Anda di halaman 1dari 64

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 TAHUN 2003

Tentang

KETENAGAKERJAAN
 Tenaga kerja adalah setiap orang yang mam-
pu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang be-
kerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
 Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pe-
ngusaha, badan hukum, atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
 Buruh secara yuridis → bebas dan merdeka
 Buruh secara sosiologis → tidak bebas/dipe-
ras oleh majikan
 Oleh pemerintah → UU Perburuhan/Ketena-
gakerjaan (agar buruh dihargai sesuai har-
kat dan martabat manusia, tidak diperbu-
dak/diperhamba oleh majikan)
 Privat/perdata, mengatur hubungan antara
orang perorangan (antara buruh dan maji-
kan) → sifatnya fakultatif
 Publik, pemerintah ikut campur dalam me-
nangani masalah perburuhan contoh: me-
nyelesaikan PHK dan adanya sanksi pidana
dalam setiap peraturan perburuhan → sifat-
nya imperatif (dipaksakan)
 Perjanjian Kerja
adanya atasan dan bawahan (ada yang
dipimpin dan yang memimpin)
 Perjanjian untuk melakukan pekerjaan atau
jasa-jasa tertentu
tidak ada atasan dan bawahan (statusnya
sama), bekerja berdasarkan kualitas dirinya
 Perjanjian pemborongan pekerjaan
satu pihak bersedia memborong pekerjaan dari
pihak lain yang memborongkan pekerjaan.
 Perlindungan ekonomis
memberikan penghasilan yang layak (jaminan
sosial)
 Perlindungan sosial
mengenyam dan mengembangkan kehidupan-
nya (jaminan kesehatan kerja)
 Perlindungan teknis
menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan (jami-
nan keselamatan kerja)
 melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan
barang dan/atau uang milik perusahaan;
 memberikan keterangan palsu atau yang dipalsu-
kan sehingga merugikan perusahaan;
 mabuk, meminum minuman keras yang memabuk-
kan, memakai dan/atau
 mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adik-
tif lainnya di lingkungan kerja;
 melakukan perbuatan asusila atau perjudian di ling-
kungan kerja;
 menyerang, menganiaya, mengancam, atau meng-
intimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingku-
ngan kerja;
 membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk mela-
kukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
 dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
 dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja
atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
 membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan
yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan
negara; atau
 melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan
yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
WAKTU KERJA
7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 42 (empat
puluh dua) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
atau
 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu un-
tuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

• Memberi perlindungan kepada tenaga


kerja yang cacat
• Dilarang mempekerjakan anak umur
antara 13 s.d. 15 tahun (perkembangan,
mental, kesehatan dan sosial)
• Pekerja wanita yang kurang dari 18 tahun
dilarang diperkejakan antara jam 23.00
s.d 07.00
• Setiap pekerja berhak atas: keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan,
perlakuan yang sesuai dengan harkat,
martabat dan nilai-nilai agama
HUKUM ASURANSI
(UU NO. 2 TAHUN 1992)
Peran Lembaga Asuransi
a. Sebagai lembaga proteksi, memberikan proteksi berupa jaminan
kerugian kepada tertanggung, sesuai dengan perjanjian yg
tertuang dalam polis
b. Sebagai lembaga keuangan, memobilisasi dana dari masy dgn
cara mengumpulkan premi dari masy melalui penjualan polis
ASURANSI SEBAGAI USAHA

 Usaha asuransi, usaha asuransi kerugian, jiwa dan reasuransi


(harus berbadan hukum)
 Usaha penunjang usaha asuransi, usaha pialang asuransi,
penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, agen asuransi
(dapat perorangan)
DEFINISI PERJANJIAN ASURANSI

 Pasal 246 KUH Dagang, hanya terbatas pa-da perjanjian


asuransi kerugian
 Pasal 1 UU No. 2 Tahun 1992, mengatur per-janjian asuransi
kerugian dan asuransi jiwa
PRINSIP-PRINSIP PERJANJIAN ASURANSI
 Prinsip keseimbangan (indemnity principle)
besarnya ganti rugi adalah sama dengan be-sarnya
kerugian yang diderita tertanggung, tidak lebih
 Prinsip kepentingan (insurable interest prin-ciple),
pihak yang mengasuransikan harus mempunyai
kepentingan (hub hak milik, kreditur-debitur,
orangtua-anak, suami-istri, dll.
 Prinsip kejujuran yang sempurna (utmost goodfaith), pihak
tertanggung wajib mem-beritahukan mengenai
obyek/barang yg di-pertanggungkan secara benar.
 Prinsip subrogasi bagi penanggung

apabila tertaggung menerima gantirugi ter-nyata punya


tagihan kepada pihak lain, maka tertanggung tidak berhak
meneri-manya, dan hak itu beralih ke penanggung.
SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI

 Mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata


1. adanya kesepakatan kedua belah pihak
2. adanya kecakapan
3. mengenai hal tertentu
4. sesuatu sebab/causa yg halal/diperbolehkan
FUNGSI POLIS
 Pasal 255 KUH Dagang
Pejanjian pertanggungan harus dilakukan secara
tertulis dengan sebuah akta yang bernama polis
 Pasal 257 ayat 1 KUH Dagang

Perjanjian pertanggungan telah ada, setelah adanya


kata sepakat bahkan sebelum polis itu
ditandatangani.
 Pasal 258 ayat 1 KUH Dagang
Polis bukan merupakan syarat sahnya per-janjian, tetapi
merupakan sekedar alat bukti adanya perjanjian
pertanggungan
 Pasal 259 ayat 1 KUH Dagang

Tertanggunglah yang membuat polis dan penanggung harus


menandatanganinya
PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI

 Pertanggungan akan direalisasikan apabila peristiwa


tertentu (peristiwa yang tertuang dalam polis) yang
diperjanjikan terjadi dan menimbulkan kerugian kepada
tertang-gung
SYARAT YANG HARUS DIPENUHI AGAR
PENANGGUNG MELAKSANAKAN PRESTASINYA

 Adanya peristiwa yang tidak tentu


yaitu peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan
tidak ada kepastian bahwa peristiwa itu akan ter-
jadi
 Hubungan sebab akibat
bahwa kerugian itu disebabkan oleh peril yang
termasuk dalam tanggung jawab penanggung
(polis), Peril adalah peristiwa/bahaya yg dapat me-
nyebabkan kerugian/kerusakan: api, banjir, pe-
rampokan, badai dll.
Hazard adalah keadaan/kondisi untuk bisa memperbesar/
meningkatkan suatu kerugian dari suatu peril: menyimpan
bensin dekat perapian.
 Cacat atau kebusukan benda

Cacat/kebusukan dari benda tidak ditanggung kecuali pe-


nyakit seseorang (psl. 249 KUHD)
 Kesalahan sendiri dari tertanggung

 Prinsip keseimbangan

 Nilai benda yang dipertanggungkan, menentukan besar


kecilnya premi
 Hal-hal yang memberatkan risiko, perubahan pemakai-
an/fisik gedung
 Subrogasi

 Persekutuan dari penanggung

 Restorno , pengembalian premi asuransi karena gugur/ ba-


talnya perjanjian asuransi.
PROSEDUR KLAIM ASURANSI

 Membuat laporan ke pihak asuransi (customer service) atau


bagian klaim
 Dicek di data base tertanggung

 Peninjauan lokasi

 Meminta data pendukung


PERJANJIAN ASURANSI YANG DIATUR DI
DALAM KUHD

• Pertanggungan kebakaran barang tidak bergerak


• Pertanggungan kebakaran atas barang bergerak
• Pertanggungan terhadap bahaya yg mengancam
hasil pertanian yang belum dipanen
• Pertanggungan jiwa
• Pertanggungan terhadap segala bahaya laut
• Pertanggungnan terhadap bahaya dalam
pengangkutan di daratan, sungai dan perairan
darat
PERJANJIAN ASURANSI YANG DILUAR KUHD
 Asuransi kecelakaan
 Asuransi kesehatan
 Asuransi penerbangan
 Asuransi gangguan usaha
 Asuransi engineering
 Asuransi tanggung jawab hukum
 Asuransi kredit
 Asuransi kecurian/perampokan
 Asuransi penyimpanan surat berharga
 Asuransi malpraktek
PROGRAM ASURANSI SOSIAL

