Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi
Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi
SOSIOLOGI EKONOMI
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
PRODI SOSIOLOGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul "Sejarah
Perkembangan Sosiologi Ekonomi" ini dapat selesai tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sosiologi Ekonomi dari Bapak Dr. Isa Anshori, Drs., M.Si. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Sejarah
Perkembangan Sosiologi Ekonomi bagi para pembaca dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Isa Anshori, Drs., M.Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Ekonomi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan kami. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Terakhir, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
sebagai bahan evaluasi dari penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ketut Gede Mudiarta, “Perspektif Dan Peran Sosiologi Ekonomi Dalam Pembangunan Ekonomi
Masyarakat”, FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Vol.29 No. 1, Juli 2011, hlm.55 .
1
3. Siapa saja tokoh-tokoh awal perintis sosiologi ekonomi?
4. Siapa saja tokoh-tokoh sosiologi ekonomi di era masyarakat Post-
modernisme?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjawab
rumusan masalah, sebagaimana berikut :
1. Mengetahui definisi dari sosiologi ekonomi,
2. Mengetahui sejarah awal mula perkembangan sosiologi ekonomi,
3. Mengetahui tokoh-tokoh awal perintis dalam sosiologi ekonomi,
4. Mengetahui tokoh-tokoh sosiologi ekonomi di era masyarakat post-
modernisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pangan, papan, dan sandang. Maka masyarakat berlomba-lomba mencari
dan mengejar apa kebutuhan hidup mereka.
2
Zusmelia dan Ariesta, Irwan, “Buku Ajar Sosiologi Ekonomi”, (Yogyakarta: CV BUDI UTAMA,
2015), hlm. 9-15.
4
2.2 Sejarah Perkembangan Sosiologi Ekonomi
Pada awal dominasi pikiran filosofis, kegiatan ekonomi dan
perilaku sosial tidak dapat dibedakan. Keduanya dinilai sebagai satu
kesatuan. Dalam perkembangan berikutnya, ilmu ekonomi telah
menempatkan individu sebagai pelaku ekonomi diisolasi dari
sosialitasnya, karena itu dianalisis sebagai agen yang berdaulat untuk diri
sendiri. Sosiologi Ekonomi merupakan dua disiplin ilmu yaitu Sosiologi
dan Ekonomi. Sosiologi yang meneropong persoalan sosial masyarakat,
dan Ilmu Ekonomi yang menganalisis berbagai aktivitas produksi,
konsumsi dan distribusi. Tetapi, yang sangat berpengaruh dalam sejarah
perkembangan Sosiologi Ekonomi adalah pemikiran Merkantilisme yang
mendominasi Eropa sepanjang abad ke-17 dan 18.
5
Pokok pikiran yang kedua adalah pandangan kaum Merkantilisme
tentang kekuasaan dan hubungannya dengan kekayaan. Banyak yang
berpendapat bahwa satu cara untuk meningkatkan kekuasaan negara
adalah dengan meningkatkan kekayaan nasional. Pendapat Kaum
Merkantilisme bahwa kekayaan bertujuan untuk melayani kekuasaan.
Kaum Merkantilisme melihat adanya hubungan yang erat antara
kekuasaan dengan kekayaan. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan kekayaan, negara hendaklah memakai kekuasaan untuk
mengatur industri dan perdagangan serta harus memberikan dorongan
politik dan ekonomi. Dorongan tersebut berupa monopoli terhadap industri
yang membuat barang-barang untuk di ekspor. Negara harus membatasi
impor dengan mengenakan pajak atau melarang impor. Negara juga harus
menjajah untuk mendapatkan suplai emas dan perak, ataupun untuk
meningkatkan kekayaannya. Dasar berpikir kaum Merkanitilisme
mengenai kekayaan dan kekuasaan sangat mendominasi filosofi berpikir
Eropa abad ke-17 hingga 18. Pada fase inilah banyak terjadi kolonisasi
negara-negara Eropa terhadap wilayah-wilayah Asia dan Afrika.3
3
Pheni Chalid, “Sosiologi Ekonomi”, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2019), hlm. 5-7.
6
Mereka yang memiliki dan mengontrol sarana produksi dan mampu
mengambil produk itu membentuk sebuah kelas borjouis yang berkuasa,
sedangkan mereka yang hanya pada kerja mereka sendiri membentuk kelas
lain. Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai guna
komoditas, yakni ketika barang-barang yang diproduksi digunakan sendiri
atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup. Tetapi dalam era
kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan untuk dijual ke
pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki nilai guna, namun
juga memiliki nilai tukar.
7
Emile Durkheim (1858-1917)
4
Suyanto dan Bagong, “Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi Di Era Masyarakat Post-
Modernisme”, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 16-22.
