HUKUM KONSTITUSI
OLEH
NIM : H1A121272
KELAS :D
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
C.F. Strong
(1) konstitusi bernaskah (codified constitution) serta konstitusi tidak bernaskah (non-codified
constitution); dan
(2) konstitusi lentur (flexible constitution) dan konstitusi kaku (rigid constitution). Strong me
nggunakan istilah documentary dan non-documentary constitution sebab menurutnya pembed
aan konstitusi menjadi konstitusi tertulis (written constitution) dan konstitusi tidak tertulis (u
nwritten constitution) adalah suatu pembedaan yang keliru dan menyesatkan. Kekeliruan ters
ebut diakibatkan oleh karena tak ada satupun konstitusi di dunia yang seluruhnya tertulis, ma
upun sebaliknya tidak ada satupun konstitusi yang seluruhnya tidak tertulis. Bahkan Wheare
menyatakan, klasifikasi semacam ini—written and unwritten constitution—sebaiknya dibuan
g saja. Pendapat ini diperkuat oleh Jan-Erik Lane, yang mengatakan:
no state lives to 100 per cent in accordance with its written documents.customary law plays a
major role in every state constitution of the world—tak ada satu pun negara yang hidup serat
us persen sesuai dengan dokumen-dokumen tertulisnya. Hukum adat memainkan peranan yan
g besar dalam konstitusi setiap negara di dunia.
K.C. Wheare melakukan klasifikasi konstitusi ke dalam enam kategori, yang lebih terperinci
bila dibandingkan dengan klasifikasi Strong. Menurut Wheare, konstitusi terdiri dari:
(3) Konstitusi derajat tinggi dan bukan derajat tinggi—supreme and not supreme constitution;
(4) konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan—federal constitution and unitary constitution;
(6) konstitusi republik dan konstitusi kerajaan—republican constitution and monarchi constit
ution.
Pemilahan konstitusi menjadi derajat tinggi dan tidak tinggi—supreme and not supre
me constitution, disandarkan atas posisi—kedudukan konstitusi tersebut terahadap peraturan
perundang-undangan lainnya. Dilihat pula dari syarat pengubahannya, apakah berbeda atauka
h sepadan dengan cara mengubah peraturan perundang-undangan biasa. Sementara pembedaa
n menjadi konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan—federal and unitary constitution, dilaku
kan berdasar pada bentuk negara di mana konstitusi tersebut diterapakan. Selanjutnya, klasifi
kasi konstitusi presidensial dan konstitusi parlementer—presidential and parliamentary const
itution, dipilah dengan dasar perbedaan sistem pemerintahan dalam negara tempat konstitusi t
ersebut dianut. Sedangkan kategorisasi konstitusi republik dan konstitusi kerajaan—republic
an and monarchi constitution, dipisahkan dengan melihat siapa kepala negara dan pemegang
kekuasaan tertinggi tempat konstitusi tersebut diberlakukan.
Hans Kelsen
(2) konstitusi republik dan konstitusi kerajaan—republican and monarchi constitution; dan
Catatan Kelsen untuk klasifikasi konstitusi lentur dan kaku, kedua klasifikasi ini berla
ku baik bagi konstitusi tertulis maupun konstitusi tidak tertulis. Perbedaannya hanya terletak
pada, jika konstitusi tertulis norma-normanya dibentuk oleh tindakan legislative, sedangkan k
onstitusi tidak tertulis norma-normanya dibentuk oleh kebiasaan. Bahkan terdapat pula konsti
tusi yang mempunyai karakter hukum undang-undang, sekaligus berkarakter hukum kebiasaa
n. Lebih lanjut kelsen menjelaskan, sekaku apapun sebuah konstitusi, hanya kaku terhadap hu
kum undang-undang, bukan hukum kebiasaan. Artinya tidak ada kemungkinan hukum dapat
mencegah diubahnya suatu konstitusi dengan cara kebiasaan.