Anda di halaman 1dari 147

MATERI KULIAH

SISTIM MANAJEMEN SERTA PELAYANAN


RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS

Oleh:

Dr. Rahmat Alyakin Dakhi, S.KM, M.Kes


NIDN 0108017103

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN - 2020

i
DAFTAR ISI

BAB I KONSEP DASAR SISTIM MANAJEMEN


1.1. Sistim
1.2. Manajemen
1.3. Sistim Manajemen
BAB II SISTIM DAN HIRARKHI PELAYANAN KESEHATAN
2.1. Sistim Pelayanan Kesehatan
2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
2.1.2. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
2.1.3. Bentuk Pokok Sistim Pelayanan Kesehatan
2.2. Hirarkhi Pelayanan Kesehatan
2.2.1. Jenis Pelayanan Kesehatan
2.2.2. Sistim Rujukan Pelayanan Kesehatan
BAB III ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN
3.1. Rumah Sakit
3.2. Pusat Kesehatan Masyarakat
BAB IV SISTIM MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT
4.1. Konsep Dasar Manajemen Rumah Sakit
4.2. Pembiayaan Rumah Sakit
4.3. Sistim Informasi Rumah Sakit
4.4. Penerapan Manajemen di Rumah Sakit
4.5. Fungsi Perencanaan Rumah Sakit
4.6. Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan di Rumah Sakit
4.7. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Kesehatan
BAB V SISTIM MANAJEMEN PELAYANAN PUSKESMAS
BAB VI PERENCANAAN PUSKESMAS
6.1. Konsep Perencanaan
6.2. Perencanaan Tingkat Puskesmas
6.2.1. Penyusunan Rencana Lima Tahunan
6.2.2. Penyusunan Rencana Tahunan
BAB VII PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN PUSKESMAS
7.1. Konsep Penggerakan dan Pelaksanaan
7.2. Lokakarya Mini Bulanan
7.3. Lokakarya Mini Tribulanan
BAB VIII PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA
PUSKESMAS
8.1. Konsep Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
8.1.1. Pengawasan
8.1.2. Pengendalian
8.1.3. Penilaian
8.2. Pengawasan dan Pengendalian di Puskesmas
8.3. Penilaian Kinerja Puskesmas

ii
BAB I
KONSEP DASAR SISTIM MANAJEMEN
1.1. Sistim
Ada beberapa pengertian sistim yang pernah dikemukakan oleh para ahli,
sebagai berikut:
1. Sistim adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai
tujuan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
2. Sistim adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu
proses atau struktur dan fungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya
menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.
3. Sistim adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang
berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Sistim adalah suatu tatanan yang terdiri dari beberapa unsur/ bagian/elemen
yang saling terkait atau berhubungan secara teratur dan saling membutuhkan
antara satu dengan lainnya yang bergerak secara dinamis untuk mencapai satu
tujuan tertentu.
Secara umum sistim dapat dibedakan atas 2 (dua) macam :
1. Sistim sebagai suatu wujud
Sistim sebagai suatu wujud apabila bagian-bagian yang terhimpun dalam sistim
membentuk suatu wujud yang ciri-cirinya dapat di uraikan dengan jelas. Sistim
sebagai suatu wujud dibedakan atas :
a. Sistim sebagai suatu wujud yang konkrit.
Sistim sebagai wujud konkrit dalam artian dapat dilihat oleh pancaindra.
Misalnya mesin.
b. Sistim sebagai wujud abstrak.
Sistim sebagai wujud abstrak dalam artian tidak dapat dilihat oleh
pancaindra. Misalnya Sistim kebudayaan.
2. Sistim sebagai suatu metode
Sistim sebagai suatu metode dalam artian bagian-bagian yang terhimpun dalam
suatu sistim membentuk suatu metode yang dipakai sebagai alat untuk

1
melakukan pekerjaan. Misalnya peraturan.
Oleh sebab itu sistim pelayanan kesehatan dapat didefinisikan sebagai
keterkaitan di antara elemen-elemen pembentuknya dalam pola tertentu yang
saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan fungsi sebagai satu
kesatuan organisasi dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan,
keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.
Ciri-ciri sistim pelayanan kesehatan dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Dalam sistim pelayanan kesehatan terdapat bagian yang satu sama lain
berhubungan dan mempengaruhi keseluruhan yang membentuk satu kesatuan,
dalam arti semuanya berfungsi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan,
keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.
2. Fungsi pelayanan kesehatan yang diperankan oleh masing-masing bagian yang
membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan
menjadi keluaran yang direncanakan.
3. Dalam melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan tersebut, semuanya
bekerjasama secara bebas terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian
mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.
4. Sekalipun sistim pelayanan kesehatan merupakan satu kesatuan yang terpadu,
bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.
Unsur sistim pelayanan kesehatan dapat dikelompokan menjadi 6 (enam)
kelompok, yaitu:
1. Masukan (input), adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistim pelayanan
kesehatan dan yang diperlukan untuk dapat berfungsi sebagai sistim
2. Proses (process), adalah kumpulan bagian yang terdapat dalam sistim pelayanan
kesehatan dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan
3. Keluaran (output), kumpulan bagian yang dihasilkan dari berlangsungnya
proses dalam sistim pelayanan kesehatan
4. Umpan balik (feedback), adalah kumpulan bagian yang merupakan keluaran dari
sistim pelayanan kesehatan dan sekaligus sebagai masukan bagi sistim
pelayanan kesehatan tersebut.

2
5. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran pelayanan
kesehatan tersebut
6. Lingkungan (environment), adalah dunia di luar sistim pelayanan kesehatan
yang tidak dikelola oleh sistim tetapi mempunyai pengaruh terhadap sistim
pelayanan kesehatan
Dalam implementasinya, rincian tersebut dapat dibedakan atas:
1. Sistim sebagai upaya menghasilkan pelayanan kesehatan. Jika sistim sebagai
upaya menghasilkan pelayanan kesehatan, maka yang dimaksud dengan :
a. Masukan adalah perangkat administrasi yakni tenaga, dan, sarana, dan
metode atau pula dikenal dengan istilah sumber, tata cara, dan
kesanggupan.
b. Proses adalah fungsi administrasi, yang terpenting adalah perencanaan,
pelaksanaan dan penggerakkan/pengorganisasian, pemantauan,
pengendalian, dan penilaian.
c. Keluaran, adalah pelayanan kesehatan yakni yang akan dimanfaatkan oleh
masyarakat
2. Sistim sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Sistim
dipandang sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah kesehatan, maka yang
dimaksud dengan:
a. Masukan adalah setiap masalah pelayanan kesehatan yang ingin
diselesaikan
b. Proses adalah perangkat administrasi pelayanan kesehatan yakni tenaga,
dana, sarana dan metode atau dikenal pula sebagai sumber tata cara dan
kesanggupan
c. Keluaran adalah terpeliharanya dan meningkatnya derajat kesehatan
melalui berbagai upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun
masyarakat.
Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistim banyak macamnya,
beberapa yang terpenting adalah :
1. Pendekatan sistim adalah penetapan suatu prosedur yang logis dan rasional
dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan
dengan sehingga berfungsi sebagai suatu kesatuan mencapai tujuan yang telah

3
ditetapkan
2. Pendekatan sistim adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisasi,
desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif
dan efisien.
3. Pendekatan sistim adalah pelaksanaan dari cara berpikir yang sistimatis dan
logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau
keadaan yang dihadapi.
Adapun prinsip pokok pendekatan sistim pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk membentuk sesuatu sebagai hasil dari pelayanan kesehatan
2. Untuk menguraikan sesuatu yang telah ada dalam pelayanan kesehatan. Untuk
tujuan ini biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk menemukan masalah yang
dihadapi, untuk kemudian diupayakan mencarikan jalan keluar yang sesuai.
Beberapa keuntungan dari pendekatan sistim :
a. Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
b. Proses pelaksanaan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran sehingga dapat
dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan
c. Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih
tepat dan objektif
d. Umpan balik dapat diperoleh pada tahap pelaksanaan program
Analisis sistim adalah penguraian suatu sistim yang meliputi upaya
mengidentifikasi tujuan, kegiatan, pelaksanaan kegiatan, situasi yang dihadapi serta
informasi yang dibutuhkan oleh sistim pada setiap tahapan pelaksanaannya.
Langkah-langkah dalam analisis sistim adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penguraian sistim sehingga menjadi jelas bagian-bagian yang dimilki
serta hubungan satu dengan yang lainya.
2. Merumuskan masalah yang dihadapi oleh bagian tersebut atau sistim secara
keseluruhan. Masalah yang dimaksud dapat berupa ketidakjelasan fungsi, peran,
hak dan tanggungjawab atau hubungan satu dengan yang lain
3. Mengumpulan data dan informasi untuk lebih menjelaskan masalah yang
ditemukan serta untuk merumuskan kemungkinan jalan keluar yang dapat
dilakukan.
4. Berdasarkan data dan informasi yang dimilki, kembangkan model sistim yang

4
baru. Model-model tersebut adalah yang dinilai dapat menyelesaikan masalah
yang ditemukan
5. Melakukan uji coba, jika perlu lakukan perbaikan dan mencatat setiap hasil yang
diperoleh. Atas dasar catatan tersebut dipilihlah model yang paling
menguntungkan.
6. Merapkan model sistim yang terpilih dan lakukan pemantauan dan penilaian
berkala sesuai dengan yang diperlukan.

1.2. Manajemen
Di lain pihak, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris “management”
dengan kata kerja to manage yang secara umum berarti mengurusi. Dalam arti
khusus manajemen dipakai bagi pimpinan dan kepemimpinan, yaitu orang-orang
yang melakukan kegiatan memimpin, disebut “manajer”. Selain itu, untuk
mengartikan dan mendefisikan manajemen dari berbagai literartur dapat dilihat
dari tiga pengertian, yaitu:
7. Manajemen sebagai suatu proses
8. Manajemen sebagai suatu kolektivitas manusia
9. Manajemen sebagai ilmu dan manajemen sebagai seni.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa definisi dari manajemen, yaitu sebagai
berikut:
1. Manajemen sebagai management is the proceess of directing and facilitating the
work of people organized in formal groups to achive a desired goal, yaitu suatu
proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang
diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan (Millet).
2. Manajemen sebagai people who are allocate and oversee the use of resources,
yaitu orang yang mengatur dan mengawasi penggunaan sumber daya.
Manajemen sebagai one or more managers individually and collectively setting
and achieving goals by exercising related functions (planning organizing staffing
leading and controlling) and coordinating various resources (information
materials money and people)”. Artinya, manajemen merupakan satu atau lebih
manajer yg secara individu maupun bersama-sama menyusun dan mencapai
tujuan organisasi dengan melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan
pengorganisasian penyusunan staf pengarahan dan pengawasan) dan

5
mengkoordinasi berbagai sumber daya (Plunket)
3. Management is distinict process consisting of planing, organizing, actuating and
controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of
human being and other resources. Artinya, manajemen adalah suatu proses
khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya
(Terry).
4. Daft menyebutkan bahwa management is the attainment of organizational goals
in an effective and efficient manner through planning organizing leading and
controlling organizational resources. Artinya, manajemen merupakan
pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien lewat
perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sumberdaya
organisasi (Daft).
5. Manajemen sebagai ilmu (science) dan sebagai seni. Manajemen merupakan
suatu ilmu dan seni, karena antara keduanya tidak bisa dipisahkan. Manajemen
sebagai suatu ilmu pengetahuan karena telah dipelajari sejak lama dan telah
diorganisasikan menjadi suatu teori. Hal ini dikarenakan didalamnya
menjelaskan tentang gejala-gejala managment, gejalagejala ini lalu diteliti
dengan menggunakan metode ilmiah yang diwujudkan dalam bentuk suatu
teori. Sedangkan, manajemen sebagai suatu seni, memandang bahwa di dalam
mencapai suatu tujuan diperlukan kerja sama dengan orang lain, perlu diketahui
mengenai cara memerintahkan pada orang lain agar mau bekerja sama
(Siswanto).
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
Manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan organisasi dimana orang-
orang bekerja sama dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Bagaimana
manajer mengatur orang lain atau bagaimana manajer memakai seribu tangan
adalah dengan proses menejemen. Teori sederhana untuk manajemen pelayanan
kesehatan yang telah banyak dipakai adalah bangunan rumah sakit, fasilitasnya,

6
alat-alat kesehatan, sumber daya manusia, dana yang tersedia dan sebagainya
melalui proses menejemen yang baik yang melingkupi planning, organizing dan
staffing, actuating, controlling dan evaluating diharapkan menghasilkan produk jasa
pelayanan kesehatan yang baik dan diharapkan menjadikan rumah sakit yang dapat
mencapai tujuan survival dan growth.
Pada dasarnya apabila dibuat suatu batasan atau definisi tentang
manajemen, maka dapat dikemukakan sebagai berikut "Bekerja dengan orang-orang
untuk menentukan, menginterprestasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan
kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling)"
Menurut Fayol, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dan pengontrolan merupakan unsur-unsur menejemen.
Sedangkan alat menejemen untuk mencapai tujuan adalah yang disebut sebagai
enam M yaitu man, money, materials,machine, methode dan markets yang
diterjernahkan bebas sebagai manusia, uang, bahan, mesin, metode, dan pemasaran
(Koontz, 1988).
Jika menyebut manajemen kesehatan, sebenarnya terdapat dua pengertian
di dalamnya yaitu pengertian menejemen di satu pihak dan pengertian kesehatan di
pihak lain. Yang dimaksud dengan menejemen kesehatan ialah menejemen yang
diterapkan pada pelayanan kesehatan demi terciptanya keadaan sehat (Azwar,
1996).
Secara ilmiah, seluruh kegiatan manajemen dapat dilihat secara fungsional
(sisi manajemen dan sisi administrasi) yang melahirkan pengaturan secara
fungsional dalam proses administrasi. Proses berarti serangkaian tahap kegiatan
mulai dari menentukan sasaran sampai berakhirnya sasaran/tercapainya tujuan.
Beberapa penulis tampaknya menempatkan kata proses dan fungsi dalam
pengertian yang sama, misalnya: W.H. Newman, L. Gulick, George R. Terry menyebut
proses manajemen. Mc. Farland, Koontz, F. Taylor menyebut fungsi administrasi/
manajemen. Henry Fayol menyebut pengertian yang sama yaitu proses/fungsi
adalah unsur (element).
Beberapa pendapat para ahli tentang fungsi/proses dari
administrasi/manajemen, antara lain:

7
1. William H. Newman, menyebut “The work of Administrator/Manager” (Pekerjaan
seorang Adminitrator/Manager) dapat dibagi dalam 5 proses (dengan
akronim POASCO), yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Pengumpulan sumber (Assembling resources)
d. Pengendalian kerja (Supervising)
e. Pengawasan (COntrolling)
2. Menurut Dalton E. Mc Farland dalam bukunya, menyebut “The function of
Executive/management” (fungsi dari pimpinan/manager) terbagi ke dalam 3
fungsi, (dengan akronim POCO) yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Pengawasan (COntrolling)
3. F.W. Taylor, menyebut fungsi manager (executive) dengan akronim PDO, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pembinaan kerja (Directing)
c. Pengaturan pekerjaan (Organizing work)
Menurut Taylor, di dalam Directing ini sudah tercakup fungsi Supervising dan
Controlling seperti yang dikemukakan W.H. Newman
4. Koontz & O’Donnel, menyebut fungsi manager dengan akronim (POSDICO), yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Penyusunan pegawai (Staffing)
d. Pengendalian kerja (DIrecting)
e. Pengawasan (COntrolling)
5. John F. Mee, dalam bukunya Management Thought in a Dinamic Economy,
menyebut fungsi manajemen terdiri dari akronim POMCO, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Pemberian motivasi (Motivating)
d. Pengawasan (COntrolling)
6. Proses daripada Administrasi dan Manajemen (The process of administration and

8
management), menurut Luther Gulick, yang terkenal dengan akronim
POSDCORB, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Penyusunan pegawai (Staffing)
d. Pembinaan kerja (Directing)
e. Pengkoordinasian (COordinating)
f. Pelaporan (Reporting)
g. Penganggaran (Budgeting)
7. George Terry, dalam bukunya: Principles of Management, menyebut proses
daripada manajemen terdiri atas akronim POAC, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Penggerakan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu proses yang sistimatik berupa pengambilan keputusan
tentang pemilihan sasaran, tujuan, strategi, kebijakan, bentuk program,
pelaksanaan program dan penilaian keberhasilan. Perencanaan berarti
pengambilan keputusan menyangkut pemilihan di antara berbagai alternatif
dengan memperhitungkan perubahan apa yang terjadi (forecasting of chase).
Tanggung jawab perencanaan tidak dapat dipisahkan sama sekali daripada
penyelenggaraan manajemen (management performance), baik perencanaan
pada tongkat pimpinan atas (top managers plan), tingkat pimpinan menengah
(middle managers plan) maupun pada perencanaan pimpinan tingkat bawah
(bottom managers plan).
Pengorganisasian (Organizing).
Pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan yang diwadahkan
dalam unit kerja (organisasi), untuk melaksanakan kegiatan yang direncakan.
Pengorganissian menetapkan struktur organisasi, hubungan antara pemimpin
dan bawahan, hubungan antar unit, penugasan, pelimpahan wewenang untuk
melaksanakan pekerjaan, menentukan koordinasi, kewenangan dan hubungan
informasi baik horizontal maupun vertikal dalam struktur organisasi.

9
Struktur organisasi bukan suatu tujuan, tetapi suatu alat dalam menyelesaikan
tujuan organisasi. Struktur ini harus sesuai dengan tugas yang
menggambarkan pembatasan-pembatasan atau persetujuan-persetujuan yang
telah diletakkan pimpinan terhadap seseorang yang bekerja dalam organisasi
itu.
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (Staffing)
Staffing adalah proses pengelolaan sumber daya manusia yang bertujuan
untuk pengembangan dan pemberdayaan serta meningkatkan kemampuan,
produktifitas, dan kntribusi anggota organisasi. Staffing berkaitan dengan
penyusunan pegawai sesuai dengan jabatan yang ditetapkan dalam struktur
organisasi. Pengelolaan ini merupakan aktifitas berantai yang dimulai dari
perencanaan SDM sampai pengembangan organisasi pekerja. Untuk keperluan
ini dengan sendirinya memerlukan pesyaratan penentuan tenaga kerja untuk
suatu jabatan, inventarisasi, penilaian dan pemilihan calon untuk pengisian
jabatan tersebut. Disamping itu juga perlu dipertimbangkan tentang gaji,
latihan dan pengembangannya, baik bagi calon pegawai maupun pegawai
tetap lainnya agar dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan cara efektif.
Pembinaan kerja (Directing)
Merupakan tugas yang terus menerus di dalam pengambilan keputusan, yang
berwujud suatu perintah khusus/umum dan instruksi-instruksi, dan bertindak
sebagai pemimpin dalam suatu organisasi
Pengkoordinasian (Coordinating)
Merupakan kewajiban yang penting untuk menghubungkan berbagai kegiatan
daripada pekerjaan.
Pelaporan (Reporting)
Pelaporan adalah usaha untuk selalu mengetahui apa yang sedang dilakukan,
untuk keperluan pimpinan dan anggota organisasi maupun kelompok yang
lain, melalui system pencatatan, komunikasi informasi, penelitian dan
supervisi.
Pengawasan (Controlling)
Pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui bahwa hasil pelaksanaan
pekerjaan sedapat mungkin sesuai dengan rencana (“Seeing that the operating
resulte conform as nearly as possible to the plan”). Hal ini menyangkut

10
penentuan standar, artinya memperbandingkan antara kenyataan dengan
standard dan bila perlu mengadakan koreksi/pembetulan apabila pelaksanaan
pekerjaannya meyimpang daripada rencana.
Penganggaran (Budgeting)
Budgeting adalah usaha perencanaan anggaran, pengembangan sumber,
penghitungan , pengelolaan, dan pengawasan pembiayaan.
Penilaian (Evaluating)
Penilaian adalah kegiatan sistimatis dan terencana untuk mengukur, menilai,
dan klasifikasi pelaksanaan dan keberhasilan program. Penilaian harus
dikembangkan bersama perencanaan suatu program. Pengukuran pada
kegiatan evaluasi dilakukan pada komponen Input-Proses-Output.

1.3. Sistim Manajemen


Mengacu pada uraian di atas, maka sistim manajemen adalah suatu totalitas
yang terdiri dari subsistim-subsistim dengan atribut-atributnya yang satu sama
yang lain saliing berkaitan, saling ketergantungan satu sama lain saling berinteraksi
dan saling pengaruh mempengaruhi dalam penggunaan sumber daya secara efektif
dan efisien sehingga mempunyai peranan, sasaran, dan tujuan tertentu.
Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manajer melakukan
kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen
organisasi adalah sebuah system lain atau suatu sarana yang menerima input
manajemen berupa tujuan-tujuan , sasaran-sasaran yang ingin dicapai dan
outputnya diharapkan berupa realisasi yang sesuai dengan rencana tersebut. Dalam
sistim manajemen organisasi maka yang jadi tujuan adalah bagaimana agar tercipta
kerjasama di antara personil yang terkait dalam struktur organisasi itu.
A. Asas-asas organisasi.
1. Pembagian kerja (division of work). Prinsip pembagian kerja yang di tujukan
untuk memproduksi sesuatu dengan kualitas dan waktu yang lebih baik
dengan usaha yang sama.
2. Wewenang (authority). Hak untuk memerintah dan kekuasaan.
3. Disiplin (discipline). Harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan
dan tujuan-tujuan organisasi.
4. Kesatuan perintah (unity of command). Setiap karyawan hanya menerima

11
instruksi tentang kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan.
5. Kesatuan arah (unity of direction). Maksudnya seorang kepala dengan suatu
rencana atau sekumpulan aktivitas yang mempunyai tujuan yang sama.
6. Menomorduakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum
(subordination of individual interest to the common goals). Kepentingan
perseorangan harus tunduk pada kepentingan organisasi.
7. Pemberian upah (remuneration)/balas jasa. Kompensasi untuk pekerjaan
yang dilaksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik.
8. Sentralisasi (centralization). Adanya keseimbangan yang tepat antara
sentralisasi dan desentralisasi.
9. Rantai scalar/garis wewenang (hierarchy). Garis wewenang dan perintah
yang jelas.
10. Tertib (order). Bahan-bahan dan orang-orang harus ada pada tempat dan
waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada
posisi-posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
11. Keadilan (equity). Harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
12. Kestabilan staf (stability of staff). Tingkat perputaran tenaga kerja yang
tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.
13. Inisiatif (initiative). Bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan
dan menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin
terjadi.
14. Semangat korp (esprit de corps). “kesatuan adalah kekuatan”, pelaksanaan
operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan dan rasa memiliki
dari para anggota yang tercermin pada semangat korp.
B. Jenis organisasi
a. Democratic Decentralized (DD)
Tidak memiliki pemimpin yang permanen. Koordinator diplih untuk
menangani suatu tugas yang harus diselesaikan. Koordinator pun bias
berubah/diganti bila ada perubahan dalam pekerjaan. Keputusan yang
dibuat harus berdasarkan konsensus kelompok, bukan hanya wewenang
satu orang saja. Sifat komunikasi antar anggota di sini adalah komunikasi
horizontal, karena tidak ada istilah pimpinan dan bawahan dalam bentuk
organisasi ini.

12
b. Controlled Decentralized (CD)
Memiliki satu pemimpin utama yang menangani dan mengkoordinir
tugas-tugas utama. Terdapat pemimpin-pemimpin sekunder yang dipilih
pemimpin utama untuk mengkoordinir dan menangani sub-sub tugas
yang dibagi berdasarkan kebijakan pemimpin utama. Pengambilan
keputusan dilakukan secara bersama-sama antar anggota dalam masing-
masing sub grub. Sedangkan pengambilan keputusan antar grub
diputuskan oleh pemimpin utama.
c. Controlled Centralized (CC)
Hanya ada pimpinan utama tim di sini, semua tugas dikoordinir dan
ditangani langsung oleh pemimpin utama. Semua pengambilan
keputusan terhadap suatu masalah berada di tangan pimpinan utama.
Pimpinan utama ini pula yang menentukan anggota kelompok mana yang
harus bekerja dan tidak bekerja. Semua komunikasi tim harus melalui
pimpinan utama, karena itu sifat komunikasi dalam bentuk organisasi ini
hanya bersifat vertikal.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa sistim manajemen yang dikenal,
diantaranya paternalistik management, closed management, open management, dan
democratic management yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Paternalistik management (Manajemen bapak)
Paternalistik management adalah suatu sistim yang hanya memfokuskan
usahanya / kegiatanya kepada bapak, bapak dalam hal ini diartikan sebagai seorang
atasan organisasi, setiap usaha dan kegatan apapun karyawan (bawahan) hanya
mengerjakan apa yang diinginkan oleh atasan (bapak) baginya itulah yang paling
dianggap benar, artinya para karyawan mempertuhankan atasanya yang
dianggapnya paling pintar, benar dan mengetahuinya.
Kelebihan:
Jika pemimpin itu masih dalam kekuasaan yang wajar, maka karyawanya cepat
bergerak dan bekerja, karena hanya mendengar satu instruksi saja, dengan begitu
tujuan bisa dijalankan dengan baik.
Kelemahan:
a. Jika organisasi tersebut dipimpin oleh orang yang tidak ahli dan tidak benar
yang hanya mementingkan kekuasaan, maka karyawanya pun akan ikut

13
mencontoh dan organisasi tersebut akan hancur.
b. Kemajuan organisasi tersebut hanya berjalan di tempat, artinya tidak sukses
tapi tidak pula gagal, karena bawahannya tergantung pada satu perintah saja,
tanpa didukung oleh kreativitas bawahanya.
c. Jika terjadi pergantian pemimpin, pemimpin yang baru akan susah beradaptasi
dengan pola organisasi tersebut, karena para karyawanya masih menganut
struktur organisasi yang ada, yang telah diwariskan atau diperintahkan oleh
pemimpin yang lama.
Closed Management (Manajemen tertutup)
Manajemen tertutup adalah suatu sistim yang setiap kegiatan, dan keadaan
organisasi tidak diberitahukan kepada siapapun, baik itu rekan bisnis ataupun
bawahanya sekalipun. Manajer tidak menginformasikan apakah organisasinya
tersebut untung atau rugi, yang diketahui oleh karyawanya hanyalah mengerjakan
apa yang diperintahkan, keputusan yang diambil dalam setiap tindakan tanpa
melibatkan partisipasi dan musyawarah dari bawahanya.
Kelebihan:
a. Privacy dan keadaan organisasi hanya diketahui oleh pemimpin dan
sekretarisnya saja sehingga sangat terjamin.
b. Pengambilan keputusan lebih cepat dan tidak memerlukan waktu lama.
c. Organisasi lain tidak dapat mengetahui keadaan organisasi tersebut.
Kelemahan:
a. para karyawan tidak mengetahui apakah untung dan rugi organisasi tersebut.
b. ketika terjadi masalah dan tidak dapat dipecahkan, maka yang menanggung
beban tersebut hanyalah pemimpin saja, sehingga terasa berat dan sulit untuk
diselesaikan karena tidak ada yang membantu memikulnya.
c. tidak adanya penerus-penerus yang berbakat yang dianggap mampu
melanjutkan tongkat estafet organisasi tersebut.
d. bawahan hanya bersikap masa bodoh dan tidak mau ambil pusing dengan apa
yang terjadi terhadap organisasinya sehingga tidak menimbulkan rasa
kebersamaan.
e. tidak dapat memicu kreativitas karyawanya, karena ia tidak melihat hasil dari
kerja kerasnya, apakah hasilnya optimal atau kurang optimal untuk melanjutkan
organisasinya.