 Diselenggarakan secara wajib berdasarkan UU


 Tujuan memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat
 Diselenggarakan oleh BUMN
CONTOH ASURANSI SOSIAL
 Pertanggungan wajib kecelakaan penumpang
(Jasa Raharja UU No. 33 Tahun 1964)
 Pertanggungan kecelakaan lalu lintas jalan
(Jasa Raharja UU No. 34 Tahun 1964)
 Pertanggungan hari tua bagi PNS (Taspen)
 Pertanggungan kesehatan bagi PNS dan
pensiunan PNS (BPJS)
 Pertanggungan hari tua dan kesehatan
anggota TNI dan pensiunan TNI (ASABRI)
 Pertanggungan bagi karyawan swasta – hari
tua (Jamsostek)
HUKUM PERIKATAN

Hubungan hukum dalam bidang harta ke-kayaan antara dua pihak


atau lebih atas dasar satu pihak berhak (kreditur) dan pi-hak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi (Pitlo)
UNSUR-UNSUR PERIKATAN

1. Hubungan hukum, hubungan yang diatur oleh hukum dan


menyebabkan akibat hukum
2. Bidang harta kekayaan, sesuatu yang dapat dinilai dengan
uang
3. Pihak-pihak yang terlibat, antara dua pihak atau lebih
4. Hak dan kewajiban, yang satu berhak yang lain
berkewajiban atau sebaliknya
5. Prestasi dan objek perikatan
a. Memberi sesuatu
b. Melakukan sesuatu
c. Tidak melakukan sesuatu
SUMBER-SUMBER PERIKATAN

1. Perikatan yg bersumber dari perjanjian


2. Perikatan yg bersumber dari UU
Perjanjian
Psl. 1313
KUH
Perdata

Perikatan UU saja
Psl. 1233 Psl. 625
KUH Perdata KUH
Perdata
UU Menurut
Psl. 1352 Hkm
KUH Ps.1354&135
Perdata 9
KUH
UU karena
Perdata
Perbuatan
manusia

Melawan
Hkm
Ps.1365
KUH Perdata
MACAM-MACAM PERIKATAN

1. Perikatan bersyarat
a. Syarat tangguh, perikatan yg terjadi atau tidaknya
ditangguhkan hingga terjadinya suatu peristiwa
b. Syarat batal, perikatan yang pemenuhan prestasinya
dapat berakhir dengan terjadinya suatu peristiwa
2. Perikatan dengan ketepatan waktu
perikatan yg lama waktunya ditentukan atau pelaksana-
annya ditangguhkan
3. Perikatan alternatif
perikatan yang pemenuhan prestasinya dapat dipilih
debitur dari berbagai alternatif yang ditentukan dalam
perjanjian
4. Perikatan Tanggung Menanggung
Perikatan dimana salah satu pihak terdiri dari beberapa
orang yang masing-masing dapat dituntut untuk membe-
rikan prestasi secara penuh

5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi


Perikatan yang dapat dibagi yaitu perikatan yang pres-
tasinya apabila dibagi hakekatnya tidak hilang
Perikatan yang tidak dapat dibagi yaitu perikatan yang
kalau prestasinya dibagi hakekatnya akan hilang.

6. Perikatan dengan ancaman hukuman


Perikatan yang disertai dengan ancaman hukuman yang
merupakan jaminan bagi pelaksanaan perikatan tersebut
jika debitur tidak memenuhi prestasinya
BAB V
HUKUM KEPAILITAN
DASAR HUKUM KEPAILITAN

1. Stb. 1905 – 217 Jo. Stb. 1905 – 348


2. Perpu No. 1 Tahun 1998
3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Pem-bayaran
PENGERTIAN KEPAILITAN

 Sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang


pengurusan dan pemberesan-nya dilakukan oleh
kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagai-mana diatur dalam undang-undang (Pasal 1
ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004)
TUJUAN PENGATURAN KEPAILITAN
 Untuk menghindari perebutan harta de-bitur
 Untuk menghindari adanya kreditur pe-megang hak
jaminan kebendaan menjual jaminannya tidak
memperhatikan kepen-tingan kreditur lainnya
 Untuk menghindari kecurangan yang dila-kukan oleh
seorang kreditur atau debitur sendiri.
SYARAT PERMOHONAN PAILIT
 Debitur yang mempunyai dua orang kreditur atau
lebih
 Sedikitnya ada satu utang yang telah jatuh tempo

 Sedikitnya satu dari utang dapat ditagih

 Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan niaga

 Atas permohonan debitur sendiri, atau

 Atas permohonan satu atau lebih krediturnya


PERMOHONAN PAILIT DAPAT DIAJUKAN
OLEH :

