampaikan dan dicatat
b) Pasien yang menggunkan kruk: harus mengajarkan cara berjalan
yang tepat.

Sumber:
https://id.scribd.com/document/374772164/Upaya-Pencegahan-Primer-Sekunder-
Dan-Tersier-Pada--Kegawat-Daruratan
https://repository.unair.ac.id/85163/

Anda mungkin juga menyukai