14
3. Open management (Manajemen terbuka)
Open management adalah manajer lebih terbuka kepada bawahanya, ia
menginformasikan karayawanya apa yang harus diketahui oleh bawahannya. tapi
tetap pada batasan-batasan tertentu. Rahasia organisasi pun tidak disampaikan
pada seluruh golongan dan kedudukan bawahan tersebut, artinya jika ia masih
golongan bawah, rahasia organisasi pun yang tidak diketahui hanya sedikit, dan
sebaliknya.
Kebaikan:
a. para bawahan ikut memikirkan kondisi-kondisi organisasinya.
b. para bawahan sudah mengetahui kerangka organisasi tersebut sehingga yakin
dengan keputusan yang akan diambil.
c. para bawahan akan memacu kreativitasnya untuk memberikan yang terbaik.
d. para bawahan merasa mendapat pendidikan dan pengarahan sehingga terjadi
pembentukan generasi yang terampil.
e. menimbulkan persaingan yang sehat antara bawahan, sehingga mereka
berlomba lomba menunjukan hasil kerja yang optimal.
f. akan menimbulkan sikap kerja sama, saling tolong menolong, danx sikap rasa
kebersamaan yang harmonis antar bawahan.
g. bawahan atau karyawan akan merasa sepenanggungannya terhadap apa yang
dialami organisasi tersebut. secara tidak langsung menimbulkan sikap berat
sama dipikul, ringan sama dijinjing.
h. tidak menimbulkan sifat buruk sangka, dan sifat diskriminasi terhadap
pemimpinnya.
Kelemahan:
a. pengambilan keputusan terkesan lambat dan tidak mayakinkan.
b. rahasia organisasi tidak terjamin, karena memungkinkan ada salah satu pihak
yang membocorkannya, yang menginginkan organisasi tersebut hancur dan
bangkrut.
c. kecakapan dan kepemimpinan manajer akan lebih mudah diketahui oleh seluruh
bawahannya sehingga wibawanya sebagai seorang pemimpin akan berkurang.
d. akan timbul sikap penilaian positif atau negatif terhadap pola pikir dan tingkah
laku pemimpinnya.
4. Democratic Management (Manajemen Demokrasi)

15
Manajemen demokrasi adalah sistim dimana seluruh bawahan didengar
aspirasi dan kririkannya terhadap suatu organisasi yang dianggap membangun.
Kelebihan:
a. keputusan yang diambil dapat meyakinkan, lebih baik dan berguna karena
keputusan dari banyak pihak.
b. tidak adanya sikap penguasa dan yang disukai.
c. adanya sikap tanggung jawab dari berbagai pihak yang bersangkutan.
d. struktur dan kerangka organisasi diketahui oleh kalangan umum.
Kelemahan:
a. membutuhkan biaya yang banyak, sehingga boros dari segi keuangan dan waktu
yang lama.
b. adanya sikap minoritas dan mayoritas dalam pengumpulan pendapat.
c. menimbulkan sikap siapa yang menang dan kalah pada saat beragumentasi dan
saling menyalahkan.
Berdasarkan beberapa sistim manajemen tersebut, pada dasarnya semua
diterapkan dalam suatu organisasi, karena masing-masing sistim tersebut memiliki
kelebihan yang jika dikumpulkan dan dapat dijalankan dengan baik, maka akan
mengahasilkan suatu keberhasilan organisasi yang ingin dicapai dengan sempurna.
tapi kembali lagi kepada individu yang menjalankan dan menerapkan sistim ini
diorganisasinya. Jika pemiimpin menganggap sistim ini sebagai sebuah tanggung
jawab, maka organisasi akan sukses dan maju. Sebaliknya jika pemimpin tersebut
menganggap sistim ini sebagai jalan untuk mendapatkan kekuasaan, maka
organisasi tersebut tidak akan bertahan lama.
Sistim manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu kerangka proses dan
prosedur yang digunakan untuk memastikan apakah organisasi pelayanan
kesehatan dapat memenuhi standar dan menjalankan tugasnya untuk mencapai
tujuan organisasi. Tujuan dari suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat berupa
memenuhi persyaratan kualitas pelanggan, mematuhi peraturan baik peraturan
pemerintah, undang-undang Negara ataupun peraturan dari pelanggan dan
mencapai tujuan/tanggung jawab terhadap aspek lingkungan hidup.
Sistim manajemen yang diterapkan oleh suatu organisasi pelayanan
kesehatan secara efektif dapat membantu untuk:
1. Mengurangi risiko dalam lingkungan, sosial dan keuangan.

16
2. Meningkatkan kinerja operasional
3. Menurunkan biaya.
4. Meningkatkan kepuasan pelanggan/konsumen/pasien dan investor.
5. Melindungi merek dan reputasi organisasi
6. Menghindari rintangan atau hambatan dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan
7. Adanya perkembangan yang berkesinambungan (continuous Improvement)
8. Mendorong Inovasi
Secara operasional, terdapat 4 elemen utama dalam sistim manajemen
pelayanan kesehatan yaitu: Plan (merencanakan), Do (melakukan), Check
(memeriksa), dan Act (menindaklanjuti) atau sering disingkat dengan PDCA. Sistim
manajemen ini mengacu pada peraturan dan standar yang dikeluarkan oleh badan
internasional maupun Pemerintah suatu Negara.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.1. Sistim Manajemen

17
BAB II
SISTIM DAN HIRARKHI PELAYANAN KESEHATAN
2.1. Sistim Pelayanan Kesehatan
2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dinyatakan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu
menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Selain itu, pengertian
pelayanan “service” dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that
provides something that the public needs, organized by the government or a private
company”. Oleh karena itu, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistim yang
menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat termasuk di bidang pelayanan
kesehatan.
Definisi pelayanan kesehatan menurut beberapa ahli:
1) Pusdokkes Polri:
Pelayanan Kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang
ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang
optimal / setinggi-tingginya.
2) Soekidjo Notoatmojo
Pelayanan Kesehatan adalah sebuah sub sistim pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
3) Levey dan Loomba
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.
4) Depkes RI
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun
masyarakat.

18
5) Azrul Azwar
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.
Mengacu pada batasan di atas, mudah dipahami bahwa ada beberapa bentuk
dan jenis pelayanan kesehatan, karena semuanya ini ditentukan oleh:
a. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
b. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan
atau kombinasinya.
Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas 2 (dua), yaitu:
1. Pelayanan kedokteran, yaitu pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu pelayanan kesehatan yang termasuk
dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Adapun perbedaan pelayanan kedokteran dengan pelayanan kesehatan
masyarakat adalah sebagai berikut:

19
No. Pelayanan Kedokteran Pelayanan Kesehatan Masyarakat
1. Tenaga pelaksaannya adalah Tenaga pelaksanaanya terutama ahli
tenaga para dokter kesehatan masyarakat
2. Perhatian utamanya adalah Perhatian utamanya pada pencegahan
penyembuhan penyakit penyakit
3. Sasaran utamanya adalah Sasaran utamanya adalah masyarakat
perseorangan atau keluarga secara keseluruhan
4. Kurang memperhatikan efisiensi Selalu berupaya mencari cara yang
efisien
5. Tidak boleh menarik perhatian Dapat menarik perhatian masyarakat
karena bertentangan dengan etika
kedokteran
6. Menjalankan fungsi perseorangan Menjalankan fungsi dengan
dan terikat undang-undang mengorganisir masyarakat dan
mendapat dukungan undang-undang
7. Penghasilan diperoleh dari imbal Pengasilan berupa gaji dari pemerintah
jasa
8. Bertanggung jawab hanya kepada Bertanggung jawab kepada seluruh
penderita masyarakat
9. Tidak dapat memonopoli upaya Dapat memonopoli upaya kesehatan
kesehatan dan bahkan mendapat
saingan
10. Masalah administrasi sangat Mengadapi berbagai persoalan
sederhana kepemimpinan

Oleh sebab itu, upaya kesehatan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian
besar, yaitu :
a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yaitu setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya
masalah kesehatan di masyarakat.
b. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), yaitu setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan.

2.1.2. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan


Sistim pelayanan kesehatan merupakan jaringan pelayanan interdisipliner,
komprehensif, dan kompleks, terdiri dari aktivitas diagnosis, treatmen, rehabilitasi,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan untuk masyarakat pada seluruh kelompok
umur dan dalam berbagai keadaan. Berbagai sistim pelayanan kesehatan meliputi:
pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit-rumah sakit, klinik-klinik medikal,
organisasi-organisasi pemeliharaan kesehatan, lembaga kesehatan rumah,

20
perawatan dalam rumah, klinik-klinik kesehatan mental, dan pelayanan-pelayanan
rehabilitasi. Walaupun demikian, sistim pelayanan kesehatan dapat dikategorikan
ke dalam 2 (dua) jenis orientasi, yaitu yang menitikberatkan pada pelayanan kuratif
dan yang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif.
Pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
pokok yang berpengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap
penggunaan ulang pelayanan kesehatan. Syarat-syarat tersebut, antara lain:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dan dapat diakses masyarakat
(acceptable) serta bersifat berkesinambungan (sustainable), artinya bahwa
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit
ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat
dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar
Dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan
kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan kenyakinan , adat
istiadat, kebudayaan masyarakat serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu
keadaan pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai
Mudah dicapai (accessible) yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.
Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik
maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Bila
fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang
tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan.
4. Terjangkau
Terjangkau (affordable) yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya untuk
dapat mewujudkan harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebahagian masyarakat saja, bukan
pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu

21
Bermutu (quality) yang dimaksud disini menunjukkan pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak
dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara
penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

2.1.3. Bentuk Pokok Sistim Pelayanan Kesehatan


Bentuk pokok sistim pelayanan kesehatan suatu negara sangat bervariasi
tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistim tersebut. Faktor yang
dimaksud bermacam-macam di antaranya :
1. Peranan unsur pembentuk sistim pelayanan kesehatan
Terbentuknya sistim kesehatan ditentukan oleh 3 (tiga) unsur utama:
a. Pemerintah, yang bertanggungjawab dalam merumuskan berbagai
kebijakan pemerintah termasuk di bidang pelayanan kesehatan
b. Masyarakat, mereka yang mendapatkan pelayanan kesehatan
c. Penyedia pelayanan, yang bertanggungjawab langsung dalam
menyelenggarakan berbagai pelayanan kesehatan.
2. Sistim kesehatan negara di dunia dapat dibedakan atas 3 (tiga) hal:
 Monopoli pemerintah, peranan pemerintah sangat dominan dan monopoli
seluruh upaya kesehatan. Dalam hal ini tidak ada pelayanan kesehatan
swasta, dan bentuk seperti ini ditemukan pada beberapa negara sosialis
 Dominasi pemerintah, peranan pemerintah tetap dominan tetapi tidak
memonopoli seluruh upaya kesehatan. Pihak swasta diberi peluang
menyelenggarakan upaya kesehatan, tetapi peranannya tidak begitu besar.
Bentuk seperti ini banyak ditemukan di Negara berkembang termasuk
Indonesia.
 Dominasi swasta, peranan pemerintah hanya terbatas pada upaya
kesehatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, sedangkan
upaya kesehatan lainya diserahkan pada pihak swasta dan pihak swasta
mendominasi upaya kesehatan tersebut. Bentuk seperti ini banyak
ditemukan di beberapa negara Liberal.
3. Pemanfaatan sumber daya, tata cara dan kesanggupan
Sistim kesehatan ditinjau dari pemanfaatan sumber, tata cara, dan kesanggupan
maka sistim kesehatan dapat dibedakan atas :

22
a. Sistim kesehatan yang telah memanfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi
secara optimal. Bentuk ini ditemukan di negara maju.
b. Sistim kesehatan yang baru saja disentuh oleh kemajuan ilmu dan
teknologo. Bentuk ini ditemukan di negara berkembang.
c. Sistim kesehatan yang sama sekali belum disentuh oleh kemajuan ilmu dan
teknologi. Bentuk ini ditemukan di negara sangat terbelakang.
4. Unsur pokok sistim kesehatan
Sistim kesehatan seharusnya memiliki tiga syarat pokok :
a) Organisasi pelayanan, suatu sistim kesehatan harus memiliki kejelasan
dalam organisasi mengenai tugas pokok dan fungsi organisasi
b) Organisasi pembiayaan, suatu sistim kesehatan harus memilki kejelasan
pembiayaan mengenai jumlah, mobilisasi dana, dan sumber dana.
c) Mutu pelayanan dan pembiayaan
d) Syarat terakhir yang harus di penuhi oleh suatu sistim kesehatan yang baik
ialah terjaminnya mutu pelayanan dan pembiayaan kesehatan (quality of
service and finance). Mutu yang di maksud disini ialah disatu pihak yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kesehatan dan
dipihak lain yang sesuai pula dengan situasi dan kondisi social ekonomi
masyarakat.
5. Subsistim dalam sistim kesehatan
Karena mutu pelayanan kesehatan pada dasarnya termasuk organisasi dalam
pelayanan dan mutu pembiayaan termasuk pula dalam organisasi pembiayaan
dan masing-masing dapat berdiri sendiri, maka dalam praktek sehari-hari
sistim kesehatan sering dibedakan atas dua subsistim saja yakni :
a. Subsistim pelayanan kesehatan
Adapun yang dimaksud dengan subsistim pelayanan kesehatan disini ialah
yang menunjuk kepada kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
upaya kesehatan yang diselengggarakan dalam satu Negara.
b. Subsistim pembiayaan kesehatan
Adapun yang dimaksud dengan subsistim pembiayaan kesehatan disini
ialah yang menunjuk kepada kesatuan yang utut dan terpadu dari
pembiayaan upaya kesehatan yang berlaku dalam suatu Negara.

23
Sistim pelayanan kesehatan yang baik ialah apabila memiliki kedua
subsistim tersebut. Mengikuti cara berpikir yang seperti ini maka pembagian sistim
kesehatan secara sederhana dapat di gambarkan pada bagan di atas. Ciri-ciri sistim
kesehatan di Amerika Serikat dan Indonesia
Sub Sistim Amerika serikat Indonesia

PELAYANAN  Jenis, bentuk, jumlah, dan  Jenis, bentuk, jumlah, dan


KESEHATAN penyebarannya tidak di atur penyebarannya
dengan jelas. mendapatkan pengaturan
 Tidak jelas pembagian tugas  Jelas pembagian tugas
dan tidak jelas hubungan dan jelas hubungan
antara yang satu dengan antara yang satu dengan
yang kainnya. yang kainnya.
 Mutu pelayanan telah  Mutu pelayanan belum
memuaskan. memuaskan.
PEMBIAYAAN
KESEHATAN  Jumlah penyebaran dan  Jumlah penyebaran dan
pemanfaatan dana telah pemanfaatan dana belum
memuaskan. memuaskan.
 Telah terdapat mekanisme  Belum terdapat
pembiayaan yaksi melalui mekanisme pembiayaan.
sistim asuransi.

Dalam uraian ini dapat disimpulkan jika ditinjau dari subsistim pelayanan
kesehatan, sistim kesehatan di Indonesia lebih baik daripada di Amerika Serikat.
Sebaliknya, jika ditinjau dari subsistim pembiayaan kesehatan, sistim kesehatan di
Indonesia masih terbelakang daripada di Amerika Serikat.

2.2. Hirarkhi Pelayanan Kesehatan


2.2.1. Jenis Pelayanan Kesehatan
Jenis pelayanan kesehatan dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sebagai
berikut:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary health care)
Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan
dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh: dokter umum (tenaga medis)
dan tenaga pararamedis. Pelayanan kesehatan primer (primary health care),
atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling
depan, yang pertama sekali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami

24
gangguan kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya
ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan,
serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan
kesehatan ini sifatnya berobat jalan (ambulatory services). Diperlukan untuk
masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan
kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas
perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di
balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama. Dalam keadaan
tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat
pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary health care)
Pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan
subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier
(secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat
memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai
tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit kelas D sampai dengan rumah sakit
kelas A. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh: Dokter Spesialis dan Dokter
Subspesialis terbatas. Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau
pelayanan rawat (inpantient services). Diperlukan untuk kelompok masyarakat
yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan primer. Contoh: Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit
kelas D. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.
c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary health care)
Pelayanan Kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta
subspesialis luas. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh: dokter subspesialis dan
dokter subspesialis luas. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan
pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Diperlukan untuk
kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan sekunder. Contohnya: Rumah Sakit kelas A dan Rumah
sakit kelas B. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga menggunakan pengetahuan

25
dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Sistim Rujukan Berjenjang

2.2.2. Sistim Rujukan Pelayanan Kesehatan


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun
2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, disebutkan bahwa
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Dalam sistim rujukan, pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang,
sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya
dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat
pertama. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Sistem Kesehatan Nasional membedakan sistim rujukan menjadi dua macam
yakni:
1) Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan

26
peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).
Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana,
dan operasional. Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman,
pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.
Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya
pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif).
Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional.
2) Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku
untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan
kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan. Rujukan medik yaitu
pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik
secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu
menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain:
(a) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan
operatif dan lain-lain.
(b) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
(c) Transfer of knowledge/ personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu
layanan setempat.
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk
pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:
1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut
pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang
akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu
menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana
kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan

27
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan
pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakaijasa pelayanan Jika ditinjau dari
sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat
yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat
dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas
fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas
jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti
semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan
dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau
meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas
dan kewajiban tertentu.
Sistim rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan
primer.
Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk
langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan
diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di fasilitas kesehatan tersier.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan

28
yang berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
Pelayanan oleh bidan dan perawat:
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat
darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar
kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat
pertama
Selain itu, dikenal juga istilah “Rujukan Parsial”. Rujukan parsial adalah
pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam
rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu
rangkaian perawatan pasien di Fasilitas kesehatan tersebut.
Rujukan parsial dapat berupa:
a. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
b. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Dalam prakteknya, masalah yang paling mendasar pada hirarki sistim
pelayanan kesehatan di Indonesia adalah tidak berjalannya fungsi dari masing-
masing pelayanan tersebut. Di Indonesia praktik dari teori hirarki sistim pelayanan
kesehatan tidak ada. Sebagai contoh, yang seharusnya kegiatan promotif dan
preventif dapat dilakukuan sendiri di masyarakat tetapi pada kenyataannya, hal
tersebut melibatkan peran serta tenaga kesehatan dalam pemenuhannya. Hal
tersebut jelas tidak sesuai, karena fungsi dari hirarki dasar yaitu dapat memenuhi
kegiatan promotif dan preventif secara mandiri dan bisa menghilangkan penyebab

29
dasar dari penurunan tingkat kesehatan pada masyarakat. Hal tersebut terjadi
karena antara lain:
1) Kurangnya informasi di masyarakat
Kurangnya informasi sangat mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang
pentingnya tindakan promotif dan preventif. Hal ini harus dilakukan agar
tercipta kesejahteraan di masyarakat serta terpenuhi fungsi dari peran
masyarakat sebagai primary health care. Kurangnya pendidikan di masyarakat
juga dapat menjadi penyebab kurangnya informasi.
2) Faktor budaya di masyarakat
Kebanyakan masyarakat kita masih memegang teguh nilai-nilai budaya yang
belum terbukti kebenaran dan rasionalnya. Terkadang hanya karena “warisan
nenek moyang” dan itu turun temurun dipercaya oleh generasi berikutnya.
Sehingga menyebabkan ketidaktahuan dan kesalahpahaman terhadap suatu
penyakit. Misalnya, masyarakat kita sering mengatakan serangan jantung
sebagai angin duduk. Padahal dalam dunia kesehatan tidak pernah mengenal
istilah angin duduk. Sama halnya dengan penyakit masuk angin dan panas
dalam, di dalam dunia kesehatan tidak pernah mengenal istilah penyakit seperti
itu.
Peran Puskesmas sebagai primary health care juga mulai dilupakan dalam
masyarakat sekarang ini. Hal ini terjadi karena pelayanan di Puskesmas tidak sesuai
dan tidak memuaskan. Beberapa faktor penyebabnya adalah:
1) Pelaksana pelayanan kesehatan
Di puskesmas segala tindakan keperawatan, pengobatan, penyuluhan,
pemeliharaan dan pengelolaan kebanyakan dilakukan oleh perawat seutuhnya.
Peran para medik lain seperti dokter sudah tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya. Jadi, dalam segala tindakan medis di Puskesmas diambil alih dan
dikerjakan perawat secara mandiri.
2) Standar pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan di Puskesmas belum memenuhi standar. Sebagai contoh,
keterbatasan alat-alat medis dan obat-obatan yang tersedia serta tenaga ahli
yang kurang memadai. Sehingga masyarakat lebih senang berobat langsung ke
Rumah Sakit dan sejenisnya.
Peran dari masing-masing sistim pelayanan kesehatan mulai dilupakan dan

30
ditinggalkan. Pada kenyataannya masyarakat langsung menuju ke Rumah Sakit (RS)
sebagai secondary health care dalam pemenuhan kebutuhan akan kesehatan.
Masyarakat sudah tidak pernah memperhatikan runtutan sistim pelayanan lagi.
Yang seharusnya dimulai dari masyarakat, puskesmas, RS Kabupaten, RS Propinsi,
RS Tipe A atau B sebagai top rujukan. Masyarakat biasanya langsung menuju pada
RS Kabupaten. Biasanya masyarakat langsung menuju pada RS Kabupaten dalam
memenuhi kebutuhan akan kesehatannya. Oleh sebab itu salah yang dilakukan
adalah dengan ketentuan Akreditasi.

31
BAB III
ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN
3.1. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan suatu fasilitas
yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan
kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik,
terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan
melahirkan.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Oleh sebab itu Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit
publik dan Rumah Sakit privat. Rumah Sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai

32
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah
Sakit privat. Rumah Sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah
Sakit umum terdiri atas :
a. Rumah Sakit umum kelas A;
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga
belas) subspesialis.
Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A meliputi :
a) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Pelayanan Medik Dasar,
pelayanan Medik Gigi Mulut, dan Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak/
Keluarga Berencana
b) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 (dua puluh empat) jam dan 7 (Tujuh) hari seminggu dengan kemapuan
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
c) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obsteri dan Ginekologi.
d) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik, dan Patologi Anatomi.
e) Pelayanan Medik Spesialis lain sekurang kurangnya terdiri dari Pelayanan
Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung, Pembuluh Darah, Kulit
dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah
Plastik dan Kedokteran Forensik.
f) Pelayaan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi,/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti, Pedodonsi, dan
Penyakit Mulut
g) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari Pelayanan Asuhan
Keperawatan dan Asuhan Kebidanan.