 Pihak debitur
 Dua orang kreditur atau lebih

 Jaksa untuk kepentingan umum

 OJK, apabila debiturnya bank (BI)

 Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sekarang


OJK, apabila debiturnya bursa efek
 (Menteri keuangan) sekarang OJK, apabila debiturnya
ada-lah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun
atau BUMN yg bergerak di bidang kepentingan
umum
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES
KEPAILITAN

 Pemohon pailit
 Debitur pailit

 Hakim niaga (majelis)

 Hakim pengawas

 Kurator (pailit)

 Panitia kreditur

 Pengurus (penundaan pembayaran)


PIHAK-PIHAK YANG DAPAT
DINYATAKAN PAILIT

 Orang perorangan
 Perkumpulan/perserikatan yang tak berbadan
hukum
 Perseroan, perkumpulan, koperasi atau yayasan
yg berbadan hukum
AKIBAT HUKUM PERNYATAAN
PAILIT

Dari sisi hukum


 Setelah jam 12.00 dari putusan pailit diucapkan
debitur pailit kehilangan haknya untuk mengua-
sainya
 Eksekusi terhadap kekayaan debitur sebelum pu-
tusan pailit harus dihentikan
 Penjualan harta debitur sepanjang tidak merugi-kan
kreditur oleh kurator diperbolehkan
 Perjanjian timbal balik sebelum putusan pailit da-pat
diteruskan oleh kurator
 Kreditur dapat mengeksekusi barang jaminan da-ri
debitur sendiri.
 Berlaku actio pauliana (psl. 41 UU Kepailitan)
DARI SISI EKONOMI

 Debitur tidak dapat melanjutkan usaha


bisnisnya
 Penjualan secara lelang harta debitur pailit tidak
menutup kemungkinan berpindah ke pihak
asing
DARI SISI SOSIAL

 Makin meningkatkan jumlah pe-ngangguran


karena banyaknya ka-yawan yang di PHK
 Karena banyaknya pengangguran akan terjadi
kerawanan sosial yang meningkat
DALAM PROSES KEPAILITAN DEBITUR
PAILIT DAPAT MENGAJUKAN:

 Perdamaian (akkoord/composition)
 Penundaan pembayaran (suspansion of
payment)→ tidak ada actio paulia-na
PERDAMAIAN (AKOORD, COMPOSITION)

 Adalah kata sepakat antara pihak debitur dengan


para kreditur-kreditur-nya terhadap rencana
perdamaian (composition plan) yang diusulkan
oleh debitur)
AKIBAT HUKUM PERDAMAIAN
 Kepailitan berakhir, jika perdamaian tidak
dilaksanakan kepailitan dibuka kembali
 Mengikat seluruh kreditur konkuren

 Tidak mengikat kreditur separatis dan


diistimewakan
 Bila ditolak kreditur/ditolak pengesa-hannya
oleh pengadilan niaga, perda-maian tidak boleh
diajukan lagi
 Debitur pailit dapat direhabilitasi
 Perdamaian yang disetujui kreditur, di-sahkan oleh
Pengadilan Niaga → Ratifi-kasi dalam suatu sidang
→ Homologasi

Sidang Homologasi dapat menolak:


 Harta debitur pailit sangat jauh dari yang
diperjanjikan
 Pemenuhan perdamaian tidak cukup ter-jamin

 Perdamaian tercapai karena penipuan, ko-lusi dengan


kreditur
INSOLVENSI
 Keadaan tidak mampu membayar selu-ruh utang
yang wajib dibayar, jika tidak terjadi perdamaian

Keadaan tidak mampu membayar


jika:
 Dalam rapat verifikasi tidak ditawarkan
perdamaian
 Bila perdamaian yg ditawarkan ditolak

 Pengesahan perdamaian dgn pasti dito-lak


PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG
(SUSPENSION OF PAYMENT)
 Masa yang diberikan UU melalui putusan hakim niaga
dlm masa tsb kepada pihak kreditur dan debitur
diberikan kesem-patan untuk memusyawarahkan
cara-cara pembayaran utangnya dgn mem-berikan
rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya,
termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi
utangnya tsb
AKIBAT HUKUM PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN

 Debitur kehilangan independensinya


 Jika minta dirinya pailit, tidak dapat
meminta penundaan pembayaran
 Jika penundaan pembayaran berakhir
debitur langsung pailit
 Dapat dilakukan kompensasi
 Tidak ada actio pauliana
WANPRESTASI