8
Menurut Jean Baudrillard, ia melihat post-modern sebagai suatu
trend dan sebagai awal dari suatu era baru yang dibawah oleh makin
maraknya komunikasi bermediasi, konsumsi simbolis, dan semakin
mampatnya ruang dan waktu. Baudrillard menggambarkan kehidupan post
modern ini sebagai hiper realitas. Media berhenti menjadi cerminan
realitas, tetapi justru menjadi realitas itu sendiri atau bahkan lebih nyata
dari realitas itu. TV, surat kabar, tabloid, yang semakin populer sebagai
contoh yang baik karena kebohongan dan distorsi yang disajikan ke
pemirsa melebihi realitas. Kebohongan dan distorsi itu adalah hiper-
realitas. Akibatnya adalah apa yang nyata disubordinasikan dan akhirnya
dilarutkan sama sekali, sehingga mustahil membedakan yang nyata dan
yang menjadi tontonan. Dalam kehidupan nyata, kejadian-kejadian “nyata”
semakin mengambil ciri hiper-real dan tidak ada lagi realitas, yang ada
hanyalah hiper-realitas.
Dengan menjelaskan tentang masyarakat simulasi dengan hiper-
realitasnya menggunakan penjelasan historis. Hal ini tampak pada
karyanya yang menggunakan model historis yaitu tiga tatanan simulakra
Tatanan pertama, mulai renaisans sampai awal revolusi indrustri, hanya
simulasi tatanan pertama pemalsuan asli mungkin terjadi. Pemalsuan tidak
memberikan kemungkinan-kemungkinan kontrol atas masyarakat yang
berada dalam simulakra, tetapi kontrol memberi pertanda pada pemalsuan.
Pada objek pemalsuan terdapat perbedaan antara objek yang nyata atau
alami. Tatanan kedua, era industri yang dicirikan dengan produksi dan
rangkaian reproduksi murni dari objek yang identik dengan rangkaian
pengulangan atas objek yang sama. Pada tatanan ini tidak ada yang
dipalsukan. Objek mengaburkan simulakra dari hal yang lain dan bersama
objek, manusia memproduksinya. Perbedaan antara objek dan proses kerja
menjadi jelas tidak perlu memalsukan era industri, karena produk daalam
skala masif dan tidak ada persoalan keaslian dan kekhususannya. Tatanan
ketiga, didominasi oleh kode dan generasi simulasi oleh model ketimbang
industri. Era ini dikarakteristikkan dengan reproduksi, bukan produksi.
9
Yang penting itu bukanlah produksi objek melainkan reproduksinya.
Selain itu, prinsip reproduksi itu terkandung dalam kode.
Baudrillard menyimpulkan sekarang era berada dalam tingkat
reproduksi , pada tingkat yang serampangan disebut marx dengan sektor
kapital yang tidak esensial. Menurut Mike Fatherstone (dalam buku,
Consumer Culture and Post-Modernisme), memperkenalkan tiga
perspektif utama dalam memandang budaya konsumen. Pertama,
pandangan yang menyatakan bahwa budaya konsumen dipermiskin
dengan ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan
akumulasi besar-besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen
dan tempat-tempat belanja. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi. Para ahli umumnya memandang
peristiwa dan aktivitas bersenang-senang dan konsumerisme sebagai
konsekuensi miningkatnya kapasitas untuk melakukan manipulasi
ideologis dan pengekangan masyarakat yang bersifat seduktif dan
beberapa alternatif hubungan sosial. Kedua, pandangan sosiologis yang
menyatakan bahwa kepuasan yang berasal dari benda-benda berhubungan
dengan akses benda-benda itu yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan yang didalamnya kepuasan dan status
tergantung pada penunjukan dan pemeliharaan perbedaan kondisi inflasi.
Titik perhatiannya disini yaitu pada cara-cara yang berbeda dimana orang
yang menggunakan benda-benda dalam rangka menciptakan ikatan-ikatan
atau perbedaan masyarakat menurut kelas dan status sosialnya. Ketiga,
pandangan yang melihat adanya masalah kesenangan emosional untuk
konsumsi, mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam tamsil budaya
konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara beragam
memunculkan kenikmatan jasmaniah yang sifatnya langsung serta
kesenang-senangan estetis.
Di era post-modern sudah lazim terjadi konsumen seolah-olah
tidak lagi bisa membedakan mana yang menjadi kebutuhan sejatinya dan
10
mana pula keinginan yang lebih didorong oleh hasrat yang tak pernah
terpuaskan.5
5
Ibid., hlm. 198-212.
11
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Sosiologi dan ekonomi mempunyai bidang ilmu yang
penekanannya berbeda dan memiliki displin ilmu berbeda. Banyak
pendapat menurut ahli mengenai pengertian sosiologi ekonomi seperti
David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White , Paul B. Harton dan Chester L.
Hunt , Suyanto dan Damsar. Merkantilisme adalah kumpulan pendapat-
pendapat mengenai nilai, saran-saran kebijakan, dan pernyataan mengenai
sifat kehidupan ekonomi. Terdapat dua pikiran pokok dari Merkantilisme,
pokok pikiran pertama yaitu, kaum Merkantilisme adalah pandangan
tentang kekayaan. Pokok pikiran yang kedua adalah pandangan kaum
Merkantilisme tentang kekuasaan dan hubungannya dengan kekayaan.
12
bahwa budaya konsumen dipermiskin dengan ekspansi produksi
komoditas kapitalis. Kedua, pandangan sosiologis yang menyatakan
bahwa kepuasan yang berasal dari benda-benda berhubungan dengan akses
benda-benda itu yang terstruktur secara sosial. Ketiga, pandangan yang
melihat adanya masalah kesenangan emosional untuk konsumsi, mimpi
dan keinginan yang ditampakkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14