33
h) Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Obsteri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung
Tenggorokan,Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa,
Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.
i) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah,
Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
j) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari Pelayanan Laundry/Linen, Jasa
Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah,
Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam
Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih
Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis tingkat pelayanan, di
bawah ini akan dijelaskan mengenai tenaga kesehatan di tipa jenis dan tingkat
pelayanan pada Rumah Sakit Umum tipe A :
a) Pada Pelayanan Medik Dasar minimala harus ada 18 orang dokter umum dan
4 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
b) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 6
orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap
c) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minmal
3 orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap
d) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3
orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap
e) Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut harus ada masing-masing
minmal 1 orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap
f) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2
orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 orang dokter subspesialis
sebagai tenaga tetap
g) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan Rumah Sakit
h) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit
Sarana Prasaranan an peralatan yang ada di Rumah Sakit Umum kelas A harus

34
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Menteri. Peralatan radiologi dan
kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Kelas A harus memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Umum tipe A minimal terdapat 400 buat
tempat tidur. Sedangkan dari segi administrasi dan manajemen di Rumah Sakit
Umum kelas A terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi di Rumah sakit Umum Kelas A paling sedikit terdiri atas kepala
rumah sakit atau direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medik, unsur
keperawatan, unsur penungjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tata laksana meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan,
stanndar operasinal prosedur(SPO), sistim Informasi Mananjemen Rumah Sakit
(SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.
Contoh : RSU Dr Cipto Mangunkusumo dan RSU H Adam Malik Medan.
b. Rumah Sakit umum kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
Kriteria, fasilitas dan Kemampuan Rumah Sakit Kelas B meliputi:
a) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Pelayanan Medik Dasar,
pelayanan Medik Gigi Mulut, dan Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak/
Keluarga Berencana
b) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 (dua puluh empat) jam dan 7 (Tujuh) hari seminggu dengan kemapuan
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
c) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obsteri dan Ginekologi.
d) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik.
e) Pelayanan Medik Spesialis lain sekurang kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga
belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf,
Jantung, Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru,

35
Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.
f) Pelayaan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi,/Endodonsi, Periodonti
g) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari Pelayanan Asuhan
Keperawatan dan Asuhan Kebidanan.
h) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah,
Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
i) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari Pelayanan Laundry/Linen, Jasa
Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah,
Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam
Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis tingkat pelayanan, di
bawah ini akan dijelaskan mengenai tenaga kesehatan di jenis dan tingkat
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Kelas B :
a) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12 orang dokter umum dan
3 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
b) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 3
orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap
c) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing
minimal 2 orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter
spesialis sebagai tenaga tetap
d) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 1
orang dokter spesialis setiap pelayan dengan 4 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda
e) Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut harus ada masing-masing
minimal 1 orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap
f) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 1
orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 orang dokter subspesialis
sebagai tenaga tetap
g) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan Rumah Sakit
h) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit

36
Sarana Prasaranan an peralatan yang ada di Rumah Sakit Umum kelas B harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Menteri. Peralatan yang dimiliki
oleh Rumah sakit kelas B harus memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh
Menteri. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Kelas
B harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Umum kelas B minimal terdapat 200 buat
tempat tidur. Sedangkan dari segi administrasi dan manajemen di Rumah Sakit
Umum kelas A terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi di Rumah sakit Umum Kelas A paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medik, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tata laksana meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan,
stanndar operasinal prosedur(SPO), sistim Informasi Mananjemen Rumah Sakit
(SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.
Contoh : RSU Persahabatan dan RSU Dr Pirngadi Medan.
c. Rumah Sakit umum kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4
(empat) spesialis penunjang medik.
Kriteria, fasilitas dan kemampuan kelas C meliputi :
a) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Pelayanan Medik Dasar,
pelayanan Medik Gigi Mulut, dan Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak/
Keluarga Berencana
b) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 (dua puluh empat) jam dan 7 (Tujuh) hari seminggu dengan kemapuan
melakukan pemeriksaan kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi
dan stabilisasi sesuai dengan standar.
c) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obsteri dan Ginekologi.
d) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik.
e) Pelayaan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan

37
f) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari Pelayanan Asuhan
Keperawatan dan Asuhan Kebidanan.
g) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah,
Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
h) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari Pelayanan Laundry/Linen, Jasa
Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah,
Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran,
Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis tingkat pelayanan,
dibawah ini akan dijelaskan mengenai tenaga kesehatan di jenis dan tingkat
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Kelas C :
a) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 orang dokter umum dan 2
orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
b) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 2
orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
c) Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masing-masing minimal 1
orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
d) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan Rumah Sakit
e) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit
Sarana Prasarana dan peralatan yang ada di Rumah Sakit Umum kelas C harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Menteri. Peralatan yang dimiliki
oleh Rumah sakit kelas C harus memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh
Menteri. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Kelas
C harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Umum kelas C minimal terdapat 100 buah
tempat tidur. Sedangkan dari segi administrasi dan manajemen di Rumah Sakit
Umum kelas C terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi di Rumah sakit Umum Kelas C paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan

38
internal, serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tata laksana meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan,
stanndar operasinal prosedur(SPO), sistim Informasi Mananjemen Rumah Sakit
(SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.
Contoh : RS Grand Medistra Lubuk Pakam dan RS Sari Mutiara Lubuk Pakam.
d. Rumah Sakit umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar
Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D meliputi :
a) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Pelayanan Medik Dasar,
pelayanan Medik Gigi Mulut, dan Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak/
Keluarga Berencana
b) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemapuan
melakukan pemeriksaan kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi
dan stabilisasi sesuai dengan standar.
c) Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat)
jenis pelayanan medik dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah, Obsteri dan Ginekologi.
d) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu Laboratorium dan Radiologi .
e) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari Pelayanan Asuhan
Keperawatan dan Asuhan Kebidanan.
f) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari High Care Unit, Pelayanan Darah,
Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
g) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari Pelayanan Laundry/Linen, Jasa
Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah,
Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran,
Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis tingkat pelayanan,
dibawah ini akan dijelaskan mengenai tenaga kesehatan di jenis dan tingkat
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Kelas D :
a) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 4 orang dokter umum dan 1
orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

39
b) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 1
orang dokter spesialis dari 2 jenis pelayaanan spesialis dasar dengan 1 orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
c) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan Rumah Sakit
d) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit
Sarana Prasaranan an peralatan yang ada di Rumah Sakit Umum kelas D harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Menteri. Peralatan yang dimiliki
oleh Rumah sakit kelas D harus memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh
Menteri. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Kelas
D harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jumlah tempat tidur di Rumah Sakit Umum kelas D minimal terdapat 50 buah
tempat tidur. Sedangkan dari segi administrasi dan manajemen di Rumah Sakit
Umum kelas A terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur
organisasi di Rumah sakit Umum Kelas A paling sedikit terdiri atas Kepala
Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medik, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan
internal, serta administrasi umum dan keuangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tata laksana meliputi tata laksana organisasi, standar pelayanan,
stanndar operasinal prosedur(SPO), sistim Informasi Mananjemen Rumah Sakit
(SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.
Contoh : RSU Lukas Hilisimaetano, Kabupaten Nias Selatan.
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada suatu bidang dan jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/Per/III/2010 jenis rumah
sakit khusus antara lain Rumah Sakit ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi,
Paru, Jiwa, Jiwa, Kusta, Mata, ketergantungan Obat, Strok, Penyakit Infeksi, bersalin,
Gigi dan Mulut, rehabilitasi medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, ginjal, kulit
dan Kelamin.
Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai

40
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
b. Rumah Sakit khusus kelas B;
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
Indonesia.Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.

3.2. Pusat Kesehatan Masyarakat


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di
wilayah kerjanya.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang:
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat;
b. mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu;
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan

41
masyarakat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/ SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Unit Pelaksana Teknis.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan.
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dilimpahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan kemampuannya, antara lain kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang Kesehatan Kabupaten/Kota dan upaya yang secara spesifik
dibutuhkan masyarakat setempat (local sepcific).
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing Puskesmas
tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi Puskesmas dapat dijabarkan

42
sebagai berikut:
1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif) tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit
(kuraitf) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
2) Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan
masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah
rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan

43
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, prinsip penyelenggaraan Puskesmas
meliputi:
a. Paradigma sehat
Berdasarkan prinsip paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh
pemangku kepentingan berpartisipasi dalam upaya mencegah dan mengurangi
risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
b. Pertanggungjawaban wilayah
Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan
dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat
Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong
kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Ketersediaan akses pelayanan kesehatan
Berdasarkan prinsip ketersediaan akses pelayanan kesehatan, Puskesmas
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan
status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna
Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f. Keterpaduan dan kesinambungan.
Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas
mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas

44
program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung
dengan manajemen Puskesmas.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Dalam hal ini
Puskesmas mengintegrasikan program yang dilaksanakannya dengan pendekatan
keluarga. Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas
mengintegrasikan program untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi
keluarga.
Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas memiliki fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di
wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan
masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama
dengan pimpinan wilayah dan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap institusi, jaringan pelayanan
Puskesmas dan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat;
f. melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. memberikan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada keluarga, kelompok,
dan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, sosial,
budaya, dan spiritual;
i. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan;
j. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat kepada dinas

45
kesehatan daerah kabupaten/kota, melaksanakan sistem kewaspadaan dini,
dan respon penanggulangan penyakit;
k. melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga; dan
l. melakukan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama
dan rumah sakit di wilayah kerjanya, melalui pengoordinasian sumber daya
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.
Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP tingkat
pertama di wilayah, Puskesmas berwenang untuk:
a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, bermutu, dan holistik yang mengintegrasikan faktor
biologis, psikologi, sosial, dan budaya dengan membina hubungan dokter –
pasien yang erat dan setara;
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berpusat pada individu, berfokus
pada keluarga, dan berorientasi pada kelompok dan masyarakat;
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan kesehatan,
keamanan, keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan lingkungan kerja;
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan penyelenggaraan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia Puskesmas;
i. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan; dan
j. melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada
kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan:
a. karakteristik wilayah kerja
b. kemampuan pelayanan.

46
Berdasarkan karakteristik wilayah kerja, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan
Puskesmas kawasan perkotaan merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya
meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria
kawasan perkotaan sebagai berikut:
(1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh per seratus) penduduknya pada sektor
non agraris, terutama industri, perdagangan, dan jasa;
(2) memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2
km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, atau hotel;
(3) lebih dari 90% (sembilan puluh per seratus) rumah tangga memiliki listrik;
dan/atau
(4) terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) memprioritaskan pelayanan UKM;
(2) pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
(3) pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat;
(4) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring Puskesmas; dan
(5) pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.
b. Puskesmas kawasan perdesaan
Puskesmas kawasan perdesaan merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya
meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria
kawasan perdesaan sebagai berikut:
(1) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh per seratus) penduduk pada sektor
agraris atau maritim;
(2) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak
memiliki fasilitas berupa hotel;
(3) rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (sembilan puluh per seratus);
dan

47
(4) terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perdesaan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
b. pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
c. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring Puskesmas; dan
d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat perdesaan.
c. Puskesmas kawasan terpencil
d. Puskesmas kawasan sangat terpencil
Puskesmas kawasan terpencil dan Puskesmas kawasan sangat terpencil
memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan terpencil dan
sangat terpencil memilikikarakteristik sebagai berikut:
(1) memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi
Tenaga Kesehatan;
(2) dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan
kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan;
(3) pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal;
(4) pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
(5) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring Puskesmas; dan
(6) pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus
pulau/cluster dan/atau pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan
aksesibilitas.
Kategori Puskesmas harus ditetapkan oleh bupati/wali kota. Puskesmas
dapat berada di daerah perbatasan dengan negara lain.
Berdasarkan kemampuan pelayanan, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas nonrawat inap
Puskesmas nonrawat inap merupakan Puskesmas yang menyelenggarakan

48
pelayanan rawat jalan, perawatan di rumah (home care), dan pelayanan gawat
darurat.
b. Puskesmas rawat inap
Puskesmas nonrawat inap dapat menyelenggarakan rawat inap pada pelayanan
persalinan normal.
Puskesmas rawat inap merupakan Puskesmas yang diberi tambahan sumber
daya sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan rawat inap pada pelayanan persalinan normal dan pelayanan
rawat inap pelayanan kesehatan lainnya.
Pelayanan persalinan normal harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Puskesmas yang dapat menjadi Puskesmas rawat inap merupakan Puskesmas di
kawasan perdesaan, kawasan terpencil dan kawasan sangat terpencil, yang jauh
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan rujukan tingkat lanjut.
Puskesmas menyelenggarakan UKM tingkat pertama dan UKP tingkat
pertama yang dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. UKM tingkat
pertama dan UKP tingkat pertama harus diselenggarakan untuk pencapaian:
a. standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan
b. Program Indonesia Sehat
c. kinerja Puskesmas dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
UKM tingkat pertama meliputi UKM esensial dan UKM pengembangan. UKM
esensial meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan
b. pelayanan kesehatan lingkungan
c. pelayanan kesehatan keluarga
d. pelayanan gizi
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
UKM pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang
kegiatannya bersifat inovatif dan/atau disesuaikan dengan prioritas masalah
kesehatan, kekhususan wilayah kerja, dan potensi sumber daya yang tersedia di
Puskesmas.
UKP tingkat pertama dilaksanakan oleh dokter, dokter gigi, dan dokter
layanan primer, serta Tenaga Kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensi dan

49
kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokter,
dokter gigi, dan dokter layanan primer, serta Tenaga Kesehatan lainnya dalam
memberikan pelayanan kesehatan UKP tingkat pertama harus dilakukan sesuai
dengan standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan etika profesi.
Pelayanan kesehatan dilakukan dalam bentuk:
a. rawat jalan, baik kunjungan sehat maupun kunjungan sakit
b. pelayanan gawat darurat
c. pelayanan persalinan normal
d. perawatan di rumah (home care) dan/atau
e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
Dalam melaksanakan UKM dan UKP, Puskesmas harus menyelenggarakan
kegiatan:
a. manajemen Puskesmas;
b. pelayanan kefarmasian;
c. pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat;
d. pelayanan laboratorium; dan
e. kunjungan keluarga.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Puskesmas
wajib dilakukan akreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.
Dalam rangka mewujudkan wilayah kerja Puskesmas yang sehat, Puskesmas
didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas. Jaringan
pelayanan Puskesmas terdiri atas Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan
praktik bidan desa. Jejaring Puskesmas terdiri atas upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat, usaha kesehatan sekolah, klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium,
tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
lainnya. Puskesmas pembantu memberikan pelayanan kesehatan secara permanen
di suatu lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas keliling memberikan
pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Praktik Bidan desa
merupakan praktik bidan yang memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) di
Puskesmas, dan bertempat tinggal serta mendapatkan penugasan untuk
melaksanakan praktik kebidanan dari Pemerintah Daerah pada satu desa/kelurahan

50
dalam wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan. Jejaring Puskesmas wajib
melaporkan kegiatan dan hasil kegiatan pelayanan kesehatan kepada Puskesmas di
wilayah kerjanya sewaktu-waktu dan/atau secara berkala setiap bulan. Dalam hal
laporan merupakan penemuan kasus terhadap pasien yang berdomisili di luar
wilayah kerjanya, Puskesmas wajib melaporkan kepada Puskesmas domisili asal
pasien atau dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

51
BAB IV
SISTIM MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT
4.1. Konsep Dasar Manajemen Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai perbedaan dibandingkan industri yang lain.
Setidaknya ada tiga ciri khas rumah sakit yang membedakannya dengan industri
lainnya:
1) Dalam industri rumah sakit, sejogyanya tujuan utamanya adalah melayani
kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses
dan biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapatkan perhatian
dan tanggung jawab pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak
penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai
kehidupan manusia.
2) Kenyataan dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer) tidak
selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di
rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadangbukan mereka sendiri yang
menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di luar negeri pihak
asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang boleh didatangi pasien.
Jadi, jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang memang diobati di suatu
rumah sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa rumah sakit belum tentu ada di
tangan pasien itu. Artinya, kalau ada upaya pemasaran seperti bisnis lain pada
umumnya, maka target pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasiennya, bisa
tempat kerjanya, bisa para dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan bisa
juga pihak asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan
pengobatan yang diberikan juga tidak tergantung dengan pasiennya. Tapi
tergantung dari dokter yang merawatnya.
3) Kenyataan menunjukan bahwa pentingnya peran para professional termasuk
dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiografer, ahli gizi dan lain-lain.
Rumah sakit sebagai salah satu subsistim pelayanan kesehatan
menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan
kesahatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan
medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan.
Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan
unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari

52
pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan
fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS
kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan
kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga
bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui
upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian,
sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga
berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya
memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari
keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di RS merupakan
pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).
Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya,
dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik,
RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk
pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat
kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan
klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang
lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai
pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistim
rujukan yaitu sistim rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan
preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya) dan
rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif)
Berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang
menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah
pasti mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf,
tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistim
administrasi RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan RS.
Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rawat Inap adalah pelayanan pasien

53
untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan atau pelayanan kesehatan
yang lainnya dengan menginap di rumah sakit. Pelayanan Rawat Jalan adalah
pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan
pelayan kesehatan lainnya tanpa menginap di rumah sakit. Pelayanan Gawat
Darurat adalah pelayanan daruratan medik yang harus diberikan secepatnya untuk
mencegah atau menanggulangi resiko kematian atau cacat.
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya
(unsur manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, kemampuan
pengendalian untuk mencapai tujuan rumah sakit seperti: Menyiapkan sumber
daya, mengevaluasi efektivitas, mengatur pemakaian pelayanan, efisiensi, Kualitas.
Manajemen di Rumah Sakit haruslah dilaksanakan seperti “bebek merenangi
kolam,” tampak tenang di permukaan dan tetap aktif bergerak di bawah permukaan
(Wilan, 1990). Hal ini perlu dilakukan karena rumah sakit berhadapan dengan orang
khususnya orang sakit sehingga harus tampak tenang di satu pihak. Di pihak lain,
karena kompleksnya masalah yang dihadapi di rumah sakit, maka para manajernya
harus betul-betul aktif bergerak terus untuk mampu memberi pelayanan yang
terbaik.
Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai
dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut:
1) Direktur
2) Wakil Direktur yang terdiri dari:
 Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan
 Wadir Penunjang Medik dan Instalasi
 Wadir Umum dan Keuangan
 Wadir komite Medik
Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur
beberapa bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS
diberikan tugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan
dapat terlaksana dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang
diberikan jabatan non struktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas
A adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bedah
sentral, farmasi, patologi klinik, patologi anatomi, gizi, laboratorium, perpustakaan,
pemeliharaan sarana rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral,

54
pengamanan dan ketertiban lingkungan, dan binatu.
Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya
menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF). KM
diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan mediks dan
memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:
1) Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis
khusus lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan
(diklat), serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2) Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika
profesi.
Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan
usulan dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas
pokok RS, dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan
manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis
pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh
pelayanan medis karena kejadian sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang
berkunjung ke hotel adalah untuk bersenag-senang.
Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas
direktur RS dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarkan
SK Dirjen Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS. Masa kerja Wadir
KM adalah tiga tahun. Di bawah Wadir KM terdapat panitia infeksi nasokomial,
panitia rekam medis, farmasi da terapi, audit medik, dan etika.
SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari
dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka
mempunyai tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan,
pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan
dan penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang
dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan
Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan
Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12)
Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15)
Anestesi.
Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang

55
yang dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134).
Susunan RSU kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada
jumlah dan jenis-jenis masing-masing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada
subspesialisasinya.
Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan
dengan kelas A dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf
khusus yang mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan
medis dan jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada
tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu
wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi.

4.2. Pembiayaan Rumah Sakit


Semua kegiatan pelayan dan kegiatan non pelayanan di Rumah Sakit
dikenakan tarif layananan. Tarif layanan ini merupakan seluruh biaya yang
dibebankan kepada masyarakat atas penyelenggaraan kegiatan di Rumah Sakit.
1) Sumber Pembiayaan Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 pada pasal 48 dijelaskan
pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari Penerimaan Rumah Sakit,
anggaran Pemerintah, subsidi pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah,
subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan
2) Penetapan Tarif Rumah Sakit
Menteri menetapkan pola tarif nasional. Pola Tarif Nasional adalah pedoman
dasar yang berlaku secara nasional dalam pengaturan dan perhitungan untuk
menetapkan besaran tarif rumah sakit yang berdasarkan komponen biaya
satuan unit (unit cost), yang dimaksud dengan biaya satuan(unit cost) adalah
hasil perhitungan total biaya operasional pelayanan yang diberikan Rumah
Sakit.
Pola tarif nasional ditetapkan berdasarkan komponen pembiayaan dan dengan
memperhatikan kondisi regional, yang dimaksud dengan Kondisi Regional
termasuk didalamnya indeks kemahalan setempat. Gubernur menetapkan pagu
tarif maksimal berdasarkan pola tarif nasional yang berlaku dirumah sakit

56
provinsi yang bersangkutan
Penetapan besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan pola tariff nasional
yang ditetapkan oleh Menteri dan penetapan tarif pagu maksimal harus sesuai
dengan pagu tariff maksimal yang telah di tetapkan oleh Gubernur.
Besaran tarif Rumah Sakit yang dikelola oleh pemerintah ditetapkan oleh
Menteri. Besaran Rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Besaran tarif Rumah sakit selain rumah
sakit yang dikelola oleh pemerintah dan Rumah sakit yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan
memperhatikan besaran tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
3) Analisis Biaya Rumah Sakit
Analisis biaya pelayanan kesehatan pada suatu rumah sakit ditujukan untuk
mendapatkan informasi total biaya yang terjadi di rumah sakit dan sumber
pembiayaan beserta komponennya. Informasi lain adalah tentang biaya satuan
layanan kesehatan dan penentuan biaya pemulihan (cost recovery) dan metode
penentuan layanan rumah sakit . Prosedur untuk melakukan analisis biaya
layanan kesehatan rumah sakit adalah sebagai berikut :
1) melakukan identifikasi sumber biaya yang diperoleh rumah sakit dalam
melakukan aktifitas.
2) melakukan identifikasi pusat – pusat biaya (cost centers) yang terdapat di
rumah sakit.
3) menghitung besar biaya asli pada setiap unit penunjang yang diurai kedalam
biaya investasi dan operasional
4) memindahkan biaya asli setiap unit penunjang ke unit produksi yang terkait.
4) Pengelolaan dan Alokasi biaya Rumah Sakit
Pendapatan Rumah Sakit public yang dikelola oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah digunakan seuruhnya secara langsung untuk biaya operasional Rumah
Sakit dan tidak dapat dijadiakn pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.
Pengalokasian biaya dilakukan dengan mengidentifikasi hubungan antar unit
penunjang dengan unit produktif dan menentukan ukuran dasar alokasi yang
akan digunakan. Ukuran dasar alokasi dari unit penunjang pada prinsipnya
dapat ditentukan dan disepakati bersama oleh pihak rumah sakit. Berikut ini
contoh ukuran dasar alokasi unit penunjang yang umum dipakai oleh pihak

57
rumah sakit .
1) Unit penunjang administrasi ukuran dasar alokasi yang dipakai yaitu
jumlah pegawai.
2) Unit penunjang dapur ukuran dasar alokasi yang dipakai yaitu jumlah
piring makan.
3) Unit penunjang cuci atau laundry ukutran dasar alokasi yang dipakai yaitu
jumlah potong pakaian atau jumlah kg cuci.
4) Unit penunjang kebersihan ukuran dasar alokasi yang dipakai yaitu meter
persegi luas lantai.
5) Unit penunjang kebun, ukuran dasar alokasi yang dipakai yaitu meter
persegi luas kebun.

4.3. Sistim Informasi Rumah Sakit


Sistim informasi rumah sakit adalah suatu tatanan yang berurusan dengan
pengumpulan data, pengelolaan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah
sakit.
Jenis sistim informasi rumah sakit:
1. Sistim global dari sistim informasi rumah sakit atas dasar pemakaian, terbagi
atas :
a. Sistim Informasi Klinik
Merupakan sistim informasi yang secara langsung untuk membantu pasien
dalam hal pelayanan medis.
Pada intinya sistim inilah yang akan membedakan sistim informasi rumah
sakit dan sistim informasi jasa lainnya. Sistim ini dikembangkan terutama
dalam membantu pelayanan dokter yang memberikan pengawasan pada
pasien yang terus menerus dan akurat tanpa harus lelah. Contoh: EKG
monitoring di ICU, termasuk tekanan darah dan denyut nadi.
Sistim informasi yang terkandung pada alat akan merupakan salah satu
kecanggihan tertentu yang pasti akan berharga mahal. Maka pengenalan
akan pesatnya sistim informasi klinis berikut keterbatasannya sangat
penting bagi efisiensi.
Dalam prakteknya perlu pula diketahui bagaimana prinsip kerja sistim ini

58
dan bagaimana secara ekonomis harus mendukung. Sebab bila tidak
diketahui seringkali banyak fasilitas yang tidak bisa dimanfaatkan, dengan
penjelasan singkat pada pengenalan sistim informasi klinis ini,diharapkan
akan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang pengertian
yang terkandung dalam sistim informasi klinis, jenis-jenis sistim informasi
klinis yang ada, bagaimana upaya yang perlu diperhatikan dalam rangka
pengembangan sistim ini.
b. Sistim Informasi Administratif
Merupakan sistim informasi yang membantu pelaksanaan administrasi di
rumah sakit. Misalnya sistim informasi administrasi, farmasi dan penggajian.
Sistim informasi administratif merupakan bagian dari proses efisiensi
pelaksanaan yang berhubungan dengan pencatatan, perhitungan dan
pelaporan. Sistim akan makin terasa kebutuhannya bila rumah sakit makin
besar, makin banyak pasien dan makin banyak proses administrasi yang
diperlukan.
Sistim informasi administratif, mempunyai beberapa karakteristik
diantaranya :
(1) Menangani pencatatan. Sistim informasi adminstratif, berusaha
menangani pencatatan yang semakin rumit dan kompleks. Seperti
penagihan pada pasien, karena banyaknya pelayanan, maka semakin
rumit dan lama, di lain pihak pasien butuh kecepatan.
(2) Menangani perhitungan. Seperti pada jumlah barang yang beredar di
Rumah Sakit sangat banyak jenis dan jumlahnya. Monitoring stock obat
akan jadi masalah. Maka sistim informasi akan menolong perhitungan
secara cepat.
(3) Menangani pengarsipan. Adanya arsip yang bertumpuk dari kertas-
kertas dapat dikurangi dengan sistim informasi administratif ini,
sehingga akan menghemat ruangan dan tempat penyimpanan.
c. Sistim Informasi Manajemen
Merupakan sistim informasi yang membantu manajemen rumah sakit dalam
pengambilan keputusan. Misalnya sistim informasi manajemen pelayanan,
keuangan dan pemasaran.
2. Sistim informasi rumah sakit apabila dikelompokkan atas jaringan sistim yang

59
digunakan adalah :
a. Individual
Artinya sistim hanya merupakan kelompok itu sendiri tanpa terkait sistim
yang lain. Contoh :
(1) Sistim informasi Billing System
(2) Sistim penggajian
b. Modular
Berarti satu sistim dikaitkan sebagai satu kelompok Contoh :
(1) Sistim informasi keuangan
(2) Sistim informasi administrasi terkait dengan Billing system
c. Sistim Informasi Terpadu
Beberapa sistim digabung menjadi satu kesatuan. Contohnya Siamrus yang
digunakan Rumah Sakit Husada
3. Ada cara yang sering dilupakan, bahwa sistim informasi selalu berkaitan dengan
komputer, padahal jenis sistim informasi berdasarkan alat yang digunakan
adalah :
a. Manual, artinya dengan tangan dan kertas saja.
b. Komputer, artinya proses perhitungan dan penyimpanan dibantu oleh
komputer.
c. Tujuan sistim informasi kesehatan rumah sakit
Tujuan informasi kesehatan rumah sakit yaitu dapat memberikan informasi
yang akurat, tepat waktu untuk pengambilan keputusan di seluruh tingkat
administrasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian
dan penilaian (evaluasi) di rumah sakit.
d. Komponen sistim informasi kesehatan rumah sakit
Sistim informasi kesehatan rumah sakit terdiri dari tiga komponen yaitu :
(1) Input
a. Sumber data / informasi untuk menunjang upaya kesehatan dan
manajemen kesehatan.
b. Instrumen pencatatan data
c. Sumber daya (tenaga, biaya, fasilitas) untuk pengelolaan dan
pemanfaatan data / informasi.
(2) Proses

60
a. Pengorganisasian dan tata kerja unit pengelolaan data/informasi
termasuk aspek koordinasi, integrasi dan kerjasama antar unit
pelayanan dan pengelola data (Unit Rekam Medis).
b. Pengolahan data/informasi rumah sakit.
(3) Output
Pemanfaatan data/informasi untuk menunjang manajemen dan
pengembangan kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Informasi yang terkandung dalam laporan rumah sakit diperlukan untuk
berbagai pihak antara lain :
1. Internal, meliputi : Direktur, wakil direktur, kepala bagian, kepala instansi,
kepala sub bagian/kepala seksi, kepala urusan (medis, paramedis, dan Non
medis).
2. Eksternal, meliputi Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Propinsi,
Kantor departemen/Dinas KesehatanKabupaten/Kota, Pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan, pemilik rumah sakit, pemasok obat dan alat kesehatan, dan
lain-lain.
Informasi – informasi yang dihasilkan dapat digunakan berbagai keperluan
yaitu:
1) Menilai mutu pelayanan dengan cara mencocokan kesesuaian dengan standar,
mengevaluasi kepuasan pelanggan dan proses pelayanan yang
berkesinambungan.
2) Mengevaluasi akuntabilitas, misal cost efektif, cost benefit, cost utility.
3) Mengevaluasi kelangsungan pengembangan organisasi, pemasaran, cost leader
dan lain-lain.
4) Mengevaluasi kinerja rumah sakit meliputi produktivitasnya, proses pelayanan,
mutu pelayanan, probabilitas, likuiditas, sovabilitas, dan kepuasan customer
internal dan eksternal.
Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit
maupun praktik pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat
melekat pada pelayanaan. RM adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan.
Catatan demikian akan berguna untuk merekam dan mengingatkan dokter engan
keadaan, hasilpemeriksaan dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien daang
kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, bulan bahkan tahu.