Suatu keadaan ketika salah satu pihak dalam


perjanjian tidak mau memenuhi kewajibannya
memberikan prestasi yang tidak disebabkan
karena keadaan yang memaksa (overmacht)
BENTUK WANPRESTASI

 Tidak mau memenuhi prestasi sama sekali


 Terlambat memenuhi prestasi

 Memenuhi prestasi secara tidak baik


PIHAK DIRUGIKAN DAPAT
MENUNTUT

 Pemenuhan perikatan
 Pemenuhan perikatan dengan gantirugi

 Ganti rugi

 Pembatalan perjanjian timbal balik

 Pembatalan dengan ganti rugi


OVERMACHT (KEADAAN MEMAKSA)

 Suatu keadaan yang terjadi setelah dibuat


perjanjian yang menghalangi debitur untuk
memenuhi prestasinya, akan tetapi debitur
tidak dapat dipersalahkannya dan tidak harus
menanggung resiko karena dia tidak dapat
menduganya pada waktu persetujuan itu di-
buat
GGanti

ANTI RUGI
rugi atas biaya
segala pengeluaran dan ongkos yg telah dikeluar-
kan oleh salah satu pihak, contoh: ongkos
pengang-kutan/pengiriman barang
 Ganti rugi atas kerusakan

kerusakan barang milik kreditur yang disebabkan


oleh kelalaian debitur
 Ganti rugi atas bunga

keuntungan/bunga yang tidak jadi didapat oleh


kreditur karena debitur melakukan ingkar janji
RESIKO
 Kewajiban untuk memikul kerugian yang tidak
disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak.
Resiko ini terjadi karena keadaan memaksa
Perjanjian sepihak → resiko ditanggung kreditur
(orang yg tidak berhak atas suatu prestasi – psl.
1237 KUH Perdata)
Perjanjian timbal balik → resiko berlaku psl. 1545
KUH Perdata (tukar menukar), jika barang yang
akan musnah diluar kesalahan pemiliknya maka
perjanjian dianggap gugur. Sedangkan pihak yg
telah memberikan prestasi berhak menuntut
kembali barangnya. Jadi resiko ditanggung oleh
pihak yang barangnya musnah
PERJANJIAN
 Suatu peristiwa yang terjadi bila seseorang berjanji
kepada orang lain atau bila dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan suatu prestasi
 Perjanjian yg membebankan kepada salah satu
pihak (seorang berjanji pada orang lain)
 Perjanjian yang membebankan kewajiban pada
kedua belah pihak (dua orang saling berjanji
untuk melaksanakan suatu prestasi)
ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN

 Asas kebebasan berkontrak (psl. 1338 KUH Pdt)


setiap orang diperboleh mengadakan perjanjian
berupa dan berisi apa saja asalkan tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum.
 Asas konsensualisme

dalam hukum perjanjian, perikatan timbul sejak


tercapainya kata sepakat
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

 Kata sepakat antara kedua belah pihak


 Kecakapan untuk melakukan tindakan hukum

 Hal tertentu

 Sebab atau kausa yang halal (1320 KUH Pdt.)

 Syarat 1 dan 2 → syarat subyektif


 Syarat 3 dan 4 → syarat obyektif
MACAM-MACAM PERJANJIAN

 Perjanjian untuk memberikan sesuatu


 Perjanjian untuk berbuat sesuatu

 Perjanjian untuk tidak berbuat atau tidak


mengerjakan sesuatu
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN

 Essentialia
Bagian yg mutlak harus ada dalam suatu perjanjian
 Naturalia
Bagian dari perjanjian yg ditentukan oleh UU sebagai
peraturan yg bersifat mengatur
 Accidentalia
Bagian dari perjanjian yg ditambahkan oleh para
pihak karena tidak ada pengaturannya dalam UU
AKIBAT-AKIBAT PERJANJIAN

 Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para


pihak
 Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

 Perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang


membuatnya
 Kreditur dapat mengajukan actio pauliana
HAPUSNYA PERJANJIAN
 Ditentukan dalam perjanjian oleh kedua
belah pihak
 Ditentukan oleh UU

 Pernyataan penghentian perjanjian

 Ditentukan oleh putusan hakim

 Tujuan perjanjian tercapai

Anda mungkin juga menyukai