61
Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan
kesehatan, IDI juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No.
315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus
meaksanakan RM, tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi juga
bagi dokter yang praktik pribadi.
Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya
menggunakan istilah status pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung
menngunakan istilah Rekam Medis sebagai terjemahan dari medical record. RM
adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasilanamnesis, pemeriksaan dan
catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dar waktu ke waktu.
Catatan ini berupa tulisan maupun gambar, dan belakangan ini dapat pula berupa
rekaman elektronik seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara.
Dalam PERMENKES No. 749a/MenKes/XII/89 tentang RM disebut
pengertian RM adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
Di rumah sakit terdapat 2 jenis RM, yaitu:
1) RM untuk pasien rawat jalan
2) RM untuk pasien rawat inap
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi
pasien antara lain:
1) Identitas dan formulir perizinan
2) Riwaya penyakit
3) Laporan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan laboratorium.
4) Diagnosa atau diagnosis banding
5) Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang.
Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:
1) Persetujuan tindakan medik
2) Catatan konsultasi
3) Catatan perawat da tenaga kesehatan lainnya
4) Catatan observasi klinik dan pengobatan
5) Resume akhir dan evaluasi pengobatan

62
Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien
rawat inap, yaitu penmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :
1) Anamnesis
2) Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain – lain.
3) Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.
4) Keadaan pasien waktu keluar
5) Anjuran pengobatan dan perawatan.
Tujuan pembuatan resume ini antara lain:
1) Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta
bahan yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk dirawat
kembali.
2) Bahan penilai staf medik rumah sakit
3) Untuk memenuhi permintaan dari badan – badan resmi tentang perawatan
seorang pasien.
4) Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan
dokter konsultan
Secara umum kegunaan RM adalah:
1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut
andil dalam pelayanan kesehatan.
2) Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus
diberikan kepada pasien
3) Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan
pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.
4) Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di beriakn
kepada pasien
5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya
6) Menyedikan data – data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan
pendidikan
7) Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien
8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga

63
kesehatan lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah
dibaca. Tanpa adanya informasi medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan
medik maupun paramedik, maka kegunaan seperti yang di kemukakan sebelumnya
tidak akan tercapai.
Menurut Permenkes No. 2269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Rekam medis sebagai catatan tentang pasien sudah ada sejak lama, bahkan
sebelum Hippocrates. Pada zaman dahulu justru perkembangan Ilmu Kedokteran
yang masih berkisar pada kedokteran klinik (orang sakit) berkembang atas jasa
rekam medis tersebut.
Di Indonesia, rekam medis mulai dibakukan sejak tahun 1960 yang masih
disebut berkas “medical record”. Peraturan terbaru tentang rekam medis adalah
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749 a tahun 1989.
Pelayanan Rekam Medis bukan pelayanan dalam bentuk pengobatan, tetapi
merupakan bukti pelayanan, finansial, aspek hukum dan Ilmu Pengetahuan. Peran
Rekam Medis sangat dibutuhkan untuk mengelola bahan bukti pelayanan kesehatan
dengan aman, nyaman, efisien, efektif dan rahasia.
Tujuan pengelolaan rekam medis adalah untuk menunjang tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang didukung oleh suatu sistim pengelolaan rekam medis yang cepat, tepat,
bernilai dan dapat dipertanggung jawabkan.
Adapun manfaat rekam medis adalah:
1) Sebagai alat komunikasi antarprofesi yang berperan dalam pelayanan
kesehatan, khususnya di rumah sakit, misalnya antara dokter dan perawat
2) Sebagai catatan perencanaan pengobatan, perawatan yang akan diberikan
kepada pasien serta pelaksanaannya termasuk perkembangan pasien
3) Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan/perawatan
4) Sebagai bahan penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan
Kegunaan rekam medis
(a) Komunikasi
(b) Merencanakan

64
(c) Bukti tertulis
(d) Bahan yang digunakan
(e) Kepentingan hukum
(f) Data yang berguna
(g) Dasar di dalam perhitungan
(h) Dokumentasi
Beberapa indikator penting komponen rekam medis:
(1) Umur
(2) Jenis kelamin
(3) Pendidikan
(4) Agama
(5) Asal pasien
(6) Pekerjaan
(7) Status
(8) Cara masuk pasien
(9) Jam masuk pasien
(10) Pasien datang
(11) Cara pembayaran
(12) Keadaan keluar pasien
(13) 5 besar kunjungan poliklinik
(14) 5 besar diagnosa pasien rawat inap
Rekam medis ditulis cukup lengkap sebagai berikut:
(a) Identitas pasien termasuk alamat
(b) Anamnesis
(c) Hasil pemeriksaan fisik (yang positif)
(d) Diagnosis kerja dan diagnosis banding
(e) Rencana tindakan
(f) Nama obat yang diberikan beserta dosis
(g) Kutipan hasil pemeriksaan penunjang dan laboratorium. Perlu diperhatikan oleh
dokter bahwa hasil pemeriksaan penunjang adalah milik pasien
(h) Catatan tentang komunikasi dan nasihat yang telah diberikan
Tugas Unit Rekam Medik adalah :
(a) Pengaturan Pasien - pesanan tempat tidur, penjadwalan operasi, sensus,

65
koordinasi dengan kamar jenazah.
(b) Pendistribusian Berkas - pengiriman dan penympanan.
(c) Kelengkapan - menilai kelengkapan status
(d) Pendataan Penyakit - klasifikasi penyakit, pengkodean penyakit
(e) Statistik Medik - laporan ke Dinkes, laporan ke lingkungan rumah sakit
(f) Menjaga Mutu Rekam Medik - menjaga agar rekam medik sesuai dengan
tujuannya.

4.4. Penerapan Manajemen di Rumah Sakit


Pengertian manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai
sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya
kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan.
Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:
1) Menyiapkan sumber daya.
2) Mengevaluasi efektifitas.
3) Mengatur pemakaian pelayanan.
4) Efisiensi.
5) Kualitas.
Dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang kompleks pengalaman saja
tidak akan cukup, penanganannya tidak bisa lagi atas dasar kira-kira dan selera, hal
ini disebabkan oleh:
1) Sumber daya yang makin sulit dan mahal.
2) Era kompetisi yang menuntut pelayanan prima.
3) Tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang
terlatih pula secara benar dan tepat.
Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada pasien, dan
menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen yang handal, dengan demikian
segala hal yang diperlukan akan tersedia dalam bentuk:
1) Tepat jumlah
2) Tepat waktu
3) Tepat sasaran

66
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak
statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian
bila terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan
kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di luar rumah sakit, misalnya
perubahan peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang disebabkan oleh
perkembangan teknologi.
Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan sistim manajemen
lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan
dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen rumah sakit akan memberikan
garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu
operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu
sama lain.
Rumah sakit perlu menerapkan sistim manajemen yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja
yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah satu
faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk memenangkan
persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk
menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang
bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu
tentunya.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat,
sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu
mendapat perhatian dari pengelola rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti
Jakarta banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan
medis yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat
konsumen yang tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang
prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah

67
sakit berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus
memperkerjakan dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah
sakit di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat
(UGD) yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap
seperti laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang
serba lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-
dokter spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter
spesialis dan pasiennya sebagai “customer” mereka.
Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadi
customer mereka, maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa.
Diantaranya dengan menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh para
dokter tersebut. Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang
bagus, perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran
yang efektif untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu
diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model
pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif membantu
keberhasilan penerapan sistim manajemen mutu adalah sistim Malcolm Baldrige
National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality Awards (MBNQA)
merupakan sistim manajemen yang sangat efektif untuk menghasilkan loyalitas
pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.
Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat
digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan
Performance Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria dari Performance
Excellence for Health Care based on MBNQA terdiri dari 7 kategori, yaitu: Health Care
Results, Patient -and Other Customer- Focused Results, Financial and Market Results,
Staff and Work System Results, Organizational Effectiveness Results, Governance and
Social Responsibility Results.
Melalui penerapan sistim manajemen mutu secara menyeluruh dan model
pengukuran tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap
memenangkan persaingan.
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi
perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.

68
4.5. Fungsi Perencanaan Rumah Sakit
Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan
untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan
strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu
organisasi.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai
“Protective bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu untuk
peningkatan pencapaian tujuan organisasi.
Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber
daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan
fungsi-fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi
manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa
yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan
terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:
1) Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.
2) Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3) Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4) Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5) Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6) Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan
oleh manajer dan perlu dilaksanakan.
Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:
1) Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.
2) Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3) Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4) Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi

69
pengawasan.
Kerugian perencanaan rumah sakit:
1) Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang
akan datang.
2) Memerlukan biaya yang cukup besar.
3) Hambatan psikologis.
4) Menghambat timbulnya inisiatif.
5) Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

4.6. Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan di Rumah Sakit


RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir
sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya.
Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada
umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh
salah seorang dari anggota keluarganya.
Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek
yaitu:
1) Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa
pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada
tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun
kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan
pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
2) Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS
terdiri dari berbagai jenis profesi.
Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial
seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS
(quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling
terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan sistim
jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta
kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-
masing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi

70
yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi).
Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus
selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS
(quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistim ketenagaan dan misi yang harus
diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari
empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah
koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala
SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga
medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan
keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya)
akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan
fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak
menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus
memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen
(direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja
dari sebuah tatanan sistim yang terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF
adalah subsistimnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS
dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating.
Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS
menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF. Di sisi lain,
dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS
sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu
kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan
mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang
dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang
berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang.
Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana
dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik,
keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan

71
budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan
misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan
tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada
masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.

4.7. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Kesehatan


Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur,
proses, outcome sistim pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga
dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu
pelayanan dan tingkat efisiensi RS
.
Aspek struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang
mengatakan bahwa jika struktur sistim RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin
mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran,
kuantitas, biaya, efisiensi, mutu dari masing – masing komponen struktur.
Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan
”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh masing – masing
ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik
tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu
relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi
asuhan terhadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS
terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan
pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :

72
1) Angka infeksi nosokomial
2) Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3) Kematian pasca bedah
4) Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5) Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6) NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7) ADR (Anasthesia Death Rate)
8) PODR (Post Operation Death Rate)
9) POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :
1) Unit cost untuk rawat jalan
2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4) BOR (Bed Occupancy Rate)
5) BTO (Bed Turn Over)
6) TOI (Turn Over Interval)
7) ALOS (Average Length of Stay)
8) Normal Tissue Removal Rate
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur
dengan :
1) Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
2) Surat pembaca di koran
3) Surat kaleng
4) Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5) Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :
1) Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal
pasien
2) Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3) Jumlah tindakan pembedahan
4) Jumlah kunjungan SMF spesialis
5) Pemfaatan oleh masyarakat
6) Contact rate

73
7) Hospitalization rate
8) Out patient rate
9) Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut
di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka
standar nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu
pada tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen / direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf
lainnya yang terkait. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2) Pasien diberi obat yang salah
3) Tidak ada obat/alat emergensi
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada alat penyedot lendir
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7) Pemakaian obat tidak sesuai standar
8) Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan
manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya
di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu
di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal
ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka
adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan
melibatkan semua staf SMF RS.
Rumus untuk menghitung mutu pelayanan RS
BOR (Bed Occupancy Rate)
Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
RS.
Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100%
Jumlah TT x Jumlah hari dalam satu satuan waktu
ALOS (Average Length of Stay)
Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini di samping merupakan

74
gambaran tingkat efisiensi manajemen sebuah RS, indikator ini juga dapat dipakai
untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dapat
dijadikan tracernya (yang perlu pengamatan lebih lanjut).
Jumlah hari perawatan pasien keluar rumah sakit
Jumlah pasien keluar rumah sakit (hidup + mati)
BTO (Bed Turn Over)
Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya per tahun)
tempat idur RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat pemakaian tempat
tidur RS.
Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)
Jumlah tempat tidur
TOI (Turn Over Interval)
Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi
berikutnya. Indikator ini juga menberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur.
(Jumlah TT x hari) – hari perawatan RS
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
NDR (Net Death Rate)
Angka kematian di atas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita keluar
RS.
Jumlah pasien mati di atas 48 jam dirawat x 100%
Jumlah pasien RS – kematian di bawah 48 jam
GDR (Gross Death Rate)
Angka kematian umum penderita keluar RS
Jumlah pasien mati seluruhnya dirawat x 100%
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
Net Death Rate
Total kematian > 48 jam dalam periode waktu tertentu x 100%
Total pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Net Infection Rate
Total penderita infeksi yang didapat RS dalam periode tertentu x 100%
Jumlah pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama
Anasthesia Death Rate

75
Total kematian Anasthesia dalam periode tertentu x 100%
Total pasien yang mendapat anasthesia dalam periode yang sama
Post Operation Death Rate
Total kematian dalam 10 kali operasi dalam periode waktu tertentu x 100%
Total pasien yang dioperasi dalam periode yang sama
Normal Tissue Removal Rate
Total normal tissue yang diangkat x 100%
Total tissue yang diperiksa
Maternal Death Rate
Jumlah pasien kebinanan yang meninggal dalam periode tertentu x 100%
Jumlah pasien kebidanan yang eluar hidup + mati
Foetal Death Rate
Jumlah kematian bayi dengan U.K.>20 minggu x 100%
Jumlah semua kelahiran dalam periode tertentu
Contact Rate (5 mil)
Total pasien keluar hidup + mati x 100%
Jumlah populasi
Hospitalization Rate
Total hari rawat x 100%
Jumlah populasi
Out Patient Rate
Total kunjungan (baru + lama) x 100%
Jumlah populasi
Emergency Out Rate Patient
Total kunjungan pasien gawat darurat x 100%
Jumlah populasi
Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan dengan
masing-masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak ada standar
nasionalnya, angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian tahun-tahun
sebelumnya.
Standar nasional untuk asuhan kesehatan RS di Indonesia
(1) BOR : 75-85%
(2) ALOS : 7-10 hari

76
(3) TOI : 1-3 hari
(4) BTO : 5-45 hari
(5) NDR (48 jam) : < 2,5%
(6) GDR : <3%
(7) Anasthesia Death Rate : 1/5000
(8) Post Operation Death Rate : <1%
(9) Post Operative Infection Rate : <1%
(10) Normal Tissue Removal Rate : <10%
(11) Maternal Death Rate : <0,25%
(12) Neonatal Death Rate : <2%
(13) Angka Infeksi Nosokomial : 1-2%
Oleh sebab itu, pihak-pihak yang berperan dalam manajemen rumah sakit
adalah dokter, dokter umum dan spesialis, dokter gigi, perawat, farmasis,
fisioterapis tekhnisi dan lain-lain yang bekerja di rumah sakit tersebut. Untuk
mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan penerapan manajemen yang
baik pula.

77
BAB V
SISTIM MANAJEMEN PELAYANAN PUSKESMAS
Penerapan manajemen di Puksesmas telah lama dilakukan. Teori
Manajemen Puskesmas banyak ragamnya, demikian pula penjabaran fungsi-
fungsinya, ada yang sederhana tetapi ada pula yang rumit. Beberapa contoh model
manajemen Puskesmas dan penjabaran fungsinya adalah sebagai berikut:
1) Model PIE (Planning, Implementation, and Evaluation). Model ini adalah yang
paling sederhana, karena hanya meliputi 3 (tiga) fungsi saja, yaitu perencanaan
(planning), implementasi (implementing) dan evaluasi (evaluation).
2) Model POAC (Planning, Organizing, Actuating and Controlling). Model ini juga
termasuk sederhana, karena hanya meliputi 4 (empat) fungsi saja, yaitu
perencaaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating)
dan pengendalian (controlling).
3) ARRIF (Analisis, Rumusan masalah, Rencana, Implementasi dan Forum
Komunikasi). Model ini digunakan oleh jajaran kesehatan khususnya yang
berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Manajemen ARRIF menghasilkan
profil peran serta masyarakat, baik di tingkat kecamatan, Kabupaten/Kota,
propinsi maupun pusat/nasional.
4) ARRIMES (Analisis, Rumusan masalah, Rencana, Implementasi, Monitoring,
Evaluasi dan Sosialisasi). Model ini digunakan oleh jajaran kesehatan khususnya
yang berkaitan dengan kebijakan ataupun program baru berbasis hasil analisis
situasi dan kondisi riel yang dihadapi.
5) Model P1 - P2 - P3 (Perencanaan, Penggerakan - Pelaksanaan, Pengawasan -
Pengendalian - Penilaian). Model ini digunakan oleh jajaran kesehatan, yang di
Puskesmas dijabarkan menjadi:
P-1 : Perencanaan berbentuk Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
P-2 : Penggerakan pelaksanaan berbentuk Lokakarya Mini Puskesmas dan
P-3 : Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian, berbentuk Stratifikasi
Puskesmas.
Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau
bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

78
menyelenggarakan UKM dan UKP tingkat pertama. Puskesmas merupakan UPTD
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Penyusun rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang selanjutnya
akan dirinci lagi ke dalam rencana tahunan Puskesmas sesuai siklus perencanaan
anggaran daerah bertujuan agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan
dengan baik dan berkesinambungan dalam mencapai tujuannya. Semua rencana
kegiatan baik 5 (lima) tahunan maupun rencana tahunan, selain mengacu pada
kebijakan pembangunan kesehatan Kabupaten/Kota harus juga disusun
berdasarkan pada hasil analisis situasi saat itu (evidence based) dan prediksi ke
depan yang mungkin terjadi. Proses selanjutnya adalah penggerakan dan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan/program yang disusun,
kemudian melakukan pengawasan dan pengendalian diikuti dengan upaya-upaya
perbaikan dan peningkatan (corrective action) dan diakhiri dengan pelaksanaan
penilaian hasil kegiatan melalui penilaian kinerja Puskesmas.
Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah diperkenalkan
sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman manajemen Puskesmas,
yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas (tahun 1982), Pedoman
Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman Microplanning Puskesmas (tahun
1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas menjadi pedoman Puskesmas dalam
melaksanakan lokakarya Puskesmas dan rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun
1988, Paket Lokakarya Mini Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini
Puskesmas dengan penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas
dan lintas sektor, serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada
tahun 1993, Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan pelaksanaan dan
hasil-hasil kegiatan dengan menggunakan instrument Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984), digunakan sebagai
acuan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk dapat meningkatan
peran dan fungsinya dalam pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pedoman
Microplanning Puskesmas (tahun 1986), digunakan untuk acuan menyusun rencana

79
5 (lima) tahun Puskesmas, yang diprioritaskan untuk mendukung pencapaian target
lima program Keluarga Berencana (KB)-Kesehatan Terpadu, yang terdiri atas
Kesehatan Ibu Anak (KIA), KB, gizi, imunisasi dan diare.
Perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang berbasis siklus kehidupan,
Millenium Development Goals (MDG’s) dan Sustainable Development Goals (SDG’s),
serta dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka pedoman
manajemen Puskesmas secara terus-menerus mengalami perubahan yang
disesuaikan dengan perubahan yang ada. Melalui pola penerapan manajemen
Puskesmas yang baik dan benar oleh seluruh Puskesmas di Indonesia, maka tujuan
akhir pembangunan jangka panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat Indonesia
yang sehat mandiri secara berkeadilan, akan semakin mudah diwujudkan.
Manajemen bertujuan untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan
efesien. Efektif berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses
penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu,
berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi
yang akurat (evidence based), sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya
kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan
target kinerja yang telah ditetapkan.
Upaya kesehatan bermutu merupakan upaya yang memberikan rasa puas
sebagai pernyataan subjektif pelanggan, dan menghasilkan outcome sebagai bukti
objektif dari mutu layanan yang diterima pelanggan. Oleh karena itu Puskesmas
harus menetapkan indikator mutu setiap pelayanan yang dilaksanakannya atau
mengikuti standar mutu pelayanan setiap program/pelayanan yang telah
ditetapkan, yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untuk terselengaranya upaya kesehatan bermutu bagi masyarakat di
wilayah kerjanya, seluruh personil Puskesmas harus mampu bekerja dengan baik
dan profesional, di bawah koordinasi dan supervisi kepala Puskesmas yang
menjalankan fungsi kepemimpinannya yang baik dan tepat sesuai situasi dan
kondisi. Upaya kesehatan yang diberikan harus selalu memperhatikan kepentingan,
kebutuhan dan harapan masyarakat sebagai konsumen eksternal, kepentingan dan

80
kepuasan dari seluruh staf Puskesmas sebagai konsumen internal, serta pemerintah
daerah Kabupaten/Kota sebagai pemilik atau owner.
Upaya kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara merata dan bermutu
sesuai standar, diwujudkan dengan bukti adanya perbaikan dan peningkatan
pencapaian target indikator kesehatan masyarakat dan perseorangan. Seperti
menurunnya angka-angka kesakitan penyakit yang menjadi prioritas untuk
ditangani, menurunnya angka kematian balita, angka gizi kurang dan atau gizi buruk
balita dan maternal, menurunnya jumlah kematian maternal, teratasinya masalah-
masalah kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya, dan lainnya.
Oleh sebab itu, diperlukan dukungan sumber daya yang memadai baik dalam
jenis, jumlah maupun fungsi dan kompetensinya sesuai standar yang ditetapkan,
dan tersedia tepat waktu pada saat akan digunakan. Dalam kondisi ketersediaan
sumber daya yang terbatas, maka sumber daya yang tersedia dikelola dengan
sebaik-baiknya, dapat tersedia saat akan digunakan sehingga tidak menghambat
jalannya pelayanan yang akan dilaksanakan.
Manajemen mutu dan sumber daya merupakan satu kesatuan sistim
pengelolaan Puskesmas yang tidak terpisah satu dengan lainnya, dalam upaya
mewujudkan kinerja Puskesmas yang bermutu, mendukung tercapainya sasaran
dan tujuan penyelenggaraan upaya kesehatan di Puskesmas, agar dapat mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di wilayah kerjanya.
Manajemen Puskesmas akan mengintegrasikan seluruh manajemen yang ada
(sumber daya, program, pemberdayaan masyarakat, sistim informasi Puskesmas,
dan mutu) dalam menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di wilayah kerjanya.
Dalam menyusun perencanaan 5 (lima) tahun Puskesmas, selain mengacu
pada Rencana Lima Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas juga
harus memperhatikan dan mengacu pada Rencana Lima Tahunan Kementerian
Kesehatan. Apabila Puskesmas sebelumnya telah menyusun rencana 5 (lima)
tahunan dan rencana tahunan, maka dengan keluarnya kebijakan baru yang
berkaitan dengan kesehatan, Puskesmas perlu menelaah kembali rencana 5 (lima)
tahun Puskesmas yang telah disusun sebelumnya untuk dapat disesuaikan dengan
hal-hal yang sangat prinsip dan prioritas.
Sebagai contoh tahapan pelaksanaan manajemen Puskesmas dapat dilihat
pada tabel berikut.

81
Tahap-Tahap Perencanaan Tingkat Puskesmas
Tabel 3.1. Tahapan Kegiatan Siklus Manajemen Puskesmas

No Tahapan Waktu Pelaksana Pihak Keluaran


Pelaksanaan Terkait
1 2 3 4 5 6
1 Evaluasi kinerja Desember Puskesmas Dinas Hasil Penilaian
Puskesmas tahun 2018 2018 Kesehatan Kinerja Puskesmas
melalui Penilaian Kinerja Kab/Kota tahun 2018
Puskesmas (PKP).
2 Persiapan penyusunan Desember Puskesmas Draft RPK tahun
Rencana Pelaksanaan 2018 2019.
Kegiatan (RPK) tahun
2019 berdasarkan
Rencana Usulan Kegiatan
(RUK) yang telah disetujui
dan dibandingkan dengan
hasil kinerja Puskesmas
tahun 2018
3 Analisa situasi dan Awal Januari Desa/ Pemangku  Hasil analisa
pelaksanaan Survei 2019 Kelurahan kepentingan situasi
Mawas Diri (SMD), Tk. Desa/  Hasil SMD dan
Musyawarah Masyarakat Kelurahan MMD
Desa (MMD) sebagai  Usulan kebutuhan
bahan penyusunan RUK pelayanan
tahun 2017 dan Rencana kesehatan
lima tahunan periode masyarakat
2017 s.d 2021, dengan desa/kelurahan
pendekatan Top-Down sesuai harapan
dan Bottom-Up. rasional
masyarakat
desa/kelurahan
4 Lokakarya Mini (Lokmin) Minggu Puskesmas  Kesiapan
Bulanan Pertama Kedua pelaksanaan
Januari 2019 kegiatan bulan
Januari tahun 2019
 Bahan
Musrenbangdes
tahun 2019
 Draft RUK tahun
2019
 Draft Rencana
Lima Tahunan
2017 s.d 2021
5 Musyawarah Perencanaan Minggu Desa/ Pemangku  Penyesuaian draft
Pembangunan Desa keempat Kelurahan kepentingan RUK tahun 2019
(Musrenbangdes) Januari 2019 Tk. Desa/ dengan hasil
Kelurahan Musrenbangdes
 Penyesuaian draft
Rencana Lima
Tahunan 2019 s.d
2021 dengan hasil
Musrenbangdes
6 Lokmin Bulanan Kedua Awal Minggu Puskesmas  Kesiapan
pertama pelaksanaan
Februari kegiatan bulan
2019 Februari tahun

82
2019
 Bahan Lokmin
Triwulan Pertama
7 Lokmin Triwulan Pertama Akhir Minggu Puskesmas LS terkait Bahan
Pertama dan tokoh Musrenbangmat
Februari masyarakat bidang kesehatan
2019 di Tahun 2019
Kecamatan
8 Musyawarah Perencanaan Minggu Kecamatan Pemangku  Penyesuaian draft
Pembangunan Kecamatan kedua kepentingan RUK tahun 2019
(Musrenbangmat) Februari Tk. dengan hasil
2019 Kecamatan Musrenbangmat
 Penyesuaian draft
Rencana Lima
Tahunan 2017 s.d
2021 dengan hasil
Musrenbangmat
9 Musyawarah Perencanaan Maret 2019 Kab/Kota Pemangku  Penyesuaian Draft
Pembangunan kepentingan RUK tahun 2019
Kabupaten/Kota Tk. Kab/kota dengan hasil
(Musrenbangkab/kot) Musrenbangkab
 Penyesuaian draft
Rencana Lima
Tahunan 2017 s.d
2021 dengan hasil
Musrenbangkab

83
BAB VI
PERENCANAAN PUSKESMAS
6.3. Konsep Perencanaan
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan berbagai fungsi manajemen.
Salah satu yang dikenal dan terpenting adalah fungsi perencanaan (planning).
Mudah dipahami karena berbagai fungsi manajemen lainnya baru berperan apabila
fungsi perencanaan telah selesai dilaksanakan. Lebih dari itu sebenarnya,
pelaksanaan berbagai fungsi manajemen lainnya tersebut, hanya akan berjalan
sempurna apabila dapat selalu berpedoman pada perencanaan yang telah disusun
sebelumnya. Perencanaan merupakan penentuan apa yang harus dicapai (tujuan),
bagaimana cara mencapainya dan bagaimana tolak ukur pencapaian tujuan serta
memberikan rincian kegiatan (blue print) yang akan dikerjakan selanjutnya.
Perencanaan dapat diartikan sebagai kerja dan sebagai hasil karya merencanakan.
Dalam kehidupan masyarakat modern sebagaimana yang berlaku kini,
kedudukan dan peranan perencanaan telah sedemikian pentingnya. Kemajemukan
hidup yang ditemukan pada masyarakat modern, telah sangat memerlukan adanya
berbagai keteraturan. Keadaan seperti ini akan dapat terwujud, antara lain apabila
pekerjaan perencanaan telah dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pentingnya
pekerjaan perencanaan juga ditemukan pada bidang pelayanan kesehatan. Luasnya
pengertian sehat yang menjadi subyek dan obyek upaya kesehatan, menyebabkan
pelaksanaan berbagai upaya pelayanan kesehatan sangat membutuhkan adanya
perencanaan. Begitu pentingnya kedudukan dan peranan perencanaan sehingga
setiap orang yang membidangi pelayanan kesehatan sebaiknya memiliki
pengetahuan dan keterampilan perencanaan pelayanan kesehatan (Health Services
Planning).
Beberapa definisi perencanaan yang pernah dikemukakan, antara lain:
1) Abdulrachman (1973)
Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau
perkiraan terdekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-
tindakan kemudian.
2) Siagian (1994)
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
matang berbagai hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam

84
rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
3) Terry (2005)
Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa yang akan datang
dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang
diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu.
4) Kusmiadi (1995)
Perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan-tujuan
dan menguraikan cara pencapainnya.
5) Soekartawi (2000)
Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber
daya yang tersedia.
Perencanaan adalah proses yang mendefinisikan tujuan dari organisasi,
membuat strategi, digunakan untuk mencapai tujuan dari organisasi, serta
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan
proses-peroses yang penting dari semua fungsi manajemen sebab tanpa
perencanaan (planning) fungsi manajemen yang lain tidak akan dapat berjalan
dengan baik.
Rencana (planning) dapat berupa rencana informal ataupun rencana formal.
Rencana informal adalah rencana-rencana yang tak tertulis dan bukan merupakan
tujuan bersama anggota organisasi, sedangkan rencana formal adalah rencana yang
tertulis yang harus dilaksanakan oleh organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Rencana formal adalah rencana bersama anggota suatu organisasi sehingga setiap
anggota harus mengetahui serta menjalankan rencana tersebut. Rencana formal
dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman mengenai apa
yang harus dilakukan.
Perencanaan merupakan inti dari kegiatan manajemen, dan perencanaan
memiliki banyak macamnya. Perencanaan jika dilihat berdasarkan jangka waktu
berlakunya rencana terdiri dari: Rencana Jangka Panjang (long term planning)
adalah perencanaan yang berlaku antara 10 s/d 25 tahunan, Rencana Jangka
Menengah (medium range planning) adalah perencanaan yang berlaku di antara 5
s/d 7 tahunan, dan Rencana Jangka Pendek (short range planning) adalah
perencanaan yang umumnya berlakunya hanya untuk sekitar 1 tahun. Perencanaan

85
jika dilihat dari tingkatannya, terdiri dari: Rencana Induk (masterplan) adalah
sebuah perencanaan yang menitik beratkan uraian-uraian kebijakan sebuah
organisasi. Rencana tersebut memiliki tujuan-tujuan jangka panjang dan
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Rencana Operasional (operational
planning) adalah sebuah perencanaan yang lebih menitik beratkan pada pedoman
ataupun petunjuk dalam melaksanakan program-program, Rencana Harian (day to
day planning) adalah perencanaan harian yang sifatnya rutin. Perencanaan jika
ditinjau berdasarkan dari ruang lingkupnya terdiri dari: Rencana Strategis (strategic
planning) adalah perencanaan yang berisikan uraian tentang kebijakan tujuan
jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama, Rencana Taktis (tactical
planning) adalah rencana yang berisi uraian-uraian yang sifatnya jangka pendek,
mudah menyesuaikan kegiatannya, asalkan tujuannya tak berubah, Rencana
menyeluruh (comprehensive planning) adalah rencana yang memiliki uraian-uraian
secara menyeluruh serta lengkap, dan Rencana Terintegrasi (integrated planning)
adalah rencana yang memiliki uraian-uraian menyeluruh yang sifatnya terpadu.

6.4. Perencanaan Tingkat Puskesmas


Perencanaan yang disusun melalui pengenalan permasalahan secara tepat
berdasarkan data yang akurat, serta diperoleh dengan cara dan dalam waktu yang
tepat, maka akan dapat mengarahkan upaya kesehatan yang dilaksanakan
Puskesmas dalam mencapai sasaran dan tujuannya. Dalam upaya mencakup seluas
mungkin sasaran masyarakat yang harus dilayani, serta mengingat ketersediaan
sumber daya yang terbatas, maka pelayanan kesehatan harus dapat dilaksanakan
secara terintegrasi baik lintas program maupun lintas sektor. Kepala Puskesmas
harus mampu membangun kerjasama dan mengkoordinasikan program di internal
Puskesmas dan di eksternal dengan mitra lintas sektor. Koordinasi dengan lintas
sektor sangat diperlukan, karena faktor penyebab dan latar belakang masalah
kesehatan tertentu kemungkinan hanya dapat diselesaikan oleh mitra lintas sektor.
Peran pemerintah daerah sangat besar dalam menyelesaikan permasalahan
kesehatan di masyarakat, oleh karenanya Puskesmas perlu mencari dukungan dari
pemerintah daerah yang dimulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan
Kabupaten/Kota. Proses perencanaan Puskesmas harus terintegrasi kedalam sistim
perencanaan daerah melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan

86
(Musrenbang) yang disusun secara top down dan bottom-up.
Proses perencanaan Puskesmas akan mengikuti siklus perencanaan
pembangunan daerah, dimulai dari tingkat desa/kelurahan, selanjutnya disusun
pada tingkat kecamatan dan kemudian diusulkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Perencanaan Puskesmas yang diperlukan terintegrasi dengan
lintas sektor kecamatan, akan diusulkan melalui kecamatan ke pemerintah daerah
Kabupaten/Kota.
Puskesmas akan menyusun rencana 5 (lima) tahunan dan rincian rencana
tahunannya berdasarkan pada hasil evaluasi tahun sebelumnya dan mengacu pada
kebijakan kesehatan dari tingkat administrasi diatasnya, baik Kabupaten/Kota,
provinsi, dan pusat. Untuk kepentingan penyusunan perencanaan Puskesmas, perlu
diselaraskan dengan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan
program kesehatan nasional lainnya

6.4.1. Penyusunan Rencana Lima Tahunan


Dalam rangka meningkatkan prinsip penyelenggaraan Puskesmas, agar
mampu mencapai tujuan yang diharapkan, serta mengembangkan dan membina
pelayanan kesehatan di wilayahnya secara efektif dan efisien, perlu disusun rencana
lima tahunan ditingkat Puskesmas. Dengan adanya Rencana Lima Tahunan
Puskesmas, maka kelangsungan pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan pada
setiap tahun untuk satu periode akan dapat lebih terjamin, walaupun terjadi
pergantian pengelola dan pelaksana kegiatan di Puskesmas maka diharapkan
pengembangan program/kegiatan tetap berjalan sesuai dengan Rencana Lima
Tahunan yang telah ada. Penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas dilakukan
pada setiap periode lima tahun, dengan tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
A.1. Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam proses
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas agar memperoleh kesamaan
pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap perencanaan. Tahap
ini dilakukan dengan cara:
a. Kepala Puskesmas membentuk Tim Manajemen Puskesmas yang
anggotanya terdiri dari Tim Pembina Wilayah, Tim Pembina Keluarga,
Tim Akreditasi Puskesmas, dan Tim Sistim Informasi Puskesmas.

87
b. Kepala Puskesmas menjelaskan tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas kepada tim agar dapat memahami pedoman tersebut demi
keberhasilan penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas.
c. Tim mempelajari:
(1) Rencana Lima Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang
merupakan turunan dari Rencana Lima Tahunan Dinas Kesehatan
provinsi dan Rencana Lima Tahunan Kementerian Kesehatan.
(2) Standar Pelayanan Minimal tingkat Kabupaten/Kota.
(3) Target yang disepakati bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
yang menjadi tanggung jawab Puskesmas.
(4) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga.
(5) Penguatan Manajemen Puskesmas Melalui Pendekatan Keluarga.
(6) NSPK lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh tim di dalam
penyusunan perencanaan Puskesmas.
A.2. Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan
mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi Puskesmas, agar dapat
merumuskan kebutuhan pelayanan dan pemenuhan harapan masyarakat
yang rasional sesuai dengan keadaan wilayah kerja Puskesmas. Tahap ini
dilakukan dengan cara:
a. Mengumpulkan data kinerja Puskesmas:
Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data kinerja dan gambaran
status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dalam 4 tahun
yang dimulai dari tahun N-5 sampai dengan tahun N-2 untuk setiap
desa/kelurahan. N menunjukan tahun yang akan disusun, sehingga
untuk menyusun perencanaan lima tahunan (sebagai contoh
perencanaan lima tahunan periode tahun 2017-2021), maka data
kinerja akhir tahun yang dikumpulkan dan dipelajari adalah tahun 2015,
2016, 2017 dan 2018. Data yang dikumpulkan ditambah hasil evaluasi
tengah periode (midterm evaluation) dari dokumen laporan tahun
berjalan (N-1). Adapun data kinerja dan status kesehatan masyarakat
diperoleh dari Sistim Informasi Puskesmas. Data yang dikumpulkan

88
adalah:
(1) Data dasar, yang mencakup:
a) Identitas Puskesmas;
b) Wilayah kerja Puskesmas
c) Sumber daya Puskesmas, meliputi:
 Manajemen Puskesmas
 Gedung dan sarana Puskesmas
 Jejaring Puskesmas, lintas sektor serta potensi sumber daya
lainnya
 Sumber daya manusia kesehatan, dan
 Ketersediaan dan kondisi peralatan Puskesmas
(2) Data UKM Esensial, yaitu:
a) Promosi Kesehatan;
b) Kesehatan Lingkungan;
c) Pelayanan Gizi KIA-KB;
d) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
e) Surveilans dan Sentinel SKDR; dan
f) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
(3) Data UKM Pengembangan, antara lain:
a) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS);
b) Kesehatan Jiwa;
c) Kesehatan Gigi Masyarakat;
d) Kesehatan Tradisional dan Komplementer;
e) Kesehatan Olahraga;
f) Kesehatan Kerja;
g) Kesehatan Indera;
h) Kesehatan Lanjut Usia; dan/atau
i) Pelayanan kesehatan lainnya sesuai kebutuhan Puskesmas.
(4) Data UKP, antara lain:
a) Kunjungan Puskesmas;
b) Pelayanan Umum;
c) Kesehatan Gigi dan Mulut; dan
d) Rawat Inap, UGD, Kematian, dll.

89
(5) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, data laboratorium, dan
data kefarmasian.
(6) Kondisi keluarga di wilayah kerjanya yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Setiap keluarga pada
wilayah kerja Puskesmas akan terpantau kondisi status kesehatan
sebuah keluarga terkait 12 indikator utama sebagai berikut:
a. keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB);
b. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
c. bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
d. bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
e. balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;
f. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar;
g. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;
h. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan;
i. anggota keluarga tidak ada yang merokok;
j. keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN);
k. keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan
l. keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.
Data tersebut diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan Indeks
Keluarga Sehat (IKS) pada tingkat keluarga, tingkat desa atau
kelurahan, dan tingkat Puskesmas. Hasil perhitungan IKS tersebut,
selanjutnya dapat ditentukan kategori kesehatan masing-masing
keluarga dengan mengacu pada ketentuan berikut:
1) Nilai indeks > 0,800 : keluarga sehat
2) Nilai indeks 0,500 – 0,800 : pra-sehat
3) Nilai indeks < 0,500 : tidak sehat
b. Analisis data
Dalam rangka mendapatkan informasi sebagai landasan penyusunan
Rencana Lima Tahunan Puskesmas, dilaksanakan analisis data

90
Puskesmas, berdasarkan hasil analisis perhitungan IKS dan data
kesehatan lain yang telah dikumpulkan. Beberapa metode analisis data
yang dapat dilaksanakan di Puskesmas adalah sebagai berikut:
1) Analisis Deskriptif
Menggambarkan/menjelaskan data yang terdapat dalam tabel
sesuai karakteristik data yang ditampilkan, termasuk nilai rata-rata,
nilai minimal dan maksimal, serta nilai kuartil. Misalnya nilai rata-
rata cakupan imunisasi bayi, kisaran nilai maksimal dan minimal
cakupan imunisasi bayi.
Dengan metode analisis deskriptif, analisis dapat disajikan dalam
bentuk:
o Analisis Menurut Waktu (tren, berdasarkan hari, minggu, bulan,
tahun):
Analisis tren merupakan suatu metode analisis yang ditujukan
untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa
yang akan datang. Dari analisis tren dapat dilihat adanya
peningkatan atau penurunan suatu kejadian.

Gambar 6.1. Contoh Analisis Menurut Waktu Jumlah


Kunjungan Ibu Hamil Puskesmas X tahun
2015

o Analisis Menurut Tempat (Perdesaan, perkotaan, antar negara)


Yang dimaksud dengan tempat adalah area geografis, dapat
dikategorikan menurut luas maupun tinggi wilayah, dapat juga
menurut perkotaan-perdesaan, dalam-luar negeri, institusi-non
institusi dan sebagainya.

91
Gambar 6.2. Contoh Analisis Menurut Tempat Jumlah
Penderita Diare Menurut Desa tahun 2015

2) Analisis Komperatif
Menjelaskan data dengan membandingkan karakteristik data
wilayah yang satu dengan wilayah lainnya atau membandingkan
dengan target/standar tertentu, antar jenis kelamin, antar
kelompok umur, antar sumber data. Secara khusus, dengan
tersedianya data kesehatan yang terpilah menurut jenis kelamin,
dapat dikomparasikan derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan
sumber daya kesehatan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya
perbandingan prevalensi gizi buruk pada balita laki-laki dan
perempuan.

Gambar 6.3. Contoh Analisis Komparatif Jumlah Penderita


Gizi Buruk Menurut Jenis Kelamin dan Menurut
Desa di Puskesmas X Tahun 2015

92
3) Analisis Hubungan Dalam Program dan Antar Program
Analisis hubungan dalam program dan antar program adalah
analisis yang menjelaskan hubungan/keterkaitan variabel dalam
dan atau antar program yang secara logika memiliki hubungan.
Analisis Hubungan Dalam Program misalnya cakupan K1, K4,
Persalinan Normal (PN) dan KN. Analisis Hubungan Antar Program
misalnya KIA dengan Imunisasi (cakupan TT 2-5 dengan cakupan
K4 dan temuan TN; cakupan KN1 dengan cakupan HB0).

Gambar 6.4. Contoh Analisis Hubungan Dalam Program


Cakupan Pelayanan KIA di Puskesmas X
Bulan Agustus tahun 2015.

Berdasarkan beberapa metode analisis di atas, dapat dihasilkan


gambaran analisis yang merupakan interpretasi dari data atau
situasi yang dianalisis. Gambaran analisis tersebut harus dapat
menggambarkan:
a. Kecenderungan pencapaian status kesehatan masyarakat dan
hasil kinerja Puskesmas.
 Gambaran status kesehatan masyarakat per tahun, pada
tahapan awal, tengah periode 5 tahunan perencanaan
(midterm), dan prakiraan di akhir tahun ke-5 perencanaan.
 Gambaran hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan
Puskesmas serta analisis kecenderungan (trend analysis)

93
pencapaiannya, untuk mengetahui adanya kesenjangan
terhadap target.
 Gambaran hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan
Puskesmas yang diperbandingkan antar bulan-bulan yang
sama di setiap tahun pelaksanaan kegiatan.
b. Ketersediaan dan kemampuan sumber daya Puskesmas.
c. Prediksi status kesehatan dan tingkat kinerja Puskesmas
dengan target pencapaian untuk 5 tahun kedepan, baik
prediksi untuk pencapaian target kinerja dan status kesehatan
masyarakatnya maupun untuk kesenjangan pencapaian
hasilnya serta antisipasi yang perlu diperhatikan terhadap
kemungkinan penyebab dan hambatan yang ada serta yang
mungkin akan terjadi.
d. Faktor-faktor yang mendukung kemungkinan adanya suatu
perubahan yang signifikan terjadi.
Faktor yang dapat mendorong perubahan yang signifikan
kearah yang lebih baik:
 Penerapan kepemimpinan yang mampu membangun
kerja sama dalam tim, mendorong partisipasi serta
mengembangkan kemampuan bekerja profesional yang
penuh tanggung jawab (intellectual happiness / bekerja
bukan karena mengharapkan sesuatu atau karena takut
terkena konsekuensi/sanksi) dalam diri masing-masing
petugas.
 Kemampuan memanfaatkan data dan informasi, untuk
pengambilan keputusan dan melakukan tindakan tepat
dan koreksinya.
 Kemampuan untuk melihat hubungan masalah antara
satu program dengan program lainnya, atau antara
masalah utama dengan faktor penyebab dan latar
belakangnya masing-masing, agar strategi dan langkah
penyelesaiannya dapat dirumuskan secara tepat,
berurutan sesuai dengan prioritas secara terpadu

94
dalam Tim kerja (Team Work). Permasalahan di suatu
program bisa saja terjadi akibat/dampak dari program
lainnya, sehingga yang harus diselesaikan masalahnya
lebih dahulu adalah program sebagai penyebab.
 Kemampuan merumuskan strategi dan langkah-
langkah mewujudkannya dengan baik dan berkualitas
 Kemampuan mengelola sumber daya dan
mengembangkan potensinya sehingga dapat
dimanfaatkan secara optimal, termasuk tenaga
kesehatan yang tersedia
 Dukungan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan lintas sektor.
 Ketepatan membuat pemetaan masyarakat untuk
mendapat dan memilih mitra masyarakat yang dapat
difungsikan dalam penggerakan peran serta.
 Kemampuan menghadapi kondisi dan situasi matra
yang dihadapi masyarakat, yaitu kondisi dimana
seseorang/individu dan/atau masyarakat berada
dalam lingkungan kehidupan yang berubah/berbeda
secara bermakna dari kondisi lingkungan
kesehariannya, seperti pada saat bencana, situasi
konflik dan sebagainya. Puskesmas harus dapat
mengupayakan agar individu dan atau masyarakat tahu
mengenali, mau dan mampu mempersiapkan dan
menyesuaikan dirinya terhadap kondisi/situasi
lingkungan matra dan yang berdampak terhadap
kesehatan.
Faktor yang dapat menyebabkan perubahan signifikan
kearah yang buruk, seperti:
 Kurang mampunya kepala Puskesmas dalam
menggerakkan staf untuk menjalankan peran, tugas
dan fungsinya masing-masing.
 Kurang mampu memanfaatkan data/informasi untuk

95
mengantisipasi risiko, yang dapat berdampak buruk
kesehatan masyarakat.
 Kurang memperhatikan atau “melalaikan” temuan
masalah kesehatan ataupun kesenjangan pencapaian
kinerja dan tidak melakukan tindakan koreksi
(corrective action). Hal ini mengakibatkan sewaktu-
waktu dapat terjadi Outbreak/Kejadian Luar Biasa,
yang akan berpengaruh signifikan terhadap kesehatan
masyarakat.
 Ketidakmampuan mengatasi kondisi matra sehingga
dapat berdampak buruk pada masyarakat.
Kemampuan Puskesmas di dalam mengidentifikasi adanya
perubahan-perubahan signifikan yang dapat diketahui
penyebab dan latar belakangnya, membuat Puskesmas
dapat:
 Memanfaatkan pengalaman untuk perubahan
signifikan kearah yang baik, dalam memperluas
perbaikan-perbaikan pelayanan kesehatan lainnya
yang dinilai masih perlu untuk ditingkatkan.
 Melakukan langkah-langkah perbaikannya dan
mewaspadai temuan berikutnya, agar perubahan
menuju kearah yang buruk, dapat dicegah sedini
mungkin.
c. Analisis masalah dari sisi pandang masyarakat, yang dilakukan melalui
Survey Mawas Diri/Community Self Survey (SMD/CSS):
(1) Survei Mawas Diri adalah kegiatan untuk mengenali keadaan dan
masalah yang dihadapi masyarakat, serta potensi yang dimiliki
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Potensi yang
dimiliki antara lain ketersediaan sumber daya, serta peluang-
peluang yang dapat dimobilisasi. Hal ini penting untuk diidentifikasi
oleh masyarakat sendiri, agar selanjutnya masyarakat dapat
digerakkan untuk berperan serta aktif memperkuat upaya-upaya
perbaikannya, sesuai batas kewenangannya.

96
(2) Tahapannya dimulai dari pengumpulan data primer dan data
sekunder, pengolahan dan penyajian data masalah dan potensi yang
ada dan membangun kesepakatan bersama masyarakat dan kepala
desa/kelurahan, untuk bersama-sama mengatasi masalah kesehatan
di masyarakat.
(3) Instrumen SMD/CSS disusun Puskesmas sesuai masalah yang
dihadapi dan masalah yang akan ditanggulangi Puskesmas.
Instrumen yang disusun mencakup format pendataan yang
dilakukan wakil masyarakat yang dapat mengidentifikasi masalah
kesehatan masyarakat dan dapat memberi informasi tentang:
Kepemilikan Kartu Menuju Sehat (KMS) balita;
Status imunisasi dan status gizi balita;
Kondisi lingkungan permukiman/rumah tempat tinggal;
Kondisi rumah, ketersediaan air bersih layak konsumsi, cakupan
jamban sehat, Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di rumah
tangga;
Perawatan balita sehat dan sakit;
Upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan balita (tumbuh
kembang, gizi seimbang, imunisasi, Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS), dll);
Peranan keluarga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM);
Peranan keluarga pada kegiatan UKBM; dan atau
Pertanyaan lain yang dianggap perlu untuk mengetahui
permasalahan yang dihadapi masyarakat.
A.3. Perumusan Masalah
Dari hasil analisis data, dilaksanakan perumusan masalah. Masalah adalah
kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Tahapan ini dilaksanakan
melalui:
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftar masalah
yang dikelompokkan menurut jenis upaya, target, pencapaian, dan
masalah yang ditemukan.

97
Tabel 6.1. Contoh Tabel Identifikasi Masalah
No Upaya Target Pencapaian Masalah
1. UKM Esensial:
a. Promosi Kesehatan
b. ...
2. UKM Pengembangan

3. UKP
Keterangan:
Masalah dirumuskan berdasarkan prinsip 5W1H (What, Who, When, Where,
Why and How/Apa masalahnya, siapa yang terkena masalahnya, kapan masalah
itu terjadi, dimana masalah itu terjadi, kenapa dan bagaimana masalah itu
terjadi).

b. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah


Mengingat adanya keterbatasan kemampuan dalam mengatasi masalah,
ketidaktersediaan teknologi yang memadai atau adanya keterkaitan
satu masalah dengan masalah lainnya, maka perlu dipilih masalah
prioritas dengan jalan kesepakatan tim. Bila tidak dicapai kesepakatan
dapat ditempuh dengan menggunakan kriteria lain. Dalam penetapan
urutan prioritas masalah dapat mempergunakan berbagai macam
metode seperti metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) dan
sebagainya.
Metode USG:
Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan
sebagai berikut:
(1) Urgency:
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi. Urgency
dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak masalah
tersebut diselesaikan.
(2) Seriousness:
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat

98
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu
dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang
dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut terhadap
produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, dan
membahayakan sistim atau tidak.
(3) Growth:
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Data atau informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan metode USG,
yakni sebagai berikut:
(1) Hasil analisa situasi
(2) Informasi tentang sumber daya yang dimiliki
(3) Dokumen tentang perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan
pemerintah yang berlaku.

Tabel 6.2. Contoh matriks pemecahan masalah dengan metode USG


NO MASALAH U S G TOTAL
1. Masalah A 5 4 4 13
2. Masalah B 5 4 3 12
3. Masalah C 3 3 5 11
Keterangan: berdasarkan skala likert 1-5 (5=sangat besar, 4=besar,
3=sedang, 2=kecil, 1=sangat kecil). Atas dasar contoh tersebut
maka isu yang merupakan prioritas adalah Isu A.

c. Mencari Akar Penyebab Masalah


Setelah ditentukan masalah yang menjadi prioritas, selanjutnya dicari
akar penyebab dari masalah tersebut. Penyebab masalah agar
dikonfirmasi dengan data di Puskesmas. Beberapa metode yang dapat
dipergunakan dalam mencari akar penyebab masalah yaitu:
1) Diagram sebab akibat dari Ishikawa (diagram tulang ikan/ fish
bone). Langkah-langkah penyusunannya meliputi:

99
 Tuliskan “masalah” pada bagian kepala ikan.
 Buat garis horizontal dengan anak panah menunjuk kearah
kepala ikan.
 Tetapkan kategori utama dari penyebab.
 Buat garis dengan anak panah menunjuk ke garis horizontal.
 Lakukan brainstorming (curah pendapat) dan fokuskan pada
masing-masing kategori.
 Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk
kategori utama yang lain.
 Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, coba membuat
daftar sub penyebab dan letakkan pada cabang yang lebih kecil.
 Setelah semua ide/pendapat dicatat, lakukan klarifikasi data
untuk menghilangkan duplikasi ketidaksesuaian dengan
masalah, dll.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Fish bone diagram hanya menggambarkan tentang kemungkinan
suatu penyebab, bukan fakta/penyebab yang sesungguhnya,
untuk itu diperlukan konfirmasi dengan data di Puskesmas
untuk memastikannya.
 Efek (masalah) perlu diidentifikasi dan dipahami dengan jelas
sehingga tidak terjadi kerancuan dalam mencari kemungkinan
penyebabnya.
 Alat ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab secara terfokus sehingga dapat
dihindari kemungkinan terlewatnya penyebab.
 Pastikan bahwa setiap anggota tim dapat terlibat secara penuh
dalam proses penyusunan fish bone diagram tersebut.

100
Gambar 6.5. Diagram Sebab Akibat dari Ishikawa
(Fishbone)

2) Pohon Masalah (Problem Trees).


Langkah-langkah penyusunannya meliputi:
 Tuliskan “masalah” pada kotak di puncak pohon masalah.
 Buat garis panah vertikal menuju kotak tersebut.
 Tetapkan kategori utama dari penyebab dan tuliskan pada kotak
dibawahnya dengan arah panah menuju ke kotak masalah.
 Lakukan curah pendapat dan fokuskan pada masing-masing
kategori.
 Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk
kategori utama yang lain.
 Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, coba membuat
daftar sub penyebab dan letakkan pada kotak yang ada
dibawahnya.
 Setelah semua pendapat tercatat, lakukan klarifikasi data untuk
menghilangkan duplikasi, tidak sesuai dengan masalah, dan lain-
lain.
Kemungkinan penyebab masalah dapat berasal dari:
1) Input (sumber daya): sarana, prasarana, alat kesehatan, tenaga,
obat dan bahan habis pakai, anggaran dan data.

101
2) Proses (pelaksanaan kegiatan).
3) Lingkungan.

Gambar 6.6. Pohon Masalah

Atau jika diuraikan secara sederhana menjadi seperti format


dibawah ini:

Gambar 6.7. Uraian Gambar Pohon Masalah


d. Menetapkan Cara Pemecahan Masalah
Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat dilakukan
kesepakatan di antara anggota tim dengan didahului brainstorming
(curah pendapat). Bila tidak terjadi kesepakatan dapat digunakan tabel

102
cara pemecahan masalah. Langkah-langkah pemecahan masalah sebagai
berikut:
1) Brainstorming (curah pendapat).
Dilaksanakan untuk membangkitkan ide/gagasan/pendapat tentang
suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim dalam
periode waktu yang singkat dan bebas dari kritik. Manfaat dari
brainstorming adalah untuk:
Mendapatkan ide/pendapat/gagasan sebanyak-banyaknya
Pengembangan kreatifitasi berpikir dari anggota tim
Memacu keterlibatan seluruh peserta (anggota tim).
Tipe brainstorming:
Terstruktur, tiap anggota tim menyampaikan ide/gagasan
bergiliran.
Tidak terstruktur, tiap peserta yang mempunyai ide/gagasan
dapat langsung menyampaikannya.
Langkah-langkah:
Tetapkan suatu topik/masalah sejelas mungkin.
Beri waktu beberapa saat kepada anggota untuk memahami dan
memikirkannya.
Tetapkan waktu yang akan digunakan untuk curah pendapat,
misalnya 30-45 menit.
Anggota tim menyampaikan ide.
Apabila terdapat beberapa anggota yang mendominasi, gunakan
curah pendapat terstruktur sehingga seluruh anggota
mempunyai kesempatan yang sama. Bila yang dipilih secara
terstruktur, anggota yang tidak menyampaikan pendapat pada
gilirannya harus mengucapkan “Pass” dan kesempatan diberikan
pada anggota berikutnya.
Beri dorongan/rangsangan agar anggota berani memberikan /
mengajukan pendapat.
Selama brainstorming berjalan, tidak dibenarkan menanggapi
pendapat anggota yang sedang berbicara. Bila ini terjadi,
pimpinan sidang harus segera menegur.

103
Tuliskan setiap ide/gagasan tersebut pada flipchart sehingga
dapat dilihat oleh seluruh anggota.
Teruskan brainstorming sampai waktu yang telah ditetapkan
habis.
Lakukan klarifikasi, hilangkan sesuatu yang menyimpang dari
topik atau duplikasi yang terjadi.
Buat list pendek yang berhubungan dengan topik yang dibahas.
2) Kesepakatan di antara anggota tim, berdasarkan hasil dari curah
pendapat (brainstorming). Hasil kesepakatan dipergunakan sebagai
bahan penyusunan Rencana Lima Tahunan.
3) Bila tidak terjadi kesepakatan, digunakan metode Tabel cara
pemecahan masalah sebagai berikut:

Tabel 6.3. Contoh Tabel Cara Pemecahan Masalah


Alternatif Pemecahan
Priorotas Penyebab
No. Pemecahan Masalah Ket.
Masalah Masalah
Masalah Terpilih

A.4. Penyusunan Rencana Lima Tahunan


Berdasarkan kesepakatan cara pemecahan masalah dapat dikembangkan
program kegiatan dan ditentukan target yang akan dicapai. Pengawasan dan
pengendalian untuk pencapaian target Rencana Lima Tahunan dilakukan
setiap tahun, dan pada tengah periode lima tahunan dilakukan evaluasi
periode tengah lima tahun (Midterm evaluation), untuk menyesuaikan target
akhir Rencana Lima Tahunan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengakomodir
perubahan kebijakan ataupun kebijakan yang baru, hasil analisis trend
pencapaian program, kemungkinan penambahan sumber daya dan
kemungkinan masalah kesehatan yang baru. Rincian pelaksanaan kegiatan
dalam mencapai target prioritas yang telah ditetapkan pada perencanaan
lima tahunan akan disusun dalam perencanaan tahunan Puskesmas.

Formatnya adalah sebagai berikut:

104
Tabel 6.1. Format Rencana 5 (Lima) Tahunan Puskesmas
No Upaya Kesehatan Tujuan Indikator Kinerja Cara Target Rincian Kegiatan Kebutuhan
Perhitungan 1 2 3 4 5 Anggaran
1 2 3 4 5 6 7 8
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB Meningkatnya kesehatan ibu Cakupan K4 80 90 90 90 90 Pelatihan P4K untuk
bidan
2. Promkes Meningkatnya PHBS di masy. Rumah Tangga Sehat 60 65 70 75 80 Penyuluhan PHBS
3. Kesling SAB yang memenuhi 50 55 60 65 70 Inspeksi sanitasi SAB
syarat
4. Gizi 70 75 80 85 90 Revitalisasi Posyandu
5. Pencegahan dan 70 85 100 100 100 P2 TB Paru dg strategi
Pengendalian Penyakit DOTS
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad, dst
UKP
1. Rawat Jalan Kunjungan rawat 50 60 70 80 80
jalan umum
PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Dst
PELAYANAN PERAWATAN KESMAS
1. Dst
PELAYANAN LABORATORIUM
1. Dst
Keterangan:
Matriks tersebut diatas merupakan indikator kegiatan prioritas yang dilakukan Puskesmas di dalam menyelesaikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya untuk lima tahun ke depan.
Target indikator prioritas pada contoh formulir diatas dapat ditambah berdasarkan hasil perumusan prioritas masalah Puskesmas diwilayah kerjanya.
Matriks diatas dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKP, pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium yang dilaksanakan di Puskesmas.
Kolom (3). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap upaya kesehatan.
Kolom (4). Indikator Kinerja diisi dengan indikator pencapaian upaya kesehatan. Indikator kinerja ditentukan berdasarkan masalah prioritas kesehatan diwilayah kerja Puskesmas,
dimana pencapaiannya dapat didukung oleh beberapa upaya yang dilaksanakan Puskesmas, sehingga tidak setiap upaya harus mempunyai indikator sendiri, mengingat prinsip
integrasi program dalam pendekatan siklus kehidupan.
Kolom (5). Cara Perhitungan diisi dengan cara perhitungan masing-masing target indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Kolom (6). Target diisi dengan target pencapaian setiap indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Kolom (7). Rincian Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan. Rincian
kegiatan akan menjadi bahan dalam penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas.
Kolom (8). Kebutuhan anggaran diisi dengan perkiraan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan.

105
6.4.2. Penyusunan Rencana Tahunan
Penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas harus dilengkapi dengan usulan
pembiayaan untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana dan operasional Puskesmas.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk tahun mendatang (N+1) disusun
pada bulan Januari tahun berjalan (N) berdasarkan hasil kajian pencapaian kegiatan
tahun sebelumnya (N-1), dan diharapkan proses penyusunan RUK telah selesai
dilaksanakan di Puskesmas pada akhir bulan Januari tahun berjalan (N).
Adapun tahapan penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas seperti tahapan
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas, yaitu:
B.1. Persiapan
Langkah-langkah dalam tahap persiapan dilaksanakan seperti tahap
persiapan pada penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas. Pada tahap
ini tim mempelajari:
a. Rencana Lima Tahunan Puskesmas
b. Penjabaran tahunan rencana capaian target Standar Pelayanan Minimal
tingkat Kabupaten/Kota.
c. Target yang disepakati bersama Dinas Kesehatan kabupaten kota, yang
menjadi tanggung jawab Puskesmas.
d. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga.
e. Penguatan Manajemen Puskesmas Melalui Pendekatan Keluarga.
f. NSPK lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh tim di dalam
penyusunan perencanaan Puskesmas.
B.2. Analisis Situasi
a. Mengumpulkan data kinerja Puskesmas:
Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data kinerja dan gambaran
status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas di tahun (N-2)
untuk setiap desa/kelurahan. N menunjukan tahun yang akan disusun,
sehingga untuk menyusun perencanaan tahunan (sebagai contoh tahun
2017), maka data kinerja yang dikumpulkan dan dipelajari adalah data
tahun 2015. Data diperoleh dari Sistim Informasi Puskesmas.
b. Analisis data.
Hasil analisis data harus bisa menggambarkan:

106
1) Kecenderungan pencapaian status kesehatan masyarakat dan hasil
kinerja Puskesmas pada tahun (N-3) dan tahun (N-2). Status
kesehatan keluarga dan masyarakat dapat dilihat dari hasil Indeks
Keluarga Sehat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
2) Hasil kinerja dan mutu penyelenggaraan kesehatan di tahun (N-2).
3) Prediksi status kesehatan dan tingkat kinerja Puskesmas di tahun N,
baik prediksi untuk pencapaian target kinerja dan status kesehatan
masyarakatnya maupun untuk kesenjangan pencapaian hasilnya
serta antisipasi yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan
penyebab dan hambatan yang ada serta yang mungkin akan terjadi.
4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung kemungkinan
adanya suatu perubahan yang signifikan terjadi, baik perubahan ke
arah yang lebih baik dan perubahan kearah yang buruk, dan
memanfaatkan pengalaman tersebut untuk mengadakan perbaikan
pelayanan kesehatan.
5) Ketersediaan dan kemampuan sumber daya Puskesmas.
6) Analisis masalah dari sisi pandang masyarakat, yang dilakukan
melalui Survey Mawas Diri/Community Self Survey (SMD/CSS).
B.3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilaksanakan seperti pada Penyusunan Rencana Lima
Tahunan Puskesmas.
B.4. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan RUK diformulasikan setelah melalui tahapan diatas, bersama
dengan lintas sektor terkait dan didampingi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Penyusunan RUK terintegrasi kedalam sistim perencanaan
daerah dan dalam tataran target`pencapaian akses, target kualitas
pelayanan, target pencapaian output dan outcome, serta menghilangkan
kondisi yang dapat menyebabkan kehilangan peluang dari sasaran program
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dalam satu pelaksanaan (missed
opportunity). Seperti cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) dengan
cakupan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Cakupan kunjungan neonatal pertama

107
(KN1) dengan cakupan imunisasi HB0, cakupan kunjungan neonatal 1 (KN1)
dengan cakupan kunjungan nifas pertama (KF1), dan lain sebagainya.
B.5. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Tahap penyusunan RPK dilaksanakan melalui pendekatan keterpaduan
lintas program dan lintas sektor dalam lingkup siklus kehidupan.
Keterpaduan penting untuk dilaksanakan mengingat adanya keterbatasan
sumber daya di Puskesmas. Dengan keterpaduan tidak akan terjadi missed
opportunity, kegiatan Puskesmas dapat terselenggara secara efisien, efektif,
bermutu, dan target prioritas yang ditetapkan pada perencanaan lima
tahunan dapat tercapai.
Penyusunan RPK terintegrasi kedalam sistim perencanaan didaerah, dengan
tahapan:
c. Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui.
d. Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang
diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK.
e. Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan
dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi
pelaksanaan.
f. Mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas
kesepakatan RPK.
g. Membuat RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk matriks.
h. RPK dirinci menjadi RPK bulanan bersama dengan target pencapaiannya,
dan direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya.
i. RPK dimungkinkan untuk dirubah/disesuaikan dengan kebutuhan saat
itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan
bulanan dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik, Kejadian Luar
Biasa, perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus dituangkan
kedalam RPK. Perubahan RPK dilakukan dengan pendampingan Dinas
Kesehatan kab/kota, dan tidak mengubah pagu anggaran yang ada.
j. Untuk semua kegiatan yang akan dilaksanakan, agar dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik, perlu didukung dokumen yang
relevan. Dengan tuntunan dokumen yang dibuat, dipastikan bahwa
kegiatan yang dimaksud dapat diselesaikan, sehingga sasaran dan tujuan

108
akan tercapai. Dokumen tersebut antara lain berupa:
1) Peraturan/Keputusan Kepala Puskesmas;
2) Kerangka Acuan Kegiatan;
3) Standar Operasional Prosedur; dan
4) Dokumen lain yang dibutuhkan.
Pada Puskesmas yang telah melaksanakan pola pengelolaan keuangan
BLUD, format untuk formulir perencanaan lima tahunan Puskesmas dan
perencanaan tahunan Puskesmas, disesuaikan dengan peraturan pola
pengelolaan BLUD yang berlaku.

Tahapan penyusunan perencanaan tahunan tersebut secara sederhana dapat


digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6.8. Tahap-tahap Perencanaan Tingkat Puskesmas

Contoh format RUK dan RPK adalah sebagaimana tabel berikut.

109
Tabel 6.2. Format Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Puskesmas
No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Penanggung Kebutuhan Mitra Waktu Kebutuhan Indikator Sumber
Kesehatan Sasaran Jawab Sumber kerja Pelaksanaan Anggaran Kinerja Pembiayaan
daya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB
2. Promkes
3. Kesling
4. Gizi
5. Pencegahan dan
Pengendalian
Penyakit
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad, dst
UKP
1. Rawat Jalan
PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Dst
PELAYANAN PERAWATAN KESMAS
1. Dst
PELAYANAN LABORATORIUM
1. Dst
Keterangan:
1. Matriks tersebut diatas merupakan kegiatan yang dilakukan Puskesmas. Target indikator Kegiatan pada contoh formulir diatas selanjutnya dapat ditambah berdasarkan masalah
prioritas kesehatan diwilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisa dan mengacu pada rencana lima tahunan Puskesmas.
2. Matriks diatas dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3. Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKP, pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium yang dilaksanakan di Puskesmas.
4. Kolom (3). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan.
5. Kolom (4). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.
6. Kolom (5). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.
7. Kolom (6). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan factor koreksi kondisi geografis, jumlah sumber
daya, target indikator kinerja, dan pencapaian terdahulu.
8. Kolom (7). Penanggungjawab diisi Penanggungjawab kegiatan di Puskesmas.
9. Kolom (8). Kebutuhan sumber daya diisi sumber daya yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan, diluar pembiayaan (Man, Method, Material, Machine).
10. Kolom (9). Mitra kerja diisi unit lintas sektor yang harus terlibat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan.
11. Kolom (10). Waktu Pelaksanaan diisi periode pelaksanaan kegiatan dalam satu tahun.
12. Kolom (11). Kebutuhan anggaran diisi dengan perkiraan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan.
13. Kolom (12). Indikator Kinerja diisi dengan indikator kinerja yang didukung oleh pelaksanaan kegiatan tersebut.
14. Kolom (13) Sumber Pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, swasta,JKN, masyarakat atau sumber pendanaan lain yang sah.

110
Tabel 6.3. Format Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas
No Upaya Kegiatan Tujuan Sasaran Target Penanggung Volume Jadwal Rincian Lokasi Biaya
Kesehatan Sasaran Jawab Kegiatan Pelaksanaan Pelaksanaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. KIA & KB
2. Promkes
3. Kesling
4. Gizi
5. Pencegahan dan
Pengendalian
Penyakit
1. Kestrad, dst
1. Rawat Jalan
1. Dst
1. Dst
1. Dst
Keterangan:
1. Matriks tersebut diatas merupakan kegiatan yang dilakukan Puskesmas. Target Indikator kegiatan pada contoh formulir diatas selanjutnya dapat ditambah
berdasarkan dengan masalah prioritas kesehatan diwilayah kerja Puskesmas sesuai RUK Puskesmas yang telah disetujui.
2. Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3. Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKP, pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium yang dilaksanakan
di Puskesmas.
4. Kolom (3). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan.
5. Kolom (4). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.
6. Kolom (5). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.
7. Kolom (6). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan factor koreksi kondisi
geografis, jumlah sumber daya, target indikator kinerja, dan pencapaian terdahulu.
8. Kolom (7). Penanggungjawab diisi Penanggungjawab kegiatan di Puskesmas.
9. Kolom (8). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
10. Kolom (9). Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
11. Kolom (10). Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan dalam 1 (satu) tahun yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan.
12. Kolom (11). Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.
13. Kolom (12). Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan.

111
Tabel 6.4. Format Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Bulanan Puskesmas
No Kegiatan Tujuan Sasaran Target Penanggung Volume Jadwal Rincian Lokasi Biaya
Sasaran Jawab Kegiatan Pelaksanaan Pelaksanaan

Keterangan:
1. Matriks tersebut diatas dibuat dan diisi oleh masing-masing penanggungjawab program/kegiatan berdasarkan RPK Puskesmas yang telah disusun.
2. Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3. Kolom (2). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang ada pada RPK Puskesmas
4. Kolom (3). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan
5. Kolom (4). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.
6. Kolom (5). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan faktor koreksi kondisi
geografis, jumlah sumber daya, target indikator kinerja, dan pencapaian terdahulu.
7. Kolom (6). Penanggungjawab diisi Penanggungjawab kegiatan di Puskesmas.
8. Kolom (7). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
9. Kolom (8). Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
10. Kolom (9). Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan tanggal dan bulan pelaksanaannya dalam 1 (satu) tahun yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan.
11. Kolom (10). Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.
12. Kolom (11). Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan

112
BAB VII
PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN PUSKESMAS
7.4. Konsep Penggerakan dan Pelaksanaan
Muninjaya (2004), berpendapat bahwa fungsi penggerak dan pelaksanaan
dalam istilah lainnya yaitu memberi bimbingan (actuating), membangkitkan
motivasi (motivating), menentukan arah (directing), mempengaruhi (influencing)
dan memberikan perintah (commanding).
Penggerakan dan pelaksanaan adalah upaya untuk menjadikan perencanaan
menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar
setiap angggota organisasi dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai
dengan peran, tugas dan tanggungjawabnya (Terry, 2005). Penggerakan adalah
aktivitas pokok dalam manajemen yang mendorong dan mengarahkan semua
bawahan agar berkeinginan, bertujuan bergerak untuk mencapai maksud-maksud
yang telah ditentukan dan mereka berkepentingan serta bersatu padu dengan
rencana usaha organisasi. Penggerakan juga dapat didefinisikan pula sebagai
keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota
oraganisasi agar mau dan ikhlas bekerja sebaik mungkin demi terciptanya tujuan
organisasi dengan efektif, efisien, dan ekonomis.
Berdasarkan definisi tersebut dapatlah dirumuskan bahwa penggerakan
merupakan kegiatan manajemen untuk menggerakan dan membuat orang lain suka
dan dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif
dan efisien, sehingga tindakan-tindakan yang telah dilakukan menyebabakan suatu
organisasi dapat berjalan.
Penggerakan dimaksudkan sebagai rangkaian kegiatan yang berhubungan
dengan aktivitas mempengaruhi orang lain agar mereka suka melaksanakan usaha-
usaha kearah pencapaian sasaran/tujuan administrasi. Penggerakan juga
dimaksudkan sebagai tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota organisasi
berusaha untuk mencapai sasaran organisasi sesuai dengan perencanaan
manajerial. Alat-alat penggerakan meliputi: perintah, petunjuk, bimbingan, surat
edaran, rapat koordinasi, dan pertemuan-pertemuan/lokakarya (workshop).
Penggerakan dan Pelaksanaan program/kegiatan merupakan kegiatan
lanjutan dari perencanaan. Penggerakan pelaksanaan program/kegiatan dapat
dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya adalah rapat dinas, pengarahan pada

113
saat apel pegawai, pelaksanaan kegiatan dari setiap program sesuai penjadwalan
pada Rencana Pelaksanaan Kegiatan bulanan, maupun dilakukan melalui forum
yang dibentuk khusus untuk itu. Forum yang dibentuk khusus untuk melakukan
penggerakan pelaksanaan program/kegiatan dinamakan forum Lokakarya Mini
Puskesmas. Dalam rangka penggerakan dan pelaksanaan program/kegiatan, Kepala
Puskesmas dapat melakukan pengorganisasian ulang petugas di Puskesmas dalam
rangka penguatan dan pemantapan organisasi.
Di lain pihak Syukur (1987) mengatakan bahwa pelaksanaan adalah suatu
rangkaian tindak lanjut, setelah sebuah rencana dan kebijaksanaan ditetapkan yang
terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategi maupun operasional
yang ditempuh guna mewujudkan suatu program ataupun kebijaksanaan menjadi
kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Van Meter
dan Van Horn (Winarno, 2002) membatasi pelaksanaan sebagai tindakan-tindakan
yang dilakukan individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun
swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan sebelumnya.
Penggerakan dan pelaksanaan di Puskesmas dilaksanakan dalam bentuk
Lokakarya Mini.

7.5. Lokakarya Mini Bulanan


Lokakarya mini bulanan bertujuan untuk menilai sampai seberapa jauh
pencapaian dan hambatan-hambatan yang dijumpai oleh para pelaksana
program/kegiatan pada bulan atau periode yang lalu sekaligus pemantauan
terhadap pelaksanaan rencana kegiatan Puskesmas yang akan datang; sehingga
dapat dibuat perencanaan ulang yang lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Disamping itu, kita ketahui bersama bahwa keberhasilan
pelaksanaan kegiatan Puskesmas memerlukan keterpaduan baik lintas program
maupun lintas sektor. Lokakarya mini bulanan dilaksanakan pada setiap awal bulan.
Keterpaduan lintas program adalah keterpaduan internal Puskesmas yang
bertujuan agar seluruh petugas mempunyai rasa memiliki dan motivasi yang tinggi
dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas secara
terintegrasi. Seluruh komponen Puskesmas harus memiliki kesadaran bahwa
Puskesmas merupakan satu sistim dan mereka adalah subsistimnya.

114
Pengorganisasian internal Puskesmas sekaligus pemantauan kegiatan dilaksanakan
melalui Lokakarya mini Bulanan Puskesmas yang menghasilkan perencanaan ulang.
Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas diselenggarakan dalam 2 (dua) tahap yaitu:
A.1. Lokakarya Mini Bulanan yang pertama
Lokakarya Mini Bulanan yang pertama merupakan lokakarya penggalangan
tim, diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian untuk dapat
terlaksananya RPK Puskesmas.
Pengorganisasian dilaksanakan dalam rangka penentuan penanggungjawab
dan pelaksana setiap kegiatan serta untuk satuan wilayah kerja. Seluruh
program kerja dan wilayah kerja Puskesmas dilakukan pembagian habis
kepada seluruh pegawai Puskesmas, dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimilikinya.
Langkah-langkah dan ketentuan penyelenggaraan lokakarya mini bulanan
yang pertama adalah sebagai berikut:
a. Persiapan:
 Kepala Puskesmas mempersiapkan:
Bahan umpan balik hasil kinerja sekaligus dengan hasil
analisanya;
Informasi kebijakan baru dan atau program baru yang harus
dilaksanakan di Puskesmas.
Tata cara penyusunan RPK tahunan.
Tata cara penyusunan Rencana Lima Tahunan dan RUK.
Penjabaran uraian peran, tugas dan tanggung jawab dari semua
petugas Puskesmas, berdasarkan hasil analisa beban kerjanya.
 Pelaksana dan penanggungjawab program/kegiatan
mempersiapkan:
Laporan kinerja Puskesmas tahun lalu;
Bahan penyusunan RUK tahun yang akan datang dan Rencana
Lima Tahunan;
Usulan kegiatan untuk perbaikan/peningkatan kinerja
Puskesmas.
RPK bulanan setiap program/kegiatan.
 Kepala subbag tata usaha mempersiapkan:

115
Usulan kebutuhan sumber daya yang diperlukan Puskesmas.
Surat undangan, dengan kejelasan tempat penyelenggaraan, hari,
tanggal dan jam, serta acara.
Tempat pelaksanaan.
Alat tulis dan perlengkapan yang dibutuhkan (white board,
spidol, kertas lembar balik, laptop/komputer, proyektor/infocus
dan atau bahan lain yang dianggap perlu untuk pelaksanaan
forum).
Buku catatan/notulen rapat Dinas Kesehatan dan rapat lintas
sektor kecamatan.
Petugas yang bertanggung jawab dalam mengorganisir
penyelenggaraan lokakarya mini.
b. Pelaksanaan:
1) Masukan:
Uraian tugas setiap pegawai Puskesmas;
Data capaian Puskesmas tahun sebelumnya;
Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru berkaitan
dengan Puskesmas;
Informasi tentang tatacara penyusunan RPK tahunan dan RPK
bulanan Puskesmas.
2) Proses:
Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang
peran, tanggung jawab dan kewenangan setiap pegawai
Puskesmas;
Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan
lapangan/daerah binaan;
Analisis beban kerja tiap pegawai;
Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung jawab
daerah binaan (darbin);
Penyusunan RPK tahun berjalan berdasarkan RUK yang telah
ditetapkan;
Penyusunan RPK bulanan berdasarkan RPK tahunan;
Penyusunan RUK untuk tahun selanjutnya; dan atau

116
Penyusunan Rencana Lima Tahunan untuk periode selanjutnya;
3) Luaran:
Tersusunnya RPK tahunan berdasarkan prinsip keterpaduan dan
kesinambungan;
Tersusunnya RPK bulanan;
Kesepakatan bersama untuk pelaksanaan RPK bulanan;
Matriks pembagian tugas dan darbin;
Bahan Musrenbangdes;
Draft RUK untuk tahun selanjutnya;
Draft Rencana Lima Tahunan (dalam siklus lima tahunan).
4) Ketentuan penyelenggaraan:
Pengarah: Kepala Puskesmas
Peserta:
Seluruh pegawai Puskesmas, termasuk pegawai yang bertugas di
Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan Desa.
Waktu:
Waktu pelaksanaan lokakarya mini bulanan pertama disesuaikan
dengan jadwal sistim perencanaan pembangunan daerah.
Diharapkan lokakarya mini bulanan pertama dilaksanakan
sebelum pelaksanaan Musrenbangdes.
Acara
Pada dasarnya susunan acara lokakarya mini bulanan pertama
bersifat dinamis, dapat disusun sesuai dengan kebutuhan,
ketersediaan waktu dan kondisi Puskesmas setempat. Sebagai
contoh susunan acara lokakarya mini bulanan pertama adalah
sebagai berikut:
 Pembukaan dilanjutkan dinamika kelompok;
 Pengenalan kebijakan maupun program baru;
 Kegiatan bulanan Puskesmas;
 Analisa beban kerja;
 Pembagian tugas dan daerah binaan;
 Penyusunan RPK tahunan
 Penyusunan RPK bulanan;

117
 Penyusunan bahan Musrenbangdes
 Penyusunan draft RUK untuk tahun selanjutnya;
 Kesepakatan untuk melaksanakan RPK bulanan; dan atau
 Penyusunan Rencana Lima Tahunan untuk periode
selanjutnya
Tempat:
Diupayakan agar lokakarya mini dapat diselenggarakan di
Puskesmas, apabila tidak memungkinkan dapat menggunakan
tempat lain yang lokasinya berdekatan dengan Puskesmas.
Ruang yang dipakai hendaknya cukup untuk menampung semua
peserta. Pengaturan tempat sebaiknya seperti huruf “U”.

Contoh Jadwal Lokakarya Mini Bulanan Pertama adalah sebagai


berikut.

Tabel 7.1. Jadwal Acara Lokakarya Mini Bulanan Pertama


JAM ACARA PENGARAH
09.30 – 10.00 Pembukaan Kepala Puskesmas
10.30 – 11.15 Dinamika Kelompok Kepala Puskesmas +
Staf
11.15 – 12.15 Pengenalan Kebijakan dan Kepala Puskesmas +
Program Baru Staf
12.15 – 13.15 Istirahat
13.15 – 14.00 Paparan RPK Tahunan Kepala Puskesmas /
Puskesmas Staf
14.00 – 15.45  Analisa baban kerja Kepala Puskesmas +
 Pembagian tugas dan daerah Staf
binaan
 Penyusunan RPK bulan
berikutnya
 Penyusunan bahan
Musrenbangdes
 Penyusunan RUK untuk tahun
selanjutnya
15.45 – 16.00 Kesepakatan untuk Kepala Puskesmas
melaksanakan rencana kerja
baru
16.00 – 16.15 Penutupan Kepala Puskesmas

A.2. Lokakarya Mini Bulanan Rutin


Lokakarya mini bulanan rutin diselenggarakan sebagai tindaklanjut dari

118
lokakarya mini bulanan yang pertama. Lokakarya mini bulanan rutin ini
dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan kegiatan Puskesmas, yang
dilakukan setiap bulan secara teratur. Pada forum Lokakarya mini bulanan
rutin, dapat sekaligus dilaksanakan pertemuan tinjauan manajemen, sesuai
jadwal yang telah ditetapkan tim audit internal.
Penanggungjawab penyelenggaraan lokakarya mini bulanan rutin adalah
kepala Puskesmas, yang dalam pelaksanaannya dibantu staf Puskesmas
dengan mengadakan rapat kerja seperti biasanya. Fokus utama lokakarya
mini bulanan rutin adalah ditekankan kepada masalah pentingnya
kesinambungan arah dan kegiatan antara hal-hal yang direncanakan,
integrasi antar program dalam menyelesaikan masalah prioritas Puskesmas
yang telah ditetapkan pada tiap tahunnya, pelaksanaannya serta hasilnya,
agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tersebut dapat berhasil guna dan
berdaya guna.
Langkah-langkah lokakarya mini bulanan rutin Puskesmas adalah sebagai
berikut:
b. Persiapan:
1) Kepala Puskesmas mempersiapkan:
 Umpan balik hasil kinerja bulan lalu dan capaian kumulatif
selama bulan berjalan.
 Informasi kebijakan baru dan atau program baru yang harus
dilaksanakan di Puskesmas.
 Rencana tindakan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja
bulan yang akan datang.
 Bahan Musrenbangcam (khusus untuk lokakarya mini bulan ke
dua).
2) Pelaksana dan penanggungjawab program/kegiatan
mempersiapkan:
 Laporan hasil kinerja, analisis masalah dan rancangan tindak
lanjut pemecahan masalahnya.
 Bahan untuk pembahasan usulan kesehatan dari seluruh
desa/kelurahan dan usulan kegiatan Puskesmas yang akan
dibahas untuk keterpaduannya bersama lintas sektor terkait.

119
 RPK bulanan setiap program/kegiatan.
3) Kepala subbag tata usaha mempersiapkan:
 Surat undangan, dengan kejelasan tempat penyelenggaraan,
hari, tanggal dan jam, serta acara.
 Tempat pelaksanaan.
 Alat tulis dan perlengkapan yang dibutuhkan (white board,
spidol, kertas lembar balik, laptop/komputer,
proyektor/infocus dan atau bahan lain yang dianggap perlu
untuk pelaksanaan forum).
 Buku catatan/notulen rapat Dinas Kesehatan dan rapat lintas
sektor kecamatan.
 Petugas yang bertanggung jawab dalam mengorganisir
penyelenggaraan lokakarya mini.
c. Penyelenggaraan:
1) Masukan:
 Laporan hasil kegiatan bulan lalu;
 Rencana awal pelaksanaan program/kegiatan bulan ini;
 Informasi tentang hasil rapat diKabupaten/Kota, informasi
tentang hasil rapat di kecamatan, informasi tentang kebijakan,
program dan konsep baru.
 Hasil pelaksanaan audit internal dalam rangka pelaksanaan
akreditasi, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh tim
audit internal.
2) Proses:
 Melakukan analisis capaian kinerja bulanan Puskesmas dan
hasil pelaksanaan audit internal.
 Memetakan masalah dan penyebab masalah yang dikaitkan
dengan kepatuhan terhadap standar operasional prosedur yang
telah disusun.
 Menyusun rencana tindak lanjut berupa rencana kerja
pemecahan masalah berdasarkan daerah binaan yang
disesuaikan dengan RPK yang ada. Jika tindak lanjut yang
diputuskan tidak terakomodir oleh RPK maka kegiatannya

120
diinventarisir dan dikomunikasikan pada lokakarya tribulanan.
 Pada periode tengah tahun, dapat dilakukan evaluasi tengah
tahun (midterm evaluation) kinerja Puskesmas dalam 6 (enam)
bulan pertama terhadap target yang ditetapkan, dan bila
memungkinkan, RPK semester selanjutnya dapat disesuaikan
dengan hasil evaluasi.
 Pembahasan RUK untuk tahun selanjutnya, sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi terkini.
3) Luaran
 Rencana tindak lanjut yang berupa RPK bulan berikutnya;
 Komitmen untuk melaksanakan RPK yang telah disusun;
 Bahan yang akan disampaikan pada lokakarya mini tribulanan;
dan/atau
 Rekomendasi pertemuan tinjauan manajemen.
4) Ketentuan penyelenggaraan:
 Pengarah: Kepala Puskesmas. Pada saat pembahasan hasil audit
internal pada pertemuan tinjauan manajemen, pimpinan forum
diserahkan kepada ketua tim audit internal.
 Peserta:
o Seluruh pegawai Puskesmas, termasuk pegawai yang
bertugas di Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan Desa.
o Sesuai dengan kewenangan Puskesmas dalam
mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya,
maka kegiatan lokakarya mini bulanan harus melibatkan
jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas. Melalui forum tersebut, Puskesmas dapat
menyampaikan hal-hal yang perlu didukung oleh jejaring
didalam menyelesaikan masalah kesehatan diwilayah
kerja Puskesmas dari hasil analisa data Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga, atau sebaliknya, bila
terdapat masalah kondisi kesehatan keluarga yang
menjadi kepesertaan JKN di jejaring fasilitas pelayanan

121
kesehatan yang perlu dilakukan intervensi oleh
Puskesmas.
o Sehubungan dengan hal tersebut maka Puskesmas dan
jejaring fasilitas pelayanan kesehatannya dapat saling
memberikan data keluarga kepesertaan JKN yang
membutuhkan intervensi karena kepesertaan penduduk
yang ada di wilayah kerja Puskesmas dapat tercatat pada
jejaring fasilitaa pelayanan kesehatan.
 Waktu:
Waktu pelaksanaan lokakarya mini bulanan rutin disesuaikan
dengan kondisi dan situasi Puskesmas. Waktu ideal adalah
minggu pertama atau waktu lain yang dianggap tepat.
Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa lokakarya mini
bulanan rutin dilaksanakan dengan melibatkan seluruh
pegawai Puskesmas, tanpa mengganggu aktivitas pelayanan
serta dapat tercapai tujuan.
 Acara:
Pada dasarnya susunan acara lokakarya mini bulanan rutin
bersifat dinamis, dapat disusun sesuai dengan kebutuhan,
ketersediaan waktu dan kondisi Puskesmas setempat. Sebagai
contoh susunan acara lokakarya mini bulanan rutin adalah
sebagai berikut:
 Pembukaan
 Pengenalan program baru (apabila ada);
 Inventarisasi hasil kegiatan (termasuk hambatan) bulan
lalu;
 Analisa pemecahan masalah dan pemecahannya;
 Penyusunan kegiatan bulan berikutnya;
 Penyusunan bahan untuk lokakarya mini tribulanan
 Pembagian tugas bulan berikutnya;
 Kesepakatan untuk melaksanakan RPK bulan berikutnya;
dan atau
 Pertemuan tinjauan manajemen, sesuai jadwal tim audit

122
internal
 Tempat seperti lokakarya mini bulanan pertama

Contoh Jadwal Lokakarya Mini Bulanan Rutin adalah sebagai


berikut.

Tabel 7.2. Jadwal Acara Lokakarya Mini Bulanan Rutin


JAM ACARA PENGARAH
10.00 – 10.30 Pembukaan Kepala Puskesmas
10.30 – 11.15 Pengenalan program baru Kepala Puskesmas +
Staf
11.15 – 12.15 Inventarisasi kegiatan bulan Pimpinan rapat
lalu
12.15 – 13.15 Istirahat
13.15 – 14.00 Analisa masalah dan Pimpinan rapat
pemecahan
14.00 – 15.30  Penyusunan RPK bulan Pimpinan rapat
berikutnya dan pembagian
tugas bulan yang akan datang
 Penyusunan bahan untuk
lokakarya mini tribulanan
15.30 – 15.45 Kesepakatan untuk Kepala Puskesmas
melaksanakan rencana kerja
baru
15.45 – 16.00 Penutupan Kepala Puskesmas

7.6. Lokakarya Mini Tribulanan


Masalah kesehatan (termasuk kejadian kesakitan dan kematian) yang terjadi
dimasyarakat disebabkan oleh banyak faktor, dimana sebagai penyebab utamanya
diluar faktor kesehatan. Penyebab masalah kesehatan dapat disebabkan antara lain
oleh faktor lingkungan (termasuk sosial-ekonomi-budaya), perilaku masyarakat,
pelayanan kesehatan, keadaan demografi dan faktor keturunan. Oleh karena itu
untuk memecahkan masalah kesehatan dibutuhkan kerjasama antara sektor
kesehatan dengan sektor-sektor lain yang terkait dengan penyebab terjadinya
masalah kesehatan. Untuk menumbuhkan semangat kerjasama antar sektor yang
terkait dalam pembangunan kesehatan diperlukan upaya pengggalangan dan
peningkatan kerjasama lintas sektoral, agar diperoleh hasil yang optimal.
Untuk memelihara kerjasama lintas sektor perlu dilakukan upaya
penggalangan dan pemantauan pelaksanaan kerjasama melalui suatu forum
lokakarya mini yang diselenggarakan setiap tribulan yang disebut Lokakarya Mini

123
Tribulanan. Lokakarya mini tribulanan bertujuan untuk menginformasikan dan
mengidentifikasikan capaian hasil kegiatan tribulan sebelumnya, membahas dan
memecahkan masalah dan hambatan yang dihadapi oleh lintas sektor pada kegiatan
tribulan sebelumnya, dan menganalisa serta memutuskan Rencana Tindak Lanjut
(RTL) dengan memasukkan aspek umpan balik dari masyarakat dan sasaran
program. Lokakarya mini bulanan tetap dilaksanakan jika pada bulan yang
bersamaan ada lokakarya mini tribulanan, dimana lokakarya mini bulanan
mempersiapkan bahan untuk pelaksanaan lokakarya mini tribulanan.
Adapun tahapan kegiatan lokakarya mini tribulanan lintas sektor
dilaksanakan dalam dua tahap yaitu:
B.1. Lokakarya Mini Tribulanan yang pertama
Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama merupakan lokakarya
penggalangan tim yang diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian
untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan sektoral yang terkait dengan
pembangunan kesehatan. Pada tahapan ini, Puskesmas mendiskusikan
usulan yang akan disampaikan didalam Musrenbang kecamatan yang
memerlukan dukungan dari lintas sektor terkait, sehingga pada saat
dilaksanakan Musrenbang kecamatan semua pihak sudah tersosialisasi dan
dapat mendukung program kesehatan di tingkat kecamatan.
Pengorganisasian dilaksanakan untuk penentuan penanggungjawab dan
pelaksana setiap kegiatan serta untuk satuan wilayah kerja. Seluruh program
kerja dan wilayah kerja kecamatan dilakukan pembagian habis kepada
seluruh sektor terkait, dengan mempertimbangkan kewenangan dan bidang
yang dimilikinya.
Langkah-langkah lokakarya mini tribulanan yang pertama adalah sebagai
berikut:
a. Masukan
1) Kebijakan program dan konsep baru tentang Puskesmas.
2) Data capaian Puskesmas periode sebelumnya.
3) Kebijakan dan rencana kegiatan dari masing-masing sektor yang
berhubungan dengan kesehatan.
4) Dukungan yang diperlukan dari lintas sektor untuk menyelesaikan
masalah prioritas kesehatan di kecamatan.

124
5) Nama calon anggota tim dari masing-masing sektor berdasarkan
pemetaan peran masing-masing sektor.
b. Proses
1) Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika kelompok.
2) Menginformasikan dan mengidentifikasi capaian Puskesmas
periode sebelumnya berdasarkan wilayah kerja.
3) Inventarisasi peran dari masing-masing sektor dalam
pembangunan kesehatan.
4) Menganalisis dan memutuskan kegiatan berdasarkan masalah dan
rencana kegiatan yang sudah ada di masing-masing sektor.
5) Menganalisis sumber daya masing-masing sektor yang
memungkinkan untuk digunakan dalam tindak lanjut penyelesaian
masalah kesehatan.
c. Luaran
1) Rencana kegiatan masing-masing sektor yang terintegrasi.
2) Komitmen bersama untuk menindaklanjuti hasil lokakarya mini
dalam bentuk penandatanganan kesepakatan.
3) Usulan bidang kesehatan yang telah disepakati bersama untuk
dibawa pada tingkat Musrenbang kecamatan.

Contoh Jadwal Lokakarya Mini Tribulanan Pertama adalah sebagai berikut.

Tabel 7.3. Jadwal Acara Lokakarya Mini Tribulanan Pertama


JAM ACARA PENGARAH
09.00 – 09.15 Pembukaan Camat
09.15 – 10.00 Dinamika kelompok Tim
10.00 – 10.15 Istirahat
10.15 – 11.15 Kegiatan masing masing sektor dalam Camat
mengembangkan peran serta masyarakat
11.15 – 12.15 Inventarisasi peran bantu masing-masing Sektor terkait
sektor
12.15 – 13.00 Istirahat
13.00 – 13.45 Analisa hambatan dan masalah dalam peran Sektor terkait
bantu masing-masing sektor
13.45 – 14.15 Pembagian tugas masing-masing sektor Camat
14.15 – 14.45 Perumusan rencana kerja masing-masing Sektor terkait
sektor dalam 3 bulan yang akan datang
14.45 – 15.00 Kesepakatan dan penutupan Camat

125
B.2. Lokakarya Mini Tribulanan Rutin
Sebagaimana lokakarya bulanan Puskesmas, maka lokakarya mini tribulanan
rutin merupakan tindaklanjut dari penggalangan kerjasama lintas sektoral
yang telah dilakukan dan selanjutnya dilakukan tiap tribulan secara tetap.
Penyelenggaraan lokakarya mini tribulanan rutin dilakukan oleh camat dan
Puskesmas dibantu sektor terkait dikecamatan.
Tahapan Lokakarya mini tribulanan rutin:
a. Masukan
1) Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan
sektor terkait.
2) Inventarisasi masalah/hambatan dari masing-masing sektor dalam
pelaksanaan program kesehatan.
3) Pemberian informasi baru.
b. Proses
1) Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan.
2) Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing
sektor.
3) Merumuskan cara penyelesaian masalah.
4) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan menyepakati
kegiatan berikutnya.
c. Luaran
1) Rencana pelaksanaan kegiatan berikutnya.
2) Kesepakatan bersama untuk menjalankan rencana.
Setelah dipahami tujuan dari lokakarya mini tribulanan dan tahapan
kegiatannya, selanjutnya ditentukan materi yang akan dibahas, dengan
ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut:
1. Persiapan
Sebelum lokakarya dilaksanakan, perlu diadakan persiapan yang
meliputi:
1.1. Advokasi kepada Camat, agar bersedia untuk:
a) Mempersiapkan tempat untuk penyelenggaraan lokakarya
mini.
b) Memimpin lokakarya dengan melakukan koordinasi,

126
komunikasi dan penyampaian informasi kepada semua
sektor yang terlibat.
1.2. Puskesmas melaksanakan:
a) Pembuatan visualisasi hasil-hasil kegiatan dalam bentuk
yang mudah dipahami oleh sektor, antara lain dalam bentuk
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
b) Persiapan alat-alat tulis kantor.
c) Persiapan catatan hasil kesepakatan yang lalu dan
instruksi/surat-surat yang berhubungan dengan peran serta
masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan
kesehatan.
d) Penugasan seorang staf untuk membuat notulen lokakarya
mini.
e) Pembuatan surat undangan lokakarya mini untuk
ditandatangani Camat.
1.3. Peran sektor terkait :
a) Usulan kontribusi kegiatan masing masing sektor yang
mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
b) Menyepakati hasil lokakarya mini.
2. Peserta
Lokakarya mini tribulanan lintas sektor dipimpin oleh Camat, adapun
peserta lokakarya mini tribulanan adalah sebagai berikut:
a) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Tim Penggerak PKK kecamatan/distrik.
c) Puskesmas diwilayah kecamatan/distrik.
d) Staf kecamatan, antara lain: sekretaris camat, unit lain yang terkait.
e) Lintas sektor dikecamatan, antara lain: pertanian, agama,
pendidikan, BKKBN, sosial (sesuai dengan lintas sektor yang ada di
kecamatan/distrik).
f) Lembaga/organisasi kemasyarakatan, antara lain: Tim Penggerak
PKK kecamatan/distrik.
3. Waktu
Lokakarya mini tribulanan lintas sektor yang pertama diselenggarakan

127
pada tribulan pertama tahun anggaran berjalan. Sedangkan untuk
selanjutnya dilaksanakan setiap tribulan. Adapun waktu
penyelenggaraan disesuaikan dengan kondisi setempat. Yang perlu
dijadikan pertimbangan adalah diupayakan agar seluruh peserta dapat
menghadiri lokakarya.
4. Tempat
Tempat penyelenggaraan lokakarya mini tribulanan lintas sektor adalah
di kecamatan/distrik atau tempat lain yang dianggap sesuai.
5. Acara
Jadwal acara lokakarya mini tribulanan pertama dan lokakarya mini
tribulanan rutin dibuat sesuai contoh pada format berikut ini

Tabel 7.4. Jadwal Acara Lokakarya Mini Tribulanan Rutin


JAM ACARA PENGARAH
09.00 – 09.15 Pembukaan Camat
09.15 – 10.00 Dinamika kelompok Tim
10.00 – 10.15 Istirahat
10.15 – 11.15 Kegiatan masing-masing sektor dalam Camat
mengembangkan peran serta masyarakat
11.15 – 12.15 Inventarisasi peran bantu masing-masing Sektor terkait
sektor
12.15 – 13.00 Istirahat
13.00 – 13.45 Analisa hambatan dan masalah dalam Sektor terkait
peran bantu masing-masing sektor
13.45 – 14.15 Pembagian tugas masing-masing sektor Camat
14.15 – 14.45 Perumusan rencana kerja masing-masing Sektor terkait
sektor dalam 3 bulan yang akan datang
14.45 – 15.00 Kesepakatan dan penutupan Camat

128
BAB VIII
PENGAWASAN PENGENDALIAN DAN PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS
1.4. Konsep Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
1.4.1. Pengawasan
Kegiatan pelayanan kesehatan harus terus di awasi pelaksanaannya agar
mencapai target yang telah ditetapkan. Pengawasan dibedakan atas 2 (dua) macam,
yakni pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal
dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan eksternal dilakukan
oleh masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta berbagai institusi
pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan
teknis pelayanan.
Pengawasan di Pusksmas adalah salah satu fungsi manajemen Puskesmas.
Personil Puskesmas yang memiliki tugas, wewenang dan menjalankan
pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar berjalan sesuai dengan tujuan,
visi dan misi Puskesmas. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang tidak
kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi manajemen yang lain, tidak
akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh Hani
Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat
unsur esensial proses pengawasan, bahwa: “pengawasan adalah suatu usaha
sistimatik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan–tujuan
perencanaan, merancang sistim informasi umpan balik, membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan
mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan
dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan Puskesmas merupakan suatu kegiatan yang
berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan kegiatan Puskesmas dapat
berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan Puskesmas tercapai.
Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula
tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Berdasarkan pengalaman, proses pengawasan dilakukan melalui tahapan-
tahapan: penetapan standar dan operasional prosedur pengawasan, penentuan

129
domain dan indikator pengawasan, pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata,
pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan, dan pengambilan tindakan perbaikan, bila
diperlukan. Dalam melaksanakan pengawasan di Puskesmas, ada beberapa prinsip
dasar yang harus dipahami, antara lain:
a. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan Puskesmas harus dimengerti oleh
staf dan hasilnya mudah diukur. Misalnya tentang waktu dan tugas-tugas
pelayanan yang harus diselesaikan oleh staf.
b. Fungsi pengawasan harus dipahami pimpinan Puskesmas sebagai suatu
kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan Puskesmas.
c. Standar unjuk kerja harus dijelaskan kepada seluruh staf karena kinerja staf
akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai pertimbangan untuk memberikan
reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja.
Bila fungsi pengawasan dilaksanakan dengan tepat, organisasi akan
memperoleh manfaat berupa:
a. Dapat mengetahui sejauh mana program sudah dilakukan oleh staf, apakah
sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber daya telah digunakan
sesuai dengan yang telah ditetapkan. Fungsi pengawasan akan meningkatkan
efisiensi kegiatan program.
b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi
kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien.
d. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau
diberikan pelatihan lanjutan.

1.4.2. Pengendalian
Pelayanan yang sudah optimal tetap perlu dikendalikan arahnya agar tidak
menyimpang dari tujuan kegiatan. Pengendalian terbaik dalam organiasasi adalah
berorientasi pada strategi dan hasil, dapat dipahami, mendorong pengendalian diri
(self-control), berorientasi secara waktu dan eksepsi, bersifat positif, setara dan
objektif, fleksibel.

130
Ada beberapa tipe pengendalian. Tipe pengendalian awal (preliminary),
kadang-kadang disebut kendali feedforward, merupakan pengendalian yang
dilakukan sebelum suatu kegiatan dimulai. Kendali ini menyakinkan bahwa arah
yang tepat telah disusun dan sumber-sumber yang tepat tersedia untuk
memenuhinya. Tipe pengendalian saat kegiatan berlangsung (concurrent) berfokus
pada hal-hal yang terjadi selama kegiatan berlangsung. Kadang-kadang disebut
kendali steering, merupakan pengendalian operasional dan aktivitas yang sedang
berjalan untuk menjamin sesuatu yang sedang dikerjakan sudah tepat. Tipe
pengendalian akhir (post-action), kadang-kadang disebut kendali feedback,
merupakan pengendalian yang dilaksanakan setelah suatu kegiatan dilaksanakan
yang berfokus pada hasil akhir.
Manajer memiliki 2 (dua) pilihan luas dengan memperhatikan pengendalian.
Mereka dapat mengandalkan orang-orang untuk melatih pengendalian diri
(internal) atas tingkah lakunya sendiri. Alternatif lain, manajer dapat mengambil
tindakan langsung (external) untuk mengendalikan tingkah laku orang lain.
Pengendalian internal menghasilkan individu yang termotivasi untuk melatih
pengendalian diri dalam memenuhi harapan pekerjaan. Potensi untuk pengendalian
diri dikembangkan ketika orang yang mampu memiliki kinerja yang jelas dengan
dukungan sumberdaya yang tepat. Pengendalian eksternal terjadi melalui supervisi
personal dan penggunaan sistim administrasi formal antara lain sistim penilaian
kinerja, sistim kompensasi dan keuntungan, sistim disiplin kepegawaian, dan
manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives).

1.4.3. Penilaian
Setiap kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas harus dinilai sebagai bentuk
pertanggung jawaban Puskesmas terhadap publik dan Pemerintah Daerah. Kegiatan
penilaian Puskesmas biasanya dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang
dilakukan secara umum meliputi:
a. Penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai,
dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan.
b. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan
pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun
berikutnya.

131
Penilaian di Puskesmas dilakukan secara komprehensif. Penilaian
komprehensif mengandung pengertian penilaian terhadap 3 (tiga) komponen
kegiatan yaitu input, proses, dan output.
Penilaian di Puskesmas dapat diartikan sebagai cara yang sistimatis untuk
belajar dari pengalaman-pengalaman Puskesmas dan menggunakan pengalaman-
pengalaman tersebut untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan
dan untuk meningkatkan perencanaan tingkat Puskesmas yang lebih baik dengan
melakukan seleksi secara teliti dengan berbagai alternatif tindakan yang akan
diambil. Jadi penilaian di Puskesmas berarti menentukan pendapat berdasarkan
penafsiran secara seksama dan penilaian secara krisis mengenai keadaan tertentu,
yang harus mengarah kepada penarikan kesimpulan yang masuk akal serta
pengajuan usulan-usulan untuk tindakan lebih lanjut yang bermanfaat. Tujuan
penilaian di Puskesmas bukan hanya membandingkan keadaan sebelum dan
sesudah kegiatan, tetapi yang lebih penting adalah untuk memperbaiki program-
program Puskesmas agar pelaksanaan program-program tersebut lebih relevan,
efisien dan efektif.
Penilaian di Puskesmas juga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
dilakukan secara sistimatis dan berkelanjutan untuk menilai apakah program-
program Puskesmas telah atau dapat dilaksanakan sesuai rencana serta
mengidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi keberhasilan program
tersebut. Melakukan penilaian di Puskesmas tidak hanya cukup dilakukan dengan
metode kuantitatif saja tetapi juga diperlukan metode kualitatif, antara lain:
wawancara formal, wawancara mendalam, observasi terstruktur dan diskusi
kelompok terarah.
Penilaian di Puskesmas perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan
Puskesmas yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum. Penilaian di Puskesmas
diadakan secara berkala setahun sekali oleh pimpinan atau pihak lain. Adapun
dasar-dasar penilaian di Puskesmas adalah sebagai berikut:
1. Penilaian di Puskesmas merupakan kunci untuk meningkatkan mutu
pengambilan keputusan dan berorientasi pada masa yang akan datang.
2. Penilaian di Puskesmas bersifat komprehensif dan dinamis, yaitu penilaian yang
berkaitan erat dengan evaluasi berbagai kebijakan dan alternatif rencana,

132
monitoring dari kemajuan dalam proses dari implementasi dan pencapaian
sumatif dari hasil akhir.
3. Penilaian di Puskesmas dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip management by
objectives dan dilakukan dalam waktu yang jelas, objek penilaian, faktor yang
berpengaruh, dampak terhadap masyarakat, dan tindak lanjut hasil penilaian.
4. Strategi penilaian di Puskesmas pada tahap awal haruslah meliputi kesesuaian
dan keakuratan standar, prosedur, dan indikator penilaian.
5. Penilaian di Puskesmas harus menganut prinsip management by exception, yang
artinya bahwa penilaian haruslah memberi suatu rentang yang luas dari
informasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki arah yang jelas
dan tepat dan berorientasi pada upaya pemebcahan masalah.
6. Waktu dan lokasi penilaian di Puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan untuk
pengambilan keputusan dan dilaksanakan dalam waktu yang tepat.
7. Frekwensi laporan penilaian Puskesmas secara garis besar tergantung pada
berbagai kebutuhan yang terus berubah dan berbagai persyaratan tindakan.
8. Bila penilaian di Puskesmas adalah untuk membandingkan, penilaian sangat
tergantung pada berbagai indikator yang mengekspresikan tingkat dan ratio
yang sesuai.
9. Penilaian keberhasilan di Puskesmas haruslah dibedakan antara subyek outcome
dengan pengendalian keputusan berdasarkan hasil suatu kejadian karena
timbulnya ketidakpastian.
10. Efisiensi, efektivitas dan pemerataan dalam melakukan penilaian di Puskesmas
haruslah jelas didefinisikan secara jelas.

1.5. Pengawasan dan Pengendalian di Puskesmas


Pengawasan Puskesmas dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pengawasan
internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan
oleh Puskesmas sendiri, baik oleh Kepala Puskesmas, tim audit internal maupun
setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun pengawasan
eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Puskesmas antara lain Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau
masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan mencakup aspek administratif, sumber daya,

133
pencapaian kinerja program, dan teknis pelayanan. Apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian baik terhadap rencana, standar, peraturan perundangan maupun
berbagai kewajiban yang berlaku perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan supervisi yang
dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-waktu.
Pengendalian adalah serangkaian aktivitas untuk menjamin kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
cara membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka harus dilakukan upaya perbaikan
(corrective action). Kegiatan pengendalian ini harus dilakukan secara terus menerus.
Pengendalian dapat dilakukan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas, maupun penanggung jawab program.
Tujuan dari pengawasan dan pengendalian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pelayanan kesehatan, apakah sesuai
dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber daya telah ada dan digunakan
sesuai dengan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
2. Mengetahui adanya kendala, hambatan/tantangan dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan, sehingga dapat ditetapkan pemecahan masalah sedini
mungkin.
3. Mengetahui adanya penyimpangan pada pelaksanaan pelayanan kesehatan
sehingga dapat segera dilakukan klarifikasi.
4. Memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang adanya
penyimpangan dan penyebabnya, sehingga dapat mengambil keputusan untuk
melakukan koreksi pada pelaksanaan kegiatan atau program terkait, baik yang
sedang berjalan maupun pengembangannya di masa mendatang.
5. Memberikan informasi/laporan kepada pengambil keputusan tentang adanya
perubahan-perubahan lingkungan yang harus ditindaklanjuti dengan
penyesuaian kegiatan.
6. Memberikan informasi tentang akuntabilitas pelaksanaan dan hasil kinerja
program/kegiatan kepada pihak yang berkepentingan, secara kontinyu dan dari
waktu ke waktu.

134
1.6. Penilaian Kinerja Puskesmas
Penilaian Kinerja Puskesmas adalah suatu proses yang obyektif dan
sistimatis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk
menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan Puskesmas disediakan, serta
sasaran yang dicapai sebagai penilaian hasil kerja/prestasi Puskesmas. Penilaian
Kinerja Puskesmas dilaksanakan oleh Puskesmas dan kemudian hasil penilaiannya
akan diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tujuan dilaksanakannya
penilaian kinerja adalah agar Puskesmas:
1. Mendapatkan gambaran tingkat kinerja Puskesmas (hasil cakupan kegiatan,
mutu kegiatan, dan manajemen Puskesmas) pada akhir tahun kegiatan.
2. Mendapatkan masukan untuk penyusunan rencana kegiatan di tahun yang akan
datang.
3. Dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari penyebab dan latar
belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan
adanya kesenjangan pencapaian kinerja.
4. Mengetahui dan sekaligus dapat melengkapi dokumen untuk persyaratan
akreditasi Puskesmas.
5. Dapat menetapkan tingkat urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera
pada tahun yang akan datang berdasarkan prioritasnya.
Adapun aspek penilaian meliputi hasil pencapaian pelaksanaan pelayanan
kesehatan dan manajemen Puskesmasn. Berdasarkan hasil verifikasi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan Puskesmas kedalam kelompoknya sesuai
dengan pencapaian kinerjanya. Ruang lingkup dan tahap pelaksanaan penilaian
kinerja Puskesmas sebagai berikut:
B.1. Ruang lingkup penilaian kinerja Puskesmas
a. Pencapaian cakupan pelayanan kesehatan meliputi:
1) UKM esensial yang berupa pelayanan promosi kesehatan, pelayanan
kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga
berencana, pelayanan gizi, dan pelayanan pencegahan dan pengendalian
penyakit.
2) UKM pengembangan, dilaksanakan setelah Puskesmas mampu
melaksanakan UKM esensial secara optimal, mengingat keterbatasan
sumber daya dan adanya prioritas masalah kesehatan.

135
3) UKP, yang berupa rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu
hari (one day care), home care; dan/atau rawat inap berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
b. Pelaksanaan manajemen Puskesmas dalam penyelenggaraan kegiatan,
meliputi:
1) Proses penyusunan perencanaan, penggerakan pelaksanaan dan
pelaksanaan penilaian kinerja;
2) Manajemen sumber daya termasuk manajemen sarana, prasarana, alat,
obat, sumber daya manusia dan lain-lain;
3) Manajemen keuangan dan Barang Milik Negara/Daerah
4) Manajemen pemberdayaan masyarakat;
5) Manajemen data dan informasi; dan
6) Manajemen program, termasuk Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga.
7) Mutu pelayanan Puskesmas, meliputi:
 Penilaian input pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan.
 Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhannya
terhadap standar pelayanan yang telah ditetapkan.
 Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang
diselenggarakan, dimana masing-masing program/kegiatan
mempunyai indikator mutu sendiri yang disebut Standar Mutu
Pelayanan (SMP). Sebagai contoh: Angka Drop Out Pengobatan pada
pengobatan TB Paru.
 Penilaian outcome pelayanan antara lain melalui pengukuran
tingkat kepuasan pengguna jasa pelayanan Puskesmas dan
pencapaian target indikator outcome pelayanan.
Selanjutnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Puskesmas,
Puskesmas wajib diakreditasi oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, secara berkala paling sedikit 3
(tiga) tahun sekali.
B.2. Pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas
b. Di tingkat Puskesmas:
2) Kepala Puskesmas membentuk tim kecil Puskesmas untuk melakukan

136
kompilasi hasil pencapaian.
3) Masing-masing penanggung jawab kegiatan melakukan pengumpulan
data pencapaian, dengan memperhitungkan cakupan hasil (output)
kegiatan dan mutu bila hal tersebut memungkinkan.
4) Hasil kegiatan yang diperhitungkan adalah hasil kegiatan pada periode
waktu tertentu. Penetapan periode waktu penilaian ini dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama Puskesmas. Sebagai contoh
periode waktu penilaian adalah bulan Januari sampai dengan bulan
Desember.
5) Data untuk menghitung hasil kegiatan diperoleh dari Sistim Informasi
Puskesmas, yang mencakup pencatatan dan pelaporan kegiatan
Puskesmas dan jaringannya; survei lapangan; laporan lintas sektor
terkait; dan laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya.
6) Penanggung jawab kegiatan melakukan analisis terhadap hasil yang
telah dicapai dibandingkan dengan target yang ditetapkan, identifikasi
kendala/hambatan, mencari penyebab dan latar belakangnya, mengenali
faktor-faktor pendukung dan penghambat.
7) Bersama-sama tim kecil Puskesmas, menyusun rencana pemecahannya
dengan mempertimbangkan kecenderungan timbulnya masalah
(ancaman) ataupun kecenderungan untuk perbaikan (peluang).
8) Dari hasil analisa dan tindak lanjut rencana pemecahannya, dijadikan
dasar dalam penyusunan Rencana Usulan Kegiatan untuk tahun (n+2). n
adalah tahun berjalan.
9) Hasil perhitungan, analisis data dan usulan rencana pemecahannya
disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan
diberi umpan balik oleh Dinas Kesehatan.
c. Di tingkat Kabupaten/Kota:
1) Menerima rujukan/konsultasi dari Puskesmas dalam melakukan
perhitungan hasil kegiatan, menganalisis data dan membuat pemecahan
masalah.
2) Memantau dan melakukan pembinaan secara integrasi lintas program
sepanjang tahun pelaksanaan kegiatan Puskesmas berdasarkan urutan

137
prioritas masalah.
3) Melakukan verifikasi hasil penilaian kinerja Puskesmas dan menetapkan
kelompok peringkat kinerja Puskesmas.
4) Melakukan verifikasi analisis data dan pemecahan masalah yang telah
dibuat Puskesmas dan mendampingi Puskesmas dalam pembuatan
rencana usulan kegiatan.
5) Mengirim umpan balik ke Puskesmas dalam bentuk penetapan kelompok
tingkat kinerja Puskesmas.
6) Penetapan target dan dukungan sumber daya masing-masing Puskesmas
berdasarkan evaluasi hasil kinerja Puskesmas dan rencana usulan
kegiatan tahun depan.
B.3. Penyajian
Pengelompokan Puskesmas berdasarkan hasil penilaian kinerjanya ditetapkan,
setelah ada verifikasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, terhadap hasil
penilaian kinerja Puskesmas yang telah disampaikan.

Format penilaian kerja seperti contoh berikut.

138
Tabel 8.1. Format Penilaian Kinerja Puskesmas
A. Penilaian Cakupan Kegiatan
Target Cakupan
No Upaya Kesehatan Kegiatan Satuan Pencapaian
sasaran Variabel Sub Variabel
1 2 3 4 5 6 7
UKM ESENSIAL
1. KIA & KB Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan Ibu bersalin X
2. Promkes Penyuluhan PHBS pada: X
2. Keluarga X
3. Sekolah X
4. Tempat-tempat umum X
5. Fasilitas kesehatan X
3. Kesling Inspeksi sanitasi air bersih sarana X
4. Gizi Pemberian tablet besi pada ibu hamil Ibu hamil X
5. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penemuan tersangka penderita kusta orang X
UKM PENGEMBANGAN
1. Kestrad Pembinaan TOGA di keluarga keluarga X
UKP
1. Rawat Jalan Kunjungan rawat jalan orang X
1. Rawat jalan umum X
2. Rawat jalan gigi mulut X
PELAYANAN KEFARMASIAN
1. Dst
PELAYANAN PERAWATAN KESMAS
1. Dst
PELAYANAN LABORATORIUM
1. Dst
Keterangan:
1. Matriks tersebut diatas merupakan beberapa contoh kegiatan yang dilakukan Puskesmas. Kegiatan selanjutnya sesuai RPK Puskesmas.
2. Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3. Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKP, pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium yang dilaksanakan di Puskesmas. Diisi sesuai dengan RPK
Puskesmas
4. Kolom (3). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan.
5. Kolom (4). Satuan diisi dengan satuan kegiatan, seperti orang, ibu hamil, bayi, balita, dan lainya sesuai dengan NSPK masing-masing program.
6. Kolom (5). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumber daya, target indikator
kinerja, dan pencapaian terdahulu.
7. Kolom (6). Pencapaian diisi pencapaian kegiatan dari target sasaran yang telah ditentukan.
8. Kolom (7). Cakupan, diperoleh dengan menghitung pencapaian hasil kegiatan (kolom 6) dibagi dengan target sasaran (kolom 5). Cakupan dihitung reratanya dari hasil masing-masing variabel,
sedangkan tiap variabel dihitung dari rerata sub variabel. Penetapan kelompok variabel dan sub variabel dilaksanakan oleh Puskesmas bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan
mengacu pada NSPK program.

139
B. Penilaian Manajemen Puskesmas
Skala Nilai
No. Jenis Variabel
Nilai 0 Nilai 4 Nilai 7 Nilai 10 Hasil
1 2 3 4 5 6 7
A. Manajemen Puskesmas
1. Mempunyai Rencana Lima Tahunan Tidak Punya Punya
2. Ada RUK, disusun berdasarkan Rencana Lima Tidak menyusun Ya, beberapa ada Ya, sebagian ada analisa Ya, seluruhnya ada
Tahunan, dan melalui analisis situasi dan analisa dan perumusan dan perumusan analisa dan perumusan
perumusan masalah
3. Mempunyai RPK secara terinci dan lengkap Tidak menyusun Ya, terinci sebagian Ya, terinci sebagian besar Ya, terinci semuanya
kecil
4. Melaksanakan mini lokakarya bulanan Tidak melaksanakan < 5 kali / tahun 5 – 8 kali / tahun 9 – 12 kali / tahun
5. Melaksanakan mini lokakarya tribulanan Tidak melaksanakan < 2 kali / tahun 2 – 3 kali / tahun 4 kali / tahun
6. Membuat penilaian kinerja di tahun Tidak membuat Membuat tetapi tidak Membuat dan Membuat,
sebelumnya, mengirimkan ke Dinas Kesehatan mengirimkan mengirimkan tetapi tidak mengirimkan, dan
Kabupaten / Kota, dan mendapat feedback dari mendapat feedback mendapat feedback
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dari Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota
B. Manajemen Sumberdaya
7. Dilakukan inventarisasi peralatan di Puskesmas Tidak dilakukan Dilakukan
8. Ada daftar inventaris sarana di Puskesmas Tidak ada Ada
9. Mencatat penerimaan dan pengeluaran obat di Tidak dilakukan Ya, beberapa unit Ya, sebagian besar unit Ya, di seluruh unit
setiap unit pelayanan
10. Ada struktur organisasi Tidak ada Ada
11. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab Tidak ada Ada
tenaga Puskesmas
12. Dilakukan evaluasi kinerja tenaga Puskesmas Tidak dilaksanakan Dilaksanakan
C. Manajemen Keuangan dan BMN/BMD
13. Dst.
D. Manajemen Pemberdayaan Masyarakat
14. Dst.
E. Manajemen Data dan Informasi
15. Ditetapkan tim Sistim Informasi Puskesmas Tidak ditetapkan Ditetapkan
F. Manajemen Program
16. Perencanaan program disusun berdasarkan Ya, beberapa ada Ya, sebagian ada analisa Ya, seluruhnya ada
Rencana Lima Tahunan, RUK, RPK, dan melalui analisa dan perumusan dan perumusan analisa dan perumusan
analisis situasi dan perumusan masalah
G. Manajemen Mutu
1. Drop out pelayanan ANC (K1-K4) > 20% 11% - 20% < 10%

140
1 2 3 4 5 6 7
2. Persalinan oleh tenaga kesehatan < 70% 70% - 79% > 80%
3. Error rate pemeriksaan BTA < 4% 1% - 1,9% > 5%
4. Dst.
Keterangan:
1. Matriks tersebut diatas merupakan contoh jenis variabel penilaian manajemen Puskesmas. Penentuan variabel penilaian dan standar nilai
pada setiap skala mengikuti NSPK program yang berlaku dan atau hasil koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3. Standar nilai pada setiap skala pada manajemen mutu sesuai standar mutu pelayanan yang ditetapkan oleh program dana atau hasil
koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Point (G). Manajemen Mutu, diisi dengan indikator prioritas Puskesmas yang tercantum dalam Rencana Lima Tahunan Puskesmas.
5. Cara perhitungan:
Mengisi pada kolom (6) sesuai dengan hasil penilaian di Puskesmas. Hasil akhir adalah rata-rata dari penjumlahan seluruh variabel
penilaian. Hasil akhir dikelompokkan menjadi: (1). Baik, dengan nilai rata-rata ≥ 8,5; (2). Sedang, dengan nilai rata-rata 5,5-8,4; dan (3).
Kurang dengan nilai rata-rata < 5,5.

141
Berdasarkan hasil penilaian kinerjanya, Puskesmas dikelompokkan menjadi 3
(tiga), yaitu:
a. Kelompok I: Puskesmas dengan tingkat kinerja baik:
2) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil >
91%.
3) Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil ≥ 8,5.
b. Kelompok II: Puskesmas dengan tingkat kinerja cukup:
1) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil 81 -
90%.
2) Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil 5,5 – 8,4.
c. Kelompok III: Puskesmas dengan tingkat kinerja kurang:
1) Cakupan hasil pelayanan kesehatan dengan tingkat pencapaian hasil ≤
80%.
2) Cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil < 5,5.
Untuk memudahkan dalam melihat pencapaian hasil kinerja pelaksanaan suatu
program atau antar program terkait pada setiap desa/kelurahan di wilayah
kerja Puskesmas, maka hasil cakupan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
program tersebut dapat disajikan dalam bentuk gambaran “grafik sarang laba-
laba atau diagram radar“. Grafik sarang laba-laba atau diagram radar dibuat
sebagai berikut:

Gambar 8.1. Grafik Sarang-Sarang Laba-Laba Atau Diagram Radar

Keterangan:
1. Grafik sarang laba-laba atau diagram Radar dibagi kedalam beberapa sektor sesuai
dengan jumlah desa/kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dan nama

142
setiap desa/kelurahan dituliskan pada setiap sudut.
2. Pencapaian 0% - 100% pada grafik sarang laba-laba atau diagram radar,
menggambarkan persentase pencapian target indikator yang ditetapkan oleh
program. Seperti contoh K1 target pencapaian ditetapkan 95%, akan digambarkan
100% pada diagram radar bila target KN1 tercapai 95%. Tetapi bila KN1 hanya
tercapai 75%, maka dalam gambar diagram radar digambarkan menjadi: 75/95 X
100% = 78,95%.
3. Selanjutnya capaian target untuk semua kegiatan yang saling berkaitan di dalam
satu program ataupun dengan program lain dapat digambarkan pada satu grafik
sarang laba-laba atau diagram radar untuk dapat dianalisa lebih lanjut.

Melalui grafik sarang laba-laba atau diagram radar diharapkan dapat lebih
mudah diketahui tingkat kesenjangan pencapaian dan ketidakserasian antara
hasil cakupan kegiatan pada setiap desa/kelurahan di wilayah kerja Puskesmas.
Penyajian grafik tersebut sebaiknya dibuat secara periodik bulanan atau
triwulan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pemantauan dan identifikasi
masalah sedini mungkin. Berikut contoh penggunaan grafik sarang laba-laba
atau diagram radar untuk program Kesehatan Ibu-Anak dan Keluarga
Berencana (KIA-KB).

Gambar 6.2. Contoh Grafik Laba-Laba atau Diagram Radar untuk


Pelayanan K1-K4-PN-Ibu Nifas–KB Aktif pada Puskesmas X

Berdasarkan grafik sarang laba-laba atau diagram radar diatas, dapat dilihat:
a. Program sudah membuat target yang “logis”, terlihat pada K1-PN dimana
besaran capaian targetnya tidak sama, misalnya K1 95% maka PN tidak
mungkin dipaksakan sama 95% karena ada kemungkinan dapat terjadi

143
abortus. Tetapi K1 bisa saja sama dengan PN, mungkin dikarenakan
seluruh ibu hamil diwilayah Puskesmas memeriksakan kehamilannya dan
bersalin hanya di Puskesmas tersebut. Puskesmas merupakan satu-satunya
fasilitas pelayanan yang ada pada wilayah tersebut. Dengan demikian,
penanggung jawab program harus “bijak” di dalam menentukan besaran
target indikator berdasarkan analisis hasil pencatatannya.
b. Kita menganggap bahwa data yang di masukan pada grafik laba-laba atau
diagram radar merupakan hasil rekapan semua ibu yang dilayani di
Puskesmas, klinik, Bidan dan lainnya serta SIP telah berfungsi dengan baik,
maka gambar dalam diagram radar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pencapaian target K1: Hampir di semua desa pada Puskesmas “Buah”,
tercapai 100% kecuali pada Desa Kiwi, yang hanya tercapai 89% dari
target sasaran yang ditetapkan program.
2) Hampir di semua desa di wilayah kerja Puskesmas “Buah” tidak mampu
mencapai target pelayanan K4, kecuali pada Desa Apel, sehingga dapat
dikatakan KIA kurang berhasil menjaga kesinambungan pelayanan ANC
pada seluruh desa.
3) Persalinan Nakes (PN) pada seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas
“Buah”, sama atau lebih tinggi dari K4. Hal ini dapat disimpulkan:
Kemungkinan pertama, minat masyarakat/ibu bersalin untuk
ditolong oleh Nakes cukup baik/baik, karena sekalipun beberapa
(%) ibu hamil tidak tercakup dalam K4, tetapi mendapatkan
layanan PN.
Kemungkinan kedua, apakah mungkin pada beberapa persalinan,
pertolongan bukan murni PN tetapi kemitraan Bidan Dukun yang
dikhawatirkan pelaksanaannya belum sesuai dengan standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kondisi demikian perlu
ditelusuri Puskesmas dengan melihat cakupan layanan berikutnya
untuk desa bersangkutan, seperti: Cakupan KN1, HB0, ASI Eksklusif,
KN3, KF3, dan KB Pasca Nifas, yang harus dicari melalui evaluasi
program Kesehatan Keluarga. Puskesmas akan mendapatkan
informasi terkait ibu hamil yang tidak mendapat K4 tetapi ditolong
Nakes. Ini manfaatnya dilakukan telusur tindak-lanjut dari

144
pendataan keluarga.
4) Temuan dan layanan ibu Komplikasi tercapai 100%.
5) Hasil pelayanan Nifas, dapat digunakan untuk mengontrol pencapaian
PN yang tinggi yang dapat terlihat hampir 100% pada semua desa,
tetapi kunjungan Nifas pada umumnya rendah kecuali pada Desa
Anggur yang dapat mendekati persentase pelayanan PN dan Desa
Melon yang dapat mencapai 80%.Pada desa-desa lainnya, sangat jelas
terjadi kesenjangan (gap) capaian target layanan Nifas. Hal ini dapat
dijadikan alasan untuk meragukan temuan PN yang tinggi serta perlu
dilakukan review ulang datanya.
6) Hasil pelayanan KB aktif juga dapat dikaitkan dengan kinerja layanan
KIA dalam satu tahun. Jumlah sasaran untuk layanan KB minimal
adalah ibu pasca melahirkan di tahun itu serta sasaran PUS lainnya
pada masa interval.
Melalui grafik sarang laba-laba atau diagram radar dapat digunakan untuk
menganalisis kinerja Puskesmas dalam capaian kinerja program, dimana
data yang satu dengan data lain yang terkait dapat dimanfaatkan untuk
menyimpulkan kerasionalan kinerjanya.

145

Anda mungkin juga menyukai